Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

APENDICITIS

Wilda Al Aluf

14401.18.19023

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG

PROBOLINGGO

2021
LAPORAN PENDAHULUAN
APENDICITIS

A. ANATOMI FISIOLOGI

Appendiks vermiformis atau yang sering disebut sebagai apendiks adalah


organ berbentuk tabung dan sempit yang mempunyai otot dan banyak
mengandung jaringan limfoid. Panjang apendiks vermiformis bervariasi dari
3-5 inci (8-13 cm). Dasarnya melekat pada permukaan aspek posteromedial
caecum, 2,5 cm dibawah junctura iliocaecal dengan lainnya bebas. Lumennya
melebar di bagian distal dan menyempit di bagian proksimal (S. H. Sibuea,
2014).

Apendiks vermiformis terletak pada kuadran kanan bawah abdomen


di region iliaca dextra. Pangkalnya diproyeksikan ke dinding anterior
abdomen pada titik sepertiga bawah yang menghubungkan spina iliaca
anterior superior dan umbilicus yang disebut titik McBurney (Siti
Hardiyanti Sibuea, 2014).
 Usus besar
Usus besar merupakan saluran pencernaan merupakan usus
berpenampang luas atau berdiameter besar dengan panjang kira-kira 1,5
-1,7 meter dan penampangan 5-5 cm. Lanjutan usus halus yang tersusun
seperti huruf U terbalik mengililinggi usus halus terbentang dari valvula
ilosekalis sampai ke anus.
Fisiologi usus besar:
a. Menyerap air dan elektrolit, untuk kemudian sisa massa membentuk
massa yang lembek yang disebut feses.
b. menyimpan bahan feses.
c. tempat tinggal bakteri koli.

 Usus Buntu (sekum)


Usus buntu atau sekum (Bahasa latin:caecus ,”buta”) dalam isitilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan
serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan
pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptile.

 Umbai Caciang (Appendiks)


Appendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada
organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Appendisitis
yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan bentuk nanah
dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
B. DEFINISI
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum). Infeksi ini
bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah
segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Nurarif dan
Kusuma, 2015).
inflamasi akut pada apendisitis verniformis dan merupakan penyebab
paling umum untuk bedah abdomen darurat. (Brunner & Suddarth, 2014).
Apabila terjadi proses peradangan yang timbul secara mendadak pada
daerah apendiks maka disebut dengan apendisitis akut (Permenkes, 2014).
Peradangan apendisitis yang mengenai semua lapisan dinding organ,
dimana patogenis utamanya diduga karena obstruksi pada lumenyang
disebabkan oleh fekalit (feses keras yang terutama disebabkan oleh serat)
(Wim de Jong et al, 2015).
Apendisitis bisa terjadi pada semua usia namun jarang terjadi pada usia
dewasa akhir dan balita, kejadian Apendisitis ini meningkat pada usia remaja
dan dewasa. Usia 20–30 Tahun bisa dikategorikan sebagai usia produktif,
dimana orang yang berada pada usia tersebut melakukan banyak sekali
kegiatan. Hal ini menyebabkan orang tersebut mengabaikan nutrisi makanan
yang dikonsumsinya. Akibatnya terjadi kesulitan buang air besar yang akan
menyebabkan peningkatan tekanan pada rongga usus dan pada akhirnya
menyebabkan sumbatan pada saluran apendisitis (Adhar, Lusia & Andi,
2018).
C. ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi
ini terjadi karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab
terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
2. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya. Infeksi
kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks.
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi appendisitis terbagi menjadi dua yaitu, appendisitis akut dan
appendisitis kronik :
1. Appendisitis akut.
Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala appendisitis akut
talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral
didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual
dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa
jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih
tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik
setempat.
2. Appendisitis kronik.
Diagnosis appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan
adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang
kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria
mikroskopik appendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan
parut dan ulkus lama dimukosa, dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden
appendisitis kronik antara 1-5%.
E. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin
lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema,diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium.Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat.Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah,
dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut.Bila kemudian aliran arteri terganggu akan
terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini
disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu
pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.Bila semua proses di atas berjalan
lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks
hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis.
Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan
tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada
orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah
F. PATHWAY

Invasi & Multiplikasi

Appendicitis

Peradangan pada jaringan Mual muntah Sekresi mucus berlebih pada


lumen apendiks

Kerusakan control suhu Resiko hipovolemia


terhadap inflamasi Appendiks teregang

Nyeri akut
Hipertermia

Operasi

Luka insisi
Anastesi
Defisit
Kerusakan jaringan Pintu masuk kuman
Peristatic usus
ansieta
Ujung saraf terputus Resiko infeksi
Distensi abdomen

Pelepasan prostagladin
Mual muntah

Spinal cord Nyeri akut

Resiko hipovolemia

Cortex serebri Nyeri dipersepsikan


G. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam
2. ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
3. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
4. Nyeri tekan lepas dijumpai.
5. Terdapat konstipasi atau diare.
6. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
7. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
8. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau
ureter
9. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
10. Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
11. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai
abdomen terjadi akibat ileus paralitik.
12. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Nuraruf dan Kusuma (2015), pemeriksaan penunjang
apendisitis meliputi:
a. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga 10.000-
18.000/mm3. Jika peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan
apendisitis sudah mengalami perforasi (pecah).
b. Pemeriksaan Radiologi
1. Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit
2. Ultrasonografi (USG)
3. CT Scan
4. Kausu kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG
abdomen dan apendikogram.
I. PENATALAKSANAAN
Pada penatalaksanaan post operasi apendiktomi dibagi menjadi tiga (Brunner
& Suddarth, 2010), yaitu:
a. Sebelum operasi
1. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah munculnya keluhan perlu diobservasi ketat
karena tanda dan gejala apendisitis belum jelas. Pasien diminta tirah
baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai
adanya apendisitis. Diagnosis ditegakkan dengan lokasi nyeri pada
kuadran kanan bawah setelah timbulnya keluhan.
2. Antibiotik
Apendisitis ganggrenosa atau apenditis perforasi memerlukan
antibiotik, kecuali apendiksitis tanpa komplikasi tidak memerlukan
antibiotik. Penundaan tindakan bedah sambil memberikan antibiotic
dapat mengakibatkan abses atau preforasi.
b. Operasi
Operasi / pembedahan untuk mengangkat apendiks yaitu apendiktomi.
Apendiktomi harus segera dilakukan untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum dengan
pembedahan abdomen bawah atau dengan laparoskopi. Laparoskopi
merupakan metode terbaru yang sangat efektif (Brunner & Suddarth,
2010).
Apendiktomi dapat dilakukan dengn menggunakan dua metode
pembedahan, yaitu secara teknik terbuka (pembedahan konvensional
laparatomi) atau dengan teknik laparoskopi yang merupakan teknik
pembedahan minimal invasive dengan metode terbaru yang sangat efektif
(Brunner & Suddarth, 2010).
c. Setelah operasi
Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, hipertermia, syok atau gangguan pernafasan.
Baringkan klien dalam posisi semi fowler. Klien dikatakan baik apabila
dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu klien dipuasakan sampai
fungsi usus kembali normal. Satu hari setelah dilakukan operasi klien
dianjurkan duduk tegak di temmpat tidur selama 2 x 30 menit. Hari kedua
dapat dianjurkan untuk duduk di luar kamar. Hari ke tujuh dapat diangkat
dan dibolehkan pulang (Mansjoer, 2010)

J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pasca operasi menurut Mansjoer (2012) :
a. Perforasi Apendisitis

Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri


menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul
dari 36 jam sejak sakit,panas lebih dari 38,5 derajat celcius, tampak toksik,
nyeri tekan seluruh perut dan leukositosis. Perforasi dapat menyebabkan
peritonitis.

b. Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi


berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya
peritonitis umum. Aktivitas peristaltic berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oligouria. Peritonitis disertai rasa
sakit perut yang semakin hebat, nyeri abdomen, demam dan leukositosis.

c. Abses

Abses merupakan peradangan apendisitis yang berisi pus. Teraba masa


lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Masa ini mula-mula
berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus.
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrene atau mikroperforasi ditutupi oleh
omentum.
DAFTAR PUSTAKA

Saifuddin, A, 2014. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan


neonatal. Jakarta : yayasan bina pustaka sarwono prawiharohardjo

Terry, chyintia lee & Aurora weaver, 2013. Keperawatan kritis, yogyakarta :
rapha publishing.

Andriani, yuli. 2010. Penerapan model indeks tunggal dalam menghitung


betasaham jakarta islamic index untuk mengukur resiko sistemis.
Jurnal penelitian sains vol 13, no 2 (A).

Brunner dan suddarth ( 2019). Keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC.

Suwitra K. 20013 . Penyakit ginjal kronik in: sudoyo AW, setiyohadi B, alwi L,et
al, 3rd. Ed. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta:
internalpublishing.
ASUHAN KEPERAWATAN

APENDICITIS

SECARA TEORI

1. Pengkajian
1. Identitas klien
Biasanya indetitas klien terdiri Nama, umur, jenis kelamin, status,
agama, perkerjaan, pendidikan, alamat ,penanggung jawaban juga
terdiri dari nama,umur penanggung jawab ,hub.keluarga, dan
perkerjaan.
2. Alasan masuk
Biasanya klien waktu mau dirawat kerumah sakit denga keluhan
sakit perut di kuadran kanan bawah, biasanya disertai muntah dan
BAB yang sedikit atau tidak sama sekali, kadang –kadang mengalami
diare dan juga konstipasi.
3. Riwayat kehehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya keluhan yang terasa pada klien yaitu pada saat post
op operasi, merasakan nyeri pada insisi pembedahan, juga bisanya
tersa letih dan tidak bisa beraktivitas atau imobilisasisendiri.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya klien memiliki kebiasaan memakan makanan rendah
serat, juga bisa memakan yang pedas-pedas.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya tidak ada pengaruh ke penyakit keturunan seperti hipertensi,
hepatitis , DM, TBC, dan asma.
4. Pemeriksaan Fisik Biasanya kesadaran klien normal yaitu
composmetis, E :4 V:5 M:6. Tanda-tanda vital klien biasanya tidak
normal karena tubuh klien merasakan nyeri dimulai dari tekanan darah
biasanya tinggi, nadi takikardi dan pernafasan biasanya sesak ketika
klien merasakan nyeri.
a. Kepala
Pada bagian kepala klien bisanya tidak ada masalah kalau
penyakitnya itu apenditis mungkin pada bagian mata ada yang
mendapatkan mata klien seperti mata panda karena klien tidak bisa
tidur menahan sakit..
b. Leher
Pada bagian leher biasanya juga tidak ada terdapat masalah pada
klien yang menderita apedisitis.
c. Thorak Pada bagian paru-paru biasanya klien tidak ada masalah
atau gangguan bunyi normal paru ketika di perkusi bunyinya
biasanya sonor kedua lapang paru dan apabila di auskultrasi
bunyinya vesikuler. Pada bagian jantung klien juga tidak ada
masalah bunyi jantung klien regular ketika di auskultrasi, Bunyi
jantung klien regular (lup dup), suara jantung ketiga disebabkan
osilasi darah antara orta dan vestikular. Suara jantung terakir (S4)
tubelensi injeksi darah. Suara jantung ketiga dan ke empat disebab
kan oleh pengisian vestrikuler, setelah fase isovolumetrik dan
kontraksi atrial tidak ada kalau ada suara tambahan seperti
murmur (suara gemuruh, berdesir)
d. Abdomen Pada bagian abdomen biasanya nyeri dibagian region
kanan bawah atau pada titik Mc Bruney. Saat di lakukan inspeksi.
Biasanya perut tidak ditemui gambaran spesifik. Kembung sering
terlihat pada klien dengan komlikasi perforasi. Benjolan perut
kanan bawah dapat dilihat pada massa atau abses periapedikular.
Pada saat di palpasi biasnya abdomen kanan bawah akan
didapatkan peninggkatan respons nyeri. Nyeri pada palpasi terbatas
pada region iliaka kanan, dapat disertai nyeri lepas. Kontraksi otot
menunjukan adanya rangsangan periotenium parietale. Pada
penekanan perut kiri bawah akan dirasaka nyeri diperut kanan
bawah yang disebut tanda rofsing. Pada apendisitis restroksekal
atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menemukan adanya
rasa nyeri.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen pencederaan fisik
2. defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mencerna makanan
3. perlambatan pemulihan pascabedah b/d gangguan mobilitas
INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA SLKI SIKI


KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b.d agen Tingkat nyeri Manajemen nyeri


pencedera fisik
N Indikator Skor awal Skor akhir  Observasi
o - Identifikasi lokasi, karakteristik,
1. Keluhan Meningkat Menurun durasi,frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri ( 1) (5) nyeri
- Identifikasi skala nyeri
2. Meringis Meningkat Menurun
- Identifikasi respon nyeri non verbal
(1) (5)
- Identifikasi faktor yang memperberat
3 Gelisah Meningkat Menurun
dan memperingan nyeri
(1) (5)
 Teraupetik
4. Frekuensi Memburu Membaik
- Berikan teknik nnfarmakologis untuk
nadi k (1) (5)
mengurangi rasa nyeri (mis, hipnotis,
terapi musik, kompres hangat/dingin)
- Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
- Fasilitai istirahat tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan startegi meredakan
nyeri
 Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan startegi meredakan nyeri
- Anjurkan memnitor nyeri secara
mandiri
- Anjurkan menggunakan anlgetik
secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
2. defisit nutrisi b/d Status nutrisi Manajemen Nutrisi
ketidakmampuan mencerna N Indikator Skor awal Skor akhir  Observasi
makanan o - Identifikasi status nutrisi
1. Nyeri Menurun Meningkat - Identifikasi alergi dan intoleransi
abdomen ( 1) (5) makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
2. Frekuensi meningkat Menurun
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
makan (1) (5)
nutrisi
3 Bising usus Menurun Meningkat
- Identifikasi perlunya penggunaan
(1) (5)
selang NGT
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
 Teraupetik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan
- Fasilitasi menentukan pedoman diet
- Sajikana makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
- Berikana makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
- Sajikan makanan tinggi kalori dan
tinggi jprotein
- Berikan suplemen makanan melalui
selang NGT
 Edukasi
- Anjurkan posisi duduk
- Ajarkan diet yang deprogram
 Kolaborasi
- kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menetukan jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang di butuhkan

3. perlambatan pemulihan Pemulihan pascabedah Dukungan perawatan diri


pascabedah b/d gangguan
N Indikator Skor awal Skor akhir  Observasi
mobilitas
o - Identifikasi kebiasaan aktifitas
perawatan diri sesuai usia
1. Kenyamanan Menurun Meningka - Monitor tingkat kemandirian
( 1) t - Identifikasi kebutuhan alat bantu
(5) kebersihan

2. Mobilitas Menurun Meningka diri,berpakaian,berhias,makan

(1) t (5)  teraupetik


- sediakan lingkungan yang terapeutik
3 Waktu Meningka Meningka
- siapkan keperluan pribadi
penyembuha t (1) t (5)
- damping dalam melakukan perawatan
n
diri sampai mandiri
- fasilitasi untuk menerima keadaan
ketergantungan
- fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak
mampu melakukan perawatan diri
- jadwalkan rutinitas perawatan diri
 edukasi
- anjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai kemampuan

Anda mungkin juga menyukai