Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

POST SC DI RUANG HCU RSI MASYITOH BANGIL

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Praktik Keperawtan Profesi Ners

Disusun Oleh :

Anil Ahillah

14901.08.21006

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

PROBOLINGGO

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

POST SC DI RUANG HCU RSI MASYITOH BANGIL

Disahkan Pada :

Hari :

Tanggal :

CI Lahan Pembimbing Akademik

Kepala Ruangan
A. Pengertian Kasus
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2019).
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat
insisi pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn & William, 2018).
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Amin & Hardhi,
2020).
Sectio Caesarea didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi pada
dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi).
Dari beberapa pengertian tentang Sectio Caesarea diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa Sectio Caesarea adalah suatu tindakan pembedahan yang
tujuannya untuk mengeluarkan janin dengan cara melakukan sayatan pada
dinding abdomen dan dinding uterus.
B. Anatomi Fisiologi Genetalia, lapisan otot perut, serta fasia.
1. Organ Genetalia Interna

Secara umum alat reproduksi wanita terbagi atas dua bagian


yaitu terdiri dari alat kelamin bagian dalam dan alat kelamin bagian
luar. (Manuaba, 2018).
a. Alat kelamin bagian dalam
1) Vagina (saluran senggama)
Vagina merupakan saluran muskula membranase yang
menghubungkan rahim dengan dunia luar, bagian ototnya berasal
dari otot levatorani dan otot sfingterani sehingga dapat
dikendalikan dan dilatih.
2) Rahim (Uterus)
Bentuk uterus seperti buah pir dengan berat sekitar 30
gram terletak dipanggul kecil diantara rektum (bagian usus
sebelum dubur) dan di depannya terletak kandung kemih.
3) Tuba Fallopi
Adalah saluran spermatozoa dan ovum, tempat terjadinya
pembuahan, menjadi saluran dan tempat pertumbuhan hasil
pembuahan sebelum mampu menanamkan dari pada lapisan
rahim.
4) Indung Telur (Ovarium)
Merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama
sehingga mempunyai dampak kewanitaan dalam pengaturan
proses menstruasi.
5) Parametrium
Merupakan lipatan peritonium dengan berbagai penebalan yang
menghubungkan rahim dengan tulang panggul.
2. Organ Genetalia Eksterna
a. Mons Veneris
Mons veneris disebut juga gunung venus, merupakan bagian yang
menonjol dibagian depan simfisis, terdiri dari jaringan lemak dan sedikit
jaringan ikat. Setelah dewasa tertutup oleh rambut yang bentuknya
segitiga.
b. Bibir besar (labia mayora)
Labia mayora kelanjutan dari mons veneris, bentuknya lonjong. Kedua
bibir ini dibagian bawah bertemu membentuk perineum. Permukaan
terdiri dari :
1) Bagian luar : tertutup rambut, yang merupakan kelanjutan dari
rambut pada mons veneris.
2) Bagian dalam : tanpa rambut, merupakan selaput yang mengandung
kelenjar sebasea (lemak)
c. Bibir kecil (labia minora)
Merupakan lipatan di bagian dalam bibir besar, tanpa rambut.
d. Klitoris
Merupakan bagian yang erektil, seperti penis pada pria, mengandung
banyak pembuluh darah dan serat saraf, sehingga sangat sensitif saat
berhubungan seks.

e. Vestibulum
Bagian kelamin ini dibatasi oleh kedua labia kanan - kiri dan bagian atas
oleh klitoris serta bagian belakang pertemuan labia minora.
f. Himen
Himen merupakan selaput tipis yang menutupi sebagian lubang vagina
luar. Pada saat hubungan seks pertama himen akan robek dan
mengeuarkan darah. Setelah melahirkan himen merupakan tojolan kecil
yang disebut karunkule mirtiformis.
3. Otot Perut

Otot perut terdiri dari : otot dinding perut anterior dan otot dinding
perut lateral. Otot dinding perut anterior dan lateral (rectus abdominis)
meluas dari bagian depan margo costalis di atas dan pubis di bagian bawah.
Otot itu disilang oleh beberapa pita fibrosa dan berada dalam selubung.
Linea alba adalah pita jaringan yang membentang pada garis tengah dari
proceccus xipoidius sternum ke impisis pubis, memisahkan kedua musculus
rectus abdominalis.
Obliqus externus, obliqua internus dan tranverses adalah otot pipih
yang membentuk dinding abdomen pada bagian samping dan bagian depan.
Serat externus berjalan ke arah bawah dan atas, serat obliqus internus
berjalan ke atas dan ke depan, serat transverses (otot terdalam dari otot
ketiga dinding peruut) berjalan transversal dari bagian depan ketiga otot
terakhir dalam satu selubung bersama yang menutupi rectus abdominis.
Otot dinding perut posterior (Quadrates lumbolus) adalah otot pendek
persegi pada bagian belakang abdomen, dari costa keduabelas diatas crista
iliaca.
4. Fasia

Di bawah kulit fasia superfisialis dibagi sebagai lapisan lemak yang


dangkal, camper’s fasia dan yang lebih dalam lapisan fibrosa. Fasia
profunda terletak pada otot-otot perut menyatu dengan fasia profunda paha.
Susunan ini membentuk pesawat antara scarpa’s fasia dan perut dalam fasia
membentang dari bagian atas paha bagian atas perut. Di bawah lapisan
terdalam otot, maka otot abdominis transverses, terletak fasia transversalis.
Fasia transversalis dipisahkan dari peritonium parietalis oleh variabel
lapisan lemak. Fascias adalah lembar jaringan ikat atau mengikat bersama-
sama meliputi struktur tubuh.

C. Etiologi

Menurut Amin & Hardi (2018) etiologi Sectio Caesarea ada dua yaitu sebagai
berikut :

1. Etiologi yang berasal dari ibu


Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai
kelainan letak ada, disporporsi sefalo pelvik (disproporsi janin/ panggul), ada
sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul,
placenta previa terutama pada primigravida, solutsio placenta tingkat I - II,
komplikasi kehamilan yaitu preeklampsi-eklampsia, atas permitaan,
kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM), gangguan perjalanan
persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
2. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress/ gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan
janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan
vakum atau forseps ekstraksi.
Menurut Rasjidi (2019) indikasi dan kontra indikasi dari Sectio Caesarea
sebagai berikut :

1. Indikasi Sectio Caesarea


a. Indikasi mutlak
Indikasi Ibu
a. Panggul sempit absolut
b. Kegagalan melahirkan secara normal karena kurang adekuatnya
stimulasi.
c. Tumor-tumor jalan lahir yang menyebabkan obstruksi.
d. Stenosis serviks atau vagina
e. Placenta previa
f. Disproporsi sefalopelvik.
g. Ruptur uteri membakat
Indikasi janin
a. Kelainan letak
b. Gawat janin
c. Prolapsus placenta
d. Perkembangan bayi yang terhambat
e. Mencegah hipoksia janin, misalnya karena preeklampsia.

2. Indikasi relatif
a. Riwayat Sectio Caesarea sebelumnya
b. Presentasi bokong
c. Distosia
d. Fetal distress
e. Preeklampsia berat, penyakit kardiovaskuler dan diabetes.
f. Ibu dengan HIV positif sebelum inpartu

3. Indikasi Sosial
a. Wanita yang takut melahirkan berdasarkan pengalaman sebelumnya.
b. Wanita yang ingin Sectio Caesarea elektif karena takut bayinya mengalami
cedera atau asfiksia selama persalinan atau mengurangi resiko kerusakan
dasar panggul.
c. Wanita yang takut terjadinya perubahan pada tubuhnya atau sexuality
image setelah melahirkan.
4. Kontra indikasi
Kontraindikasi dari Sectio Caesarea adalah :
a. Janin mati
b. Syok
c. Anemia berat
d. Kelainan kongenital berat
e. Infeksi piogenik pada dinding abdomen
f. Minimnya fasilitas operasi sectio caesarea

D. Tanda dan Gejala


Ada beberapa hal tanda dan gejala post sectio caesarea :
1. Pusing
2. Mual muntah
3. Nyeri di sekitar luka operasi
4. Adanya luka bekas operasi
5. Peristaltik usus menurun
E. Pathway

Faktor Ibu :
1. Disfungsi uterus
Faktor Janin :
2. Disfungsi jaringan
3. Disfungsi jaringan 1. Fatal Distress
lunak umbilicus 2. Letak lintang
4. KPD 3. Prolap
5. Plasentas Previa 4. Janin besar
6. Obesitas
Section
Caesarea

Efek Anastesi Luka Insisi Fisiologi Nifas


Post Section
Caesarea

Penurunan
Penurunan Pendarahan Risiko Infeksi Nyeri Akut
Ketahananan
Mortalitas Usus
Otot

Defisit Risiko Kekurangan


Konstipasi
Perawatan Diri Cairan Tubuh

F. Komplikasi
Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa
hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis
dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah
ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban
pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan
pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC
klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
1. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri.
2. Komplikasi-komplikasi lain seperti :
a. Luka kandung kemih
b. Embolisme paru – paru.
3. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio
caesarea klasik.
G. Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak
terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya.
Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL
secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb
rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi.
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar.
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler).
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi.
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
c. Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam.
d. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol.
e. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.
6. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
7. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti.
8. Perawatan rutin.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi, dan pernafasan.
H. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan klien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah
intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan
menyebabkan klien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri klien
secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada klien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri
(nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.

Teori Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian fokus
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat,
status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik,
yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi kien multipara
d. Data riwayat penyakit
a) Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah
klien operasi.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
maksudnya apakah klien pernah mengalami penyakit yang sama
(plasenta previa)
c) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita klien dan apakah keluarga klien ada
juga mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta previa).
e. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga
kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan
dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada klien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas
karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada klien postpartum sering terjadi adanya perasaan sering / susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema,
yang menimbulkan infeksi dari uretra sehingga sering terjadi
konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain.
7) Pola penagulangan stres
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka jahitan
dan nyeri perut akibat involusi uteri (pengecilan uteri oleh kontraksi
uteri), pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya
pengetahuan merawat bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-
lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi  perubahan
konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.

f. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kontribusi rambut, warna
rambut, ada atau tidak adanya edem, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.
2) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing.
3) Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
4) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung.
5) Leher
Pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, adanya abstensi vena jugularis.
6) Dada dan payudara
Bentuk dada simetris, gerakan dada, bunyi jantung apakah ada bisisng
usus atau tiak ada. Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya
hiperpigmentasi areola mamae dan papila mamae
7) Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Ginetelia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam
kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur,
adanya hemoroid.

10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung
atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul


a. Nyeri akut berhubungan dengan luka post operasi (section caesarea)
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada abdomen post
operasi SC, post anestesi
c. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan, luka post operasi
d. Ansietas berhubungan dengan koping yang tidak efektif

DAFTAR PUSTAKA
Chandranita Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2019. Buku Ajar Patologi Obstetri .
Jakarta : EGC

Harry Oxorn & William R.Forte. 2018. Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi
Persalinan. Jakarta : Andi Publisher.

Kusuma, Hardhi & Nurarif, Amin Huda. 2020. Handbook for Health Student:
Nursing, Midwife, Pharmacy, Docter. Yogyakarta: Mediaction Publishing.

Mansjoer, A. 2018. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika


Muchtar. 2019. Obstetri patologi, Cetakan 3. Jakarta : EGC

Prawirohardjo, Sarwono. 2020. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT.Bina Pustaka.

Salawati, L. 2019. Profil Sectio Caesarea di Rumah Sakit Umum Daerah


DR.Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2011. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2017. Standar Diagnosa Keperawaatan


Indonesia.Jakarta Selatan:Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawaatan


Indonesia.Jakarta Selatan:Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2019. Standar Luaran Keperawaatan


Indonesia.Jakarta Selatan:Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai