Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KASUS SIROSIS HAPATIS DI RUANGAN MARWAH


RSI MASYITOH BANGIL - PASURUAN

Oleh :

NOVIA CITRA HARYONO


14401.18.19018

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2021

1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Disahkan Pada :
Hari :
Tanggal :

CI Lahan Pembimbing Akademik

Kepala Ruangan

2
LEMBAR KONSULTASI
Nama : Novia Citra Haryono
NIM : 14401.18.19018

No Hari / Materi Saran TTD


Tanggal Konsultasi

3
LAPORAN PENDAHULUAN

I. ANATOMI

Fisiologi Hati
Hepar merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dan memiliki
fungsi yang kompleks. Hepar juga merupakan organ venosa yang mampu
bekerja sebagai tempat penampungan darah yang bermakna di saat volume
darah berlebihan dan mampu menyuplai darah ekstra di saat kekurangan
volume darah. Selain itu, hepar juga merupakan suatu kumpulan besar sel
reaktan kimia dengan laju metabolisme yang tinggi, saling memberikan
substrat dan energi dari satu sistem metabolisme ke sistem yang lain,
mengolah dan mensintesis berbagai zat yang diangkut ke daerah tubuh
lainnya, dan melakukan berbagai fungsi metabolisme lain. Fungsi
metabolisme yang dilakukan oleh hepar adalah sebagai berikut :
1. Metabolisme karbohidrat
Dalam metabolisme karbohidrat, hepar melakukan fungsi sebagai
berikut:
 Menyimpan glikogen dalam jumlah besar
 Konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa
 Glukoneogenesis
 Pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara
metabolisme karbohidrat

4
Hepar terutama penting untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah
normal. Penyimpanan glikogen memungkinkan hepar mengambil
kelebihan glukosa dari darah, menyimpannya, dan kemudian
mengembalikannya kembali ke darah bila konsentrasi glukosa darah
rendah. Fungsi ini disebut fungsi penyangga glukosa hepar.
2. Metabolisme lemak
Fungsi spesifik hepar dalam metabolisme lemak antara lain :
 Oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang
lain
 Sintesis kolesterol, fosfolipid, dan sebagian besar lipoprotein
 Sintesis lemak dari protein dan karbohidrat
Hepar berperan pada sebagian besar metabolisme lemak. Kira-kira
80% kolesterol yang disintesis didalam hepar diubah menjadi garam
empedu yang kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu, sisanya
diangkut dalam lipoprotein dan dibawa oleh darah ke semua sel jaringan
tubuh. Fosfolipid juga disintesis di hepar dan ditranspor dalam lipoprotein.
Keduanya digunakan oleh sel untuk membentuk membran, struktur
intrasel, dan bermacam-macam zat kimia yang penting untuk fungsi sel.
3. Metabolisme protein.
Fungsi hepar yang paling penting dalam metabolisme protein adalah
sebagai berikut :
 Deaminasi asam amino
 Pembentukan ureum untuk mengeluarkan ammonia dari cairan tubuh,
dikeluarkan lewat urin dan feses
 Pembentukan protein plasma (protrombin, fibrinogen, faktor
pembekuan V,VI,IX dan X)
 Interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari
asam amino, termasuk mensintesis albumin dan globulin.
Diantara fungsi hepar yang penting adalah kemampuan hepar
untuk membentuk asam amino tertentu dan juga membentuk senyawa
kimia lain yang penting dari asam amino. Untuk itu, mula-mula dibentuk
asam keto yang mempunyai komposisi kimia yang sama dengan asam

5
amino yang akan dibentuk. Kemudian suatu radikal amino ditransfer
melalui beberapa tahap transaminasi dari asam amino yang tersedia ke
asam keto untuk menggantikan oksigen keto.
4. Hepar merupakan tempat penyimpanan vitamin. Hepar mempunyai
kecenderungan tertentu untuk menyimpan vitamin dan telah lama
diketahui sebagai sumber vitamin tertentu yang baik pada pengobatan
pasien. Vitamin yang paling banyak disimpan dalam hepar adalah vitamin
A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan vitamin B12 juga disimpan secara
normal
5. Hepar menyimpan besi dalam bentuk ferritin. Sel hepar mengandung
sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang dapat bergabung
dengan besi baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak. Oleh karena itu,
bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi akan berikatan
dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam bentuk ini di
dalam sel hepar sampai diperlukan.
6. Metabolisme steroid, yaitu terkait inaktivasi dan sekresi aldosteron,
glukokortikoid, estrogen, progesterone, dan testosteron.
7. Detoksikasi sehingga toxin yang masuk ke tubuh dapat disekresi lewat
ginjal.
Hepar memiliki aliran darah yang tinggi dan resistensi vaskuler
yang rendah. Kira-kira 1050 milimeter darah mengalir dari vena porta ke
sinusoid hepar setiap menit, dan tambahan 300 mililiter lagi mengalir ke
sinusoid dari arteri hepatika dengan total rata-rata 1350 ml/menit. Jumlah
ini sekitar 27 persen dari sisa jantung. Rata-rata tekanan di dalam vena
porta yang mengalir ke dalam hepar adalah sekitar 9 mmHg dan rata-rata
tekanan di dalam vena hepatika yang mengalir dari hepar ke vena cava
normalnya hampir tepat 0 mmHg. Hal ini menunjukkan bahwa tahanan
aliran darah melalui sinusoid hepar normalnya sangat rendah namun
memiliki aliran darah yang tinggi. Namun, jika sel-sel parenkim hepar
hancur, sel-sel tersebut digantikan oleh jaringan fibrosa yang akhirnya
akan berkontraksi di sekeliling pembuluh darah, sehingga sangat
menghambat darah porta melalui hepar. Proses ini terjadi pada sirosis

6
hepatis. Sistem porta juga kadang-kadang terhambat oleh suatu gumpalan
besar yang berkembang di dalam vena porta atau cabang utamanya. Bila
sistem porta tiba-tiba tersumbat, kembalinya darah dari usus dan limpa
melalui system aliran darah porta hepar ke sirkulasi sistemik menjadi
sangat terhambat, menghasilkan hipertensi portal. (Sri handayani, 2021).

II. DEFINISI
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi
arsitekstur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-
nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal.
Nodul nodul regenerasi ini dapat berukuran kecil (mikronodular) atau
besar (makronodular). Sirosis dapat mengganggu darah intrahepatik, dan
pada kasus yang sangat lanjut menyebabkan kegagalan fungsi hati secara
bertahap.(Price & Wilson, 2009 dalam veronika kostadia 2019)

Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan


adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai
dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur
hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi
tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut.
(Smeltzer C. Brenda G.Bare 2019)
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik hati yang dikarakteristikkan
oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi, gangguan fungsi
seluler, dan selanjutnya aliran darah ke hati. (Dongoes,Dkk.2019).

7
III.KLASIFIKASI SIROSIS HEPATIS.
Sirosis hepatis dapat di klasifikasikan berdasarkan :
1. Klasisikasi secara konvensional
 Makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm)
 Mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm), atau campuran
mikro ndan makronodular
2. Klasifikasi secara etiologi dan morfologi
 Alkoholik
 Kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis),
 Biliaris
 Kardiak
 Metabolic, keturunan dan terkait obat
3. Secara fungsional terdiri atas:
 Sirosis hati kompensata
Sering disebut dengan laten sirosis hati, pada stadium ini belum
terlihat gejala-gejala yang, biasanya stadium ini ditemukan
pada saat pemeriksaan skrining
 Sirosis hati dekompentasa
Dikenal dengan active sirosis hati, dan stadium ini biasanya
gejala-gejala sudah jelas, misalnya ascites, edema san icterus.
(Astri pratiwi, 2019).

IV. ETIOLOGI
1. Ada 4 tipe sirosis hepatis:
a. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan perut
secara has mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh
alkoholis kronis.
b. Sirosis pasca nikrotik, dimana terdapat pita jaringan perut yang
lebar sebagai akibat lanjut dari viris hepatitis yang terjadi
sebelumnya.

8
c. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan perut terjadi di dalam
hati di sekitar saluram empedu. Terjadi akibat opstruksi bilier yang
kronis dan infeksi.
d. Sirosis cardiac
Sirosis ini merupakan sirosis sekunder yang muncul akibat
gagal jantung dengan kongesti vena hepar yang kronis.
2. Etiologi yang diketahui penyebabnya:
a. Firus hepatitis B dan C.
b. Alcohol.
c. Kolestasis kronik/ sirosis hilial sekunder intra dan estrahapatic.
d. Obesstruksi aliran vena hepatik.
e. Gangguan imunologis hepatitis lupaid, hepatitis kronik aktif,
f. Taksik dan obat INH, metilpoda.
g. Operasi pintas usus halus pada obesitas.
h. Malnutrisi, infeksi seperti malaria.
3. Etiologi tanpa diketahui penyebabnya
a. Sirosis yang tidak diketahui penybabnya dinamakan sirosis
kriktogenik/ heterogenous. (Idilman, Dkk 2020).

V. PATOFISIOLOGI
Sirosis hepatis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sirosis laennec
,sirosis pasca nekrotik, dan sirosis biliaris.Sirosis Laennec disebabkan oleh
konsumsi alkohol kronis,alkohol menyebabkan akumulasi lemak dalam sel
hati dan efektoksik langsung terhadap hati yang akan menekan aktivasi
dehidrogena sedan menghasilkan asetaldehid yang akan merangsang
fibrosis hepatis dan terbentuknya jaringan ikat yang tebal dan nodul yang
beregenerasi.
Sirosis pasca nekrotik disebabkan oleh virus hepatitis B, C, infeksi
dan intoksitifikasi zat kimia, pada sirosis ini hati mengkerut, berbentuk
tidak teratur, terdiri dari nodul ussel hati yang dipisahkan oleh jaringan
parut dan diselingi oleh jaringan hati. Sirosis biliaris disebabkan oleh statis
cairan empedu pada duktus intra hepatikum, autoimun dan obstruksi

9
duktus empedu diulu hati.Dari ketiga macam sirosis tersebut
mengakibatkan distorsiarsitektur sel hati dan kegagalan fungsi hati.
Distorsiarsi tektur hati mengakibatkan obstruksi aliran darah portal
ke dalam hepar karena darah sukar masuk ke dalam sel hati. Sehingga
meningkatkan aliran darah balik vena portal dan tahanan pada aliran darah
portal yang akan menimbulkan hipertensi portal danter bentuk pembuluh
darah kolateral portal (esofagus, lambung, rektum, umbilikus).
Hipertensi portal meningkatkan tekanan hidrostatik disirkulasi
portal yang akan mengakibatkan cairan berpindah dari sirkulasi portal
keruang peritoneum (asites). Penurunan volume darah ke hati menurunkan
inaktivasiald osterondan ADH sehingga aldosteron dan ADH meningkat
didalam serum yang akan meningkatkan retensi natrium dan air,dapat
menyebabkan edema.
Kerusakan fungsi hati; terjadi penurunan metabolisme bilirubin
(hiperbilirubin) menimbulkan ikterus dan jaundice.Terganggunya fungsi
metabolik, penurunan metabolisme glukosa meingkatkan glukosa dalam
darah (hiperglikemia), penurunan metabolisme lemak pemecahan lemak
menjadi energi tidak ada sehingga terjadi keletihan, penurunan sintesis
albumin menurunkan tekanan osmotik (timbul edema/ asites), penurunan
sintesis plasma protein terganggunya faktor pembekuan darah
meningkatkan resiko perdarahan, penurunan konversiammonia sehingga
ureum dalam darah menigkat yang akan mengakibatkan ensefalopati
hepatikum.
Terganggu nya metabolik steroid yang akan menimbulkan eritema
palmar, atrofitestis, ginekomastia. Penurunan produksi empedu sehingga
lemak tidak dapat diemulsikan dan tidak dapat diserap usus halus yang
akan meingkatkan peristaltik. Defisiensi vitamin menurunkan sintesis
vitamin A, B, B12 dalam hati yang akan menurunkan produksi sel darah
merah.

10
VI. PATHWAY
Hepatitis virus B dan C Alkoholisme

Sirosis Hepatis

Kelainan jaringan Fungsi hati


parenkim hati terganggu

Kronis Nyari Gangguan Gangguan Gangguan


kronis metabolisme metabolisme pembentukan
billirubin vitamin empedu
Hipertensi portal
Biliirubin tak Sintesis Lemak tidak
terkonjugasi vitamin A, B dapat
Asites
complex B12 diemulsikan
melalui hati dan tidak
Ikterik menurun dapat diserap
Ekspansi paru oleh usus
terganggu halus
Penumpukan Penurunan
garam produksi sel Defisit
empedu darah merah nutrisi
Pola nafas tidak
dibawah kulit
efektif
Anemia
Pruritus
Kelemahan

Gangguan
Intoleransi
integritas kulit
aktivitas

11
VII. MANIFESTASI KLINIS
Stadium awal sirosis hepatis yaitu stadium kompensata, sering
tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan
pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain sehingga
kebetulan memeriksakan faal hepar. Keluhan subjektif baru timbul bila
sudah ada kerusakan sel-sel hati, umumnya berupa:
 Penurunan nafsu makan dan berat badan
 Mual
 Perasaaan perut kembung
 Perasaan mudah lelah dan lemah, kelemahan otot terjadi akibat
kekurangan protein dan adanya cairan dalam otot.
 Kegagalan parenkim hati ditandai dengan protein yang rendah,
gangguan mekanisme pembekuan darah, gangguan keseimbangan
hormonal (eritemapalmaris, spider nevi, ginekomastia, atrofi testis, dan
gangguan siklus haid)
 Ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, terjadi pada proses
aktif dan sewaktu-waktu dapat jatuh ke koma hepatikum jika tidak
dirawat intensif.
 Hipertensi portal (tekanan sistem portal > 10 mmHg), ditandai
splenomegali, ascites, dan kolateral. Penderita akan dirawat inap karena
adanya penyulit seperti perdarahan saluran cerna atas akibat pecahnya
varises esophagus, asites yang hebat, serta ikterus yang dalam.
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis
hepatis antara lain (Setiawan, 2017):
a. SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartat
aminotransferase) dan SGPT (serum glutamil piruvat transferase) atau
ALT (alanin aminotransferase) meningkat tapi tidak begitu tinggi.
AST lebih meningkat dibanding ALT. Namun, bila enzim ini normal,
tidak mengenyampingkan adanya sirosis hepatis

12
b. Alkali fosfatase (ALP), meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal
atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis
sklerosis primer dan sirosis bilier primer.
c. Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama dengan
ALP. Namun, pada penyakit hati alkoholik kronik, konsentrasinya
meninggi karena alcohol dapat menginduksi mikrosomal hepatic dan
menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.
d. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan
meningkat pada sirosis yang lebih lanjut (dekompensata)
e. Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan,
antigen bakteri dari sistem porta masuk ke jaringan limfoid yang
selanjutnya menginduksi immunoglobulin.
f. Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis factor
koagulan akibat sirosis
g. Na serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan
dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.
h. Pansitopenia dapat terjadi akibat splenomegali kongestif berkaitan
dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.
Selain itu, pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan, yaitu :
a. Barium meal, untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya
hipertensi porta
b. USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan, serta
untuk melihat adanya asites, splenomegali, thrombosis vena porta,
pelebaran vena porta, dan sebagai skrinning untuk adanya karsinoma
hati pada pasien sirosis. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat
ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati
membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul. Pada fase lanjut
terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan
hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi
dalam batas nomal

13
c. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati
akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul
yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi
biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.
IX. PENATALAKSANAAN
Terapi dan prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi portal. Dengan control pasien yang teratur
pada fase ini akan dapat dipertahankan keadaan kompensasi dalam jangka
panjang dan kita dapat memperpanjang timbulnya komplikasi.
1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan
control yang teratur, istirahat yang cukup, susunan TKTP
2. Pasien sirosis hati dengan sebab diketahui , seperti: alcohol, dan obat
obatan lain dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alcohol akan
mengurangi pemasukan protein kedalam tubuh.
3. Transplantasi hati
Transplantasi hati adalah prosedur medis yang digunakan untuk
menggantikan hati Anda yang gagal dengan hati yang baru dan sehat
dari orang lain yang disebut donor. Hati dapat ditransfer secara
keseluruhan atau sebagian dari orang yang sudah meninggal atau
hidup.Transplantasi hati umumnya dilakukan ketika organ hati
mengalami gagal fungsi misalnya akibat infeksi akut yang terjadi tiba-
tiba atau komplikasi yang muncul dari obat-obatan. Gagal fungsi hati
juga dapat disebabkan oleh riwayat masalah kesehatan jangka panjang,
seperti serosis hepatis. Ada tiga operasi yang terlibat dalam
transplantasi hati: operasi donor, operasi back table, dan operasi
penerima.
X. KOMPLIKASI SIROSIS HEPATIS
Komplikasi sirosis hepatis adalah sebagai berikut:
Varises Esofagus n Saluran kolateral penting yang timbul akibat
sirosis dan hipertensi portal terdapat pada esofagus bagian bawah. Pirau
darah melalui saluran ini ke vena kava menyebabkan dilatasi vena-vena

14
tersebut (varisesesofagus). Varises ini terjadi pada sekitar 70% penderita
sirosis lanjut. Perdarahan ini sering menyebabkan kematian. Perdarahan
yang terjadi dapat berupa hematemesis (muntah yang berupa darah merah)
dan melena (warna feces /kotoran yang hitam) (Price & Wilson,2020).
Peritonitis bacterial spontan Cairan yang mengandung air dan
garam yang tertahan didalam rongga abdomen yang disebut dengan asites
yang merupakan tempat sempurna untuk pertumbuhan dan perkembang
biakan bakteri. Secara normal, rongga abdomen juga mengandung
sejumlah cairan kecil yang berfungsi untuk melawan bakteri dan infeksi
dengan baik. Namun pada penyakit sirosis hepatis, rongga abdomen tidak
mampu lagi untuk melawan infeksi secara normal. Maka timbul lah infeksi
dari cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder
intra abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul
demam dan nyeri abdomen (Sudoyo,2017).
Sindrom hepatorenal Kerusakan hati lanjut menyebabkan
penurunan perfusi ginjal yang mengakibatkan penurunan filtrasi
glomerulus. Pada sindrom hepatorenal terjadi gangguan fungsi ginjal akut
berupa oliguria, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan
organik ginjal (Sudoyo,2018).
Ensefalopati hepatikum Intoksikasi otak oleh produk pemecahan
metabolisme protein oleh kerja bakteri dalam usus. Hasil metabolisme ini
dapat memintas hati karena terdapat penyakit pada sel hati. NH3 diubah
menjadi urea oleh hati, yang merupakan salah satu zat yang bersifat toksik
dan dapat mengganggu metabolisme otak (Price &Wilson, 2019).

15
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2020. Keperawatan medikal bedah


2. (Ed 8). Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2019. Patofisiologi, konsep klinis
proses-proses penyakit. Jakarta: EGC.
Journal of Ilkay S. Idilman, Dkk2018. Hepatic Steatosis: Etiology, Patterns,
and Quantification. Turkey: Elsevier
Journal of IK Kim Sebuah.,NN Nissen Sebuah, Dkk. 2018. Venovenous
Extracorporeal Membrane Oxygenation for Acute Respiratory Failure in
a Liver Transplant Patient: A Case Report. Los Angeles, California:
Elsevier
PPNI. 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) : Jakarta
PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) : Jakarta
PPNI. 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) : Jakarta

16
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI

1. Data Umum
a. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien, data-data
yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
a) Identitas pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan
terakhir, nomor registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggung
jawab.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering muncul atau yang paling dirasakan pada pasien
dengan penyakit sirosis hepatis adalah nyeri pada perut, mual muntah
3. Riwayat Sesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat yang dirasakan pasien saat ini pada pasien dengan penyakit
sirosis hepatis.
b. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan juga apakah pasien sebelumnya pernah menderita
penyakit lain seperti TB Paru, DM, Asma, Kanker, Pneumonia dan lain-
lain. Hal ini perlu diketahui untuk melihat ada tidaknya faktor predisposisi.
c. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
yang sama atau mungkin penyakit-penyakit lain yang mungkin dapat
menyebabkan penyakit sirosis hepatis.
4. Data Subjektif
a. Kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual
a) Bernafas
Pasien umumnya mengeluh sesak dan kesulitan dalam bernafas karena
ekspansi paru terganggu.

17
b) Makan dan minum
Observasi seberapa sering pasien makan dan seberapa banyak pasien
menghabiskan makanan yang diberikan. Minum seberapa banyak dan
seberapa sering pasien minum.
c) Eliminasi
Observasi BAB dan BAK pasien, bagaimana BAB atau BAK nya
normal atau bermasalah, seperti dalam hal warna feses /urine, seberapa
sering, seberapa banyak, cair atau pekat, ada darah tau tidak, dll.
d) Gerak dan aktivitas
Observasi apakah pasien masih mampu bergerak, melakukan aktivitas
atau hanya duduk saja (aktivitas terbatas). Biasanya pasien dengan
anemia mengalami kelemahan pada tubuhnya akibat kurangnya suplai
oksigen ke jaringan tubuh.
e) Istirahat dan tidur
Kaji kebutuhan / kebiasaan tidur pasien apakah nyenyak / sering
terbangun di sela-sela tidurnya.
f) Kebersihan diri
Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau
harus dibantu oleh orang lain dan kaji berapa kali pasien mandi.
g) Rasa nyaman
Kaji apakah pasien mengatakan adanya keluhan yang mengganggu
kenyamanan pasien.
h) Rasa aman
Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakitnya.

5. Data Objektif
a. Pemeriksaan fisik
a) Rambut dan hygene kepala
Warna rambut hitam, tidak berbau, rambut tumbuh subur, dan kulit
kepala bersih.
b) Mata (kanan/kiri)

18
Posisi mata simetris, konjungvita merah muda, skelera putih, dan pupil
sokor, dan respon cahaya baik
c) Hidung
Simetris kiri dan kanan tidak ada pembengkakkan, da berfungsi
dengan baik.
d) Mulut dan tenggorokan
Rongga normla, mukosa terlihat pecah-pecah, tonsil tidak ada
pembesaran.
e) Telinga
Simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, dan pendengaran tidak
terganggu
f) Leher
Kelenjar getah bening, sub mandibula, dan sekitar telinga tidak ada
pembesaran.
g) Dada / thorak
Inspeksi :
Pada klien dengan sirosis hepatis terlihat adanya peningkatan usaha
dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu napas.
Palpasi :
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun.

Perkusi :
Pada perkusi di dapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menurun.
Auskultasi :
Terdapat bunyi nafas tambahan dan pasien merasa kesulitan untuk
bernafas karena ekspansi paru terganggu.
h) Abdomen
Kaji apakah terjadi pembengkakan , ada nyeri tekan atau tidak ,
biasanya pada penderita sirosis hepatis ada nyeri dibagian abdomen
sebelah kanan atas.

19
i) Pencernaan
Misalnya anoreksi disertai mual, nafsu makan menurun.
j) Muskuloskeletal / integumen
Misalnya massa otot menurun, adanya edema atau tidak, pada kulit
bersih atau tidak , ada kelainan kulit atau tidak.
b. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium : urine, tinja, darah, tes faal hati.
b) Pemeriksaan diagnostik : radiologi, ultrasonografi (USG),
peritoneoskopi (laparoskopi).
6. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri kronis berhubungan dengan gangguan fungsi metabolik
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi
nutrien
7. Intervensi keperawatan
a. Nyeri kronis berhubungan dengan gangguan fungsi metabolik
Manajemen nyeri
- Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
2. Identifikasi skala nyeri.
3. Identifikasi respon non-verbal.
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.
5. Monitor efek samping penggunaan analgetik.
- Terapeutik
1. Berikan tekhnik non-farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. terapi musik, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/ dingin, terapi bermain).
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan).
3. Fasilitasi istirahat dan tidur.

20
- Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri.
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
4. Ajarkan tekhnik non-farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
- Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
Manajemen Jalan Nafas
- Observasi
1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas).
2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Mengi, whezeing, ronchi).
3. Monitor sputum (jumlah warna aroma).
- Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas.
2. Posisikan semi fowler atau fowler.
3. Berikan oksigen, jika perlu.
- Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontra indukasi.
- Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mupolitik, jika
perlu.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan prubahan pigmentasi
Perawatan integritas kulit
- Observasi
1. Identifikasi penyaba gangguan integritas kulit.
- Terapeutik
1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring.
2. Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering.
3. Gunakan produk berbahan ringan/ alami dan hipoalergik pada kulit
sensitive.
4. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering.

21
- Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotion, serum).
2. Anjurkan minum air yang cukup.
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur.
5. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya.
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi
nutrien
Manajemen Nutrisi
- Observasi
1. Identifikasi status nutrisi.
2. Identifikasi makanan yang disukai.
3. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien.
4. Monitor asupan makanan.
5. Monitor berat badan.
6. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium.
- Terapeautik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu.
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (misalnya piramida makanan).
3. Sajikan makanan secara menarik dan sugu yang sesuai.
4. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
5. Berikan suplemen makanan, jika perlu.
- Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu.
2. Ajarkan diet yang di programkan.
- Kolaborasi
1. Kolaborasi pembrian medikasi sebelum makan misalnya pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu.
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu.

22
23

Anda mungkin juga menyukai