Anda di halaman 1dari 65

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada saat ini, angka kematian ibu dan angka kematian perinatal di Indonesia
masih sangat tinggi. Menurut survey demografi dan kesehatan Indonesia angka
kematian ibu adalah 390 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian perinatal
adalah 40 per 1000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan Negara-negara lain,
maka angka kematian ibu di Indonesia adalah 15 kali angka kematian di Malaysia, 10
kali lebih tinggi dari pada Thailand atau 5 kali lebih tinggi dari pada Filipina
(Wiknjosastro, 2006).
Frekuensi lahir mati dan angka kematian neonatus tentu saja akan bergantung
pada alasan dilakukannya sectio caesarea serta usia gestasi janin. Persalinan melalui
sectio caesarea didefinisikan sebagai pelahiran janin melalui insisi di dinding
abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi) (Gant dan Cunningham,
2010).
Menurut World Health Organization (WHO) di Amerika Serikat dilaporkan setiap
tahunnya terjadi peningkatan sectio caesarea terdapat 27% dari seluruh proses
melahirkan dari angka tersebut 19,1% merupakan sectio caesarea primer, dari laporan
Amerika Serikat menyatakan bahwa sectio caesarea primer terbanyak tanpa
komplikasi. Distosia dan persalinan angka ini meningkat masing-masing 49,7% dan
51% distosia menyebabkan caesarea karena panggul sempit (Sulistiawati, 2011).
Angka persalinan sectio caesarea di Indonesia juga cukup tinggi, angka tersebut
sebanyak 35,7%-55,3%. Dengan tindakan sectio caesarea sebanyak 19,5-27,3%
diantaranya merupakan sectio caesarea karena adanya komplikasi Cephalopelvik
Disproportion (Depkes RI, 2010).
Berdasarakan data dari rekam medik RS T IV Slamet Riyadi menyebutkan bahwa
jumlah ibu hamil yang mengalami Disproporsi Kepala Panggul pada tahun 2014
sebanyak 136 kasus. Menurut Varney (2007) Cephalopelvik Disproportion adalah
disproporsi antara ukuran janin dengan ukuran pelvis, ukuran pelvis tertentu tidak
cukup besar untuk mengakomodasi keluarnya janin melalui pelvis sampai terjadi
kelahiran pervaginaan.

1
Asuhan keperawatan pasca persalinan yang meliputi biologis, psikologis, sosial,
dan spiritual diperlukan untuk meningkatkan status kesehatan ibu dan anak terutama
pada masa nifas. Masa nifas merupakan masa yang relatif tidak komplek
dibandingkan dengan kehamilan, masa nifas ditandai oleh banyaknya perubahan
fisiologi. Berbagai komplikasi persalinan sectio caesarea dapat dialami oleh ibu, dan
apabila tidak segera ditangani dengan baik akan memberi kontribusi yang cukup besar
terhadap tingginya angka kematian ibu di Indonesia.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Melaporakan kasus “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post SC
Indikasi Disproporsi Kepala Panggul” di ruang Kana RSUD Wonosari.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya, dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien post SC dengan Disproporsi Kepala Panggul yaitu :
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada klien post SC dengan indikasi
Disproporsi Kepala Panggul.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien post SC
dengan indikasi Disproporsi Kepala Panggul.
c. Penulis mampu menentukan intervensi keperawatan pada klien post SC
dengan indikasi Disproporsi Kepala Panggul.
d. Penulis mampu menentukan implementasi keperawatan pada klien post SC
dengan indikasi Disproporsi Kepala Panggul.
e. Penulis mampu menentukan evaluasi keperawatan pada klien post SC dengan
indikasi Disproporsi Kepala Panggul.
C. RUANG LINGKUP
Ruang Lingkup Asuhan Keperawatan Maternitas ini berfokus pada Asuhan
Keperawatan post SC Disproporsi Kepala Panggul

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Landasan Teori Post Partum
1. Pengertian
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pemulihan
kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6
minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali
keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2010).
Post partum adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali pada keadaan sebelum hamil, masa post partum
berlangsung selama 6 minggu (Wahyuningsih, 2019).
2. Tahap-tahapan post partum
Masa post partum dibagi dalam tiga tahap sebagai berikut (Wahyuningsih,
2019) :
a. Immediate Post Partum (setelah plasenta lahir 24 jam)
Masa segera setelah plasenta lahir sampai 24 jam, adapun masalah
yang sering terjadi misalnya atonia uteri oleh karena itu perlu
melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lochea, tekanan
darah ibu dan suhu.
b. Early Post Partum (24 jam – 1 minggu)
Pada fase ini memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak
ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup
mendapatkan makanan dan cairan serta ibu dapat menyusui dengan
baik.
c. Late Post Partum ( 1 minggu – 6 minggu)
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi, waktu
untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.
3. Tanda-tanda bahaya masa nifas
Tanda – tanda bahaya pada ibu nifas menurut (Pitriani, 2014) yaitu :

3
a. Perdarahan yang merah menyala setiap saat setelah minggu ke 4 pasca
persalinan
b. Ibu demam tinggi dengan suhu tubuh > 380c
c. Kontraksi uterus tidak baik
d. Pendarahan yang banyak setelah 24 jam post partus
e. Lochea yang berbau tidak enak
f. Adanya tanda human ( tanda kemerahan pada tungkai kaki ibu saat
ditekuk)
g. Terjadinya bendungan ASI
4. Patofisiologi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan,
proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot
polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah,
kira-kira 2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada
promontorium sakralis. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang
lebih 1 cm di atas umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24
jam. Pada hari pasca partum keenam fundus normal akan berada di
pertengahan
antara umbilikus dan simpisis pubis.
Uterus pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali bera tsebelum hamil.
Uterus akan mengalami proses involusiyangdimulai segera setelah plasenta
keluar akibat kontraksi otot-otot polos. Proses involusi yang terjadi
mempengaruhi perubahan dari berat uterus pasca melahirkan menjadi kira-
kira 500 gram setelah 1 minggu pasca melahirkan dan menjadi 350 gram
setelah 2 minggu pasca melahirkan. Satu minggusetelah melahirkan uterus
berada di dalam panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60 gr.
Peningkatan esterogen dan progesteron bertanggung jawab untuk
pertumbuhan masif uterus selama hamil. Pada masa pasca partum penurunan
kadar hormon menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung
jaringan hipertrofi yang berlebihan.

4
Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah
penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil. Intesitas kontraksi
otot otot polos uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir,
kondsi tersebut sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang
sangat besar. Pada endometrium timbul trombosis, degenerasi dan nekrosis
ditempat implantasi plasenta. Pada hari pertama endometrium yang kira-kira
setebal 2-5 mm mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua
dan selaput janin. Regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua
basalis yang memakaiwaktu 2 sampai 3 minggu.
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan kortisol, serta
placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik kehamilan.
Sehingga kadar gula darah menurun secara bermakna pada masa puerperium.
Kadar esterogen dan progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta
keluar, penurunan kadar esterogen berkaitan dengan pembengkakan payudara
dan diuresis cairan ekstra seluler berlebih yang terakumulasi selama masa
hamil. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui berperan
dalam menekan ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating hormone terbukti
sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui di simpulkan ovarium tidak
berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat.

5. Manifestasi klinis
Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir
sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum
hamil. Periode ini kadang-kadang disebut puerperium atau trimester
keempat kehamilan.
a. Sistem reproduksi
1) Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus.

5
2) Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir, hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh
darah dan membantu hemostasis. Selama 1-2 jam pertama pasca
partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak
teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin
secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta
lahir.
3) Tempat plasenta

Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi


vaskular dan trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang
meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke
atas menyebapkan pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah
pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuha
luka. Regenerasi endometrum, selesai pada akhir minggu ketiga masa
pasca partum, kecuali pada bekas tempat plasenta.

4) Lochea
Lochea rubra terutama mengandung darah dan debris desidua dan
debris trofoblastik. Lochea serosa terdiri dari darah lama, serum,
leukosit dan denrus jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, cairan
berwarna kuning atau putih. Lochea alba mengandung leukosit,
desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri. Lochea alba bisa
bertahan 2-6 minggu
setelah bayi lahir.
5) Serviks
Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan
rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan. 18 jam pasca
partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan
kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap

6
edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu
melahirkan.
6) Vagina dan perinium
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap
ke ukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir.
b. Sistem endokrin
1) Hormon plasenta
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan kortisol,
serta placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik
kehamilan. Sehingga kadar gula darah menurun secara yang bermakna
pada masa puerperium. Kadar esterogen dan progesteron menurun
secara mencolok setelah plasenta keluar, penurunan kadar esterogen
berkaitan dengan pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstra
seluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil.
2) Hormon hipofisis
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan
tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada
wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena
kadar follikel-stimulating hormone terbukti sama pada wanita
menyusui dan tidak menyusui di simpulkan ovarium tidak berespon
terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat.
c. Abdomen

Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomenya


akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil.
Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan
sebelum hamil.

d. Sistem urinaria

Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu supaya hipotonia

7
pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan
sebelum hamil

e. Sistem pencernaan:
1) Nafsu makan
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan keletihan,
ibu merasa sangat lapar.
2) Mortilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selam waktu yang singkat setelah bayi lahir
3) Defekasi
Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua sampai tiga
hari setelah ibu melahirkan
f. Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payudara
selama wanita hamil (esterogen, progesteron, human chorionik
gonadotropin, prolaktin, krotison, dan insulin) menurun dengan cepat
setelah bayi lahir.
1) Ibu yang menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan
kekuningan, yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula, payudara
teraba hangat dan keras ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap
selama sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan dapat dikeluarkan dari
puting susu.
2) Ibu yang tidak menyusui
Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang tidak
menyusui. Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi
dailakukan pada hari kedua dan ketiga. Pada hari ketiga atau
keempat pasca partum bisa terjadi pembengkakan. Payudara
teregang keras, nyeri bila ditekan, dan hangat jika di raba.

8
g. Sistem kardiovaskuler
1) Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor misalnya
Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total
yang cepat tetapi terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan normal
cairan tubuh yang menyebapkan volume darah menurun dengan
lambat. Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume
darah biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum lahir.
2) Curah jantung
Denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung meningkat
sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini
akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit karena
darah yang biasanya melintasi sirkuit utero plasenta tiba - tiba kembali
ke sirkulasi umum
3) Tanda-tanda vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita dalam
keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan
tekanan darah sistol maupun diastol dapat timbul dan berlangsung
selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan
h. Sistem neurologis
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan
adaptasi neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebapkan trauma
yang dialami wanita saat bersalin dan melahirkan.
i. Sistem muskuluskeletal
Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama masa
hamil Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan
hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran
rahim.
j. Sistem integument
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat
kehamilan berakhir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah

9
tersebut akan menutap. Kulit kulit yang meregang pada payudara,
abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar, tapi tidak hilang
seluruhnya.
6. Komplikasi
a. Perdarahan
Perdarahan adalah penyebap kematian terbanyak pada wanita selama
periode post partum. Perdarahan post partum adalah: kehilangan darah
lebih dari 500 cc setelah kelahiran kriteria perdarahan didasarkan pada
satu atau lebih tanda-tanda sebagai
berikut:
1) Kehilangan darah lebih dai 500 cc.
2) Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg.
3) Hb turun sampai 3 gram %.

Tiga penyebap utama perdarahan antara lain :

1) Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi


dengan baik dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan post
partum.
2) laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan perineum dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak bila tidak direparasi dengan
segera.
3) Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta
disebapkan oleh gangguan kontraksi uterus.
4) Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus
sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka
5) Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekas jaringan parut
pada uterus setelah jalan lahir hidup
6) Inversio uteri
b. Infeksi puerperalis

10
Didefinisikan sebagai; inveksi saluran reproduksi selama masa post
partum. Insiden infeksi puerperalis ini 1%-8%, ditandai adanya kenaikan
suhu > 38 0 dalam 2 hari selama 10 hari pertama post partum.
c. Endometritis
Infeksi dalam uterus paling banyak disebapkan oleh infeksi puerperalis.
Bakteri vagina, pembedahan caesaria, ruptur membran memiliki resiko
tinggi terjadinya endometritis
d. Mastitis
Infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau pecahnya puting
susu akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali dengan pembengkakan,
mastitis umumnya di awali pada bulan pertama post partum
e. Infeksi salur kemih
Insiden mencapai 2-4 % wanita post partum, pembedahan meningkatkan
resiko infeksi saluran kemih. Organisme terbanyak adalah Entamoba coli
dan bakterigram negatif lainnya
f. Tromboplebitis dan thrombosis
Semasa hamil dan masa awal post partum, faktor koagulasi dan
meningkatnya status vena menyebapkan relaksasi sistem vaskuler,
akibatnya terjadi tromboplebitis (pembentukan trombus di pembuluh
darah dihasilkan dari dinding pembuluh darah) dan thrombosis
(pembentukan trombus) tromboplebitis superfisial terjadi 1 kasus dari 500-
750 kelahiran pada 3 hari pertama post partum.
g. Emboli
Partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah kecil.
h. Post partum depresi
Ibu bingung dan merasa takut pada dirinya. Tandanya antara lain, kurang
konsentrasi, kesepian tidak aman, perasaan obsepsi cemas, kehilangan
kontrol, dan lainnya.
7. Penatalaksanaan post partum
Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara
melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan

11
sampai terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat
dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya
penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan dengan cara memberikan
antibiotik yang cukup. Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani
ruptur perineum adalah:
a. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak
lahir,segera memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio
plasenta atau plasenta lahir tidak lengkap.
b. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat
dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan
lahir, selanjutnya dilakukan penjahitan
B. Landasan Teori Sectio Caesarea
1. Pengertian
Secio Caesarea adalah persalinan janin melalui sayatan perut terbuka
(laparotomi) dan sayatan di rahim (histerotomi). Sesar pertama yang
didokumentasikan terjadi pada 1020 M, dan sejak itu prosedurnya telah
berkembang pesat. (Sung et al, 2020).
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin
lewatinsisi
pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan. Sehingga janin di lahirkan
melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan
keadaan utuh dan sehat (Anjarsari, 2019).
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin denganmembuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Martowirjo, 2018).
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sagita, 2019).
2. Klasifikasi
Menurut Ramandanty (2019), klasifikasi bentuk pembedahan Sectio
Caesarea adalah sebagai berikut :
a. Sectio Caesarea Klasik

12
Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim.
Pembedahan dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira-
kira sepanjang 10 cm. Tidak dianjurkan untuk kehamilan berikutnya
melahirkan melalui vagina apabila sebelumnya telah dilakukan tindakan
pembedahan ini.
b. Sectio Caesarea Transperitonel Profunda
Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low cervical yaitu
sayatan vertikal pada segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini
dilakukan jika bagian bawah rahim tidak berkembang atau tidak cukup
tipis untuk memungkinkan dibuatnya sayatan transversal. Sebagian
sayatan vertikal dilakukan sampai ke otot-otot bawah rahim.
c. Sectio Caesarea Histerektomi
Sectio Caesarea Histerektomi adalah suatu pembedahan dimana setelah
janin dilahirkan dengan Sectio Caesarea, dilanjutkan dengan pegangkatan
rahim.
d. Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
Sectio Caesarea Ekstraperitoneal, yaitu Sectio Caesarea berulang pada
seorang pasien yang sebelumnya melakukan Sectio Caesarea. Biasanya
dilakukan diatas bekas sayatan yang lama. Tindakan ini dilakukan
denganinsisi dinding dan faisa abdomen sementara peritoneum dipotong
ke arah kepala untuk memaparkan segmen bawah uterus sehingga uterus
dapat dibuka secara ekstraperitoneum Sedangkan menurut Sagita (2019),
klasifikasi Sectio Caesarea adalah sebagai berikut :
1) Sectio caeasarea transperitonealis profunda
Sectio caeasarea transperitonealis profunda dengan insisi di segmen
bawah uterus. Insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang
atau memanjang.
Keunggulan pembedahan ini :
 Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak
 Bahaya peritonitis tidak besar

13
 Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri
dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah
uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus
uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
2) Sectio Caesarea korporal / klasik

Pada Sectio Caesarea korporal / klasik ini di buat kepada korpus


uteri, pembedahan ini yang agak mudah dilakukan, hanya di
selenggarakan apabila ada halangan untukmelakukan Sectio Caesarea
transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen uterus.

3) Sectio Caesarea ekstra peritoneal

Sectio ceasarea ekstra peritoneal dahulu dilakukan untuk


mengurangi bahaya injeksi peroral akan tetapi dengan kemajuan
pengobatan tehadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi
dilakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi
uteri berat. Sectio Caesarea hysteroctomi Setelah Sectio Caesarea,
dilakukan hysteroktomy dengan indikasi :

 Atonia uteri
 Plasenta accrete
 Myoma uteri
 Infeksi intra uteri berat
3. Etiologi
Menurut Martowirjo (2018), etiologi dari pasien Sectio Caesarea adalah
sebagai berikut:
a. Etiologi yang berasal dari ibu
1) Plasenta Previa Sentralis dan Lateralis (posterior) dan totalis.
2) Panggul sempit.
3) Disporsi sefalo-pelvik : ketidakseimbangan antara ukuran kepala
dengan panggul.
4) Partus lama (prognoled labor)
5) Ruptur uteri mengancam

14
6) Partus tak maju (obstructed labor)
7) Distosia serviks
8) Pre-eklamsia dan hipertensi
9) Disfungsi uterus
10) Distosia jaringan lunak.
b. Etiologi yang berasal dari janin
1) Letak lintang.
2) Letak bokong.
3) Presentasi rangkap bila reposisi tidak berhasil.
4) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dengan cara-cara
lain tidak berhasil.
5) Gemeli menurut Eastma, sectiocaesarea di anjurkan :
 Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (Shoulder
Presentation).
 Bila terjadi interlok (locking of the twins).
 Distosia oleh karena tumor. Gawat janin.
6) Kelainan uterus:
 Uterus arkuatus
 Uterus septus
 Uterus duplekus
 Terdapat tumor di pelvis minor yang mengganggu masuk
kepala janin ke pintu atas panggul.
Sedangkan menurut Sagita (2019), indikasi ibu dilakukan Sectio Caesarea
adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.
Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi >
4.000 gram Dari beberapa faktor Sectio Caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio sebagai berikut:
a. CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran kepala janin yang dapat menyebabkan ibu
tidak dapat melahirkan secara normal. Tulang-tulang panggul merupakan
susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang

15
merupakan jalan yang harus dilalau oleh janin ketikaakan lahir secara
normal. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan
normal sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis
tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan
ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamasi Berat) adalah kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, preeklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternatal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KDP (Ketuban Pecah Dini) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartus. Sebagian
besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu.
d. Bayi kembar, tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara Sectio
Caesarea. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi
komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi
kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga
sulit untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya
jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor
dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit
bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
 Letak kepala tengadah, bagian terbawah adalah puncak
kepala, pada pemerikasaan dalam teraba UUB yang paling
rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya
bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.

16
 Presentasi muka, letak kepala tengadah (defleksi), sehingga
bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini
jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %. Presentasi dahi, posisi
kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu,
biasnya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka
atau letak belakang kepala.
 Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada
di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak
sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki
sempurna, presentasi bokong tidak sempurna dan presentasi
kaki
4. Manifestasi klinis
Menurut Martowirjo (2018), manifestasi klinis pada klien dengan post
Sectio Caesarea antara lain :
a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.
b. Terpasang kateter, urin jernih dan pucat.
c. Abdomen lunak dan tidakada distensi.
d. Bising usus tidak ada.
e. Ketidaknyamanan untukmenghadapi situasi baru
f. Balutan abdomen tampak sedikit noda.
g. Aliran lokhia sedangdan bebas bekuan, berlebihan dan banyak
5. Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang


menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya karena
ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan kehamilan
yang parah, pre eklampsia dan eklampsia berat, kelainan letak bayi seperti
sungsang dan lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim tertutup plasenta
yang lebih dikenal dengan plasenta previa, bayi kembar, kehamilan pada ibu

17
yang berusia lanjut, persalinan yang berkepanjangan, plasenta keluar dini,
ketuban pecah dan bayi belum keluar dalam 24 jam, kontraksi lemah dan
sebagainya. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (Ramadanty, 2018).

Sectio Caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di


atas 500 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Dalam
proses operasi, dilakukan tindakan anastesi yang akan menyebabkan pasien
mengalami imobilisasi. Efek anastesi juga dapat menimbulkan otot relaksasi
dan menyebabkan konstipasi. Kurangnya informasi mengenai proses
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi akan menimbulkan
masalah ansietas pada pasien. Selain itu dalam proses pembedahan juga akan
dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehinggga menyebabkan
terputusnya inkontiunitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf-saraf disekitar
daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan menimbulkan rangsangan pada area sensorik sehingga
menyebabkan adanya rasa nyeri sehingga timbullah masalah keperawatan nyeri
(Nanda Nic Noc, 2015).

18
19
6. Pathway

20
7. Komplikasi
Menurut NANDA NIC-NOC (2015) Sectio Caesarea komplikasi pada
pasien Sectio Caesarea adalah :
a. Komplikasi pada ibu
Infeksi puerperalis, bisa bersifat ringan seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas, atau bersifat berta seperti peritonitis,
sepsis dan sebagainya. Infeksi postoperatif terjadi apabila sebelum
pembedahan sudah ada gejala-gejala yang merupakan predisposisi
terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah,
tindakan vaginal sebelumnya). Perdarahan, bisa timbul pada waktu
pembedahan jika cabang cabang arteri uterina ikut terbuka atau karena
atonia uteri. Komplikasikomplikasi lain seperti luka kandung kencing
dan embolisme paru. suatu komplikasi yang baru kemudian tampak
ialah kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa ruptur uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak
ditemukan sesudah Sectio Caesarea.
b. Komplikasi-komplikasi lain
Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kemih, dan
embolisme paru.
c. Komplikasi baru
Komplikasi yang kemudian tampak ialah kurang kuatnya parut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur
uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah
Sectio Caesarea Klasik.
8. Penatalaksanaan
Menurut Ramadanty (2019), penatalaksanan Sectio Caesarea adalah
sebagai
berikut :
a. Pemberian Cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan per intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar

21
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan
RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar
Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 sampai
8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri
dapat
dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat
dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar,
Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya, Kemudian posisi
tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler),
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
d. Katerisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian Obat-Obatan
Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda
sesuai indikasi
f. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan. Obat
yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan ketopropen

22
sup 2x/24 jam, melalui orang obat yang dapatdiberikan tramadol atau
paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-75 mg diberikan setiap
6 jam bila perlu.
g. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit C.
h. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah
harus dibuka dan diganti.
i. Pemeriksaan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan
j. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa
nyeri.
9. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang muncul pada keperawatan pre operatif, intra
operatif, post operatif :
a. Diagnosa Keperawatan Pre Operatif
1) Nyeri Akut b.d agen injury biologi
2) Ansietas b.d prosedur pembedahan
b. Diagnosa Keperawatan Intra Operatif
1) Resiko Hipotermi b.d terpajan lingkungan yang dingin
c. Diagnosa Keperawatan Pot Operatif
1) Nyeri Akut b.d agen cedera fisik prosedur bedah
2) Gangguan Mobilitas Fisik b.d kelemahan
3) Resiko ketidakseimbangan cairan b.d pembatasan cairan
4) Risiko Infeksi b.d perdarahan, luka post operasi

23
5) Konstipasi b.d perubahan kebiasaan makan (mis. Jenis makanan,
jadwal makan)
10. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan Pre Operatif
1) Nyeri Akut b.d agen injury biologi
Intervensi :
- Observasi tanda-tanda vital
- Kaji lokasi nyeri, tingkat nyeri, dan intensitas nyeri
- Observasi reaksi non verbal dan ketidak nyamanan
2) Ansietas b.d prosedur pembedahan
Intervensi :
- Observasi keadaan pasien dan tanda-tanda vital
- Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang akan dirasakan
klien selama prosedur
- Beri motivasi pada klien terkait pembedahan yang akan
dilakukan
- Instruksikan klien untuk menggunakan teknik distraksi relaksasi
b. Diagnosa Keperawatan Intra Operatif
1) Resiko Infeksi b.d kulit yang rusak, pemajanan lingkungan
Intervensi :
- Pastikan bahwa semua tim bedah telah melakukan cuci tangan
dengan benar
- Lakukan tindakan aseptic area pembedahan dan pasang duk
steril pada area pembedahan
- Pastikan kadaluarsa instrument yang digunakan
- Gunakan duk steril
- Atur suhu ruangan
2) Hipotermi b.d terpajan lingkungan yang dingin
Intervensi :
- Kaji tanda-tanda vital

24
- Berikan duk steril yang hangat dan tebal
- Atur suhu ruangan
c. Diagnosa Keperawatan Pot Operatif
1) Nyeri Akut b.d agen cedera fisik prosedur bedah
Intervensi :
- Observasi tanda-tanda vital
- Posisikan pasien senyaman mungkin
- Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya.
- Ajarkan teknik distraksi
- Kolaborasi pemberian analgetik
- Kaji intensitas, karakteristik, dan derajat nyeri
2) Gangguan Mobilitas Fisik b.d kelemahan
Intervensi :
- Pantau kemampuan klien dalam beraktivitas
- Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya
- Bantu klien untuk mobilisasi secara bertahap
- Berikan pendidikan kesehatan perihal tentang pentingnya
mobilisasi post SC
3) Resiko Ketidakseimbangan cairan b.d pembatasan cairan peroral
Intervensi:
- Kaji kondisi status hemodinamika.
- Ukur pengeluaran harian
- Berikan sejumlah cairan pengganti harian
- Evaluasi status hemodinamika
C. Landasan Teori Disproporsi Sefalopelvik
1. Pengertian

Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah diagnosa medis digunakan


ketika kepala bayi dinyatakan terlalu besar untuk muat melewati panggul ibu.
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarka

25
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak
dapat keluar melalui vagina.
Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang
besar ataupun kombinasi keduanya. Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan
yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu
sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.
2. Etiologi
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai
berikut
1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan
a. Panggul sempit seluruh: semua ukuran kecil
b. Panggul picak: ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang
biasa
c. Panggul sempit picak: semua ukuran kecil tapi terlebiha ukuran
muka belakang
d. Panggul corong: pintu atas panggul biasa, pintu bawah panggul
sempit.
e. Panggul belah: symphyse terbuka
2. Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
a. Panggul rachitis: panggul picak, panggul sempit, seluruha panggul
sempit picak dan lain-lain
b. Panggul osteomalacci: panggul sempit melintang
c. Radang articulatio sacroilliaca: panggul sempit miring
3. Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
a. Kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong
b. Sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul sempit
miring.
4. Kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah Coxitis,
luxatio, atrofia. Salah satu anggota menyebabkan panggul sempit
miring fraktura dari tulang panggul yang menjadi penyebab kelainan
panggul.

26
Penyebab dari Cephalopelvic Disproportion sendiri antara lain oleh
karena :

1. Kapasitas panggul yang kecil atau ukuran panggul yang sempit


2. Ukuran janin yang terlalu besar atau yang paling sering
menyebabkan CPD 3. Kedua hal di atas yang terjadi pada saat
yang bersamaan
3. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya penyakit ini berhubungan erat dengan penyabab
CPD itu sendiri yaitu kapasitas panggul atau ukuran panggul yang sempit dan
ukuran janin yang terlalu besar.
4. Pathway CPD

5. Tanda dan gejala

27
a. Pada palpasi abdomen, pada primipara kepala anak belum turun setelah
minggu ke-36.
b. Pada primipara ada perut menggantung
c. Pada anamnesa, multipara persalinan yang dulu-dulu sulit.
d. Ada kelainan letak pada hamil tua.
e. Terdapat kelainan bentuk badan ibu (cebol, skoliosis, pincang, dan lain-
lain).
f. Persalinan Lebih lama dari biasa.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Radrologi
Untuk Pelvimetri dibuat 2 buah foto
 Foto pintu atas panggul
Ibu dalam posisi setengah duduk (Thoms), sehingga tabung
rontgen tegak lurus diatas pintu atas panggul
 Foto lateral
Ibu dalam posisi berdiri, tabung rontgen diarahkan horizontal
pada trochanter maya samping.
7. Penatalaksanaan
a. Persalinan Percobaan
Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara
kepala janin dan panggul dapat diperkirakan bahwa persalinan dapat
berlangsung pervaginan dengan selamat dapat dilakukan persalinan
percobaan. Cara ini merupakan tes terhadap kekuatan his, daya
akomodasi, termasuk moulage karena faktor tersebut tidak dapat
diketahui sebelum persalinan. Persalinan percobaan hanya dilakukan
pada letak belakang kepala, tidak bisa pada letak sungsang, letak dahi,
letak muka, atau kelainan letak lainnya. Ketentuan lainnya adalah umur
keamilan tidak boleh lebih dari 42 mingu karena kepala janin bertambah
besar sehingga sukar terjadi moulage dan ada kemungkinan disfungsi
plasentajanin yang akan menjadi penyulit persalinan percobaan.
Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan
selalu dapat diduga sebelumnya. Apabila dalam proses kelahiran kepala

28
bayi sudah keluar sedangkan dalam melahirkan bahu sulit, sebaiknya
dilakukan episiotomy medioateral yang cukup luas, kemudian hidung dan
mulut janin dibersihkan, kepala ditarik curam kebawah dengan hati-hati
dan tentunya dengan kekuatan terukur. Bila hal tersebut tidak berhasil,
dapat dilakukan pemutaran badan bayi di dalam rongga panggul,
sehingga menjadi bahu depan dimana sebelumnya merupakan bahu
belakang dan lahir dibawah simfisis. Bila cara tersebut masih juga belum
berhasil, penolong memasukkan tangannya kedalam vagina, dan
berusaha melahirkan janin dengan menggerakkan dimuka dadanya.
Untuk melahirkan lengan kiri, penolong diputar ke diameter miring dari
panggul untuk melahirkan bahu depan.
Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir sontan
pervaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik.
Persalinan percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang
sekali kemajuannnya, keadaan ibu atau anak kurang baik, setelah
pembukaan lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk PAP dalam 2
jam meskipun his baik, serta pada forceps yang gagal. Pada keadaan ini
dilakukan seksio sesarea.
1) Sectio Caesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul
berat dengan kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik
yang nyata. Seksio juga dapat dilakukan pada kesempitan panggul
ringan apabila ada komplikasi seperti primigravida tua dan
kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki. Seksio sesarea
sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu) dilakukan
karena peralinan perobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk
menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan syarat
persalinan per vaginum belum dipenuhi.
2) Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan
kanan pada simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.

29
3) Kraniotomi
Dilakukan Pada janin yang meninggal.

8. Komplikasi
Apabila persalinan dengan disproporsisefalo pelvik dibiarkan berlangsung
sendiri tampa-bilamana perlu. Pengambiilan tindakan yang tepat, timbulnya
bahaya bagi ibu dan janin.
a. Bahaya Bagi Ibu
1) Partus lama yang sering disertai pecahnya ketuban pada pembukaan
kecil dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis dan infeksi
intrapartum.
2) Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir
tertahan dapat timbul regangan segmen bawah uerus dan
pembentukan lingkaranretrasi patologik (Bandl). Keadaan ini
terkenal dengan ruptura uteri mengancam. Apabila tidak segera
diambil tindakan untuk mengurangi regangan, akan timbul ruptur
uteri
3) Dengan persalinan tidak maju karena disproporsi sefalo pelvik jalan
lahir pada suatu tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala
janin dan tulang panggul. Hal ini meninbulkan gangguan sirkulasi
dengan akibat terjadinya Iskemia dan kemudian nekrosis pada
tempat tersebut. Beberapa hari post partum akan terjadi fistula vesiko
servikalis, atau fitula vesiko vaginalis atau fistula rekto vaginalis.
b. Bahaya Bagi Janin
1) Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal, apabila jika
ditambah dengan infeksi intrapartum
2) Prolasus funikuli, apabila terjadi, mengandung bahaya yang sangat
besar bagi janin dan memerlukan kelahiranya dengan apabila ia
masih hidup.
3) Dengan adanya disproporsi sefalopelvik kepala janin dapat melewati
rintangan pada panggul dengan mengadakan moulage dapat dialami

30
oleh kepala janin tampa akibat yang jelek sampai batas – batas
tertentu. Akan tetapi apabila batas– batas tersebut dilampaui, terjadi
sobekan pada tentorium serebelli dan pendarahan intrakrahial.
4) Selanjutnya tekanan oleh promontorium atau kadang– kadang oleh
simfiksi pada panggul picak menyababkan perlukaan pada jaringan
diatas tulang kepala janin, malahan dapat pula meninbulakan fraktur
pada Osparietalis.

9. Prognosis
Prognosis pada CPD tergantung pada berbagai faktor yaitu :

a. Bentuk panggul
b. Ukuran panggul
c. Pergeseran sendi- sendi panggul
d. Besarnya kepala dan kemampuan kepala untuk moulage
e. Presentasi dan posisi kepala
f. His ibu
10. Pemeriksaan fisik
a. Pada Perkiraan Kapasitas Panggul Sempit
Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan
umum dan anamnesa. Misalnya pada tuberculosis vertebra, poliomyelitis,
kifosis. Pada wanita dengan tinggi badan yang kurang dari normal ada
kemungkinan memiliki kapasitas panggul sempit, namun bukan berarti
seorang wanita dengan tinggi badan yang normal tidak dapat memiliki
panggul sempit. Dari anamnesa persalinan terdahulu juga dapat
diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada persalinan terdahulu
berjalan lancar dengan bayi berat badan normal, kemungkinan panggul
sempit adalah kecil.
b. Pengukuran panggul (pelvimetri)
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara
untuk memperoleh keterangan tentang keadaan panggul. Melalui
pelvimetri dalama dengan tangan dapat diperoleh ukuran kasar pintu atas

31
dan tengah panggul serta memberi gambaran jelas pintu bawah panggul.
Adapun pelvimetri luar tidak memiliki banyak arti.
c. Pelvimetri radiologis
Pelvimetri radiologis dapat memberi gambaran yang jelas dan
mempunyai tingkat ketelitian yang tidak dapat dicapai secara klinis.
Pemeriksaan ini dapat memberikan pengukuran yang tepat dua diameter
penting yang tidak mungkin didapatkan dengan pemeriksaan klinis yaitu
diameter transversal pintu atas dan diameter antar spina iskhiadika.
Tetapi pemeriksaan ini memiliki bahaya pajanan radiasi terutama bagi
janin sehingga jarang dilakukan.
d. Pelvimetri dengan CT scan
Pelvimetri dengan CT scan dapat mengurangi pajanan radiasi,
tingkat keakuratan lebih baik dibandingkan radiologis, lebih mudah,
namun biayanya mahal. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan
dengan MRI dengan keuntungan antara lain tidak ada radiasi, pengukuran
panggul akurat, pencitraan janin yang lengkap. Pemeriksaan ini jarang
dilakukan karena biaya yang mahal. Dari pelvimetri dengan pencitraan
dapat ditentukan jenis panggul, ukuran pangul yang sebenarnya, luas
bidang panggul, kapasitas panggul, serta daya akomodasi yaitu volume
dari bayi yang terbesar yang masih dapat dilahirkan spontan.
e. Pada kehamilan yang aterm dengan presentasi kepala dapat dilakukan
pemeriksaan dengan metode Osborn dan metode Muller Munro Kerr.
 Pada metode Osborn, satu tangan menekan kepala janin dari atas
kearah rongga panggul dan tangan yang lain diletakkan pada
kepala untuk menentukan apakah kepala menonjol di atas
simfisis atau tidak.
 Metode Muller Munro Kerr dilakukan dengan satu tangan
memegang kepala janin dan menekan kepala ke arah rongga
panggul, sedang dua jari tangan yang lain masuk ke vagina
untuk menentukan seberapa jauh kepala mengikuti tekanan

32
tersebut dan ibu jari yang masuk ke vagina memeriksa dari luar
hubungan antara kepala dan simfisis.
f. Diagnosa Panggul Sempit dan CPD apabila :
 Pemeriksaan Umum
Perlu curiga panggul sempit/ abnormal bila :
a) Adanya penyakit tulang dan sendi
b) Bentuk badan tidak normal (kyphosis, scoliosis)
c) Wanita pendek (TB < 145 cm)
d) Anamnesa pada persalinan yang dahulu
e) Janin belum masuk PAP pada usia kehamilan 36 minggu
(primipara), 38mg (multipara)

f) Pelvimetri (klinis dan radiologik)


 Kesempitan PAP bila C.Vera < 10 cm dan diameter
transversa < 12 cm
 Kesempitan rongga panggul bila Diameter
Interspinarum < 9,5 cm
 Kesempitan PBP bila Arcus Pubis < 90 cm
11. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas klien meliputi nama, umur, no. reg, pendidikan, alamat, diagnosa,
suku, agama, pekerjaan
b. Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, no. Reg, pendidikan,
alamat, hubungan dengan klien, suku, agama, pekerjaan
c. Riwayat Kesehatan Saat ini
1) Keluhan utama
2) Riwayat kesehatan sekarang
3) Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas sekarang
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Riwayat Penyakit (keturunan, seksual/infeksi, imun, dsb)
2) Riwayat Kesehatan Keluarga dan genogram 3 generasi
3) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas dahulu

33
4) Riwayat Obstetri dahulu meliputi : riwayat haid, riwayat perkawinan,
riwayat KB
e. Kebutuhan Dasar Khusus
1) Aktivitas/ Istirahat meliputi aktivitas tidur sebelum awitan persalinan,
lama persalinan, pembatasan aktivitas karena persalinan/ kondisi,
adakah gangguan untuk istirahat-tidur, aktivitas kehidupan sehari-hari
2) Sirkulasi meliputi TD, HR, Ekstremitas atas dan bawah (akral, sianosis,
pengisian kapiler, varises, edema, kebas, kesemutan, tanda homan)
3) Eliminasi
 Pola BAB meliputi: frekuensi, defekasi terakhir, karakter feces,
feces bercampur darah ,hemoroid
 Pola berkemih/ BAK meliputi frekuensi, volume urin, warna urin,
retensi, karakter urine, palpasi kandung kemih, nyeri/ rasa terbakar/
kesulitan berkemih, riwayat penyakit ginjal /kandung kemih.

4) Nutrisi
 Makanan meliputi jenis makanan/ diit, jumlah makanan, makanan
24 jam terakhir, nafsu makan, mual/ muntah, panas pada perut,
alergi makanan
 Cairan meliputi kebutuhan cairan, intake, output, IWL, balance
cairan
5) Neurologi meliputi rasa baal dan kesemutan pada jari ditangan, nyeri
kepala
6) Nyeri/ Ketidaknyamanan meliputi Paliatif/ pencetus, Quality, Regio/
area,
Skala/ intensitas, Time, Ekspresi Wajah
7) Keamanan meliputi waktu rentang gerak, masalah/ tindakan pengobatan
obstetri intra partum, transfusi darah
8) Seksualitas meliputi masalah seksual, status obstetrik, lochea
9) Integritas Ego, Interaksi Sosial, dan Spiritual meliputi: ekspresi
perasaan, realitas pengalaman persalinan/ kelahiran dibandingkan
dengan harapan tentang diri sendiri, reaksi emosional (penerimaan

34
terhadap bayi, konsep diri, penerimaan keluarga, pola interaksi dan
komunikasi)
10) Penyuluhan/ Pembelajaran meliputi pilihan pemberian makan bayi,
respon terhadap interaksi pemberian makan awal, imunisasi, perawatan
bayi, perawatan kebersihan diri, keluarga berencana
f. Pemeriksaan Fisik
a. Umum
• Keadaan umum:
• Kesadaran: GCS: …. (E: , M: , V: )
• Tanda-tanda vital: Nadi: RR: S: TD:
• Antropometri: Tinggi badan: Berat badan:
• Status gizi:
b. Head to toe
 Kepala:
 Mata:
 Hidung:
 Telinga:
 Mulut:
 Leher:
 Thorax, bentuk:
- Paru-paru: Inspeksi, Palpasi, Percusi, Auscultasi.
- Jantung: Inspeksi, Palpasi, Percusi, Auscultasi.
- Pemeriksaan payudara: Inspeksi, Palpasi.
 Abdomen: Inspeksi, Auskultasi, Percusi, Palpasi.
 Genetalia meliputi vulva, perineum, vagina, anus, urethra
 Ekstremitas Atas dan Bawah
 Muskuloskeleta 12) Integumen:
7. Terapi
8. Pemeriksaan Penunjang

35
12. Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kurang pengetahuan yang Tujuan : 1. Diskusikan dengan klien dan orang


berhubungan dengan Klien dapat memahami tentang prosedur proses terdekat alasan untuk SC.
kurang informasi tentang persalinan melalui SC dan bersedia bekerjasama 2. Jelaskan prosedur praoperasi dan
prosedur dan perawatan dalam persiapan pra bedah Kriteria Hasil: kemungkinan resiko yang dapat terjadi
sebelum melahirkan • Klien memahami prosedur (Informed Consent).
melalui operasi SC. persalinan melalui SC 3. Berikan kesaksian dalam proses
• Klien bersedia bekerja sama dalam penandatanganan persetujuan tindakan.
persiapan pra bedah. 4. Dapatkan tanda vital dasar.
5. Kolaborasi dalam pemriksaan Lab. (DPL,
elektrolit, golongan darah dan urine).
Cemas berhubungan Tujuan: Cemas tidak terjadi. 1. Anjurkan klien untuk mengungkapkan
dengan ancaman Kriteria hasil : perasaannya.
pada konsep diri.
• Klien mengerti, memahami dan mampu 2. Bantu klien mengidentifikasikan
mengungkapkan cemas serta mampu mekanisme koping yang lazim dan
mengidentifikasi cara untuk menurunkan
tingkat atau menghilangkan cemas secara mengembangkan strategi koping yang
mandiri. dibutuhkan.
3. Berikan informasi yang akurat tentang
keadaan klien maupun bayinya.

36
• Klien mengatakan bahwa cemas sudah 4. Anjurkan klien untuk sering kontak
dengan bayi sesegera mungkin.
terkendali dan berada pada keadaan yang
dapat ditanggulangi.
• Klien terlihat santai serta dapat tidur dan
beristirahat dengan cukup.

Harga diri rendah Tujuan: 1. Tentukan respon emosional klien atau


situasional berhubungan Perasaan harga diri rendah situasional tidak
pansangan terhadapn kelahirsn SC.
dengan merasa gagal
dalam kehidupan. terjadi. 2. Kaji ulang partipasi dan peran klien /
Kriteria hasil : pasangan dalam pengalaman kelahiran.
• Klien mampu mendiskusikan
masalah 3. Beritahukan klien tentang hampir
berhubungan dengan peran dan persepsi samanya antara kelahiran SC dan
kelahiran melalui vagina.
terhadap pengalaman kelahiran
• Klien atau pasangan dan mampu
mengekspresikan harapan diri yang positif

Resiko tinggi terhadap Tujuan: 1. Observasi tanda-tanda vital.


cedera berhubungan Resiko tinggi terhadap gangguan dan cidera 2. Observasi balutan terhadap perdarahan
dengan fungsi fisiologis
dan cidera jaringan. tidak terjadi yang berlebihan.
3. Perhatikan kateter, jumlah lokia dan
Kriteria Hasil: konsistensi fundus.
Klien mampu menerapkan perilaku untuk 4. Pantau asupan cairan dan pengeluaran
menurunkan urin.

37
risiko cidera dan perlindungan diri agar dapat 5. Anjurkan latihan kaki/pergelangan kaki
bebas dari komplikasi.
dan ambulasi dini.
6. Anjurkan klien untuk merubah selalu
posisi tubuh (duduk, berbaring dalam
posisi datar).
7. Observasi daerah luka operasi (apakah
sudah ada perubahan kearah
penyembuhan atau tanda-tanda infeksi).
8. Observasi daerah ekstremitas bawah
terhadap tanda tromboplebitis
9. Berikan cairan infus sesuai dengan
program.
10. Periksa Hb, Ht pasca operasi bandingkan
dengan kadar pra operasi.

38
BAB III
TINJAUAN KASUS

Tanggal Pengkajian : 11 Desember 2021 Jam : 13.00 WIB


Jam : 13.00 WIB
Tanggal Masuk RS : 10 Desember 2021

Tempat Praktik : RSUD Wonosari


A. ANAMNESA
1. Identitas Klien
Nama : Ny. F Umur : 29 th
No. Reg : 0051xxxx
Pendidikan : SMA

Alamat : Bolodukuh Kidul 002/007 Sidorejo Ponjang Gunung Kidul


Suku : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Diagnosa : Post Partum SC Disproporsi Kepala Panggul
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. S
Umur : 33 th
Pendidikan : SMA
Alamat : Karanganom I 004
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Hubungan dengan klien : Suami
3. Riwayat Kesehatan Saat ini
a. Keluhan utama
Pada saat pengkajian tanggal 11 Desember 2021 pukul 13.00 WIB pasien
mengeluh rasa kedua tungkai kakinya kesemutan .
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien G2P1A0 Pada kehamilan 40+6 minggu datang ke poli kandungan
RSUD Wonosari rencana memeriksakan kehamilannya karna sudah melewati

39
hari perkiraan lahir dan pada saat di periksa oleh dokter kandungan terdapat
ketidak seimbangan antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak
bisa keluar melalui vagina lalu dari dokter di poli kandungan memberikan
advice untuk dirawat inap dengan rencana tindakan operasi sectio caesarea
pada tanggal 11 Desember 2021 pada jam 10.30 sampai selesai jam 11.00
kemudian masuk kembali ke ruang kana dan dilakukan pengkajian.
c. Riwayat Kehamilan, persalinan dan nifas sekarang
1) Riwayat Kehamilan
a) Trimester I
Pasien mengatakan semenjak trimester I tidak ada keluhan baik mual
ataupun muntah
b) Trimester II
Pasien mengatakan napsu makan meningkat
c) Trimester III
Pasien mengatakan HPL sudah melewati dan panggul sempit
d) HPHT : 28 Februari 2021
e) HPL : 05 Desember 2021
2) Riwayat Persalinan
a) Kala I
Pembukaan satu sampai pembukaan sepuluh janin mengalami ketidak
seimbangan antara kepala janin dengan panggul ibu
b) Kala II
Bayi lahir jam 11.00 dengan BB 3.700 gram, PB 49 cm, keadaan air
ketuban sedikit keruh dengan anastesi spiral
c) Kala III
Plasenta keluar lengkap jam 11.30

40
d) Kala IV

Waktu TD N RR/S Cairan/Infus


12.20 130/80 76 24/36,6 RL + OXI
12.35 130/80 80 22/36,7 RL + OXI
12.50 140/90 72 22/36,7 RL + OXI
13.05 130/80 76 24/36,6 RL + OXI
13.35 130/80 82 20/36,5 RL + OXI
14.05 130/80 80 18/36,6 RL + OXI

3) Riwayat Nifas
a) Kondisi klien 2 jam post partum sampai saat ini
Pasien mengatakan kaki kiri dan kanan terasa kesemutan namun sudah
bisa di gerakkan, perut pasien masih terasa nyeri
b) Laktasi
Pasien mengatakan ASI belum keluar
c) Tanda-tanda vital
TD : 130/80 N : 76x/menit RR : 24x/menit S : 36,6 oC
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
a. Riwayat Penyakit (keturunan, seksual/infeksi, imun, dsb) Pasien
mengatakan ayah dan ibu ada DM, ibu ada HT.
b. Riwayat Kesehatan Keluarga dan genogram 3 generasi

Keterangan :
: Wanita : menikah : Satu rumah
: Laki-laki : Meninggal

41
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas dahulu
No G/P/A BBL Cara Penolong L/P Umur H/M Nifas Laktasi
Lahir

1 G1P1 A0 2.900 Kg Normal Bidan P 17 bln H 40 Asi lancar,


Hari bayi menyusui
dengan baik

2 G2P2A0 3.799 Kg SC Dokter L 0 hari H 40 Asi belum


Hari keluar

d. Riwayat Obstetri dahulu


1) Riwayat haid
a) Menarrche : 14 tahun
b) Siklus : Teratur
c) Lamanya : 5 hari
d) Jumlah : 2-3 kali mengganti pembalut
e) Dysmenore : Tidak merasakan nyeri ketika menstruasi
2) Riwayat perkawinan
a) Perkawinan satu kali
b) Lama pernikahan 2 tahun
c) Umur suami pertama kali menikah 22 tahun
d) Umur istri pertama kali menikah 27 tahun
3) Riwayat
KB: Pasien mengatakan pernah menggunakan pil KB
5. Kebutuhan Dasar Khusus
a) Aktivitas/Istirahat
1) Aktivitas tidur sebelum persalinan 4-5 jam/hari
2) Lama persalinan 150 menit
3) Pembatasan aktivitas karena persalinan/kondisi: Pasien belum bisa
beraktifitas seperti duduk dikarnakan pasca operasi, pasien
terpasang DC dan Infus RL

42
4) Adakah gangguan untuk istirahat-tidur : Pasien sering terjaga
dikarnakan nyeri bagian perut pasca operasi
5) Aktivitas kehidupan sehari-hari :
ADL 0 1 2 3 4 Keterangan

Makan / minum √ 0 : mandiri


Toileting √ 1 : dengan alat bantu
Berpakaian/ berdandan √ 2 : dibantu orang lain
Mobilisasi √ 3 : dibantu orang lain dengan alat
Mandi √ 4 : tergantung total

b) Sirkulasi
1) TD : 130/80nnHg
2) HR : 76x/menit
3) Ekstremitas atas dan bawah
a) Akral : teraba hangat
b) Sianosis : tidak ada
c) Pengisian kapiler : <2 detik
d) Varises : tidak ada
e) Edema : tidak ada
f) kebas : tidak ada
g) kesemutan : kaki kiri-kanan kesemutan
h) Tanda homan : tidak ada
c) Eliminasi
1) Pola BAB
a) Frekuensi : 1x sehari
b) Defekasi terakhir : 1 hari lalu
c) Karakter feces : cair bau khas feses
d) Feces bercampur darah : feses tidak bercampur darah
e) Hemoroid : tidak ada

2) Pola berkemih/BAK

43
a) Volume urin : terpasang kateter dengan jumlah urin 500 cc
b) Warna urin : kuning bening
c) Retensi : tidak ada
d) Palpasi kandung kemih : tidak keras
e) Nyeri/rasa terbakar/kesulitan berkemih : tidak nyeri
f) Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : tidak ada
d) Nutrisi
- Jenis makanan/diit Nasi
- Jumlah makanan 3x sehari
- Makanan 24 jam terakhir Tidak ada
- Nafsu makan Sudah ada
- Mual/muntah Tidak ada
- Panas pada perut Tidak ada
- Alergi makanan Udang dan belalang

e) Cairan
Kebutuhan cairan 1.200 ml

Intake 1500 ml, infus RL 500 ml

Output 1000 ml + 100 ml

IWL 72 ml

Balance cairan 828

f) Neurologi
1) Rasa baal dan kesemutan pada jari ditangan : ada kesemutan di
bagian kaki 2) Nyeri kepala : tidak ada nyeri

g) Nyeri/Ketidaknyamanan

44
1) Paliatif/ pencetus : nyeri bagian perut akibat luka jahitan SC
2) Quality : nyeri terus menerus
3) Regio/area : bagian perut luka jahitan pasca operasi
4) Skala/intensitas : 7
5) Time : 6-7 menit
6) Ekspresi Wajah : meringis kesakitan
h) Keamanan
1) Waktu rentang gerak : Belum mampu bergerak pasca operasi,
terasa nyeri saat bergerak
2) Masalah/tindakan pengobatan obstetri intra partum : Tidak ada
3) Transfusi darah : tidak ada
i) Seksualitas
Masalah seksual : tidak ada masalah dengan seksual
j) Integritas Ego,Interaksi Sosial, dan spiritual
1) Ekspresi perasaan : sangat bahagia karna sudah melewati oprasi
2) Realitas pengalaman persalinan/kelahiran dibandingkan dengan
harapan tentang diri sendiri: pasien bersyukur karna lancar proses
operasi
3) Reaksi Emosional : pasien senang dan bahagia
4) Penerimaan terhadap bayi : bahagia karna bayinya normal dan
sehat
5) Konsep diri: pasien sangat bahagia dan bersyukur
6) Penerimaan keluarga : Keluarga bahagia menyambut keluarga
baru
7) Pola interaksi dan komunikasi : sangat baik
k) Penyuluhan/ Pembelajaran
1) Pilihan pemberian makan bayi: ASI
2) Respon terhadap interaksi pemberian makan awal : Sedih karna asi
belum keluar
3) Imunisasi : HB-0
4) Perawatan bayi: Memandikan bayi, mengganti pakaian bayi
setelah mandi 5) Perawatan kebersihan diri : kebersihan terjaga

45
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Baik
1) Kesadaran : Composmentis GCS: 15 (E :4 , M:6 , V:5) 2) Tanda-
tanda vital :
TD : 130/80 N : 76x/menit RR : 24x/menit S : 36,6 oC
3) Antropometri : Tinggi badan : 161 cm Berat badan : 120Kg
4) Status gizi : Obesitas
b. Head to toe
1) Kepala : Tidak ada benjolan, rambut bersih, tidak ada nyeri
tekan
2) Mata : Simetris, kunjungtiva merah muda
3) Hidung : Tidak mimisan, tidak ada nyeri tekan
4) Telinga : Telinga bersih, tidak ada luka dan perdarahan
5) Mulut : Mukosa lembab, mulut bersih
6) Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
pembesaran vena jugularis, tidak ada nyeri tekan
7) Thorax, bentuk : Simetris kiri dan kanan, tidak ada trauma pada
thorax
8) Paru-paru
I : Terlihat simetris, tidak ada lebam dan memar
P: Tidak ada nyeri tekan
P : Redup
A : Vesikular
9) Jantung
I : Ictus cordis tidak terlihat
A : Terdengar suara S1 dan S2
P : Pekak
P: Teraba ictus cordis di midklavikula intrakosta ke 5 bagian kiri

10) Pemeriksaan Payudara


I : Aerola tampak bersih, tidak ada lecet puting

46
P: Tidak ada nyeri tekan, ASI keluar saat ditekan aerola, terdapat
bendungan
ASI, payudara kencang

11) Abdomen
I : Terdapat luka jahitan operasi sepanjang 10 cm, luka bersih, terdapat
striae gravidarum, linea nigra a) A : Bising usus 15x/menit
b) P : Terdapat nyeri tekan TFU 3 jari dibawah pusat, kontraksi keras
c) P : Timpani
12) Genetalia
a) Vulva : Bersih
b) Perineum : Bormal
c) Vagina : Terdapat darah (lokea rubra) 50 cc berwarna
merah
d) Anus : Normal
e) Urethra : Terpasang kateter ukuran 16
13) Ekstremitas
a) Atas : Tangan dapat di gerakkan, tidak ada kelemahan otot
b) Bawah : Kaki tidak dapat digerakkan masih terasa sakit,
otot lemah 14) Musculoskeletal : kekuatan otot

5 5

4 4
Keterangan :

0 : Otot paralisis total

1 : Tidak ada gerakan, ada kontraksi

2 : Gerakan otot penuh menentang gravitasi dengan sokongan 3 :


Gerakan normal menentang gravitasi
4 : Gerakan normal menentang gravitasi dengan sedikit gerakan

5 : Gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan tahanan


penuh

47
15) Integumen
I : Kulit sawo matang, tidak bengkak
P : Bengkak, tidak ada odema
7. Terapi
Tanggal : 11 Desember 2021

Jenis Dosis Melalui Indikasi


Ketorolac 30 mg/8 jam IV Untuk nyeri Antibiotik
Cefazolin 2 gr/1x24 jam IV Antibiotik
Vit C 50 mg /12 jam Oral Untuk daya tahan tubuh

Ferrous sulfate 200mg/12 Oral Mencegah kadar zat besi


jam rendah dalam darah

Oxytocin 10 IU Drip Membantu kontraksi uterus

8. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Uji Laboratorium, Tanggal : 10 Desember 2021
No Pemeriksaan Nilai (Satuan) Nilai Normal
Pemeriksaan
Darah
Hemoglobin 12-16 gr%
11.1 Turun
A Leukosit 8.500 4300-11400/uL Normal
Trombosit 239.000 150.000-450.00/ Normal
uL
A Eritrosit 4.4 4.4-5.5 jt/uL Normal
HCT/HMT 32 37% Turun
Gol Darah A
Kimia Darah
SGOT 10-50 U/L Normal
12
SGPT 5 10-50 U/L Turun
Glukosa Sesaat 118 80-140 mg/dl Normal

48
Imunologi & Mikrobiologi
Pemeriksaan Hasil Normal
HbsAg Non-reaktif Non-reaktif
Anti HIV Non-reaktif Non-reaktif
Antigen SARS-CoV-2 Negatif Negatif

B. ANALISA DATA
Tanggal Data Subyektif Obyektif Etiologi Problem
Jam
11-12-2021 Subyektif: Agen cedera fisik Nyeri akut
13.00 WIB (prosedur operasi)
• Pasien mengatakan nyeri P: Luka post
sectio caesarea
Q: Nyeri terasa seperti tersayat-sayat R:
Nyeri dibagian perut bawah dibawah
pusar (suprapubic)
S: Sekala nyeri 7
T: Nyeri terasa sekitas 5 menit
Pasien mengatakan nyeri hilang timbul,
berkurang apabila tidak bergerak,
tiduran dan diberi obat anti nyeri
• Pasien mengatakan sulit tidur karena
nyeri setelah operasi Obyektif:
• Pasien mengeluh nyeri
• Pasien terlihat meringis
• TTV; TD: 130/80 mmHg, HR: 76x/
menit, RR: 24x/ menit, S: 36,6⁰C

49
11-12-2021 Subyektif: Faktor mekanis Gangguan
13.00 WIB Pasien mengatakan sakit, nyeri pada bagian (Sayatan integritas jaringan
pembedahan)
perut karena operasi Obyektif:
• Terdapat luka jahitan operasi sepanjang
10 cm, luka bersih, terdapat striae
gravidarum, linea nigra
• Keadaan umum pasien baik
• Kesadaran composmentis

• GCS: 15 (E: 4, M: 6, V:5)


• Dolac 100 mg
• Cefazoline 1 gr

11-12-2021 Subyektif: Program Gangguan


13.00 WIB Pasien mengatakan sulit untuk menyusui pembatasan gerak mobilitas fisik
dan berpindah posisi karna nyeri dan takut
luka operasinya terbuka Obyektif:
• ADL pasien makan dan minum dibantu
orang lain, toileting dibantu, berpakaian
dan dandan dibantu orang lain,
mobilisasi pasien tergantung total, dan
mandi pasien dibantu orang lain
• Terpasang kateter ukuran 16

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Tgl/ Jam Diagnosa Keperawatan Prioritas


11-12-2021
13.00 WIB
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
(prosedur operasi)
1
11-12-2021
13.00 WIB
Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan
faktor mekanis (Sayatan pembedahan) 2

50
11-12-2021
13.00 WIB
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
program pembatasan gerak 3

51
D. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Tgl/ Jam Diagnosa Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Indonesia Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SLKI) (SIKI)
11-12-2021 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri (I. 08238)
13.00 WIB dengan agen cedera fisik selama 3x 24 jam diharapkan Nyeri akut 1. Indentifikasi lokasi, karakteristik nyeri,
(prosedur operasi) pasien teratasi dengan kriteria hasil: durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Tingkat nyeri (L. 08066): dan skala nyeri
• Keluhan nyeri (dari 2 menjadi 4) 2. Identifikasi faktor yang memperberat dan
• Meringis (dari 2 menjadi 4) memperingan nyeri
• Kesulitan tidur (3 menjadi 4) 3. Monitor keberhasilan terapi
Keterangan: komplementer yang telah diberikan
1: Meningkat 4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
2: Cukup meningkat mengurangi rasa nyeri (teknik genggam
3: Sedang jari)
4: Cukup menurun
5. Jelaskan strategi meredakan nyeri
5: Menurun
6. Kolaborasikan pemberian analgesik

11-12-2021 Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan luka (I. 14564)
13.00 WIB jaringan berhubungan selama 3x 24 jam diharapkan gangguan 1. Monitor karakteristik luka (warna, ukuran
dengan faktor mekanis integritas jaringan dapat teratasi dengan
(Sayatan pembedahan) kriteria hasil: dan bau)
2. Pasang balutan sesuai jenis luka

52
Integritas kulit dan jaringan (L. 14125) 3. Pertahankan teknik sterill saat melakukan
• Kerusakan lapisan kulit (dari 2 perawatan luka
menjadi 4) 4. Berikan suplemen dan mineral (Vit C,
• Kerusakan jaringan (dari 2 menjadi Ferrous sulfate)
3) 5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
• Nyeri (dari 2 menjadi 5) Keterangan: 6. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinngi
1: Meningkat kalori dan protein
2: Cukup meningkat 7. Kolaborasi pemberian antibiotik (Dolac
3: Sedang dan Cefazolin)
4: Cukup menurun
5: Menurun

11-12-2021 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan mobilisasi (I. 05173)
13.00 WIB fisik berhubungan selama 3x 24 jam diharapkan gangguan 1. Idektifikasi adanya nyeri atau keluhan
dengan program mobilitas fisik dapat teratasi dengan fisik lainnya
pembatasan gerak kriteria hasil: 2. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
Mobilitas fisik (L. 05042) bantu (bedrail)
• Gerakan terbatas (dari 2 menjadi 3. Libatkan keluarga pasien untuk
5) membantu pasien dalam meningkatkan
• Nyeri (dari 2 menjadi 5) pergerakan
Keterangan:

53
1: Meningkat 4. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
2: Cukup meningkat 5. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
3: Sedang dilakukan (duduk ditempat tidur)

4: Cukup menurun
5: Menurun

E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


Diagnosa Keperawatan Tgl/ Jam Implementasi Evaluasi
Nyeri akut 11-12-21 1. Mengindentifikasi lokasi, karakteristik Tanggal 11 Desember 2021 pukul 16.00 WIB
berhubungan dengan 13.15 nyeri, durasi, frekuensi, kualitas, S: Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang
agen cedera fisik intensitas nyeri dan skala nyeri O:
(prosedur operasi) 2. Mengidentifikasi faktor yang • Pasien masih mengeluh nyeri
memperberat dan memperingan nyeri • Pasien sedikit meringis A:
3. Memonitor keberhasilan terapi Masalah belum teratasi
komplementer yang telah diberikan • Keluhan nyeri
13.30 • Meringis
4. Memberikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (teknik • Kelusitan tidur
P: Lanjutkan intervensi
genggam jari)
5. Menjelaskan strategi meredakan nyeri
15.00

54
6. Mengkolaborasikan pemberian • Indentifikasi lokasi, karakteristik nyeri,
analgesik
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri dan skala nyeri
• Identifikasi faktor yang memperberat
dan memperingan nyeri
• Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang telah diberikan
• Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (teknik
genggam jari)
• Jelaskan strategi meredakan nyeri
• Kolaborasikan pemberian analgesik

Gangguan integritas 11-12-21 1. Memonitor karakteristik luka (warna, Tanggal 11 Desember 2021 pukul 22.00 WIB
jaringan berhubungan 14.00 S: Pasien mengatakan nyeri O:
ukuran dan bau)
dengan faktor mekanis
(sayatan pembedahan) 2. Memasang balutan sesuai jenis luka • Pasien masih mengeluh nyeri
3. Mempertahankan teknik sterill saat • Terdapat luka jahitan sepanjang
melakukan perawatan luka 10 cm A: Masalah belum teratasi
15.00 4. Memberikan suplemen dan mineral • Kerusakan integritas kulit
(Vit C, Ferrous sulfate) • Kerusakan integritas jaringan
5. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi

55
6. Menganjurkan mengkonsumsi • Nyeri
makanan tinggi kalori dan protein P: Lanjutkan intervensi
21.00 7. Mengkolaborasikan pemberian • Monitor karakteristik luka (warna,
antibiotik (Dolac dan Cefazolin) ukuran dan bau)
• Pasang balutan sesuai jenis luka
• Pertahankan teknik sterill saat
melakukan perawatan luka
• Berikan suplemen dan mineral (Vit C,
Ferrous sulfate)
• Jelaskan tanda dan gejala infeksi
• Anjurkan mengkonsumsi makanan
tinngi kalori dan protein
• Kolaborasi pemberian antibiotik
(Dolac dan Cefazolin)

Gangguan mobilitas 11-12-21 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau Tanggal 11 Desember 2021 pukul 15.00 WIB
fisik berhubungan 14.20 keluhan fisik lainnya S: Pasien mengatakan belum bisa bergerak
dengan pembatasan 2. Mempasilitasi aktivitas mobilisasi karena luka masih sakit
dengan alat bantu (bedrail)
gerak O: Aktivitas sehari- hari pasien sebagian
14.30 besar masih dibantu keluarga A: Masalah
belum teratasi

56
3. Melibatkan keluarga pasien untuk • Gerakan terbatas
membantu pasien dalam • Nyeri
meningkatkan pergerakan P: Lanjutkan intervensi

4. Menganjurkan melakukan mobilisasi • Idektifikasi adanya nyeri atau keluhan

dini fisik lainnya


5. Mengajarkan mobilisasi sederhana • Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
yang harus dilakukan (duduk ditempat alat bantu (bedrail)
tidur)
• Libatkan keluarga pasien untuk
membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan
• Anjurkan melakukan mobilisasi dini
• Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (duduk ditempat tidur)

Nyeri akut 12-12-21 1. Mengindentifikasi lokasi, karakteristik Tanggal 12 Desember 2021 pukul 08.30 WIB
berhubungan dengan 07.30 nyeri, durasi, frekuensi, kualitas, S: Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang
agen cedera fisik intensitas nyeri dan skala nyeri O: Pasien tidak meringis
(prosedur operasi) 2. Mengidentifikasi faktor yang A: Masalah teratasi sebagian
memperberat dan memperingan nyeri • Keluhan nyeri
07.35 3. Memonitor keberhasilan terapi • Kesulitan tidur
komplementer yang telah diberikan P: Lanjutkan intervensi

57
4. Memberikan teknik nonfarmakologis • Indentifikasi lokasi, karakteristik nyeri,
untuk mengurangi rasa nyeri (teknik durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
genggam jari) nyeri dan skala nyeri
07.45 5. Menjelaskan strategi meredakan nyeri • Identifikasi faktor yang memperberat
6. Mengkolaborasikan pemberian dan memperingan nyeri
analgesik
• Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang telah diberikan
• Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (teknik
genggam jari)
• Jelaskan strategi meredakan nyeri
• Kolaborasikan pemberian analgesik

Gangguan integritas 12-12-21 1. Memonitor karakteristik luka (warna, Tanggal 12 Desember 2021 pukul 12.00 WIB
jaringan berhubungan 08.35 ukuran dan bau) S: Pasien mengatakan nyeri bagian perut
dengan faktor mekanis
(sayatan pembedahan) 2. Memasang balutan sesuai jenis luka sudah berkurang O:
3. Mempertahankan teknik sterill saat • Terdapat luka jahitan
melakukan perawatan luka sepanjang 10 cm
• Tidak ada tanda- tanda infeksi
4. Memberikan suplemen dan mineral
A: Masalah teratasi sebagian
(Vit C, Ferrous sulfate)
5. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi • Kerusakan integritas kulit

58
6. Menganjurkan mengkonsumsi • Kerusakan integritas jaringan P:
makanan tinggi kalori dan protein Lanjutkan intervensi
7. Mengkolaborasikan pemberian • Monitor karakteristik luka (warna,
antibiotik (Dolac dan Cefazolin)
ukuran dan bau)
• Pasang balutan sesuai jenis luka
• Pertahankan teknik sterill saat
melakukan perawatan luka
• Berikan suplemen dan mineral (Vit C,
Ferrous sulfate)
• Jelaskan tanda dan gejala infeksi
• Anjurkan mengkonsumsi makanan
tinggi kalori dan protein
• Kolaborasi pemberian antibiotik
(Dolac dan Cefazolin)

Gangguan mobilitas 12-12-21 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau Tanggal 12 Desember 2021 pukul 13.00 WIB
fisik berhubungan 10.00 keluhan fisik lainnya S: Pasien mengatakan belum bisa bergerak
dengan pembatasan 2. Mempasilitasi aktivitas mobilisasi O: Aktivitas sehari- hari pasien sebagian
dengan alat bantu (bedrail) besar masih dibantu keluarga A: Masalah
gerak
10.15 teratasi sebagian
• Gerakan terbatas

59
3. Melibatkan keluarga pasien untuk P: Lanjutkan intervensi
10.20 membantu pasien dalam • Idektifikasi adanya nyeri atau keluhan
meningkatkan pergerakan fisik lainnya
4. Menganjurkan melakukan mobilisasi • Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
dini alat bantu (bedrail)
5. Mengajarkan mobilisasi sederhana • Libatkan keluarga pasien untuk
yang harus dilakukan (duduk ditempat
tidur) membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan
• Anjurkan melakukan mobilisasi dini
• Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (duduk ditempat tidur)

Nyeri akut 13-12-21 1. Mengindentifikasi lokasi, karakteristik Tanggal 13 Desember 2021 pukul 15.00 WIB
berhubungan dengan 14.00 nyeri, durasi, frekuensi, kualitas, S: Pasien mengatakan nyeri sudah berkurang
agen cedera fisik intensitas nyeri dan skala nyeri O: Pasien tidak meringis
(prosedur operasi) 2. Mengidentifikasi faktor yang A: Masalah teratasi
memperberat dan memperingan nyeri P: Lanjutkan intervensi
14.30 3. Memonitor keberhasilan terapi
komplementer yang telah diberikan

60
4. Memberikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (teknik
genggam jari)
5. Menjelaskan strategi meredakan nyeri
Mengkolaborasikan pemberian
analgesik

Gangguan integritas 13-12-21 1. Memonitor karakteristik luka (warna, Tanggal 13 Desember 2021 pukul 15.30 WIB
jaringan berhubungan 15.10 ukuran dan bau) S: Pasien mengatakan tidak nyeri lagi bagian
dengan faktor mekanis
(sayatan pembedahan) 2. Memasang balutan sesuai jenis luka jahitannya O:
3. Mempertahankan teknik sterill saat • Terdapat luka jahitan sepanjang 10 cm
melakukan perawatan luka • Tidak ada tanda- tanda infeksi A:
4. Memberikan suplemen dan mineral Masalah teratasi sebagian
(Vit C, Ferrous sulfate) • Kerusakan integritas kulit
15.15 5. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi • Kerusakan integritas jaringan P:
6. Menganjurkan mengkonsumsi Lanjutkan intervensi
makanan tinggi kalori dan protein • Monitor karakteristik luka (warna,
7. Mengkolaborasikan pemberian ukuran dan bau)
antibiotik (Dolac dan Cefazolin)
• Pasang balutan sesuai jenis luka

61
• Pertahankan teknik sterill saat
melakukan perawatan luka
• Berikan suplemen dan mineral (Vit C,
Ferrous sulfate)
• Jelaskan tanda dan gejala infeksi
• Anjurkan mengkonsumsi makanan
tinggi kalori dan protein
• Kolaborasi pemberian antibiotik
(Dolac dan Cefazolin)

Gangguan mobilitas 13-12-21 1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau Tanggal 13 Desember 2021 pukul 19.00 WIB
fisik berhubungan 15.30 keluhan fisik lainnya S: Pasien mengatakan belum bisa bergerak
dengan pembatasan 2. Mempasilitasi aktivitas mobilisasi O: Aktivitas sehari- hari pasien masih dibantu
gerak dengan alat bantu (bedrail) keluarga
15.40 3. Melibatkan keluarga pasien untuk A: Masalah teratasi sebagian
membantu pasien dalam • Gerakan terbatas P: Lanjutkan
meningkatkan pergerakan intervensi
4. Menganjurkan melakukan mobilisasi • Idektifikasi adanya nyeri atau keluhan
dini fisik lainnya
• Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
alat bantu (bedrail)

62
5. Mengajarkan mobilisasi sederhana • Libatkan keluarga pasien untuk
yang harus dilakukan (duduk ditempat membantu pasien dalam
tidur) meningkatkan pergerakan

• Anjurkan melakukan mobilisasi dini

• Ajarkan mobilisasi sederhana yang


harus dilakukan (duduk ditempat tidur)

63
1

Anda mungkin juga menyukai