P2.73.20.2.18.009
Ners tk 3
Askep kmb klinik 3
C. Klasifikasi
1. Hernia inguinal dibagi menjadi :
a. Hernia Hiatal
Hernia yang kondisinya dimana kerongkongan (pipa tenggorokan) turun melewati
diafragma melalui celah yang disebut hiatus sehingga sebagian perut menonjol ke
dada (thorak).
b. Hernia Epigastrik
Hernia ini terjadi di antara pusar dan bagian bawah tulang rusuk di garis tengah
perut. Hernia epigastrik biasanya terdiri dari jaringan lemak dan jarang yang
berisi usus. Terbentuk dibagian dinding perut yang relatif lemah, hernia ini
menimbulkan rasa sakit dan tidak dapat di dorong kembali ke dalam perut ketika
pertama kali ditemukan.
c. Hernia Umbilikal
Hernia ini berkembang di dalam dan sekitar umbilikus (pusar) yang disebabkan
bukaan pada dinding perut, yang biasanya menutup sebelum kelahiran, tidak
menutup kelahiran, tidak menutup sepenuhnya. Orang Jawa sering menyebutnya
“wudel bodong”, jika kecil (kurang dari satu sentimeter), hernia jenis ini biasanya
menutup secara bertahap sebelum 2 tahun.
d. Hernia Inguinalis
Hernia yang paling umum terjadi dan muncul sebagai tonjolan diselangkangan
atau skrotum. Orang awam biasanya menyebut “turun bero” atau “hernia”. Hernia
inguinalis terjadi ketika dinding abdomen berkembang sehingga usus menerobos
kebawah melalui celah. Jika anda merasa ada benjolan dibawah perut yang
lembut, kecil, dan mungkin sedikit nyeri dan bengkak. Anda mungkin terkena
hernia ini. Hernia tipe ini lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
e. Hernia Femoralis
Hernia ini muncul sebagai tonjolan di pangkal paha. Tipe ini lebih sering terjadi
pada wanita dibandingkan pada laki-laki.
f. Hernia Insisional
Hernia ini dapat terjadi melalui pasca operasi perut. Hernia ini muncul sebagai
tonjolan di sekitar pusar yang terjadi ketika otot sekitar pusar tidak menutup
sepenuhnya.
g. Hernia Nukleus Pulposi (HNP)
Hernia yang melibatkan cakram tulang belakang. Diantara setiap tulang belakang
ada diskus intertebralis yang menyerap goncangan cakram dan meningkatkan
elastisitas dan mobilitas tulang belakang, karena aktivitas dan usia terjadi herniasi
diskus intervertebralis yang menyebabkan saraf terjepit (sciatica). HNP umumnya
terjadi dipunggung bawah pada tiga vertebra lumbar
bawah.
2. Hernia berdasarkan terjadinya
a. Hernia Kongenital (Bawaan)
Hernia kongenital terjadi pada pertumbuhan janin usia lebih dari tiga minggu
testis yang mula-mula terletak diatas mengalami penurunan (desensus) menuju ke
skrotum. Pada waktu testis turun melewati inguinal sampai skrotum prosesus
vaginalis peritoneal yang terbuka dan berhubungan dengan rongga peritoneum
mengalami obliterasi dan setelah testis sampai pada skrotum, prosesus vaginalis
peritoneal seluruhnya tertutup (obliterasi).Bila ada gangguan obliterasi maka
seluruh prosesus vaginalisperitoneal terbuka, terjadilah hernia inguinalis lateralis.
b. Hernia Akuisitas (Didapat)
Hernia yang terjadi setelah dewasa atau pada usia lanjut. Disebabkan karena
adanya tekanan intraabdominal yang meningkat dan dalam waktu yang lama,
misalnya batuk kronis, konstipasi kronis, gangguan proses kencing (hipertropi
prostat, striktur uretra), asites, dan sebagainya.
3. Hernia menurut sifatnya
a. Hernia Reponible/ Reducible
Bila isi hernia dapat keluar masuk, usus keluar jika berdiri atau mengejan dan
masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau
gejala obstruksi usus.
b. Hernia Irreponible
Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan kedalam rongga karena
perlengketan isi kantong pada peritoneum kantong hernia, tidak ada keluhan nyeri
atau tanda sumbatan usus, hernia ini disebut juga hernia akreta.
c. Hernia Strangulate/Inkaserata
Bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia, isi kantong terperangkap, tidak dapat
kembali kedalam rongga perut disertai akibat yang berupa gangguan pasase
atau vaskularisasi.
C. Pathofisiologi Klinik (sesuai kasus)
Faktor pencetus :
Aktivitas berat, bayi premature, kelemahan dinding Hernia
abdominal, Intraabdominal tinggi, adanya tekanan
Ketidakseimbangan nutrisi
Rasa tidak nyaman kurang dari kebutuhan
tubuh
Tidak mampu Ggn. Mobilitas
melakukan aktivitas Fisik
Intoleransi aktivitas
Ref :
Nanda, 2015
D. Tanda dan gejala kasus (Penyakit)
1. Berupa benjolan keluar masuk/keras dan yang tersering tampak benjolan di lipat
paha.
2. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan bila isinya terjepit disertai mual.
3. Terdapat gejala mual muntah atau distensi bila telah ada komplikasi.
4. Bila terjadi hernia inguinalis stragulata rasa sakit akan bertambah hebat serta kulit di
atasnya menjadi merah dan panas.
5. Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing sehingga
menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai hematuria (kencing darah)
disamping benjolan di bawah sela paha.
6. Hernia diafagmatika menimbulkan rasa sakit di daerah perut disertai sesak nafas.
7. Bila mengejan atau batuk maka benjolan hernia akan bertambah besar.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X abdomen : menunjukkan keabnormalan kadar gas dalam usus/obstruksi usus.
2. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih dan ketidakseimbangan
elektrolit.
3. Pemeriksaan urin : munculnya sel darah merah atau bakteri yang akan dapat
mengidentifikasikan infeksi.
4. EKG (Elektrokardiografi) penemuan akan sesuatu yang tidak normal memberikan
prioritas perhatian untuk memberikan anestesi.
G. Penatalaksanaan Medik
1. Konservatif
a. a. Reposisi
Tindakan memasukan kembali isi hernia ketempatnya semula kedalam cavum
peritoni atau abdomen. Reposisi dilakukan secara bimanual. Reposisi dilakukan
pada pasien dengan hernia reponibilis dengan cara memakai dua tangan.
b. Suntikan
Dilakukan penyuntikan cairan sklerotik berupa alkohol atau kinin di daerah
sekitar hernia, yang menyebabkan pintu hernia mengalami sclerosis atau
penyempitan sehingga isi hernia keluar dari cavum peritoni.
c. Pemakaian penyangga/ sabuk hernia
Hernia yang tidak mengalami strangulasi atau inkarserasi dapat direduksi secara
mekanis. Sebuah peyangga (truss), sebuah bantalan ketat yang dieratkan oleh
sabuk dapat diguanakan untuk menjaga hernia tetap tereduksi. Bantalan tersebut
diletakkan di atas hernia, setelah hernia direduksi dan dibiarkan di lokasi tersebut
untuk mencegah hernia kembali terjadi. Pasien diajarkan memakai penyangga
setiap hari sebelum bangun dari tempat tidur. Diberikan pada pasien yang hernia
masih kecil dan menolak dilakukan operasi.
2. Operatif
Operasi merupakan tindakan paling baik dan dapat dilakukan pada :
a. Hernia reponibilis
b. Hernia irreponibilis
c. Hernia strangulasi
d. Hernia incarserata
Operasi hernia dilakukan dalam 3 tahap :
a. Herniatomy : membuka dan memotong kantong hernia serta mengembalikan
isi hernia ke cavum abdominalis.
b. Hernioraphy : dimulai dari mengikat suatu leher hernia dan akan
menggantungkannya pada kantong conjoint tendon (penebalan antara tepi
bebas m.obliquus intra-abdominalis dan m.transversus abdominalis yang
berinsersio di tuberculum pubicum).
c. Hernioplasti : pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus
inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
3. Aktivitas dan diet
Hindari mengangkat barang yang berat sebelum atau sesudah pembedahan. Tidak ada
diet khusus, tetapi setelah operasi diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi
lagi, kemudian makan dengan gizi seimbang. Tingkatkan masukan serat dan tinggi
cairan untuk mencegah sembelit dan mengejan selama buang air besar.Hindari kopi,
teh, coklat, minuman berkarbonasi, minuman beralkohol, dan setiap makanan atau
bumbu yang memperburuk gejala.
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit
Didapatkan keluhan nyeri hebat pada abdominal bawah,dan nyeri di daerah
sekitarpaha dalam maupun testis,keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah,
anoreksia,serta kelelahan pasca nyeri sering di dapatkan.
Pada riwayat penyakit dahulu yang penting untuk di kaji antara lain
penyakitsistemik, seperti DM, hipertensi,tuberculosis, dipertimbangkan sebagai
sarana pengkajian preoperatif serta dengan aktivitas (khususnya pekerjaan) yang
mengangkat beban berat juga mempunyai risiko terjadi hernia.
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum
Klien post op hernia mencapai kesadaran penuh setelah beberapa jam kembali
dari meja operasi, penampilan menunjukkan keadaan sakit ringan sampai
berat tergantung pada periode akut rasa nyeri.
2) Sistem Pernapasan
Klien post op hernia akan mengalami penurunan atau peningkatan frekuensi
napas (takipneu) serta pernapasan dangkal, sesuai rentang yang dapat
ditoleransi oleh klien.
3) Sistem Kardiovaskuler
Umumnya klien mengalami takikardi (sebagai respon terhadap stres dan
hipovolemia), mengalami hipertensi (sebagai respon terhadap nyeri), hipotensi
(kelemahan dan tirah baring). Pengisian kapiler biasanya normal, dikaji pula
keadaan konjungtiva, adanya sianosis dan, auskultasi bunyi jantung.
4) Sistem Pencernaan
Saat di inspeksi akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah
bekas sayatan operasi dan juga nyeri pada luka operasi. Pada saat auskultasi
terjadi penurunan bising usus.
5) Sistem Perkemihan
Awal post operasi klien akan mengalami penurunan jumlah output urine, hal
ini terjadi karena adanya pembatasan intak oral selama periode awal post
appendiktomi. Output urine akan berangsur normal seiring dengan
peningkatan intake oral.
6) Sistem Muskuloskeletal
Secara umum, klien dapat mengalami kelemahan karena tirah baring post
operasi dan kekakuan. Kekuatan otot berangsur membaik seiring dengan
peningkatan toleransi aktivitas.
7) Sistem Integumen
Akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah karena insisi
bedah disertai kemerahan (biasanya pada awitan awal). Turgor kulit akan
membaik seiring dengan peningkatan intake oral.
8) Sistem Persarafan
Pengkajian fungsi persarafan meliputi : tingkat kesadaran, saraf kranial dan
refleks.
9) Sistem Pendengaran
Pengkajian yang dilakukan meliputi : bentuk dan kesimetrisan telinga, ada
tidaknya peradangan dan fungsi pendengaran.
10) Sistem Endokrin
Perlu dikaji keadekuatan fungsi endrokin (thyroid dan lain–lain).
c. Pemeriksaan penunjang
1. USG abdomen.
2. Hitungan darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan
hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit, peningkatan sel darah putih
dan ketidakseimbangan elektrolit pada hernia.
3. Sinar X abdomen dapat menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus atau
obstruksi usus.
2. Diagnosa Kep.
A. PENGKAJIAN DATA
1. Nama : Tn. G
2. Umur : 55tahun
3. Keluhan utama :
Nyeri pada area operasi dengan skala nyeri 7 dan sakit saat bergerak.
4. Riwayat penyakit :
Post operasi hernia umbilikalis hari ke 2
5. Pemeriksaan fisik :
- Terdapat luka operasi pada perut dengan ukuran 15 cm.
- Pemenuhan kebutuhan sehari-hari dibantu perawat dan keluarga.
- Pasien belum berani melakukan aktivitas karena nyeri pada area operasi.
- Hasil TTV : TD: 150/ 90 mmHg, nadi 84x/ menit, suhu: 38,5 C, nafas: 18x/ Menit.
6. Pemeriksaan penunjang :
- Hasil USG pasien mengalami Hernia umbilikalis.
7. Pemberian terapi :
- Terpasang infus Nacl 8 jam/ kolf ditangan kiri.
- Pasien mendapat terapi analgetik, antibiotik.
- Pemenuhan kebutuhan sehari-hari dibantu perawat dan keluarga.
- Pasien terpasang infus RL 8 jam/kolf ditangan kiri.
- Pasien mendapat antibiotic dan analgetik IV
B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Hasil USG pasien mengalami Hernia umbilikalis.
C. DATA FOKUS:
1. Data subyektif:
- Pasien mengeluh nyeri pada area operasi dengan skala nyeri 7 dan sakit saat
bergerak.
- Pasien mengatakan belum berani melakukan aktivitas karena nyeri pada area operasi.
2. Data obyektif:
- Hasil pemeriksaan fisik pada terdapat luka operasi pada perut dengan ukuran 15 cm.
- Pemeriksaan TD: 150/ 90 mmHg, nadi 84x/ menit, suhu: 38,5 C, nafas: 18x/ Menit.
- Terpasang infus Nacl 8 jam/ kolf ditangan kiri.
- Pasien mendapat terapi analgetik, antibiotik.
- Hasil USG pasien mengalami Hernia umbilikalis.
- Pemenuhan kebutuhan sehari-hari dibantu perawat dan keluarga.
- Pasien terpasang infus RL 8 jam/kolf ditangan kiri.
- Pasien mendapat antibiotic dan analgetik IV
D. ANALISA DATA
No Data Problem Etiologi
1. DS : Nyeri akut Hernia pada umbilikalis
DO : Ketidaknyamanan abdominal
Ketidaknyamanan abdominal
Intervensi bedah
relative/conservative
Insisi bedah
Nyeri akut
Insisi bedah
Resiko Infeksi
Sumber : NANDA NIC
NOC, 2015
O:
- Pemeriksaan TD: 150/ 90 mmHg, nadi
84x/ menit, suhu: 38,5 C, nafas: 18x/
Menit.
- Tidak tampak tanda – tanda terjadinya
infeksi
- Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
dibantu perawat dan keluarga.
- Hasil pengkajian nyeri :
P : saat berjalan
Q : nyeri berat
R : area luka operasi
S : skala 7
T:-
- Klien tampak meringis
09:00 1,2,3 1. Berkolaborasi pemberian nutrisi
dengan ahli gizi
2. Kolaborasikan pemberian analgetik
sesuai indikasi
3. Kolaborasikan pemberian antibiotik.
Ns. Darma
S:
- klien mengatakan makanannya kurang
rasa
O:
-klien menghabiskan 1 porsi makanannya
11:00 1,3 1. Mencuci tangan sebelum dan setelah
melakukan tindakan.
2. Memberikan perawatan luka dengan
teknik aseptik secara tepat.
3. Mengidentifikasi tanda – tanda
terjadinya infeksi. Ns. Darma
O:
- klien sudah tidak tampak meringis
- hasil pengkajian nyeri :
P : Hanya saat bila luka operasi di
tekan
Q : nyeri ringan
R : area luka operasi
S : skala 3
T : hanya sesekali saja
A:
Masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan
15:00 2 S:
- klien mengatakan sudah bisa
menggerakkan tubuhnya dan tidak
nyeri
- klien mengatakan sudah bisa
membersihkan badannya sendiri Ns. Darma
O:
- klien tampak dapat menggerakkan
badannya dan tidak tampak meringis
A:
Masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan
15:00 3 S:
- klien mengatakan merasa lukanya
baik baik saja, tidak adda rasa gatal /
terbakar
O:
-hasil TTV : Ns. Darma
A:
Masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan
Sumber :
Black, M. Joyce & Hwaks J.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Elsevier:
Singapura.
Mu’amarudin. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PASCA OPERASI HERNIA SKROTALIS
DEXTRA PADA Tn. D DI RUANG WIJAYA KUSUMARSUD KRATON PEKALONGAN. Stikes
Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan
Najib dan Bachrudin. (2016). Keperawatan Medikal Bedah I : Kementerian Kesehatan republik indonesia.
Nurarif & Kusuma, (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan
NANDA Nic-Noc. Yogyakarta
(Nursing Care Plans, 9th Edition, Doenges Page 776)
Suratun & Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal.