Anda di halaman 1dari 28

A.

DEFINISI

Luka bakar (combus) adalah suatu trauma yang di sebabkan oleh panas,
arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan
yang lebih dalam (Padila : 2012).
Luka bakar (combustio) adalah kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti air, api, bahan kimia, listrik, dan radiasi.
Luka bakar akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit, tetapi juga
mempengaruhi seluruh sistem tubuh (Nina, 2008).
Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan
jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat
tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau suhu
yang sangat rendah. Saat terjadi kontak dengan sumber termis (atau penyebab
lainnya), berlangsung reaksi kimiawi yang menguras energi dari jaringan
sehingga sel tereduksi dan mengalami kerusakan (Moenadjat, 2009).

Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap,
listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya
berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang
mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang intensif
(PRECISE, 2011)
Ada empat tujan utama yang berhubungan dengan luka bakar :

1. Pencegahan

2. Implementasi tindakan untuk menyelamatkan jiwa pasien – pasien luka


bakar yang
3. Pencegahan ketidakmampuan dan kecacatan melalui penanganan dini ,
spesialistik serta individual
Pemulihan atau rehabilitasi pasien melalui pembedahan rekontruksi dan
program rehabilitasi (brunner & suddarth vol 3:1912
B. Etiologi
Sumber luka bakar harus ditentukan terlebih dahulu sebelum dilakukan
evaluasi dan penanganan. Menurut Moenadjat (2005) luka bakar dapat
dibedakan menjadi 4 macam, antara lain:
1. Paparan Api (Thermal Burn)

a. Api (Flame)

Flame terjadi akibat kontak langsung antara jaringan .dengan api


terbuka, sehingga menyebabkan cedera langsung ke .jaringan tersebut. Api
dapat membakar pakaian terlebih dahulu .baru mengenai tubuh. Serat
alami pada pakaian memiliki .kecenderungan untuk terbakar, sedangkan
serat sintetik .cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera
.tambahan berupa cedera kontak (Moenadjat, 2005).

b. Benda Panas (Kontak)

Cedera ini terjadi akibat kontak dengan benda .panas. Luka bakar yang
dihasilkan terbatas pada area tubuh yang .mengalami kontak (Moenadjat,
2005).
c. Scald (Air Panas)

Semakin kental cairan dan lama waktu kontaknya, .menimbulkan


kerusakan yang semakin besar. Luka disengaja .atau akibat kecelakaan
dapat dibedakan berdasarkan pola luka .bakarnya. Pada kasus kecelakaan,
luka umumnya menunjukkan .pola percikan, yang satu sama lain
dipisahkan oleh kulit sehat. .Sedangkan pada kasus yang disengaja,
luka.melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial
.dengan garis yang menandai permukaan cairan (Moenadjat, .2005).

2. Bahan Kimia (Chemical Burn)

Luka bakar karena bahan kimia seperti berbagai macam zat asam, basa,
dan bahan lainnya. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan jumlah
jaringan yang terpapar menentukan luasnya injury. Luka bakar kimia terjadi
karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk
keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang dipergunakan dalam
bidang industri dan pertanian (Moenadjat, 2005).
3. Listrik (Electrical Burn)

Luka bakar listrik disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik
yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh
lamanya kontak, tingginya tegangan (voltage) dan cara gelombang elektrik itu
sampai mengenai tubuh (Moenadjat, 2005).
4. Radiasi (Radiasi Injury)

Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar sinar matahari atau terpapar
sumber radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan
industri (Moenadjat, 2005).
C. Klasifikasi

Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor, antara lain:

1. Klasifikasi Berdasarkan Mekanisme dan Penyebab

a. Luka Bakar Termal

Luka bakar termal dapat disebabkan oleh cairan panas, .kontak dengan
benda padat panas seperti lilin atau rokok, kontak .dengan zat kimia dan
aliran listrik (WHO, 2008).
b. Luka Bakar Inhalasi

Luka bakar inhalasi disebabkan oleh terhirupnya gas panas, cairan panas
atau .produk berbahaya dari proses pembakaran yang tidak sempurna
.(WHO, 2008).

- Klasifikasi Berdasarkan Derajat dan Kedalaman Luka Bakar


A .Derajat I (superficial partial-thickness)
Terjadi kemerahan dan nyeri pada permukaan kulit. Luka .bakar
derajat I sembuh 3-6 hari dan tidak menimbulkan jaringan .parut saat
remodeling (Barbara et al., 2013).
B. Derajat II (deep partial-thickness)

Pada derajat II melibatkan seluruh lapisan epidermis dan .sebagian


dermis. Kulit akan ditemukan bulla, warna kemerahan, .sedikit edema
dan nyeri berat. Bila ditangani dengan baik, luka .bakar derajat II dapat
sembuh dalam 7 hingga 20 hari dan akan .meninggalkan jaringan parut
(Barbara et al., 2013).
C. Derajat III (full thickness)

Pada derajat III melibatkan kerusakan semua lapisan kulit, .termasuk


tulang, tendon, saraf dan jaringan otot. Kulit akan .tampak kering dan
mungkin ditemukan bulla berdinding tipis, .dengan tampilan luka yang
beragam dari warna putih, merah terang hingga tampak seperti arang.
Nyeri yang dirasakan .biasanya terbatas akibat hancurnya ujung saraf
pada dermis. .Penyembuhan luka yang terjadi sangat lambat dan biasanya
.membutuhkan donor kulit (Barbara et al., 2013).
- Klasifikasi Berdasarkan Luas Luka

Luas luka dapat diklasifikasikan menjadi tiga, diantaranya:

a. Luka bakar ringan, yakni luka bakar derajat I dengan luas <10% .atau
derajat II dengan luas <2%.
b. Luka bakar sedang, yakni luka bakar derajat I dengan luas 10- .15% atau
derajat II dengan luas 5-10%.
c. Luka bakar berat, yakni luka bakar derajat II dengan luas >20% .atau
derajat III dengan luas >10%
Untuk menilai luas luka menggunakan metode Rules of nine
berdasarkan luas permukaan tubuh total. Luas luka bakar ditentukan
untuk menentukan kebutuhan cairan, dosis obat dan prognosis.
Persentase pada orang dewasa dan anak-anak berbeda. Pada dewasa,
kepala memiliki nilai 9% dan untuk ektremitas atas memiliki nilai
masing-masing 9%. Untuk bagian tubuh anterior dan posterior serta
ekstremitas bawah memiliki nilai masing-masing 18%, yang termasuk
adalah toraks, abdomen dan punggung. Serta alat genital 1%.
Sedangkan pada anak-anak persentasenya berbeda pada kepala
memiliki nilai 18% dan ektremitas bawah 14% (Yapa, 2009).

- Fase Combustio/Luka Bakar

1. Fase akut.

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat
terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat
terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72
jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama
penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak
sistemik.
2. Fase sub akut.

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah


kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.

b. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau


tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ
fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.

3. Fase lanjut.

Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka
dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada
fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan
pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
D. Manisfestasi klinis
Kedalaman Bagian Gejala Penampilan Perjalanan
dan Kulit Luka Kesembuhan
Penyebab Yang
Luka Bakar terkena
Derajat Satu Epidermis Kesemutan Memerah;me Kesembuhan
Tersengat Hiperestesia njadi putih lengkap dalam
matahari (super jika ditekan waktu satu
Terkena Api sensitive) Minimal atau minggu
dengan Rasa nyeri tanpa edema Pengelupasan
intensitas mereda jika kulit
rendah didinginkan
Derajat Dua Epidermis Nyeri Melepuh, Kesembuhan
Tersiram air dan Hiperestesia dasar luka luka dalam
Mendidih Bagian Sensitif berbintik – waktu 2 – 3
Terbakar oleh Dermis terhadap udara bintik minggu
nyala api yang dingin merah,epider Pembentukan
mis retak, parutdan
permukaan depigmentasi
luka basah Infeksi dapat
Edema mengubahnya
menjadi derajat
tiga
Derajat Tiga Epidermis, Tidak terasa Kering ;luka Pembentukan
Terbakar Keseluruh nyeri Syok bakarberwarn eskar
nyala api an Dermis Hematuri dan a putih Diperlukan
Terkena dan Kemungkinan seperti badan pencangkokan
Cairan kadang – Hemolisis kulit atau Pembentukan
Mendidih kadang Kemungkin berwarna parut dan
dalam waktu jaringan terdapat luka gosong. hilangnya
yang lama subkutan masuk dan Kulit retak kountur serta
Tersengat keluar (pada dengan fungsi kulit.
arus listrik luka bakar bagian kulit Hilangnya jari
listrik)a yang tampak tangan atau
edema ekstermitas
dapat terjadi
E. KOMPLIKASI

1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal

2. Sindrom kompartemen

Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas


kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam
kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan
bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh
darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah
sehingga terjadi iskemia.
3. Adult Respiratory Distress Syndrome

Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan


pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling

Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus


paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause.
Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif
(hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces,
regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda
ulkus curling.
5. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan
hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat.
Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status
respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah janutng,
tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
6. Gagal ginjal akut

Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang
tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.
F. Patofisiologi
Panas yang mengenai tubuh tidak hanya mengakibatkan kerusakan lokal
tetapi memiliki efek systemic. Perubahan ini khusus terjadi pada luka bakar dan
umumnya tidak ditemui pada luka yang disebabkan oleh cedera lainnya.
Karena efek panas terdapat perubahan systemic peningkatan permeabilitas
kapiler. Hal ini menyebabkan plasma bocor keluar dari kapiler ke ruang
interstitial. Peningkatan permeabilitas kapiler dan kebocoran plasma maksimal
muncul dalam 8 jam pertama dan berlanjut sampai 48 jam. Setelah 48 jam
permeabilitas kapiler kembali kembali normal atau membentuk trombus yang
menjadikan tidak adanya aliran sirkulasi darah. Hilangnya plasma merupakan
penyebab hypovolemic shock pada penderita luka bakar. Jumlah kehilangan
cairan tergantung pada luas luka bakar pada permukaan tubuh yang dihitung
dengan aturan Wallace rules of 9 pada orang dewasa dan Lund dan Browder
grafik pada orang dewasa dan anak-anak. Orang dewasa dengan luka bakar
lebih dari 15% dan pada anak-anak lebih dari 10% dapat terjadi hypovolemic
shock jika resuscitation tidak memadai. Peningkatan permeabilitas kapiler
secara systemic tidak terjadi pada luka lainnya. Hanya terdapat reaksi lokal
pada lokasi luka karena inflamasi menyebabkan vasodilation progresif
persisten dan edema. Hypovolemic shock yang terjadi pada trauma lain
disebabkan hilangnya darah dan membutuhkan tranfusi segera (Tiwari, 2012).
Saat terjadi kontak antara sumber panas dengan kulit, tubuh memberikan
respons untuk mempertahankan homeostasis dengan proses kontraksi,
retraction dan koagulasi pembuluh darah. Menurut Hettiaratchy dan
Dziewulski (2005) mengklasifikasikan zona respons lokal akibat luka bakar
yaitu:
A. Zona Koagulasi

Terdiri dari jaringan nekrosis yang membentuk eskar, yang .terbentuk


dari koagulasi protein akibat cedera panas, berlokasi ditengah .luka bakar,
tempat yang langsung mengalami kerusakan dan kontak .dengan panas
(Hettiaratchy dan Dziewulski, 2005).
b. Zona Stasis

Pada zona stasis biasanya terjadi kerusakan endotel pembuluh .darah


disertai kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga terjadi .gangguan perfusi
diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan respons .inflamasi lokal, yang
berisiko iskemia jaringan. Zona ini dapat menjadi .zona hyperemis jika
resuscitation diberikan adekuat atau menjadi zona .koagulasi jika
resuscitation diberikan tidak adekuat (Hettiaratchy dan .Dziewulski, 2005).
c. Zona Hiperemis

Terdapat pada daerah yang terdiri dari kulit normal dengan cedera .sel
yang ringan, ikut mengalami reaksi berupa vasodilation dan terjadi
peningkatan aliran darah sebagai respons cedera luka bakar. Zona ini .bisa
mengalami penyembuhan spontan atau berubah menjadi zona statis. Luka
bakar merusak fungsi barier kulit terhadap invasi mikroba .serta jaringan
nekrotik dan eksudat menjadi media pendukung .pertumbuhan
mikroorganisme, sehingga berisiko terjadinya infeksi. .Semakin luas luka
bakar, semakin besar risiko infeksi (Hettiaratchy dan Dziewulski, 2005).
Luka bakar biasanya steril pada saat cedera. Panas yang menjadi .agen
penyebab membunuh semua mikroorganisme pada permukaan. .Setelah
minggu pertama luka bakar cenderung mengalami infeksi, .sehingga
membuat sepsis luka bakar sebagai penyebab utama kematian .pada luka
bakar. Sedangkan luka lain misalnya luka gigitan, luka .tusukan, crush injury
dan excoriation terkontaminasi pada saat terjadi .trauma dan jarang
menyebabkan sepsis secara systemic (Tiwari, 2012).
H. Penatalaksanaan resusitasi luka bakar

1. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:

a. Intubasi

Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi


obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas
pemelliharaan jalan nafas.
b. Krikotiroidotomi

Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan
menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi
memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan
bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.
c. Pemberian oksigen 100%

Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan


nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis
besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal
bebas yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis.
d. Perawatan jalan nafas

e. Penghisapan sekret (secara berkala)

f. Pemberian terapi inhalasi

Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan
nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi
umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan
bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat
tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat
(mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial)
g. Bilasan bronkoalveolar
h. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
i. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki
kompliansi paru
2. Tatalaksana resusitasi cairan

Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan
seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan
tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat

meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi


status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal
dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik
dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan
seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat.
Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi
pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan
menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa
cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
a. Cara Evans

1) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam

2) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam

3) 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam

Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
b. Cara Baxter

Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL

Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
3. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak
sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi
yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat
dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan
fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus
I. Pemeriksaan penunjang

1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya


pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh
darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon
dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan ,
kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan
cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.

8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema


cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi
ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau
luasnya cedera.
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.

12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. IDENTITAS
1. Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt,
tnggal MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian klita
perlu informasi selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya
mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi anak dibawah umur 2
tahun dan dewasa diatsa 80 tahun memiliki penilaian tinggi terhadap
jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen K.C). data pekerjaan perlu
karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar agama
dan pendidikan menentukan intervensi ynag tepat dalam pendekatan
Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah
nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf.
Dalam melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe,
time, quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah
klien mengalami luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh
darah sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema
paru berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru.
2. Riwayat penyakit sekarang

Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya


kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama
menjalan perawatan ketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat
meliputi beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi
perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ),
fase rehabilitatif (menjelang klien pulang)
3. Riwayat penyakit masa lalu

Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien


sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika
klien mempunyai riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis,
atau penyalagunaan obat dan alkohol
4.Riwayat Penyakit Keluarga

Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang


berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga,
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai
masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan
a. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum

Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas


sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran
bila luka bakar mencapai derajat cukup berat
b. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah
sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam
pertama
c. Pemeriksaan kepala dan leher

1) Kepala dan rambut

Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna


rambut setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar,
grade dan luas luka bakar
2) Mata

Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi


adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan
serta bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat
luka bakar
3) Hidung

Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan


bulu hidung yang rontok.
4) Mulut

Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering


karena intake cairan kurang
5) Telinga

Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing,


perdarahan dan serumen
6) Leher

Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan


sebagai kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan
d. Pemeriksaan thorak / dada

Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada


tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang
masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas
tambahan ronchi
e. Abdomen

Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya


nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
f. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi
merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga
potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan
kateter.
g. Muskuloskletal

Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru
pada muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
h. Pemeriksaan neurologi

Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa


menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan
nyeri yang hebat (syok neurogenik)
i. Pemeriksaan kulit
1) Luas luka bakar
Untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu
metode yang ada, yaitu metode “rule of nine” atau metode “Lund
dan Browder”
2) Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi 4 macam,
yaitu luka bakar derajat I, derajat II, derajat III dan IV, dengan
ciri-ciri seperti telah diuraikan dimuka.
3) Lokasi/area luka

Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu memerlukan


perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang dapat menimbulkan
berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai derah wajah,
leher dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada
yang diantaranya disebabkan karena edema pada laring .
Sedangkan jika mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan
penurunan sirkulasi ke daerah ekstremitas karena terbentuknya
edema dan jaringan scar. Oleh karena itu pengkajian terhadap
jalan nafas (airway) dan pernafasan (breathing) serta sirkulasi
(circulation) sangat diperlukan. Luka bakar yang mengenai mata
dapat menyebabkan terjadinya laserasi kornea, kerusakan retina
dan menurunnya tajam penglihatan.

Bagian tubuh 1 th 2 th Dewasa

Kepala leher 18% 14% 9%

Ekstrimitas atas
18% 18% 18 %
(kanan dan kiri)

Badan depan 18% 18% 18%

Badan belakang 18% 18% 18%

Ektrimitas bawah
27% 31% 30%
(kanan dan kiri)

Genetalia 1% 1% 1%

b. Rencana Intervensi

- diagnosa
• Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
melalui rute abnormal luka.
• Resiko infeksi berhubungan dengan hilangnya
barier kulit dan terganggunya respons imun.

• Nyeri akut/kronis berhubungan dengan saraf yang terbuka,


kesembuhan luka dan penanganan luka bakar.
- Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Rencana Keperawatan


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan

Kekurangan
 Fluid balance Fluid Management
volume cairan
 Hydration  Timbang popok/pembalut
jika diperlukan
 Nutritional Status:
Food and Fluid  Pertahankan catatan

Intake intake dan output yang

Kriteria Hasil : akurat


 Monitor status hidrasi
 Mempertahankan urine
(kelembaban membran
output sesuai dengan
mukosa, nadi adekuat,
usia dan BB, BJ urine
tekanan darah ortostatik),
normal, HT normal
jika diperlukan
 Tekanan darah, nadi,
 Monitor vital sign
suhu tubuh dalam batas
normal  Monitor masukan

 Tidak ada tanda-tanda makanan/cairan dan

dehidrasi, elastisitas hitung intake kalori

turgor kulit baik, harian

membran mukosa  Kolaborasikan pemberian


lembab, tidak ada rasa cairan IV

haus yang berlebihan  Monitor status nutrisi

 Berikan cairan IV pada


suhu ruangan
 Dorong masukan oral
 Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
 Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
 Tawarkan snack (jus
buah, buah segar)
 Kolaborasi dengan dokter

 Atur kemungkinan
tranfusi
 Persiapan untuk tranfusi

Hypovolemia Management

 Monitor status cairan


termasuk intake dan
output cairan
 Pelihara IV line

 Monitor tingkat Hb dan


hematokrit
 Monitor tanda vital

 Monitor respon pasien


terhadap penambahan
cairan
 Monitor berat badan

 Dorong pasien untuk


menambah intake oral
 Pemberian cairan IV
monitor adanya tanda dan
gejala kelebihan volume
cairan
 Monitor adanya tanda
gagal ginjal
Resiko infeksi
 Immune Status Infection Control (Kontrol
berhubungan
Infeksi)
 Knowledge :
dengan
 Bersihkan lingkungan
Infection control
hilangnya
setelah dipakai pasien
 Risk control
barier kulit dan
lain
terganggunya
 Pertahankan teknik isolasi
respons imun.
Kriteria Hasil :  Batasi pengunjung bila

 Klien bebas dari tanda perlu

dan gejala infeksi  Instruksikan pada

 Mendeskripsikan proses pengunjung untuk


penularan penyakit, mencuci tangan saat
faktor yang berkunjung dan setelah
mempengaruhi berkunjung meninggalkan
penularan serta pasien
penatalaksanaannya  Gunakan sabun
 Menunjukkan antimikrobia untuk cuci
kemampuan untuk tangan
mencegah timbulnya  Cuci tangan setiap
infeksi sebelum dan sesudah
 Jumlah leukosit dalam tindakan keperawatan
batas normal  Gunakan baju, sarung
 Menunjukkan perilaku tangan sebagai alat
hidup sehat pelindung
 Pertahankan lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
 Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
 Gunakan kateter
intermiten untuk

menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingkatkan intake nutrisi

 Berikan terapi antibiotik


bila perlu infection
protection (proteksi
terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung
granulosit, WBC
 Monitor kerentanan
terhadap infeksi
 Pertahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko
 Pertahankan teknik isolasi
k/p
 Berikan perawatan kulit
pada area epidema
 Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
 Dorong masukkan cairan

 Dorong istirahat

 Instruksikan pasien untuk


minum antibiotik sesuai
resep
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara menghindar
infeksi
 Laporkan kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur positif

Nyeri akut
 Pain Level,  Paint management
berhubungan
 pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan
secara komprehensif
inflamasi dan  comfort level
termasuk lokasi,
kerusakan Setelah dilakukan tinfakan
karakteristik, durasi,
jaringan keperawatan selama ….
frekuensi, kualitas dan
Pasien tidak mengalami
faktor presipitasi.
nyeri, dengan kriteria hasil:
2. Observasi reaksi nonverbal
1. Mampu mengontrol
dari ketidaknyamanan.
nyeri (tahu penyebab
3. Bantu pasien dan keluarga
nyeri, mampu
untuk mencari dan
menggunakan tehnik
menemukan dukungan.
nonfarmakologi untuk
4. Kontrol lingkungan yang
mengurangi nyeri,
dapat mempengaruhi nyeri
mencari bantuan).
seperti suhu ruangan,
2. Melaporkan bahwa
pencahayaan dan
nyeri berkurang
kebisingan.
dengan menggunakan
5. Kurangi faktor presipitasi
manajemen nyeri.
3. Mampu mengenali nyeri.
nyeri (skala, intensitas,
6. Kaji tipe dan sumber nyeri
frekuensi dan tanda
untuk menentukan
nyeri).
intervensi.
4. Menyatakan rasa
7. Ajarkan tentang teknik non
nyaman setelah nyeri
farmakologi: napas dala,
berkurang.
relaksasi, distraksi, kompres
5. Tanda vital dalam
hangat/ dingin.
rentang normal.
8. Berikan analgetik untuk
6. Tidak mengalami
mengurangi nyeri: ……...
gangguan tidur
9. Tingkatkan istirahat.

10. Berikan informasi


tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan
dari prosedur.
11. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali

DAFTAR PUSTAKA

A. Aziz Alimul Hidayat. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik. Cetakan II.
Jakarta : Salemba Mahardika.
Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong
W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Amin & Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarata : Percetakan Mediaction
Publishing Jogjakarta

Brunner, Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8.

Jakarta: EGC.

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya


Media
Erick Chandowo. 2011. Laporan Pendahuluan Luka Bakar 3. Available.on
Herdman Heather. 2017. Diag nosis Keperawatan NANDA. Jakarta : EGC

http://www.academia.edu/7710988/LAPORAN_PENDAHULUAN_LUK
A_ BAKAR_3 diakses tanggal 25 Oktober 2015

https://www.academia.edu/8542579/Askep_Luka_Bakar_Combustio_,dia
kses tanggal 6 Oktober 2015

Huda Amin. 2017. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid II. Jakarta : EGC
Huddak & Gallo. 2006. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Lukman Abdul. 2011. Askep Luka Bakar Combustio. Available.on
Masoenjer,dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta : Media
Aeuscullapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)


Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.

Moorhead Sue. 2017. Nursing Interventions And Classifications. Jakarta : EGC


Nanda International. 2013.Aplikasi Asuhan Keperawata Berdasarkan Diagnosa

Medis & NANDA NIC- NOC Jilid 1 & 2. Jakarata:

Sjamsudiningrat, R & Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai