Anda di halaman 1dari 17

VISI

Pada tahun 2028 menghasilkan Ners yang unggul dalam


Asuhan Keperawatan lanjut usia dengan menerapkan
Ilmu dan Teknologi Keperawatan

MAKALAH PERAWATAN PALIATIF DITINJAU DARI SEGI AGAMA

Disusun oleh :
Kelompok 7

Inefa Namira P3.73.20.2.18.016


Iqbal Amanullah Pratama P3.73.20.2.18.017
Swari Rachmi Rindani P3.73.20.2.19.034
Syifa Nur Hidayah P3.73.20.2.19.035
Syifa Rara Ratnaduhita P3.73.20.2.19.036

PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA TERAPAN DAN PRODI


PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI
JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “Perawatan Paliatif Ditinjau Dari Segi Agama” ini dengan baik meskipun
banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada ibu Ns.
Wartonah, S.Kep.,M.M. selaku dosen atau fasilisator mata kuliah Keperawatan
Menjelang Ajal dan Paliatif yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita dalam disritmia serta asuhan keperawatannya. Kami
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga
makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya.

Bekasi, 21 Desember 2021


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR IS
I

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................4

A. Latar Belakang........................................................................................................................4

B. Tujuan Penulisan.....................................................................................................................5

C. Ruang Lingkup........................................................................................................................5

D. Metode Penulisan.....................................................................................................................5

E. Sistematika Penulisan..............................................................................................................6

BAB II TINJAUAN TEORI................................................................................................................7

A. Tinjauan Agama Tentang Perawatan Paliatif.......................................................................7

B. Spiritual Care.........................................................................................................................10

1. Definisi Spiritual Care.......................................................................................................10

2. Peran Perawat Dalam Spiritual Care...............................................................................10

c. Menyusun Rencana Keperawatan......................................................................................13

d. Implementasi Keperawatan................................................................................................13

e. Evaluasi...............................................................................................................................14

BAB III PENUTUP...........................................................................................................................15

A. Simpulan.................................................................................................................................15

B. Saran.......................................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................17

Tambahkan :

Peran spiritual dalam paliatif care

Tinjauan penyakit terminal dari segi agama


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perawatan paliatif ialah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien (dewasa serta anak-anak) serta keluarga dalam menghadapi
penyakit yang mengancam jiwa, menggunakan cara meringankan penderita asal rasa
sakit melalui identifikasi dini,pengkajian yg tepat,serta penatalaksanaan nyeri serta
persoalan lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual (World Health
Organization (WHO), 2016). dari WHO (2016) penyakit-penyakit yg termasuk dalam
perawatan paliatif mirip penyakit kardiovaskuler menggunakan prevalensi 38.lima%,
kanker 34%, penyakit pernapasan kronis 10.tiga%, HIV/AIDS 5.7%, diabetes 4.6%
dan memerlukan perawatan paliatif sekitas 40-60%. pada tahun 2011 ada 29 juta
orang tewas di karenakan penyakit yg membutuhkan perawatan paliatif. Kebanyakan
orang yg membutuhkan perawatan paliatif berada padakelompok dewasa 60% dengan
usia lebih asal 60 tahun, dewasa (usia 15-59tahun) 25%, di usia 0-14 tahun yaitu 6%
(Baxter, et al., 2014).
Prevalensi penyakit paliatif pada global sesuai masalah tertinggi yaitu Benua
Pasifik Barat 29%, diikuti Eropa serta Asia Tenggara masing-masing22%
(WHO,2014). Benua Asia terdiri dari Asia Barat, Asia Selatan, AsiaTengah, Asia
Timur dan Asia Tenggara.Indonesia merupakan salah satunegara yang termasuk pada
benua Asia Tenggara dengan kata lain bahwaIndonesia termasuk pada Negara yang
membutuhkan perawatan paliatif. sesuai data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas,
2013) prevalensi tumor/kanker di Indonesia ialah 1.4 per 1000 penduduk, atau
sekitar330.000 orang, diabete melitus 2.1%, jantung koroner (PJK) dengan
bertambahnya umur, tertinggi di kelompok umur 65 -74 tahun yaitu 3.6%.
Kementrian kesehatan (KEMENKES, 2016) mengatakan masalah HIVsekitar 30.935,
kasus TB sekitar330.910. masalah stroke sekitar 1.236.825 serta 883.447 masalah
penyakit jantung serta penyakit diabetes sekitar 1,5% (KEMENKES, 2014).
Pelayanan perawatan paliatif memerlukan keterampilan dalam mengelola komplikasi
penyakit dan pengobatan, mengelola rasa sakit dan tanda-tanda lain,memberikan
perawatan psikososial bagi pasien serta keluarga, serta merawatsaat sekarat dan
berduka (Matzo & Sherman, 2015). Penyakit menggunakan perawatan paliatif artinya
penyakit yang sulit atau telah tidak dapatdisembuhkan, perawatan paliatif ini bersifat
mempertinggi kualitas hidup (WHO,2016). Perawatan paliatif mencakup manajemen
nyeri serta tanda-tanda;dukungan psikososial, emosional, dukungan spiritual; serta
kondisi hidupnyaman menggunakan perawatan yang tepat, baik dirumah, rumah sakit
atau tempatlain sesuai pilihan pasien.
Perawatan paliatif dilakukan semenjak awal perjalanan penyakit, bersamaan
dengan terapi lain dan menggunakan pendekatan timmultidisiplin untuk mengatasi
kebutuhan pasien dan keluarga mereka(Canadian Cancer Society, 2016). Selain itu
Matzo & Sherman (2015) pula menyatakan bahwa kebutuhan pasien paliatif tidak
hanya pemenuhan atau pengobatan gejala fisik, namun pula pentingnya dukungan
terhadapkebutuhan psikologi, sosial serta spiritual yang dilakukan menggunakan
pendekatanyang dikenal menjadi perawatan paliatif. Ramdani (2015) menyatakan
bahwa kebutuhan spiritual artinya kebutuhan beribadah, rasa nyaman, motivasidan
afeksi tehadap sesama maupun sang penciptanya. Spiritual bertujuan untuk
menyampaikan pertanyaan mengenai tujuan akhir tentang keyakinan serta
kepercayaan pasien (Margaret & Sanchia, 2016). Spiritual ialah bagian krusial dalam
perawatan, ruang lingkup berasal anugerah dukungan spiritual artinya mencakup
kejiwaan, kerohanian serta juga keagamaan. pada perawatan paliatif ini, kematian
tidak disebut sebagaisesuatu yg wajib di hindari namun kematian adalah suatu hal
yang harusdihadapi sebagai bagian dari siklus kehidupan normal setiap yang
bernyawa(Nurwijaya dkk, 2010).

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah adalah agar pembaca mengetahui tentang
peran dukungan Spiritual terhadap pemenuhan kebutuhan spiritual pasien paliatif.

C. Ruang Lingkup
Pada pembahasan kali ini berfokus pada keperawatan paliatif yang ditinjau dsri segi
agama serta spiritual care dan peran perawat dalam melaksanakan kebutuan spiritual
care pasien paliatif

D. Metode Penulisan
1. Sumber Dan Jenis Data
Data-data dipergunakan dalam penyusunan karya tulis ini berasal dari literatur
kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Beberapa jenis
referensi yang digunakan adalah berasal dari jurnal keperawatan yang bersumber
dari internet.
2. Pengumpulan Data
Metode penulisan bersifat studi pustaka. Informasi yang diperoleh didapatkan dari
berbagai literatur dan disusun berdasarkan hasil studi dari informasi yang
diperoleh. Penulisan diupayakan saling terkain satu sama lain dan sesuai dengan
topik yang dibahas.
3. Analisis Data
Data yang dikumpul diseleksi dan diurutkan sesuai dengan topik kajian
4. Penarikan Kesimpulan
Simpulan didapatkan setelah merujuk kembali pada isi topik pembahasan.
Simpulan yang ditarik mempresentasikan pokok bahasan karya tulis, serta
didukung dengan saran praktis sebagai rekomendasi selanjutnya.

E. Sistematika Penulisan
Analisis dalam makalan ini dilakukan dengan deskriptif argumentatif. Kemudian
dalam mensintesis dilakukan tahap tahap sebagai berikut:
a. Bab I: Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan umum serta tujuan khusus dan
sistematika penulisan.
b. Bab II: Tinjauan agama terhadap tinjauan agama tentang perawatan paliatif,
Spiritual care dan peran perawat dalam menunjang spiritual care pada pasien
c. Bab III: Menarik kesimpulan dan memberi saran berdasarkan rumusan masalah
dan hasil analisis pemabahasan yang dilakukan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan Agama Tentang Perawatan Paliatif
Banyaknya pendekatan yang dilakukan ini berupaya untuk mengatasi masalah
psikologis pasien supaya merasa percaya diri dan tenang. Bila psikologisnya sudah
lemah, maka kepatuhan untuk berobat pun akan lebih sulit untuk diwujudkan. Lalu
ada penjelasan juga bahwa pasien yang mempunyai kepercayaan agama yang baik,
akan lebih mudah untuk menerima kenyataan ketika dihadapkan oleh hasil
pemeriksaan medis yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. WHO menegaskan
bahwa dimensi agama sama pentingnya dengan dimensi psikologis, fisik, dan
psikososial (Prasetyo, 2015). Rekomendasi itu akhirnya menjadi inspirasi berbagai
kegiatan keagamaan, karena kegiatan ini termasuk sebagai bagian yang tidak lepas
dari pelayanan Kesehatan di dunia. Berdasarkan hal tersebut, konseling keagamaan
juga bisa menjadi alternatif yang dapat dikembangkan dalam pemberian perawatan
paliatif. Perawatan paliatif berdasarkan perspektif beberapa agama adalah sebagai
berikut.
1. Agama Islam
Kaum muslim percaya bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya dan bisa
disembuhkan. Mereka juga percaya bahwa setiap kesulitan hidup harus diterima
dan dihadapi, penderitaan dan sakit atau menjadi pasien. Semuanya ini akan
melenyapkan dosa-dosa sebelumnya yang sudah dilakukan, dan hal-hal ini terjadi
sebagai pemurnian (Jena, 2019). Perawatan paliatif dianjurkan di dalam Islam dan
rumah perawatan terbaik bagi seorang Muslim adalah meninggal di rumah
Bersama keluarga dan sanak saudara yang mengelilinginya. Kematian alamiah
(yakni mengikuti rencana Allah dan bukan dokter, rencana hakim atau keputusan
keluarga) adalah kepentingan terbesar dari pasien itu sendiri dan kematiannya
yang paling bermartbat bagi seorang penganut Islam. Islam dengan keras menolak
atau melawan:
a. The Mental Capacity Act (yang membolehkan penghentian makanan, cairan,
dan penanganan medis yang masuk akal dari seorang pasien yang tidak sedang
dalam proses menuju kematian, dengan maksud untuk mempercepat kematian
b. Setiap usaha di masa depan untuk melegalisasi euthanasia atau bantuan
kematian.
Bagi setiap dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain, menghentikan kehidupan
seseorang, walaupun atas permintaan pasien sendiri, adalah penyangkalan
terhadap profesi medis itu sendiri. Kaum muslim percaya bahwa hidup itu sendiri
adalah hadiah terbesar dari Allah yang harus dipelihara dan dipertahankan dalam
setiap waktu. Perawat harus memiliki sikap dasar ini ketika berhadapan dengan
kehidupan manusia yaitu rasa hormat dan perlindungan yang penuh kepada setiap
manusia.

2. Agama Kristen
Kaum kristiani meyakini bahwa seseorang dalam keadaan terminal memerlukan
penghiburan, lebih mengutamakan perhatian untuk orangnya, bukan penyakitnya.
Pandangan paliatif menurut Kristen yang perlu diperhatikan perawat:
a. Menyediakan penghiburan pada saat-saat terakhir
b. Menghibur seseorang yang sedang mendekati akhir kehidupan dengan
membiarkan pasien itu menyatakan permintaannya yang terakhir. Bila
memungkinkan, maka ikuti keinginan si pasien. Jika tidak mungkin
mengabulkan permintaan pasien maka sebaiknya langsung berterus terang
c. Dekatkan pasien kepada keluarga/kerabat dekat. Pasien terminal perlu untuk
tetap dekat dengan orang-orang yang paling berarti dalam hidupnya.
d. Pasien membutuhkan pendamping yang dapat memahami dan menerima
keberadaannya secara manusiawi dengan tidak melupakan kodratnya sebagai
makhluk ciptaan Allah.
3. Agama Katholik
Pada dasarnya, Katholik mempercayai bahwa sebuah keadaan terminal
memerlukan pelayanan yang penuh dengan kasih sayang. Perawat maupun
keluarga perlu memberikan penghormatan terbaik bagi pasien dengan kondisi
terminal. Pandangan paliatif menurut Katolik yang perlu diperhatikan perawat:
a. Memberikan waktu dan kesempatan kepada pasien untuk mengamalkan doa-
doa memohon kematian yang bahagia
b. Memberikan keluangan tempat dan kesempatan bagi pasien untuk diberikan
Sakramen Baptis maupun Sakramen Perminyakan (dilakukan oleh Pastor)
(Katolisitas, 2020)
4. Agama Hindu
Menurut agama Hindu, manusia sehat maupun sakit tergantung pula pada jiwanya.
Jiwa dipengaruhi oleh pikiran manusia sendiri. Saat pasien mengalami kondisi
terminal, pasien tetap berkesempatan memohon mukjizat agar sembuh/tetap
hidup. Namun bila pada akhirnya meninggal dunia, maka pasien dipersilahkan
berdoa agar rohnya pergi dengan tenang menuju Hyang Widhi.
Pandangan paliatif menurut Hindu yang perlu diperhatikan perawat:
a. Pasien perlu diberikan kesempatan untuk memanjatkan doa-doa menjelang
kematian.
b. Kematian yang baik menurut hindu yaitu kematian menuju jalan moksa
(kebahagiaan batin yang terdalam)
c. Kematian merupakan peristiwa yang penuh dengan pertanda tertentu (dalam
agama Hindu), sehingga perawat perlu memberikan support dan dukungan
moral terhadap pasien dan keluarga
d. Kematian dipercaya sebagai pembebasan diri. Menurut agama Hindu,
walaupun manusia mengalami kematian, namun Atman (ruh) tidak bisa mati
(PHDI 2020)
5. Agama Buddha
Buddha mengajarkan bahwa kita semua akan menghadapi kematian. Sehingga
bersikap realistis terhadap ketidakabadian. Sang Buddha menasehati murid-murid
Nya tentang pentingnya pelayanan kepada orang sakit. Beliau bersabda:
”Seseorang yang merawat orang sakit, berarti ia telah merawat Saya”.
Pandangan paliatif menurut buddha yang perlu diperhatikan perawat:
a. Bagi Sang Buddha, selama pasien masih hidup, maka segala yang dapat
dilakukan harus diusahakan untuk kesembuhan.
b. Sang Buddha mengajarkan bahwa agar sembuh, pasien juga harus bekerja
sama dengan dokter dan perawat. Seorang pasien baik seharusnya hanya
menerima dan melakukan apa yang bermanfaat baginya.
c. Perawat perlu mengarahkan pikiran pasien dan keluarga ke pikiran-pikiran
yang baik.
d. Pasien dan keluarga perlu diberikan kesempatan untuk berdoa mengharapkan
kesembuhan.
e. Membicarakan tentang kematian kepada pasien yang akan meninggal adalah
merupakan pokok pembicaraan yang tidak menyenangkan. Sebaliknya,
kenyataan kematian dan kemungkinan segera datangnya kematian haruslah
diterima tanpa kepura-puraan dan pasien disiapkan untuk menghadapi
kematian dengan keyakinan dan ketenangan. (Silva, 2020).

B. Spiritual Care
1. Definisi Spiritual Care
Spiritual care adalah praktek dan prosedur yang dilakukan oleh perawat
terhadap pasien untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien (Cavendish R, Konecny
L). Spiritual care adalah kegiatan dalam keperawatan untuk membantu pasien yang
dilakukan melalui sikap dan tindakan praktek keperawatan berdasarkan nilai-nilai
keperawatan spiritual yaitu mengakui martabat manusia, kebaikan, belas kasih,
ketenangan dan kelemahlembutan (Meehan T).
Spiritual care merupakan aspek perawatan yang integral dan fundamental
dimana perawat menunjukkan kepedulian kepada pasien (Meehan T). Spiritual care
berfokus pada menghormati pasien, iteraksi yang ramah dan simpatik,
mendengarkan dengan penuh perhatian dan memberikan kekuatan pada pasien
dalam menghadapi penyakitnya (Chan MF).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa spiritual care adalah praktek dan
prosedur keperawatan yang dilakukan perawat untuk memenuhi kebutuhan spiritual
pasien berdasarkan nilai-nilai keperawatan spiritual yang berfokus pada
menghormati pasien, interaksi yang ramah dan simpatik, mendengar dengan penuh
perhatian, memberi kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan kebutuhan
pasien, memberikan kekuatan pada pasien dan memberdayakan mereka terkait
dengan penyakitnya, dan tidak mempromosikan agama atau praktek untuk
meyakinkan pasien tentang agamanya.

2. Peran Perawat Dalam Spiritual Care


Perawat merupakan orang yang selalu hadir ketika seseorang sakit, kelahiran,
dan kematian. Pada peristiwa kehidupan tersebut kebutuhan spiritual sering menonjol,
dalam hal ini perawat berperan untuk memberikan spiritual care. Perawat berperan
dalam proses keperawatan yaitu melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa
keperawatan, menyusun rencana dan implementasi keperawatan serta melakukan
evaluasi kebutuhan spiritual pasien, perawat juga berperan dalam komunikasi dengan
pasien, tim kesehatan lainnya dan organisasi klinis/pendidikan, serta menjaga masalah
etik dalam keperawatan.
Peran perawat dalam proses keperawatan terkait dengan spiritual care
dijelaskan sebagai berikut :

a. Pengkajian Kebutuhan Spiritual Pasien


Menurut Kozier et al, pengkajian kebutuhan spiritual terdiri dari
pengkajian riwayat keperawatan dan pengkajian klinik. Pada pengkajian riwayat
keperawatan semua pasien diberikan satu atau dua pertanyaan misalnya ‟apakah
keyakinan dan praktek spiritual penting untuk anda sekarang?”, bagaimana perawat
dapat memberikan dukungan spiritual pada anda?”. Pasien yang memperlihatkan
beberapa kebutuhan spiritual yang tidak sehat yang beresiko mengalami distres
spiritualharus dilakukan pengkajian spiritual lebih lanjut.
Kozier menyarankan pengkajian spiritual sebaiknya dilakukan pada akhir
proses pengkajian dengan alasan pada saat tersebut sudah terbangun hubungan
saling percaya antara perawat dan pasien. Untuk itu diharapkan perawat
meningkatkan sensitivitasnya, dapat menciptakan suasana yang menyenangkan
dan saling percaya, hal ini akan meningkatkan keberhasilan pengkajian spiritual
pasien.
Namun dalam beberapa situasi perawat bertanya lebih mendalam misalnya
tentang pandangan spiritual pasien atau bagaimana pasien mengatasi suatu kondisi
yang sedang dihadapi. Pada pasien tertentu perawat mengakui bahwa pengkajian
spiritual dengan wawancara tidak perlu dilakukan, hanya melalui observasi saja,
perawat berfikir pasien yang sekarat tidak etis untuk dilakukan wawancara.
Perawat dapat mengkaji dan memperoleh kebutuhan spiritual pasien jika
komunikasi yang baik sudah terjalin antara perawat dan pasien, sehingga perawat
dapat mendorong pasien untuk mengungkapkan hal-hal yang terkait kebutuhan
spiritual.

b. Merumuskan Diagnosa Keperawatan


Peran perawat dalam merumuskan diagnosa keperawatan terkait dengan
spiritual pasien mengacu pada distress spiritual. Menurut Carpenito (2006) salah
satu masalah yang sering muncul pada pasien paliatif adalah distress spiritual.
Distress spiritual dapat terjadi karena diagnose penyakit kronis, nyeri, gejala fisik,
isolasi dalam menjalani pengobatan serta ketidakmampuan pasien dalam
melakukan ritual keagamaan yang mana biasanya dapat dilakukan secara mandiri.
Definisi lain mengatakan bahwa distress spiritual adalah gangguan dalam
prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan
biologis dan psikososial (Keliat dkk, 2011).
Distress spiritual memiliki ciri-ciri diantaranya spiritual pain, pengasingan diri
(spiritual alienation), kecemasan (spiritual anxiety), rasa bersalah (spiritual guilt),
marah (spiritual anger), kehilangan (spiritual loss), putus asa (spiritual despair).
Distress spiritual selanjutnya dijabarkan dengan lebih spesifik sebagai berikut :
1. Spiritual Pain
Spiritual pain merupakan ekspresi atau ungkapan dari ketidaknyamanan
pasien akan hubungannya dengan Tuhan. Pasien dengan penyakit terminal
atau penyakit kronis mengalami gangguan spiritual dengan mengatakan
bahwa pasien merasa hampa karena selama hidupnya tidak sesuai dengan
yang Tuhan inginkan, ungkapan ini lebih menonjol ketika pasien menjelang
ajal.
2. Pengasingan Diri (spiritual alienation)
Pengasingan diri diekspresikan pasien melalui ungkapan bahwa pasien merasa
kesepian atau merasa Tuhan menjauhi dirinya.
3. Kecemasan (spiritual anxiety)
Dibuktikan dengan ekspresi takut akan siksaan dan hukuman Tuhan, takut
Tuhan tidak peduli, takut Tuhan tidak menyukai tingkahlakunya. Beberapa
budaya meyakini bahwa penyakit merupakan suatu hukuman dari Tuhan
karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan semasa hidupnya.
4. Rasa Bersalah (spiritual guilt)
Pasien mengatakan bahwa dia telah gagal melakukan hal-hal yang seharusnya
dia lakukan dalam hidupnya atau mengakui telah melakukan hal-hal yang
tidak disukai Tuhan.
5. Marah (spiritual anger)
Pasien mengekspresikan frustasi, kesedihan yang mendalam, Tuhan kejam.
Keluarga pasien juga marah dengan mengatakan mengapa Tuhan mengijinkan
orang yang mereka cintai menderita.
6. Kehilangan (spiritual loss)
Pasien mengungkapkan bahwa dirinya kehilangan cinta dari Tuhan, takut
bahwa hubungannya dengan Tuhan terancam, perasaan yang kosong.
Kehilangan sering diartikan dengan depresi, merasa tidak berguna dan tidak
berdaya.
7. Putus Asa (spiritual despair)
Pasien mengungkapkan bahwa tidak ada harapan untuk memiliki suatu
hubungan dengan Tuhan, Tuhan tidak merawat dia. Secara umum orang-
orang yang beriman sangat jarang mengalami keputusasaan.

c. Menyusun Rencana Keperawatan


Rencana keperawatan membantu untuk mencapai tujuan yang ditetapkan
dalam diagnosa keperawatan. Rencana keperawatan merupakan kunci untuk
memberikan kebutuhan spiritual pasien dengan menekankan pentingnya
komunikasi yang efektif antara pasien dengan anggota tim kesehatan lainnya,
dengan keluarga pasien, atau orang-orang terdekat pasien.
Memperhatikan kebutuhan spiritual pasien memerlukan waktu yang banyak
bagi perawat dan menjadi sebuah tantangan bagi perawat disela-sela kegiatan rutin
di ruang rawat inap, sehingga malam hari merupakan waktu yang disarankan
untuk berkomunikasi dengan pasien.
Pada fase rencana keperawatan, perawat membantu pasien untuk mencapai
tujuan yaitu memelihara atau memulihkan kesejahteraan spiritual sehingga
kepuasan spiritual dapat terwujud.

d. Implementasi Keperawatan
Membantu berdoa atau mendoakan pasien juga merupakan salah satu tindakan
keperawatan terkait spiritual pasien. Berdoa melibatkan rasa cinta dan
keterhubungan. Pasien dapat memilih untuk berpartisipasi secara pribadi atau
secara kelompok dengan keluarga, teman atau pemuka agama. Pada situasi ini
peran perawat adalah memastikan ketenangan lingkungan dan privasi pasien
terjaga.
Keadaan sakit dapat mempengaruhi kemampuan pasien untuk berdoa. Pada
beberapa rumah sakit pasien dapat meminta perawat untuk berdoa dengan mereka
dan ada yang berdoa dengan pasien hanya bila ada kesepakatan antara pasien
dengan perawat. Karena berdoa melibatkan perasaan yang dalam, perawat perlu
menyediakan waktu bersama pasien setelah selesai berdoa, untuk memberikan
kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaannya.
Menurut Kozier et al, perawat perlu juga merujuk pasien kepada pemuka
agama. Rujukan mungkin diperlukan ketika perawat membuat diagnosa distres
spiritual, perawat dan pemuka agama dapat bekerjasama untuk memenuhi
kebutuhan spiritual pasien.
Implementasi perawat harus peduli, penuh kasih, gembira, ramah dalam
berinteraksi, dan menghargai privasi.

e. Evaluasi
Untuk melengkapi siklus proses keperawatan spiritual pasien, perawat harus
melakukan evaluasi yaitu dengan menentukan apakah tujuan telah tercapai. Hal ini
sulit dilakukan karena dimensi spiritual yang bersifat subjektif dan lebih
kompleks. Membahas hasil dengan pasien dari implementasi yang telah dilakukan
tampaknya menjadi cara yang baik untuk mengevaluasi spiritual care pasien.
Respon spiritual pada tahap evaluasi perawat menilai bagaimana efek pada
pasien dan keluarga pasien dimana diharapkan ada efek yang positif terhadap
pasien dan keluarganya, misalnya pasien dan keluarganya mengungkapkan bahwa
kebutuhan spiritual mereka terpenuhi, mengucapkan terimakasih karena sudah
menyediakan pemuka agama.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Perawatan paliatif ialah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien (dewasa serta anak-anak) serta keluarga dalam menghadapi
penyakit yang mengancam jiwa, menggunakan cara meringankan penderita asal rasa
sakit melalui identifikasi dini,pengkajian yg tepat,serta penatalaksanaan nyeri serta
persoalan lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual (WHO,2016).
WHO menegaskan bahwa dimensi agama sama pentingnya dengan dimensi
psikologis, fisik, dan psikososial (Prasetyo, 2015). Berdasarkan hal tersebut,
konseling keagamaan juga bisa menjadi alternatif yang dapat dikembangkan dalam
pemberian perawatan paliatif. Perawatan paliatif berdasarkan perspektif beberapa
agama adalah sebagai berikut, agama islam (Perawatan paliatif dianjurkan di dalam
Islam dan rumah perawatan terbaik bagi seorang Muslim adalah meninggal di rumah
Bersama keluarga dan sanak saudara yang mengelilinginya.), agama kristen (kaum
kristiani meyakini bahwa seseorang dalam keadaan terminal memerlukan
penghiburan, lebih mengutamakan perhatian untuk orangnya, bukan penyakitnya),
agama katholik (katholik mempercayai bahwa sebuah keadaan terminal memerlukan
pelayanan yang penuh dengan kasih sayang. Perawat maupun keluarga perlu
memberikan penghormatan terbaik bagi pasien dengan kondisi terminal), agama
hindu (Saat pasien mengalami kondisi terminal, pasien tetap berkesempatan memohon
mukjizat agar sembuh/tetap hidup. Namun bila pada akhirnya meninggal dunia, maka
pasien dipersilahkan berdoa agar rohnya pergi dengan tenang menuju Hyang Widhi),
agama budha (Buddha mengajarkan bahwa kita semua akan menghadapi kematian.
Sehingga bersikap realistis terhadap ketidakabadian. Sang Buddha menasehati murid-
murid Nya tentang pentingnya pelayanan kepada orang sakit.
Spiritual care adalah kegiatan dalam keperawatan untuk membantu pasien
yang dilakukan melalui sikap dan tindakan praktek keperawatan berdasarkan nilai-
nilai keperawatan spiritual yaitu mengakui martabat manusia, kebaikan, belas kasih,
ketenangan dan kelemahlembutan (Meehan T). Peran perawat dalam proses
keperawatan terkait dengan spiritual care dijelaskan sebagai berikut, pengkajian
kebutuhan spiritual pasien, merumuskan diagnose keperawatan, Menyusun rencana
keperawatan, implementasi keperawatan, evaluasi.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis ialah keperawatan paliatif tidak kalah penting
oleh perawatan yang lainnya, dikarenakan perawatan paliatif dapat membantu
perawatan lainnya agar pasien lebih nyaman disaat berada dirumah sakit. Kita sebagai
mahasiswa juga harus mempelajari keperawatan paliatif agar dapat memberikan
perawatan yang baik dan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dan pelayanan
dirumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Rinawati, S. A. (2021). Asuhan Keperawatan Terminal. Yogyakarta: Poltek Usaha Mandiri.

Kozier B, Berman A, Snyder SJ. Fundamental of nursing: Concept, process, and practice.
New Jersey: Pearson Prentice Hall. 2004

Judith M, Wilkinson NR. Buku saku diagnosis keperawatan: Diagnosis NANDA, intervensi
NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC. 2012

Yodang, Y., & Nuridah, N. (2020). Instrumen Pengkajian Spiritual Care Pasien Dalam Pelayanan
Paliatif: Literature Review.  Jurnal Endurance: Kajian Ilmiah Problema Kesehatan, 5(3), 539-
549.

Anda mungkin juga menyukai