Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Ilmu kedokteran keluarga adalah ilmu kedokteran yang khusus mempelajari
pelayanan kesehatan untuk pasien dan keluarganya secara berkesinambung dan
komprehensif. Dokter keluarga adalah tenaga kesehatan tempat kontak pertama
pasien untuk menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi, tanpa
memandang jenis penyakit, organologi, golongan usia, dan jenis kelamin sedini
dan sedapat mungkin, secara menyeluruh, paripurna, berkesinambungan, dan
dalam koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan
menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi
tanggung jawab profesional, hukum, etika dan moral.1
Sesuai dengan UU No 40 tahun 2004 bahwa dalam arah kebijakan nasional,
pengembangan dokter keluarga sebagai layanan strata pertama terintegrasi
langsung dengan penataan sub sistem pembiayaan kesehatan yakni sebagai
pemberi layanan pada jaminan kesehatan.2
Kedokteran keluarga melingkupi berbagai bidang kesehatan di dunia
kedokteran, salah satunya adalah upaya peningkatan derajat kesehatan ibu dan
anak, terutama pada kelompok yang paling rentan kesehatan yaitu ibu hamil,
bersalin dan bayi pada masa perinatal.2
Menyusui adalah proses alamiah dimana berjuta-juta ibu mampu menyusui
bayinya tanpa membaca buku pemberian Asi, sedangkan jika ibu tidak mau
memberikan Asi, payudara ibu akan membengkak dan dan keras sehingga terjadi
mastitis (bendungan Asi).3
Di Indonesia angka kejadian mastitis pada perempuan menyusui mencapai
10%. Sedangkan Angka Kematian Ibu di Jawa Tengah pada tahun 2007 yaitu
116,3 per kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi 10,9 per kelahiran hidup.4
Organisasi kesehatan dunia (2008) memperkirakan lebih dari 1,4 juta orang
terdiagnosis menderita mastitis. The American Society memperkirakan 241.240
wanita Amerika terdiagnosis mastitis. Sedangkan di Kanada jumlah wanita yang
terdiagnosis mastitis adalah 24.600 orang dan di Australia sebanyak 14.791 orang.
Sedangkan di Indonesia hanya 0,001/100.000 angka kesakitan akibat infeksi
berupa mastitis.5
Mastitis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan biasanya mengenai
payudara. Umumnya gangguan ini dialami oleh ibu-ibu yang menyusui. Biasanya
muncul antara minggu kedua sampai keenam setelah persalinan. Namun, masalah
ini juga dapat muncul lebih awal dari waktu tersebut atau lebih lama lagi.6
Ada sejumlah faktor yang telah diduga dapat meningkatkan resiko mastitis
yaitu teknik menyusui yang buruk mengakhibatkan pengeluaran Asi yang tidak
efesien, pekerjaan diluar rumah yang mengakhibatkan interval menyusui yang
panjang sehingga kekurangan waktu untuk pengeluaran ASI yang adekuat dan
trauma pada payudara karena penyebab apapun yang dapat merusak jaringan
kelenjar dan saluran susu sehingga dapat menyebabkan mastitis.7

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan dan menerapkan konsep kedokteran keluarga pada seorang
ibu menyusui dengan mastitis

1.2.2. Tujuan Khusus


a. Mengidentifikasi masalah kesehatan keluarga
b. Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan pasien
dan keluarga pasien
c. Membantu seluruh keluarga untuk mengenali masalah yang ada di dalam
keluarga tersebut yang akan mempengaruhi derajat kesehatan anggota
keluarga
d. Membantu keluarga untuk memahami fungsi – fungsi anggota keluarga
(biologis, psikologis, sosial, ekonomi dan pemenuhan kebutuhan, serta
penguasaan masalah dan kemampuan beradaptasi).
e. Membantu keluarga untuk dapat memecahkan permasalahan kesehatannya
secara mandiri.
I.3. Manfaat
I.3.1 Masyarakat
Masyarakat sebagai bahan masukan bagi ibu menyusui untuk meningkatkan
pemahaman tentang pencegahan dan pengobatan mastitis.

I.3.2. Bagi Pasien dan Keluarga


 Keluarga menjadi lebih memahami mengenai masalah kesehatan yang ada
dalam lingkungan keluarga.
 Keluarga mampu untuk mengatasi permasalahan kesehatan keluarga secara
mandiri.

I.3.3. Bagi Penulis


Menambah pengalaman bekerja sebagai dokter keluarga secara langsung
pada pasien ibu menyusui dengan mastitis.

I.3.4. Bagi Tenaga Kesehatan


Bahan masukan kepada tenaga kesehatan agar dapat memberikan pelayanan
kepada ibu menyusui dengan mastitis secara holistik dan komprehensif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar
dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum
hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira enam minggu.
Pada jam-jam pertama setelah melahirkan, seorang ibu akan segera
beradaptasi mencakup semua sistem di dalam tubuh. Kebanyakan wanita masa
nifas mempunyai pengalaman sedikit mengalami gangguan rasa nyaman
sehubungan dengan perubahan-perubahan fisik dan cenderung lebih tertarik untuk
istirahat, merasakan sakitnya perineum dan belajar tentang bayinya.8
Masa nifas dibagi dalam tiga periode, yaitu :
(1) Puerperium dini, yaitu kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan
(2) Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyelurh alat – alat genital
(3) Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna. Waktu untuk sehat sempurna mungkin beberapa minggu, bulan
atau tahun.9

II.2. Mastitis
Mastitis merupakan suatu proses peradangan pada satu atau lebih segmen
payudara yang mungkin disertai infeksi atau tanpa infeksi. Dalam proses ini
dikenal pula istilah stasis ASI, mastitis tanpa infeksi, dan mastitis terinfeksi.
Apabila ASI menetap di bagian tertentu payudara, karena saluran tersumbat atau
karena payudara bengkak, maka ini disebut stasis ASI. Bila ASI tidak juga
dikeluarkan, akan terjadi peradangan jaringan payudara yang disebut mastitis
tanpa infeksi, dan bila telah terinfeksi bakteri disebut mastitis terinfeksi.10
Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti
pecah-pecah, badan demam seperti terserang flu. Namun bila terkena sumbatan
tanpa infeksi, biasanya badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara
juga tidak teraba bagian yang keras dan nyeri, serta memerah.
Mastitis adalah infeksi peradangan pada mamae, terutama pada primipara
yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus, infeksi terjadi melalui luka
pada putting susu, sumber bakteri yang paling umum adalah hidung dan
tenggorokan bayi, tetapi mungkin juga melalui peredaran darah ibu.3
II.2.1. Jenis Mastitis
Menurut (Diah 2010, dalam Khaira, 2013), ada tiga jenis mastitis yaitu (a)
mastitis periductal, (b) mastitis puerperalis, dan (c) mastitis superativa. Ketiga
jenis mastitis ini muncul akibat penyebab yang berbeda.
a. Mastitis Periductal
Muncul pada wanita di usia menjelang menopause, penyebab
utamanya tidak jelas diketahui. Keadaan ini dikenal juga dengan sebutan
mammary duct ectasia, yang berarti pelebaran saluran karena adanya
penyumbatan pada saluran di payudara. Menurut Samuel J. Haryono dari
rumah sakit kanker dhaarmais, pada wanita 45 tahun ke atas atau pada
usia memasuki menopause, beberapa pemici reaksi peradangan ialah
perubahan hormonal dan aktivitas menyusui di masa lalu. Factor
penyebab penyumbatan yang utama adalah jaringan yang mati dan air
susu itu sendiri. Tumpukan jaringan mati dan air susu di saluran
payudara ini mnyebabkan buntunya saluran dan pada akhirnya malah
melebarkan saluran dibelakangnya, yang biasanya terletak dibelakang
puting payudara. Hasil akhirnya ialah reaksi peradangan yang disebut
mastitis periductal.
b. Mastitis Pueperalis (laktational)
Jenis ini banyak di dapat pada wanita hamil atau menyusui. Menurut
Samuel, sekitar 90% penyebab utama mastitis ialah akibat kuman yang
menginfeksi payudara ibu. Hal ini di karenakan air susu merupakan
media yang subur bagi pertumbuhan berbagai jenis kuman. Jenis kuman
yang paling umum ditemui pada mastitis ini adalah Sthaphyloccocus
Aureus, yang bisa di tranmisi keputing ibu melalui kontak langsung.
c. Mastitis superativa
Jenis ini ialah mastitis yang paling sering ditemui mirip dengan
jenis sebelumnya, mastitis jenis ini juga disebabkan kuman
Staphyloccocous. Selain itu bias juga disebabkan oleh jamur, kuman
TBC, bahkan sifilis.

II.2.2. Faktor Presdiposisi


 Posisi menyusui yang tidak baik
 Menyusui hanya pada satu posisi, sehingga drainase payudara tidak
sempurna
 Menyusui selama beberapa minggu setelah melahirkan11
 Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.
 Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat
kebanyakan ibu menghindari pengosongan payudara secara sempurna.
 Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek.
Biasanya mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan
bayinya minum sepanjang malam atau pada ibu yang menyusui dengan
tergesa-gesa.
 Pengosongan payudara yang tidak sempurna
 Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang hanya
mengisap puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting terhimpit
diantara gusi atau bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna.
 Ibu atau bayi sakit.
 Frenulum pendek.
 Produksi ASI yang terlalu banyak.
 Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat bepergian.
 Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk
pengaman pada mobil.
 Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI,
jamur,serpihan kulit, dan lain-lain.
 Penggunaan krim pada putting
 Ibu stres atau kelelahan.
 Ibu malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh yang
rendah.10

II.2.3. Etiologi
Dua penyebab utama mastitis menurut WHO (2003) yaitu: statis ASI dan
infeksi. Statis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau
berkembang menuju infeksi.
II.2.3.1. Statis ASI
Statis (terhentinya) ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efesien
dari payudara. Hal ini dapat terjadi jika payudara terbendung segera setelah
melahirkan atau setiap saat bila bayi tidak mengisap ASI yang dihasilkan dari
sebagian atau seluruh payudara penyebabnya termasuk kenyutan bayi yang buruk
pada payudara, penghisapan yang tidak efektif, pembantasan frekuensi atau durasi
menyusui dan sumbatan pada saluran ASI.3

II.2.3.2. Infeksi
Infeksi Menurut Sitti (2005) suatu proses infeksi pada payudara yang dapat
menimbulkan reaksi sistemik ibu, misalnya demam, payudara tampak begkak dan
kemerahan dan dirasakan nyeri. Biasanya terjadi beberapa minggu setelah
melahirkan. Pengobatan dapat dilakukan dilakukan dengan jalan tidak berhenti
menyusui, teruskan dengan mulai menyusui atau dipompa, jangan pijat, istirahat,
kompres hangat atau dingin, berikan antibiotik dan analgetik serta anjurkan ibu
untuk minum yang banyak.3

II.2.4. Gejala Klinis


Gejala yang dirasakan sebagai berikut :
a. Bengkak, nyeri pada saluran payudara/ nyeri lokal
b. Kemerahan pada seluruh payudara atau hanya lokal
c. Payudara keras dan berbenjol-benjol
d. Dapat disertai demam > 38o C.11
II.2.5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosis
tidak selalu diperlukan. World Health Organization (WHO) menganjurkan
pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila :
 pengobatan dengan antibiotik tidak -- memperlihatkan respons yang baik
dalam 2 hari
 terjadi mastitis berulang
 mastitis terjadi di rumah sakit
 penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang
langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus
dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh
puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang
dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Beberapa penelitian
memperlihatkan beratnya gejala yang muncul berhubungan erat dengan tingginya
jumlah bakteri atau patogenitas bakteri.10

II.2.6. Tatalaksana
II.2.6.1. Terapi Suportif
Tata laksana mastitis dimulai dengan memperbaiki teknik menyusui ibu.
Aliran ASI yang baik merupakan hal penting dalam tata laksana mastitis karena
stasis ASI merupakan masalah yang biasanya mengawali terjadinya mastitis. Ibu
dianjurkan agar lebih sering menyusui dimulai dari payudara yang bermasalah.
Tetapi bila ibu merasa sangat nyeri, ibu dapat mulai menyusui dari sisi payudara
yang sehat, kemudian sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah,
bila sebagian ASI telah menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang. Posisikan
bayi pada payudara sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung hidung berada
pada tempat yang mengalami sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan ASI
dari daerah tersebut.
Pijatan payudara yang dilakukan dengan jari-jari yang dilumuri minyak atau
krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah puting juga dapat
membantu melancarkan aliran ASI.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat,
mengkonsumsi cairan yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota keluarga
yang lain perlu membantu ibu di rumah agar ibu dapat beristirahat. Kompres
hangat terutama saat menyusu akan sangat membantu mengalirkan ASI. Setelah
menyusui atau memerah ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk mengurangi
nyeri dan bengkak. Pada payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang
membuat rasa nyeri bertambah. Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat
ibu lebih nyaman. Keputusan untuk memilih kompres panas atau dingin lebih
tergantung pada kenyamanan ibu.10

II.2.6.2. Penggunaan obat-obatan


Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, ibu
dengan mastitis dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi.
a. Analgesik
Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin
yang berguna dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk
mengurangi rasa nyeri pada mastitis. Analgesik yang dianjurkan adalah
obat anti inflamasi seperti ibuprofen. Ibuprofen lebih efektif dalam
menurunkan gejala yang berhubungan dengan peradangan dibandingkan
parasetamol atau asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari
tidak terdeteksi pada ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu menyusui
yang mengalami mastitis.
b. Antibiotik
Jika gejala mastitis masih ringan dan berlangsung kurang dari 24
jam, maka perawatan konservatif (mengalirkan ASI dan perawatan
suportif) sudah cukup membantu. Jika tidak terlihat perbaikan gejala
dalam 12 - 24 jam atau jika ibu tampak sakit berat, antibiotik harus segera
diberikan. Jenis antibiotik yang biasa digunakan adalah dikloksasilin atau
flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara oral. Dikloksasilin mempunyai
waktu paruh yang lebih singkat dalam darah dan lebih banyak efek
sampingnya ke hati dibandingkan flukloksasilin. Pemberian per oral lebih
dianjurkan karena pemberian secara intravena sering menyebabkan
peradangan pembuluh darah. Sefaleksin biasanya aman untuk ibu hamil
yang alergi terhadap penisillin tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin
yang berat lebih dianjurkan klindamisin.
Antibiotik diberikan paling sedikit selama 10 - 14 hari. Biasanya ibu
menghentikan antibiotik sebelum waktunya karena merasa telah membaik.
Hal ini meningkatkan risiko terjadinya mastitis berulang. Tetapi perlu pula
diingat bahwa pemberian antibiotik yang cukup lama dapat meningkatkan
risiko terjadinya infeksi jamur pada payudara dan vagina.10

II.2.7. Pencegahan
 Pemerikasaan sadari.
 Menyusui secara bergantian payudara kiri dan kanan.
 Untuk mencegah penyumbatan dan pembengkakan saluran, kosongkan
payudara dengan cara memompanya.
 Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegaah robekan/
luka puting susu.
 Minum banyak cairan (air).
 Menjaga kebersihan puting susu.
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.8

II.3. Perawatan Payudara


II.3.1. Tujuan Perawatan Payudara
a. Memperlancar sirkulasi darah
b. Mencegah terjadinya bendungan ASI
c. Memperlancar pengeluaran ASI

II.3.2. Cara Perawatan Payudara Pada Masa Nifas


a) Membersihkan puting susu
a. Pengertian
Suatu cara untuk membersihkan puting susu dari kotoran
sehingga terangkat dan tidak masuk kemulut dan tertelan oleh bayi.
b. Persiapan alat
 Kapas.
 Air masak
 Gelas
 Kain ( handuk bersih ).

c. Cara kerja
 Kapas direndam dengan air masak
 Puting susu dibersihkan dengan kapas basah
 Kemudian dikeringkan dengan kain yang bersih
 Dilakukan pada saat sebelum dan sesudah menyusui.
b) Pengurutan atau Massage
Pengurutan dilakukan dengan tujuan memberikan rangsangan pada
kelenjar air susu ibu agar dapat memproduksi ASI, pengurutan dilakukan
pada pagi dan sore hari, sebaiknya sebelum mandi dan diteruskan dengan
penyiraman yang dilakukan sebelum mandi.
1) Persiapan alat.
 Minyak kelapa / olium 10 cc
 Pompa susu
 Gelas / botol susu.
 Air panas dalam baskom.
 Air dingin dalam baskom
 Handuk bersih / waslap.
2) Cara kerja
 Alat – alat disiapkan dekat ibu, cuci tangan dan melakukan
pengurutan.
 Kedua telapak tangan diberi Oil.
 Buah dada kiri diurut dengan tangan kiri dan buah dada kanan
diurut dengan tangan kanan bila ibu mengerjakan sendiri, bila
dikerjakan oleh Bidan atau Perawat buah dada kiri diurut
dengan tangan kanan dan buah dada kanan diurut dengan
tangan kiri.
 Pengurutan dari tengah berputar kesamping, terus kebawah
kerjakan berulang-ulang antara 10-15 kali.
 Bagian samping buah dada diurut dari pangkal keputing
dilakukan 10- 15 kali.
 Pengurutan bagian bawah buah dada kearah putting dilakukan
15- 20 kali.
 Pengetokan dengan buku-buku jari tangan dengan cepat dan
teratur.
Setelah pengurutan diteruskan dengan penyiraman yaitu dengan cara :
 Ibu duduk atau berdiri, pakaian bagian atas dibuka punggung
ditutup dengan handuk.
 Kom air hangat dan dingin disediakan sebaiknya dikamar
mandi.
 Mula-mula disiram air hangat dilakukan dengan cepat sampai
10 kali kemudian cepat diganti dengan air dingin sampai 10
kali penyiraman terakhir dengan air hangat setelah itu ibu
mandi13

II.4. Menejemen Laktasi


Agar proses menyusui dapat berjalan lancar, maka seorang ibu harus
mempunyai keterampilan menyusui agar ASI dapat mengalir dari payudara ibu ke
bayi secara efektif. Keterampilan menyusui yang baik meliputi posisi menyusui
dan perlekatan bayi pada payudara yang tepat. 
Posisi menyusui harus senyaman mungkin, dapat dengan posisi berbaring
atau duduk. Posisi yang kurang tepat akan menghasilkan perlekatan yang tidak
baik. Posisi dasar menyusui terdiri dari posisi badan ibu, posisi badan bayi, serta
posisi mulut bayi dan payudara ibu (perlekatan/ attachment). Posisi badan ibu saat
menyusui dapat posisi duduk, posisi tidur terlentang, atau posisi tidur miring.
Saat menyusui, bayi harus disanggah sehingga kepala lurus menghadap
payudara dengan hidung menghadap ke puting dan badan bayi menempel dengan
badan ibu (sanggahan bukan hanya pada bahu dan leher). Sentuh bibir bawah bayi
dengan puting, tunggu sampai mulut bayi terbuka lebar dan secepatnya dekatkan
bayi ke payudara dengan cara menekan punggung dan bahu bayi (bukan kepala
bayi). Arahkan puting susu ke atas, lalu masukkan ke mulut bayi dengan cara
menyusuri langit-langitnya. Masukkan payudara ibu sebanyak mungkin ke mulut
bayi sehingga hanya sedikit bagian areola bawah yang terlihat dibanding aerola
bagian atas. Bibir bayi akan memutar keluar, dagu bayi menempel pada payudara
dan puting susu terlipat di bawah bibir atas bayi.
Posisi tubuh yang baik dapat dilihat sebagai berikut:
 Posisi muka bayi menghadap ke payudara (chin to breast)
 Perut/dada bayi menempel pada perut/dada ibu (chest to chest)
 Seluruh badan bayi menghadap ke badan ibu hingga telinga bayi
membentuk garis lurus dengan lengan bayi dan leher bayi 
 Seluruh punggung bayi tersanggah dengan baik
 Ada kontak mata antara ibu dengan bayi
 Pegang belakang bahu jangan kepala bayi
 Kepala terletak dilengan bukan didaerah siku
Posisi menyusui yang tidak benar dapat dilihat sebagai berikut :
 Leher bayi terputar dan cenderung kedepan
 Badan bayi menjauh badan ibu
 Badan bayi tidak menghadap ke badan ibu
 Hanya leher dan kepala tersanggah
 Tidak ada kontak mata antara ibu dan bayi
 C-hold tetap dipertahankan
Tanda perlekatan bayi dan ibu yang baik :
 Dagu menyentuh payudara
 Mulut terbuka lebar
 Bibir bawah terputar keluar
 Lebih banyak areola bagian atas yang terlihat dibanding bagian bawah
 Tidak menimbulkan rasa sakit pada puting susu
Jika bayi tidak melekat dengan baik maka akan menimbulkan luka dan nyeri
pada puting susu dan payudara akan membengkak karena ASI tidak dapat
dikeluarkan secara efektif. Bayi merasa  tidak puas dan ia ingin menyusu sering
dan lama. Bayi akan mendapat ASI sangat sedikit dan berat badan bayi tidak naik
dan lambat laun ASI akan mongering. 14

II.5. Kedokteran Keluarga


Kedokteran keluarga merupakan disiplin akademik profesional, yaitu
pengetahuan klinik yang dimplementasikan pada komunitas keluarga. Dokter
harus memahami manusia bukan hanya sebagai makhluk biologik, tetapi juga
makhluk sosial. Dalam hal ini harus memahami hakikat biologik, psikologik,
sosiologik, ekologik, dan medik.15
a. Hakikat biologik
Kedokteran keluarga memperhatikan pula perihal dinamika
kehidupan keluarga sebagai makhluk biologis, yaitu masuk keluarnya
seseorang anggota keluarga dalam organisasi keluarga. Mulai dari proses
pra-konsepsi/ pra-nikah sampai lahirnya anak, atau bertambahnya jumlah
anggota keluarga. Bertambahnya usia kemudian meninggal, atau anggota
keluarga yang pindah tempat, sehingga berkurang jumlah anggota
keluarga.
Untuk lebih terinci menilai permasalahan keluarga, dinilai dari
kualitas hidup keluarga serta fungsi keluarga, yaitu peranan fungsi biologis
keluarga perihal yang berkenaan dengan organ sistem terpadu dari
individu dan anggota keluarga lainnya yang mempunyai risiko, meliputi:
adanya faktor keturunan, kesehatan keluarga, dan reproduksi keluarga;
yang semuanya berpengaruh terhadap kualitas hidup keluarga.
b. Hakikat psikologik
Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai aktivitas dan tingkah
laku yang meerupakan gambaran sikap manusia yang menentukan
penampilan dan pola perilakuk dan kebiasaannya.
c. Hakikat sosiologik
Dalam kehidupannya manusia berhubungan dengan sesama baik
lingkup keluarga, pekerjaan, budaya, dan geografis, yang menimbulkan
berbagai proses dan gejolak. Kebijaksanaan yang digunakan dokter
keluarga adalah yang berorientasikan penyakit/ permasalahan yang
berhubungan dengan:
 Proses dinamika dalam keluarga
 Potensi keluarga
 Kualitas hidup yang dipengaruhi oleh budaya positif
 Pendidikan dan lingkungannya
d. Hakikat ekologik
Ekologi dalam kedokteran keluarga membahas manusia seutuhnya
dalam interaksinya dengan sesamanya dan spesies lainnnya juga
hubungannya dengan lingkungan fisik dalam rumah tangganya.
e. Hakikat medik
Temuan – temuan di bidang teknologi kedokteran akan juga
mempengaruhi ilmu kedokteran keluarga. Pergeseran pola perilaku dan
pola penyakit, akan mempengaruhi pola pelayanan kedokteran. Karena itu,
kedokteran keluarga sebagai ilmu akan berkembanga dalam bidang yang
mempengaruhi kesehatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan keluarga.15

II.5.1. Pendekatan Kedokteran Keluarga


Prinsip dalam kedokteran keluarga adalah pendekatan keluarga. Pendekatan
keluarga merupaka serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang terencana,
terarah, untuk menggali, meningkatkan, dan mengarahkan peran serta keluarga
agar dapat memanfaatkan potensi yang ada guna menyembukan anggota keluarga
dan menyelesaikan masalah kesehatan keluarga yang mereka hadapi. Dalam
pendekatan ini diberdayakan apa yang dimiliki oleh keluarga dan anggota
keluarga untuk menyembukan dan menyelesaikan masalah keluarga. Hal ini dapat
dilakukan bila memahami profil dan fungsi keluarga.
Pelayanan kedokteran keluarga merupakan pelayanan yang bersifat
komprehensif, meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Materi
kedokteran keluarga pada hakikatnya merupakan kepedulian dunia kedokteran
perihal masalah-masalah ekonomi dan sosial, di samping masalah organobiologik,
yaitu ditujukan terhadap pengguna jasa sebagai bagian dalam lingkungan
keluarga.
Demikian pula pemanfaatan ilmunya yang bersifat menyeluruh, yaitu
pelayanan terhadap masalah organ, mental-psikologikal dan sosial keluarga.15

Anda mungkin juga menyukai