Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM IMUN

“DIABETES MELITUS”

KELOMPOK 6 KELAS B

DINA FATIN NABILA


MUTHIAH RABBANI MARUAPEY
RATI INDAH SARI PARHUSIP
ARNIATI RAZAK

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN SORONG
JURUSAN D.III KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2021/2022

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...............................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................................2
D. Manfaat...........................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI......................................................................................................4
I. Konsep Teori Diabetes Melitus.......................................................................................4
A. Definisi........................................................................................................................4
B. Etiologi........................................................................................................................5
C. Patofisiologi.................................................................................................................5
D. Pathway.......................................................................................................................7
E. Manifestasi klinis.........................................................................................................8
F. Komplikasi..................................................................................................................9
G. Penatalaksanaan.........................................................................................................11
H. Penunjang diagnostik.................................................................................................13
II. Konsep Asuhan Keperawatan.......................................................................................15
A. Pengkajian.................................................................................................................15
B. Diagnosa....................................................................................................................18
C. Intervensi...................................................................................................................18
D. Implementasi.............................................................................................................20
E. Evaluasi.....................................................................................................................21
BAB III PENUTUP..................................................................................................................22
A. Kesimpulan................................................................................................................22
B. Saran..........................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Diabetes mellitus merupakan the silent killer karena penyakit ini dapat mengenai

semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan seperti tanda dan gejala

yang sering muncul yaitu, poliuria, polidipsia, dan polifagia. (Smeltzer, 2017). Berbagai

komplikasi dapat dialami para penderita DM, seperti komplikasi pada semua tingkat sel,

semua tingkatan anatomic dan juga dapat menyebabkan terjadinya infeksi kaki kemudian

berkembang menjadi luka atau gangren diabetes. Kaki diabetes adalah kelainan tungkai

bawah akibat diabetes mellitus yang tidak terkendali. Kaki diabetik merupakan salah satu

komplikasi kronik DM yang paling ditakuti. Di Amerika serikat diperkirakan bahwa

50% dari semua amputasi non traumatic terjadi pada pasien diabetes. (Ni Putu,

2018)Pada polineuropati sensori perifer simetris, yang terjadi pada kedua kaki dan kedua

tangan. Biasanya, ekstremitas bawah yang terkena pertama karena ekstremitas bawah

mempunyai saraf yang paling panjang diseluruh tubuh (Baradero M., 2018). Sehingga

dari tanda dan gejala dengan komplikasi yang terjadi pada pasien dengan diabetes

mellitus menyebabkan muncul masalah keperawatan kerusakan integritas kulit. (Ni Putu,

2018).

Diabetes merupakan suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia

yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya

efektifitas biologis dari insulin atau keduanya(Clevo & William, 2012). Diabetes

mellitus sangat berpotensi merusak pembuluh darah kecil dan pembuluh darah besar.

Karena terbentuknya zat kompleks yang terdiri dari gula didalam pembuluh darah, maka

pembuluh darah akan menebal dan mengalami kebocoran. Akibatnya, aliran darah

menjadi berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf. Kurangnya aliran darah

1
menuju saraf akan mengakibatkan kerusakan saraf. Pada penderita diabetes mellitus

terutama yang sudah bersifat kronik (menahun) dapat terjadi gangguan atau komlikasi

berupa nefropati diabetik, proteinuria, kelainan koroner. Kerusakan sistem saraf

(neuropati) yang dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kerusakan sistem saraf perifer,

kerusakan sistem saraf otonom dan kerusakan sistem saraf motorik.

Kerusakan sistem saraf perifer pada umumnya dapat menyebabkan kesemutan,

nyeri pada tangan dan kaki, serta berkurangnya sensitifitas atau mati rasa. Ada tiga

alasan mengapa orang dengan diabetes lebih tinggi resikonya mengalami masalah kaki

yaitu, sirkulasi darah dari kaki ke tungkai yang menurun (gangguan pembuluh darah),

berkurangnya perasaan pada kedua kaki (gangguan saraf), berkurangnya daya tahan

tubuh terhadap infeksi. Kaki yang mati rasa akan berbahaya karena penderita tidak

merasakan apa-apa sekalipun kakinya terluka, sehingga pada umumnya penderita

diabetes mellitus terlambat untuk menyadari bahwa telah terjadi luka pada kakinya, hal

ini semakin diperparah karena kaki yang disebabkan karena komplikasi makrovaskular,

mengakibatkan luka tersebut sukar untuk sembuh dan akan menjadi ulkus atau borok.

Hal ini dikarenakan tingginya kadar gula dalam tubuh penderita yang menyebabkan

proses penyembuhan luka yang lamban atau sulit apabila terjadi perlukaan terlebih jika

mengalami ulkus. (Maulana, 2018).

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakan Asuhan Keperawatan Pada Penderita Diabetes Mellitus?

C. Tujuan

Pembuatan tugas ini bertujuan untuk mengetahui laporan pendahuluan dan asuhan

keperawatan pada penderita Diabetes Melitus.

2
D. Manfaat

1. Bagi Penulis

Mengaplikasikan Keperawatan pada pasien dengan Diabetes Mellitus dengan masalah

keperawatan kerusakan integritas kulit dalam tatanan nyata terhadap klien serta

mendapatkan pengalaman ilmiah dalam menyusun asuhan keperawatan medikal

bedah.

2. Bagi Institusi Tempat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan meningkatkan mutu layanan

keperawatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan Asuhan Keperawatan

pada Diabetes Melllitus.

3. Bagi Keluarga dan Pasien

Klien dapat mengatur pola makan, obat, dan aktivitas sehingga Diabetes Mellitus

dapat terkendali

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

I. Konsep Teori Diabetes Melitus

A. Definisi

Pengertian diabetes mellitus berasal dari kata diabetes yang berarti terus mengalir,

dan mellitus yang berarti manis. Kemudian istilah diabetes menjadi sebutan, karena

sering minum dalam jumlah banyak yang disusul dengan sering keluar kembali dalam

jumlah yang banyak. Sebutan mellitus disebabkan air kencing yang keluar manis

mengandung gula. Sampai sekarang penyakit ini disebut sebagai kencing manis atau

diabetes mellitus. (Marewa, 2017)

Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan

metabolic akibat gangguan harmonal yang menimbulkan komplikasi pada mata, ginjal,

saraf dan pembuluh darah. (Nugroho, 2017)

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan

hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak,

dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau mikrovaskular,

makrovaskular, dan neuropati. (Nurarif & Kusuma, 2018)

Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit dengan keadaan abnormal yang

ditunjukkan dengan tingginya kadar glukosa dalam darah. DM merupakan kondisi kronis

yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi glukosa darah disertai dengan munculnya

gejala utama yang khas yaitu urine yang berasa manis dalam jumlah yang besar.

(Simatupang, 2018).

4
B. Etiologi

Menurut Sudoyo 2017 DM Tipe 1 adalah Diabetes yang tergantung insulin ditandai

dengan penghancuran sel-sel beta pankreas yang disebabkan oleh faktor genetik penderita

tidak mewarisi diabtes tipe itu sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau

kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe 1. Faktor imunologi (autoimun).

Faktor lingkungan: virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang

menimbulkan ekstruksi sel beta.

Untuk DM Tipe 2 disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin.

Faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II: usia, obesitas,

riwayat, dan keluarga. Dikatakan normal jika kadar gula darah < 140 mg/dl, dikatakan

toleransi glukosa terganggu jika 140 - < 200 mg/dl, dikatakan menderita diabetes jika

memiliki kadar gula darah ≥ 200 mg/dl. (Sudoyo, 2017)

C. Patofisiologi

Diabetes merupakan suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia

yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya

efektifitas biologis dari insulin atau keduanya. Terdapat beberapa jenis diabetes melitus

(DM), diantaranya: diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes gestasional

dan diabetes melitus tipe lain serta Impaired Glukosa Tolerance. Jenis diabetes yang

paling sering ditemukan adalah diabetse tipe 1 dan 2. Diabetes melitus tipe 1 dicirikan

dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau langerhans pankreas

sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Pada penderita DM tipe 1 ditemukan

sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel-sel ɑ pulau langerhans. Secara normal,

hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, tapi hal ini tidak terjadi pada penderita

diabetes melitus tipe 1, sekresi glukagon, akan tetap tinggi walaupun dalam keadaan

5
hiperglikemia, hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. (Clevo & William, 2017)

Pada DM tipe 2 masalah utama adalah berhubungan resistensi insulin dan

gangguan sekresi insulin. Resistensi insulin menunjukkan penurunan sensitifitas jaringan

pada insulin. Normalnya insulin mengikat reseptor khusus pada permukaan sel dan

mengawali rangkaian reaksi meliputi metabolisme glukosa. Pada DM tipe 2, reaksi

intraseluler dikurangi, sehingga menyebabkan efektivitas insulin menurun dalam

menstimulasi penyerapan glukosa oleh jaringan dan pada pengaturan pembebasan oleh

hati. Mekanisme pasti yang menjadi penyebab utama resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin pada DM tipe 2 tidak diketahui, meskipun faktor genetik berperan utama.

(Tarwoto & dkk, 2017)

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah penumpukan glukosa dalam

darah, peningkatan sejumlah insulin harus disekresi dalam mengatur kadar glukosa darah

dalam batas normal atau sedikit lebih tinggi kadarnya. Namun, jika sel beta tidak dapat

menjaga dengan meningkatnya kebutuhan insulin, mengakibatkan kadar glukosa

meningkat, dan DM tipe 2 berkembang. (Tarwoto & dkk, 2017)

6
D. Pathway

7
E. Manifestasi klinis

Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu:

a. Gejala awal pada penderita DM adalah:

1. Poliuria (peningkatan volume urine)

2. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan

keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehisrasi intrasel mengikuti

dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti

penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat).

Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic hormone) dan

menimbulkan rasa haus.

3. Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air kemih,

penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini

penderita seringkali merasa lapar yang luar biasa.

4. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes

lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk

menggunakan glukosa sebagai energi

b. Gejala lain yang muncul:

1. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan

antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi

imun dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.

2. Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal, lipatan

kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur.

3. Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama

candida.

4. Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan akibat

8
kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak

sel saraf rusak terutama bagian perifer.

5. Kelemahan tubuh

6. Penurunan energi metabolik/penurunan BB yang dilakukan oleh sel melalui

proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.

7. Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar

utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan protein banyak

diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang diperlukan untuk

penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.

8. Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun

karena kerusakan hormon testosteron.

9. Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa

oleh hiperglikemia

F. Komplikasi

Menurut Sujono & Sukarmin (2018), komplikasi DM dibagi dalam 2 kategori mayor,

yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka panjang :

1. Komplikasi Metabolik Akut

a. Hyperglikemia.

Hiperglikemi didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi pada rentang non

puasa sekitar 140-160 mg/100 ml darah. Hiperglikemia mengakibatkan pertumbuhan

berbagai mikroorganisme dengan cepat seperti jamur dan bakteri. Karena

mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah yang kaya glukosa. Setiap kali

timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme peningkatan darah pada jaringan

yang cidera. Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan

9
pasokan nutrisi. Kondisi ini akan mengakibatkan penderita DM mudah mengalami

infeksi oleh bakteri dan jamur. Secara rinci proses terjadinya hiperglekemia karena

defisit insulin tergambar pada perubahan metabolik sebagai berikut:

- Transport glukosa yang melintasi membran sel berkurang.

- Glukogenesis (pembentukkan glikogen dari glukosa) berkurang dan tetap terdapat

kelebihan glukosa dalam darah.

- Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan glikogen

berkurang dan glukosa hati dicurahkan ke dalam darah secara terus menerus

melebihi kebutuhan.

- Glukoneogenesis pembentukan glukosa dari unsur karbohidrat meningkat dan

lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurah kedalam darah hasil pemecahan asam

amino dan lemak.

Yang tergolong komplikasi metabolisme akut hyperglikemia, yaitu :

a. Ketoasidosis Diabetik (DKA)

Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi

dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan

peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton.

Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi

keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan

ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil

akhir dehidrasi dan kekurangan elektrolit.Pasien dapat menjadi hipotensi dan

mengalami syok. Akibat penurunan oksigen otak, pasien akan mengalami koma

dan kematian.

b. Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK)

10
Sering terjadi pada penderita yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin

absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat

dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl. Hiperglikemia menyebabkan

hiperosmolaritas, diuresis osmotik dan dehidrasi berat.

c. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)

Terutama komplikasi terapi insulin. Penderita DM mungkin suatu saat

menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk

mempertahankan kadar glukosa normal yang mengakibatkan terjadinya

hipoglikemia. Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah turun

dibawah 50-60 mg/dl (2,7-3,3 mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat

pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang

terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat.

2. Komplikasi kronik

a. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan

arteriola retina (retinopati diabetik), glomerolus ginjal (nefropati diabetik) dan saraf-

saraf perifer (neuropati diabetik).

b. Makroangiopati, mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis.

Gabungan dari gangguan biokimia yang

c. disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis penyakit vaskular.

Gangguan dapat berupa penimbunan sorbitol dalam intima vaskular,

hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah.

G. Penatalaksanaan

Menurut (Mansjoer, A dkk. 2018) penataaksanaan medis yaitu tujuan utama

terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam

11
upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik

pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi

hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam

penatalaksanaan DM, yaitu:

1. Diet

Syarat diet DM hendaknya dapat :

a. Memperbaiki kesehatan umum penderita

b. Mengarahkan pada berat badan normal

c. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik

d. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita

e. Menarik dan mudah diberikan

Prinsip diet DM, adalah :

a. Jumlah sesuai kebutuhan

b. Jadwal diet ketat

c. Jenis : boleh dimakan / tidak

2. Olahraga

Latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama 30 menit. Adanya

kontraksi otot akan merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan glukosa ke

dalam sel. Penderita diabetes dengan kadar glukosa darah >250mg/dl dan

menunjukkan adanya keton dalam urine tidak boleh melakukan latihan sebelum

pemeriksaan keton urin menunjukkan hasil negatif dan kadar glukosa darah

mendekati normal. Latihan dengan kadar glukosa tinggi akan meningkatkan sekresi

glukagon, growth hormon dan katekolamin. Peningkatan hormon ini membuat hati

melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar glukosa darah.Untuk

12
pasien yang menggunakan insulin setelah latihan dianjurkan makan camilan untuk

mencegah hipoglikemia dan mengurangi dosis insulinnya yang akan memuncak pada

saat latihan.

3. Penyuluhan

Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita

DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset

video, diskusi kelompok, dan sebagainya.

4. Obat-obatan

a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

b. Insulin

Indikasi penggunaan insulin

- DM tipe I

- DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD

- DM kehamilan

- DM dan gangguan faal hati yang berat

- DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)

- DM dan TBC paru akut

- DM dan koma lain pada DM

- DM operasi

- DM patah tulang

- DM dan underweight

- DM dan penyakit Graves

13
H. Penunjang diagnostik

Penentuan diagnosa D.M adalah dengan pemeriksaan gula darah menurut Sujono &

Sukarmin (2018) antara lain:

1. Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk DM > 140 mg/dl

paling sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau >140 mg/dl disertai gejala klasik

hiperglikemia atau IGT 115-140 mg/dl.

2. Gula darah 2 jam post prondial <140 mg/dl digunakan untuk skrining atau evaluasi

pengobatan bukan diagnostik

3. Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan diagnostik.

4. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1 ½ jam < 200

mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl.

5. Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan jika TTGO merupakan

kontraindikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal yang mempengaruhi absorbsi

glukosa.

6. Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna. Kortison

menyebabkan peningkatan kadar glukosa abnormal dan menurunkan penggunaan gula

darah perifer pada orang yang berpredisposisi menjadi DM kadar glukosa darah 140

mg/dl pada akhir 2 jam dianggap sebagai hasil positif.

7. Glycosetat hemoglobin, memantau glukosa darah selama lebih dari 3 bulan.

8. C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian glukosa.

9. Insulin serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml, dapat digunakan

dalam diagnosa banding hipoglikemia atau dalam penelitian diabetes.

14
II. Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

Menurut (Santosa, Budi. 2018)

1. Identitas klien, meliputi

Nama pasien, tanggal lahir,umur, agama, jenis kelamin, status perkawinan,

pendidikan, pekerjaan, No rekam medis.

2. Keluhan utama

a. Kondisi hiperglikemi:

Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing, dehidrasi, suhu tubuh

meningkat, sakit kepala.

b. Kondisi hipoglikemi

Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit kepala, susah

konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir, pelo,

perubahan emosional, penurunan kesadaran.

3. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang

disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur,

kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poliurea, polidipsi, anorexia,

mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kram otot,

gangguan tidur/istirahat, haus, pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan

masalah impoten pada pria.

4. Riwayat kesehatan dahulu

DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan penerimaan insulin,

gangguan hormonal, konsumsi obat-obatan seperti glukokortikoid, furosemid, thiazid,

beta bloker, kontrasepsi yang mengandung estrogen.

15
5. Riwayat kesehatan keluarga

Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.

6. Pemeriksaan Fisik

a. Aktivitas dan Istirahat

Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus otot menurun,

gangguan istirahat dan tidur. Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan

istirahat atau dengan aktivitas, letargi, disorientasi, koma

b. Sirkulasi

Gejala : adanya riwayat penyakit hipertensi, infark miokard akut,

klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada

kaki, penyembuhan yang lama. Tanda : takikardia, perubahan

TD postural, nadi menurun, disritmia, krekels, kulit panas,

kering dan kemerahan, bola mata cekung.

c. Integritas ego

Gejala : stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan

dengan kondisi. Tanda : ansietas, peka rangsang.

d. Eliminasi

Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri

terbakar, kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen, diare.

Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus lemah,

hiperaktif pada diare.

e. Makanan dan cairan

Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti diet,

peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan

berat badan, haus, penggunaan diuretik.

16
Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan, distensi

abdomen, muntah, pembesaran tiroid, napas bau aseton

f. Neurosensori

Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia, gangguan

penglihatan. Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma, gangguan

memori, refleks tendon menurun, kejang.

g. Kardiovaskuler

Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi

dysritmia, krekel, DVJ (GJK) Pernapasan Gejala: merasa kekurangan oksigen,

batuk dengan atau tanpa sputum. Tanda: pernapsan cepat dan dalam, frekuensi

meningkat.

h. Seksualitas

Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan orgasme pada

wanita

i. Gastro intestinal

Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, anseitas,

wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.

j. Muskuloskeletal

Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki,

reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.

k. Integumen

Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor

jelek, pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak),

kulit rusak, lesi/ulserasi/

17
B. Diagnosa

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.

ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)

3. Defisit Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan volume cairan secara aktif,

Kegagalan mekanisme pengaturan

4. Ketidakefektifan perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan

C. Intervensi

Diagnosa Tujuan Intervensi


keperawatan
Nyeri akut Pain Level Pain Management
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu 1) Lakukan pengkajian nyeri secara
berhubungan
penyebab nyeri, mampu komprehensif termasuk lokasi,
dengan agen injuri
menggunakan tehnik non- karakteristik, durasi, frekuensi,
biologis farmakologi untuk mengurangi kualitas dan faktor presipitasi
nyeri, mencari bantuan) 2) Observasi reaksi nonverbal dari
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang ketidaknyamanan
dengan menggunakan manajemen 3) Kaji kultur yang mempengaruhi
nyeri respon nyeri
3) Mampu mengenali nyeri (skala, 4) Kontrol lingkungan yang dapat
intensitas, frekuensi dan tanda mempengaruhi nyeri seperti suhu
nyeri) ruangan, pencahayaan dan
4) Menyatakan rasa nyaman setelah kebisingan
nyeri berkurang 5) Ajarkan tentang teknik non
5) Tanda vital dalam rentang normal farmakologi
6) Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
7) Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri

18
tidak berhasil

Ketidakseimbangan Nutritional Status : food and Fluid Nutrition Monitoring


Intake 1) Monitor adanya penurunan berat
nutrisi kurang dari
 Adanya peningkatan berat badan badan
kebutuhan tubuh
sesuai dengan usia 2) Monitor lingkungan selama
b.d.  Berat badan ideal sesuai dengan makan
tinggi badan 3) Monitor mual dan muntah
ketidakmampuan
 Mampu mengidentifikasi 4) Monitor makanan kesukaan
menggunakan
kebutuhan nutrisi 5) Monitor pucat, kemerahan, dan
glukose (tipe 1) kekeringan jaringan
konjungtiva
6) Monitor kalori dan intake nuntrisi
7) Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan
cavitas oral.
8) Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
Defisit Volume Setelah dilakukan tindakan Fluid management
keperawatan selama 3x24jam 1. Pertahankan catatan intake dan
Cairan b.d
diharapkan klien dengan diagnosa output yang akurat
Kehilangan volume
kelebihan volume 2. Pasang urin kateter jika
cairan secara aktif, cairan dapat teratasi dengan kriteria diperlukan
hasil : 3. Monitor hasil lab yang sesuai
Kegagalan
 Fluid balance dengan retensi cairan (BUN,
mekanisme
 Terbebas dari edema, efusi, Hmt, osmolalitas urin )
pengaturan anaskara 4. Monitor indikasi retensi /
 Memelihara tekanan vena sentral, kelebihan cairan (cracles,
tekanan kapiler paru, output jantung CVP , edema, distensi vena leher,
dan vital sign dalam batas asites)
normal 5. Kaji lokasi dan luas edema

 Terbebas dari kelelahan, kecemasan Monitor status nutrisi

atau kebingungan Berikan diuretik sesuai interuksi


Batasi masukan cairan pada

19
 Menjelaskan indikator kelebihan keadaan hiponatrermi
cairan 6. dilusi dengan serum Na < 130
mEq/l
Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebih
muncul memburu

Ketidakefektifan Circulation status Peripheral Sensation Management


 TD normal (120/80 mmHg) 1. Monitor adanya daerah tertentu
perfusi jaringan
 Tingkat kesadaran membaik yang hanya peka
tidak efektif b.d
 Tidak ada gerakan involunter terhadap rangsangan panas atau
hipoksemia  Fungsi sensorik dan motorik tidak dingin

ada gangguan 2. Periksa penyebab perubahan


jaringan
sensasi
3. Ajarkan klien untuk
mengobservasi kulit pada
daerah perifer
4. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat analgetik

D. Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang

telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien

secara optimal. Pada tahap ini perawat menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan

hubungan antar manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis keperawatan, penemuan

20
perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan komplikasi, penemuan

perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan klien dengan lingkungan, implementasi

pesan tim medis serta mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan klien.

E. Evaluasi

Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai

kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara

berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Penilaian

dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan klien secara

optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit Diabetes Mellitus atau lebih tepatnya kelainan ini

mengharuskan penderitanya untuk selalu memonitor diri akan kondisi kadar gula darah

setiap harinya sesering mungkin. Dari hasil penelitian, dapat ditari k sebuah kesimpulan

yakni penderita Diabetes Mellitus membutuhkan fitur tambahan berupa persentase

hipoglisemia, normal, dan hiperglisemia sebagai salah satu bentuk hasil yang langsung

dapat dicerna dan disimpulkan sendiri oleh penderita. Karena dengan demikian secara

tidak langsung penderita mengetahui pol a hidup yang seharusnya dijalankan

seperti apa. Fitur tambahan lain ya ng mendukung kesimpulan di atas adalah

LBG dan HBGI sebagai data pendukung kecenderungan kadar gula darah

penderita.

B. Saran

Semoga tugas ini dapat memberikan wawasan terhadap para pembaca, sehingga

banyak orang yang lebih tau tentang Diabetes Melitus. Selain itu juga dapat mencegah

dirinya untuk tidak terkena penyakit DM.

22
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, EJ. 2018. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC Jakarta: EGC.

Mansjoer, A dkk. 2018. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media

Aesculapius

Nurarif & Hardhi. 2017. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

Medis & Nanda Nic-Noc Panduan penyusunan Asuhan Keperawatan

Profesional. Yogyakarta : Mediaction Jogja. Price & Wilson (2019). Patofisiologi Konsep

Klinis Proses-Proses Penyakit. Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care).

Bandung: Penerbit PT Alumni Santosa, Budi. 2018. Panduan Diagnosa Keperawatan

NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika

Sujono & Sukarmin (2018). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin &

Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu Sukarmin & Riyadi. 2019. Asuhan

Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin & Endokrin pada Pankreas.

Yogyakarta : Graha Ilmu Yuliana Elin, Andrajat Retnosari, 2019. ISO Farmakoterapi.

Jakarta: ISF

23

Anda mungkin juga menyukai