Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI PENDENGARAN

Oleh :

EDWAR RUSDIANTO

21220141

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA

JAKARTA

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN MASALAH


GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI

A. PENGERTIAN HALUSINASI
Stuart & Laraia (2009) mendefinisikan halusinasi sebagai suatu tangg
apan dari panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal Halusin
asi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu ya
ng sebenarnya tidak terjadi. Ada lima jenis halusinasi yaitu pendengaran, pen
glihatan, penghidu, pengecapan dan perabaan.Halusinasi pendengaran merup
akan jenis halusinasi yang paling banyak ditemukan terjadi pada 70% pasien,
kemudian halusinasi penglihatan 20%, dan sisanya 10% adalah halusinasi pe
nghidu, pengecapan dan perabaan.
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien men
galami perubahan sensori persepsi, seperti merasakan sensasi palsu berupa su
ara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan, klien merasakan sti
mulus yang sebetulnya tidak ada (Muhith, 2011).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasi
en mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan p
anca indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami su
atu persepsi melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren : persepsi palsu(Prab
owo, 2014).

B. PROSES TERJADINYA HALUSINASI


Proses terjadinya halusinasi dijelaskan dengan menggunakan konsep s
tress adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan presipi
tasi.
1. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari :
1) Faktor Biologis : Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami g
angguan jiwa (herediter), riwayat penyakit atau trauma kepala, dan ri
wayat penggunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZ
A).
2) Faktor Psikologis Memiliki riwayat kegagalan yang berulang.Menjadi
korban, pelaku maupun saksi dari perilaku kekerasan serta kurangnya
kasih sayang dari orang-orang disekitar atau overprotektif.
3) Sosiobudaya dan lingkungan Sebagian besar pasien halusinasi berasal
dari keluarga dengan sosial ekonomi rendah, selain itu pasien memilik
i riwayat penolakan dari lingkungan pada usia perkembangan anak, pa
sien halusinasi seringkali memiliki tingkat pendidikan yang rendah ser
ta pernah mengalami kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hi
dup sendiri), serta tidak bekerja. .
2. Faktor Presipitasi Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi sensori halusi
nasi ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan
struktur otak, adanya riwayat kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagala
n-kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan di keluarg
a atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien serta konflik antar
masyarakat
3. Stress Lingkung
Ambang toleransi terhadap tress yang berinteraksi terhadap stressor lingkunga
n untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
4. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapistress(Prab
owo, 2014)
5. Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan ti
dak aman, gelisah, dan bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan nyata dan tidak.
6. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan ya
ng luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi al
kohol dan kesulitan untuk tidur dalamwaktu yang lama.
7. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusianasi itu terjadi, isi dari halusinasi dapat berupa p
eritah memaksa dan menakutkan.Klien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketaku
tan tersebut.
8. Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi
akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi
merupakan usha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namu
n merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengamb
il seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengotrol semua perilaku klien
9. Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, k
lien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam nyata sangat membahaya
kan. Klien asyik dengan dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tem
pat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga di
ri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol ol
eh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasiberupa ancaman, diriny
a atau orang lain individu cenderung keperawatan klien dengan mengupayaka
n suatu proses interkasi yang menimbulkan pengalamanterpersonal yang mem
uaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu beri
nteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
10. Dimensi spiritual
Secara spiritualklien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas, tida
k bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual u
ntuk menyucikan diri, irama sirkardiannya terganggu(Damaiyanti, 2012).

C. RENTANG RESPON NEUROLOGIS


Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu stimulus b
erdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Respon neurobiologis se
panjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran logis, persepsi akurat, em
osi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan respon maladaptif yang meliputi
delusi, halusinasi, dan isolasi sosial.

Rentang Respon Neurobiologis


Respon adaptif Respon m
aladaptif

Pikiran logis Proses pikir kadang tergan Gangguan prose


Persepsi akurat ggu Ilusi piker waham
Emosi konsisten Emosional Halusinasi
Perilaku sesuai berlebih/kurang Kerusakan proses
Hub sosial Perilaku tidak teroganisir pikir
Hub Sosial harmonis Menarik diri Perilaku tidak
sesuai

a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial bud
aya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal ji
ka menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut. R
espon adaptif :
 Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
 Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
 Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli
 Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran
 Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan l
ingkungan
b. Respon psikosossial
Meliputi :
 Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan ganggu
an.
 Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang penera
pan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca i
ndra
 Emosi berlebih atau berkurang
 Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran
 Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan or
ang lain.
c. Respon maladapttif
Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, ada pu
n respon maladaptive antara lain :
 Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakinioleh orang lain dan bertentangan dengan keny
ataan sosial
 Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi ekster
nal yang tidak realita atau tidak ada.
 Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari ha
ti.Perilaku tidak terorganisirmerupakan sesuatu yang tidak teratur.
 Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu d
an diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecela
kaan yang negative mengancam (Damaiyanti,2012).

D. TAHAPAN HALUSINASI
Halusinasi yang dialami pasien memiliki tahapan sebagai berikut
a. Tahap I (Sleep Disorder}
Halusinasi bersifat menyenangkan, tingkat ansietas pasien sedang.Pada t
ahap ini halusinasi secara umum menyenangkan.
Karakteristik : Karakteristik tahap ini ditandai dengan adanya perasaan b
ersalah dalam diri pasien dan timbul perasaan takut.Pada tahap ini pasien
mencoba menenangkan pikiran untuk mengurangi ansietas.Individu meng
etahui bahwa pikiran dan sensori yang dialaminya dapat dikendalikan dan
bisa diatasi (non psikotik).
Perilaku yang teramati:
 Menyeringai / tertawa yang tidak sesuai
 Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
 Respon verbal yang lambat
 Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikan.
b. Tahap II ( Comforting)
Halusinasi bersifat menyalahkan, pasien mengalami ansietas tingkat bera
t dan halusinasi bersifat menjijikkan untuk pasien.
Karakteristik : Pengalaman sensori yang dialami pasien bersifat menjijik
kan dan menakutkan, pasien yang mengalami halusinasi mulai merasa ke
hilangan kendali, pasien berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber
yang dipersepsikan, pasien merasa malu karena pengalaman sensorinya d
an menarik diri dari orang lain (nonpsikotik).
Perilaku yang teramati :
 Peningkatan kerja susunan saraf otonom yang menunjukkan timbuln
ya ansietasseperti peningkatan nadi, tekanan darah dan pernafasan.
 Kemampuan kosentrasi menyempit.
 Dipenuhi dengan pengalaman sensori, mungkin kehilangan kemamp
uan untuk membedakan antara halusinasi dan realita.
c. Tahap III ( Condeming)
Pada tahap ini halusinasi mulai mengendalikan perilaku pasien, pasienber
ada pada tingkat ansietas berat.Pengalaman sensori menjadi menguasai p
asien.
Karakteristik: Pasien yang berhalusinasi pada tahap ini menyerah untuk
melawanpengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai di
rinya. Isi halusinasi dapat berupa permohonan, individu mungkin mengal
ami kesepian jika pengalaman tersebut berakhir (Psikotik)
Perilaku yang teramati:
 Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasin
ya dari pada menolak.
 Kesulitan berhubungan dengan orang lain.
 Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dari
ansietas berat seperti : berkeringat, tremor, ketidakmampuan mengik
uti petunjuk.
d. Tahap IV ( Controling Severe Level Of Anxiety)
Halusinasi pada saat ini, sudah sangat menaklukkan dan tingkat ansietasb
erada pada tingkat panik.Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan
saling terkait dengan delusi. Karakteristik : Pengalaman sensori menakut
kan jika individu tidak mengikuti perintah halusinasinya. Halusinasi bisa
berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak diintervensi (psik
otik).
Perilaku yang teramati :
 Perilaku menyerang - teror seperti panik.
 Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
 Amuk, agitasi dan menarik diri.
 Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek .
 Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
e. Tahap V ( Consequering Panis\]k Level Of Anxiety)
Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancamandengan
datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman
atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlang
sung selama minimal empat jam atau seharian bila klien tidak mendapatk
an komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat.

E . JENIS HALUSINASI

a) Halusinasi Pendengaran ( akustik, audiotorik)


Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara-sua
ra orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan
apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

b) Halusinasi Pengihatan (visual)


Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pencaran cahaya, gamb
aran geometrik, gambar kartun dan/ atau panorama yang luas dan komplesk.
Bayangan bias bisa menyenangkan atau menakutkan.
c) Halusinasi Penghidu (Olfaktori)
Gangguan stimulus pada penghidu, yamg ditandai dengan adanya bau busuk,
amis, dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses. Kadang-kadan
gterhidubauharum.Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan d
ementia.
d) Halusinasi Peraba (Taktil, Kinaestatik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya sara sakit atau tidak enak ta
npa stimulus yang terlihat. Contoh merasakan sensasi listrik datang dari tanah
benda mati atau orang lain.
e) Halusinasi Pengecap (Gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, ami
s, dan menjijikkan.
Halusinasi sinestetik Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fun
gsi tubuh seperti darah mengalirmelalui vena arteri
f) Halusinasi Viseral Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya, meliputi :
 Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya suda
h tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
Sering pada skizofrenia dan sindrom obus parietalis. Misalnya sering mera
sa dirinya terpecah dua.
 Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang tidak sesu
ai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala suatu yang dialaminya sepe
rti dalam mimpi.
Pohon masalah pada halusinasi berdasarkan (Fitria, 2009) adalah sebagai berik
ut:

Effect Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Core Problem Gangguan


Gangguan Sensori
persepsi Persepsi
Sensori: :
pendengaran
Pendengaran

Causa
Isolasi Sosial

F. AKIBAT HALUSINASI
Akibat dari hausinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan lingkunga
n. Ini diakibatkan karena pasien berada di bawah halusinasinya yang meminta
dia untuk melakukan sesuatu hal diluar kesadarannya.( Prabowo, 2014: 134)

G. MEKANISME KOPING
 Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari
 Proyeksi : menjeslaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengaliskan tanggung jawab kepada orang lain
 Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus int
ernal. (Prabowo, 2014 :134).

H. PENATALAKSANAAN

Menurut Keliat (2014) dalam Pambayun (2015), tindakan


keperawatan untuk membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai
dengan membina hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan saling
percaya sangat penting dijalin sebelum mengintervensi klien lebih lanjut.
Pertama-tama klien harus difasilitasi untuk merasa nyaman menceritakan
pengalaman aneh halusinasinya agar informasi tentang halusinasi yang
dialami oleh klien dapat diceritakan secara konprehensif. Untuk itu perawat
harus memperkenalkan diri, membuat kontrak asuhan dengan klien bahwa
keberadaan perawat adalah betul-betul untuk membantu klien. Perawat juga
harus sabar, memperlihatkan penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar
ungkapan klien saat menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan
klien atau menertawakan klien walaupun pengalaman halusinasi yang
diceritakan aneh dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa
mengendalikan diri agar tetap terapeutik.

Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan


selanjutnya adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi
halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat halusinasi
muncul). Setelah klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya adalah
masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana
cara yang bisa dilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi. Proses
ini dimulai dengan mengkaji pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila
ada beberapa usaha yang klien lakukan untuk mengatasi halusinasi, perawat
perlu mendiskusikan efektifitas cara tersebut. Apabila cara tersebut efektif,
bisa diterapkan, sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat
dapat membantu dengan cara-cara baru.
Menurut Keliat (2014), ada beberapa cara yang bisa dilatihkan kepada
klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :

1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk
mengatasinya, klien harus berusaha melawan halusinasi yang
dialaminya secara internal juga. Klien dilatih untuk mengatakan,
”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk
dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu pasien
mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan
pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu
menghardik halusinasi:
2. Farmokoterapi
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat
ketidakseimbangan neurotransmiter di syaraf (dopamin,
serotonin). Untuk itu, klien perlu diberi penjelasan bagaimana
kerja obat dapat mengatasi halusinasi, serta bagairnana
mengkonsumsi obat secara tepat sehingga tujuan pengobatan
tercapai secara optimal. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan
dengan materi yang benar dalam pemberian obat agar klien patuh
untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana
penanganan klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan
kemampuan keluarga. Hal ini penting dilakukan dengan dua
alasan. Pertama keluarga adalah sistem di mana klien berasal.
Pengaruh sikap keluarga akan sangat menentukan kesehatan jiwa
klien. Klien mungkin sudah mampu mengatasi masalahnya, tetapi
jika tidak didukung secara kuat, klien bisa mengalami kegagalan,
dan halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua, halusinasi sebagai
salah satu gejala psikosis bisa berlangsung lama (kronis),
sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin masih mengalarni
halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan
halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien
kembali ke rumah. Latih pasien menggunakan obat secara teratur.

Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi


adalah:

a. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange


1. Indikasi:
Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi,
ansietas, ketegangan, kebingungan, insomnia,
halusinasi, waham, dan gejala – gejala lain yang
biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, manik
depresi, gangguan personalitas, psikosa involution,
psikosa masa kecil.

2. Cara pemberian:
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau
suntikan intramuskuler. Dosis permulaan adalah 25 –
100 mg dan diikuti peningkatan dosis hingga mencapai
300 mg perhari. Dosis ini dipertahankan selama satu
minggu. Pemberian dapat dilakukan satu kali pada
malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila
gejala psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan
secara perlahan – lahan sampai 600 – 900 mg perhari.

3. Kontra indikasi:
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan
koma, keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan
penderita yang hipersensitif terhadap derifat
fenothiazine.

4. Efek samping:
Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk,
hipotensi orthostatik, mulut kering, hidung tersumbat,
konstipasi, amenore pada wanita, hiperpireksia atau
hipopireksia, gejala ekstrapiramida. Intoksikasinya
untuk penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi
menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena
depresi susunan syaraf pusat, hipotensi,ekstrapiramidal,
agitasi, konvulsi, dan perubahan gambaran irama EKG.
Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan
intoksikasi.

b. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar


1. Indikasi:
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma
gilies de la tourette pada anak – anak dan dewasa
maupun pada gangguan perilaku yang berat pada anak –
anak.

2. Cara pemberian:
Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi
menjadi 6 – 15 mg untuk keadaan berat. Dosis
parenteral untuk dewasa 2 -5 mg intramuskuler setiap 1
– 8 jam, tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi:
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma,
penyakit parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol.

3. Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu,
letih, gelisah, gejala ekstrapiramidal atau
pseudoparkinson. Efek samping yang jarang adalah
nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala
gangguan otonomik. Efek samping yang sangat jarang
yaitu alergi, reaksi hematologis. Intoksikasinya adalah
bila klien memakai dalam dosis melebihi dosis
terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau kekakuan,
tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernapasan.

c. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih


kecil
1. Indikasi:
Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa
khususnya gejala skizofrenia.

2. Cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya
rendah ( 12,5 mg ) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek
samping ringan, dosis ditingkatkan 25 mg dan interval
pemberian diperpanjang 3 – 6 mg

setiap kali suntikan, tergantung dari respon klien. Bila


pemberian melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya
peningkatan perlahan – lahan.

3. Kontra indikasi:
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat,
hipersensitif terhadap fluphenazine atau ada riwayat
sensitif terhadap phenotiazine. Intoksikasi biasanya
terjadi gejala – gejala sesuai dengan efek samping yang
hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan
terapi simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan
levarteronol hindari menggunakan ephineprine ISO,
(2008) dalam Pambayun (2015).

4. Berinteraksi dengan orang lain.


Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan
sosialnya. Dengan meningkatkan intensitas interaksi
sosialnya, kilen akan dapat memvalidasi persepsinya pada
orang lain. Klien juga mengalami peningkatan stimulus
eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua hal ini
akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus
internal yang menjadi sumber halusinasinya. Latih pasien
mengontrol halusinasi dengan cara kedua yaitu bercakap-
cakap dengan orang lain.

5. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.


Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang
yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya
asyik dengan halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih
menyusun rencana kegiatan dari pagi sejak bangun pagi sampai
malam menjelang tidur dengan kegiatan yang bermanfaat.
Perawat harus selalu memonitor pelaksanaan kegiatan tersebut
sehingga klien betul-betul tidak ada waktu lagi untuk melamun
tak terarah. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara
ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal.

J. KEPERAWATAN KELUARGA
Keperawatan keluarga merupakan pelayanan holistik yang menempatkan kel
uarga dan komponennya sebagai fokus pelayanan dan melibatkan anggota kelu
arga dalam tahap pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi (Depkes, 2010). Keluarga yang mempunyai anggota keluarga me
nderita gangguan jiwa ( halusinasi ) adalah salah satu sasaran penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dari Upaya Kesehatan Masyarakat di wilayah kerja Puske
smas.
Pelaksanaan keperawatan keluarga di lakukan dengan kunjungan ke rumah k
eluarga pasien jiwa oleh Tim Home Care ( perawatan di rumah) Puskesmas sal
ah satunya adalah perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan yang diberik
an melalui tahapan proses keperawatan.
a. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien
dan keluarga.
1) Tanda dan gejala halusinasi dapat ditemukan dengan wawancara, mel
alui pertanyaan sebagai berikut :
 Apakah mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan?
 Apakah melihat bayangan-bayangan yang menakutkan?
 Apakah mencium bau tertentu yang menjijikkan?
 Apakah merasakan sesuatu yang menjalar di tubuhnya?
 Apakah merasakan sesuatu yang menjijikkan dan tidak mengenak
kan?
 Seberapa sering mendengar suara-suara atau melihat bayangan ter
sebut?
 Kapan mendengar suara atau melihat bayang-bayang?
 Pada situasi apa mendengar suara atau melihat bayang-bayang?
 Bagaimana perasaan mendengar suara atu melihat bayangan terse
but?
 Apa yang telah dilakukan, ketika mendengar suara dan melihat ba
yangan tersebut?
2) Tanda dan gejala halusinasi di dapatkan saat observasi :
 Tampak bicara atau tertawa sendiri
 Marah-marah tanpa sebab
 Memiringkan atau mengarahkan telinga ke arah tertentu atau men
utup telinga
 Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
 Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
 Menghidu seperti membaui bau-bauan tertentu
 Menutup hidung
 Sering meludah
 Muntah
 Menggaruk permukaan kulit
b. Diagnosis Keperawatan Halusinasi
Masalah keperawatan yang muncul berdasarkan (Fitria, 2009) adalah seb
agai berikut:
 Risiko tinggi Perilaku Kekerasan.
 Perubahansensori persepsi halusinasi.
 Harga diri rendah kronis.
DAFTAR PUSTAKA

Budi ana dkk;2011; Keperawatan kesehatan


jiwa ; Jakarta ; EGC. Iskandar Dkk;2012;
Asuhan Keperawatan Jiwa; Bandung; Refika
aditama

Riyadi, Sujono dan Teguh. 2013. Asuhan Keperawatan


Jiwa, Edisi 2. Yogyakarta : Graham Ilmu
Yudi Hartono Dkk;2012; Buku ajar keperawatan jiwa; Jakarta; salemba medika

Anda mungkin juga menyukai