Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organisation (WHO, 2016) lanjut usia (Lansia) adalah
seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Kelompok yang dikategorikan lansia ini
akan memasuki suatu proses yang di sebut aging process atau proses penuaan. Proses penuaan
adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan menurunnya fungsi tubuh, yang
ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Penuaan tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga
terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Menurut Elsanti
(2009) perubahan tersebut pada umumnya berpengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan
psikis misalnya, kulit mulai mengendur, timbul keriput, mulai beruban, pendengaran dan
penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan mulai lamban dan kurang lincah masalah tersebut
akan berpotensi pada masalah kesehatan baik secara umum maupun kesehatan jiwa.

Berdasarkan data Perserikatan Bangsa–Bangsa (PBB) tentang World Population


Ageing, diperkirakan pada tahun 2015 terdapat 901 juta jiwa penduduk lanjut usia di dunia.
Jumlah tersebut diproyeksi terus meningkat mencapai 2 miliar jiwa pada tahun 2050. Seperti
halnya yang terjadi di negara - negara di dunia, Indonesia juga mengalami penuaan penduduk.
Tahun 2019, jumlah lansia diproyeksi meningkat menjadi 27,5 juta jiwa atau 10,3% dan 57,0
juta jiwa atau 17,9% pada tahun 2045 (BPS, Bappenas,UNFPA, 2018).

Bertambahnya usia manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang akan
berdampak pada perubahan-perubahan pada tubuh manusia tersebut, tidak hanya mengalami
perubahan fisik, kognitif, perasaan, sosial tetapi seksual juga akan mengalami perubahan
(Azizah, 2011). Perubahan fisik yang terjadi pada lansia akan mempengaruhi sistem kekebalan
tubuh terhadap beberapa penyakit. Penambahan usia pada manusia sampai menjadi tua terjadi
resiko peningkatan penyakit antara lain kelainan jantung, dan pembuluh darah (Muniroh, dkk,
2007). Meningkatnya usia seseorang akan diikuti dengan meningkatnya kejadian hipertensi, hal
ini disebabkan karena adanya perubahan alami jantung, pembuluh darah dan kadar hormon
(Junaedi, dkk, 2013). Akibatnya, masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia adalah
hipertensi atau tekanan dengan darah tinggi (Kowalski, 2010).

Hipertensi dapat menyerang hampir semua golongan masyarakat di seluruh dunia,


jumlah masyarakat yang terserang hipertensi terus bertambah dari tahun ke tahun. Hipertensi
dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya perubahan sosial ekonomi, lingkungan, dan
perubahan struktur penduduk, dimana saat masyarakat telah mengadopsi gaya hidup tidak
sehat, misalnya merokok, kurang aktifitas fisik, makan tinggi lemak dan kalori serta konsumsi
alkohol yang dapat memicu terjadinya hipertensi. Berdasarkan data dari WHO, kejadian
hipertensi pada tahun 2012 diseluruh dunia, sekitar 972 juta (26,4%), 333 juta berada di
negara
Negara maju dan 639 juta berada di berkembang. Diperkirakan meningkat menjadi 1,15
milyar kasus di tahun 2025 atau sekitar 29% dari total penduduk dunia (Triyanto, 2014). Hasil

1
Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menjelaskan prevalensi hipertensi di Indonesia yaitu 34,1%
(Kemenkes RI, 2018) didapatkan prevalensi hipertensi pada lansia usia 55 sampai 64 tahun
(55,2%), usia 65 sampai 74 tahun (63,2%) dan usia 75 tahun keatas (69,5%).

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 prevalensi hipertensi


berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk umur ≥ 18 tahun di Provinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT) adalah 27,72%. Data ini menunjukkan kasus hipertensi di kabupaten atau kota di
wilayah lainnya di Nusa Tenggara Timur yang belum ditanggulangi dengan baik. Salah satu
penanganan penyakit hipertensi adalah dengan melakukan terapi non-farmakologis. Modifikasi
gaya hidup merupakan salah satu bentuk penatalaksanaan terapi non-farmakologis yang sangat
penting untuk mencegah tekanan darah tinggi. Semua pasien dengan hipertensi harus
melakukan modifikasi gaya hidup. Modifikasi gaya hidup dapat mengurangi berlanjutnya
tekanan darah ke hipertensi tingkat berikutnya. Hipertensi tingkat 1 merupakan hipertensi pada
tingkat yang paling ringan. Modifikasi gaya hidup yang diterapkan pada pasien hipertensi
tingkat 1 diharapkan dapat mengontrol tekanan darah sehingga tidak berlanjut ke tingkat
berikutnya. Modifikasi gaya hidup dapat menurunkan tekanan darah dan dapat mengurangi
penggunaan obat-obatan (Gray et al, 2005).

Berdasarkan data yang diperoleh dari ketua RT 038 Kelurahan Wolomarang dan hasil
kajian mahasiswa SI Keperawatan Universitas Nusa Nipa, didapatkan 1 pasien dalam 1 rumah
yang menderita penyakit hipertensi dari 165 jumlah jiwa. Upaya yang telah dilakukan oleh
pemerintah untuk mencegah penularan penyakit hipertensi yaitu dengan program upaya kuratif
dan rehabilitative serta penyuluhan hipertensi. Dari data diatas maka kelompok tertarik
mengambil kasus “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi di RT 038 Kelurahan
Wolomarang”.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien hipertensi di RT 038 Kelurahan Wolomarang ?
C. Tujuan
Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien hipertensi di RT 038 Kelurahan Wolomarang
D. Manfaat
Studi kasus ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Bagi pasien penderita hipertensi
Diharapkan pasien penderita hipertensi dapat menjaga pola makan dan aktifitas yang baik
sehingga dapat mengurangi resiko penyakit hipertensi
2. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan dengan adanya hasil study kasus ini maka dapat bermanfaat bagi mahasiswa/
mahasiswi SI Keperawatan Universitas Nusa Nipa.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Gerontik


1. Definisi
Undang-undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia juga
menegaskan bahwa pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan dan
perlindungan sosial bagi lanjut usia agar mereka dapat mewujudkan dan
menikmati taraf hidup yang wajar. Mewujudkan dan memelihara taraf
kesejahteraan dapat pula diartikan sebagai upaya untuk memperpanjang usia
harapan hidup, penghormatan dan penghargaan kepada lanjut usia agar dapat
menikmati taraf hidup yang wajar. Lansia menurut Word Health Organization
(WHO), Lansia adalah sesorang yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas.
Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan
ahkir dari fase keshidupannya (WHO,2016).
Lansia atau lanjut usia adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup
seseorang yaitu suatu perode dimana sesorang telah beranjak jauh dari perode
terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang pemanfaatan
(Sarwono, 2015). Lansia yaitu bagian proses tumbuh kembang di mana manusia
tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang mulai dari bayi, anak,
remaja, dan menjadi tua (Pujanti,2016).
Lansia atau menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari
suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara
biologis, maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran,
misalnya kemunduran fisik, yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut
memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin
memburuk, gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak proporsional (Dede
Nasrullah, 2016). Lanjut usia atau yang sering disebut lansia merupakan
kelompok usia yang rentan mengalami masalah kesehatan (Novita sari, et.al,
2020).
2. Batasan Lansia
Menurut Nughoro (2016),batasan-batasan lansia yaitu
a. Usia pertengahan (midlle age) antara 45 sampai dengan 59 tahun
b. Usia lanjut (eldeerly) dari 60 sampai dengan 74 tahun
c. Usia lanjut tua (old) dari 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (veri old) lebihh dari 90 tahun.

Menurut Depertemen RI (dalam Darmojo, 2014), batasan lansia terbagi dalam


beberapa kelompok yaitu :

3
a. Pralensia (pransenilis) yaitu masa persiapan usia lanjut yang mulai
memasuki antara 45-59 tahun
b. Lansia (lanjut usia) yaitu kelompok yang memasuki usia 60 keatas
c. Lansia reso tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau
kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti
menderita penyakit berat, atau cacat.
3. Tipe-tipe lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, penglaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya(Nugroho, 2008)
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikma, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, mempuyai kesibukan bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Menganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabar, muda tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak
menuntun.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasip baik, mengikuti kegiatan agama dan
melakukan pekerjaan apa saja
e. Tipe binggung
Kaget,kehilangan keprbadian,mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif,
dan acuh tak acuh.
4. Perkembangan Lansia
Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan manusia
di dunia.Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan. Lansia
merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan mengalami
proses menjadi tua (tahap penuaan). Masa tua merupakan masa hidup manusia
yang terakhir, dimana pada masa iniseseorang mengalami kemunduran fisik,
mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya
sehari-hari lagi (tahap penurunan). Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada
makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan
kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan
degeneratif pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan
jaringan tubuh lainnya. Dengan kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka
lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan
dengan orang dewasa lain. Untuk menjelaskan penurunan pada tahap ini, terdapat
berbagai perbedaan teori, namun para ahli pada umumnya sepakat bahwa proses
ini lebih banyak ditemukan pada faktor genetik.

4
5. Masalah yang sering dihadapi oleh lansia
Bentuk-bentuk permasalahan yang dihadapi oleh lansia menurut Dariah 2015
adalah sebagai berikut :
a. Demensi
b. Stres
c. Gangguan atau penurunan napsu makan
d. Gangguan kecemasan
e. Skizofernia
f. Gangguan tidur atau insomnia
g. Gangguan psikomatick
6. Kebutuhan lansia
Kebutuhan tersebut diperlukan oleh lansia agar dapat mandiri. Kebutuhan
tersebut sejalan dengan pendapat masslow dalam poter dan perry (2011) yang
menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi :
a. Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki masslow.
Kebutuhan fisiologi merupakan hal yang perlu atau penting untuk
bertahan hidup kebutuhan tersebut antara lain oksigen, cairan, nutrusi,
temperatur, eliminasi, tempat tinggal, istirahat, dan seks.
b. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman adalah kebutuhan akan rasa
keamanan dan kententraman,seperti kebutuhan akan jaminan hari tua,
kebebasan, kemandirian. Orang dewasa secara umum mampu memberi
keselamatan fisik mereka, tetapi yang sakit dan cacat membutukan
bantuan.
c. Kebutuhan cinta dan rasa memiliki adalah kebutuhan dimana manusia
secara umum membutuhkan perasaan bahwa mereka dicintai oleh keluarga
mereka dan bahwa mereka diterima oleh team sebaya dan oleh
masyarakat.
d. Kebutuhan harga diri adalah kebutuhan akan harga diri untuk diakui akan
keberadaanya. Kebutuhan harga diri berhubungan dengan keinginan
terhadap kekuatan pencapaian, rasa cukup, kompetensi, rasa percaya diri
dan kemerdekaan.
e. Kebutuhan aktualisasi diri merupakan tingkat kebutuhan yang paling
tinggi.
7. Teori Proses Menua
a) Teori Biologis
Menyatakan bahwa penuaan merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan yang kumulatif dan mengakibatkan perubahan
yang berakhir dengan kematian.

Penuaan menurut teori biologis, yaitu :


1. Teori genetik clock

5
Menjelaskan bahwa di dalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur
gen dan menentukkan proses penuaan.
2. Teori mutasi somatic
Penuuan terjadi karena adanya mutasi somatic akibat pengaruh lingkungan
yang buruk, terjadi kesalahan dalam proses transkipsi DNA/RNA dan
dalam proses translasi RNA protein atau enzim.
3. Teori Nongenetik, terdiri dari :
1) Teori penuaan system tubuh
Mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan system imun tubuh mengenali dirinya sendiri. jika
mutasi yang merusak membrane sel akan menyebabkan system imun
tidak mengenalinya sehingga dapat merusaknya.
2) Teori kerusakan akibat radikal bebas
Tidak stabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi oksigen bahan
organic misalnya karbohidrat dan protein dimana dapat menyebabkan
sel tidak dapat berdegenerasi.
3) Teori menua akibat metabolism
Berkurangnya asupan kalori bisa menghambat pertumbuhan dan
memperpanjang umur sedangkan perubahan asupan kalori yang
menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur.
4) Teori rantai silang
Menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein,
karbohidrat dan asam nukleat bereaksi dengan zat kimia dan radiasi
mengubah fungsi jaringan yang menyebabkan perubahan pada
membrane plasma sehingga mengakibatkan terjadinya jaringan yang
kaku, kurang elastic dan hilangnya fungsi pada proses menua.
5) Teori fisiologis
Terjadi kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel tubuh lelah
terpakai (regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal).
b) Teori sosiologis, yaitu :
1. Teori interaksi social
2. Teori aktivitas atau kegiatan
3. Teori kepribadian berlanjut
4. Teori pembebasan/penarikan diri

6
B. Konsep Dasar Hipertensi
1) Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan kondisi tekanan darah lebih
dari atau sama dengan 140/90 mmHg (The Seventh Report Of The Joint National
Committee On Prevention, Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood
Pressure (JNC) (Linda, 2017).Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak
menular yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini. Hipertensi
yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena
stroke, 6 kali lebih besar terkena penyakit jantung kongestif, dan 3 kali lebih besar
terkena serangan jantung (Imelda, et.al, 2020).
Tekanan darah tinggi atau hipertensi seringkali disebut sebagai silent killer
(pembunuh diam-diam), karena termasuk penyakit yang paling mematikandengan
70% penderita hipertensi tidak mengetahui dan merasakan gejala-gejalanya lebih
dahulu sebagai peringatan (Rahayu, et.al, 2018).
Hipertensi adalah suatu peningkatan abnormaltekanan darah dalam pembuluh
darah arteri secara terus menerus lebih dari suatu periode.Hipertensi juga
didefinisikan sebagai elevasipersisten dari tekanan darah sistolik (TDS) padalevel
140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik (TDD) pada level 90 mmHg
atau lebih (Novita sari, et.al, 2020).
2) Etiologi
a. Usia
Usia mempengaruhi terjadinya hipertensi dengan bertambahnya umur,
risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Hal ini dibuktikan dari
penelitian bahwa umur pasien hipertensi paling banyak berusia ≥ 50 tahun
(58,8%) dibanding dengan < 50 tahun.Menurut WHO dengan memakai
tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam
menentukan ada tidaknya hipertensi.Tingginya hipertensi sejalan dengan
bertambahnya umur yang disebabkan oleh perubahaan struktur pada
pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding
pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibatnya terjadi peningkatan
tekanan darah sistolik (Linda, 2017).
b. Jenis kelamin
Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan
tekanan darah dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah memasuki
manopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Setelah usia 65
tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih meningkat dibandingkan
dengan pria yang diakibatkan faktor hormonal.
c. Genetik
Faktor genetik ini juga dipenggaruhi faktor-faktor lingkungan, yang
kemudian menyebabkan seorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga
berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel.
Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi, maka

7
sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya
yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.
d. Obesitas
IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk
mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang
dewasa. Namun pada kenyataannya peneliti menemukan sebagian besar
penderita hipertensi tidak dalam kategori obesitas. Penggunaan IMT hanya
berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun. Obesitas bukan
penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh
lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi padaorang gemuk 5
kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya normal.
Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan
lebih (overweight). Hipertensi pada seseorang yang kurus atau normal
dapat juga disebabkan oleh sistem simpatis dan sistem renin angiotensin.
Aktivitas dari saraf simpatis adalah mengatur fungsi saraf dan hormon,
sehingga dapat meningkatkan denyut jantung, menyempitkan pembuluh
darah, dan meningkatkan retensi air dan garam
e. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang
dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak
lapisan endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan proses
artereosklerosis dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan
kaitan erat antarakebiasaan merokok dengan adanya artereosklerosis pada
seluruh pembuluh darah.Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan
kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung.
f. Aktifitas fisik
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah
dan bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan.Melalui kegiatan
olahraga, jantung dapat bekerja secara lebih efisien.Frekuensi denyut nadi
berkurang, namun kekuatan jantung semakin kuat, penurunan kebutuhan
oksigen jantung pada intensitas tertentu, penurunan lemak badan dan berat
badan serta menurunkan tekanan darah.

Hipertensi dapat didiagnosa sebagai penyakit yang berdiri sendiri, tetapi lebih
sering dijumpai terkait dengan penyakit lain, misalnya obesitas, dan diabetes
mellitus. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokkan menjadi dua
golongan yaitu :
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya ( Gunawan, 2001).
Sebanyak 90-95 persen kasus hipertensi yang terjadi tidak diketahui
dengan pasti apa penyebabnya. Para pakar menunjuk stress sebagai
tuduhan utama, setelah itu banyak factor lain yang mempengaruhi, dan

8
para pakar juga menemukan hubungan antara riwayat keluarga penderita
hipertensi ( genetik ) dengan resiko untuk juga menderita penyakit ini.
Faktor-faktor lain yang dapat dimasukkan dalam daftar penyebab
hipertensi jenis ini adalah lingkungan, dan faktor yang meningkatkan
resikonya seperti obesitas, konsumsi, alcohol, dan merokok.
b. Hipertensi renal atau hipertensi sekunder
Yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain ( Gunawan, 2001 ).
Pada 5-10 kasus sisanya, penyebab spesifiknya sudah diketahui, yaitu
gangguan hormonal, penyakit jantung, diabetes, ginjal, penyakit pembuluh
darah atau berhubungan dengan kehamilan. Garam dapur akan
memperburuk hipertensi, tapi bukan faktor penyebab.
3) Manifestasi Klinis
Menurut Tambayong (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H., 2016), tanda dan
gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan darah tidak teratur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan.Dalam kenyataanya ini merupakan
gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis.
Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
1) Mengeluh sakit kepala, pusing
2) Lemas, kelelahan
3) Sesak nafas
4) Gelisah
5) Mual
6) Muntah
7) Epistaksis
8) Kesadaran menurun
4) Klasifikasi
a. Menurut Tambayong (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H. 2016),
klasifikasi hipertensi klinis berdasarkan tekanan darah sistolik dan
diastolik yaitu :
Tabel 2.1 Klasifikasi derajat hipertensi secara klinis

NO Kategori Sistolik Diastolik


(mmHg) (mmHg)
1 Optimal < 120 < 80
2 Normal 120-129 80-84

9
3 High Normal 130-139 85-89
4 Hipertensi
Grade 1 (ringan) 140-159 90-99
Grade 2 (sedang) 160-179 100-109
Grade 3 (berat) 180-209 100-119
Grade 4 (sangat berat) ≥210 ≥210

b. Menurut WHO (dalam Noorhidayah, S. A, 2016) klasifikasi hipertensi


adalah :
1) Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan
140 mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg.
2) Tekanan darah perbatasan (border line) yaitu bila sistolik 141-149
mmHg da n diastolik 91-94 mmHg.
3) Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar
atau sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama
dengan 95 mmHg.
c. Klasifikasi hipertensi menurut WHO ( Worl Health Organization ) dalam
Rohaendi ( 2008 ):
1) Tekanan darah normal, yakni tekanan sistolik kurang atau sama
dengan 140 mmHg dan tekanan diastoliknya kurang atau sama
dengan 90 mmHg.
2) Tekanan darah borderline ( perbatasan ), yakni tekanan sistolik
140-159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90-94 mmHg.
3) Tekanan darah tinggi atau hipertensi, yakni sistolik lebih besar atau
sama dengan 160 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih besar atau
sama dengan 95 mmHg.
d. Menurut Salma Elsanti ( 2009 ), klasifikasi penyakit hipertensi terdiri dari:
Tekanan sistolik :
1) < 119 mmHg : Normal
2) 120-139 mmHg : Pra hipertensi
3) 140-159 mmHg : Hipertensi derajat 1
4) >160 mmHg : Hipertensi derajat 2
Tekanan diastolik :
1) <79 mmHg : Normal
2) 80-89 mmHg : Pra hipertensi
3) 90-99 mmHg : Hipertensi derajat 1
4) >10 mmHg : Hipertensi derajat 2
Stadium 1 : Hipertensi ringan ( 140-159 mmHg 90-99 mmHg )
Stadium 2 : Hipertensi sedang ( 160-179 mmHg 100-109 mmHg )
Stadium 3 : Hipertensi berat ( 180-209 mmHg 110-119 mmHg )

5) Faktor-Faktor Resiko Yang Mempengaruhi Hipertensi

10
Menurut Elsanti ( 2009 ), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat
atau tidak dapat dikontrol, antara lain :
a. Faktor Resiko Yang Tidak Dapat Dikontrol :
1) Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan
wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler
sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause
dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein ( HDL ). Kadar
kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan
estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada
usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan
sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi
pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana
hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan
umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada
wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian didapatkan hasil
lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita
sekitar 56,5 % ( Anggraini dkk, 2009 ).
Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada
usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah
umur 55 tahun, sekitar 60 % penderita hipertensi adalah wanita.
Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah
menopause ( Marliani, 2007 ).
2) Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan
darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan
darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi
pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan
pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis
obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada
kebanyakan kasus, hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. Pada
wanita, hipertensi sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Hal ini
disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah menopause.
Hanns Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang
berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari keausan
arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat
dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri
ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya
penyesuaian diri.

11
Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih
besar sehingga prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu
sekitar 40% dengan kematian sekitar 50% diatas umur 60 tahun.
Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah
meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus
hipertensi akan berkembang pada umur lima puluhan dan enam
puluhan. Dengan bertambahnya umur, dapat meningkatkan risiko
hipotensi.
3) Keturunan ( Genetik )
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini
bertujuan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan
rendahnya rasio antara potassium terhadap sodium individu dengan
orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai
keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80%
kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga
(Anggriani dkk, 2009). Seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah
penderita hipertensi ( Marliani, 2007 ).
Menurut Rohaendi (2008), mengatakan bahwa tekanan darah
tinggi cenderung diwariskan dalam keluarganya. Jika salah seorang
dari orang tua anda ada yang mengidap tekanan darah tinggi, maka
anda akan mempunyai peluang sebesar 25% untuk mewarisinya
selama hidup anda. Jika kedua orang tua mempunyai tekanan darah
tinggi maka peluang anda untuk terkena penyakit ini akan
meningkat menjadi 60%.
b. Faktor Resiko Yang Dapat Dikontrol:
1) Obesitas
Pada usia pertengahan (± 50 tahun) dan dewasa lanjut asupan
kalori sehingga mengimbangi penurunan kebutuhan energy karena
kurangnya aktivitasnya. Itu sebabnya berat badan meningkat.
Obesitasnya dapat memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia
karena dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis,
jantung dan pembuluh darah, hipertensi (Rohendi, 2008).
Untuk mengetahui seseorang mengalami obesitas atau tidak, dapat
dilakukan dengan mengukur berat badan dengan tinggi badan,
yang kemudian disebut dengan Indeks Massa Tubuh ( IMT ).

Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut :

12
Berat badan (kg)
IMT=
Tinggi Badan ( m ) x Tinggi Badan(m)

IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama


tekanan darah sistolik. Risiko relative untuk menderita hipertensi
pada orang obesitas 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi
ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.
Obesitas beresiko terhadap munculnya berbagai penyakit
jantung dan pembuluh darah. Disebut obesitas apabila melebihi
Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT). BMI
untuk orang Indonesia adalah 25. BMI memberikan gambaran
tentang resiko kesehatan yang berhubungan dengan berat badan.
Marliani juga mengemukakan berat badan berlebih, tetapi tidak
menutup kemungkinan orang yang berat badannya normal (tidak
obesitas) dapat menderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi
volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi
dibandingkan dengan berat badannya normal. ( Marliani, 2007 ).
2) Kurang Olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak
menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan
tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk
hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa
apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena
adanya kondisi tertentu.
Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi
karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang
yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat
dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap
kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa
semakin besar pula kekuatan yang mendesak arteri. Latihan fisik
berupa berjalan kaki selama 30-60 menit setiap hari sangat
bermanfaat untuk menjaga jantung dan peredaran darah. Bagi
penderita tekanan darah tinggi, jantung atau masalah pada
peredaran darah, sebaiknya tidak menggunakan beban waktu jalan.
Riset di Oregon Health Science kelompok laki-laki dengan wanita
yang kurang aktivitas fisik dengan kelompok yang beraktifitas fisik
dapat menurunkan sekitar 6,5% kolesterol LDL (Low Density
Lipoprotein) faktor penting penyebab pergeseran arteri
(Rohaendi,2008).

3) Kebiasaan Merokok

13
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat
dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna
dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami
arteriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr.
Thomas S. Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital,
Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada
riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan
perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari
dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek
terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan
dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada
kelompok subyek dengan kejadian hipertensi terbanyak pada
kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang
perhari (Rahyani, 2007).
4) Mengkonsumsi garam berlebihan
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi
risiko terjadinya hipertensi. Kadar yodium yang direkomendasikan
adalah tidak lebih dari 100 m=moles ( sekitar 2,4 gram yodium
atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebihan
menyebabkan konsentrasi natrium didalam cairan ekstraseluler
meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke
luar, sehingga volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan
meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatkan volume darah, sehingga berdampak
kepada timbulnya hipertensi (Wolff, 2008).
5) Minum alkohol
Banyak penelitian membuktikan bahwa alcohol dapat merusak
jantung dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah.
Kebiasaan minum alcohol berlebihan termasuk salah satu faktor
resiko hipertensi (Marliani, 2007).
6) Minum kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi
mengandung 75-200 mg kafein, dimana dalam satu cangkir
tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5-10 mmHg.
7) Stress
Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas
saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah
secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan
dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal
ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian dimasyarakat
perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini

14
dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok
masyarakat yang tinggal di kota (Rohaendi, 2003). Menurut
Anggriani dkk, (2009) mengatakan stress akan meningkatkan
resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan
menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini dapat
berhubungan dengan pekerjaan, kelas social, ekonomi, dan
karakteristik personal.

6) Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor pada medulla diotak. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls melalui sistem saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
serabut saraf ganglion ke pembuluh darah, pada saat bersamaan kelenjar adrenal
juga terangsang yang mengakibatkan vasokonstriksi. Vasokonstriksi ini
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan
renin.Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, secara tidak langsung juga merangsang pelepasan
aldosteron. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal.
Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Muttaqin,
2009:114-116).
Peningkatan tekanan darah terus menerus akan mengakibatkan kerusakan
pembuluh darah pada organ organ vital, juga mengakibatkan penebalan pembuluh
darah. Karena pembuluh darah menebal maka perfusi jaringan menurun dan
mengakibatkan kerusakan organ tubuh.Hal ini mengakibatkan stroke, infark
miokard, gagal jantung dan gagal ginjal (Udjianti, 2010:105).
7) Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1. Urin
2. Darah lengkap
3. Kalium
4. Natrium
5. Kreatinin
b. Radiologi
1. Ekokardiografi
2. EKG
Pemeriksaan diagnostik dibagi menjadi beberapa bagian (Yugiantoro, 2007),
yaitu:
a. Elektrokardiografi untuk mengetahui hipertrofi ventrikel kiri
b. Pemeriksaan retina
c. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti
ginjal, dan jantung

15
d. Urinalisa untuk mengetahui protein dalm urin, darah dan glukosa
e. Radiologi thoraks foto untuk mengetahui deteksi adanya klasifikasi 6 area
katub.
8) Penatalaksanaan
a. Medis
1. Hyrochlorothize
2. Spinossrolakton
3. Chlortalidon
4. Metildopa
b. Keperawatan
1. Penurunan berat badan
2. Pembatasan alkohol, natrium, dan rokok.
3. Latihan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan
untuk terapi hipertensi.
Penatalaksanaan hipertensi dibagi menjadi 2, menurut (Padila, 2013),yaitu:
a. Farmakologi
Penatalaksanaan medis yang diterapkan pada penderita hipertensi
adalah sebagai berikut:
1) Terapi oksigen
2) Pemantauan hemodinamik
3) Pemantauan jantung
4) Obat-obatan
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja
tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi.
b. Non farmakologi
Pendekatan nofarmakologis mencakup penurunan berat badan;
pembatasan alkohol dan natrium; olahraga teratur dan relaksasi. Diet
DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) tinggi buah, sayuran,
dan produk susu rendah lemak telah terbukti menurunkan tekanan darah
tinggi (Smeltzer, 2013).

9) Pengobatan
a. Centrally-Acting Alpa Andrenergics
Obat ini bekerja pada saraf pusat (otak). Menurunkan tekanan darah
dengan mengurangi beberapa zat/senyawa kimia dalam darah; dengan
demikian pembuluh darah jadi lebih rileks membuat jantung lebih santai.
b. Beta Blockers
Obat ini bekerja pada jantung. Fungsinya utama beta blockers
melemahkan tekanan dari hprmon stress yang terdapat pada jantung.

c. Penghambat ACE (Angiotensi-converting Enzyme Inhibitors)

16
Obat ini bekerja pada pembuluh darah untuk memperlebar pembuluh
darah.
d. Calcium channel blocker
Obat ini bekerja dengan cara mencegah kalsium masuk kedalam sel-sel
jantung dengan pembuluh darah otot.
10) Tanda dan gejala hipertensi
Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena dipertensi tidak memiliki gejala
khusus. Menurut Sutanto (2009), gejala-gejala yang mudah diamati antara lain
yaitu:
a. Gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala.
b. Sering gelisah.
c. Wajah merah.
d. Tengkuk terasa pegal.
e. Mudah marah.
f. Telinga berdengung.
g. Sukar tidur.
h. Sesak napas.
i. Rasa berat ditengkuk.
j. Medah lelah.
k. Mata berkunang-kunang.
l. Mimisan ( keluar darah dari hidung ).
11) Komplikasi
Menurut Ardiansyah, M. (2012) komplikasi dari hipertensi adalah :
a. Stroke
Stroke akibat dari pecahnya pembuluh yang ada di dalam otak atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh nonotak.Stroke bisa terjadi
pada hipertensi kronis apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertrofi dan penebalan pembuluh darah sehingga aliran darah
pada area tersebut berkurang.Arteri yang mengalami aterosklerosis dapat
melemah dan meningkatkan terbentuknya aneurisma.
b. Infark Miokardium
Infark miokardium terjadi saat arteri koroner mengalami
arterosklerotik tidak pada menyuplai cukup oksigen ke miokardium
apabila terbentuk thrombus yang dapat menghambataliran darah melalui
pembuluh tersebut.Karena terjadi hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel
maka kebutuhan okigen miokardioum tidak dapat terpenuhi dan dapat
terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.
c. Gagal Ginjal
Kerusakan pada ginjal disebabkan oleh tingginya tekanan pada
kapiler-kapiler glomerulus.Rusaknya glomerulus membuat darah mengalir
ke unti fungsionla ginjal, neuron terganggu, dan berlanjut menjadi
hipoksik dan kematian.Rusaknya glomerulus menyebabkan protein keluar

17
melalui urine dan terjadilah tekanan osmotic koloid plasma berkurang
sehingga terjadi edema pada penderita hipertensi kronik.
d. Ensefalopati
Ensefalopati (kerusakan otak) terjadi pada hipertensi maligna
(hipertensi yang mengalami kenaikan darah dengan cepat).Tekanan yang
tinggi disebabkan oleh kelainan yang membuat peningkatan tekanan
kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh
susunan saraf pusat.Akibatnya neuro-neuro disekitarnya terjadi koma dan
kematian.
12) Pencegahan
a. Olahraga
Bagi penderita hipertensi melakukan olahraga sangat dianjurkan
bahkan tidak hanya itu saja bagi orang yang aman–aman saja tekanan
darahnya perlu melakukan olahraga secara teratur, bagi penderita
hipertensi, beberapa kegiatan olahraga dapat dilakukan dengan olahraga
seperti jalan santai, lari, bersepeda, dan renang secara teratur
(Ridwan,2009).
b. Tidak merokok
Masuknya tar dan nikotin yang terkandung dalam rokok dalam aliran
darah menyeababkan timbulnya aterosklerosis yang merupakan salah satu
faktor meningkatnya tekanan darah seseorang (Ridwan,2010).
c. Mengurangi konsumsi garam, pembatasan konsumsi garam sangat
dianjurkan, maksimal 2 gr garam dapur untuk diet setiap hari.
d. Menghindari kegemukan
e. Membatasi konsumsi lemak
f. Mengkonsusmsi buah dan sayuran segar
g. Tidak mengkonsumsi alcohol
h. Terapi komplementer adalah terapi pelengkap dari terapi konvensional
untuk penyembuhan. Beberapa contoh terapi komplementer keperawatan
yang dapat diberikan untuk pasien hipertensi yaitu; terapi herbal, musik,
yoga, akupuntur dan meditasi. Salah satu terapi komplementer
keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi keluhan dan
menurunkan tekanan darah pasien hipertensi adalah melalui meditasi
(Losyk, 2007).
i. Berusaha membina hidup yang positif.

18
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gerontik
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
b. Riwayat kesehatan
1) Adanya faktor resiko
a) Obesitas
b) Genetik
c) Merokok
d) Peminum alkohol
e) Asupan natrium
2) Penyakit yang pernah diderita
c. Pemeriksaan fisik
Sistem kardiovaskuler :
Inspeksi : Mengamati atau melihat ada tidaknya debaran.
Palpasi : Meraba ada tidaknya ictus cordis, kalau teraba 1 cm dan
putarannya kuat dan letaknya bergerak ke kiri. Sedangkan
hipertensi ventrikel kanan akan menimbulkan gerak naik
turun di daerah lienalis kiri.
Auskultasi : Untuk mendengar suara jantung.
d. Data dasar pengkajian
1) Aktivitas Istirahat
Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung
takipnea.
2) Sirkulasi :
Gejala : Riwayat hipertensi, arterosklerosis, penyakit jantung
coroner,episode palpitasi.
Tanda : Kenaikan tekanan darah.
3) Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi.
Tanda : Letupan suasana hati, gelisa, otot muka tegang, gerakan
fisik cepat, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
4) Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini/yang lalu ( obsi/infeksi/riwayat
penyakit ginjal).
5) Makanan dan Cairan
Gejala : Makanan tinggi garam, lemak, beralkohol, kolesterol,
mual-muntah, peningkatan berat badan.
6) Neurosensori
Gejala : Pening/pusing, sakit kepala, penglihatan kabur.
Tanda : Dispnea, adanya bunyi nafas tambahan, sianosis.
2. Diagnosa Keperawatan

19
a. Gangguan pola nafas b/d Dispnea
b. Gangguan perfusi jaringan b/d Penurunan curah jantung
c. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d Hipoksia jaringan otak
d. Intoleransi aktivitas b/d Kelemahan fisik
e. Gangguan istirahat tidur b/d Sakit kepala
3. Intervensi
a. Dx 1 : Gangguan pola nafas b/d Dispnea
Tujuan : Klien akan mempertahankan pola nafas yang efektif dengan
kriteria hasil :
 Tidak ada bunyi nafas tambahan.
 Frekuensi dan irama pernafasan dalam batas normal.
Intervensi :
a) Kaji atau pantau frekuensi pernafasan
R/ mengetahui perbandingan frekuensi inspirasi dan ekspirasi.
b) Bantu klien dalam posisi yang nyaman ( semi fowler )
R/ mempermudah fungsi jantung.
c) Kolaborasi
R/ memaksimalkan ketersediaan O2 untuk menurunkan beban kerja
jantung.
b. Dx 2 : Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan curah jantung
Tujuan : Klien akan memperlihatkan atau menunjukkan frekuensi jantung
stabil dalam rentang normal, dengan kriteria hasil :
 Daerah tengkelembapankuk tidak tegang.
 Tekanan darah dalam batas normal.
Intervensi :
a) Pantau TD, ukur pada kedua lengan, tangan atau paha untuk
evaluasi awal.
R/ Perbandingan dari tekanan memberi gambaran lebih lengkap
tentang keterlibatan/bidang masalah vascular.
b) Catat keberadaan kualitas denyutan sentral dan perifer.
R/Denyutan karotik, jugularis, radialis dan femoralis mungkin
teramati dan terpalpasi.
c) Amati warna kulit, kelembapan dan masa pengisian perifer.
R/Adanya pucat dinding, kulit lembab dan masa pengisian perifer
lambat, mungkin berkaitan dengan vasokontriksi atau
mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung
d) Anjurkan teknik relaksasi, panduan imaginasi, aktivitas-aktivitas
pengalihan
R/ Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stres,
membuat efek tenang sehingga akan menurunkan TD.
e) Kolaborasi : berikan obat-obat sesuai indikasi (diuretic, tiezid,
hidrotiazid)

20
R/ Untuk menurunkan TD pasien dengan fungsi ginjal yang
relative normal
c. Dx 3 : Gangguan nyaman nyeri b/d hipoksia jaringan otak
Tujuan : Klien akan menunjukkan nyerinya berkurang/hilang dengan
kriteria hasil :
 Tidak pusing/sakit kepala
 Nadi normal (60-100 x/menit)
 Klien terlihat rileks

Intervensi :

a) Mempertahankan tirah baring selama fase akut


R/ Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi
b) Berikan tindakan non farmakologi, untuk menghilangkan sakit
kepala (kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, teknik
relaksasi)
R/ Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler cerebral yang
memperlambat atau memblok respon simpatis, efektif dalam
menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
c) Hilangkan atau minimalkan aktivitas vasokontrksi yang
menyebabkan sakit kepala
R/ Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit
kepala karena adanya peningkatan tekanan vaskuler serebral
d) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
R/ Pusing dan penglihatan kabur sering berhubungan dengan sakit
kepala
e) Kolaborasi : berikan sesuai indikasi
 Analgetik
R/ Menghilangkan/mengontrolkan nyeri dan menurunkan
rangsangan saraf simpatis
 Anti ansietas (lorozepam, diazepam)
R/ Dapat mengurangi tegangan dan ketidaknyamanan yang
diperberat oleh stres
d. Dx 4 : Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik
Tujuan : Klien akan berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan dan
diperlukan, dengan kriteria hasil :
 Frekuensi jantung dalam batas normal
Intervensi :
a) Kaji respon terhadap aktivitas, peningkatan tekanan darah yang
nyata selama/sesudah aktivitas, dyspnea/sesak napas, keletihan dan
kelemahan yang berlebihan
R/ Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon
fisiologis terhadap stres aktivitas

21
b) Instruksikan pasien dengan teknik penghematan energi (melakukan
aktivitas dengan perlahan)
c) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas perawatan diri, jika
dapat ditoleransi.
R/ Kemajuan aktivitas bertahan mencegah peningkatan kerja
jantung
e. Dx 5 : Gangguan istirahat tidur b/d sakit kepala
Tujuan : Pola tidur klien kembali normal dengan kriteria hasil :
 Klien dapat tidur dengan nyaman

Intervensi :

a) Bina hubungan saling percaya antara perawat, klien dan keluarga


R/ Dapat memperlancar pemberian askep
b) Kaji pola tidur
R/ Sebagai barometer untuk menentukan intervensi lanjut
c) Batasi mengkonsumsi makanan/minuman yang mengandung kafein
R/ Kafein mempengaruhi pola tidur yang sama
d) Kolaborasi : berikan analgetik/sedative sebelum tidur sesuai
indikasi
R/ Pemberian obat yang sesuai dan tepat waktu dapat
meningkatkan istirahat
4. Implementasi
Disesuaikan dengan intervensi
5. Evaluasi
Disesuaikan dengan tujuan

22
D. Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Hipertensi

23
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok bahasan : Pendidikan kesehatan pada lansia

Sub pokok bahasan : Hipertensi

Hari/tgl/jam :

Sasaran : Ny. H. H

Tempat :

I. Tujuan Umum
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang penyakit hipertensi, diharapkan keluarga
mampu mengenal dan memberikan perawatan pada anggota keluarga yang menderita
hipertensi.
II. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pendidikan kesehatan selama 1 X 45 menit, keluarga diharapkan
mampu :
1. Menjelaskan pengertian hipertensi
2. Menyebutkan 1 dari 3 jenis hipertensi
3. Menyebutkan 3 dari 7 penyebab hipertensi
4. Menyebutkan 4 dari 9 tanda dan gejala hipertensi
5. Menyebutkan 2 dari 5 akibat hipertensi jika bila tidak diatasi
6. Menyebutkan 3 dari 6 cara pencegahan hipertensi
7. Menyebutkan 2 dari 4 cara perawatan hipertensi
8. Menyebutkan 3 dari 5 makanan yang dianjurkan
9. Menyebutkan makanan yang harus dihindari
10. Menyebutkan 2 dari 3 tempat pelayanan kesehatan untuk pengobatan dan
perawatan hipertensi
III. Prosedur Kegiatan

No Hari/Tgl/Jam Tahap kegiatan Kegiatan penyuluhan Kegiatan peserta


penyuluhan
1 Pembukaan a. Salam Menjawab salam
(5 menit)
b. Perkenalan Mendengarkan
c. Menjelaskan
tujuan dari Mendengarkan
pertemuan Menjawab
d. Kontrak waktu
e. Apresiasi

24
2 Inti a. Menjelaskan Memperhatikan
(20 menit) tentang pengertian penjelasan perawat
hipertensi
b. Menjelaskan Memperhatikan
jenis-jenis
hipertensi
c. Menjelaskan Memperhatikan
penyebab
hipertensi
d. Menjelaskan Memperhatikan
gejala-gejala
hipertensi
e. Menjelaskan Memperhatikan
pengobatan
penyakit
hipertensi
f. Menjelaskan cara Memperhatikan
pencegahan
hipertensi
g. Menjelaskan Memperhatikan
makanan yang
dianjurkan untuk
pederita hipertensi
h. Menjelaskan
makanan yang Memperhatikan
harus dihindari
i. Memberi Bertanya
kesempatan
kepada keluarga
untuk
menanyakan hal-
hal yang belum
dimengerti
j. Menjelaskan Memperhatikan
kembali tentang
hal yang
ditanyakan
keluarga
Penutup a. Memberikan Menjawab
(5 menit) pernyataan lisan pertanyaan
kepada keluarga

25
b. Menyimpulkan Memperhatikan
kegiatan yang
telah disampaikan
c. Memberikan Menjawab salam
salam penutup

Lampiran Materi

1. Pengertian Hipertensi
Tekanan darah yang sama atau lebih dari 140 mmHg pada sistolik dan tekanan diastolic
sama atau diatas 90 mmHg pada seseorang yang tidak sedang minum obat anti hipertensi.
Jika tekanan darah anda adalah 170/100 mmHg maka :
Sistolik : 170 mmHg
Diastol : 100 mmHg
2. Jenis Hipertensi
a. Hipertensi ringan : tekanan diastole 90-99 mmHg
b. Hipertensi sedang : tekanan diastole 100-109 mmHg
c. Hipertensi berat : tekanan diastil 110-120 mmHg
3. Penyebab Hipertensi
a. Stres
b. Merokok
c. Obesitas
d. Alcohol
e. Faktor keturunan
f. Faktor lingkungan : bising, gaduh
g. Banyak makan garam
4. Tanda dan Gejala Hipertensi
a. Sakit kepala
b. Pusing
c. Lemas
d. Sulit tidur
e. Jantung berdebar-debar
f. Pandangan kabur
g. Kesemutan
h. Kelelahan
i. Rasa berat di tengkuk
5. Akibat Hipertensi Bila Tidak Diatasi
a. Penebalan pembuluh darah
b. Penyakit jantung
c. Penyakit ginjal

26
d. Gangguan penglihatan
e. Stroke
6. Cara Pencegahan Hipertensi
a. Memeriksakan tekanan darah secara teratur (1 bulan sekali)
b. Menghindari kegemukan
c. Menghindari merokok
d. Menghindari stres
e. Mengatur keseimbangan antara kerja, istirahat dan rekreasi
f. Olahraga secara teratur
7. Cara Perawatan Hipertensi
a. Minum obat sesuai aturan
b. Mengurangi/berpantang garam dan makanan berlemak
c. Hidup tenang dan teratur
d. Olahraga secara teratur
8. Makanan Yang Dianjurkan
a. Sayur-sayuran hijau
b. Buah-buahan
c. Ikan laut
d. Telur boleh dikonsumsi maksimal 2 butir dalam 1 minggu
e. Dafing ayam (jangan dengan kulitnya karena banyak mengandung lemak)
9. Makanan Yangn Dihindari
a. Makanan yang diawetkan : Chicken nuggets, mie, minuman kaleng
b. Daging-daging warna merah segar seperti hati ayam, sosis sapi, daging sapi,
daging kambing
10. Pelayanan Kesehatan Untuk Pengobatan dan Perawatan Hipertensi
a. Puskesmas
b. Rumah sakit
c. Dokter paktik

BAB III

27
METODOLOGI PENULISAN STUDI KASUS

28

Anda mungkin juga menyukai