Anda di halaman 1dari 32

KEPERAWATAN ANAK II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN


THALASEMIA
Dosen Pengampuh : Ns Amatus Yudi, S.Kep., M.Kep Sp Kep AN

Disusun Oleh : Kelompok III


Kelas : Keperawatan A/Semester v
1. Ayu Radini Binolombangan : 01909010009
2. Elsy Batebolinggo : 01909010015
3. Geri Eko Jovannaldo : 01909010023
4. I kadek swantika : 01909010023
5. Nadila Akontalo : 01909010035
6. Rani Anotoni : 01909010042
7. Reza Meinanda Akontalo : 01909010045

PRODI SI KEPERAWATAN
INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
GRAHA MEDIKA KOTAMOBAGU
T.A 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah


memberikan Rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan
makalah yang berjudul “ASKEP TALASEMIA ” Yang Alhamdulillah tepat pada
waktunya.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua
yang bermanfaat bagi kita semua. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam pengurusan makalah ini dari awal sampai akhir semoga
Allah swt senantiasa meridhoi segala usaha kita, Aamiin.

Kotamobagu 18 september 2021

Kelompok 3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………….


KATA PENGANTAR……………………………………………………………...
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..

BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………………..


A. Latar Belakang………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah………………………………………………………
C. Tujuan ………………………………………………………………….

BAB II TINJAUAN TEORI ………………………………………………………


A. Pengertian ……………………………………………..........................
B. Penyebab ……………………………………………………………….
C. Tanda dan gejala ……………………………………………………….
D. Patofisiologi ……………………………………………………………
E. Pathway talasemia ……………………………………………………...
F. Komplikasi ……………………………………………………………..
G. Penatalaksanaan ………………………………………………………

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ………………………………………….


A. Pengkajian ……………………………………………………………...
B. Diagnosa ………………………………………………………………..
C. Intervensi ……………………………………………………………….
D. Implementasi …………………………………………………………..

BAB IV SOP KEMOTERAPI……………………………………………………...


BAB V PENUTUP………………………………………………………………….
A. Kesimpulan……………………………………………..........................

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Thalasemia merupakan penyakit darah herediter yang paling sering
terjadi yang akan menjadi kelainan genetic utama yang timbul setelah
penyakit infeksi dan gizi teratasi di Indonesia (Dewi, 2009).
WHO (World Healt Organization) menyebutkan ada 5.365 penderita
thalasemia yang memerlukan transfusi rutin, mungkin jumlah itu lebih besar
karena banyak masyarakat yang belum tahu anaknya menderita penyakit
kelainan darah yang memerlukan transfusi rutin sepanjang hidupnya.
Thalasemia merupakan penyakit kelainan darah yang ditandai dengan
kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel
darah merah normal (120 hari). Penyakit ini biasanya ditandai dengan
gangguan pertumbuhan, pucat, mudah lelah serta anoreksia sehingga anak
mengalami berat badan dibawah normal. Thalasemia merupakan penyakit
anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif, menurut hukum
mendel. Kata thalasemia berasal dari bahasa yunani yang berarti laut
(Ngastiyah, 2005).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari thalasemia?
2. Apa penyebab dari thalasemia?
3. Apa saja klasifikasi dari thalasemia?
4. Apa saja tanda dan gejala dari thalassemia?
5. Apa patofisiologi dari thalasemia?
6. Bagaimana pathway dari thlasemia?
7. Apa saja komplikasi dari thalasemia?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari thalasemia?
9. Bagaimana asuhan keperawatan dari thalasemia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari thalasemia.
2. Untuk mengetahui penyebab dari thalasemia.
3. Untuk mengetahui saja klasifikasi dari thalassemia.
4. Untuk mengetahui saja tanda dan gejala dari thalasemia.
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari thalasemia.
6. Untuk mengetahui pathway dari thalasemia.
7. Untuk mengetahui saja komplikasi dari thalasemia.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari thalasemia.
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari thalasemia.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi Thalasemia

Istilah talasemia, yang berasal dari kata yunani thalassa dan memiliki
makna “laut”, digunakan pada sejumlah kelainan darah bawaan yang ditandai
defisiensi pada kecepatan produksi rantai globin yang spesifik dalam Hb
(Wong, 2009). Talasemia merupakan kelompok gangguan darah yang
diwariskan, dikarakteristikkan dengan defisiensi sintesis rantai globulin
spesifik molekul hemoglobin (Muscari, 2005). Penyakit darah herediter yang
disertai abnormalitas sintesis hemoglobin (Suryanah, 1996).
Talasemia adalah penyakit bawaan dimana sistem tubuh penderitanya
tidak mampu memproduksi hemoglobin yang normal (Pudjilestari, 2003).
Sindrom talasemia merupakan kelompok heterogen kelainan mendelian yang
ditandai oleh defek yang menyebabkan berkurangnya sintesis rantai α- atau β-
globin (Mitcheel, 2009).

B. Etiologi Thalasemia
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang
diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen
cacat yang diturunkan. Untuk penderita penyakit ini, seseorang harus memiliki
2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang
tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari
penyakit ini.
Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis
yang utama adalah :
1. Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa) Alfa – Thalasemia paling
sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1
gen).
2. Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta) Beta – Thalasemia pada
orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.
C. Klasifikasi Thalasemia
Klasifikasi dari penyakit thalassemia menurut Suriadi (2006) yaitu :
1. Thalasemia alfa
Thalasemia alfa merupakan jenis thalassemia yang mengalami
penurunan sintesis dalam rantai alfa.
2. Thalasemia beta
Thalasemia beta merupakan jenis thalasemia yang mengalami
penurunan pada rantai beta. Sedangkan berdasarkan jumlah gen yang
mengalami gangguan, Hockenberry & Wilson (2009) mengklasifikasikan
Thalasemia menjadi:
a. Talasemia minor
Pada talasemia β minor, terdapat sebuah gen globin β yang normal
dan sebuah gen abnormal. Elektroforesis hemoglobin (Hb) normal,
tetapi hemoglobin A2 (hemoglobin radimeter yang tidak diketahui
fungsinya) meningkat dari 2% menjadi 4-6%. Pada talasemia α minor,
elektroforesis Hb dan kadar HbA2 normal. Dianosis ditegakkan
dengan menyingkirkan talasemia β minor dan defisiensi besi. Kedua
keadaan minor ini mengalami anemia ringan (Hb 10.0-12.0 g/dL dan
MCV = 65- 70 fL). Pasangan dari orang-orang dengan talasemia minor
harus diperiksa. Karena kerier minor pada kedua pasangan dapat
menghasilkan keturunan dengan talasemia mayor.
b. Talasemia mayor
Thlasemia mayor adalah penyakit yang mengancam jiwa.
Talasemia mayor β disebabkan oleh mutasi titik (kadang-kadang
delesi) pada kedua gen globin β, menyebabkan terjadinya anemia
simtomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan turunnya kadar
hemoglobin fetal. Anak-anak yang tidak diterapi memiliki postur
tubuh yang kurus, mengalami penebalan tulang tengkorak,
splenomegali, ulkus pada kaki, dan gambaran patognomonik „hair on
end‟ pada foto tengkorak. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan
anemia mikrositik berat, terdapat sel terget dan sel darah merah berinti
pada darah perifer, dan titik terdapat HbA. Transfusi darah, untuk
mempertahankan kadar hemoglobin normal dan menekan produksi sel
darah merah Kadar hemoglobin normal dan menekan produksi sel
darah merah abnormal, akan menghasilkan perkembangan fisik yang
normal. Kelebihan besi karena seringnya transfusi menyebabkan
kecacatan serius dan kematian pada usia 25 tahun, kecuali bila dicegah
dengan menggunakan desferioksamin. Kebanyakan pasien talasemia
yang diterapi dengan baik bertahan sampai usia 30 dan 40 tahun.
Tranplantasi sumsum tulang depat dipertimbangkan jika ditemukan
donor saudara kandung yang cocok.
Talasemia α mayor (hydrops fetalis) sering kali berakhir dengan
kematian intauterin dan disebabkan oleh delesi keempat gen globin α.
Kadang-kadang, diagnosis ditegakkan lebih awal, jika transfusi darah
intrauterin dapat menyelamatkan hidup. Transfusi seumur hidup
penting seperti pada talasemia β.
1) Talasemia intermedia
Tingkat keparahan dari talasemia berada diantara talasemia
minor dan talasemia mayor. Beberapa kelainan genetik yang
berada mendasari keadaan ini. Yang paling sering adalah talasemia
β homozigot di mana satu atau kedua gen masih memproduksi
sejumlah kecil HbA. Delesi pada tiga dari empat gen globin α
(penyakit HbH) menyebabkan gambaran serupa, dengan anemia
yang agak berat sekitar 7-9 s/dL dan splenomegali. Secara definisi,
penderita talasemia intermedia tidak tergantung kepada transfusi.
Splenektomi dapat dilakukan untuk mengurangi anemia (Patrick,
2005).

D. Tanda dan Gejala Thalasemia


Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya
bervariasi. Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan. Pada
bentuk yang lebih berat, misalnya betathalasemia mayor, bisa terjadi sakit
kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu dan
pembesaran limpa. Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan
penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-
tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita
thalasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih
lambat dibandingkan anak lainnya yang normal.

E. Patofisiologi
Konsekuensi berkurangnya sintesis salah satu rantai globin berasal dari
kadar hemoglobin intrasel yang rendah (hipokromia) maupun kelebihan relatif
rantai lainnya
1. Talasemia-β: Dengan berkurangnya sintesis β-globin, rantai  tak terikat
yang berlebihan akan membentuk agregat yang sangat tidak stabil dan
terjadi karena kerusakan membran sel; selanjutnya, prekursor sel darah
merah dihancurkan dalam sumsum tulang (eritropoiesis yang tidak efektif)
dan sel-sel darah merah yang abnormal dihilangkan oleh fagosit dalam
limpa (hemolisis). Anemia yang berat menyebabkan ekspansi
kompensatorik sumsum eritropoietik yang akhirnya akan mengenai tulang
kortikal dan menyebabkan kelainan skeletal pada anakanak yang sedang
tumbuh. Eritropoiesis yang tidak efektif juga disertai dengan absorpsi besi
yang berlebihan dari makanan; bersama dengan transfusi darah yang
dilakukan berkali-kali, absorpsi besi yang berlebihan ini akan
menimbulkan kelebihan muatan besi yang berat.
2. Talasemia- disebabkan oleh ketidakseimbangan pada sintesis rantai 
dan non- (rantai  pada bayi; rantai  setelah bayi berusia 6 bulan).
Rantai  yang bebas akan membentuk tetramer ini akan merusak sel-sel
darah merah serta prekursornya. Rantai  yang bebas akan membentuk
tetramer yang stabil (HbBars) dan tetramer ini mengikat oksigen dengan
kekuatan (aviditas) yang berlebihan sehingga terjadi hipoksia jaringan
(Mitcheel, 2009).
F. Pathway Thalasemia

Penyebab primer Penyebab sekunder


 Sintetis Hb <<  Defisiensi asam folat
 Eritropoisis tidak  Hemodeusi
efektif  Destruksi eritrosit oleh
 Destruksi eritrosis s.retikuloendote
intramedular

Mutasi DNA

Produksi rantai alfa dan beta Hb berkurang

Kelainan pada eritrosit


hemosidosis

Pengikatan O2 berkurang

Kompensator pada rantai a Penumpukan


besi

Rantai B produksi
terus menerus

Hb defectif

Ketidak seimbangan polipeptida


MK: resiko infeksi

Eritrosit tidak stabil


Transfuse
Anemia darah
Hemolysis
berat berulang
Suplay o2<<

Ketidakseimbangan Suplay o2 ke MK:


suplay o2,dan jaringan ketidakefektifan
kebutuhan perifer perfusi jaringan
perifer

Endokrin Jantung hepar limpa Kulit menjadi


kelabu

Tumbang Gagal hepatomegali splenomegali


terganggu jantung

Mk:
Mk: kerusakan
keterlambatan Mk: integritas
resiko Nyeri akut kulit
pertumbuhan
dan cedera
perkembangan

dyspneu

Penggunaan
otot bantu Kelelah Mk: Intake
Malas
napas an intoleransi nutrisi Mk: ketidakseimbangan
makan
aktivitas nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
G. Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
thalasemia:
1. Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan
penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung, 25 aritmia atau detak
jantung yang tidak beraturan, dan terkumpulnya cairan di jaringan jantung.
Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita
thalasemia beta mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk
memeriksa fungsi jantung, dan setahun sekali pemeriksaan menyeluruh
untuk memeriksa konduksi aliran listrik jantung menggunakan
electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung. Perawatan untuk
meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan terapi khelasi yang
lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat enzim konversi
angiotensin.
2. Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat
tubuh kekuerangan sel darah merah yang sehat.
Komplikasi tulang yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:
a. Nyeri persendian dan tulang
b. Osteoporosis
c. Kelainan bentuk tulang
d. Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi
rendah.
3. Pembesaran Limpa (Splenomegali)
Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel
darah yang memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada
meningkatnya jumlah darah yang ada di dalam limpa, membuat limpa
tumbuh lebih besar. Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel 26
darah yang sehat akan menjadi tidak efektif jika limpa telah membesar dan
menjadi terlalu aktif, serta mulai menghancurkan sel darah yang sehat.
Splenectomy atau operasi pengangkatan limpa merupakan satusatunya
cara untuk mengatasi masalah ini.Vaksinasi untuk mengatasi potensi
infeksi yang serius, seperti flu dan meningitis, disarankan untuk dilakukan
jika anak Anda telah melakukan operasi pengangkatan limpa, hal ini
dikarenakan limpa berperan dalam melawan infeksi. Segera temui dokter
jika anak Anda memiliki gejala infeksi, seperti nyeri otot dan demam,
karena bisa berakibat fatal.
4. Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan
terjadinya beberapa hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati
atau penyakit degeneratif kronis di mana sel-sel hati normal menjadi
rusak, lalu digantikan oleh jaringan parut, serta hepatitis. Oleh karena itu,
penderita thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi hati tiap tiga
bulan sekali. Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan
mengonsumsi obat antivirus, sedangkan mencegah kerusakan hati yang
lebih parah dapat dilakukan terapi khelasi.
5. Komplikasi pada Kelenjar
Hormon Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat
sensitif terhadap zat besi. Para penderita thalassemia beta mayor,
walaupun telah melakukan terapi khelasi, dapat mengalami gangguan
sistem 27 hormon.Perawatan dengan terapi pergantian hormon mungkin
diperlukan untuk mengatasi pertumbuhan dan masa pubertas yang
terhambat akibat kelenjar pituitari yang rusak. Ada beberapa komplikasi
pada kelenjar hormon yang dapat terjadi usai pubertas seperti berikut ini:
a. Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
b. Pankreas – diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus
dilakukan anak-anak penderita thalassemia tiap enam bulan sekali
untuk mengukur pertumbuhannya. Sementara itu, pemeriksaan
pertumbuhan pada para remaja yang sudah memasuki masa pubertas
dilakukan tiap satu tahun sekali.
H. Penatalaksanaan
Pengobatan Thalasemia bergantung pada jenis dan tingkat keparahan
dari gangguan. Seseorang pembawa atau yang memiliki sifat alfa atau beta
Thalasemia cenderung ringan atau tanpa gejala dan hanya membutuhkan 21
sedikit atau tanpa pengobatan. Terdapat tiga standar perawatan umum untuk
Thalasemia tingkat menengah atau berat, yaitu transfusi darah, terapi besi dan
chelation, serta menggunakan suplemen asam folat. Selain itu, terdapat
perawatan lainnya adalah dengan transplantasi sum-sum tulang belakang,
pendonoran darah tali pusat, dan HLA (Children's Hospital & Research Center
Oakland, 2005)
1. Transfusi darah
Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah.
Terapi ini merupakan terapi utama bagi orang-orang yang menderita
Thalasemia sedang atau berat. Transfusi darah dilakukan melalui
pembuluh vena dan memberikan sel darah merah dengan hemoglobin
normal. Untuk mempertahankan keadaan tersebut, transfusi darah harus
dilakukan secara rutin karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan
mati. Khusus untuk penderita beta Thalasemia intermedia, transfusi darah
hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara rutin. Sedangkan untuk beta
Thalasemia mayor (Cooleys Anemia) harus dilakukan secara teratur
(Children's Hospital & Research Center Oakland, 2005). Terapi diberikan
secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10 g/dl (Arnis,
2016).
2. Terapi Khelasi Besi (Iron Chelation)
Hemoglobin dalam sel darah merah adalah zat besi yang kaya
protein. Apabila melakukan transfusi darah secara teratur dapat
mengakibatkan penumpukan zat besi dalam darah. Kondisi ini dapat
merusak hati, 22 jantung, dan organ-organ lainnya. Untuk mencegah
kerusakan ini, terapi khelasi besi diperlukan untuk membuang kelebihan
zat besi dari tubuh. Terdapat dua obat-obatan yang digunakan dalam terapi
khelasi besi menurut National Hearth Lung and Blood Institute (2008)
yaitu:
a. Deferoxamine
Deferoxamine adalah obat cair yang diberikan melalui bawah
kulit secara perlahan-lahan dan biasanya dengan bantuan pompa
kecil yang digunakan dalam kurun waktu semalam. Terapi ini
memakan waktu lama dan sedikit memberikan rasa sakit. Efek
samping dari pengobatan ini dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan dan pendengaran.
1) Deferasirox adalah pil yang dikonsumsi sekali sehari. Efek
sampingnya adalah sakit kepala, mual, muntah, diare, sakit
sendi, dan kelelahan.
b. Suplemen Asam Folat
Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu
pembangunan sel-sel darah merah yang sehat. Suplemen ini harus
tetap diminum di samping melakukan transfusi darah ataupun
terapi khelasi besi.
1) Transplantasi sum-sum tulang belakang Bone Marrow
Transplantation (BMT) sejak tahun 1900 telah dilakukan.
Darah dan sumsum transplantasi sel induk normal akan
menggantikan selsel induk yang rusak. Sel-sel induk adalah
sel- sel di dalam sumsum tulang yang membuat sel-sel darah
merah. Transplantasi 23 sel induk adalah satu-satunya
pengobatan yang dapat menyembuhkan Thalasemia. Namun,
memiliki kendala karena hanya sejumlah kecil orang yang
dapat menemukan pasangan yang baik antara donor dan
resipiennya (Okam, 2001).
2) Pendonoran darah tali pusat (Cord Blood) Cord Cord blood
adalah darah yang ada di dalam tali pusat dan plasenta. Seperti
tulang sumsum, itu adalah sumber kaya sel induk, bangunan
blok dari sistem kekebalan tubuh manusia. Dibandingkan
dengan pendonoran sumsum tulang, darah tali pusat non-
invasif, tidak nyeri, lebih murah dan relatif sederhana (Okam,
2001).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah
(Mediteranial) seperti turki, yunani, dan lain-lain. Diindonesia sendiri,
thalasemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit
darah yang paling banyak diderita.
2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari satu tahun, sedangkan pada
thalasemia minor biasanya anak akan dibawah ke RS setelah usia 4 tahun.
3. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernafasan atas atau
infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat
transport.
4. Pertumbuhan dan perkembangan
Seiring didapatkan data adanya kecendrungan gangguan terhadap tumbang
sejak masi bayi. Terutama untuk talasemia mayor, pertumbuhan fisik anak,
seperti tidak ada pertumbuhan rambut, kupis, dan ketiak,kecerdasan anak
juga mengalami penurunan. Namun pada jenis talasemia minor, sering
terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5. Pola makan
Terjadi anorekseia sehingga anak sering susah makan,sehingga BB rendah
dan tidak sesuai usia.
6. Pola aktifitas
Anak terlihat lemah dan tidak selicah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
7. Riwayat kesehatan keluarga
Talasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah,
orang tua juga mempunyai gen talasemia. Jika ia, maka anak berisiko
terkena talasemia mayor.
8. Riwayat ibu saat hamil (antenatal core-ANC )
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada factor resiko, maka ibu perlu
diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
9. Data keadaan fisik anak talasemia
a. KU=lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak yang lain seusia.
b. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk has, yaitu kepala membesar dan muka mongoloit
(hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar tulang dahi
terlihat besar.
c. Mata dan konjuktifa pucat dan kekuningan.
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e. Dada, pada inspeksi terlihat dada kiri menoncol karena adanya
pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut, terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati
(hepatospek nomegali).
g. Pertumbuhann fisiknya lebih kecil dari pada normal sesuai usia, BB
dibawah normal
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak seusia pada usia
pubertas tidak tercapai dengan baik. Missal tidak tumbuh rambut
ketiak pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat
mencapai tanpa odolense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit, warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat
tranfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi
karena adanya penumpukan sat besidalam jaringan kulit
(hemosidrosis).
B. Pengkajian Anak
1. Identitas Klien
Nama : An.G
Usia : 9 Tahun
Agama : Islam
Diagnose medis : Thalasemia mayor
Tanggal dikaji : 20 September 2021
Tanggal kunjungan : 20 September 2021
No.MR : 402061
Nama ayah/ibu : Tn.A/Ny.N
Pekerjaan ayah/ibu : Petani/IRT
Alamat : Mongkonai
2. Keluhan Utama
Klien Nampak pucat, dan akan di transfuse darah.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Pada saat pengkajian, klien Nampak pucat, mengeluh badan lemas dan
pusing. Sesak nafas (-). Keluhgan lemas bertambah bila klien banyak
beraktifitas yang terlalu capek. Keluhan berkurang bila klien istirahat
dan tidur dengan posisi setengah duduk. Klien merupakan pasien
talasemia mayor sejak usia 3 bulan dan datang ke poliklinik karena
akan dilaksanakan tranfusi darah. Tranfusi terakhir adalah 3 minggu
yang lalu.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Klien terdiagnosa talasemia pada usia 3 bulan, sebelum terdiagnosa
talasemia secara pasti klien terlihat pucat danlemas tanpa disertai tanda
perdarahan, panas badan atau memar-mamar. Lalu dibawa ke dokter
spesialis anak karena keluhan sesak dan kejang akhirnya klien dirujuk
ke RS serta didiagnosa talasemia setelah dilakukan analisa
haemoglobin, dan Hb waktu itu adalah 6,9 gr/dl,klien mendapatkan
tranfusi darah. Setelah itu klien rutin melakukan tranfusi darah.
5. Riwayat kehamilan dan kelahiran
a. Prenatal
Ibu adalah G2P1A0, ibu mengatakan setelah dilakukan keluhan
yang berarti, pada awal kehamilan, ibu sempat mual-mual namun
tidak sampai dirawat. Ibu kontrol kehamilan kebidan dan tidak ada
keluhan selama kehamilan.
b. Intranatal
Bayi lahir dengan spontan. Menurut ibu waktu itu bayi lahir
dengan BB 2800 gr dan PB 47cm, nangis dan sehat.
c. Post natal
Setalah melahirkan, ibu mengatakan tidak mengalami pendarahan
6. Riwayat keluarga
ibu menyangkal bahwa dirinya dan suaminya menderita kalasemia atau
membawa (carier). Ibu menyangkal dikeluarganya ada yangb
mengidap kalasemia hanya orang tua dari suaminya mengidap
kangker. Ibu dan suami pernah diperiksa darah namun hasilnya
menurut ibu negative.
7. Riwayat sosial
Klien saat ini masih sering bermain dengan saudara-saudaranya yang
lain, dan sering bermain diluar rumah dan sering pulang dengan
kecapekan.
8. Data psikologis
Klien mengetahui dia terkena talasemia dan harus dapat darah setiap 3
minggu, namun klien Nampak tenang. Klien bercita-cita ingin menjadi
guru bila sudah besar nanti.
9. Riwayat imunisasi
Menurut ibu, klien dapat imunisasi dasar Cuma imunisasi campak
yang terlewat Karena anaknya panas.
10. Kebutuhan dasar.

Pola Ibu mengatakan, selama ini klien tidak ada keluhan tentang
Nutrisi makanan, bahkan ketika sakitpun. Makan biasa 3 kali per
hari dengan menu paling banyak dengan ikan dan sayur.
Minum klien paling senang dengan minuman dingin
Pola Menurut ibu, BAB dan BAK tidak ada keluhan BAB biasa
Eliminasi sehari sekali
Pola Klien bisa istirahat normal seperti anak yang lain. Tidur
Istirahat malam biasa 8 jam klien sebelum tidur mesti menggigit-gigit
ibu jarinya yang merupakan kebiasaan dari kecil.
Aktivitas Klien biasa main biasa dirumah dengan sepupu dan saudara
Bermain yang lain. Klien sangat senang membaca dan main lompat
tali dengan teman sebayanya. Ketika pengkajian klien
tampak sedang bermain hp dan membaca buku yang
disediakan rumah sakit.
Personal Ibu mengatan klien biasa mandi 2 kali sehari dengan air
hyginn hangan menggunakan sabun.

11. Pemeriksaan fisik


a. Keadaan ini: compos mentis, Nampak pucat
b. Tanda-tanda vital
TD: 90/60 MmHg
RESPIRASI : 24X/menit
NADI: 90x/menit
SUHU : 36,5 C
c. Pemeriksaan fisik
1. Kepala : bentuk simetris, tidak terdapat benjolan atau lesi,
rambut sedikit kusam, panjang, Nampak tipis.
2. Mata : untuk mata simetris, sclera sub ikterik, kongjungtiva
anemis, pergersakan bola mata sesuai, pupil bulat isocore.
3. Hidung : bentuk simetris, pernapasan cuping hidung tidak
tampak, secret tidak ada.
4. Mulut : mukosa lembap, kehitaman, tidak terdapat caries gigi.
Nampak gigi depan tampak rusak.
5. Leher : bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,
peningkatan JVP.
6. Dada : bentuk dan pergerakan simetris, tidak tampak
pernapasan dengan bantuan otot pernapasan tambahan. Bunyi
jantung regular, bunyi paru : spesikuler, ronkhi, wheezing.
7. Abdomnen : perut sedikit membuncit, teraba pembesaran hati 5
cm BAC, pembesaran limpha 111. Bising usus 6x/menit nyeri
tekan opigastrium-lingkar perut 52cm.
8. Ekstermitas : Nampak kehitaman disekitar lutut, bintik-bintik
hitam pada kedua kaki. Kuku jari tangan Nampak pucat.
Lingkat lengan 20cm
9. Integument : kulit klien Nampak pucat, Nampak kehitaman
disekitar lutut dan bintik-bintik hitam dikedua kaki.

12. Pemeriksaan perkembangan


a. Pertumbuhan
BBL = 2800gr, BB saat dikaji adalah 24 kg
PBL = 47cm, PB saat dikaji adalah 110cm\
b. Perkembangan
Untuk perkembangan klien tidak ada kelainan, malah klien
termasuk anak cerdas dan masuk rengking 5 besar dikelasnya.

13. Pemeriksaan penunjang


Tanggal 20 2021
- Hb : 8,5 gr/dl
- HT : 18 %
- Lekosit : 9200/mm
- Trombosit : 240.000/mm

14. Terapi yang diberikan


- PRC 330cc
- Exjade 1x2 tab
- Asam folat 1x1 tablet
- Vitamin E 2x1 tablet
15. Analisa data
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS : Kelainan rantai Gangguan
- Klien mengeluh globulin B perfusi jarringan
pusing dan
lemas. Penumpukan eritrosit
- Pusing imatur
bertambah jika
beraktifitas. Eritrolisis/hemolysis
DO :
- Konjuktiva Anemia ( HB )
anemis
- Klien Nampak Pengikatan O2 oleh
pucat dan lemas HB
- Hb 8,5gr/dl
- Extremitas Aliran O2 ke organ
dingin vital dan jaringan
berkurang

O2 dan nutrisi tidak


ditranspor secara
adekuat

Perfusi jaringan
terganggu

DS : Anemia (kadar HB) Intoleransi


- Klien mengeluh aktivitas
cepat lelah saat Komponen seluler
melakukan pengangkut 02 ke
aktivitas jaringan
bermain.

DO : Pengikatan 02 oleh
- Klien Nampak HB
lelah
- Klien tampak Aliran darah ke organ
pucat vital dan jaringan
berkurang

Metabolism aerod
menurun

Energy yang
dihasilkan

Penurunan toleransi
aktivitas

16. Diagnosa keperawatan


a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kadar
haemoglobin.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi
energy tubuh.

17. Intevensi
N DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
O KRITERIA HASI

1 Gangguan Tujuan : Observasi :


perfusi jaringan setelah dilakukan 1. Periksa sirkulasi
b.d penurunan tindakan keperawatan perifer (mis, nadi
kadar HB 2x24 jam transportas perifer, edema,
kejaringan lebih pengisian
efektif. kapiler, warna,
Kriteria hasil : suhu,
1. Warna kulit pucat anklebrachinal
menurun. index).
2. Pengisian kapiler 2. Monitor panas,
membaik. kemerahan,
3. Akral membaik nyeri, atau
4. Turgor kulit bengkak pada
membaik. extremitas.
3. Observasi
adanya
keterlambatan
respon verbal,
kebingungan
atau gelisah.

Terapeutik :
1. Lakukan
pencegahan
infeksi.
2. Hindari
pemakaian
benda-benda
yang
berkelebihan
suhunya (terlalu
panas atau
dingin).

Edukasi :
1. Anjurkan
mengecek air
mani untuk
menghindari
kulit terbakar.
2. Anjurkan
perawatan kulit
yang tepat (mis,
melembabkan
kulit kering pada
kaki).
2 Intoleransi Tujuan : Observasi :
aktivitas b.d Setelah dilakukan 1. Identivikasi
penurunan tindakan 2x24 jam gangguan fungsi
produksi diharapkan tubuh yang
energy tubuh. intoleransi aktivitas mengakibatkan
meningkat. lelah.
2. Kaji kemampuan
Kriteria hasil : pasien untuk
1. Keluhan lelah melakukan
menurun. aktivitas, catat
2. Perasaan lelah kelelahan dan
menurun. kesulitan
3. Tenaga beraktivitas.
meningkat. 3. Monitor
kelelahan fisik
dan emosional.
4. Catat respon
terhadap tingkat
aktivitas.

Terapeutik :
1. Sediakan
lingkukan
nyaman dan
renda stimulus.
2. Berikan aktivitas
distraksi yang
menyenangkan.
3. Fasilitasi disisi
tempat tidur, jika
tidak dapat
berpindah atau
berjalan.
4. Libatkkan
keluarga dalam
aktivitas, jika
perlu.

Edukasi :
1. Anjurkan tirah
baring.
2. Anjurkan
melakukan
aktivitas secara
bertahap.
3. Pilih periode
istirahat dengan
periode aktivitas.

18. Implementasi
N DIAGNOSA IMPLEMENTASI
O
1 Gangguan perfusi 1. memeriksa sirkulasi perifer
jaringan b.d penurunan (mis, nadi perifer, edema,
kadar HB. pengisian kapiler, warna , suhu,
anklebrachinal index).
2. memonitor panas, kemerahan,
nyeri, atau bengkak pada
extremitas.
3. mengobservasi adanya
keterlambatan respon verbal,
kebingungan atau gelisah.

2 Intoleransi aktivitas b.d 1. mengidentivikasi gangguan


penurunan produksi fungsi tubuh yang
energy tubuh. mengakibatkan lelah.
2. mengkaji kemampuan pasien
untuk melakukan aktivitas,
catat kelelahan dan kesulitan
beraktivitas.
3. memonitor kelelahan fisik dan
emosional.
4. mencatat respon terhadap
tingkat aktivitas.

BAB IV
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEMOTERAPI
RSUD Dr. TINDAKAN PEMBERIAN KEMOTERAPI
SOEDARSO DIRUANG RAWAT INAP
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
065/3516/RSDS/YAN- 03 1/3
B/2020
STANDAR Tanggal Terbit : Ditetapkan di : Pontianak
PROSEDUR 27 juli 2020 Direktur RSUD Dr. soedarso
OPRASIONAL
Drg. Yuliastuti Saripawan,
M.Kes
Pembina Tingkat 1
NP. 19710714 200012 2 002
PENGERTIAN Suatu tindakan pemberian obat kemoterapi kepada pasien
kanker dirawat inap
TUJUAN Agar petugas paham dan mengerti cara melakukan pemberian
obat-obatan kemoterapi sesuai SPO
KEBIJAKAN Keputusan direktur nomor 200 tahun 2020 tentang paduan
pelayanan kemoterapi pada Rumah Sakit Umum Daerah Dokter
Soedarso
PROSEDUR Tahap Pra Interaksi :
1. cek catatan perawatan dan catatan medis pasien mengenai :
a. program pengobatan kemoterapi oleh dokter
b. jenis obat, dosis obat, larutan/cairan pencampuran
(cairan infus)
c. rute/cara pemberian obat dan nama pasien beserta nomor
medical record
d. cek tinggi badan, berat badan, darah lengkap (HB,
leukosid, trombosit, hematokrid, gula darah sewaktu,
ureun, kreatinin), urine lengkap, rekam EKG.
e. Informed consent
TINDAKAN PEMBERIAN KEMOTERAPI
DIRUANG RAWAT INAP
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
RSUD Dr.
065/3516/RSDS/YAN- 03 2/3
SOEDARSO
B/2020
2. siapkan alat :
a. alat pelindung diri
- sarung tangan
- masker
- penutup kepala (topi)
- kacamata
- scort/gaun pelindung
b. wadah tertutup untuk tempat pembuangan bekas
kemoterapi.
c. Cairan infus NaCL 0,9% atau deksrose 5%.
d. Peralatan pemasangan infus.
3. Cuci tangan
Tahap Oreantasi
1. Berikan salam dan panggil pasien dengan namanya.
2. Jelaskan tujuan, prosedur, lama tindakan pada
pasien/keluarga.
Tahap Kerja
1. Berikan kesempatan pada pasien/keluarga untuk bertanya
sebelum kegiatan dimulai.
2. Menanyakan keluhan dan kaji gejala spesifik yang ada pada
pasien.
3. Periksa kembali mengenai inform consent.
4. Gunakan alat pelindung diri.
5. Periksa paket yang telah dicampur oleh petugas rekonstitusi
obat kanker (instalasi farmasi) mengenai nama obat, dosis,
nama pasien, terhadap catatan keperawatan dan catatan
medis pasien.

RSUD TINDAKAN PEMBERIAN KEMOTERAPI


DIRUANGAN RAWAT INAP
No. Dokumen : No. Revisi : Halaman :
065/ /RSDS/YAN-B/2020 03 3/3
6. Jika pasien belum terpasang infus, lakukan pemasangan
infus sesuai protap pemasangan infus.
7. Lakukan tindakan premedikasi sesuai instruksi dokter.
8. Pasang cairan infus (obat sitostatika) yang telah dicampur
oleh petugas rekonstitusi obat kanker (instalasi farmasi)
sesuai instruksi dokter.
9. Bekas obat kemoterapi dimasukan kedalam wadah yang
tertutup.
10. Membereskan alat-alat.
11. Petugas melakukan cuci tangan.
Tahap Terminasi
1. Evaluasi kegiatan yang telah dilakukan sesuai dengan
tujuan yang diharapkan (subjektif dan objektif).
2. Beri reinformcement positif pada pasien.
3. Kontrak pertemuan selanjutnya.
4. Mengakhiri hubungan dengan baik.
5. Cuci tangan.
PROSEDUR Dokumentasi
Catatan pada status pasien tindakan yang telah dilakukan,
respon pasien serta obserfasi gejala yang terjadi yang
ditemukan pada saat tindakan dilakukan.
UNIT TERKAIT 1. Rawat inap.
2. Instalasi farmasi.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Talasemia adalah penyakit bawaan dimana sistem tubuh penderitanya
tidak mampu memproduksi hemoglobin yang normal (Pudjilestari, 2003).
Sindrom talasemia merupakan kelompok heterogen kelainan mendelian yang
ditandai oleh defek yang menyebabkan berkurangnya sintesis rantai α- atau β-
globin (Mitcheel, 2009).Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam
amino yang terkena 2 jenis yang utama adalah :
1. Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa) Alfa – Thalasemia paling
sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen).
2. Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta) Beta – Thalasemia pada orang
di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.
Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan. Pada bentuk
yang lebih berat, misalnya betathalasemia mayor, bisa terjadi sakit kuning
(jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu dan pembesaran
limpa. Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan
pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang
menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita thalasemia akan
tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan
anak lainnya yang normal.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwib0NbJ5TzAh
VFWysKHe4tCekQFnoECAYQAQ&url=http%3A%2F
%2Frepository.poltekkeskaltim.ac.id%2F1071%2F1%2FKTI%2520NUR
%2520RACHMI
%2520SAUSAN.pdf&usg=AOvVaw3wEN16Dp1fzCd_U6jLn3Ql,
diakses pada tanggal 20 September 2021.
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwib0NbJ5TzAh
VFWysKHe4tCekQFnoECAIQAQ&url=http%3A%2F
%2Feprints.ums.ac.id
%2F25751%2F12%2FNASKAH_PUBLIKASI.pdf&usg=AOvVaw1VfdrJ
IGbl-97MZPjW-whq , diakses pada tanggal 20 September 2021
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwib0NbJ5TzAh
VFWysKHe4tCekQFnoECAgQAQ&url=http%3A%2F
%2Fwww.litbang.kemkes.go.id%3A8080%2Fhandle
%2F123456789%2F65997&usg=AOvVaw3v_aL8OzxLHSRqZrQwXN5
w , diakses pada tanggal 21 September 2021.
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwifjq74_JTzAh
W8IbcAHXfRDDEQFnoECCkQAQ&url=http%3A%2F
%2Fr2kn.litbang.kemkes.go.id%3A8080%2Fhandle
%2F123456789%2F75115&usg=AOvVaw2ht2UdV2HG1SQzN8lpLIEw ,
diakses pada tanggal 21 September 2021.

Anda mungkin juga menyukai