Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM IMUN (SYSTEMIC ERITHEMATOSUS

LUPUS)

DISUSUN OLEH :

ARNIATI ROKMA ABDUL RAZAK


DINA FATIN NABILA
MUTHIAH RABBANI MARUAPEY
RATI INDAH SARI PARHUSIP

DII KEPERAWATAN SEMESTER V/B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES SORONG
JURUSAN DIII KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang masih

memberikan kita kesehatan, sehingga kami menyelesaikan tugas pembuatan tugas

mata kuliah Kegawatdaruratan Kelautan dengan judul. “Asuhan Keperawatan Gadar

Stroke”. Tujuan dibuatnya tugas ini yaitu untuk memenuhi salah satu tugas yang

diberikan.

Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak

yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Penulis juga berharap

semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami

harapkan dari para pembaca guna untuk meningkatkan pembuatan tugas kami di

waktu selanjutnya.

Senin, 01 Novemebr 2021

Kelompok 2

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................................1
B. Tujuan............................................................................................................................2
C. Manfaat..........................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................3
I. Konsep Dasar penyakit LSE.........................................................................................3
A. PENGERTIAN..........................................................................................................3
B. Etiologi......................................................................................................................4
C. Klasifikasi..................................................................................................................5
D. Patofisiologi...............................................................................................................5
E. Pathway.....................................................................................................................7
F. Manifestasi Klinis......................................................................................................8
G. Penatalaksanaan Medis..............................................................................................8
H. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................9
I. Komplikasi..............................................................................................................10
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................11
A. Pengkajian...............................................................................................................11
B. Diagnosa..................................................................................................................14
C. Intervensi.................................................................................................................15
D. Implementasi...........................................................................................................18
E. Evaluasi...................................................................................................................19
BAB III TINJAUAN KASUS.................................................................................................20
BAB IV PENUTUP.................................................................................................................35
A. Kesimpulan..................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................37

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem imun terbentuk dari sel-sel darah putih, sumsum tulang, dan jaringan

limfoid yang mencakup kelenjar timus, kelenjar limfe, lienm tonsil, serta adenoid.

Diantar sel-sel darah putih yang terlibat dalam imunitas terdapat limfotik B (sel

B) dan limfosit T (sel T). kedua sel ini berasal dari limfoblast yang dibuat dalam

sumsum tulang. Limfosit B mencapai maturitasnya dalam sumsum tulang dan

kemudian memasuki sirkulasi darah, limfosit T bergerak dari sumsum tulang ke

kelenjar timus tempat sel-sel tersebut mencapai maturasinya menjadi beberapa

jenis sel yang dapat melaksanakan berbagai fungsi yang berbeda.

Imunitas mengacu pada respon prduktif tubuh yang spesifik terhadap benda

asing atau mikroorganisme yang menginvasinya. Kelainan pada system imun

dapat berasal dari kelebihan atau kekurangan sel-sel imunokompeten, serangan

imunologik terhadap antigen sendiri atau respon yang tidak tepat atau berlebihan

terhadap antigen spesifik.

Menurut Hasdianah, dkk (2014), terdapat banyak faktor yang berpengaruh

terhadap berkembangnya penyakit autoimun (multi faktor). Penyakit autoimun

merupakan penyakit yang timbul akibat patahnya toleransi kekebalan diri. Lupus

merupakan salah satu penyakit autoimun. Faktor-faktor yang bersifat predisposisi

dan ikut berkontribusi menimbulkan penyakit autoimun antara lain, faktor

3
genetik, kelamin (gender), infeksi, sifat autoantigen, obat-obatan, serta faktor

umur.

Menurut Judha, dkk (2015), factor yang meningkatkan risiko penyakit lupus

yakni jenis kelamin, wanita usia produktif lebih berisiko terkena penyakit ini.

Lupus paling umum terdiagnosis pada mereka yang berusia diantara 15-40 tahun.

Ras Afrika, Hispanics dan Asia lebih berisiko terkena lupus. Paparan sinar

matahari juga menjadi faktor risiko lupus. Jenis kelamin, usia, ras, paparan sinar

matahari, konsumsi obat tertentu, infeksi virus Epstein-Barr, paparan zat kimia

seperti rokok juga menjadi faktor risiko penyakit lupus.

Sudiono (2014), memaparkan bahwa seiring dengan peningkatan usia,

kemungkinan terjadi kerusakan respon imun semakin tinggi. Sehingga,

kerentanan terhadap infeksi semakin meningkat juga. Peningkatan usia juga

berpengaruh terhadap respon vaksin dalam tubuh. Respon vaksin menjadi tidak

mencukupi dan kadar kelainan autoimun juga meningkat.

B. Tujuan

Pembuatan asuhan keperawatan ini sebagai pemenuhan tugas mata kuliah

keperawatan gerontik. Selain itu juga memiliki tujuan untu menggambarkan

asuhan keperawatan Lupus Eritematosus Sistetik Pada Lansia.

C. Manfaat

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan pembaca tentang Asuhan

Keprawatan Lupus Eritematosus Sistetik Pada Lansia.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Konsep Dasar penyakit LSE

A. PENGERTIAN

Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi

autoimun pada jaringan penyembuhan yang dapat mencukup ruam kulit, nyeri

sendi, dan keletihan. Penyakit ini lebih sering terjadi pada prempuan dari pada

pria dengan faktor 10:1. Androgen mengurangi gejala SLE dan estrogen

memperburuk keadaan tersebut ( Elizabeth 2011).

Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit vaskuler kolagen (suatu

penyakit autoimun). Ini berarti tubuh manusia menghasilkan antibodi terhadap

organ tubuhnya sendiri, yang dapat merusak organ tersebut dan fungsinya. Lupus

dapat menyerang banyak bagian tubuh termasuk sendi, ginjal, paru-paru seta

jantung (Glade,2013).

SLE (systemic lupus erythematosus) adalah sejenis rema jaringan yang

bercirikan nyeri sendi (arthralgia), demam, malaise umum dan erythema dengan

pola berbentuk kupu-kupu khas dipipi muka. Darah mengandung antibody

beredar terhadap IgG dan imunokompleks, yakni kompleks antigen-antibodi-

komplemen yang dapat mengendap dan mengakibatkan radang pembuluh darah

(vaskulitis) dan radang ginjal. Sama dengan rematik,SLE juga merupakan

penyakit auroimun,tetapi jauh lebih jarang terjadi dan terutama timbul pada

prempuan. Sebabnya tidak diketahui,penanganannya dengan kortikosteroida atau

5
secara alternative dengan sediaan enzim (papain 200mg + pangkreatin 100mg +

vitamin E 10mg) 2 dd 1 kapsul (tan&kirana,2012)

B. Etiologi

Antibody anti RO dan anti LA dapat menyebabkan sindrom lupus neonates

dengan melinitasi plaseta. Sindrom ini dapat bermanifestasi sebagai lesi kulit atau

blok jatung congenital. Faktor genetic mempunyai peranan yang sangat penting

dalam kerentanan dan ekspresi penyakit SLE.Sekitar 20-30% pada pasien SLE

mempunyai kerabatdekat yang menderita SLE. Penelitian terakhir menunjukan

bahwa banyak gen yang berperan antara lain haptolip MHC terutama HLA-DR2

dan HLA-DR3, komponen komplemen yang berperan pada fase awal reaksi

peningkatan komplomen yaitu : Crg, Cir, Cis, C3, C4 dan C2 serta gen-gen yang

mengode reseptor drl T, immunoglobulin dan sitokin (Albar 2003).

Faktor lingkungan yang menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar UV yang

mengubah struktur DNA didaerah yang terpapar sehingga menyebabkan

perubahan sistem imun didaerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel

keratonosit. SLE juga dapat diinduksi oleh obat tertentu khususnya pada asetilator

lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menyadi

lambat, obat banyak terakumulas ditubuh sehingga memberikan kesempatan obat

untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing

tersebut (Herfindal et al,2000). Makanan seperti wijen (alfafa sprouts) yang

mengandung asam aino L-cannavine dapat mengurangi respon dari sel limfosit T

dan B sehingga dapat menyebabkan SLE (Delafuente 2002).

6
Selain intu infeksi virus dan bakteri juga menyebabkan peningkatan

antibody entiviral sehingga mengaktivasi sel B limfosit yang akan memicu

terjadinya SLE (Herfindal et al,2000).

C. Klasifikasi

Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:


1. Discoid Lupus yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit
Lupus yang menyerang kulit.
2. Systemics Lupus, penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system di
dalam tubuh, seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan
system saraf. Selanjutnya kita singkat dengan SLE (Systemics Lupus
Erythematosus).

3. Drug-Induced, penyakit Lupus yang timbul setelah penggunaan obat


tertentu. Gejala-gejalanya biasanya menghilang setelah pemakaian obat
dihentikan.

D. Patofisiologi

Kerusakan organ pada SLE didasari oleh reaksi imunologi. Proses diawali

dengan faktor pencetus yang ada dilingkungan, dapat pula infeksi, sinar

ultraviolet atau bahan kimia. Cetusan ini menimbulkan abnormalitas respon imun

didalam tubuh yaitu :

a. Sel T dan B menjadi autoreaktif

b. Pembentukan silokin yang berlebihan

c. Hilangnya regulator control pada sistem imun anatara lain :

- Hilangnya kemampuan membersihkan antigen dikompleks imun maupun

sitokin didalam tubuh

7
- Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis

- Hilangnya toleransi imun sel T mengenali molekul tubuh sebagai antigen

karena adanya mimikri molekul

Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibody didalam

tubuh yang disebut sebagai autoantibodi. Selanjutnya antibody 2 yang

membentuk kompleks imun tersebut terdeposisi pada jaringan / organ yang

akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau kerusakan jaringan.

Penyakit SLE terjadi akibat terganggunnya regulasi kekebalan yang

menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan

imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetika,

hormonal (sebagaimana terbukti oleh penyakit yang biasannya terjadi selama

usia prodiktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-

obatan tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan

beberapa preparat antikonvulsan disamping makanan seperti kecambah alfa-

alfa turut terlihat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan.

8
E. Pathway

9
F. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis SLE sangat bervariasi, baik dalam keterlibatan organ pada

suatu waktu maupun keparahan manifestasi penyakit pada organ tersebut. Sebagai

tambahan, perjalanan penyakit berbeda antar pasien. Keparahan dapat bervariasi

dari ringan ke sedang sehingga parah atau bahkan membahayakan hidup. Karena

perbedaan multisystem dari manifestasi kliniksnya, lupus telah menggantikan

sifilis sebagai great imitator.

Kebanyakan pasien dengan SLE memiliki penyakit ringan samapai sedang

dengan gejala kronis, diselingi oleh peningkatan aktivitas penyakit secara

terhadap atau tiba-tiba. Pada sebagian kecil pasien dikarakteristikkan dengan

peningkatan aktivitas penyakit dan remisi klinik sempurna. Pada keadaan yang

sangat jarang, pasien mengalami episode aktif SLE singkat diikuti dengan remisi

lambat.

Gambaran klinis SLE menjadi rumit karena dua hal. Pertama walaupun SLE

dapat menyebabkan berbagai tanda dan gejala, tidak semua tanda dan gejala pada

pasien dengan SLE disebabkan oleh penyakit infeksi virus, dapat menyerupai

SLE. Kedua, efek samping pengobatan, khususnya penggunaan glukokortikoid

jangka panjang, harus dibedakan dengan tanda dan gejala.

G. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan termasuk penatalaksanaan penyakit akut dan kronik :

10
- Mencegah penurunana progresif fungsi organ, mengurangi kemungkinan
penyakit akut, meminimalkan penyakit yang berhubungan dengan kecacatan
dan mencegah komplikasi dari terapi yang diberikan.
- Gunakan obat-obatan antinflamasi nonsteroid (NSAID) dengan kortikosteroid
untuk meminimalkan kebutuhan kortikosteroid.
- Gunakan krortikosteroid topical untuk manifestasi kutan aktif.
- Gunakan pemberian bolus IV sebagai alternative untuk penggunaan dosis oral
tinggil tradisional.
- Atasi manifestasi kutan, mukuloskeletal dan sistemik ringan dengan obat-obat
antimalarial.
- Preparat imunosupresif (percobaan) diberikan untuk bentuk SLE yang serius

H. Pemeriksaan Penunjang

SLE merupakan suatu penyakit autoimun pada jaringan ikat yang

menujukan berbagai manifestasi paling sering berupa artitis. Dapat juga timbul

manifestasi dikulit, ginjal dan neorologis. Penyakit ini ditandai dengan adanya

periode aktivitas (ruam) dan remisi. SLE ditegakan atas dasar gambaran klinis

disertai dengan penanda serologis, khususnya beberapa autoantibodi yang paling

sering digunakan adalah antinukelar antibody (ANA, terapi antibody ini juga

dapat ditemukan pada wanita yang tidak menderita SLE. Antibody yang kurang

spesifik adalah antibouble standed DNA antibody (anti DNA), pengukuran

bermanfaat untuk menilai ruam pada lupus.Anti-Ro, anti-La dan antibody

antifosfolipid penting untuk diukur karena meningkatkan resiko pada kehamilan.

Penatalaksanaan SLE harus dilaksanakan secara multidisiplin. Periode

aktifitas penyakit dapat sulit untuk di diagnosa. Keterlibatan ginjal sering kali

disalah artikan dengan pre-eklamsia, tetapi temuan adanya peningkatan antibody

11
anti DNA serta penurunan tingkat komplemen membantu mengarahkan pada

ruam. Antibody fosfolipid dapat timbul tanpa SLE tetapi menandakan resiko

keguguran. Temuan pemeriksaan laboratorium :

1. Tes flulorensi untuk menentukan antinuclear antibody (ANA), positif dengan

titer tinggi pada 98% penderita SLE

2. Pemeriksaan DMA double standed tinggi,spesifik untuk menentukan SLE

3. Tes sifilis bias positif palsu pada pemeriksaan SLE.

4. Pemeriksaan zat antifosfolipid antigen (seperti antikardolipin antibody)

berhubungan dengan menentukan adanya thrombosis pada pembuluh arteri,

vena atau pada abortus spontan, bayi meninggal dalam kandungan dan

trombositopeni.

Pemeriksaan laboratorium ini diperiksa pada penderita SLE atau lupus

meliputi darah lengkap, laju sedimentasi darah, antibodyantinuklir (ANA), anti-

AND, SLE, CRP, analyses urin, komplemen 3 dan 4 pada pemeriksaan diagnosis

yang dilakukan adalah biopsy.

I. Komplikasi

1. Ginjal

2. System saraf

3. Penggumpalan darah

4. Kardiovaskular

5. Paru-paru

6. Otot dan kerangka tubuh

12
7. Kulit

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Anamnesis

Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan

pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan

mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala

tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.

2. Keluhan Utama

Pada umumnya pasien mengeluh mudah lelah, lemah, nyeri, kaku,

demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta

citra dari pasien

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu dikaji tentang riwayat penyakit dahulu,apakah pernah menderita

penyakit ginjal atau manifestasi SLE yang serius, atau penyakit autoimun

yang lain.

4. Riwayat Penyakit Sekarang

a. Perlu dikaji yaitu gejala apa yang pernah dialami pasien (misalnya

ruam malar-fotosensitif, ruam discoid-bintik-bintik eritematosa

menimbulkan : artaralgia/arthritis, demam, kelelahan, nyeri dada

13
pleuritik, pericarditis, bengkak pada pergelangan kaki, kejang, ulkus

dimulut.

b. Mulai kapan keluhan dirasakan.

c. Faktor yang memperberat atau memperingan serangan.

d. Keluhan-keluhan lain menyertai.

5. Riwayat Pengobatan

Kaji apakah pasien mendapat terapi dengan klorpromazin, metildopa,

hidralasin, prokainamid dan isoniazid, Dilantin, penisilamin dan kuinidin.

6. Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami

penyakityang sama atau penyakit autoimun yang lain

7. Pemeriksaan Fisik

Dikaji secara sistematis :

a. B1 ( Breath )

Irama dan kecapatan nafas, kesimetrisan pergerakan nafas, penggunaan

otot nafas tambahan, sesak, suara nafas tambahan (rales,ronchi), nyeri

saat inspirasi, produksi sputum, reaksi alergi. Patut dicurigai terjadi

pleuritis atau efusi pleura.

b. B2 ( Blood )

Tanda-tanda vital, apakah ada nyeri dada,suara jantung (s1,s2,s3),

bunyi systolic click (ejeksi clik pulmonal dan aorta), bunyi mur-mur.

Frictionrup pericardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.

Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis

14
menunjukan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan,siku,jari

kaki dan permukaan ekstensor lengan dibawah atau sisi lateral tangan.

c. B3 ( Brain )

Mengukur tingkat kesadaran (efek dari hipoksia) Glasgow Coma Scale

secara kuantitatif dan respon otak : compos mentis sampai coma

(kualitatif), orientasi pasien. Seiring terjadinya depresi dan psikosis

juga serangan kejang-kejang.

d. B4 ( Bladder )

Pengukuran urine tamping (menilai fungsi ginjal), warna urine (menilai

filtrasi glomelorus)

e. B5 ( Bowel )

Pola makan, nafsu makan, muntah, diare, berat badan dan tinggi badan,

turgor kulit, nyeri tekan, apakah ada hepatomegaly, pembesaran limpa

Adapun juga pemeriksaan yang dapat dilakukan pada anggota tubuh seperti:

a. Kulit

Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.

b. Kardiovaskuler

Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.

Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis

menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari

kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.

c. Sistem Muskuloskeletal

15
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa

kaku pada pagi hari.

d. Sistem integumen

Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang

melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa

pipi atau palatum durum

e. System pernapasan

Pleuritis atau efusi pleura.

f. System vaskuler

Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,

eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan

ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.

g. System renal

Edema dan hematuria.

h. System saraf

Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea

ataupun manifestasi SSP lainnya.

B. Diagnosa

1. Nyeri kronis berhubungan dengan ketidakmampuan fisik-psikososial kronis


(arthritis).
2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan inflamasi

16
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk memasukkan nutrisi karena gangguan pada mukosa
mulut
4. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang buruk karena suatu
penyakit
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan deficit imunologi

C. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan (NIC)


. Keperawatan ( NOC)
1. Nyeri kronis 1. Comfort level Pain management
berhubungan dengan 2. Pain control 1. Monitor kepuasan pasien
ketidak mampuan 3. Pain level terhadap manajemen nyeri
fisik-psikososial Tujuan : Setelah dilakukan 2. Tingkat istirahat dan tidur yang
kronis (arthritis). tindakan keperawatan adekuat
selama 24 jam nyeri kronis 3. Kelola antianalgesik
pasien berkurang dengan 4. Jelaskan pada pasien penyebab
kriteria hasil: nyeri
1. Tidak ada gangguan 5. Lakukan tehnik nonfarmakologis
tidur ( relaksasi masase punggung)
2. Tidak ada gangguan
konsetrasi
3. Tidak ada gangguan
hubungan intrerpersonal
4. Tidak ada ekspresi
menahan nyeri dan
ungkapan secara verbal
5. Tidak ada tegangan otot

2. Peningkatan suhu Thermoregulasi 1. Monitor suhu sesering mungkin


tubuh berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan 2. Monitor TD, nadi dan RR
dengan inflasi tindakan selama 24 jam 3. Monitor WBC,Hb dan Hct
pasien menunjukan kriteria 4. Monitor intake dan output
hasil : 5. Berikan antipiretik sesuai advis
1. Suhu tubuh dalam dokter
batas normal 6. Selimuti pasien
2. Nadi dan RR dalam
17
rentang normal 7. Berikan cairan intravena
3. Tidak ada perubahan 8. Kompres pasien pada lipat paha
warna kulit dan tidak dan aksila
ada pusing, pasien 9. Tingkatkan sirkulasi udara
merasa nyaman 10. Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
11. Monitor hidrasi seperti turgor
kulit, kelembaban mukosa
3. a. Nutritional status :
Ketidakseimbangan adequacty of nutrient 1. Kaji adanya alergi makanan
nutrisi kurang dari b. Nutritional status : Food 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan tubuh and fluid intake untuk menentukan jumlah kalori
berhubungan dengan c. Weght control dan nutrisi yang dibutuhkan
ketidak mampuan Tujuan : Setelah dilakukan pasien
untuk memasukkan tindakan keperawatan 3. Ajarkan pasien bagaimana
nutrisi karena Selama 2x24 jam nutrisi membuat catatatan makanan
gangguan pada kurang teratasi dengan harian
mukosa mulut indicator : 4. Monitor adanya penurunan BB
1. Albumin serum dan gula darah
2. Prealbumin serum 5. Monitor lingkungan selama
3. Hematokrit makan
4. Hemoglobin 6. Jadwalkan pengobatan dan
5. Total iron binding tindakan tidak selama jam makan
capacity 7. Monitor turgor kulit
6. Jumlah limfosit 8. Monitor kekeringa, rambut
kusam, total protein, Hb dan
kadar Hct
9. Monitor mual dan muntah
10. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan kojungtiva
11. Monitor intake nutrisi
12. Informasikan pada pasien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
13. Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
14. Atur posisi semifowler tinggi
selama makan

18
15. Kelola pemberian antiemetic
16. Anjurkan banyak minum
17. Pertahankan terapi IV line
18. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik, papilla lidah dan
cavitas oral

4. 1. Activity tolerance
Kelelahan 2. Energy conservation 1. Monitor respon kardiorespirasi
berhubungan dengan 3. Nutritional status energy terhadap aktivitas (takikardi,
kondisi fisik yang Tujuan : Setelah dilakukan disritmai, dyspnea, diaphoresis,
buruk karena suatu tindakan keperawatan pucat, tekanan hemodinamik dan
penyakit selama 2x24 jam kelelahan jumlah respirasi)
pasien teratasi dengan 2. Monitor dan catat pola dan
kriteria hasil : jumlah tidur pasien
1. Kemampuan aktivitas 3. Monitor lokasi ketidak nyamanan
adekuat atau nyeri selama bergerak dan
2. Mempertahankan nutria aktivitas
adekuat 4. Monitor intake nutrisi
3. Keseimbangan aktivitas 5. Monitor pemberian dan efek
dan istirahat samping obat depresi
4. Menggunakan teknik 6. Kolaborasi dengan ahli gizi
energy konservasi tentang cara meningkatkan intake
5. Mempertahankan makanan tinggi energy
interaksi social 7. Monitor pemberian dan efek
6. Mengidentifikasi faktor samping obat depresi
fisik dan psikologis 8. Instruksikan pada pasien untuk
yang menyebabkan mencatat tanda dan gejala
kelelahan kelelahan
7. Mempertahankan 9. Jelas pada pasien hubungan
kemampuan untuk kelelahan dengan proses penyakit
konsentrasi 10. Dorong pasien dan keluarga
mengekspresikan perasaannya
11. Catat aktivitas yang dapat
meningkatkan relaksasi
12. Tingkatkan pembatasan bedrest
dan aktivitas
13. Batasi stimulasi lingkungan
untuk memfasilitasi relaksasi

19
1. Tissue integrity : Skin
5. Kerusakan integritas and mucous membrane 1. Anjurkan pasien untuk
kulit berhubungan 2. Wound healing primer menggunakan pakaian yang
dengan deficit dan sekunder longgar
imunologi Tujuan : Setelah dilakukan 2. Hindari kerutan pada tempat
tindakan keperawatan tidur
selama 2x 24 jam kerusakan 3. Jaga kebersih dan kering
integritaskulit berkurang 4. Monitor kulit akan adanya
dengan kriteria hasil : kemerahan
1. Intergritas kulit yang 5. Mobilasasi pasien (ubah posisi
baik bisa dipertahankan pasien) setiap dua jam sekali
(sensai, elastisitas, 6. Oleskan lotion atau minyak pada
temperature, hidrasi, daerah yang tertekan
pigmentasi) 7. Monitor status nutrisi pasien
2. Tidak ada luka/lesi pada 8. Monitor status nutrisi pasien
kulit 9. Memandikan pasien dengan
3. Perfusi jaringan baik sabun dan air hangat
4. Menujukkan 10. Kaji lingkungan dan peralatan
pemahaman dalam yang menyebabkan tekanan
proses perbaikan kulit 11. Obsevasi luka : lokas, dimensi,
dan mencegah terjadinya kedalaman luka, karakteristik,
cedera berulang warna cairan, granulasi, jaringan
5. Mampu melindungi kulit nekrotik, tanda infeksi local,
dan mempertahankan formasi traktus
kelembaban kulit dan 12. Ajarkan pada keluarga tentang
perawatan alami luka dan perawatan luka
6. Menunjukkan terjadi 13. Kolaborasi ahli gizi pemberian
proses penyembuhan diet TKT, vitamin, cegah
luka kontaminasi feses dan urin
14. Lakukan teknik perawatan luka
dengan steril
15. Berikan tekanan pada luka

D. Implementasi

Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan

20
ditunjukkan pada perawat untuk membuat klien dalam mencapai tujuan yang

diharapkan oleh karena itu rencan tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk

memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan

dari pelaksaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan

pemulihan (Nursalam,2011).

E. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan

yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan

pelaksanaan yang sudah berasil di capai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat

untuk memonitor yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa data, perencanaan

dan pelaksanaan tindakan. Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan

yang menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah

direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan

kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan (Nursalam, 2011).

Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP.

21
22
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Identitas Klien

Nama : Ny.O

Umur : 60 thn

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : kilo 10 perumahan Jupiter

Status : Menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

B. Pengkajian

1. Keluahan Utama

Klien menggeluh nyeri pada sendi serta kekakuan kaki dan tangan, saat

beraktivitas pasien merasa mudah lelah, pasien merasa demam. Pipi dan leher

memerah serta nyeri pada bagian yang memerah

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Klien mengeluh merasa tidak nyaman dengan kulit memerah pada daerah pipi

dan leher, awalnya lebarnya kecil namun setelah satu minggu lebarnya

23
bertambah besar, demam, nyeri dan terasa kaku seluruh persendian utamanya

pada pagi hari dan berkurang nafsu makan karena sariawan.

3. Riwayat Penyakit dahulu :

Tidak ada

4. Riwayat penyakit keluarga : 

Tidak ada

5. Riwayat pekerjaan/ kebiasaan :

Pasien seorang ibu rumah tangga

6. Riwayat Alergi :

Tidak ada

7. Pengkajian Sistem Tubuh :

a. Sistem Pernapasan
 RR 20x/mnt
 Napas dalam terlihat seperti menahan nyeri
b. Sistem Kardiovaskuler
 TD 110/80 mmHg
 Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi
papuler,eritematous dan purpur di ujung jari kaki, tangan, siku serta
permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan
berlanjut nekrosis.
c. Sistem Persyarafan

Gangguan psikologis

d. Sistem Perkemihan

Tidak ada

e. Sistem Pencernaann

24
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum

f. Sistem Muskuloskeletal
 Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika
bergerak, rasa kaku pada pagi hari
 Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu
yang melintang pangkal hidung serta pipi
g. Sistem Endokrin

Tidak ada

h. Sistem sensori persepsi

Tidak ada

i. Sistem integument

SH: 38,5C, demam

j. Sistem imun dan hematologi

 Tes fluorensi untuk menetukan antinuelear antibody (ANA), positif

dengan titer tinggi pada 98% penderita SLE

 Pemeriksaan DMA double stranded lebih spesifik untuk menentukan

SLE

 Bila titer antidobel stranded tinggi, spesifik untuk diagnose SLE

 Tes sifilis bisa positif palsu pada pemeriksaan SLE

 Pemeriksaan zat antifosfolipid (seperti antikardiolipin antibody)

berhubungan untuk menentukan adanya thrombosis pada pembuluh

arteri atau pembuluh vena atau pada abortus spontan, bayi meninggal

dalam kandungan dan trombositopeni

 HB 11gr/dl

25
 WBC 15.000/mm

k. Sistim Reproduksi

Tidak ada masalah disistem reproduksi

Pengkajian Fungsional
1. Oksigenasi

RR:20x/mnt

2. Cairan dan Elektrolit

terpasang infus RL 20tpm

3. Nutrisi

Mual (-), muntah (-)

4. Aman dan Nyaman

Kulit memerah pada daerah pipi dan leher

5. Eliminasi

BAK (-), BAB (-)

6. Aktivitas dan Istirahat

Kurang

7. Psikososial

Dapat mengalami ketidak percayaan diri akibat dari penyakitnya

8. Komunikasi

Terganggu karena sariawan pada mukosa mulut

9. Seksual

Tidak ada perubahan

10. Nilai dan Keyakinan

26
Tidak ada pantangan yang berhubungan dengan nilai dengan keyakinan

pasien

11. Belajar

Tidak ada kelainan

PemeriksaanPenunjang

a. Hasil Laboratorium

Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Interpretasi


Normal

01-01- Hb 17,3 gr% 13-16 gr%


2019 WBC 5.000-
15.000/mm
10.000/mm

b. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Rontgen tidak ada kelainan

ProgamTerapi

Terapi medis tgl 01-01-2019 :

 Injeksi Stabixin 2x1gram

 Injeksi medixon 2x 125 mg

 Omeprazol 2x1 ampul

 Vitamin C 2x1 ampul

27
C. Analisa Data

Hari/Tgl/Jam Data Fokus Etiologi Problem

Senin, 01 Nov Ds : Nyeri pada sendi Genetic, lingkungan, Nyeri


2021 dan bagian hormonal, obat
yang mengalami tertentu
kemerahan ↓
Do : pasien terlihat Produksi autoimun
menahan nyeri berlebihan
TD ↓
110/80mmHg, RR Autoimun menyerang
20x/mnt, S organ tubuh
38,5C, N 90x.mnt ↓
SLE

Kerusakan jaringan

Nyeri kronis

Senin, 01 Nov Ds : Pasien Genetic, lingkungan, Peningkatan


2021 mengeluhkan demam hormone, obat suhu tubuh
Do : TD 110/80 tertentu
mmHg ↓
RR 20x/mnt Produkasi autoimun
S 38,5 C berlebih
N 90x/mnt ↓
Autoimun menyerang
orang tubuh

28

Terjadi reaksi
inflamasi

Peningkatan suhu
tubuh

Senin, 01 Nov Ds : Nyeri pada sendi Genetic, Keletihan

2021 dan bagian lingkungan,hormone,


yang mengalami obat tertentu
kemerahan, ↓
pasien mengeluh Produksi autoimun
mudah lelah berlebih
ketika beraktivitas. ↓
Autoimun menyerang
Do : Pasien terlihat orang tubuh
menahan nyeri ↓
TD SLE
110/80mmHg, RR ↓
20x/mnt, S Menyerang darah
38,5C, N 90x/mnt ↓
HB menurun

Suplai oksigen
menurun

ATP menurun

Keletihan

29
Kamis,01-01- Ds : Nyeri pada sendi Genetic, lingkungan, Gangguan
2019/ 15.00 dan bagian hormone, obat integritas kulit
yangmengalami tertentu
kemerahan ↓
Do : TD Produksi autoimun
110/80mmHg, RR berlebihan
20x/mnt, S ↓
38,5C, N 90x/mnt Autoimun menyerang
Kulit kering dan organ tubuh
kemerahan ↓
SLE

Menyerang kulit

Kerusakan integritas
kulit

Gangguan

Senin, 01 Nov Ds : Nyeri pada sendi Genetic, lingkungan, mobilitas fisik

2021 bagian yang hormone, obat


menglami tertentu
kemerahan ↓
Do : Pasien terlihat Produksi autoimun
menahan nyeri berlebihan
TD ↓
110/80mmHg,RR Autoimun menyerang
20x/mnt, S organ tubuh
38,5c, N 90x/mnt ↓
SLE

30

Arthritis

Gangguan mobilitas
fisik

Gangguan

Senin, 01 Nov Ds: Genetic, lingkungan, citra tubuh


2021 Pasien mengatakan hormone, obat
malu terhadap tertentu
kemerahan pada pipi ↓
dan leher Produksi
autoimun berlebihan
Do : ↓
Pasien menunduk SLE
saat masuk UGD ↓
TD = 110/80mmHg, Menyerang kulit
RR = 20x/mnt ↓
S = 38,5’C Kerusakan integritas
N = 90x/mnt kulit

Gangguan citra tubuh
( body image

31
D. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri kronis berhubungan dengan agen pencedera

2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan inflamas

32
E. Intervensi

Nama : Ny.S Umur : 60 tahun

Ruang : Dahlia Tanggal : 1 November 2021

Hari/ Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi ( NIC) TTD


Tgl/Jam Keperawatan
NOC

Kamis/ Nyeri kronis Setelah dilakukan tindakan Menejemen nyeri :


01-01-19/ berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam
08.00 agen pencedera nyeri kronis dapat berkurang 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik, onset atau durasi, frekwensi,
dengan kriteria hasil : kualitas, intensitas dan faktor pencetus
2. Berikan informasi mengenai nyeri seperti penyebab
Kontrol nyeri
beberapa lama nyeri dan antisipasi dari ketidak nyamanan
a. Mengenal kapan nyeri nyeri.
terjadi 3. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani
b. Menggambarkan faktor nyerinya dengan tepat
Penyebab 4. Pastikan pemberian analgetik dan atau startegi
nonfarmakologi.
c. Menggunakan tindakan
pencegahan atau
pengurangan nyeri tanpa
anlagesik
d. Menggunakan analgesic
yang direkomendasikan

33
Fever treatment :
Setelah dilakukan tindakan
1. Monitoring suhu sesering mungkin
selama 1x 24 jam suhu tubuh
Kamis / Peningkatan suhu normal dengan NOC : 2. Monitoring warna dan suhu kulit
01-01-19 tubuh berhubungan Thermoregulation Kriteria hasil : 3. Monitoring WBC,Hb dan Hct
11.00 dengan inflamasi a. Suhu tubuh dalam batas 4. Monitoring intake output
normal 5. Beri kompres pada lipatan paha dan axila
b. Nadi dan RR dalam 6. Kolaborasi pemberian
rentang normal Antipireutik
c. Tidak ada perubahan Cairan intravena
warna kulit dan tidak ada
pusing, pasien merasa Temperature regulation :
nyaman 1. Monitoring suhu berkala
2. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

34
F. Implementasi Keperawatan

Nama : Ny.S Umur : 60 tahun

Ruang : Dahlia Tanggal : 1 November 2021

Hari/Tgl/ Diagnosa Implementasi Respon TTD


Jam Keperawatan

Senin, 01 Nov Nyeri kronis 1. Melakukan pengkajian nyeri komprehensif yang 1. Pasien mampu menunjukan lokasi
2021 berhubungan meliputi lokasi, karakteristik, lokasi atau durasi, nyeri pada sendi yang mengalami
dengan agen frekwensi, kualitas, intensitas dan faktor pencetus. kemerahan dengan skala nyeri 8
2. Memberikan informasi mengenai nyeri seperti menurun menjadi skla nyeri 3
pencedera
penyebab, berapa lama nyeri dan antisifasi dari atau ringan dengan pencetus pada
ketidak nyamanan nyeri. saat melakukan aktifitas.
3. Mendorong pasien untuk memonitor nyeri dan 2. Pasien dapat mengetahui
menangani nyerinya dengan tepat. penanganan nyeri dengan
4. Memastikan pemberian analgesik dan atau therapifarmakologi (analgesic)
strategi nonfarmakologi (teknik relaksasi nafas dan nofarmakologi (tehnik
dalam). relaksasi nafas dalam.

Senin, 01 Nov Peningkatan 1. Suhu 37,8˚C, Akral teraba hangat


1. Memonitoring suhu 2. Pasien mampu minum air putih
2021 suhu tubuh
2. Memonitoring intake output 600cc sejak jam 11.00 dan BAK 2
berhubungan 3. Memonitoring hasil laboratorium kali
dengan 4. Beri kompres pada lipatan paha dan axila 3. Pasien dapat mengetahui kompres
inflamasi

35
5. Memberikan cairan intravena dan paracetamol di lipatan paha dan axila dan
drip tampak terpasang kompresan
4. Cairan intravena diberikan dan
paracetamol drip terpasang
melalui infusan

G. Evaluasi

Nama : Ny.S Umur : 60 tahun

36
Ruang : Dahlia Tanggal : 1 November 2021
Hari/Tgl/Jam Diagnosa Keperawatan Evaluasi TTD
Senin, 01 Nov Nyeri kronis berhubungan dengan S : Pasien mengatakan nyeri sendi dan kemerahan pada lutut berkurang
2021 agen pencedera O : Skala nyeri berkurang dari 8 menjadi 3
Pasien tampak riles ditandai dengan hemodinamik stabil
Pasien dapatmelakukan teknik relaksasi nafas dalam
A : Lanjut intervensi 3 dan 4
P : Masalah teratasi sebagian

Senin, 01 Nov Peningkatan suhu tubuh S : Pasien mengatakan masih sedikit pusing dan demam
2021 berhubungan dengan inflamasi O: KU lemah Kesadaran Composmentis Suhu 37,8˚C, akral teraba hangat,
terpasang infus RL 20 tpm dengan triway paracetamol drip
A : Lanjut intervensi treatment regulation
P : Masalah teratasi sebagian

37
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Lupus merupakan sistemik (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi

autoimun pada jaringan penyembuhan yang dapat mencukup ruam kulit, nyeri

sendi, dan keletihan.Penyakit ini lebih sering terjadi pada prempuan dari pada

pria dengan faktor 10:1.Androgen mengurangi gejala SLE dan estrogen

memperburuk keadaan tersebut. Gejala memburuk selama fase luteal siklus

menstruasi, namun tidak dipengaruhi pada derajat yang besar oleh kehamilan

( Elizabeth 2009).Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit vaskuler

kolagen (suatu penyakit autoimun). Ini berarti tubuh manusia menghasilkan

antibody terhadap organ tubuhnya sendiri,yang dapat merusak organ tersebut

dan fungsinya. Lupus dapat menyerang banyak bagian tubuh termasuk

sendi,ginjal,paru-paru seta jantung (Glade,1999). SLE (systemic lupus

erythematosus) adalah sejenis rema jaringan yang bercirikan nyeri sendi

(arthralgia),demam,malaise umum dan erythema dengan pola berbentuk kupu-

kupu khas dipipi muka. Darah mengandung antibody beredar terhadap IgG dan

imunokompleks,yakni kompleks antigen-antibodi-komplemen yang dapat

mengendap dan mengakibatkan radang pembuluh darah (vaskulitis) dan radang

ginjal. Sama dengan rematik,SLE juga merupakan penyakit auroimun,tetapi jauh

lebih jarang terjadi dan terutama timbul pada prempuan. Sebabnya tidak

diketahui,penanganannya dengan kortikosteroida atau secara alternative dengan

38
sediaan enzim (papain 200mg + pangkreatin 100mg + vitamin E 10mg) 2 dd 1

kapsul (tan&kirana,2007)

Penyakit ini disebabkan oleh faktor genetic, faktor imunologi ,faktor

hormonal dan faktor lingkungan. Manifestasi klinik dari penyakit ini dapat

berupa konstitusional, integument, musculoskeletal, paru-paru, kardivaskuler,

ginjal, gastrointestinal, hemopoetik dan neuropsikiatrik.Pemeriksaan diagnostic

dari penyakit ini adalah pemeriksaan laboratorium pemeriksaan laboratorium

lainnya dan pemeriksaan penunjang.

Penyakit SLE terjadi akibat terganggunnya regulasi kekebalan yang

menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi

ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetika, hormonal

(sebagaimana terbukti oleh penyakit yang biasannya terjadi selama usia

prodiktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obatan

tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa

preparat antikonvulsan disamping makanan seperti kecambah alfa-alfa turut

terlihat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan.

B. SARAN

Saran yang dapat kelompok kami berikan yaitu perlu adanya kompeten dari

mahasiswa/i maupun tenaga kesehatan dalam pemberian asuhan keperawatam

untuk menangani kasus Lupus Eritematosus Sistem (LSE), terlebih khusus pada

lansia

39
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek G.M., Howard B.K, Dochterman J.M. (2008). Nursing Interventions


Classifivation (NIC) fifth edition. St. Louis: Mosby Elseiver.

Burn, Catherine E, et all. (2004). Pediatric Primary Care : A Handbook for Nurse
Practitioner. USA : Saunders

Herdman, T.Heather.(2012). NANDA International Nursing Diagnoses:


Definitions & Classification 2012-2014. UK: Wiley‐Blacwell, A John Wiley &
SonsLtd

Kasjmir, Yoga dkk.(2011). Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia Untuk


Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik.Perhimpunan
ReumatologiIndonesia

King, Jennifer K; Hahn, Bevra H. (2007). Systemic lupus erythematosus: modern


strategies for management – a moving target. Best Practice & Research
Clinical Rheumatology Vol. 21, No. 6, pp. 971–987, 2007
doi:10.1016/j.berh.2007.09.002 available online at
http://www.sciencedirect.com

Malleson, Pete; Tekano, Jenny. (2007). Diagnosis And Management Of Systemic


Lupus Erythematosus In Children. Paediatrics And Child Health 18:2.
Published By Elsevier Ltd. Symposium: Bone & Connective Tissue.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, ML., Swansosn, E. (2008). Nursing Outcomes
Classification (NOC) Fourth edition.St. Louis: Mosby Elseiver.

Sutarna, Agus, dkk. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong (Wong’s
Essentials of Pediatric Nursing).ED.6. Jakarta: EGC

Ward, Susan L and Hisley, Shelton M. (2009).Maternal-child nursing care: optimizing


outcomes for mothers, children, and Families. United States of America :
F.A. Davis Company

40
41
42

Anda mungkin juga menyukai