Anda di halaman 1dari 36

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kolon (termasuk rectum) merupakan tempat keganasan tersering dari saluran cerna.
Kanker kolon menyerang individu dua kali lebih besar dibandingkan kanker rectal. Kanker
kolon merupakan penyebab ketiga dari semua kematian akibat kanker di Amerika Serikat,
baik pada pria maupun wanita (Cancer Facts and Figures, 1991). Ini adalah penyakit budaya
barat. Diperkirakan bahwa 150.000 kasus baru kanker kolorektal didiagnosis di negara ini
setiap tahunnya.

Insidensnya meningkat sesuai dengan usia, kebanyakan pada pasien yang berusia
lebih dari 55 tahun. Kanker ini jarang ditemukan di bawah usia 40 tahun, kecuali pada orang
dengan riwayat kolitis ulseratif atau poliposis familial. Kedua kelamin terserang sama
seringnya, walaupun kanker kolon lebih sering pada wanita, sedangkan lesi pada rektum
lebih sering pada pria.

Distribusi tempat kanker pada bagian – bagian kolon adalah sebagai berikut :
Asendens : 25%

Transversa : 10%

Desendens : 15%

Sigmoid : 20 %

Rectum : 30 %

1
Namun pada tahun – tahun terakhir, diketemukan adanya pergeseran mencolok
pada distribusinya. Insidens kanker pada sigmoid & area rectal telah menurun, sedangkan
insidens pada kolon asendens dan desendens meningkat. Lebih dari 156.000 orang
terdiagnosa setiap tahunnya, kira – kira setengah dari jumlah tersebut meninggal setiap
tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis
dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan hidup di bawah 5 tahun adalah 40 – 50 %,
terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase. Kebanyakan orang
asimptomatis dalam jangka waktu yang lama dan mencari bantuan kesehatan hanya bila
mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rectal. Pada
makalah ini penulis akan membahas mengenai asuhan keperawatan klien dengan colorectal
cancer.

2 . Rumusan Masalah

a) Bagaimana konsep teori dari colorectal cancer?


b) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan colorectal cancer?
c) Tujuan

3.Tujuan

a. Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami bagaimana membuat asuhan keperawatan masalah
pencernaan dengan gangguan colorectal cancer.
b. Tujuan Khusus
 Mengetahui dan memahami definisi colorectal cancer.
 Mengetahui dan memahami etiologi colorectal cancer.
 Mengetahui dan memahami patofisiologi colorectal cancer.
 Mengetahui dan memahami manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada
klien dengan colorectal cancer.
 Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan colorectal cancer.
 Mengetahui dan memahami WOC dari colorectal cancer.
 Mengetahui dan memahami komplikasi dari colorectal cancer.

2
4. Manfaat

Manfaat yang ingin diperoleh dalam penyusunan makalah ini adalah:

a. Mendapatkan pengetahuan tentang colorectal cáncer.


b. Mendapatkan pengetahuan dan mampu membuat perencanaan asuhan keperawatan
pada kasus colorectal cancer.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi dan fisiologi

Usus besar adalah bagian dari sistem pencernaan. Sebagaimana diketahui sistem
pencernaan dimulai dari mulut, lalu kerongkongan (esofagus), lambung, usus halus
(duodenum, yeyunum, ileum), usus besar (kolon), rektum dan berakhir di dubur. Usus besar
terdiri dari kolon dan rektum. Kolon atau usus besar adalah bagian usus sesudah usus halus,
terdiri dari kolon sebelah kanan (kolon asenden), kolon sebelah tengah atas (kolon
transversum) dan kolon sebelah kiri (kolon desenden). Setelah kolon, barulah rektum yang
merupakan saluran diatas dubur. Bagian kolon yang berhubungan dengan usus halus
disebut caecum, sedangkan bagian kolon yang berhubungan dengan rektum disebut kolon
sigmoid.

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Usus besar berbentuk tabung muscular beongga dengan panjang 1,5 meter dan
diameter sekitar 6,5 cm yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani Usus besar di bagi
menjadi 3 bagian yaitu sekum, kolon, dan rectum. Kolon terdiri dari kolon menanjak
(ascending), kolon melintang (transverse), kolon menurun (descending), kolon
sigmoid.Bagian kolon dari usus buntu hingga pertengahan kolon melintang sering disebut
dengan "kolon kanan", sedangkan bagian sisanya sering disebut dengan "kolon kiri"
(http://id.wikipedia.org).

Sekum terdiri dari katup ileosekal dan apendik. Ileosekal mengendalikan aliran
kimus dari ileum ke sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar
ke usus halus. Kolon ascendant panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah
kanan membujur ke atas dari ileum di bawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini di
sebut fleksura hepatica. Kolon transversum panjangnya kurang lebih 38 cm, membujur dari
kolon ascendant sampai kolon descenden, berada di bawah abdomen, sebelah kanan

4
terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis. Kolon descenden
panjangnya kurang lebih 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas
ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri bersambung dengan sigmoid.
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon descenden terletak miring dalam rongga
pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, dn ujung bawahnya berhubungan
dengan rectum. Rectum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan interstinum
mayor dengan anus.

Dalam keadaan normal kolon menerima sekitar 500 ml kimus dari usus halus setiap
hari. Karena sebagian besar pencernaan dan penyerapan telah selesai di usus halus, isi usus
disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang tidak dapat dicerna ( misalnya selulosa
), komponen empedu yang tidak dapat diserap dan sisa cairan. Kolon mengekstraksi H2O
dan garam dari isi lumennya. Apa yang tersisa untuk dieliminasi di kenal sebagai feses.
Fungsi utama usus besar adalah untuk menyimpan bahan ini sebelum defekasi. Selulosa
dan bahan-bahan lain dalam makanan yang tidak dapat dicerna membentuk sebagian besar
feses dan membantu mempertahankan pengeluaran tinja secara teratur karena berperan
menentukan volume isi kolon.

Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir
isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorbsi air dan elektrolit, yang
sudah hampir selesai dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang
menampung masa feses yang sudah terhidrasi hingga berlangsungnya defekasi.

Pada umumnya usus besar bergerak secara lambat. Gerakan usus besar yang khas
adalah pengadukan haustral. Kantong atau haustra meregang dari waktu ke waktu otot
sirkular akan berkontraksi untuk mengososngkannya. Gerakan ini menyebabkan gerakan
usus bolak-balik dan meremas-remas sehingga member cukup waktu untuk terjadinya
absorpsi.

5
2 Definisi Colorectal Cancer

Kanker adalah penyakit pertumbuhan sel yang bersifat ganas. Bisa mengenai organ
apa saja di tubuh manusia. Bila menyerang di kolon, maka disebut kanker kolon, bila
mengenai di rektum, maka disebut kanker rektum. Bila mengenai kolon maupun rektum
maka disebut kanker kolorektal (Aru, 2006). Kanker kolon sebagaimana sifat kanker
lainnya, memiliki sifat dapat tumbuh dengan relatif cepat, dapat menyusup atau mengakar
(infiltrasi) ke jaringan disekitarnya serta merusaknya, dapat menyebar jauh melalui kelenjar
getah bening maupun pembuluh darah ke organ yang jauh dari tempat asalnya tumbuh,
seperti ke lever, paru-paru, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian bila tidak
ditangani dengan baik ( Burkitt, 1971 ).

Kanker colorectal berasal dari jaringan kolon (bagian terpanjang di usus besar) atau
jaringan rektum (beberapa inci terakhir di usus besar sebelum anus). Sebagian besar kanker
colorectal adalah adenocarcinoma (kanker yang dimulai di sel-sel yang membuat serta
melepaskan lendir dan cairan lainnya).

3 Klasifikasi

Klasifikasi kanker kolon menurut modifikasi DUKES adalah sebagai berikut (FKUI,
2001 : 209) :

A : kanker hanya terbatas pada mukosa dan belum ada metastasis.

B1 : kanker telah menginfiltrasi lapisan muskularis mukosa.

B2 : kanker telah menembus lapisan muskularis sampai lapisan propria.

C1 : kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening sebanyak satu sampai
empat buah.

C2 : kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening lebih dari 5 buah.

6
D : kanker telah mengadakan metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas
& tidak dapat dioperasi lagi.

Klasifikasi kanker kolon dapat ditentukan dengan sistem TNM (T = tumor, N = kelenjar
getah bening regional, M = jarak metastese).

T = Tumor primer
TO = Tidak ada tumor
TI = Invasi hingga mukosa atau sub mukosa
T2 = Invasi ke dinding otot
T3 = Tumor menembus dinding otot
N = Kelenjar limfa
N0 = tidak ada metastase
N1 = Metastasis ke kelenjar regional unilateral
N2 = Metastasis ke kelenjar regional bilateral
N3 = Metastasis multipel ekstensif ke kelenjar regional
M = Metastasis jauh
MO = Tidak ada metastasis jauh
MI = Ada metastasis jauh

Kanker usus besar di klasifikasikan menjadi 3 kelompok

1. Tipe menonjol

Semua tumor yang massa utamanya menonjol ke dalam lumen usus termasuk tipe ini.
Tumor tampak nodular, polipoid, seperti kembang kola tai fungoid. Massa tumor besar,
permukaan mudah mengalami perdarahan, infeksi, dan nekrosis. Umumnya terjadi di
belahan kanan kolon. Sifat invasi rendah, prognosis agak baik.

7
2. Tipe ulseratif

Setiap tumor dengan permukaan memiliki tukak jelas yang agak dalam (kedalamannya
biasanya mencapai atau melebihi tunika muskularis) termasuk tipe ini.tipe ulseratif paling
sering di jumpai, menempati lebih dari separuh kanker besar. Karakteristiknya adalah pada
massa terdapat tukak yang agak dalam, bentuk luar mirip kawah gunung berapi, tepinya
menonjol dank eras, dasarnya tidak rata, nekrosis, derajad keganasan tinggi, metastasis
limfogen lebih awal.

3. Tipe infiltrative

Tumor menginfiltrasi tiap lapisan dinding usus secara difus, sehingga dinding usus
setempat menebal, tapi tampak dari luar seringkali tidak jelas terdapat tukak atau tonjolan.
Tumor seringkali mengenai sekeliling saliran usus, disertai hyperplasia abnormal jaringan
ikat, lingkaran usus jelas menyusut, membentuk konstriksi anular, dipermukaan serosa
setempat sering tampak cincin konstriksi akibat traksi jaringan ikat. Oleh karena itu mudah
terjadi ileus, timbul diare dan obstipasi silih berganti. Tipe ini sering ditemukan pada kolon
sigmoid dan bagian atas rectum, derajad keganasan tinggi, metastasis lebih awal.

4 .Etiologi

Penyebab nyata dari kanker kolorectal belum diketahui secara pasti, namun faktor resiko
& faktor predisposisi telah diidentifikasi. Faktor resiko yang mungkin adalah :

1. Riwayat kanker pribadi, orang yang sudah pernah terkena kanker colorectal dapat
terkena kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu, wanita dengan riwayat
kanker di indung telur, uterus (endometrium) atau payudara mempunyai tingkat
risiko yang lebih tinggi untuk terkena kanker colorectal.
2. Riwayat kanker colorectal pada keluarga, jika mempunyai riwayat kanker
colorectal pada keluarga, maka kemungkinan akan terkena penyakit ini lebih besar,
khususnya jika mempunyai saudara yang terkena kanker pada usia muda.
3. Riwayat penyakit usus inflamasi kronis.

8
4. Diet : kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rendah serat (sayur-sayuran, buah-
buahan), kebiasaan makan makanan berlemak tinggi dan sumber protein hewani.

Faktor predisposisi yang penting adalah faktor gaya hidup, orang yang merokok, atau
menjalani pola makan yang tinggi lemak seperti lemak jenuh dan asam lemak omega-6
(asam linol) dan sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar
terkena kanker colorectal. Adanya hubungan dengan kebiasaan makan, karena kanker
kolorektal (seperti juga divertikulosis) adalah sekitar 10 kali lebih banyak pada penduduk
di dunia barat, yang mengkonsumsi lebih banyak makanan yang mengandung karbohidrat
refined dan rendah serat kasar, dibandingkan penduduk primitive (Afrika) dengan diet kaya
serat kasar. Burkitt (1971) mengemukakan bahwa diet rendah serat, tinggi karbohidarat
refined mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam – garam
empedu atau hasil pemecahan protein & lemak, dimana sebagian dari zat – zat ini bersifat
karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi
karsinogenik ini dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu, massa transisi feses
meningkat, akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus
bertambah lama.

Etiologi lain :

1. Kontak dengan zat-zat kimia tertentu seperti logam berat, toksin, dan ototoksin serta
gelombang elektromagnetik.
2. Zat besi yang berlebihan diantaranya terdapat pada pigmen empedu, daging sapi
dan kambing serta tranfusi darah.
3. Minuman beralkohol, khususnya bir. Usus mengubah alkohol menjadi
asetilaldehida yang meningkatkan risiko menderita kanker kolon.
4. Obesitas.
5. Bekerja sambil duduk seharian, seperti para eksekutif, pegawai administrasi, atau
pengemudi kendaraan umum
6. Polip di usus (Colorectal polyps), polip adalah pertumbuhan pada dinding dalam
kolon atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas. Sebagian

9
besar polip bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat
menjadi kanker.
7. Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn, orang dengan kondisi yang menyebabkan
peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama
bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih besar.
8. Usia di atas 50, kanker colorectal lebih biasa terjadi pada usia manusia yang
semakin tua. Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis
setelah usia 50 tahun ke atas.

5 Manifestasi Klinis

Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus
tempat kanker berlokasi. Adanya perubahan dalam defekasi, darah pada feses, konstipasi,
perubahan dalam penampilan feses, tenesmus, anemia dan perdarahan rectal merupakan
keluhan yang umum terjadi.

1. Kanker kolonkanan, dimana isi kolon berupa caiaran, cenderung tetap tersamar
hingga stadium lanjut. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena
lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering
terjadi, dan darah bersifat samara dan hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak
(suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik). Mucus jarang terlihat, karena
tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan mungkin dapat
teraba, tetapi jarang pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan
tidak enak pada abdomen, dan kadang – kadang pada epigastrium.
2. Kanker kolon kiri dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai
akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering terjadi.
Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi.
Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mucus maupun darah segar sering
terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilangan darah kronik.
Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh
limfe atau vena, menimbulkan gejala – gejala pada tungakai atau perineum.
Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih

10
dapat timbul sebagai akibat tekanan pada alat – alat tersebut. Gejala yang mungkin
dapat timbul pada lesi rectal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah
defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah (Gale, 2000).

Manifestasi klinis kanker kolon secara umum, adalah sebagai berikut :

1. Lelah, sesak napas waktu bekerja, dan kepala terasa pening.


2. Pendarahan pada rektum, rasa kenyang bersifat sementara, atau kram lambung serta
adanya tekanan pada rektum.
3. Adanya darah dalam tinja, seperti terjadi pada penderita pendarahan lambung, polip
usus, atau wasir.
4. Pucat, sakit pada umumnya, malnutrisi, lemah, kurus, terjadi cairan di dalam rongga
perut, pembesaran hati, serta pelebaran saluran limpa.

Tabel Perbedaan manifestasi klinis dari kolon kanan dan kolon kiri

Kolon kanan Kolon kiri


Pasokan darah: a. mesenterika superior, Pasokan darah: a. mesenterika inferior, v.
v. mesenterika superior. mesenterika inferior

Balikan vena: vena portaàhati kanan Balikan vena: v. lienalisàvena portaàhati kiri
Besar Kecil
Cair seperti bubur Berbentuk kering, padat
Terutama absorbsi air, elektrolit Storasi feses, defekasi
Umumnya berbentuk benjolan, sering Umumnya tipe infiltrative, mudah ileus
ulserasi luas, berdarah, infeksi
Massa abdominal, sistemik, perut Ileus, hematokezia, iritasi usus
kembung, nyeri samar dan gejala tak khas

Kanker kolon dan rektum terutama ( 95 % ) adenokarsinoma ( muncul dari lapisan


epitel usus ). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta

11
merusak jaringan normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Sel kanker dapat
terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain ( paling sering ke hati)

Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas atau
disebut adenoma, yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat
cepat). Pada stadium awal, polip dapat diangkat dengan mudah. Tetapi, seringkali pada
stadium awal adenoma tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi dalam
waktu yang relatif lama dan pada kondisi tertentu berpotensi menjadi kanker yang dapat
terjadi pada semua bagian dari usus besar (Davey, 2006 : 335).

Kanker usus besar awalnya berasal dari polip jinak. Polip dapat berupa massa polipoid,
besar, tumbuh dengan cepat, ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta
meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Lesi anular lebih sering terjadi pada bagian
rektosigmoid, sedangkan lesi polipoid yang datar lebih sering terjadi pada sekum dan kolon
ascenden. Secara histologist 95% kanker kolon dan rektum adalah adenokarsinoma(tumor
ganas yang tumbuh di jaringan epitel usus) yang dapat menyekresi mucus yang jumlah yang
berbeda-beda. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh
yang lain ( paling sering ke hati).

Kanker kolon dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :

1. Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung


kemih.
2. Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon.
3. Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke system
portal.
4. Penyebaran secara transperitoneal
5. Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain. Pertumbuhan kanker
menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus dengan obstruksi
dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat
menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain
(Gale, 2000 : 177).

12
Stadium pada Colorectal Cancer

1. Stadium Klinis

Tabel : stadium pada karsinoma kolon yang ditemukan dengan system TMN (Tambayong,
2000 : 143).

TIS Carcinoma in situ

T1 Belum mengenai otot dinding, polipoid/papiler

T2 Sudah mengenai otot dinding

T3 Semua lapis dinding terkena, penyebaran ke


sekitar

Sama dengan T3 dengan fistula


T4
Limfonodus terkena
N
Ada metastasis
M

1. 2. Stadium Kanker Kolon


1. Stadium A: kedalaman invasi kanker belum menembus tunika muskularis,
tak ada metastasis kelenjar limfe.
2. Stadium B: kanker sudah menembus tunika muskularis dalam, dapat
menginvasi tunika serosa, di luar serosa atau jaringan perirektal, tapi tak ada
metastasis kelenjar limfe.
3. Stadium C: kanker disertai metastasis ke kelenjar limfe. Menurut lokasi
kelenjar limfe yang terkena di bagi menjadi stadium C1 dan C2. C1; kanker
disertai metastasis kelenjar limfe samping usus dan mesenterium, C2;
kanker di sertai metastasis kelenjar limfe di pangkal arteri mesenterium.

13
4. Stadium D: kanker disertai metastasis organ jauh, atau karena infiltrasi luas
local atau metastasis luas kelenjar limfe sehingga paska reseksi tak mungkin
kuratif atau nonresektabel.

Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen


usus dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker
dapat menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain.
Prognosis relative baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat reseksi
dilakukan, dan jauh lebih jelek bila telah terjadi metastase ke kelenjar limfe.

7. Pemeriksaan Diagnostik

1. Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan baik sigmoidoskopi maupun kolonoskopi.


Pemeriksaan kolonoskopi atau teropong usus ini dianjurkan segera dilakukan bagi mereka
yang sudah mencapai usia 50 tahun. Pemeriksaan kolonoskopi relatif aman, tidak
berbahaya, namun pemeriksaan ini tidak menyenangkan. Kolonoskopi dilakukan untuk
menemukan kanker kolorektal sekaligus mendapatkan jaringan untuk diperiksa di
laboratorium patologi. Pada pemeriksaan ini diperlukan alat endoskopi fiberoptik yang
digunakan untuk pemeriksaan kolonoskopi. Alat tersebut dapat melihat sepanjang usus
besar, memotretnya, sekaligus biopsi tumor bila ditemukan. Dengan kolonoskopi dapat
dilihat kelainan berdasarkan gambaran makroskopik. Bila tidak ada penonjolan atau ulkus,
pengamatan kolonoskopi ditujukan pada kelainan warna, bentuk permukaan, dan gambaran
pembuluh darahnya.

2. Radiologis

Pemeriksan radiologis yang dapat dilakukan antara lain adalah foto dada dan foto kolon
(barium enema). Foto dada dilakukan untuk melihat apakah ada metastasis kanker ke paru.

14
3. Ultrasonografi (USG).

Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada kolon, tetapi digunakan untuk melihat
ada tidaknya metastasis kanker ke kelenjar getah bening di abdomen dan hati.

4. Histopatologi.

Biopsy digunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar histopatologis karsinoma kolon


adalah adenokarsinoma dan perlu ditentukan diferensiansi sel.

1. Laboratorium Pemeriksaan Hb penting untuk memeriksa kemungkinan pasien


mengalami perdarahan (FKUI, 2001 : 210). Selain itu, pemeriksaan darah samar
(occult blood) secara berkala, untuk menentukan apakah terdapat darah pada tinja
atau tidak.
2. Pemeriksaan colok dubur, oleh dokter bila seseorang mencapai usia 50 tahun.
Pemeriksaan tersebut sekaligus untuk mengetahui adanya kelainan pada prostat.
3. Barium Enema

Pada pemeriksaan enema barium, bahan cair barium dimasukkan ke usus besar melalui
dubur dan siluet (bayangan)-nya dipotret dengan alat rontgen. Pada pemeriksaan ini hanya
dapat dilihat bahwa ada kelainan, mungkin tumor, dan bila ada perlu diikuti dengan
pemeriksaan kolonoskopi. Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi kanker dan polip yang
besarnya melebihi satu sentimeter. Kelemahannya, pada pemeriksaan ini tidak dapat
dilakukan biopsi.

8 Penatalaksanaan

1. Pembedahan (Operasi)

15
Operasi adalah penangan yang paling efektif dan cepat untuk tumor yang diketahui
lebih awal dan masih belum metastatis, tetapi tidak menjamin semua sel kanker telah
terbuang. Oleh sebab itu dokter bedah biasanya juga menghilangkan sebagian besar
jaringan sehat yang mengelilingi sekitar kanker. Pembedahan merupakan tindakan primer
pada kira – kira 75 % pasien dengan kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif
atau palliative. Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop.
Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan
untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan
sebagai pedoman dalam membuat keputusan di kolon ; massa tumor kemudian dieksisi.
Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi Kelas A dan semua Kelas B serta lesi C.
Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon D. Tujuan pembedahan
dalam situasi ini adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup struktur
vital sekitarnya, maka operasi tidak dapat dilakukan.

Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan pilihan
adalah sebagai berikut ( Doughty& Jackson, 1993 ) :

1. Reseksi segmental dengan anastomosis.


2. Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanent.
3. Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis lanjut dari
kolostomi permanen atau ileostomi.
4. Pembedahan Reseksi.

Satu-satunya pengobatan definitif adalah pembedahan reseksi dan biasanya diambil


sebanyak mungkin dari kolon, batas minimal adalah 5 cm di sebelah distal dan proksimal
dari tempat kanker. Untuk kanker di sekum dan kolon asendens biasanya dilakukan
hemikolektomi kanan dan dibuat anastomosis ileo-transversal. Untuk kanker di kolon
transversal dan di pleksura lienalis, dilakukan kolektomi subtotal dan dibuat anastomosis
ileosigmoidektomi. Pada kanker di kolon desendens dan sigmoid dilakukan hemikolektomi
kiri dan dibuat anastomosis kolorektal transversal. Untuk kanker di rektosigmoid dan
rektum atas dilakukan rektosigmoidektomi dan dibuat anastomosis. Desenden kolorektal.

16
Pada kanker di rektum bawah dilakukan proktokolektomi dan dibuat anastomosis
kolorektal.

1. Kolostomi

Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang (stoma) yang dibentuk dari


pengeluaran sebagian bentuk kolon (usus besar) ke dinding abdomen (perut), stoma ini
dapat bersifat sementara atau permanen. Tujuan Pembuatan Kolostomi adalah untuk
tindakan dekompresi usus pada kasus sumbatan / obstruksi usus. Sebagai anus setelah
tindakan operasi yang membuang rektum karena adanya tumor atau penyakit lain. Untuk
membuang isi usus besar sebelum dilakukan tindakan operasi berikutnya untuk
penyambungan kembali usus (sebagai stoma sementara).

2. Penyinaran (Radioterapi)

Terapi radiasi memakai sinar gelombang partikel berenergi tinggi misalnya sinar X,
atau sinar gamma, difokuskan untuk merusak daerah yang ditumbuhi tumor, merusak
genetic sehingga membunuh kanker. Terapi radiasi merusak sel-sel yang pembelahan
dirinya cepat, antara alin sel kanker, sel kulit, sel dinding lambung & usus, sel darah.
Kerusakan sel tubuh menyebabkan lemas, perubahan kulit dan kehilangan nafsu makan.

3. Kemoterapi

Kemoterapi memakai obat antikanker yang kuat , dapat masuk ke dalam sirkulasi
darah, sehingga sangat bagus untuk kanker yang telah menyebar. Obat chemotherapy ini
ada kira-kira 50 jenis. Biasanya di injeksi atau dimakan, pada umumnya lebih dari satu
macam obat, karena digabungkan akan memberikan efek yang lebih bagus (FKUI, 2001 :
211). Kemoterapi yang diberikan ialah 5-flurourasil (5-FU). Belakangan ini sering
dikombinasi dengan leukovorin yang dapat meningkatkan efektifitas terapi. Bahkan ada
yang memberikan 3 macam kombinasi yaitu: 5-FU, levamisol, dan leuvocorin. Dari hasil
penelitian, setelah dilakukan pembedahan sebaiknya dilakukan radiasi dan kemoterapi.
Radiasi dan kemoterapi dapat diberikan secara berkesinambunagn dengan memperhatikan
derajat kanker. Deteksi kanker yang dapat dilanjutkan dengan pemberian kemoterapi

17
disesuaikan dengan klasifikasi dengan sistem TNM(T = tumor, N = kelenjar getah bening
regional, M = jarak metastese) yaitu :

M0 = Tidak ada metastasis jauh, sebagai pencegahan perluasan metastase.


MI = Ada metastasis jauh, karena tidak mungkin dilakukan operasi sehingga hanya bisa

dihambat dengan kemoterapi

N1 = Metastasis ke kelenjar regional unilateral


N2 = Metastasis ke kelenjar regional bilateral
N3 = Metastasis multipel ekstensif ke kelenjar regional

TI = Invasi hingga mukosapat atau sub mukosa, dapat dilakukan pengangkatan dan

kolaborasi kemoterapi
T2 = Invasi ke dinding otot, dapat dilakukan pengangkatan dan kolaborasi kemoterapi
T3 = Tumor menembus dinding otot, dapat dilakukan pengangkatan dan kolaborasi

kemoterapi

4. Diet

1. Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat dapat


melancarkan pencemaan dan buang air besar sehingga berfungsi menghilangkan
kotoran dan zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang terlalu lama
mengendap di usus akan menjadi racun yang memicu sel kanker.
2. Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari)
3. Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi
terutama yang terdapat pada daging hewan.
4. Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal tersebut
dapat memicu sel karsinogen / sel kanker.
5. Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan
6. Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur.

18
5. Keperawatan

1. Dukungan adaptasi dan kemandirian.


2. Meningkatkan kenyamanan.
3. Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.
4. Mencegah komplikasi.
5. Memberikan informasi tentang proses/ kondisi penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan.

6. Pencegahan

Kanker kolon dapat dicegah dengan cara sebagai berikut :

1. Konsumsi makanan berserat. Untuk memperlancar buang air besar dan menurunkan
derajat keasaman, kosentrasi asam lemak, asam empedu, dan besi dalam usus besar.
2. Asam lemak omega-3, yang terdapat dalam ikan tertentu.
3. Kosentrasi kalium, vitamin A, C, D, dan E dan betakarotin.
4. Susu yang mengandung lactobacillus acidophilus
5. Berolahraga dan banyak bergerak sehingga semakin mudah dan teratur untuk
buang air besar.
6. Hidup rileks dan kurangi stress.Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling
sering dalam bentuk pendukung atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan
selain pengobatan bedah. Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi dan atau
imunoterapi. Terapi ajufan standar yang diberikan untuk pasien dengan kanker
kolon kelas C adalah program 5-FU/Levamesole. Pasien dengan kanker rectal Kelas
B dan C diberikan 5-FU dan metil CCNU dan dosis tinggi radiasi pelvis.

2.9 Komplikasi

Pada pasien dengan kanker kolon yaitu:

1. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.

19
2. Metastase ke organ sekitar, melalui hematogen, limfogen dan penyebaran
langsung.
3. Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon
yang menyebabkan hemorragi.
4. Perforasi usus dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan abses.
5. Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

20
3.1 Pengkajian

1. Anamnesa
a. Identitas:
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk
rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain.
Jenis kelamin, umur dan alamat.
2. Keluhan utama:

Nyeri abdomen.

a) Riwayat penyakit sekarang:


Mual dan muntah lebih dari tiga kali dalam sehari, nyeri tekan dan teraba massa
pada abdomen kuadran bawah.

 Riwayat penyakit dahulu


 Riwayat Kesehatan Keluarga
 Imunisasi
 Pemeriksaan fisik (ROS)

Pemeriksaan fisik terdiri atas pemeriksaan B1 – B6.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan eliminasi alvi berhubungan dengan penurunan asupan cairan dan serat,
kelemahan otot abdomen sekunder akibat Ca Colorectal

21
2. PK Perdarahan
3. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan perdarahan tonjolan CA.
6. Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan dehidrasi
7. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit
8. Konsep diri berhubungan dengan proses penyakit
9. Harga diri berhubungan dengan proses penyakit

3.3 Intervensi

Diagnosis : Perubahan eliminasi alvi berhubungan dengan penurunan asupan cairan


dan serat, kelemahan otot abdomen sekunder akibat Ca Colorectal
Kriteria hasil : Setelah dilakukan perawatan 3x24jam pola defekasi pasin normal
kembali (2x1hari), bentuk feses lonjong dan lunak, nyeri saat defekasi
berkurang skala: 3-4
Tujuan : - Klien akan menunjukkan pengetahuan akan program defekasi
yang dibutuhkan.

- Melaporkan keluarnya feses dengan berkurangnya nyeri dan


mengejan.
Intervensi Keperawatan Rasional
1. observasi warna dan konsistensi
feses, frekuensi, keluarnya flatus,
bising usus dan nyeri terkan
abdomen
1. Merupakan tindakan dependent perawat
2. Pantau tanda gejala rupture usus
dalam memberikan bantuan defekasi
dan/atau peritonitis.
kepada klien.

22
1. Observasi faktor penyebab
konstipasi.

1. Ajarkan klien dalam bantuan


eleminasi defekasi.
2. Anjurkan klien untuk
menghindari mengejan selama
defekasi.
3. Observasi bisingusus dan
peristaltic perut klien
4. Konsultasikan pada ahli gizi
untuk meningkatkan serat dan
cairan dalam diet.
5. Konsultasikan dengan dokter
untuk memberikan bantuan
eleminasi, seperti : diet, pelembut
feses, enema dan laksatif.
1. Penting untuk menilai
keefektifan intervensi,
dan memudahkan rencana
selanjutnya.
2. Keadaan ini dapat
menjadi penyebab
kelemahan otot abdomen
dan penurunan peristaltic

23
usus, yang dapat
menyebakan konstipasi.
3. Mengetahui dengan jelas
factor penyebab
memudahkan pilihan
intervensi yang tepat.
4. Akan meningkatkan pola
defekasi yang optimal.
5. Mencegah terjadi
perubahan tanda vital,
sakit kepala atau
perdarahan.
6. Untuk mengetahui
aktivitas kinerja system
pencernaan klien
7. Pada keadaan kekurangan
serat dan cairan.

Diagnosis : PK Perdarahan
Kriteria hasil : Melena tidak terjadi selama 2x24 jam

Hematemesis tidak terjadi selama 2x24 jam


Tujuan : - Perdarahan terhenti
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Posisikan klien 1. Memberikan posisi nyaman selama
klien dalam proses perawatan
2. Perkembangan tanda-tanda vital akan
menentukan pola intervensi
1. Pantau tanda-tanda vital
selanjutnya.

24
3. Meningkatkan keadekuatan tubuh
klien
1. Batasi aktivitas klien
4. Mengatasi melena dengan konsentrasi
2. Membantu dan melayani klien
darah berlebihan tanpa tahanan
dalam hal penggunaan Diapers
sfingter
3. Kolaborasi rehidrasi kumbah
5. Membantu mengurangi hematemesis
lambung
4. PK. Kolaborasi:

 Kolaborasi denngan dokter dalam 1. PK kolaborasi:


pemberian transamin (obat
 Untuk menghentikan perdarahan
penghenti perdarahan)
sehingga melena dan hematemesis
 Kolaborasi gengan dokter untuk
dapat berhenti
dilakukan pembedahan
 Untuk mengambil tumor dan untuk
 Kolaborasi denan dokter untuk
menutup lesi pada kolom
transfuse darah
 Untuk mengganti darah yang telah
keluar agar pasien tidak anemi

Diagnosis : Nyeri berhubungan dengan proses penyakit


Kriteria hasil : Pasien tampak rileks, dapat beristirahat/tidur dan melakukan
pergerakkan yang berarti sesuai toleransi.
Tujuan : Pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Sediakan informasi mengenai
kebutuhan/efektivitas intervensi.
1. Monitor rasa sakit secara reguler,
catat karakteristik, lokasi dan
intensiitas (0-10)
1. Perhatikan hal-hal yang tidak
diketahui dan/atau persiapan

25
2. Catat munculnya rasa cemas/takut dan inadekuat (misalnya apendikstomi
hubungkan dengan lingkungan dan darurat) dapat memperburuk
persiapan untuk prosedur. persepsi pasien akan rasa sakit.
2. Dapat mengindikasikan rasa sakit
akut dan ketidaknyamanan.
3. Pahami penyebab
1. Kaji tanda-tanda vital, perhatikan
ketidaknyamanan, sebagai langkah
takikardia, hipertensi dan peningkatan
pemberian teknik pengalihan nyeri
pernapasan, bahkan jika pasien
/ relaksasi
menyangkal adanya rasa sakit.
4. Mungkin mengurangi rasa sakit dan
2. Berikan informasi mengenai sifat
meningkatkan sirkulasi. Posisi semi
ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.
– Fowler dapat mengurangi
tegangan otot abdominal dan otot
pungguung artritis, sedangkan
1. Lakukan reposisi sesuai petunjuk, miring mengurangi tekanan dorsal.
misalnya semi – Fowler ; miring.
5. Respirasi mungkin menurun pada
pemberian narkotik, dan mungkin
menimbulkan efek-efek sinergistik
dengan zat-zat anastesi.
6. Analgetik IV akan dengan segera
mencapai pusat rasa saki,
menimbulkan penghilang yang
lebih efektif dengan obat dosis
1. Observasi efek analgetik. kecil.

26
1. Kolaborasi, pemberian analgetik IV
sesuai kebutuhan.

Diagnosis : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


mual/muntah.
Kriteria hasil : - klien akan memperlihatkan perilaku mempertahankan atau
meningkatkan berat badan dengan nilai laboratorium normal.

- klien melaporkan peningkatan intake makanan.

- tidak ada mual/muntah.


Tujuan : - Antropometri : Berat badan pasien bertambah, Nutrisi pasien

terpenuhi

- Biochemical : klien tidak terlihat pucat dan turgor bagus

- Clinical sign : Tanda-tanda vital dalam rentang normal

- Diet : mengerti dan mengikuti anjuran diet


Intervensi Keperawatan Rasional
1. Observasi sejauh mana
ketidakadekuatan nutrisi klien
2. Perkirakan/hitung pemasukan
kalori, jaga komentar tentang
nafsu makan sampai minimal.

1. Timbang berat badan sesuai


indikasi.

27
2. Anjurkan makan sedikit tapi
sering.

1. Anjurkan kebersihan oral sebelum


makan.
2. Tawarkan minum saat makan bila
toleran.
3. Konsultasi tentang
kesukaan/ketidaksukaan klien
yang menyebabkan distres.
4. Kolaborasi ahli gizi
pemberian makanan yang
bervariasi.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian suplemen dan obat-
obatan, serta kebutuhan nutrisi
parenteral dan pemasang pipa
lambung.
6. Menganalisa penyebab
melaksanakan intervensi.
7. Mengidentifikasi
kekurangan/kebutuhan nutrisi
berfokus pada masalah membuat
suasana negatif dan
mempengaruhi masukan.
8. Mengawasi keefektifan secara
diet.

28
9. Tidak memberi rasa bosan dan
pemasukan nutrisi dapat
ditingkatkan.
10. Mulut yang bersih meningkatkan
nafsu makan.
11. Dapat mengurangi mual dan
menghilangkan gas.
12. Melibatkan pasien dalam
perencanaan, memampukan
pasien memiliki rasa kontrol dan
mendorong untuk makan.
13. Makanan yang bervariasi dapat
meningkatkan nafsu makan klien.
14. Menstimulasi nafsu makan dan
mempertahankan intake nutrisi
yang adekuat.

Diagnosis : Risiko infeksi berhubungn dengan perdarahan tonjolan CA..

Kriteria hasil : Setelah dilakukan perawatan 3x24jam resiko infeksi dan metastase ke
organ lain tidak cepat dan mungkin hilang
Tujuan : Meminimalkan proses penyebaran infeksi dan metastase ke organ lain
Intervensi Rasional
Mandiri

29
1. Observasi metastase peyebaran ca 1. Dengan cara palpasi dapat diketahui
ke organ lain dengan cara palpasi ke metastase ca dan dapat segera di
daerah purutt sekitar kolon tangani
2. Observasi bising usus dan 2. Untuk mengetahui fungsi organ
peristalaik pasien apakah ada penurunan atau tidak
3. Kolaborasi: 3. Kolaborasi:

 Kolaborasi dengan dokter untuk  Untuk menanggulangi/mengurangi


memberikan kortikosteroid resiko inflamasi kolon
 Kolaborasi dengan dokter untuk  Untuk mengetahui ,metastase ca ke
melakukan usg dan ct-scan organ-organ lain sekitar kolan
 Kolaborasi dengan dokter untuk  Untuk membunuh kuman dan bakteri
pemberian antibiaotik dari darah yang pecah pado masa
kolan

Diagnosis : Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan dehidrasi


Kriteria hasil : Intake cairan dan haluaran normal selama pemantauan 2x24 jam

Turgor kulit normal

Tujuan : Memenuhi kebutuhan cairan klien.

Intervensi Rasional
1. Pantau intake cairan, pastikan 1. Ca colorectal dapat bermetastase ke
sedikitnya 1500 ml cairan per oral, ginjal yang dapat mempengaruhi
serta pantau haluaran, pastikan kerja ginjal, sehingga perlu
sedikitnya 1000-1500 ml per 24 jam mengatur jumlah cairan yang
masuk dan keluar.

30
2. Pantau kadar elektrolit darah, nitrogen 2. Menunjukkan pola intervensi
urea darah, urin dan serum, selanjutnya
osmolalitas, kreatinin, hematokrit, dan
Hb.
3. Kolaborasi pemberian dextros G5

1. Kolaborasi pemberian tranfusi darah


1. Memberikan keadekuatan cairan
klien selama kemoterapi
2. Mengimbangi haluaran darah
akibat perdarahan serta
meningkatkan Hb.

Diagnosis : Ansietas berhubungan dengan proses penyakit


Kriteria hasil : Meningkatkan kenyamanan psikologis dan fisiologis klien
Tujuan : Klien dan perawat dapat bekerja sama dalam menentukan pola koping
yang sesuai
Intervensi Rasional
1. Monitor tingkat ansietas klien 1. Menentukanpola intervensi yang akan
dilakukan
2. Untuk meningkatakan koping dan
harga diri klien
1. Berikan edukasi mengenai penyakit
3. Memberikan kenyamanan dalam
yang diderita.
berkomunikasi dengan klien, dan
2. Komunikasi terapeutik
menawarkan keterbukaan
4. Mengurangi tingkat stres

31
1. Singkirkan stimulasi yang
berlebihan (misal : tempatkan klien
1. Meningkatkan kenyamanan psikologis
di ruangan yang lebih tenang)
klien
2. Berikan latihan relaksasi, imajinasi
terbimbing.

Diagnosis : Perubahan konsep diri dengan proses penyakit


Kriteria hasil : Meningkatkan rasa penerimaan akan kondisi fisiologis klien
Tujuan : Klien dan perawat dapat bekerja sama dalam menentukan pola koping
yang sesuai untuk meningaktkan konsep diri
Intervensi Rasional
1. Berikan edukasi mengenai penyakit 1. Untuk meningkatakan koping dan
yang diderita. harga diri klien
2. Komunikasi terapeutik 2. Memberikan kenyamanan dalam
berkomunikasi dengan klien, dan
menawarkan keterbukaan
3. Mengurangi tingkat stres
4. Meningkatkan kenyamanan psikologis
1. Singkirkan stimulasi yang klien
berlebihan 5. Memberikan rangsangan luar agar
2. Berikan latihan relaksasi, imajinasi klien dapat memperoleh perhatian
terbimbing. lebih, sehingga mampu meningkatkan
3. Komunikasikan dengan keluarga konsep dirinya.
pasien bagaiman membangun

32
hubungan yang baik selama proses
perawatan.

Diagnosis : Perubahan harga berhubungan dengan proses penyakit


Kriteria hasil : Meningkatkan kenyamanan pola interaksi klien dengan lingkungan
Tujuan : Klien dan perawat dapat bekerja sama dalam menentukan pola koping
yang sesuai aga

Intervensi Rasional
1. Berikan edukasi mengenai penyakit
yang diderita.
2. Komunikasi terapeutik

1. Singkirkan stimulasi yang


berlebihan
2. Untuk meningkatakan koping dan
harga diri klien
3. Memberikan kenyamanan dalam
berkomunikasi dengan klien, dan
menawarkan keterbukaan
4. Mengurangi tingkat stres

33
3.4 Evaluasi

Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Ca Colorectal meliputi :

1. Diagnosa :
 Pola eleminasi dalam rentang yang diharapkan ; bentuk feses dalam bentuk
normal
2. Diagnosa
 Melena tidak terjadi selama 2x24 jam
 Hematemesis tidak terjadi selama 2x24 jam
3. Diagnosa
Pasien tampak rileks, dapat beristirahat/tidur dan melakukan pergerakkan yang
berarti sesuai toleransi.
4. Diagnosa
 klien akan memperlihatkan perilaku mempertahankan atau meningkatkan
berat badan dengan nilai laboratorium normal.
 klien mengerti dan mengikuti anjuran diet
 melaporkan peningkatan intake makana
 tidak ada mual/muntah.

34
5. Diagnosa
 Leukosit normal 10.000-40.00
 Tidak ditemukan tanda-anda inflamasi
6. Diagnosa
 cair Turgor kulit norma dan haluaran normal selama pemantauan 2x24 jam
7. Diagnosa
 Meningkatkan kenyamanan psikologis dan fisiologis klien

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kanker colorectal berasal dari jaringan kolon (bagian terpanjang di usus besar) atau
jaringan rektum (beberapa inci terakhir di usus besar sebelum anus). Sebagian besar
colorectal cancer adalah adenocarcinoma (kanker yang dimulai di sel-sel yang membuat
serta melepaskan lendir dan cairan lainnya).

Etiologi dari colorectal cancer yaitu terdiri atas faktor resiko dan faktor predisposisi. Faktor
risiko terdiri dari usia, riwayat kanker pribadi, riwayat kanker colorectal pada keluarga,
riwayat penyakit usus inflamasi kronis, riwayat penyakit polip di usus, dan riwayat penyakit
crohn. Sedangkan faktor predisposisinya terdiri dari merokok, pola makan yang tidak sehat
(tinggi lemak dan rendah serat), kontak dengan zat-zat kimia, minuman beralkohol,
obesitas, dan bekerja sambil duduk seharian.

Asuhan keperawatan yang tepat akan menentukan keberhasilan perawtan klien dengan
colorectal cancer.

35
DAFTAR PUSTAKA

Baughman,D.C& Hackley,J.C.2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Perhimpunan Dokter Sepesialis Penyakit Dalam Indonesia. Editor Kepela :


Prof.Dr.H.Slamet Suryono Spd,KE

Soemarto,R.1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi.Surabaya : RSUD Dr.Soetomo

Flyfreeforhelp.2010.(online).

..........2010.http://lifestyle.okezone.com/read/2010/02/22/27/306051/search.html. diakses
pada tanggal 15 November 2010

……...2010.(online).http://www.soft-ko.co.cc/2010/10/colorectal cancer_06.html. diakses


pada tanggal 19 November 2010

Kusuma. 2009. Askep Carsinoma. http://kusuma.blog.friendster.com/tag/kanker/, di akses


tanggal 29 Desember 2010

36

Anda mungkin juga menyukai