Anda di halaman 1dari 5

FRAKTUR ZYGOMA

Pendahuluan

Fraktur adalah hilang atau putusnya kontinuitas jaringan keras tubuh. Fraktur
maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang wajah yaitu tulang
frontal, temporal, orbitozigomatikus, nasal, maksila dan mandibula. Fraktur
maksilofasial lebih sering terjadi sebagai akibat dari faktor yang datangnya dari luar
seperti kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, kecelakaan akibat olah raga dan juga
sebagai akibat dari tindakan kekerasan.1

Fraktur midfasial terdiri dari fraktur


zigomatikomaksilar (zygomaticomaxillary complex /ZMC) didalamnya ada berbagai
macam fraktur termasuk fraktur Le-fort, dan fraktur
nasoorbitoethmoid (nasoorbitalethmoid /NOE). Fraktur midfasial cenderung terjadi
pada sisi benturan terjadi dan bagian yang lemah seperti sutura, foramen, dan
apertura.2 Fraktur zigoma merupakan salah satu fraktur midfasial yang paling sering
terjadi,3 umumnya sering terjadi pada trauma yang melibatkan 1/3 bagian tengah
wajah, hal ini dikarenakan posisi zigoma agak lebih menonjol pada daerah
sekitarnya.4 Fraktur ZMC biasanya melibatkan dinding bawah orbita tepat diatas
nervus alveolaris inferior, sutura zigomatikofrontal, sepanjang arkus pada sutura
zigomatikotemporal, dinding lateral zigomatikomaksila, dan sutura
zigomatikosplenoid yang terletak di dinding lateral orbita, sedangkan dinding medial
orbita tetap utuh.2

Fraktur midfasial merupakan tantangan di bidang bedah karena struktur


anatomi yang kompleks dan padat.2 Penanganan yang tepat dapat menghindari efek
samping baik anatomis, fungsi, dan kosmetik. Tujuan utama perawatan fraktur fasial
adalah rehabilitasi penderita secara maksimal yaitu penyembuhan tulang yang cepat,
pengembalian fungsi okuler, fungsi pengunyah, fungsi hidung, perbaikan fungsi
bicara, mencapai susunan wajah dan gigi-geligi yang memenuhi estetis serta
memperbaiki oklusi dan mengurangi rasa sakit akibat adanya mobilitas segmen
tulang.1

Tinjauan pustaka

Fraktur zigoma merupakan merupakan fraktur fasial yang paling sering terjadi.
Tingginya insiden dari fraktur zigoma berhubungan dengan lokasi zigoma yang lebih
menonjol. Predileksi terutama pada laki-laki, dengan perbandingan 4:1 dengan
perempuan. Penyebab dari fraktur zigoma yang paling sering adalah dikarenakan
kecelakaan kendaraan bermotor. Bilateral fraktur zigoma jarang terjadi, hanya sekitar
4 % dari 2067 kasus yang diteliti oleh Ellis et al. Zigoma mempunyai peran yang
penting dalam membentuk struktur wajah, dan disrupsi dari posisi zigoma dapat
mengganggu fungsi okular dan mandibular; oleh karena itu trauma pada zigoma harus
didiagnosa secara tepat dan ditangani secara adekuat.5

Diagnosa dari fraktur zigoma didasarkan pada pemeriksaan klinis dan


pemeriksaan penunjang.5 Riwayat trauma pada wajah dapat dijadikan informasi
kemungkinan adanya fraktur pada kompleks zigomatikus selain tanda-tanda
klinis.4 Tetapi pemeriksaan klinis seringkali sulit dilakukan karena adanya penurunan
kesadaran, oedem dan kontusio jaringan lunak dari pasien yang dapat mengaburkan
pemeriksaan klinis, dan pula tidak ada indikator yang sensitif terhadap adanya fraktur
zigoma.5

Dari anamnesis dapat ditanyakan kronologis kejadian trauma, arah dan


kekuatan dari trauma terhadap pasien maupun saksi mata. Trauma dari arah lateral
sering mengakibatkan fraktur arkus zigoma terisolasi atau fraktur zigoma komplek
yang terdislokasi inferomedial. Trauma dari arah frontal sering mengakibatkan fraktur
yang terdislokasi posterior maupun inferior.6

Pemeriksaan zigoma termasuk inspeksi dan palpasi. Inspeksi dilakukan dari


arah frontal, lateral, superior, dan inferior. Diperhatikan simetri dan ketinggian pupil
yang merupakan petunjuk adanya pergeseran pada dasar orbita dan aspek lateral
orbita, adanya ekimosis periorbita, ekimosis subkonjungtiva, abnormal sensitivitas
nervus, diplopia dan enoptalmus; yang merupakan gejala yang khas efek pergeseran
tulang zigoma terhadap jaringan lunak sekitarnya. Tanda yang khas dan jelas pada
trauma zigoma adalah hilangnya tonjolan prominen pada daerah zigomatikus. Selain
itu hilangnya kurvatur cembung yang normal pada daerah temporal berkaitan dengan
fraktur arkus zigomatikus. Deformitas pada tepi orbita sering terjadi jika terdapat
pergeseran, terutama pada tepi orbital lateral dan infraorbita. Ahli bedah juga
meletakkan jari telunjuk dibawah margin infraorbita, sepanjang zigoma, menekan ke
dalam jaringan yang oedem untuk palpasi secara simultan dan mengurangi efek visual
dari oedem saat melakukan pemeriksaan ini.4,5

Penggunaan CT Scan dan foto roentgen sangat membantu menegakkan


diagnosa, mengetahui luasnya kerusakan akibat trauma, dan perawatan. 4 CT scan pada
potongan axial maupun coronal merupakan gold standard pada pasien dengan
kecurigaan fraktur zigoma, untuk mendapatkan pola fraktur, derajat pergeseran, dan
evaluasi jaringan lunak orbital. Secara spesifik CT scan dapat memperlihatkan
keadaan dimana terdapat pilar pilar dari bagian midfasial:
pilar nasomaxillary, zygomaticomaxillary, infraorbital, zygomaticofrontal, zygomatic
osphenoid, dan zygomaticotemporal.6 Penilaian radiologis fraktur zigoma dari foto
polos dapat menggunakan foto waters, caldwel, submentovertek dan lateral. Dari foto
waters dapat dilihat pergeseran pada tepi orbita inferior, maksila, dan bodi zigoma.
Foto caldwel dapat menunjukkan region frontozigomatikus dan arkus zigomatikus.
Foto submentovertek menunjukkan arkus zigomatikus.4

Klasifikasi fraktur komplek zigomatikus adalah: fraktur stable after elevation:


(a) hanya arkus (pergeseran ke medial), (b) rotasi pada sumbu vertikal, bisa ke medial
atau ke lateral. Fraktur unstable after elevation: (a) hanya arkus (pergeseran ke
medial); (b) rotasi pada sumbu vertikal, medial atau lateral; (c) dislokasi en loc,
inferior, medial, posterior, atau lateral; (d) comminuted fracture.4
Fraktur midfasial merupakan tantangan di bidang bedah karena struktur
anatomi yang kompleks dan padat.2 Penanganan yang tepat dapat menghindari efek
samping baik anatomis, fungsi, dan kosmetik. Tujuan utama perawatan fraktur fasial
adalah rehabilitasi penderita secara maksimal yaitu penyembuhan tulang yang cepat,
pengembalian fungsi okuler, fungsi pengunyah, fungsi hidung, perbaikan fungsi
bicara, mencapai susunan wajah dan gigi-geligi yang memenuhi estetis serta
memperbaiki oklusi dan mengurangi rasa sakit akibat adanya mobilitas segmen
tulang.1

Optimalnya fraktur ditangani sebelum oedem pada jaringan muncul, tetapi


pada praktek di lapangan hal ini sangat sulit. Keputusan untuk penanganan tidak perlu
dilakukan terburu-buru karena fraktur zigoma bukan merupakan keadaan yang
darurat. Penundaan dapat dilakukan beberapa hari sampai beberapa minggu sampai
oedem mereda dan penanganan fraktur dapat lebih mudah.5

Penatalaksanaan fraktur zigoma tergantung pada derajat pergeseran tulang,


segi estetika dan defisit fungsional. Perawatan fraktur zigoma bervariasi dari tidak ada
intervensi dan observasi meredanya oedem, disfungsi otot ekstraokular dan parestesi
hingga reduksi terbuka dan fiksasi interna. Intervensi tidak selalu diperlukan karena
banyak fraktur yang tidak mengalami pergeseran atau mengalami pergeseran minimal.
Penelitian menunjukkan bahwa antara 9-50% dari fraktur zigoma tidak membutuhkan
perawatan operatif. Jika intervensi diperlukan, perawatan yang tepat harus diberikan
seperti fraktur lain yang mengalami pergeseran yang membutuhkan reduksi dan alat
fiksasi.4,6
Daftar pustaka

1. Sofii I, Dachlan I.  Correlation between midfacial fractures and intracranial


lesion in mild and moderate head injury patients. (online),
(http://bedahugm.com/Correlation-between-midfacial-fractures-and-intracranial-
lesion-in-mild-and-moderate-head-injury-patients.php , diakses 18 april 2012).
2. Dwidarto D. Affandi M. Pengelolaan deformitas dentofasial pasca fraktur
panfascial(Management of the Dentofacial Defomity Post Panfacial Fracture :
Case Report). (online), (http://www.pdgionline.com/web/index. php ?option=co
ntent &task=category&sectionid=4&id=10&Itemid=26, diakses 18 april 2012).
3. Tucker MR, Ochs MW. Management of facial fractures. Dalam : Peterson lj et
al. contemporary oral and maxillofacial surgery. St louis: mosby co. 2013
4. Prasetiyono A. Penanganan fraktur arkus dan kompleks
zigomatikus. Indonesian journal of oral and maxillofacial surgeons. Feb 2015 no
1 tahun IX hal 41-50.
5. Ellis E. fractures of the zygomatic complex and arch. Dalam : fonseca rj et al.
oral and maxillofacial trauma. St. louis : Elsevier. 2015
6. Bailey JS, Goldwasser MS. Management of Zygomatic Complex
Fractures. Dalam : Miloro M et al. Peterson’s principles of Oral and
Maxillofacial Surgery 2nd. Hamilton, London : BC Decker Inc. 2014

Anda mungkin juga menyukai