Oleh :
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat-Nya
maka saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Mengenai Tindak Pidana Pers
Berkaitan dengan Tindak Pidana Yang pernah terjadi”. Makalah ini disusun untuk
melengkapi salah satu tugas mata kuliah Tindak Pidana Pers sesuai ketentuan
yang diberikan oleh dosen sebagai pengajar.
Tugas ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah
ini. Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya sebagai penyusun dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini, dan kami harapkan kedepannya
dapat lebih baik. Mohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam Tugas makalah
kami ini.
Penyusun
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pers sendiri memiliki dua pengertian yaitu pers dalam arti kata sempit dan
pers dalam arti kata luas.Pers dalam arti kata sempit yaitu menyangkut kegiatan
komunikasi yang hanya dilakukan dengan perantaraan barang cetakan.1
Sedangkan pers dalam arti kata luas ialah menyangkut kegiatan komunikasi, baik
yang dilakukan dengan media cetak maupun dengan media elektronik seperti
radio, televisi maupun internet
Pers sebagai media informasi sering disebut juga sebagai pilar keempat
demokrasi setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hal ini dikarenakan pers
memiliki posisi yang sangat strategis dalam informasi massa, pendidikan kepada
publik sekaligus menjadi alat kontrol sosial yang berjalan seiring dengan
penegakan hukum untuk terciptanya keseimbangan dalam suatu negara. Oleh
karena itu, telah menjadi suatu keharusan jika pers sebagai media informasi dan
juga media koreksi dijamin kebebasannya dalam menjalankan profesi
kewartawanannya. Namun, pada kenyataannya para insan pers di Indonesia tidak
dapat dikecualikan atau memiliki kekebalan dari segala tuntutan hukum (immune)
sebagai subjek dari hukum pidana dan harus tetap tunduk terhadap Kitab
Undangundang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku di Indonesia karena
berdasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945 setiap warga negara Indonesia
termasuk wartawan memiliki persamaan di hadapan hukum.
Menurut beberapa ahli hukum, istilah delik pers ini sering dianggap bukan
suatu terminologi hukum karena ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan bahwa yang disebut sebagai delik
pers bukanlah delik yang semata-mata dapat ditujukan kepada pers, melainkan
ketentuan atau peraturan hukum yang berlaku secara umum yang ditujukan
kepada semua warga negara Indonesia. Akan tetapi, para pelaku pers merupakan
insan yang profesinya berdekatan sekali dengan bidang usaha yang bertugas untuk
menyiarkan, mempertunjukkan, memberitakan, dan sebagainya, maka unsur-unsur
delik pers dalam KUHP seperti Pasal 310 KUHP (tindak pidana pencemaran
nama baik/penghinaan), Pasal 311 KUHP (fitnah/pencemaran tertulis) dan
lainlainnya itu akan lebih sering ditujukan kepada para pelaku pers karena
disebabkan hasil pekerjaannya lebih mudah tersiar, terlihat, atau terdengar di
kalangan khalayak masyarakat banyak dan bersifat umum.
Kasus pers yang telah terjadi mayoritas adalah kasus penghinaan dan
pencemaran nama baik. Pada saat pemberitaan pers ini menjadi sebuah kasus yang
akan diselesaikan melalui jalur hukum (pengadilan), jika pihak yang
mengeluarkan pemberitaan tersebut terbukti salah secara sah dan meyakinkan
menurut hukum, maka akan timbul pertanyaan, siapakah yang akan
bertanggungjawab terhadap pemberitaan tersebut? Apakah perusahaan pers
tersebut dapat diberikan sanksi pidana ataukah seorang Pemimpin Redaksi dan
wartawannya dan mungkinkah hanya seorang Pemimpin Redaksinya saja?
Berdasarkan sejarah perjalanannya hingga saat ini, pers di Indonesia secara
umum memiliki empat sistem pertanggungjawaban pidana yaitu yang pertama
adalah pertanggungjawaban sistem bertangga (stair system), kedua, sistem air
terjun (waterfall system), dan yang ketiga adalah pertanggung jawaban
berdasarkan KUHP yaitu berdasarkan teori kesalahan (schuld) dan penyertaan
(deelneming).
Hal ini menggambarkan bahwa masih belum ada kepastian hukum akan
pertanggungjawaban terhadap pelaku pers yang melakukan tindak pidana pers.
Selain itu, masih belum ada keseragaman terhadap sistem pertanggungjawaban
pidana di dalam Undang-Undang yang mengatur pers seperti Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002
tentang Penyiaran, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, dan KUHP.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Penyebab Terjadinya Tindak Pidana dalam Tindak Pidana Pers ?
2. Apa Jenis Tindak Pidana yang ada dalam Tindak Pidana Pers ?
3. Bagaimanakah Orang/Pelaku Tindak Pidana yang ada dalam
BAB II
PEMBAHASAN
1. Lemahnya Regulasi
Kebebasan pers pun mulai dikibar dan dikumandangkan oleh insan pers
dan jurnalis di Indonesia pada masa reformasi. Kejayaan dan kemerdekaan
pers ini tidak di lewati dan di sia sia kan begitu saja oleh insan pers di
indonesia, dengan semangat berekspresi dan berkarya jurnalis dan wartawan
di seluruh indonesia menumpahkan seluruh semangat dan jiwa raga nya
demi memenuhi kebutuhan masyarakat indonesia akan informasi. Tidak
hanya sebagai penyedia dan pemberi informasi pers juga mulai memainkan
peran nya sebagai pengontrol sosial kehidupan berbangsa dan bernegara
sesuai dengan Undang undang No. 11 Tahun 1996 tentang ketentuan
ketentuan pokok pers Bab. II Fungsi, kewajiban dan hak pers pada Pasal 3
Pers mempunyai hak kontrol, kritik, dan koreksi yang bersifatkorektif dan
konstruktif. Hak ini pun dilakukan dengan selalu mengangkat isu isu yang
berkembang untuk dinilai dan diamati dari berbagai aspek secara universal
oleh seluruh masyarakat dan konsumen media di berbagai pelosok tanah air
melalui media cetak dan elektronik di seluruh Indonesia.
3. Wartawan yang Tidak Bekerja sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik dan
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999.
Agar dapat dipidananya tindak pidana pers, selain perlu memenuhi unsur
tersebut juga harus adanya kesengajaan, yang ditujukan baik terhadap
perbuatnnya, sifat melawan hukumnya perbuatanmaupun sifat melawan
hukum mengenaiisi beritanya.
KUHAP tidak mengatur bagaimana bila pelaku tidak mau atau tidak
mampu membayar ganti rugi tersebut kepada korban. Proses
penggabungan perkara ganti kerugian ini pun bersifat fakultatif, dimana
dalam Pasal 99 ayat (2) KUHAP disebutkan bahwa hakim dapat menolak
atau menerima permohonan penggabungan gugatan ganti kerugian yang
diajukan oleh korban atau keluarganya.
1) Kronologis
2) Dakwaan
3) Tuntutan
6) Putusan Mahkamah
Memperhatikan Pasal 351 ayat (1) KUHP, serta peraturan lain yang
berhubungan dengan perkara ini;
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Pers sebagai media informasi sering disebut juga sebagai pilar keempat
demokrasi setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hal ini dikarenakan pers
memiliki posisi yang sangat strategis dalam informasi massa, pendidikan
kepada publik sekaligus menjadi alat kontrol sosial yang berjalan seiring
dengan penegakan hukum untuk terciptanya keseimbangan dalam suatu negara.
Oleh karena itu, telah menjadi suatu keharusan jika pers sebagai media
informasi dan juga media koreksi dijamin kebebasannya dalam menjalankan
profesi kewartawanannya. Namun, pada kenyataannya para insan pers di
Indonesia tidak dapat dikecualikan atau memiliki kekebalan dari segala
tuntutan hukum (immune) sebagai subjek dari hukum pidana dan harus tetap
tunduk terhadap Kitab Undangundang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku di
Indonesia karena berdasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945 setiap warga
negara Indonesia termasuk wartawan memiliki persamaan di hadapan hukum.
1. penyebab terjadinya tindak pidana kekerasan terhadap wartawan yang
sedang menjalankan tugas profesi, yaitu :
Faktor internal
1) Lemahnya Regulasi
3) Ketidakprofesionalan wartawan
Faktor eksternal
2) Wartawan yang tidak bekerja sesuai dengan kode etik jurnalistik dan
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999
http://tugasbelajarhukum.blogspot.com/2011/01/makalah-pidana-pers.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/58492/Chapter%20III-
V.pdf?sequence=2&isAllowed=y
https://www.kompasiana.com/adamichazawi/552ac6cbf17e61ff3dd623a9/tindak-
pidana-pers-dalam-uu-pers-bukan-lex-specialis