THORIQOT AT-TIJANIYYAH
Hagiografi Syaikh Ahmad at-Tijani
dan Ajaran Thoriqohnya
Alih Bahasa :
Muhammad Mustholeh Nurkhozen
Pengantar :
K.H. Mas Ibrohim Umar Baidlowi Basyaiban.
K.H. Abdurrozaq Imam
K.H. Dzikron Abdullah
Prof. Dr. H. Mudjahirin Thohir, M.A.
Pasal 2:
1. Hak Cipta merupakan hak ekskhutif bagi pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya, yang timbul secar.a. otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 72
1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjar.a. masing-masing paling singkat 1 (satu)
bulan dan atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau paling lama 7 (tujuh tahun) dan atau
denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyard rupiah)
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,atau menjual kepada umum suatu ciptaan
atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana
penjar.a. paling lama 5 (lima tahun) dan atau denda paling banyak Rp 5.00.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
KATA PENGANTAR
Oleh:
al-Habib al-Sayyid KH. Mas Ibrohim
Putra murottib kitab AL-FAIDH AL-ROBBANI Syaikhina Umar
Baidlowi Baa Syaiban, Sepanjang, Surabaya
Oleh:
K.H. Abdur-Rozaq bin Imam Kholil Sarang
Lasem, Rembang.
KH.DZIKRON ABDULLOH
xii Manakib thoriqot At-Tijaniyyah
LANDASAN ETIKA
SANG MURID TERHADAP GURU
Oleh:
Prof. DR. H. Mudjahirin Thohir, M.A.
(Guru Besar Ilmu Sastra Budaya dan Filsafat
Universitas Diponegoro)
PENDAHULUAN
Pengantar ............................................................................................ 3
Wali Allah adalah tanda-tanda-Nya, meyakini Wali Allah
adalah anugerah dan pertanda mendapat ridlo-Nya ..... 9
Meyakini karomah dan pernyataan Wali Allah swt .......... 14
Ancaman terhadap orang yang tidak percaya kepada
Wali Allah ........................................................................................... 28
Orang yang meremehkan dan memusuhi Wali Allah
swt. adalah berhadapan perang dengan-Nya ...................... 34
Merasa selamat dari peperangan dan ancaman Allah
swt ......................................................................................................... 38
Adzab yang lebih besar dari bencana ..................................... 43
ANALISIS
Footnote :
Tentang wafat Sayyidina Syaikh At-Tijani r.a. ..................... 103
Tentang selisih antara. derajat Syaikh Syazili dan Syaikh
Abdul Qodir ....................................................................................... 103
Syaikh Ahmad at-Tijani r.a. mencapai maqom (derajat)
Syaikh Abi al-Hasan al-Syadzili r.a., ketika masih pada
permulaan suluk sebelum mencapai derajat al-Khotm
al-Qutbul al-Maktum. ................................................................... 104
sanad thoriqoh kholwatiyah Sayyidina Syaikh Ahmad
At-Tijani r.a. sebelum mendapat bimbingan dan idzin
thoriqot Tijaniyyah langsung dari Rosulullah saw. .......... 104
Tentang bertemu dan berkumpul dengan Nabi saw. ....... 105
Tentang Di bai’at wirid thoriqoh langsung oleh Nabi
SAW adalah derajat tertinggi yang diharapkan oleh
semua Wali Qutub .......................................................................... 106
Syaikh Ahmad At-Tijani r.a.. merobek dan membakar
Tulsan-tulisan mengenahi karomahnya ................................ 106
Pengertian Wali Al-Qutbul-Maktum ........................................ 107
S
egala puji dan syukur dipanjatkan ke hadhirat Allah
swt., yang telah menakdirkan kita beruntung meyakini
dan membenarkan tanda-tanda-Nya. Di antara tanda-
tanda itu ialah para Nabi, Rosul, dan para wali sebagai kholifah
Nabi saw., bahkan wali Allah adalah tanda yang dhohir (sangat
jelas) setelah tidak ada Rosul dan Nabi.
Sholawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi
Muhammad saw. yang tidak ada Rosul dan Nabi setelahnya.
Terjemahan kitab manaqib al-Faidh al-Robbani ini terlebih
dahulu saya buka dengan pendahuluan. Dengan uraian
pendahuluan ini diharapkan para pembaca tahu bagaimana
semestinya bersikap terhadap auliya’. Uraian pendahuluan ini
sengaja diberikan sebelum pembaca tahu sejarah keagungannya
dan keagungan sejarahnya. Dengan demikian, keagungan itu akan
mengagungkan yang mengagungkannya dan menghinakan orang
yang menghinakannya, sedangkan keagungan itu tetap agung
sesuai agung diciptakan untuk agung. Suatu agung diletakkan
S
uatu ketika al-Qutb Syaikh Abu Turob an-Nakhosyabi
r.a. melihat seorang muridnya khidmat menyendiri
beribadah kepada Allah swt. Beliau mendekat
dan mengucapkan salam. Murid itu saking khusyunya tidak
mepedulikan salam sang guru. “Mari kita sowan ke Abu Yazid!”,
lanjut Abu Turob mengajak. Si muridpun menolak, merasa lebih
afdhol menghabiskan waktunya untuk menyendiri beribadah.
Abu Turobpun tidak putus asa, mengajaknya terus berkali-kali,
kemudian berkata “sebaiknya kamu sowan ke Abu Yazid”. Akhirnya
si murid tidak tahan dengan ajakannya yang terus menerus itu,
hatinya bergerak, lalu berkata “untuk apa sowan ke Abu Yazid?
sungguh aku telah makrifat kepada Allah. Itu telah cukup bagiku
dari sowan Abu Yazid“
P
.ara wali Allah swt. senantiasa mengikuti langkah
Rosulullah saw. Mereka adalah sebagai pewarisnya.
Sikap umat manusia terhadap para wali Allah itu ada dua
golongan, sama seperti sikap mereka terhadap Nabi saw. dan para
rosul lainnya. Golongan pertama adalah orang-orang yang diberi
hidayah oleh Alloh karena fadhol-Nya (anugerah-Nya). Golongan
ini membenarkan para wali Allah, dan Allah swt. memberi mereka
kabar gembira seperti kepada golongan yang membenarkan
para Rosul. Golongan kedua adalah orang-orang yang Allah swt.
celakakan dan sesatkan. Mereka tidak mempercayai, membenci,
dan menentang para wali Allah. Lalu Allah swt. memberi
pembalasan seperti kepada orang-orang yang mendustakan
kepada para Rosul.
Ketika para rosul diberi mukjizat untuk menunjukkan
kebenarannya mengajak umat kepada Allah swt., maka para wali
diberi karomah jika diperlukan untuk itu. Bila tidak, maka tidak
diberi, seperti di masa sahabat dan tabi’in, karena dekatnya masa
ini dengan masa nabi, suatu masa yang masih bersih dan iman
masih kokoh.
“Jika aku mau, aku memenuhi muatan 70 unta dari tafsir al-Fatihah”
(al-Gazali, Ihya’, jilid I, hal. 284).
Ali r.a. berkata pula:
A
yat-ayat al-Qura’an tentang kisah nabi-nabi dan umat
terdahulu banyak sekali mengingatkan hal ini. Ayat-
ayat itu adalah supaya direnungi dan diambil i’tibar
(pelajaran), bukanlah sekedar dongeng tanpa faidah.
Al-Qur’an tidaklah diturunkan kecuali untuk faidah hak Nabi
dan umatnya meskipun Nabi saw. sudah wafat. Oleh karena itu,
setelah Nabi saw. wafat banyak peringatan dan bencana menimpa
atas orang-orang yang membenci atau ingkar terhadap para wali
Allah seperti menimpa atas orang-orang yang tidak mempercayai
dan menentang para nabi terdahulu, karena para wali Allah adalah
pewaris mereka.
Pada masa awal Sayyidi Syaikh Sayyid Abdul Qodir al-Jailani
r.a., orang yang tidak percaya atau menentang atas kewaliyan
beliau, dan menyebut nama beliau dengan tidak beradab tanpa
wudlu, maka orang tersebut seketika putus kepalanya dari badan;
sehingga kemudian tidak ada seorang pun yang berani menyebut
nama beliau tanpa berwudlu. Para wali Baghdad menghadap
kepadanya agar mengampuni. Saat itu Syaikh Abdul Qodir
Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 29
sedang riyadloh membaca Hizib
Hirzul Yamani yang disebut Hizb
Saifi (pedang), hingga kemudian
dalam mukasyafah beliau melihat
Nabi saw. dan bersabda: “Kamu
telah menjadi pedang (saif), tidak
butuh membacanya”. Lalu beliau
meninggalkannya atas perintah
Nabi saw. tersebut, tapi kemudian
beliau membacanya lagi atas
perintah Nabi saw. pula (Tafrikh al-
Khothir, hal. 15).
Seseorang menentang dan
mengkritisi pendapat al-Imam Abu
Hanifah r.a., ia menulis koreksinya
satu koras (satu bundel) diajukan kepada Syaikh al-Sya’roni r.a.,
maka orang tersebut terjatuh, tulang punggungnya pecah dan
keluar “pengikat” pantatnya hingga buang-buang air besar dan
terkencing-kencing di tempat dengan sendirinya tanpa terasa (ar-
Rimah, jilid I, hal. 14-15).
Beberapa murid Syekh Abil Mawahib al-Syadzili r.a. (bukan
Sayyidi Syaikh Abil Hasan as-Syadzili r.a. perintis thoriqoh as-
Syadziliyyah) meminta beliau mengajarkan fiqh mazhab al-Imam
as-Syafi’i r.a. al-Syadzili adalah orang yang berkali-kali berjumpa
Rosulullah saw. Setelah mengajar beliau terhijab (tidak pernah
berjumpa Nabi saw. seperti sebelumnya). Kemudian ketika
berjumpa lagi beliau bertanya :Ya Rosulullah apakah dosaku?
Nabi saw. menjawab ‘karena kamu mengajarkan fiqh. Bukankah
itu syariatmu?. Ya benar, tetapi bertatakramalah terhadap para
imam. (ar-Rimah, jilid I, hal. 14).
Syaikh al-Kabir al-Imam Aly ibn Harzahim seorang ahli fiqh
yang masyhur di Maghribi Afrika Barat )bukan al-Imam Syaikh
Ali Harozim ibn al-’Arobi Baradah), beliau ingkar terhadap al-
Ihya’ dan berencana akan membakarnya di masjid seusai solat
P
. ara wali dan ulama al-‘amilin senantiasa bersama Allah
‘azza wa jalla. Mereka menyerahkan sepenuhnya diri
mereka menjadi milik-Nya. Mereka tidak sedikit pun
memiliki diri sendiri. Untuk melakukan perbuatan apa saja,
termasuk pembelaan diri dari orang lain, mereka mencukupkan
dengan pekerjaan Allah swt., Allah-lah yang berbuat segala sesuatu
untuk mereka. Oleh karenanya Allah membela dan memerangi
orang yang menentang atau menyakitinya. Inilah isi kandung
firman Allah swt. dalam hadits qudsi. Nabi saw. bersabda:
O
rang yang memusuhi atau orang yang meremehkan
wali Allah, jika di dunia tidak tertimpa bencana bahkan
mendapatkan kehidupan senang, jangan mengira ia tidak
mendapat adzab. Adzab Allah yang lebih pedih itu dijanjikan kelak
di akhirat.
Firman Allah swt. :
A
dalah berpaling dan mendustakan kepada Allah swt.
orang yang berpaling dan mendustakan kepada para
penyeru-Nya yaitu Rosulullah saw., para wali dan ulama
al-amilin sebagai penerusnya. Jika tidak, tentu tidak.
Orang yang berpaling dan mendustakan, Allah tidak menerima
amal ibadahnya, sebagian maupun semuanya, sedikit maupun
banyak, besar maupun kecil. Amal ibadah tersebut tidak berguna.
Oleh karenanya, Allah swt. berfirman:
O
rang yang mendustakan atau orang yang memusuhi atau
orang yang menyepelekan wali Allah, jika mengaku baik-
baik saja tidak mendapat musibah, berarti ia menghina
dan menantang ancaman Allah swt. dan rosul-Nyayang telah
dinyatakan dalam ayat-ayat al-Qur›an dan hadits-hadits Nabi saw.
yang telah disebutkan.
Firman Allah swt.:
Soal:
Bagaimana hukumnya memuji sebagian para wali, di samping
itu juga mencela para wali lain?
Jawab:
Adapun memuji tanpa membikin-bikin dan bohong maka
tidak mengapa bahkan disunahkan, adapun mencela sebagian
wali maka hukumnya haram bahkan menjadi dosa besar dan
kadang-kadang bisa mendatangkan menjadi kufur.
Keterangan:
A. Kitab Tabshiroh al-Fashilin hal. 2:
Soal:
Bagaimana pendapat muktamirin tentang orang yang berkata
kepada orang yang akan masuk thoriqoh: “Janganlah engkau
masuk thoriqoh, karena thoriqoh itu menimbulkan mundur
dalam agama?”
Jawab:
hukumnya (perkataan itu) haram, dan orang yang
mengucapkan itu dikutuk dan tidak mendapat bahagia selama-
lamanya, kalau orang itu bermaksud ingkar dan menentang.
Keterangan:
Taqrib al-Ushul, Syaikh Zaini Dahlan hal. 18:
Soal:
Bagimana hukumnya orang melarang orang masuk thoriqoh
mu’tabaroh, dan dia berkata thoriqoh itu tidak termasuk
sunnah Rosulullah saw.
Jawab:
Kalau tujuan melarang itu ingkar kepada thoriqoh, maka orang
itu menjadi kufur.
Keteterangan:
Kitab Jami’ al-Ushul al-Auliya hal. 126:
R
isalah ini dikutip dari berbagai kitab Tijaniyyah.
Di dalam risalah ini diterangkan sebagian dari
keistimewaan-keistimewaan pemilik thoriqoh al-
Ahmadiyah, al-Muhammadiyyah, al-Ibrohimiyyah, al-Hanifiyyah.
Beliau adalah sayyid kami, Ahmad bin Muhammad yang dijuluki
Ibn ‘Umar bin al-Mukhtar bin Ahmad bin Muhammad. Beliau
adalah datuk yang pertama tinggal di ‘Ain Madhi. Beliau adalah
Ibn Salim bin ‘Id bin Salim bin Ahmad al-Alwani bin Ahmad bin
Ali bin Abdillah bin al-Abbas bin Abd al-Jabbar bin Idris bin Idris
bin Ishaq bin Ali Zainal Abidin bin Ahmad bin Muhammad al-Nafs
al-Zakiyyah bin Abdillah bin al-Hasan al-Mutsanna bin Hasan al-
Sibth bin Ali bin Abi Tholib karromallohu wajhah dari Sayyidah
Fathimah al-Zahro alaihassalam. Beliau adalah penghulu kaum
wamita di sorga. Beliau adalah puteri sebaik-baik makhluk dan
sayyid mereka yaitu Rosululloh. Semoga Alloh merahmatinya,
keluarganya, shohabatnya, dan kaum muslimin.
I
. bunya Syekh Ahmad r.a. adalah intan terpelihara,
mutiara tersimpan, Sayyidah ‘Aisyah binti Sayyid al-Jalil
Abi ‘Abdillah Muhammad bin Sanusi al-Tijani al-Madhowi.
Syaikh Ahmad r.a. dilahirkan di ‘Ain Madhi pada tahun 1150 H.
Beliau r.a. hafal al-Quran dengan sempurna di hadapan gurunya
al-Ridho al-Amin Sayyid Muhammad bin Hamawi at-Tijani ketika
berumur 7 (tujuh) tahun. Kemudian beliau belajar ilmu tauhid,
ilmu fiqh, dan ilmu akhlaq hingga beliau menguasainya. Beliau
bejlaar kepada gurunya al-‘Arif billah Sayyidi Syaikh al-Mabruk
bin Bu’afiyah al-Madhowi at-Tijani. Beliau pun mengaji kitab al-
Mukhtashor Syaikh Kholil, al-Risalah ibn Rusyd, Muqoddimah al-
Ahdhori.
Kemudian beliau melanjutkan menuntut ilmu di negerinya
sendiri hingga menguasai berbagai ilmu yang bermanfaat. Beliau
pun mampu menjawab dengan baik seluruh bidang keilmuan
ketika beliau masih berusia muda.
Syaikh Ahmad at-Tijani r.a. rajin mengkaji kitab, berdiskusi,
dan mengajarkan ilmu. Beliau pun menulis dan membacakannya
kepada orang lain mengenai berbagai bidang ilmu yang bermanfaat
seperti hadits, tafsir, fiqh, tauhid, dan sebagainya. Setiap orang
yang bertanya, beliau menjawab seluruh pertanyaan dengan
baik dan memuaskan. Seolah-olah di depan mata beliau terdapat
sebuah papan tulis.
Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 61
Orang tua beliau wafat pada
hari yang sama pada tahun 1166
H.1 karena penyakit tho’un. Semoga
kedua orang tua beliau mendapat
rahmat dan ridho Alloh swt.
Sepeninggal orang tuanya, Syaikh
Ahmad r.a. tidak berubah; tetap
menekuni ilmu, belajar, mengajar, dan
memberi fatwa hingga berumur 23
tahun.
Kemudian beliau pergi ke Kota Fez
di Maroko. Di sana beliau mendengar
sebuah hadits, sesungguhnya
Rosululloh saw. bersabda:
O
rang pertama yang beliau tuju di Kota Fez adalah sayyid
al-Jalil keturunan orang-orang mulia yaitu Sayyid Abu
Muhammad al-Thoyyib bin Muhammad bin Abdulloh al-
Alwani. Beliau pun menjumpai al-qutb al-kabir Maulana Syaikh
Ahmad al-Shoqoli r.a. Beliau juga bertemu Sayyid Muhammad al-
Wanjali, sebelum bicara sesuatu terlebih dahulu berkata kepada
beliau : “engkau pasti memperoleh derajat Syaikh al-Syadzili”2.
Sayyid al-Wanjali mengungkapkan seluruh isi hatinya. Kemudian
menyuruh beliau pulang ke Ain Madli.
Di Kota Fez pun Syaikh Ahmad r.a. menjumpai seorang
wali yang sholeh, cucu al-Arif al-Robih Sayyidi Abdulloh bin
Sayyidi al-Arobi bin Ahmad bin Muhammad al-Andalusi. Beliau
memperbincangkan berbagai hal
kepadanya. Dan diakhir perbincangan
sebelum berpisah Sayyidi Ibn al-‘Arobi
berkata : “Alloh menuntun tanganmu,
Alloh menuntun tanganmu, Alloh
menuntun tanganmu”.
Di Kota Fez, Syaikh Ahmad r.a.
juga menemui Sayyidi Syaikh Abu al-
‘Abbas Ahmad al-Thowasyi, kemudian
menalqin dzikir kepada beliau
dan berkata : “lakukanlah olehmu
Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 63
kholwat, menyendiri dan dzikir; bersabarlah hingga Alloh swt.
memberi futuh kepadamu”.
Kemudian, Syaikh Ahmad r.a. segera kembali ke al-Wanjali
dengan maksud ziarah ke zawiyyahnya Syaikh ‘Abdul Qodir
bin Muhammad al-Abyadh. Di tempat ini Syekh Ahmad tinggal
beberapa waktu. Di sela waktu itu Syekh Ahmad r.a. berziarah
ke ’Ain Madhi mematuhi perintah Sayyid al-Wanjali. Kemudian
Syaikh Ahmad r.a. berangkat ke Tilmisan dan bermukim di sana.
Itu terjadi pada tahun 1181 H. Kemudian pada tahun 1186 H
beliau meninggalkan Kota Tilmisan menuju kota suci untuk
melaksanakan ibadah haji ke Baitulloh dan berziarah ke quburan
Nabi Muhammad saw.
Ketika perjalanan sampai di Kota Azwawi, Syaikh Ahmad r.a.
mendengar ada seorang guru sufi Sayyidi Syaikh Abi Abdillah bin
Abd al-Rohman al-Azhari. Kemudian beliau menjumpainya dan
bertalqin Thoriqoh Kholwatiyyah.
Ketika sampai di Tunisia, Syaikh Ahmad r.a. tinggal di Susah
(Ceisse) selama satu tahun. Selama di tempat ini beliau bertemu
dengan Sayyid Abd al-Shomad al-Rohawi. Dia adalah salah seorang
murid wali quthub yang agung di negeri itu. Syaikh Ahmad meminta
supaya dia mempertemukan dengan sang Wali tersebut. Sayyidi
Abd al-Shomad menolaknya, karena sang Wali tidak mengizinkan
seorang pun bertemu dengannya kecuali 4 (empat) orang. Sayyidi
Abd al-Shomad adalah satu di antara mereka.
Lalu Syaikh Ahmad r.a. mengutus
seorang yang dicintai wali quthb
tersebut untuk pergi bersama
Sayyid Abd al-Shomad al-Rohawi
menghadapnya. Kemudian wali quthb
itu menerimanya dan menyambut
dengan sambutan yang baik. Beliau
berkata: “kekasih mengutus kekasih
adalah berita gembira dan isyarat
ketuhanan”.
64 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah
PERJALANAN SULUK DAN
MENUNAIKAN HAJI
K
emudian Syaikh Ahmad at-Tijani r.a. melanjutkan
perjalanan menuju Kairo, Mesir. Beliau bermaksud
menemui Sayyidi Syaikh Mahmud al- Kurdi. Beliau
sampai di Kairo dengan selamat dan sehat wal 'afiat tanpa ada aral
suatu apapun. Ketika Syekh Ahmad r.a. bertemu dengan al-Kurdi,
pada awal pertemuannya beliau berkata kepada syaikh Ahmad:
“Engkau dicintai Allah di dunia dan di akhirat”. Syaikh Ahmad
bertanya : “dari mana engkau mengatakan demikian?” Syaikh
Mahmud al-Kurdi menjawab: “dari Allah Swt.” Selang beberapa
hari Syaikh Mahmud al-Kurdi bertanya lagi kepada Syaikh Ahmad:
“Apa yang engkau cari?” Syaikh
Ahmad menjawab: “aku mencari al-
Quthbaniyyah al-‘Udzma (derajat
Kewalian Qutub yang agung). Syaikh
Mahmud al-Kurdi berkata: “bahkan
engkau akan memperoleh lebih besar
daripada itu“.
Kemudian Syaikh Ahmad bersiap
lagi melanjutkan perjalanan untuk
melaksanakan ibadah haji. Ketika
sampai di Makkah al-Musyarrofah
pada bulan Syawal pada tahun 1187 H,
beliau mendengar ada seorang Syaikh
K
etika matahari kewalian tampak di Abi Samghun
dan Syalalah, datanglah futuh pada Sayyidina Syaikh
Ahmad at-Tijani r.a. Beliau secara langsung bertatap
muka dengan nabi pembawa rahmat dan pemberi syafaat kepada
ummat yaitu Nabi Muhammad saw.5 Nabi saw. memberi wirid
Thoriqoh Tijaniyyah dan menyuruh untuk menalkinkannya
kepada ummat6. Sebelumnya, Syaikh Ahmad at-Tijani menjauh
dari pertemuan dengan orang-
orang karena lebih mengutamakan
kesungguhan memelihara diri, Syekh
Ahmad pun juga sebelumnya tidak
mau menjadi guru tarbiyyah (guru
pengasuh dan pendidik ruhani)
sebelum secara sadar (bukan dalam
mimpi) mendapat izin langsung dari
Rosulullah saw untuk mentarbiyah
makhluk secara umum dan mutlak.
K
etahuilah olehmu! Sesungguhnya guru, panutan,
pembimbing, dan sandaran kami, Syaikh Ahmad
bin Muhammad at-Tijani r.a. adalah orang yang
menyerahkan seluruh jerih payahnya dalam menjalankan ta'at
kepada Tuhannya. Pada permulaan suluknya, beliau menuntut ilmu
untuk landasan keta'atan dan ibadahnya kepada Alloh swt., bukan
untuk mendapatkan keinginan dan kepentingan-kepentingan
pribadinya. Pada permulaan suluknya pula beliau benar-benar
meluruskan taubatnya sesuai syarat thoriqoh, menjaga syariat
dan batas-batasnya. membuang semua kesenangan nafsu,
memutus semua kepentingan pribadi dan hal duniawi yang
menggoda. Beliau melepaskan diri
hanya untuk beribadah kepada Alloh
swt. dengan memelihara hak-hak-Nya.
Oleh karenanya terbukalah baginya
ilmu-ilmu hakikat.
Dalam urusan ibadah maupun amal
perbuatan sehari-hari beliau selalu
mengesampingkan hal-hal keringanan
(rukhshoh) dan hal-hal yang sebatas
diperbolehkan (mubah) demikian pula
hal-hal yang diperbolehkan dengan
perkiraan (takwil).
K
etahuilah! Sesungguhya Syaikh Ahmad at-Tijani r.a.
sangat masyhur dan tampak bagaikan matahari di
tengah langit di siang hari. Beliau adalah al-Quthb al-
Maktum (Wali Qutub yang tersembunyi),8 al-Kanz al-Mutholsam
(gudang yang tersimpan), al-Khotam
li Aqthob al-Muhammadiyyin wa al-
solikhin (pamungkas para wali qutub
Muhammadiy dan para wali yang
sholih.9
Tidak ada derajat wali dari semua
wali yang menyamai derajatnya. Tidak
ada maqom (pangkat) yang lebih
tinggi dan luhur daripada maqomnya.
Tidak ada masyrob (tempat tegukan
dan mengalirnya madad, asror, dan
semacamnya) yang lebih luas dan lebih
sempurna daripada masyrob-nya.
Masyrob beliau mencakup dan
meliputi semua masyrob thoriqoh
(para wali qutub). Masyrob ini khusus
bagi Syaikh Ahmad at-Tijani r.a. karena
Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 77
sesungguhnya beliau r.a. adalah
sumber semua wasilah yang terdahulu
dan yang akan datang. Beliau adalah
guru semua guru pendiri thoriqoh.
Beliau pun perantara ruhaniyah semua
perantara ruhani. Beliau adalah sumber
mengalirnya semua faidh (pemberian
anugerah ketuhaanan), ilmu ma’rifat,
dan asror bagi semua wali, wali qutub,
arifin, dan kekasih-kekasih Alloh swt.,
karena sesungguhnya Sayyid al-Wujud
Muhammad saw. mengatakan kepada
beliau secara sadar (bukan mimpi)
bahwa Syaikh Ahmad r.a. adalah al-
Khotm al-Muhammadiy, suatu gelar
martabat kewalian yang masyhur
di kalangan para wali qutub dan
shiddiqin.10
Al-Khotmu al-Muhammadiy adalah
martabat kewalian yang tidak ada martabat lagi diatasnya pada
hamparan ma’rifat kepada Alloh swt.11
Martabat al-Khotm adalah yang menerima aliran madad dari
para nabi ‘alaihim al-sholah wa al-salam, kemudian mengalirkan
madad itu kepada semua wali walaupun mereka tidak
mengetahuinya.12
Keutamaan Syaikh Ahmad At-Tijani r.a. tidak bisa dihitung dan
tidak dapat dijangkau dengan qiyas, tidak dapat ditulis dengan
pena, dan tidak ada yang bisa tahu hakikat keutamaannya kecuali
Alloh swt. yang memberi keutamaan itu kepadanya dan Rosululloh
saw.
Di antara karomah-karomah Syaikh Ahmad At-Tijani r.a. yang
tidak dimiliki seorang wali pun dari wali-wali Alloh adalah Sayyid
al-Wujud Nabi Muhammad saw. berbicara memberi jaminan13
kepada Syaikh Ahmad r.a. secara sadar dan berhadapan (bukan
78 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah
dalam mimpi). Pemberian jaminan itu
ialah Nabi saw. bersabda:
P “Sesungguhnya kedua orang tua
dari anak yang mengambil thoriqoh
ini, istrinya, anaknya, akan masuk
sorga tanpa hisab dan tanpa
siksa jika mereka semuanya tidak
menentangnya”.14
P “Sesungguhnya Nabi saw. akan
datang kepada mereka ketika
meninggal dunia dan ketika
menghadapi pertanyaan Malaikat
Munkar dan Nakir di alam qubur”.
P “Sesungguhya 70.000 (tujuh puluh
ribu) malaikat ikut berzikir bersama
ahli thoriqoh ini dan pahalanya
dicatat untuk yang berzikir itu”.
P “Sesungguhnya mereka tidak akan
meninggal dunia kecuali setelah mencapai derajat kewalian”. 15
P “Sesungguhnya Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu adalah
ikhwan thoriqoh Tijaniyyah”.
P “Sesungguhnya ahli thoriqoh Tijaniyyah semuanya lebih tinggi
martabatnya daripada wali-wali qutub besar”.
P “Sesungguhnya ahli thoriqoh Tijaniyyah di Padang Mahsyar
bertempat disuatu tempat dibawah naungan 'Arasy", mereka
tidak mendatangi Padang Mauqif untuk menunggu hisab,
tidak melihat ketegangan-ketegangan dan goncangan-
goncangannya; bahkan mereka berada bersama orang-
orang yang aman di pintu sorga, hingga mereka masuk sorga
bersama Rosululloh saw. pada rombongan pertama bersama
para sahabatnya. Dan mereka bertempat tinggal di sorga
A’la ‘Illiyyin” (sorga tertinggi tempat tinggal para nabi dan
sahabat).16
D
iantara hal yang disampaikan Nabi al-Mushthofa
saw. kepada Sayyidina Syaikh Ahmad at-Tijani r.a.
ialah: “Wahai Ahmad, sesungguhnya aku melarang
ahli thoriqohmu supaya tidak berziarah kepada wali lain adalah
untuk menguji agar kamu mengetahui murid yang sungguh-
sungguh dan murid yang dusta. Murid yang sungguh-sungguh
adalah murid yang menjalankan setiap perintahmu tanpa
mencari uzur, tidak ragu, serta lega hatinya. Sesungguhnya saya
melarang mereka menziarahi wali lain baik yang masih hidup
maupun yang sudah meninggal dunia18 adalah karena hal itu
jadi pertanda tidak sempurnanya
kesetiaan mereka kepada gurunya.
Bila mereka sengaja berziarah dan
berpaling kepada wali lain selain
guru mereka, maka terpisahlah
hubungan antara mereka dengan
guru mereka dan terputuslah
mereka dari madad guru mereka.
Mereka tidak lagi berada dihadapan
gurunya (karena berpaling kepada
lainnya), dan tidak pula dihadapan
wali lain tersebut (karena ia bukan
muridnya).19 Alloh swt. tidak
menjadikan bagi seseorang dua
Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 81
hati di dalamnya. Sesungguhnya aku melarang mereka berziarah
kepada wali lain itu adalah karena rahmat dan kasih sayangku
kepada mereka, dan karena aku memperhatikan kamu dan murid-
murid thoriqohmu. Perkara ini telah dilalaikan oleh guru-guru
thoriqoh. Oleh karenanya, kemanfaatan mengamalkan thoriqoh
tidak diperoleh para murid mereka”.
“Wahai Ahmad! Setiap orang yang patuh pada perintahmu
dan laranganmu maka dia adalah termasuk bagian dari kamu
dan kamu termasuk bagian dari dia. Dariku dia mendapat ridho
dan diterima. Barangsiapa menyelisihimu dan menghindar dari
perintahmu, maka kamu berlepas darinya. Demikian juga aku.
Barang siapa patuh kepadamu dan masuk di bawah hukummu,
maka dia termasuk bagian dari kita. Dari kita dia mendapat ridho
dan diterima”.
Sayyid al-Wujud Nabi
Muhammad saw. memberi kabar
gembira bahwa “semua thoriqoh
nanti di akhir zaman akan
terhapus dan tidak tersisa kecuali
thoriqohnya Syaikh Ahmad bin
Muhammad at-Tijani r.a.” Sebagian
ahli kasyaf berkata: “sesungguhnya
semua thoriqoh di akhir zaman
akan melebur menjadi satu dalam
Thoriqoh al-Muhammadiyyah
at-Tijaniyyah ini. Yaitu pada saat
semua thoriqoh menjadi satu, dan
semua madzhab pun menjadi satu
madzhab.20
Sesungguhya Nabi saw.
telah menjamin jumlah murid
Syaikh Ahmad bin Muhammad
at-Tijani r.a. sebagai karomah
dan anugerah dari Alloh swt.
S
ayyidi Syaikh Ahmad at-Tijani r.a. berkata: “Barang
siapa meninggalkan wirid suatu thoriqoh karena
hendak masuk thoriqohku ini22 yang disebut thoriqoh
al-Muhammadiyah, thoriqoh al-Ibrohimiyah, thriqoh al-Hanifiyah,
maka Allah ta’ala akan memberi aman di dunia dan di akhirat;
tidak akan ada sesuatu apa pun yang membuat celaka kepadanya
selamanya, tidak dari Allah, tidak dari Rosulnya, tidak pula dari guru
asalnya yang masih hidup atau yang sudah wafat. Sesungguhnya
setiap orang yang telah masuk golongan thoriqohku, lalu ia keluar
darinya dan masuk ke thoriqoh lainnya, maka Allah swt. akan
mengusir dia dari sisi-Nya, dan mencabut mahabah kepadaku
yang telah diberikan kepadanya,
dan ia mati kafir.23 Semoga Allah
melindungi kita dari makar-Nya,
dan orang tersebut tidak beruntung
selamanya dan tidak akan dapat
memberi manfaat (pertolongan)
kepadanya seorang pun wali dari
wali-wali Allah yang ada. Ini adalah
janji sungguh-sungguh dari Nabi
saw. kepadaku”.
Nabi saw. bersabda kepadaku:
“Wahai Ahmad! Sesungguhnya
D
iantara keistimewaan Sayyidi Syaikh Ahmad at-Tijani
ialah: jaminan-jaminan Nabi Muhammad saw. untuk
ahli thoriqoh Tijaniyah sebagai ikrom (memuliakan)
kepada beliau sebagai cucunya, yaitu jaminan-jaminan mereka
mencapai masuk sorga29. Semoga Allah menjadikan kita dan dua
orang tua kita dan semua saudara kita dan orang yang cinta karena
Allah sebagai golongan Tijaniyah al-Muhammdiyah ini.
Orag-orang yang cinta kepada Syaikh at- Tijani (muhibbin)
mendapat jaminan yang sama dengan ahli thoriqohnya yaitu 14
jaminan,30 sebagai berikut:
1. Nabi saw. menjamin mereka meninggal dunia dengan iman
dan Islam.
2.
Allah swt. meringankan
sakarotul-maut mereka.
3. Mereka di kuburnya tidak
melihat kecuali sesuatu yang
menyenangkan.
4. Allah swt. memberi aman
kepada mereka dari segala
Artinya: Hadits kedua dari ‘Atho bin Yasar dari Ka’ab al-Ahbar
: ….“sepertiga umatnya (nabi Muhammad saw.) masuk surga
tanpa hisab, dan sepertiga membawa dosa dan kesalahannya
kemudian diampuni (ahlil yamin), dan sepertiga membawa
dosa yang agung (ahlis syimal)”.
Diriwayatkan dari Amr bin Hazm al-Anshori berkata
bahwa Rosulullah saw. selama tiga hari tidak keluar rumah
kecuali sholat fardlu. Setelah hari keempat kami bertanya:
“Ya Rosulullah! Engkau mengurung dari kami, hingga kami
120 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah
menyangka turun wahyu baru. Nabi saw. bersabda: “tidak
turun wahyu melainkan turun kebaikan (berita gembira),
sesungguhnya Tuhanku Azza wa Jalla menjanjikanku
memasukkan ke sorga dari umatku 70.000 (tujuh puluh
ribu) orang tanpa hisab, pada tiga hari ini aku memohon
tambahan, lalu aku mendapatkan Dia Maha Agung dan Maha
Derma, maka memberiku setiap satu orang dari tujuh puluh
ribu itu bersama tujuh puluh ribu orang lagi. Aku bertanya:
“Ya Robb! Apakah umatku mencapai ini? Allah berfirman:
“Aku genapkan bilangannya untukmu dari oarng-orang ‘Arobi.
Seorang shohabat bertanya: “apakah engkau tidak minta
tambah kepada Tuhanmu?” Nabi saw. bersabda: “aku mohon
tambah lagi, lalu Allah menambahi tiga karukan”, Nabi saw.
sambil mengkaruk debu dengan kedua tangannya yang mulia
(H.R. Imam Baihaqi dan riwayat Imam Ahmad dan Thobroni
dari Abdurrohman bin Abu Bakar al-Shiddiq r.a.) (Ihya’u
Ulumuddin, al-Ghozali, jilid IV. Majalis al-Saniyyah, Syaikh
Nawawi al-Bantani, hal.128).
Tiga karukan itu adalah tiga kali golongan yang tidak bisa
dihitung jumlahnya setelah hitungan di atas. Jumlah hitungan
pengkalian di atas ialah 70.000 pertama ditambah 70.000
x 70.000 = 490.000.000 (empat ratus sembilan puluh juta),
total 580.000.000 (lima ratus delapan puluh juta). Jumlah ini
ditambah tiga kali golongan yang masing-masing tidak bisa
dihitung banyaknya.
Demikianlah, jumlah ahli sorga tanpa hisab yang ditetapkan
dalam Firman Allah swt. dan sabda Nabi saw. Semoga Allah
swt. menjadikan kita benar-benar orang yang beriman kepada
kitab dan rosul-Nya, dan memberi kepada kita kebaikan yang
difirmankan-Nya. Amin.
15 Orang yang cinta kepada thoriqoh Tijaniyyah tidak akan
meninggal dunia kecuali setelah mencapai derajat kewalian.
*****