Anda di halaman 1dari 192

MANAKIB

THORIQOT AT-TIJANIYYAH
Hagiografi Syaikh Ahmad at-Tijani
dan Ajaran Thoriqohnya

Alih Bahasa :
Muhammad Mustholeh Nurkhozen

Pengantar :
K.H. Mas Ibrohim Umar Baidlowi Basyaiban.
K.H. Abdurrozaq Imam
K.H. Dzikron Abdullah
Prof. Dr. H. Mudjahirin Thohir, M.A.

Diterbitkan atas kerjasama


MAJELIS DZIKIR AT-TIJANIYYAH BANDUNG
Zawiyah At-Tijaniyah Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin
Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah
Pondok Pesantren Raudlotul-Muhtadin & Pondok Pesantren Putri Al-Aziziyyah
d/a Desa Dlisen, Kec. Limpung, Kab. Batang Jawa Tengah

Cetakan pertama, Nopember 2010.


Cetakan kedua, Juli 2012.

Dicetak Oleh : PT. Pustaka Akindo Jakarta


Isi di luar tanggungjawab percetakan
Jl. Ir.H Juanda Kop. Percetakan Ruko Mawar Blok C3 No.1,3
Tlp. +622183425116, +6281318277952
www.pustakaakindo.com

Hak cipta dilindungi Undang-undang


Hak terjemahan ada pada penerjemah,. Dilarang memperbanyak atau mempruduksi sebagian atau
keseluruhan dari buku ini tanpa seijin penulis.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta

Pasal 2:
1. Hak Cipta merupakan hak ekskhutif bagi pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya, yang timbul secar.a. otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 72
1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjar.a. masing-masing paling singkat 1 (satu)
bulan dan atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau paling lama 7 (tujuh tahun) dan atau
denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyard rupiah)
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,atau menjual kepada umum suatu ciptaan
atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana
penjar.a. paling lama 5 (lima tahun) dan atau denda paling banyak Rp 5.00.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadhirat Allah swt. sebanyak


hitungan ilmu-Nya, tulisan qolam-Nya, dan sebanyak hukum-Nya
yang berjalan dan hitungan rahmat-Nya yang merata ke semua
mahluk.
Sholawat dan salam semoga dilimpahkan atas tuan kami Nabi
Muhammad saw. dan keluarganya sebagaimana Allah Jalla Jalaluh
memberi sholawat kepadanya yang tanpa batas awal dan akhir,
sebagaimana firman-Nya:

"Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Nya bersholawat kepada nabi.


Wahai orang-orang yang beriman bersholawatlah kalian dan
sampaikanlah salam kepada-nya".
Selanjutnya, kami memohon kepada Allah swt. semoga apa-apa
yang Allah swt. telah menakdirkan dari kebaikan dan menjalankan
dengan taufiq-Nya berkenan menyempurnakan lebih dari yang
telah lampau; dan apa-apa yang Allah swt. telah menakdirkan dari
kejelekan dan memperingatkan darinya, Allah swt. menjauhkan
darinya dan mengampuninya.
Ketika menjelang I’dul Khotmi di Jatibarang Brebes tahun
2008 M. Syaikh Ahmad bin Sa’id Baa Salamah, demikian pula
beberapa Ikhwan dan Mukoddam lain menyuruh alfaqir agar
menerjemahkan Manaqib Faidlur Robani ke dalam bahasa
Indonesia mengingat banyak ikhwan mengaharapkannya. Secara
kebetulan pada waktu itu alfaqir telah menerjemahkan ke dalam
bahasa Jawa Arab Pegon dengan seizin putra. Murottib kitab

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah vii


tersebut yaitu Syaikhi Sayyid al-Habib As-Syarif KH. MasIbrohim
bin Syaikh Umar Baidlowi Baa Syaiban r.a. Beliau menyarankan
untuk istikhoroh nama kitab terjemah Arab Pegon tersebut.
Perintah menterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia itu
alfaqir kerjakan. Setelah selesai, yaitu pada akhir Sya'ban tahun
2008 M., saya mohon izin kembali kepada putra Murottib,
beliau memberi izin pula dan menyarankan supaya diberi ta'liq
(penjelasan). Semoga Allah memberi panjang umur kepadanya
dalam ridlo-Nya, dan dengannya memberi ridlo kepada kita. Amin.
Kemudian atas saran beliau, saya memberi penjelasan,
dan penjelasan itu saya letakkan pada bagian tersendiri yang
kemudian saya namakan "bagian analisis". Lalu pada bulan Juli
tahun 2010, baru ada niat akan menerbitkan buku ini. Oleh karena
itu, sebelumnya yaitu pada tgl. 9 juli 2010 saya mohon izin kembali
yang ketiga kalinya.
Selain saya mohon izin kepada beliau, saya juga mohon izin
dan restu kepada para guru saya, para Mukoddam.
Semoga buku ini bermanfaat, dan di hari kelak menjadi bukti
dan saksi atas kecintaan saya kepada guru kita Khotmul Auliya
al-Qutb al-Maktum Sayyidina wa Mawlana Syaikh Ahmad bin
Muhammad at-Tijani r.a. Amin.
Sungguh Allah Maha Mencukupi dan sebaik-baik yang
dipasrahi. Maha Suci Tuhan-Mu, Tuhan Pemilik Kemulyaan, dari
apa-apa yang orang kafir mensifati. [ ]
***

viii Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


EPILOG

Oleh:
al-Habib al-Sayyid KH. Mas Ibrohim
Putra murottib kitab AL-FAIDH AL-ROBBANI Syaikhina Umar
Baidlowi Baa Syaiban, Sepanjang, Surabaya

Alhamdulillah syukur ke hadlirot Allah swt. atas terbitnya buku


tarjamah al-Faidl al-Robbani dan syarah-nya. Saya sebagai salah
satu putra murottib kitab tersebut merasa gembira sekali dan
berterima kasih. Semoga Allah swt. menjadikannya bermanfaat
dan menerimanya serta membalasnya sebagai amal jariyah
hingga hari kiamat. Amin. Setelah sekilas saya membaca sebagian,
buku ini memuat terjamah harfiyyah secara utuh. Hal ini memberi
kefahaman arti kitab tersebut yang dibaca oleh semua ikhwan di
seluruh Indonesia bahkan di manca negara komunitas Tijaniyah.
Buku ini juga menganalisis kitab tersebut pada catatan
kakinya dengan memberi penjelasan secara luas terutama yang
menyangkut hal-ihwal thoriqot Tijaniyyah. Oleh karena itu, buku
ini sangat perlu dibaca oleh setiap orang yang mempelajari dan
mendalami Thoriqot Tijaniyyah. Demikian, semoga bermanfaat.

Sepanjang, 9 Juli 2010.


Hormat saya;

Ibrohim Umar Baidlowi Baa Syaiban

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah ix


PROLOG

Oleh:
K.H. Abdur-Rozaq bin Imam Kholil Sarang
Lasem, Rembang.

Setelah membaca dan mencermati isi buku ini saya memuji


dan bersyukur kepada Allah swt. bahwa yang diharapkan oleh
ihkwan untuk mengerti arti Manakib Faidlurrobani yang dibaca di
mana-mana dan untuk mengerti masalah-masalah yang musykil
dalam thoriqot Tijaniyyah telah terpenuhi sekaligus dalam buku
ini.
Demikian semoga bermanfaat dunyan wa ukhron bagi
penulisnya dan semua pembaca.Amin.

Rembang, 13 Maret 2010


Hormat saya ,
Al-Faqir :

Ibnul Imam Kholil

x Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


PENTINGNYA SEBUAH PEMAHAMAN
SETIAP INSAN THORIQOH
Oleh:
KH. Dzikron Abdulloh
(Mudir Idaroh Wustho Jami'yyah Ahl al-Thoriqoh
al-Muktabaroh an-Nahdliyyah Jawa Tengah)

Segala puji milik Allah swt. yang telah mengalirkan anwar


dari Nur Muhammady kepada para wali dan orang-orang pilihan
sebagai kekasih-Nya. Alloh swt. telah memberi mereka asror
dan ma`arif dari mutiara ilmu dan rahasia-rahasia-Nya yang
tersimpan, sehingga mereka melihat keagungan dan keindahan
asma-asma dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna. Mereka
telah mengesakan Alloh swt. dengan setinggi-tinggi ketauhidan.
Bersinarlah cahaya hakikat pada mereka dan par.a. pengikutnya.
Mereka mengajak segenap manusia menghadap Allah swt. dan
menapaki jalannya yaitu thoriqoh. Berkat mereka, banyaklah
orang yang melintasi jalan menghadap Allah swt. Berkat mereka
bermunculanlah orang-orang yang menyeru ke jalan Alloh swt.
Berkat mereka pula luruslah hati or.a.ng yang semula berbelok-
belok. Demikian juga, berkat mereka terciptalah r.a.sa aman
dan nyaman menapaki jalan yang bertebing, berduri dan terjal
menuju Allah. Maha suci Allah swt. yang telah menjadikan mereka
istimewa dengan hikmah dan cahaya, dan menjadikan mereka
sebagai penunjuk dan penolong umat manusia.
Sholawat dan salam diperuntukkan kepada Nabi Agung
Muhammad saw. yang merupakan lautan anwar dan asror, maka
tidak ada derajat di sisi Allah swt. yang menyamai futuh di hadapan
Nabi saw. Amma ba`du.
Pertama-tama orang menginjakkan telapak dalam menempuh

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah xi


jalan Auliya (suluk thoriqoh) menuju kepada Allah swt. adalah
ia harus mengetahui medan jalan tersebut (ilmu-ilmu thoriqot
tersebut) serta bersungguh-sungguh yang kuat I'tiqod dan
himahnya, tidak bimbang dan tidak setengah hati.
Oleh karena itu atas terbitnya buku tentang Thoriqot Tijaniyah
yaitu: buku "Hagiografi Khotmul Auliya al-Qutb al-Maktum
Sayyidina Syaikh Ahmad at-Tijani r.a. dan ajaran thoriqotnya" yang
merupakan terjemah & analisis "kitab manakib Syaikh At-Tijani
ra." yang dibaca dari perwakilan Thoriqoh Tijaniyah pada setiap
acara Manakib kubro dan Musyawaroh jamiyyah ahli thoriqoh
Al-Muktabaroh An-Nahdliyyah Jawa tengah yang diselengarakan
setiap satu tahun dua kali oleh Idaroh Wustho Propinsi Jawa
tengah. Saya sangat bersyukur sekali kepada Allah swt. dan
berterimakasih pula kepada akhina al-karim Kyai Mustholeh bin
KH. Nurkhozen yang telah menulisnya.
Buku ini memuat tentang al-Khotm al-Qhutb al-Maktum
Syaikh Ahmad bin Muhammad At-Tijani ra. dan pernyataan-
pernyataannya mengenahi thoriqoh dan ajaran-ajarannya.
Semua itu kita wajib mahabbah, taslim dan tasdiq (tidak ingkar
terhadapnya) sebagaimana keputusan Muktamar NU dan
Jam’iyyah ahli Thoriqoh Al-Mu’tabroh An-Nahdliyyah yang dimuat
dalamnya.
Buku ini akan menambah pengetahuan sehingga akan
meningkatkan himah para ahli thoriqohnya, dan juga memberi
kefahaman para ahli thoriqoh lain dan masyarakat pada umumnya.
Oleh karena itu saya mengajak untuk membacanya. Selamat
membaca, Semoga Allah swt. meridloi kita. Amin.
Semarang, 16 Februari 2010 M
Mudir Idaroh wustho Jamiyyah Thoriqoh Al-Mu'tabaroh
An-Nahdliyyah Jawa tengah

KH.DZIKRON ABDULLOH
xii Manakib thoriqot At-Tijaniyyah
LANDASAN ETIKA
SANG MURID TERHADAP GURU
Oleh:
Prof. DR. H. Mudjahirin Thohir, M.A.
(Guru Besar Ilmu Sastra Budaya dan Filsafat
Universitas Diponegoro)

Dalam tradisi pesantren, sang ustadz selalu saja menasehati


para santri, ”cintai orang tua, dan guru”. Kata sang ustadz, orang
tua adalah yang mengantarkan kita menjadi manusia di dunia
ini. Tanpa mereka, kita tidak akan ada. Adapun guru, merekalah
yang mendidik akhlak dan mengajarkan pengetahuan keagamaan
beserta ilmu-ilmu lainnya. Lewat guru itulah kita menjadi bisa
membedakan mana yang baik yang berlawanan dengan yang
buruk; yang halal yang berlawanan dengan yang haram. Lewat
tarbiyah itu maka ketika kita memilih dan melakukan yang baik-
baik dan meninggalkan yang buruk-buruk, kita diselamatkan
Allah swt., tidak hanya di dunia tetapi di akhirat. Di akhirat nanti,
kita akan dikumpulkan dengan orang-orang yang kita cintai”.
Dalam perjalanan waktu, nasihat guru tadi mendapat tambahan
pengertian yang baru, yaitu “hati-hatilah memilih teman. Jika
tidak pandai-pandai memilih teman, maka bisa jadi akan terjebak
masuk ke kubangan yang buruk”. Pengertian ini selaras dengan
pepatah Jawa: “Ojo kumpul kebo gupak” (jangan mengumpuli
kerbau yang berkelepotan). Sebaliknya, mendapatkan teman yang
baik, seperti dekat dengan “penjual minyak wangi”, artinya akan
terasa aroma parfumnya pula.

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah xiii


“Dekat dengan penjual minyak wangi”, tidaklah bermakna
denotatif (wujudan), tetapi adalah bermakna konotatif (qiyasan).
Wangi di sini, tidaklah bersifat dhohir semata tetapi juga bathin.
Kata ‘wangi’, tidaklah dimaksudkan sebagai “jenis aroma” tetapi
lebih daripada itu, yaitu bermakna martabat, kehormatan, dan
kemuliaan.
Siapa yang mulia, bermartabat, dan memperoleh kehormatan?
Bukanlah mereka yang hidup mewah duniawiyah, apalagi mereka
yang ‘hubb al-dunya wa karahiyah al-maut’, tetapi adalah orang-
orang yang ketika “batal dalam wudlunya segera bersesuci”;
orang-orang yang ketika dirinya melakukan dosa kecil segera
beristighfar. Ketika beribadah, tahu persis apa makna di balik apa
yang dikatakan dan yang dilakukan. Dan ilmu yang dimilikinya,
tidaklah untuk dirinya sendiri, tetapi untuk wasilah kepada cita-
cita mulianya, yaitu menyemaikan kebaikan di muka bumi ini.
Cita-cita mulia seperti itu, lazim ada dalam diri orang-orang yang
hidup dalam ‘dunia tarekat’.
Apa yang ditulis oleh Kiai Mustholeh dalam buku ini adalah
riwayat hidup sosok yang dikategorikan mulia terutama di
kalangan jam’iyah tarekat yang dijalankannya, yaitu Thoriqoh
Tijaniyah. Riwayat hidup termasuk pandangan-pandangannya,
auratnya, mengenai bagaimana diri seseorang perlu berikrar
setelah berada dalam tarekat itu. Tentu isi atas doktrin-doktrin
yang diajarkannya bernada menggurui, meneguhkan, dan
meyakinkan kepada ‘para’ murid bahwa ‘tarekat ini’ adalah benar
adanya.
Klaim atas kebenaran tarekat yang disampaikan oleh tokoh ini,
perlu dipahami dan ditempatkan bahwa setiap tarekat memang
mengajarkan kebenaran, dan tidak dimaksudkan untuk menilai
tarekat-tarekat lain di luarnya sebagai tarekat yang salah. Biarlah
masing-masing dari jam’iyah tarekat yang ada – dalam jumlah
yang banyak itu – kendati memiliki kehkususan-kekhususan
sendiri – tetapi keseluruhannya mengajarkan tentang bagaimana
mendekatkan diri kepada Allah swt. dengan sedekat-dekatnya;

xiv Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


mencintai Allah swt. dengan setulus-tulusnya; beribadah kepada
Allah swt. dengan segala kekhusukannya.
Dengan cara mensikapi seperti ini maka insyaallah kita
diselamatkan dari cara pandang yang sempit, yakni tidak
sebagaimana kisah cara pandang lima orang buta yang sedang
mendifinisikan tentang gajah. Seorang buta yang hanya bisa
memegangi kakinya mengatakan bahwa gajah itu binatang
mirip tiang yang kekar. Orang buta kedua hanya bisa memegangi
ekornya sehingga berpendapat bahwa gajah adalah binatang mirip
ular. Orang buta ketiga memegangi telinganya, lalu berpendapat
bahwa gajah adalah binatang layaknya tampah. Orang buta
keempat memegangi belalainya sehingga berkesimpulan bahwa
gajah adalah binatang mirip terompet besar. Orang buta kelima
yang kebetulan berbadan kecil dan hanya berdiri persis di bawah
tubuh gajah yang tinggi besar itu, menjadikan tangannya tidak
bisa menggapai apa-apa. Karena tidak bisa menemukan sosok
gajah itu, lalu dengan perasaan jengkel orang buta kelima tadi
berpendapat bahwa keempat kawannya yang sama-sama buta itu,
sedang bersekokongkol untuk membohongi dirinya.
Setelah usai mencari tahu tentang ‘bagaimana gajah’ itu,
masing-masing dari mereka, menunjukkan bahwa apa yang
mereka anggap benar ternyata hanya sebatas apa yang mereka
sentuh secara parsial. Orang-orang yang hanya bisa melihat secara
parsial, biasanya cenderung menganggap salah kepada pihak lain
yang berbeda pendapat dengannya.
Bagaimana lalu ‘mengajarkan’ mereka agar tidak berpendapat
‘sesempit’ itu? Ada baiknya, masing-masing orang buta itu
dituntun untuk memungkinkan menyentuh keseluruhan ‘tubuh
atau badan gajah’ tadi sehingga bisa mengerti bahwa pertama, apa
yang mereka ketahui baru sebagian belum keseluruhan. Kedua,
bahwa pendapat orang lain yang berbeda itu tidak berarti salah
sebab perbedaan definisi atau kesimpulan sesungguhnya bertolak
dari perspektif yang digunakan. Dan ketiga, kearifan seseorang
ternyata ‘baru muncul’ ketika kita mau belajar dari orang lain.

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah xv


Inti dari apa yang terurai dalam buku ini – karena itu –
adalah mengajarkan kepada pembacanya bahwa demikian inilah
‘Thoriqoh Tijaniyah’ yang disampaikan dan yang diamalkan
oleh tokoh panutan bagi para ‘murid’-nya. Orang-orang yang
‘tidak sepaham’ dipersilahkan menggunakan ‘pemahaman’ yang
berada di luarnya. Sedangkan bagi penganut Thoriqoh Tijaniyah
-- kitab atau buku ini, di samping memberi pemahaman baru,
juga menuntun bagaimana mengikuti anjuran Sang Guru. Dengan
mencintai dan mengikuti Sang Guru – insyaallah jika diizinkan
Allah untuk menghuni surga-Nya nanti, maka akan dikumpulkan
dengan orang-orang yang dicintai. Semoga. Amin. [ ]
***

xvi Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


DAFTAR ISI

Kata Pengantar Penulis ..................................................................... vii


Kata Pengantar Sayyid al-Habib as-Syarif K.H. Ibrohim Baa
Syaiban putra Mu'alif ............................................................................. ix
Kata Pengantar K.H. Abdul Rozaq Imam, Lasem Rembang ... x
Kata Pengantar K.H.Dzikron Abdulloh, Mudir Jam’iyyah Ahli
Thoriqoh al-Muktabaroh an-Nahdliyyah Idaroh Wustho
Jawa Tengah ............................................................................................... xi
Kata Pengantar Prof. Dr. H. Mudjahirin Thohir, M.A.,
Guru Besar Ilmu Sastra Budaya dan Filsafat Universitas
Diponegoro ................................................................................................. xiii
DAFTAR ISI ................................................................................................ xvii

PENDAHULUAN
Pengantar ............................................................................................ 3
Wali Allah adalah tanda-tanda-Nya, meyakini Wali Allah
adalah anugerah dan pertanda mendapat ridlo-Nya ..... 9
Meyakini karomah dan pernyataan Wali Allah swt .......... 14
Ancaman terhadap orang yang tidak percaya kepada
Wali Allah ........................................................................................... 28
Orang yang meremehkan dan memusuhi Wali Allah
swt. adalah berhadapan perang dengan-Nya ...................... 34
Merasa selamat dari peperangan dan ancaman Allah
swt ......................................................................................................... 38
Adzab yang lebih besar dari bencana ..................................... 43

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah xvii


Menentang Wali Allah adalah menantang perang
melawan Allah dan rosul-Nya .................................................... 46
Keputusan Muktamar Jam’iyah Ahli thoriqoh
MuktabrohAn-Nahdiyah ............................................................... 48

TARJAMAH MANAQIB FAIYDUR ROBANY


Mukodimah ...................................................................................... 53
Nasab Sayyidina Syaikh Ahmad bin Muhamad aT-Tijani
r.a. .......................................................................................................... 58
Riwayat semasa kecil dan pendidikannya ............................. 59
Permulaan Perjalanan suluknya kepada Masyayeh .......... 61
Perjalanannya suluk dan menunaikan Haji .......................... 63
Di Bai’at Zikir oleh Rosulullah saw. dan dinobatkan
sebagai Wali Al-Qutbu wa Al- Khotmu ................................... 65
Madh (pujian) kepada Syaikh At-Tijani r.a. (mahal al-
qiyam) ................................................................................................... 66
Sifat-sifat mulya dan luhur kepribadiannya seperti
Shohabat Nabi saw. ......................................................................... 68
Karomah-karomahnya .................................................................. 71
Derajat dan makom (tingkatan) Syaikh Ahmad At-Tijani
r.a. tidak ada seorangpun wali yang menyamai ................. 73
Pesan-pesan Nabi saw. dan berita gembir.a. kepada
Syaihina At-Tijani r.a. ..................................................................... 76
Sabda-sabda Nabi saw. kepada Syaikh At-Tijani
r.a. tentang derajat thoriqoh Tijaniyah dan ahli
thoriqohnya ....................................................................................... 79
Sya'ir dan do’a bertawasul dengan Syaihina Syaikh At-
Tijani r.a. ............................................................................................ 82

xviii Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Derajat Syaikh At-Tijani r.a. di Ahirat semua pendiri
thoriqoh masuk dan bai’at thoriqoh kepada Syaikh At-
Tijani r.a. di alam ghoib, dan semua Wali Qutub dan
Auliya’ lainnya sejak azali hingga hari kiamat adalah
karena madad dari Syaikh At-Tijani r.a. ................................. 87
Keutamaan orang yang senang/cinta kepada Syaikhina
At-Tijani r.a. ....................................................................................... 90
Keutamaan ahli thoriqoh Tijaniyah ......................................... 92
Do’a ....................................................................................................... 97

ANALISIS
Footnote :
Tentang wafat Sayyidina Syaikh At-Tijani r.a. ..................... 103
Tentang selisih antara. derajat Syaikh Syazili dan Syaikh
Abdul Qodir ....................................................................................... 103
Syaikh Ahmad at-Tijani r.a. mencapai maqom (derajat)
Syaikh Abi al-Hasan al-Syadzili r.a., ketika masih pada
permulaan suluk sebelum mencapai derajat al-Khotm
al-Qutbul al-Maktum. ................................................................... 104
sanad thoriqoh kholwatiyah Sayyidina Syaikh Ahmad
At-Tijani r.a. sebelum mendapat bimbingan dan idzin
thoriqot Tijaniyyah langsung dari Rosulullah saw. .......... 104
Tentang bertemu dan berkumpul dengan Nabi saw. ....... 105
Tentang Di bai’at wirid thoriqoh langsung oleh Nabi
SAW adalah derajat tertinggi yang diharapkan oleh
semua Wali Qutub .......................................................................... 106
Syaikh Ahmad At-Tijani r.a.. merobek dan membakar
Tulsan-tulisan mengenahi karomahnya ................................ 106
Pengertian Wali Al-Qutbul-Maktum ........................................ 107

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah xix


Tentang Yang dimaksud khotamul Auliya’ atau Wali Al-
Khotmu ............................................................................................... 107
Tentang semua wali Qutub mengetahui tingginya
derajat Wali Al-Khotmu yang tidak ada yang melebihi,
dan menceritakan kepada murid-muridnya dan
mengharapkan ................................................................................ 107
Tentang Gelar Sulthonul Auliya’ bagi Syeh Abdul Qodir
Al-Jailani r.a. ...................................................................................... 107
Tentang Madad dan Masyrob Auliya’ adalah dari Wali-
Wali Ghaost, dan Wali-Wali Ghaost adalah dari Wali
Al-Khotmu, dan Wali Al-Khotmu adalah pusat masyrob
dan menyalurkan madad kepada semua Auliya dari
Nabi Muhammad saw. dan para nabi lainnya. .................... 110
Tentang jaminan-jaminan kepada ahli thoriqoh ............... 112
Tentang janji jaminan masuk sorga tanpa hisab ............... 114
Tentang jaminan orang yang cinta kepada Tijaniyyah
(Syaikh At-Tijani r.a.) tidak meninggal dunia sebelum
diangkat menjadi Wali Allah ...................................................... 117
Tentang ahli thoriqoh Tijaniyah tidak dihisab dan masuk
sorga bersama Nabi SAW dan sahabat-sahabatnya .......... 118
Tentang ingkar kepada Wali sama dengan ingkar kepada
Nabi, dan sebab-musabab ingkar ............................................ 121
Tentang syarat tidak diperkenankan ziaroh kepada Wali
lain ........................................................................................................ 122
Tentang sebab-musabab tidak diperkenankan ziaroh
kepada Wali lain .............................................................................. 123
Tentang diahir zaman semua thoriqoh melebur menjadi
satu thoriqoh at-Tijaniyah ........................................................... 124
Tentang Murid Syaikh At-Tijani r.a. yang dijumpai
Nabi saw. dan bersabda bahwa Toriqoh Tijani adalah

xx Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


thoriqohnya Nabi saw. sendiri. Orang yang masuk
thoriqoh Tijani senantiasa dalam pemeliharaan dan
perlindungan Nabi saw. dan memperoleh semua apa
yang dikatakan Syeh at-Tijani r.a. ............................................. 125
Tentang tidak boleh merangkap thoriqoh lain ................... 126
Tentang orang yang telah masuk thoriqoh Tijaniyah
kemudian keluar ke thoriqoh lain, ia akan dijauhkan
dari sisi Allah (tidak akan bisa wusul), dan ia akan mati
kafir ........................................................................................................ 129
Tentang ahli thoriqoh Tijaniyah adalah murid dan
shohabat Nabi saw. ........................................................................ 131
Tentang derajat Ahli thoriqoh Tijaniyah lebih tinggi dari
pada Setinggi-tinggi pembesar Wali Qutub ................ 134
Derajat Syeikh At-Tijani r.a. diatas derajat wali-wali
Qhuthub lainnya. ............................................................................. 135
Tentang penjelasan semua Wali Qutub dan Auliya’
lainnya tanpa terkecuali sejak Nabi Adam hingga hari
kiamat adalah memperoleh kewaliyan karena imdad
dari Syaikh At-Tijani r.a.. Mereka bai’at thoriqoh kepada
Syaikh At-Tijani R.A. di alam ghoib. Dan penjelasan
makolah Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani r.a.: ”Telapak
kakiku ini di atas leher semua Wali Allah Ta’ala”, .............. 135
Tentang derajat Syaikh Abdul Qodir al-Jilani r.a. 40
derajat dibawah derajat Syaikh At-Tijani r.a. ....................... 136
Tentang masuk Sorga adalah karunia Allah bukan
karena amal ibadah ........................................................................ 136
Tentang karunia (fadlol Allah) yang luas dan penjelasan
jaminan-jaminan untuk ahli thoriqoh Tijaniyah ................ 140
Tentang jaminan aman dari siksa kubur ............................... 148
Tentang ahli thoriqoh Tijaniyah masuk sorga tanpa
hisab bersama-sama sahabat Nabi saw. ................................ 148
Manakib thoriqot At-Tijaniyyah xxi
Tentang Keutamaan Thoriqoh itu untuk orang yang
menetapi menjalankan Syari'at ................................................ 150
Tentang Imam Al-Mahdi adalah ihwan Tijaniyah ............. 150
Ahli thoriqoh Tijaniyah pada zikir wazifah setiap
hari mendapat keutamaan ziaroh makam Nabi SAW
di Raudloh, dan ziaroh Auliya’ dan Solihin sejak
awal wujud. Dan ini menjadi ganti ziaroh yang tidak
diperkenankan ................................................................................. 151
Ahli thoriqoh Tijaniyah setelah Wafat ruh dan jasadnya
pindah ke alam barzah husus bersama Sayidi Syaikh At-
Tijani R.A., dan sebagian hadir mengikuti jamaah dzikir
Wadzifah ............................................................................................. 151
Keutamaan Sholawat Fatih ........................................................ 152

xxii Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Pendahuluan
PENGANTAR

“Kalau sekiranya Kami turunkan al-Quran ini


kepada gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk
terpecah belah disebabkan takutnya kepada Allah.
Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat
untuk manusia supaya mereka berfikir”
(Q.S. al-Hasyr: 21).

S
egala puji dan syukur dipanjatkan ke hadhirat Allah
swt., yang telah menakdirkan kita beruntung meyakini
dan membenarkan tanda-tanda-Nya. Di antara tanda-
tanda itu ialah para Nabi, Rosul, dan para wali sebagai kholifah
Nabi saw., bahkan wali Allah adalah tanda yang dhohir (sangat
jelas) setelah tidak ada Rosul dan Nabi.
Sholawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi
Muhammad saw. yang tidak ada Rosul dan Nabi setelahnya.
Terjemahan kitab manaqib al-Faidh al-Robbani ini terlebih
dahulu saya buka dengan pendahuluan. Dengan uraian
pendahuluan ini diharapkan para pembaca tahu bagaimana
semestinya bersikap terhadap auliya’. Uraian pendahuluan ini
sengaja diberikan sebelum pembaca tahu sejarah keagungannya
dan keagungan sejarahnya. Dengan demikian, keagungan itu akan
mengagungkan yang mengagungkannya dan menghinakan orang
yang menghinakannya, sedangkan keagungan itu tetap agung
sesuai agung diciptakan untuk agung. Suatu agung diletakkan

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 3


pada hina, maka yang meletakkan menjadi hina dan agung itu
tetap agung.
Bila suatu hal yang agung nampak, kemudian menampak
di hati, maka nampaklah mahabah dan tunduk kepada sang
pemilik agung tersebut. Orang mendengar sesuatu perkara yang
agung, namun hatinya tidak merasa agung terhadapnya, maka
menandakan ia tidak berhak memiliki keagungannya. Ia dengan
hewan sama bodohnya. Firman Allah swt. “Tiadalah mereka
kecuali seperti hewan bahkan mereka lebih tersesat jalan”, dan ia
dengan orang mati sama tulinya dalam kubur kegelapan. Firman
Allah swt. "Sesungguhnya engkau tidak bisa memberi pendengaran
kepada orang mati". Oleh karenanya, tidaklah berguna ayat-ayat
al-Qur’an dan al-Hadits dibacakan atau ditulis untuk hewan dan
orang mati, padahal al-Quran itu telah dimudahkan sampainya,
membacanya, dan maknanya. Itu adalah rahmat Allah swt. Bila
tidak, maka manusia tidak akan mendengar, membaca, dan
mengerti makna al-Qur’an, karena al-Qur’an adalah kalam Allah
al-Qodim yang agung, yang tanpa suara, dan tanpa huruf. Hanya
Allah swt. yang tahu maknanya. Allah swt. mengingatkan kita
bahwa gunung yang besar dan perkasa tidaklah sanggup dan
hancur bila menerimanya, seperti disebutkan dalam berfirman-
Nya:

“Kalau sekiranya Kami turunkan al-Quran ini kepada gunung, pasti


kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takutnya
kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat
untuk manusia supaya mereka berfikir” (Q.S. al-Hasyr: 21).
Ayat ini adalah peringatan kepada kita untuk berfikir, bukan
untuk cerita tanpa i’tibar, bagaimana manusia diberi kemudahan
al-Qur’an? Dimudahkannya al-Quran kepada manusia adalah

4 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


rahmat. Bila rahmat tidak berguna
sebagai rahmat maka menjadi
istidroj. Oleh karenanya, Allah swt.
bertanya kepada kita:

“Dan sesungguhnya telah Kami


mudahkan al-Quran untuk
peringatan, maka adakah orang
yang mengambil peringatan?” (Q.S.
al-Qomar: 17).
Demikianlah firman Allah swt.
Semoga Allah swt. menjadikan
kita orang-orang yang menerima
peringatan-Nya. Dan memelihara kita dengan peringatan-Nya
pula, baik peringatan yang terang-terangan maupun yang rahasia.
Dan semoga pula menjadikan kita sebagai orang yang selalu ingat
kepada-Nya, pekerjaan-Nya, asma-asma-Nya, sifat-sifat-Nya, baik
yang dhohir maupun yang bathin pula. Amin. [ ]
***

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 5


6 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah
Pembahasan I
WALI ALLAH ADALAH TANDA-TANDANYA
MEYAKININYA ADALAH KARENA
MENDAPAT RIDLO DAN ANUGERAHNYA

“Aku akan memalingkan dari tanda-tanda-Ku kepada orang-


orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi dengan tanpa
kebenaran, jika mereka melihat tiap-tiap tanda-tanda-Ku, maka
mereka tidak akan percaya (beriman) kepadanya, dan jika mereka
melihat jalan petunjuk (kebenaran), maka mereka tidak akan mau
menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, maka
mereka memenempuhnya. Demikian itu adalah karena mereka
mendustakan tanda-tanda Kami dan mereka selalu lalai darinya”
(Q.S. al-A’rof-146)

S
uatu ketika al-Qutb Syaikh Abu Turob an-Nakhosyabi
r.a. melihat seorang muridnya khidmat menyendiri
beribadah kepada Allah swt. Beliau mendekat
dan mengucapkan salam. Murid itu saking khusyunya tidak
mepedulikan salam sang guru. “Mari kita sowan ke Abu Yazid!”,
lanjut Abu Turob mengajak. Si muridpun menolak, merasa lebih
afdhol menghabiskan waktunya untuk menyendiri beribadah.
Abu Turobpun tidak putus asa, mengajaknya terus berkali-kali,
kemudian berkata “sebaiknya kamu sowan ke Abu Yazid”. Akhirnya
si murid tidak tahan dengan ajakannya yang terus menerus itu,
hatinya bergerak, lalu berkata “untuk apa sowan ke Abu Yazid?
sungguh aku telah makrifat kepada Allah. Itu telah cukup bagiku
dari sowan Abu Yazid“

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 9


“Kamu terbujuk, wahai muridku!
kamu melihat Abu Yazid sekali, itu
lebih berguna dari kamu melihat Allah
swt. tujuh puluh kali“ balas Abu Turob.
Pemuda itu terkejut, tidak percaya,
menurutnya tidak masuk akal.. “Tidak
mungkin itu !,” katanya membantah.
“Ketahuilah!“, Abu Turob memberi
penjelasan, ”jika kamu melihat dirimu
di sisi Allah swt. maka Allah nampak
sesuai derajatmu, tetapi jika kamu
melihat Abu Yazid di sisi Allah swt.
maka Allah nampak padanya sesuai derajat Allah swt“. Rupanya
pemuda itu paham yang dikatakan Abu Turob, lalu ia tak sabar
minta segera menemui Abu Yazid.
Abu Yazid berada jauh dari manusia, di puncak bukit, di tengah
semak belukar bersama hewan-hewan buas. Abu Turob berdua
bersama muridnya itu menuju ke sana. Sesampai di sana mereka
menunggu Abu Yazid keluar. Tiba-tiba Abu Turob melihatnya,
berteriak “itu Abu Yazid datang“. Abu Turob menunjukkannya
kepada pemuda itu. Lalu pemuda itu melihatnya. Namun tak
lama tiba-tiba sang murid menjerit sekeras-kerasnya. Ia terjatuh
pingsan dan wafat seketika di tempat itu pula. Ia tidak mampu
melihat “tajally Allah Jalla Jalaluh” bersamaan dengan melihat
Abu Yazid r.a. (al-Ghozali, al-Ihya’, jilid IV, hal. 356).
Dari riwayat ini betapa jelaslah Wali Allah Abu Yazid menjadi
“tanda” Allah swt.
Hikayat yang lain, tentang anda sendiri ketika menghadap
seorang yang diyakini sebagai wali Allah swt. Ketika itu anda
teringat dosa, termotivasi ibadah dan bertakarub kepada Allah
swt.
Sungguh, membenarkan dan meyakini tanda-tanda Allah swt.
adalah takdir beruntung (sa’adah), karena hal itu pertanda Allah

10 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


swt. meridloi dan menyayangi. Oleh karena itu, bersyukurlah ! Kita
beruntung ditetapkan pada takdir beruntung. Bila tidak, maka
Allah tidak meridloi dan tidak menyayangi, bahkan murka, tidak
mengenalkan kita kepada tanda-tanda-Nya, dan menyesatkan
tidak mempercayai atau membenci. Celakalah orang yang
ditakdirkan tidak beruntung (syaqowah). Ia ditetapkan dalam
firman-Nya.

“Aku akan memalingkan dari tanda-tanda-Ku kepada orang-


orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi dengan tanpa
kebenaran, jika mereka melihat tiap-tiap tanda-tanda-Ku, maka
mereka tidak akan percaya (beriman) kepadanya, dan jika mereka
melihat jalan petunjuk (kebenaran), maka mereka tidak akan mau
menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, maka
mereka memenempuhnya. Demikian itu adalah karena mereka
mendustakan tanda-tanda Kami dan mereka selalu lalai darinya”
(Q.S. al-A’rof-146).
Mempercayai atau mendustakan tanda-tanda Allah adalah
pekerjaan hati (rohani). Hati adalah perkara Tuhan. Firman Allah
swt. dalam Suroh al-Isro’:

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: «Ruh


itu adalah dari perkara Tuhan-ku” (Suroh al-Isro’: 85).
Dengan demikian, percaya itu adalah dari Allah yang
diletakkan di hati manusia. Manusia tidak bisa menolaknya dan
tidak bisa memaksanya. Bila itu kebaikan, namanya petunjuk atau

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 11


hidayah; bila itu keburukan namanya kesesatan atau dlolalah.
Oleh karenanya, hidayah dan dholalah seseorang hanya Allah yang
mengetahui dengan ilmu-Nya, dan ilmu Allah adalah Azali atau
Qodim (dahulu). Hidayah dan dholalah itu ditetapkan pada azali,
penetapan azali adalah takdir, maka beruntunglah orang yang
ditakdirkan beruntung mendapat petunjuk, dan celakalah orang
yang disesatkan. Walau seribu isi langit dan bumi menjadi tanda
dan dalil, ia tidak akan mengambilnya sebagai petunjuk seperti
umat-umat terdahulu yang disesatkan. Allah swt. berfirman:

“Barangsiapa yang Allah sesatkan, maka baginya tidak ada orang


yang akan memberi petunjuk. dan Allah membiarkan mereka
terombang-ambing dalam kesesatan” (Q.S. al-‘Arof: 186).
Dalam ayat lain Allah swt.berfirman:

... Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang


yang telah disesatkan Allah? Barangsiapa yang disesatkan Allah,
maka sekali-kali kamu tidak akan
mendapatkan jalan (memberi
petunjuk) kepadanya”
(Q.S. an-Nisa: 88).
Allah swt. berfirman:

12 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


“Demikianlah Kami jelaskan tanda-tanda kepada kaum yang
berakal. Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya
dengan tanpa ilmu, maka siapakah yang akan bisa menunjukkan
orang yang telah disesatkan Allah? dan tiadalah bagi mereka
seorang pun penolong” (Q.S. ar-Rum: 28 - 29). [ ]
***

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 13


MEYAKINI KAROMAH
DAN PERNYATAAN WALI ALLAH

P
.ara wali Allah swt. senantiasa mengikuti langkah
Rosulullah saw. Mereka adalah sebagai pewarisnya.
Sikap umat manusia terhadap para wali Allah itu ada dua
golongan, sama seperti sikap mereka terhadap Nabi saw. dan para
rosul lainnya. Golongan pertama adalah orang-orang yang diberi
hidayah oleh Alloh karena fadhol-Nya (anugerah-Nya). Golongan
ini membenarkan para wali Allah, dan Allah swt. memberi mereka
kabar gembira seperti kepada golongan yang membenarkan
para Rosul. Golongan kedua adalah orang-orang yang Allah swt.
celakakan dan sesatkan. Mereka tidak mempercayai, membenci,
dan menentang para wali Allah. Lalu Allah swt. memberi
pembalasan seperti kepada orang-orang yang mendustakan
kepada para Rosul.
Ketika para rosul diberi mukjizat untuk menunjukkan
kebenarannya mengajak umat kepada Allah swt., maka para wali
diberi karomah jika diperlukan untuk itu. Bila tidak, maka tidak
diberi, seperti di masa sahabat dan tabi’in, karena dekatnya masa
ini dengan masa nabi, suatu masa yang masih bersih dan iman
masih kokoh.

14 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Ketika kondisi telah berubah,
dan wali Allah perlu diberi karomah,
maka terhadap karomah ini ada
yang mempercayainya, ada juga
yang mendustakannya. Hal ini sama
seperti sikap manusia terhadap
mukjizat nabi, ada yang percaya
dan ada yang mendustakan.
Perlu diketahui bahwa khowariq
lil ’adah yang bersifat dhohir
tidaklah menjadi ukuran seorang
itu wali atau bukan. Tidak pula wali
itu lebih luhur atau rendah dengan karomahnya. Bahkan banyak
wali Allah yang tidak mempunyai karomah, tapi derajatnya lebih
luhur daripada wali Allah yang karomahnya agung dan masyhur.
Wali yang telah mencapai puncak sempurna (wali kamil) tidak
suka dengan karomah dhohir, karena karomah itu untuk manusia.
Karomah yang lebih tinggi dan didambakan oleh mereka adalah
karomah maknawiyah yaitu karomah di hadapan Allah swt.,
seperti kesempurnaan ubudiyyah yang tiada batas sebagaimana
tiada batas bagi kesempurnan sifat uluhiyah dan rububiyah Allah
swt.
Dihikayatkan dari Yahya bin Mu’adz; beliau melihat Abu
Yazid al-Busthomi di salah satu munajatnya seusai sholat Isya’
hingga terbit fajar, dengan siaga beliau menghadap ke depan,
mengangkat dua kakinya dari bumi, merunduk menempelkan
janggutnya ke dada, kedua matanya melotot tidak berkedip, lalu
berkata: “Ya Allah! Sesungguhnya suatu kaum memohon kepada-
Mu, lalu Engkau beri mereka berjalan di atas air dan terbang di
udara, kemudian mereka ridho dengannya; sungguh aku mohon
berlindung kepada-Mu dari hal itu. Sesungguhnya suatu kaum
memohon kepada-Mu, lalu Engkau beri mereka kemampuan
“melipat bumi”, kemudian mereka ridho dengannya; sungguh aku
mohon berlindung kepada-Mu dari hal itu. Sesungguhnya suatu

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 15


kaum memohon kepada-Mu, lalu Engkau beri mereka gudang-
gudang bumi, kemudian mereka ridho dengannya; sungguh aku
mohon berlindung kepada-Mu dari hal itu”.
Demikian Abu Yazid bermunajat kepada Allah swt.,
menyebutkan kepada-Nya satu persatu karomah auliya’ yang
sering kali diminta mereka, hingga dalam munajat itu menyebut
lebih dari dua puluh lima karomah dhohir yang banyak dimiliki
para wali. Lalu beliau menoleh
melihatku dan menyapa, “Wahai
Yahya?”
“Ya.. .wahai tuanku “.
“Sejak kapan kamu ada di sini?”
“Sudah lama…..”.
Abu Yazid diam, tidak sepatah
kata pun terucap. Setelah cukup
lama suasana hening, Yahya
membuka pertanyaan “mengapa
engkau tidak memohon makrifat
kepada-Nya?”
Mendengar pertanyaan ini
seolah-olah beliau diingatkan
sesuatu yang hatinya tidak sanggup
menahannya hingga menjerit yang
sekeras-kerasnya dan berkata,
“diamlah kamu wahai Yahya …!
Aku sangat ghirroh atas makrifat
kepada-Nya hingga aku tidak suka
makrifat kepada selain-Nya “ (al-
Gazali, al-Ihya’, jilid IV, hal. 359).
Demikianlah Abu yazid
tidak menyukai karomah dlohir
dan mendambakan karomah

16 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


maknawiyah. Karomah maknawiyah ialah sesuatu yang menulayai
adat yang tidak dilihat mata yaitu berupa keistimewaan yang
tidak dijangkau akal yang diberikan kepada Wali. Termasuk
karomah maknawiyah ialah karomah fadlo’il yang dianugerahkan
untuk semua umat terutama murid-murid dan pengikutnya.
Karomah ini diketahui umat melalui pernyataan dan fatwanya,
maka mempercayai, membenarkan, meyakinkannya adalah wajib,
dan ingkar terhadapnya sama dengan ingkar terhadap mukjizat
para nabi.
Al-Quthb al-Kabir Syaikh al-Sya’roni dalam kitabnya Thobaqot
al-Kubro hal. 10 berkata:

“Ulama ahli makrifat melarang


menentang pernyataan dan
perkataan para wali, karena ilmu-
ilmu mereka adalah mawajid
(nur Allah yang datang di hati
mereka yang bening dan terbuka
yang disampaikan Allah swt.
dengan kehendak-Nya tanpa
diminta dan tanpa karena
merenung atau berpikir). Ilmu-
ilmu mereka tidak disadur dari
suatu karangan. Terhadap wali
yang menyampaikan ilmu-ilmu
yang nampak dan jelas itu, siapa

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 17


pun yang mendengar tidak boleh
menentangnya, bahkan wajib
atasnya membenarkan (tasdiq)
bila ia murid ahli thoriqohnya dan
menyerahkannya (taslim) bila ia
bukan murid ahli thoriqohnya.
Sesungguhnya ilm-ilmu para wali
tidak menerima pertentangan dari
siapa pun, karena ilmu itu warisan
kenabian. Dalam sebuah hadits
disebutkan bahwa “di sisi Nabi
tidak boleh mempertentangkan”. Nabi saw. melarang mendebat
apa yang disampaikannya. Terhadap orang yang mendebatnya,
beliau saw. bersabda: “bertempatlah di neraka”.
Syaikh Muhammad bin Ibrohim al-Rondy dalam Syarh al-Hikam
ibn Atho’illah, jilid II, hal. 3 menuturkan; al-Qutb Syaikh Sahal al-
Tustury r.a. berkata:

“Sesungguhnya Allah swt. tidak memberitahukan wali-wali-Nya


kecuali kepada sesamanya atau kepada orang yang Allah swt.
memberi manfaat kepadanya dengan mereka. Apabila Allah swt.
menampakkan kewalian mereka hingga manusia mengetahuinya
maka mereka menjadi hujjah atas manusia. Barang siapa
menyelisihi mereka setelah mengerti kewaliannya maka orang
tersebut kafir.”
Dalam kitab yang sama di bagian lain dikatakan:

“Dan apabila Allah menampakkan kewalian mereka dan


memperlihat-kannya di kalangan orang, maka melihat mereka
18 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah
adalah hujah dan menerima
perkataannya adalah fardlu.”
Pernyataan dan perbuatan
wali Allah tidak ada sedikit
pun yang bertentangan dengan
syariat, walaupun seolah-olah
menyimpang bila tidak ditelaah
dengan mendalam. Sebab, syariat
adalah pedoman hidup mereka.
Dengan demikian, bagaimana
mungkin mereka berlawanan
dengan syariat? Bukanlah wali
Allah bila menyimpang dari syariat.
Syaikh Abu Yazid r.a.
mengatakan ”barang siapa melihat
aku atau aku melihatnya maka ia
masuk sorga”. Syaikh Abdul Qodir
al-Jilani r.a. mengatakan “Allah
menjanjikan kepadaku bahwasanya
murid-murid ahli thoriqohku tidak
akan masuk neraka”. Syaikh Ahmad
at-Tijani r.a. berkata “orang yang
bertalkin menjadi ahli thoriqohku
maka ia, kedua orang tuanya, istri
dan anak cucunya masuk sorga
tanpa hisab “. Syaikh Abdul Qodir r.a. berkata pula, “Telapak
kakiku di atas semua wali Allah selain sohabat dan imam-imam
dari dzuriyah Nabi saw.” Syaikh Ibn al-‘Arobi berkata, “bahwasanya
beliau melihat derajat dirinya melibihi di atas semua wali Qutub
yang tidak ada derajat di atasnya selain derajat nabi”. Sayidina wa
Maulana Syaikh Ahmad at-Tijani r.a. berkata, “Ruhku memberi
imdad kewalian kepada semua wali sejak Nabi Adam a.s. hingga
hari kiamat, selain para sohabat dan para nabi, sebagaimana Ruh
Nabi saw. memberi imdad kenabian kepada semua nabi“. Dan

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 19


beberapa pernyataan wali-wali
Allah lainnya.
Semua pernyataan wali Allah
swt. adalah haq, tidak sedikit pun
bertentangan dan tidak keluar dari
al-Qur’an dan al-hadits meskipun
seolah-olah lahirnya berlawanan.
Al-Qur’an dan hadits itu
mempunyai arti dhohiriyah dan
bathiniyah. Sabda Nabi saw.:

“Sesungguhnya al-Qur’an mempunyai makna dhohir, makna bathin,


makna mathla’ dan makna had”. (al-Gazali, al-Ihya’, jilid I, hal. 290,
Jawahir al-Ma’ani, jilid I, hal. 14).
Makna dhohiriyah difahami sesuai tingkat pemahaman
manusia yang dimengerti dari tafsir yang diriwayatkan dari Nabi
saw. atau sahabat (manqul) dan arti-arti lughot yang berlaku
menurut kaidah-kaidahnya (ma’qul).
Makna bathiniyah dimengerti dari lautan makna yang
tersimpan pada setiap ayat dan hadits. Oleh karenanya, apabila
pernyataan dan fatwa wali Allah tidak dipercayai karena dianggap
berlawanan dengan kitab tafsir, atau tidak ada pada kitab tafsir,
atau tidak ada pada keterangan apapun. Maka di manakah ilmu
yang tidak tertulis yang dinyatakan dalam al-Qur’an dan al-adits
di bawah ini? Allah swt. berfirman:

“Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis)


kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum

20 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datang
membawa tinta sebanyak itu pula” (Q.S. al-Kahfi, 109).
Pada ayat lain Allah swt. pun berfirman:

"Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut


(menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi)
sesudahnya, niscaya tidak akan habis ditulis kalimat-kalimat Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”
(Q.S. Luqman: 27).
Sabda Nabi saw.:

“Bacalah al-Qur’an dan carilah arti-


artinya yang asing“. (H.R. Baihaqi
dari Abi Hurairoh r.a., dalam al-
Ihya’ , jilid I, hal. 291).
Berkata Ali bin Abi Tholib r.a.:

“Rosulullah saw. tidak membisiki


aku sesuatu yang rahasia dari
manusia kecuali beliau bersabda:
Allah memberi hamba kefahaman
dalam kitab-Nya“.
(H.R. Abi Juhaifah).

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 21


Sayyidina Ali r.a. berkata pula:

“Jika aku mau, aku memenuhi muatan 70 unta dari tafsir al-Fatihah”
(al-Gazali, Ihya’, jilid I, hal. 284).
Ali r.a. berkata pula:

“Barang siapa faham al-Qur’an maka ia menafsiri berbagai jumlah


ilmu denganya”. (al-Gazali, al-Ihya’, jilid I, hal. 290),
Ibnu Mas’ud r.a. berkata:

“Bila menginginkan ilmu-ilmu orang-orang yang terdahulu dan


yang akan datang, renungilah al-Qur’an". (al-Gazali, al-Ihya’, jilid
I, hal. 290).
Berkata Abu Darda’ r.a.:

“Tidak disebut ‘alim seseorang hingga dapat menjadikan al-Qur’an


beberapa wajah makna”
(al-Gazali, al-Ihya’ jilid I, hal. 290).
Sebagian ulama berkata
setiap ayat mempunyai 60.000
(enam puluh ribu) kefahaman,
dan selebihnya lebih banyak lagi,
sebagian ulama lain berkata:
mempunyai 77.200 (tujuh puluh
tujuh ribu dua ratus) ilmu (al-
Gazali, al-Ihya’, jilid I, hal. 290).

22 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Al-Ghozali berkata:

“Murid ahli thoriqoh tidak disebut murid sebelum dapat menemukan


dalam al-Qur’an semua ilmu (makna) yang diinginkan” (al-Gazali,
Ihya’, jilid I, hal. 284).
Demikianlah makna bathiniyah al-Qur’an dan hadits. Makna
bathiniyah ini hanya dimengerti oleh wali yang sudah mendapat
mukasyafah atau disebut futuh (terbuka), yaitu terbukanya
tutup dan tirai hati sehingga dapat memahami makna-makna al-
Qur’an-Hadits sesuai dengan tingkat futuh wali tersebut, karena
hati merekalah tempat menampaknya sifat-sifat dan asma-ssma
Allah swt. bahkan dzat-Nya yang tanpa cara. Hati merekalah yang
menjadi tempat ilmu-ilmu Allah swt. yang tidak tertulis sesuai
tingkat futuhnya, sebab hati yang padanya tidak menampak Allah
‘Azza wa Jalla Jalaluh, yang nampak adalah nafsunya, oleh karena
itu ia jika menafsirkan al-Qur’an atau menakwil hadits tanpa
mengambil dari keterangan kitab atau penjelasan Ulama’, yang
terjadi adalah sesuai kepentingan hawa nafsunya. Inilah yang
disebut tafsir birro’yi yang dimaksud dalam hadits:

“Barang siapa menafsirkan al-


Qur’an dengan pendapatnya, maka
bertempatlah pada tempatnya dari
neraka”.
Oleh sebab itu, bila nampak
makna al-Qur’an dan hadits maka
timbanglah dengan ayat atau hadits
lain atau penjelasan-penjelasan
ulama yang mu’tamad dan mu’tabar
(dapat dipertanggungjawabkan),
karena makna yang nampak itu

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 23


terkadang makna yang bathil yaitu bujukan iblis, dan terkadang
haq (sohih) yaitu Nur Ilahi atau ilham dari Allah swt. yang belum
pernah dimengerti. Nur Ilahi atau ilham ini tidak bisa salah dan
tidak bisa terlupakan. Dalam istilah ahli kasyaf dikatakan “la
mahwa lahu" yang artinya: tidak terhapus baginya.
Nur Ilahi atau ilham ini adalah mukasyafah atau futuh. Dengan
demikian, orang disebut mukasyafah atau mendapat futuh jika
mengerti ilmu dari makna yang tidak pernah dimengerti orang
sebelumnya. Oleh karenanya, ilmu ini dianggap nyleneh (asing)
dan bertentangan dengan ilmu yang telah ditulis. Oleh sebab itu,
ilmu ini ketika pertama kali muncul banyak orang yang ingkar dan
menentangnya, kecuali orang yang hatinya bersih dari nafsu dan
tidak tertutup olehnya, yaitu orang yang senantiasa berada di sisi
Allah swt. Mereka ialah orang-orang yang senantiasa menetapi
taqwa, karena firman Allah swt :

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa,


pastilah Kami akan membuka kepada mereka berkah (kebaikan)
dari langit dan bum" (Q.S. al-A’rof: 96).
Allah membuka berkah dari
langit dan bumi yakni Allah
memperlihatkan rahasia-rahasia-
Nya, cahaya-cahaya-Nya dan ilmu-
ilmu-Nya dari langit atau dari alam
samawi, dan dari bumi atau dari
alam nyata. Allah swt. berfirman:

Artinya: “...Barang siapa bertaqwa


kepada Allah niscaya Dia akan
24 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah
membuatkan untuknya jalan keluar. Dan Allah memberinya rizqi
yang tidak diperkirakan... (Q.S. al-Tholaq: 2-3).
Rizki itu ada kalanya rizki jasmani yaitu material, dan ada
kalanya rizki rohani. Rizki rohani di antaranya ialah ilmu. Allah
swt. berfirman:

Artinya: “Dan barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya


Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya” (Q.S.
Attholaq: 4).
Oleh karena itu orang bertaqwa akan mudah mengerti makna
bathiniyah syariat.
Allah swt. berfirman pula:

Arttinya: "Dan bertaqwalah kepada Allah; dan Allah mengajarmu;


dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu" (Q.S. al-Baqoroh: 282).

Maksudnya adalah Allah swt. mengajarkan ilmu kepada orang


yang bertaqwa tanpa perantara.
Sayyidi Syaikh al-Haj Ali Harazim ibn al-‘Arobi Barada r.a.
wardlollahu ‘anna bihi, dalam kitabnya Jawahir al-Ma’ani jilid I,
hal. 12 berkata, Sayidi Syaikh As-Sya’roni berkata: “saya melihat
surat Syaikh Muhyiddin Ibn al-’Arabi r.a. yang dilayangkan kepada
Syaikh Fakhruddin al-Rozi r.a., seorang pengarang dan ahli tafsir.
Dalam surat itu diungkapkan kekurangan dan kelemahan derajat
ilmu Syaikh Fakhrudin al-Rozi r.a., padahal beliau adalah ulama
ulung yang menguasai pengetahuan semua bidang ilmu. Isi surat
tersebut sebagai berikut: ‘ketahuilah wahai saudaraku! Semoga
Allah memberi taufiq kepada kita. Ketahuilah! Sesungguhnya laki-
laki tidak sempurna derajat ilmunya hingga ilmunya dari Allah
tanpa perantara, yakni mengambil dari keterangan kitab atau dari
Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 25
guru. Sesungguhnya orang yang
ilmunya diperoleh dari keterangan
kitab atau guru maka selamanya ia
mengambil dari sesuatu yang baru
(muhadatsat). Sesuatu yang baru itu
ma’lum di kalangan Ahli Allah Azza
wa Jalla. Orang yang menghabiskan
umurnya untuk mempelajari
suatu pengetahuan yang baru
dan perincian-perinciannya maka
untuknya hanya itulah pemberian
dari Tuhannya. Karena ilmu yang
berhubungan dengan suatu yang baru itu menjadikan seseorang
menghabiskan waktu untuknya tanpa mencapai hakikatnya!
Suluk thoriqoh pada seorang guru dari kaum sufi agar mencapai
kesempurnaan taqwa yang sesempurna-sempurnanya niscaya
guru tersebut akan mengantarkan kamu ke hadhirot Allah swt.,
maka dari sisi-Nya kamu mengambil ilmu berbagai bidang
melalui ilham yang sohih tanpa susah payah dan tanpa bermalam-
malaman’”.
Demikianlah Ibnu al-‘Arobi menilai kekurangan ilmu Syaikh
al-Rozi, padahal beliau seorang ahli Tafsir ulung yang mengusai
semua bidang ilmu. Ibnu al-‘Arobi menyuruhnya suluk thoriqoh
di hadapan auliya’ agar mencapai hakikat taqwa yang sebenarnya.
Taqwa adalah menjalankan perintah Allah swt. dan menjauhi
larangan-Nya yang benar-benar murni karena-Nya. Bila tidak
murni, bukanlah taqwa. Kemurnian ini adalah apabila hatinya
yang menjadi sumber perbuatan itu bersih dari pengaruh nafsu
seperti: riya’, ujub, takabur, hasud, dan semacamnya. Memurnikan
hati dari nafsu ini adalah bukan pekerjaan akal, bukan pula dengan
menghafal kitab-kitab teorinya, tetapi hati itu harus dibimbing
dan dituntun bahkan di-gojlog, karena hati bila didampingi nafsu
itu suka membangkang seperti kuda binal. Pekerjaan ini hanya
bisa dilakukan melalui thoriqoh, yaitu cara menata hati seperti

26 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


mazhab sebagai cara mengatur dhohir.
Dari penjelasan di atas bahwa makna bathiniyah atau
mukasyafah hanya dapat diterima oleh hati yang taqwa dan bersih,
sedangkan proses pembersihannya adalah dengan thoriqoh, maka
ulama sufi sepakat bahwa ilmu mukasyafah hanya dapat diterima
dan dimengerti dengan thoriqoh dan oleh ahli thoriqoh. Orang
yang tidak percaya terhadap mukasyafah dan thoriqoh adalah
menandakan ia bukan orang bertaqwa. Oleh karena itu, “tidak
percaya terhadap pernyataan dan perkataan mukasyafah wali
Allah begitu pula terhadap thoriqoh adalah menjadi sebab mati
su’ul khotimah yang sangat ditakuti. Bahkan lebih dari itu, Sahal
at-Tusturi r.a. mengatakan hal tersebut menjadi sebab mati kafir.
Benarlah demikian, karena mati su’ul khotimah itu mati kafir.
Semoga Allah swt. melindungi kita dari hal yang demikian. Amin.
Berkata al-Ghozali dalam al-Ihya jilid I, hal. 20:

Artinya: “Barang siapa tidak mempunyai bagian dari ilmu


mukasyafah ini, aku menghawatirkan atasnya mati su’ul khotimah,
dan serendah-redah dari ilmu ini ialah membenarkannya dan
menyerahkannya kepada ahlinya“.
Berkata Syaikh Sayyid Zaini Dahlan r.a. dalam kitab Taqribul
al-Ushul hal. 18:

Artinya: “Berkata Syaikh Abu Ustman r.a. “Allah melaknat orang


yang ingkar terhadap thoriqoh, barang siapa beriman kepada
Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 27
Allah dan hari akhir berkatalah “laknat Allah semoga atasnya”.
Syaikh Ustman berkata pula: barang siapa menentang thoriqoh ia
celaka selamanya”.
Disebutkan dalam Jami’ al-Ushul hal. 126:

Artinya: “Janganlah kamu katakan thoriqoh ahli tasawuf tidak ada


dasar (menyimpang) dari al-Qur’an dan Hadits, karena ucapan itu
adalah kufur. [ ]
***

28 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


ANCAMAN TERHADAP ORANG YANG
TIDAK PERCAYA KEPADA WALI ALLAH

"Mereka mendustakan tanda-tanda Kami semuanya,


lalu Kami azab mereka sebagai azab Tuhan yang Maha
Perkasa lagi Maha Kuasa" (Q.S. al-Qomar: 42).

A
yat-ayat al-Qura’an tentang kisah nabi-nabi dan umat
terdahulu banyak sekali mengingatkan hal ini. Ayat-
ayat itu adalah supaya direnungi dan diambil i’tibar
(pelajaran), bukanlah sekedar dongeng tanpa faidah.
Al-Qur’an tidaklah diturunkan kecuali untuk faidah hak Nabi
dan umatnya meskipun Nabi saw. sudah wafat. Oleh karena itu,
setelah Nabi saw. wafat banyak peringatan dan bencana menimpa
atas orang-orang yang membenci atau ingkar terhadap para wali
Allah seperti menimpa atas orang-orang yang tidak mempercayai
dan menentang para nabi terdahulu, karena para wali Allah adalah
pewaris mereka.
Pada masa awal Sayyidi Syaikh Sayyid Abdul Qodir al-Jailani
r.a., orang yang tidak percaya atau menentang atas kewaliyan
beliau, dan menyebut nama beliau dengan tidak beradab tanpa
wudlu, maka orang tersebut seketika putus kepalanya dari badan;
sehingga kemudian tidak ada seorang pun yang berani menyebut
nama beliau tanpa berwudlu. Para wali Baghdad menghadap
kepadanya agar mengampuni. Saat itu Syaikh Abdul Qodir
Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 29
sedang riyadloh membaca Hizib
Hirzul Yamani yang disebut Hizb
Saifi (pedang), hingga kemudian
dalam mukasyafah beliau melihat
Nabi saw. dan bersabda: “Kamu
telah menjadi pedang (saif), tidak
butuh membacanya”. Lalu beliau
meninggalkannya atas perintah
Nabi saw. tersebut, tapi kemudian
beliau membacanya lagi atas
perintah Nabi saw. pula (Tafrikh al-
Khothir, hal. 15).
Seseorang menentang dan
mengkritisi pendapat al-Imam Abu
Hanifah r.a., ia menulis koreksinya
satu koras (satu bundel) diajukan kepada Syaikh al-Sya’roni r.a.,
maka orang tersebut terjatuh, tulang punggungnya pecah dan
keluar “pengikat” pantatnya hingga buang-buang air besar dan
terkencing-kencing di tempat dengan sendirinya tanpa terasa (ar-
Rimah, jilid I, hal. 14-15).
Beberapa murid Syekh Abil Mawahib al-Syadzili r.a. (bukan
Sayyidi Syaikh Abil Hasan as-Syadzili r.a. perintis thoriqoh as-
Syadziliyyah) meminta beliau mengajarkan fiqh mazhab al-Imam
as-Syafi’i r.a. al-Syadzili adalah orang yang berkali-kali berjumpa
Rosulullah saw. Setelah mengajar beliau terhijab (tidak pernah
berjumpa Nabi saw. seperti sebelumnya). Kemudian ketika
berjumpa lagi beliau bertanya :Ya Rosulullah apakah dosaku?
Nabi saw. menjawab ‘karena kamu mengajarkan fiqh. Bukankah
itu syariatmu?. Ya benar, tetapi bertatakramalah terhadap para
imam. (ar-Rimah, jilid I, hal. 14).
Syaikh al-Kabir al-Imam Aly ibn Harzahim seorang ahli fiqh
yang masyhur di Maghribi Afrika Barat )bukan al-Imam Syaikh
Ali Harozim ibn al-’Arobi Baradah), beliau ingkar terhadap al-
Ihya’ dan berencana akan membakarnya di masjid seusai solat

30 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Jum’at. Pada malam Jum’at yang
direncanakan itu beliau bermimpi
diadili oleh Rosulullah saw. di
hadapan khulafaurrosyidin dan
al-Ghozali sendiri, lalu beliau
dihukum cambuk Seusai bangun
tidur badannya gosong dan
kesakitan hingga waktu yang lama.
Kemudian beliau bertaubat dan
selalu membaca, mengamalkan,
dan mengajarkan kitab Ihya’
tersebut hingga mencapai ma’rifat
dan menjadi pembesar ulama’ dhohir dan bathin. Lalu beliau
bermimpi lagi menghadap Rosulullah saw., dan diusap bekas
cambukannya. Seusai bangun tidur sembuhlah sakitnya dengan
izin Allah, tetapi bekas-bekas cambukannya masih tersisa hingga
akhir masa hidupnya. (Fadloil al-Ihya’, Mulhaq Ihya’, jilid V, hal. 4).
Seseorang mengejek Sayyidi Syaikh Kholid an-Naqsyabandi,
pembaharu Thoriqoh Naqsyabandiyah, ia membentuk halaqoh
menyerupai halakoh Syaikh Kholid an-Naqsyandi untuk
menertawakan dan menghinanya dengan mengumpulkan orang-
orang primitif, maka orang tersebut gila seketika, telanjang dan
mondar-mandir pergi di kota Sahara Maroko tempat kelahirannya.
Ketika itu Syaikh an-Naqsyandi di Baghdad, keluarganya, datang
memohonkan ampunan, lalu ia sembuh.
Di negeri kita Indonesia banyak kejadian yang menimpa orang
yang melecehkan dan menentang Sayyidina Syaikh Ahmad at-
Tijani r.a. Orang berpidato mencemooh beliau, kemudian ia mati
seketika di panggung di hadapan para pendengarnya. Ada pula
yang menghinanya, kemudian gila, dan lain sebagainya. Yang lebih
mengenaskan, terjadi menimpa orang yang menghina Syaikh
Ahmad r.a., kemudian ia jatuh sakit dan mati, ketika dikuburkan
mayatnya selalu memanjang, kuburannya tidak cukup, kemudian
dibekuk tengkureb tidak menghadap kiblat.

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 31


Itulah di antara bencana akibat
menentang atau menghina wali-
wali Allah rodliallahu anhum, dan
masih banyak kisah yang tidak
mungkin ditulis di kitab ini.
Hujjatul Islam al-Imam al-
Ghozali r.a. dalam kitabnya al-Ihya’
(jilid I, hal. 309) menuturkan: Said
bin Jubair berkata : Seorang raja
di zaman Bani Israil, mengalami
musibah paceklik panjang melanda
negerinya, kelaparan merata
menimpa penduduknya. Sang raja
mengumpulkan rakyat berdo’a
bersama-sama memohon hujan
dan terlepas dari bencana yang menimpa itu. Raja berpidato:
“Apakah supaya Allah swt. menurunkan hujan kepada kita atau
kita menyakiti Allah? Seseorang bertanya, “apakah bisa menyakiti
Allah?” Sang raja menjawab, “Musuhilah, perangilah wali-wali
Allah dan ahli taat-Nya. Itu berarti kalian menyakiti Allah”.
Para wali Allah adalah pewaris Nabi saw. sebagaimana
dikatakan dalam haditsnya:

“ ‘Ulama’ adalah pewaris para Nabi “ .


Ulama yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah ulama’
yang sempurna. Al pada awalan al-ulama dalam hadits itu
menunjukkan kamal artinya sempurna, yakni sempurna ke-
’ulama›-annya sesuai maksud Allah swt. menciptakan ilmu, yaitu
untuk beribadah kepada Allah. Ulama› inilah adalah wali-wali
Allah, maka tidak ada seorang wali melainkan beliau juga adalah
plus ulama yang disebut ulama akhirat atau ulama billah atau
ulama al-amilin atau ulama al-rosyikhin.

32 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Akan tetapi banyak orang berilmu yang ilmunya tidak sesuai
maksud. Orang seperti itu bukanlah wali Allah, tetapi musuh Allah,
yaitu yang disebut ulama dunya atau ulama suu’. ‘Ulama inilah
yang pada umumnya dengan ilmu mereka bangga meremehkan
wali Allah, karena ilmu yang mereka miliki tidak menjangkau dan
tidak menjadi hidayah.
Firman Allah swt.:

“Bahkan mereka mendustakan apa yang mereka tidak menjangkau


dengan ilmunya” (Q.S. Yunus: 39).

“ …dan karena mereka tidak mendapat hidayah dengannya maka


mereka akan berkata: "Ini adalah dusta yang lama" (Q.S. al-Ahqof:
11).

“ …dan orang-orang yang mendalam ilmunya (meresap di hati dan


luas) berkata: "Kami beriman dengannya, semuanya adalah dari
sisi Tuhan kami”. Dan tidaklah menerima peringatan kecuali orang-
orang yang berakal sempurna" (Q.S. Ali Imron: 7.)
Mereka meremehkan wali Allah, karena ilmu mereka yang
tidak menjangkau dan tidak menjadi hidayah menjadikan mereka
terbiasa berpaling dari Allah swt. Abu Turob an-Nakhosyaby r.a.
berkata “Bila hati terbiasa berpaling dari Allah swt. maka akan
menyertainya ucapan dan prasangka buruk kepada wali-wali
Allah“.
Sungguh benarlah apa yang dikatakan, “bila seseorang
memuliakan Allah, tentu memuliakan wali-Nya sebagai orang

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 33


dekat di sisi-Nya, seperti orang memuliakan orang dekat raja
karena memuliakan raja”. Bila orang ingin menghamba kepada
Allah swt. tentu suka kepada orang yang menghamba kepada-
Nya, maka hanyalah karena tidak ingin menjadi hamba-Nya
orang yang meremehkan dan memusuhi orang yang dekat dan
orang yang menghamba kepada-Nya. Celakalah ia sebagaimana
mendapat celaka dari raja orang yang menentang orang dekatnya.
Jika memusuhi orang dekat Allah swt. tidak merasa celaka dari-
Nya, itu adalah karena tidak ingin menjadi hamba di sisi-Nya atau
bahkan memusuhi-Nya, seperti orang memusuhi raja dia tidak
merasa celaka menghina orang dekatnya. Sabda Nabi saw.:

“Barang siapa ingin tahu derajatnya di sisi Allah, maka lihatlah


bagaimana derajat Allah dalam hatinya” (Iqodzul Humam, Syarh
al-Hikam, hal. 149). [ ]
***

34 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


ORANG YANG MEREMEHKAN DAN
MEMUSUHI WALI ALLAH SWT. ADALAH
BERHADAPAN PERANG DENGAN-NYA

“Barang siapa memusuhi wali-Ku maka Aku


memberitahukan kepadanya berperang"

P
. ara wali dan ulama al-‘amilin senantiasa bersama Allah
‘azza wa jalla. Mereka menyerahkan sepenuhnya diri
mereka menjadi milik-Nya. Mereka tidak sedikit pun
memiliki diri sendiri. Untuk melakukan perbuatan apa saja,
termasuk pembelaan diri dari orang lain, mereka mencukupkan
dengan pekerjaan Allah swt., Allah-lah yang berbuat segala sesuatu
untuk mereka. Oleh karenanya Allah membela dan memerangi
orang yang menentang atau menyakitinya. Inilah isi kandung
firman Allah swt. dalam hadits qudsi. Nabi saw. bersabda:

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 35


Artinya: “Barang siapa memusuhi
wali-Ku maka Aku memberitahukan
kepadanya berperang. Tidak
bertaqarub hamba-Ku kepada-Ku
dengan amalan yang lebih Aku cintai
melebihi amalan yang telah Aku
fardlukan kepadanya, dan ia tidak
henti-henti bertaqarub kepada-Ku
dengan amalan-amalan tambahan
(sunnah) sehingga Aku mencintainya.
Bila Aku mencintainya maka Aku
menjadi pendengarannya yang ia mendengar dengannya, menjadi
penglihatannya yang ia melihat dengannya, menjadi tangannya
yang ia memukul dengannya, menjadi kakinya yang ia berjalan
dengannya. Bila ia meminta kepada-Ku niscaya Aku memberinya,
dan bila ia memohon perlindungan niscaya Akan melindunginya“
(H.R.al-Bukhori dari Abi Hurairoh r.a.).
Dalam riwayat lain disebutkan:

Artinya: “Barang siapa meremehkan wali-Ku “


Dalam riwayat lainnya lagi disebutkan:

Artinya: “Barang siapa menyakiti wali-Ku maka Aku binasakan ia”.


Siapakah orang yang mampu menghadapi peperangan

36 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


melawan Allah swt? Adakah orang yang dapat menghindar dari
penghancuran oleh Allah swt?
Firman Allah swt.:

Artinya: “Allah telah menetapkan: «Aku dan rasul-rasul-Ku pasti


menang». Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”
(Q.S. al-Mujadalah: 21).
Firman Allah swt.:

Artinya: “dan apabila Allah menghendaki bencana terhadap suatu


kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali
tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia” (Q.S. ar-Ro’d: 11).
Firman Allah swt.:

Artinya: “Katakanlah: "Siapakah yang dapat melindungi kamu


dari Allah jika Dia menghendaki
bencana atasmu atau menghendaki
rahmat untuk dirimu?" dan mereka
tidak memperoleh untuk diri mereka
pelindung dan penolong selain Allah”
(Q.S. al-Ahzab: 17).
Firman Allah swt.:

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 37


Artinya: "Atau adakah mereka
mempunyai tuhan-tuhan yang dapat
menghalangi mereka dari (azab) kami.
tuhan-tuhan itu tidak sanggup menolong
diri mereka sendiri dan tidak (pula)
mereka dilindungi dari (azab) Kami itu?”
(QS. al-Anbiya’: 43).
Dan Firman Allah swt.:

Artinya: “Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa


orang rasul sebelum kamu maka turunlah kepada orang yang
mencemoohkan rasul-rasul itu azab yang selalu mereka perolok-
olokkan. Katakanlah: "Siapakah yang dapat memelihara kamu di
waktu malam dan siang hari selain (Allah) Yang Maha Pemurah?"
Sebenarnya mereka adalah orang-orang yang berpaling dari
mengingati Tuhan mereka" (Q.S. al-Anbiya: 41-42).
Pembelaan Allah dengan azab atau bencana di dunia itu belum
seberapa karena di dunia bukanlah tempat pembalasan, sama
juga kebaikan atau keburukan, tetapi di akhirat akan sangat lebih
dahsyat, Nauzu billah min zalik.
Firman Allah swt.:

Artinya: “Sebenarnya hari kiamat itulah hari yang dijanjikan


kepada mereka, dan hari kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit”
(Q.S. al-Qomar: 46). [ ]
***

38 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


MERASA SELAMAT
DARI PEPERANGAN DAN ANCAMAN
ALLAH

“Janganlah sekali-kali kamu menyangka, hahwa orang-orang


yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan, dan
mereka suka dipuji terhadap perbuatan yang tidak mereka
kerjakan, janganlah kamu menyangka bahwa mereka
terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih”
(Q.S. Ali Imron: 188)

O
rang yang memusuhi atau orang yang meremehkan
wali Allah, jika di dunia tidak tertimpa bencana bahkan
mendapatkan kehidupan senang, jangan mengira ia tidak
mendapat adzab. Adzab Allah yang lebih pedih itu dijanjikan kelak
di akhirat.
Firman Allah swt. :

Artinya: “Dan sesungguhnya jika Kami undurkan azab dari mereka


sampai kepada suatu waktu yang ditentukan, niscaya mereka akan
berkata: «Apakah yang menghalanginya?» Ingatlah, di waktu azab
itu datang kepada mereka tidaklah dapat dipalingkan dari mereka,
dan mereka diliputi oleh azab yang dahulunya mereka selalu
memperolok-olokkannya” (Q.S. Huud: 8).

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 39


Qarun dan Fir’aun, keduanya
menentang ajakan dan ajaran
Nabi Musa a.s. Qarun hidup dalam
kekayaan yang berlimpah, kunci-
kunci gudang-gudang hartanya tidak
mampu dibawa kecuali digotong
oleh orang-orang yang kuat.
Fir’aun memegang tahta kekuasaan
menjadi raja yang gagah perkasa tak
tertandingi oleh raja siapa pun dan
manapun, apakah mereka selamat
dari ancaman peperangan Allah?
Demikian pula apakah kenikmatan
hidupnya adalah anugerah? Toh
pada akhir riwayatnya azab Allah
di dunia menimpa mereka. Harta
dan kekuasaan yang dibanggakan
menentang Nabi Musa a.s. tidak
dapat menyelamatkannya. Firman
Allah swt.:

Artinya: “... dan Fir'aun beserta kaumnya dikepung oleh azab


yang amat buruk. Kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi
dan petang, dan pada hari kiamat (dikatakan kepada malaikat):
"Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat
keras" (Q.S. al-Mu’min: 45-46).
Firman Allah swt.:

40 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Artinya: “Sesungguhnya Qarun dari kaum Musa, maka ia berlaku
menentang terhadap mereka dan Kami telah memberi kepadanya
perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul
oleh orang-orang yang kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata
kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri".
(Q.S. al-Qoshos: 76).
Firman Allah swt.:

Artinya: “Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam


kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki
kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa
yang telah diberikan kepada Qarun. Sesungguhnya ia benar-benar
mempunyai keberuntungan yang
besar" (Q.S. al-Qoshos: 79).
Memang kenikmatan dan
kesenangan hidup dunia selalu
dipandang sebagai anugerah dan
keberuntungan, orang yang tidak
memandangnya demikian dihitung
sebagai orang yang tidak waras
atau bodoh. Ya benar! Itu bila tidak
menjadikan lupa diri dari Allah
seperti pada Fir’aun dan Qarun,
tetapi sebaliknya, kenikmatan itu
adalah wujud azab Allah di dunia
yang amat sangat bila menjadikannya
semakin bangga, menyepelekan, dan
menentang Allah swt. dan Rosul-
Nya atau pewaris rosul yaitu auliya
dan ulama ‘amilin. Mengapa? Karena
Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 41
ketika Allah swt. memberikan
kesenangan hidup kepada orang
yang menentang, itu adalah untuk
semakin mendorong dan bertambah-
tambah perbuatan mungkarnya
sehingga kelak di hari kiamat lebih
besar pembalasannya. Firman Allah
swt.:

Artinya: “Janganlah sekali-kali kamu


menyangka, hahwa orang-orang
yang gembira dengan apa yang telah
mereka kerjakan, dan mereka suka
dipuji terhadap perbuatan yang tidak
mereka kerjakan, janganlah kamu
menyangka bahwa mereka terlepas
dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih” (Q.S. Ali Imron: 188).
Firman Allah swt.:

Artinya: “Bahkan Kami memberi mereka dan bapak-bapak mereka


kenikmatan (hidup di dunia) hingga panjanglah umur mereka.
Apakah mereka tidak melihat Kami memberi negeri (orang
kafir), lalu Kami kurangi dari segala penjuru. Apakah mereka
yang menang? Katakanlah, «Sesungguhnya aku hanya memberi

42 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


peringatan kepada kamu sekalian dengan wahyu, dan tidaklah
orang-orang tuli mendengar seruan ketika diperingatkan (Q.S. al-
Anbiya: 45-46).
Firman Allah swt.:

Artinya: “(Keadaan mereka) adalah


sebagaimana keadaan kaum Fir›aun
dan orang-orang yang sebelumnya;
mereka mendustakan tanda-tanda
Kami; karena itu Allah menyiksa
mereka disebabkan dosa-dosa
mereka. Dan Allah sangat keras siksa-
Nya” (Q.S. Ali Imron: 11).
Jika orang yang menentang wali
Allah swt. bangga menganggap bahwa
ucapan dan usaha-usaha dalam
menentangnya adalah perbuatan
yang benar, dan ia berkata bahwa
“perbuatannya adalah kebaikan, tidak
mungkar”. Jawabnya ; itu sama seperti
tukang mabuk, tukang zina, tukang
judi dan kemungkaran lainnya,
mereka bangga memperlihatkan
perbuatannya sendiri. Bahkan orang
gila pun bangga menunjukkan
gilanya.
Firman Allah swt.:

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 43


Artinya: “Kemudian mereka menjadikan perkara mereka terpecah
belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa
bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing).
Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu.
Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami
berikan kepada mereka itu (berarti bahwa)…. Kami bersegera
memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya
mereka tidak sadar (Q.S. al-Mu’minun: 53-56).
Firman Allah swt.:

Artinya: “Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu


berbuat kerusakan di muka bumi! Mereka menjawab: "Sesungguhnya
kami orang-orang yang berbuat kebaikan". Ingatlah, Sesungguhnya
mereka itulah orang-orang yang berbuat kerusakan, tetapi mereka
tidak sadar. Apabila dikatakan kepada mereka: "Percayalah
(berimanlah) kamu sebagaimana orang-orang lain telah percaya".
Mereka menjawab: "Akankah kami beriman seperti orang-orang
yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah
orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak mengerti"
(Q.S. al-Baqoroh: 11-13). [ ]
***

44 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


ADZAB YANG LEBIH BESAR
DARI BENCANA

Dan orang-orang yang mendustakan tanda-tanda


Kami dan mendustakan akan bertemu akhirat, maka
lenyaplah (pahala) amal ibadah mereka, mereka tidak
diberi balasan selain dari apa yang telah mereka
kerjakan (mendustakan tanda-tanda Allah)”
(Q.S. al-A’rof: 147)

A
dalah berpaling dan mendustakan kepada Allah swt.
orang yang berpaling dan mendustakan kepada para
penyeru-Nya yaitu Rosulullah saw., para wali dan ulama
al-amilin sebagai penerusnya. Jika tidak, tentu tidak.
Orang yang berpaling dan mendustakan, Allah tidak menerima
amal ibadahnya, sebagian maupun semuanya, sedikit maupun
banyak, besar maupun kecil. Amal ibadah tersebut tidak berguna.
Oleh karenanya, Allah swt. berfirman:

Artinya: “Dan ia tidak membenarkan dan tidak mengerjakan shalat.


Tetapi ia mendustakan dan berpaling" (Q.S. al-Qiyamah: 31-32).
Allah swt. berfirman:

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 45


Artinya: “Dan orang-orang yang mendustakan tanda-tanda Kami
dan mendustakan akan bertemu akhirat, maka lenyaplah (pahala)
amal ibadah mereka, mereka tidak diberi balasan selain dari apa
yang telah mereka kerjakan (mendustakan tanda-tanda Allah)”
(Q.S. al-A’rof: 147).
Allah swt. berfirman:

Artinya: "Mereka itu adalah orang-orang yang lenyap (pahala)


amal-amalnya di dunia dan akhirat, dan mereka sekali-kali tidak
memperoleh penolong” (Q.S. Ali Imron: 22).
Inilah, orang yang berpaling dan mendustakan kepada para
wali Allah swt.. amal ibadahnya lenyap tidak berguna,ini adalah
adzab yang lebih agung dari semua bencana di dunia. Betapa
tidak! Adakah bencana yang lebih
besar daripada amal ibadah yang
tidak diterima, kesenangan dan
hartanya memperpanjang hisabnya,
dosanya semakin bertambah, hatinya
lalai, terbujuk merasa aman.
Inilah azab yang besar !.
Bila tidak menganggap sebagai
azab, adalah pertanda bahwa azab
itu adalah hak untuknya, sebab orang
yang tidak seharusnya pada suatu
keburukan, maka keburukan itu
terasa musibah baginya. Sebaliknya
orang yang senantiasa dalam
keburukan, maka tidak merasakan
keburukan itu sebagai bencana.
Demikian pula, selain pertanda
diatas, adalah juga pertanda ia tidak

46 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


berhak memiliki atau tidak ingin memiliki pemberian akhirat.
Sebab orang yang memiliki sesuatu atau berupaya memilikinya
ia merasa mendapat musibah ketika yang dimilikinya atau yang
diupayakan memilikinya itu hilang. Jika tidak peduli, adalah
sebab dia tidak menginginkan atau tidak memilikinya. Dia tidak
memiliki pemberian akhirat karena pemberian tersebut telah
lenyap. Firman Allah swt. dalam Surah al-Qiyamah:

Artinya: "Tidaklah demikian. bahkan kamu (hai manusia) mencintai


kehidupan dunia. Dan meninggalkan (kehidupan) akhirat" (Q.S. al-
Qiyamah: 20-21).
Firman Allah swt.:

Artinya: «Barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia


Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan
tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat” (Q.S. asy-Syuro:
20). [ ]
***

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 47


MENENTANG WALI ALLAH SWT. ADALAH
MENENTANG PERANG MELAWANNYA
DAN MELAWAN ROSULNYA

“Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan


rasul-Nya, mereka termasuk orang-orang yang sangat hina.
Allah telah menetapkan: «Aku dan rasul-rasul-Ku pasti
menang». Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa
(Q.S. al-Mujadalah: 20-21)

O
rang yang mendustakan atau orang yang memusuhi atau
orang yang menyepelekan wali Allah, jika mengaku baik-
baik saja tidak mendapat musibah, berarti ia menghina
dan menantang ancaman Allah swt. dan rosul-Nyayang telah
dinyatakan dalam ayat-ayat al-Qur›an dan hadits-hadits Nabi saw.
yang telah disebutkan.
Firman Allah swt.:

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan


rasul-Nya, pasti mendapat kehinaan sebagaimana orang-orang
yang sebelum mereka telah mendapat kehinaan. Sesungguhnya
Kami telah menurunkan bukti-bukti nyata. Dan bagi orang-orang
kafir ada siksa yang menghinakan. Pada hari ketika mereka
48 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah
dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka
apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat)
amal perbuatan itu. Padahal mereka telah melupakannya dan Allah
Maha Menyaksikan segala sesuatu" (Q.S. al-Mujadalah: 5-6).
Firman Allah swt.:

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah


dan rasul-Nya, mereka termasuk orang-orang yang sangat hina.
Allah telah menetapkan: «Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang».
Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa (Q.S. al-
Mujadalah: 20-21).
Firman Allah swt.:

Aartinya: “Mereka berkata: Kapankah janji (azab) itu akan


datang, jika kamu sekaIian adalah orang-orang yang benar?»
Alangkah sebaiknya mereka mengerti ketika mereka tidak mampu
mengelakkan api neraka dari muka mereka dan (tidak pula) dari
punggung mereka, dan (tidak pula) mereka mendapat pertolongan.
Sebenarnya (azab) itu akan datang kepada mereka dengan
sekonyong-konyong lalu membuat mereka menjadi panik. Maka
mereka tidak sanggup menolaknya dan tidak (pula) mereka diberi
tangguh” (Q.S. al-Anbiya’: 38-40). [ ]

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 49


KEPUTUSAN MUKTAMAR JAM’IYAH AHLI THORIQOH
MU’TABAROH AN-NAHDLIYYAH TENTANG
MENYEPELEKAN WALI ALLAH SWT.
DAN MENYEPELEKAN THORIQOHNYA

Beberapa hasil Muktamar ke-2 di Pekalongan Jawa Tengah, tgl.


8 Jumadil Ula 1379 H/9 November 1959 M.

Soal:
Bagaimana hukumnya memuji sebagian para wali, di samping
itu juga mencela para wali lain?
Jawab:
Adapun memuji tanpa membikin-bikin dan bohong maka
tidak mengapa bahkan disunahkan, adapun mencela sebagian
wali maka hukumnya haram bahkan menjadi dosa besar dan
kadang-kadang bisa mendatangkan menjadi kufur.
Keterangan:
A. Kitab Tabshiroh al-Fashilin hal. 2:

Artinya: “Atas orang yang mencela wali-wali Allah penyesalan


(kelak di Akhirat) dan merugi dan penyebab su’ul khotimah”

50 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


B. Syarh al-Hikam jilid II hal. 3:

Artinya: “Sesungguhnya Allah swt. tidak memberitahukan


wali-wali-Nya kecuali kepada sesamanya atau kepada orang
yang Allah swt. memberi manfaat kepadanya dengan mereka,
dan apabila Allah menampakkan kewalian mereka hingga
manusia mengetahuinya maka mereka menjadi hujjah atas
manusia, barang siapa menyelisihi mereka setelah mengerti
kewalian mereka maka orang tersebut kafir.”

Soal:
Bagaimana pendapat muktamirin tentang orang yang berkata
kepada orang yang akan masuk thoriqoh: “Janganlah engkau
masuk thoriqoh, karena thoriqoh itu menimbulkan mundur
dalam agama?”
Jawab:
hukumnya (perkataan itu) haram, dan orang yang
mengucapkan itu dikutuk dan tidak mendapat bahagia selama-
lamanya, kalau orang itu bermaksud ingkar dan menentang.
Keterangan:
Taqrib al-Ushul, Syaikh Zaini Dahlan hal. 18:

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 51


Artinya: Syaikh Abu Utsman r.a. berkata di depan orang
banyak, “Semoga Allah melaknati orang yang ingkar terhadap
thoriqoh, barangsiapa beriman kepada Allah swt. dan hari
kiamat berkatalah laknat Allah menimpa kepadanya”, dan
beliau berkata; “barangsiapa menentang thoriqoh ia tidak
akan beruntung selamanya”.

Muktamar ke III di Tulung Agung Jawa Timur


tgl.26 – 28 Shofar 1383 H/ 28 – 30 Juli 1963 M.

Soal:
Bagimana hukumnya orang melarang orang masuk thoriqoh
mu’tabaroh, dan dia berkata thoriqoh itu tidak termasuk
sunnah Rosulullah saw.
Jawab:
Kalau tujuan melarang itu ingkar kepada thoriqoh, maka orang
itu menjadi kufur.
Keteterangan:
Kitab Jami’ al-Ushul al-Auliya hal. 126:

Artinya: “Janganlah kamu mengatakan thoriqoh orang-orang


tasawuf tidak berdasarkan al-Qur’an dan hadits, ucapan itu
adalah kufur.” [ ]
***

52 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Pembahasan II
TARJAMAH
AL-FAIDL AL- ROBBANI
Pendahuluan

Ya Allah limpahkanlah sholawat kepada tuan dan Nabi kita


Sayyidina Muhammad saw. yang menjadi pembuka segala sesuatu
(irodah Allah swt.) yang terkunci, dan penutup semua (nubuwah
dan risalah) yang terdahulu, penolong/yang telah menegakkan
al-Haq (agama Islam) dengan cara yang haq, dan yang memberi
petunjuk (bimbingan) ke jalan-Mu yang lurus. Dan limpahkan pula
sholawat kepada keluarganya. Sholawat yang sesuai hak derajat
dan martabatnya yang sangat agung. Sholawat, yang dengannya
Engkau menjadikan kami sebagai bagian dari golongan orang-
orang yang Engkau terima disisi-Mu. Dengannya pula Engkau
melindungi kami tidak menjadikan kami sebagai bagian dari
golongan orang-orang yang dihinakan.
Ya Alloh, ridhoilah sayyid dan sanad kami, Syaikh Abil Abbas
Ahmad bin Muhammad at-Tijani; begitu juga semua pengikutnya.
Yaitu orang-orang yang dekat disisi Tuhan.
Ya Alloh, ridhoilah kami berkat mereka. Ya Alloh, berilah kami
minuman limpahan (berupa anwar, asror, ma’arif, futuhat, ‘ulum)
dari mereka yang memenuhi relung hati kami.
Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 55
1 Berilah rahmat, salam kepada Nabi dan keluarganya.
Juga sahabat, al-Qutub at-Tijani, dan keturunannya.
2 Puji bagi Pemilik Keagungan dan Kemulyaan, Yang telah
menjadikan kita umat teristimewa- berkat Nabi penghulu
seluruh insan….
3 Muhammad, pilihan di antara para utusan Alloh, untuknya
dan keluarganya rahmat Alloh.
4 Dan berkat sholawat Fatih yang luhur dan agung melebihi
semua ibadah, di dalamnya asror terkandung .
5 Dan berkat Abil Faidh Ahmad at-Tijani… yang memberi
imdad Wali terdahulu dan yang akan datang.
6 Langgenglah berdzikir Sholawat Fatih dengan tata krama
niscaya datang padamu sebaik-baik pembuka.
7 Kau peroleh fath, anwar, dan asror lebih cepat daripada
kedipan basor
8 Bukalah dirimu dengan sholawat Fatih gudang asror dan
dengannya pula raihlah martabat para abror.
9 Hadiahkan sholawat Fatih bagi al-Mustofa keturunan
‘Adnan atas nama dari Syaikh Ahmad bangsa Tijan
10 Memohon ridho Sang Maha Pengasih dan ridho Nabi
bangsa Quraisyi
11 Sungguh sholawat Fatih wasilah paling agung kepada Nabi
kita katakanlah hal itu kepada setiap penanya
12 Di dalamnya tercukupi semua zikir yang dibaca malam
dan siang.
13 Dan mencukupi semua wirid urusan agama, dunia, dan
akhirat.
14 Tentang itu berkata Syekh Ahmad at-Tijani. menasihati
ikhwan thoriqoh Tijani.

56 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


15 Karena semata fadhol Nabi, penghulu semua insan semoga
kepadanya rahmat dan salam bagai hujan.
16 Dan karena fadhol guru kita, Syekh Ahmad at-Tijani semoga
kepadanya hujan ridho Alloh tak henti.
17 Berkat Syekh Ahmad at-Tijan, dan karena sebagian
karomahnya sepanjang zaman…
18 Berilah kami ampunan dan ridho-Mu dan melihat Nabi
penghulu makhluk-Mu.
19 Dan melihat Syekh Ahmad at-Tijani sepanjang zaman,
dalam sadar atau mimpi.
20 Kasihanilah kami berjumpa dengan-Mu serta keridhoan
karena semata anugerah-Mu dan pemberian.
21 Ya Robb, berkat Nabi-Mu al-Fatih Bukalah kami dengan
Sholawat Fatih
22 Berkat Nabi-Mu al-Khotim sempurnakanlah kami dengan
rahasia solawatFatih
23 Berkat Nabi-Mu al-Nashir tolonglah aku mengatasi semua
musuh.
24 Berkat Nabi-Mu al-Hadi tunjukilah aku jalan lurus
istiqomah;

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 57


Ya Alloh, kumpulkanlah kami dalam rombongan
Abil Faidh at-Tijani, dan berilah kami madad dengan
madadnya Khotm al-Auliya al-Kitmani

58 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji milik Alloh SWT yang telah menjadikan kami


ummat Nabi Muhammad saw. nabi penghulu para nabi dan rosul,
dan telah menunjukkan kami kepada thoriqohnya Khotm al-Auliya
al-Muhammadiyyin.
Sholawat dan salam semoga tercurah kepada sayyid kami,
Nabi Muhammad saw., yang jadi pembuka seluruh alam, pemberi
syafaat bagi orang-orang berdosa, penuntun orang-orang yang
bercahaya wajah dan dua tangan dan kakinya karena wudlu.
Demikian juga sholawat dan salam semoga terlimpah bagi
keluarganya yang bagaikan samudera luas kesempurnaan iman
dan yakinnya, dan para shohabatnya yang menjadi petunjuk
orang-orang yang mendapat petunjuk hingga hari pembalasan.
Semoga Alloh meridhoi tuan dan sandaran kami di dunia dan
di akhirat, guru besar kami, permata merah, al-qutb al-maktum,
al-khatm al-muhammadiy al-ma’lum, Abi al-Faidh Ahmad bin
Muhammad at-Tijani, beserta istri dan keturunannya, juga para
muqoddamnya, para ahli thoriqotnya, pecintanya dari golongan
manusia dan jin, semuanya.

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 59


NASAB SAYYIDINA SYAIKH AHMAD AT-TIJANI. R.A.

R
isalah ini dikutip dari berbagai kitab Tijaniyyah.
Di dalam risalah ini diterangkan sebagian dari
keistimewaan-keistimewaan pemilik thoriqoh al-
Ahmadiyah, al-Muhammadiyyah, al-Ibrohimiyyah, al-Hanifiyyah.
Beliau adalah sayyid kami, Ahmad bin Muhammad yang dijuluki
Ibn ‘Umar bin al-Mukhtar bin Ahmad bin Muhammad. Beliau
adalah datuk yang pertama tinggal di ‘Ain Madhi. Beliau adalah
Ibn Salim bin ‘Id bin Salim bin Ahmad al-Alwani bin Ahmad bin
Ali bin Abdillah bin al-Abbas bin Abd al-Jabbar bin Idris bin Idris
bin Ishaq bin Ali Zainal Abidin bin Ahmad bin Muhammad al-Nafs
al-Zakiyyah bin Abdillah bin al-Hasan al-Mutsanna bin Hasan al-
Sibth bin Ali bin Abi Tholib karromallohu wajhah dari Sayyidah
Fathimah al-Zahro alaihassalam. Beliau adalah penghulu kaum
wamita di sorga. Beliau adalah puteri sebaik-baik makhluk dan
sayyid mereka yaitu Rosululloh. Semoga Alloh merahmatinya,
keluarganya, shohabatnya, dan kaum muslimin.

60 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


RIWAYAT MASA KECIL SAYYIDINA SYAIKH AHMAD
AT-TIJANI DAN PENDIDIKANNYA

I
. bunya Syekh Ahmad r.a. adalah intan terpelihara,
mutiara tersimpan, Sayyidah ‘Aisyah binti Sayyid al-Jalil
Abi ‘Abdillah Muhammad bin Sanusi al-Tijani al-Madhowi.
Syaikh Ahmad r.a. dilahirkan di ‘Ain Madhi pada tahun 1150 H.
Beliau r.a. hafal al-Quran dengan sempurna di hadapan gurunya
al-Ridho al-Amin Sayyid Muhammad bin Hamawi at-Tijani ketika
berumur 7 (tujuh) tahun. Kemudian beliau belajar ilmu tauhid,
ilmu fiqh, dan ilmu akhlaq hingga beliau menguasainya. Beliau
bejlaar kepada gurunya al-‘Arif billah Sayyidi Syaikh al-Mabruk
bin Bu’afiyah al-Madhowi at-Tijani. Beliau pun mengaji kitab al-
Mukhtashor Syaikh Kholil, al-Risalah ibn Rusyd, Muqoddimah al-
Ahdhori.
Kemudian beliau melanjutkan menuntut ilmu di negerinya
sendiri hingga menguasai berbagai ilmu yang bermanfaat. Beliau
pun mampu menjawab dengan baik seluruh bidang keilmuan
ketika beliau masih berusia muda.
Syaikh Ahmad at-Tijani r.a. rajin mengkaji kitab, berdiskusi,
dan mengajarkan ilmu. Beliau pun menulis dan membacakannya
kepada orang lain mengenai berbagai bidang ilmu yang bermanfaat
seperti hadits, tafsir, fiqh, tauhid, dan sebagainya. Setiap orang
yang bertanya, beliau menjawab seluruh pertanyaan dengan
baik dan memuaskan. Seolah-olah di depan mata beliau terdapat
sebuah papan tulis.
Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 61
Orang tua beliau wafat pada
hari yang sama pada tahun 1166
H.1 karena penyakit tho’un. Semoga
kedua orang tua beliau mendapat
rahmat dan ridho Alloh swt.
Sepeninggal orang tuanya, Syaikh
Ahmad r.a. tidak berubah; tetap
menekuni ilmu, belajar, mengajar, dan
memberi fatwa hingga berumur 23
tahun.
Kemudian beliau pergi ke Kota Fez
di Maroko. Di sana beliau mendengar
sebuah hadits, sesungguhnya
Rosululloh saw. bersabda:

Artinya: “akan ada di Negeri Maghrib sebuah kota yang disebut


Fez, kota yang penduduknya paling tegak kiblatnya di Negeri
Maghrib, paling banyak menegakkan sholat, penduduknya
menetapi kebenaran, tidak membahayakan mereka orang-orang
yang memusuhi, Alloh swt. menolak dari mereka apa yang mereka
tidak suka hingga hari kiamat”.

62 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


PERMULAAN PERJALANAN SULUKNYA
KEPADA MASYAYEH

O
rang pertama yang beliau tuju di Kota Fez adalah sayyid
al-Jalil keturunan orang-orang mulia yaitu Sayyid Abu
Muhammad al-Thoyyib bin Muhammad bin Abdulloh al-
Alwani. Beliau pun menjumpai al-qutb al-kabir Maulana Syaikh
Ahmad al-Shoqoli r.a. Beliau juga bertemu Sayyid Muhammad al-
Wanjali, sebelum bicara sesuatu terlebih dahulu berkata kepada
beliau : “engkau pasti memperoleh derajat Syaikh al-Syadzili”2.
Sayyid al-Wanjali mengungkapkan seluruh isi hatinya. Kemudian
menyuruh beliau pulang ke Ain Madli.
Di Kota Fez pun Syaikh Ahmad r.a. menjumpai seorang
wali yang sholeh, cucu al-Arif al-Robih Sayyidi Abdulloh bin
Sayyidi al-Arobi bin Ahmad bin Muhammad al-Andalusi. Beliau
memperbincangkan berbagai hal
kepadanya. Dan diakhir perbincangan
sebelum berpisah Sayyidi Ibn al-‘Arobi
berkata : “Alloh menuntun tanganmu,
Alloh menuntun tanganmu, Alloh
menuntun tanganmu”.
Di Kota Fez, Syaikh Ahmad r.a.
juga menemui Sayyidi Syaikh Abu al-
‘Abbas Ahmad al-Thowasyi, kemudian
menalqin dzikir kepada beliau
dan berkata : “lakukanlah olehmu
Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 63
kholwat, menyendiri dan dzikir; bersabarlah hingga Alloh swt.
memberi futuh kepadamu”.
Kemudian, Syaikh Ahmad r.a. segera kembali ke al-Wanjali
dengan maksud ziarah ke zawiyyahnya Syaikh ‘Abdul Qodir
bin Muhammad al-Abyadh. Di tempat ini Syekh Ahmad tinggal
beberapa waktu. Di sela waktu itu Syekh Ahmad r.a. berziarah
ke ’Ain Madhi mematuhi perintah Sayyid al-Wanjali. Kemudian
Syaikh Ahmad r.a. berangkat ke Tilmisan dan bermukim di sana.
Itu terjadi pada tahun 1181 H. Kemudian pada tahun 1186 H
beliau meninggalkan Kota Tilmisan menuju kota suci untuk
melaksanakan ibadah haji ke Baitulloh dan berziarah ke quburan
Nabi Muhammad saw.
Ketika perjalanan sampai di Kota Azwawi, Syaikh Ahmad r.a.
mendengar ada seorang guru sufi Sayyidi Syaikh Abi Abdillah bin
Abd al-Rohman al-Azhari. Kemudian beliau menjumpainya dan
bertalqin Thoriqoh Kholwatiyyah.
Ketika sampai di Tunisia, Syaikh Ahmad r.a. tinggal di Susah
(Ceisse) selama satu tahun. Selama di tempat ini beliau bertemu
dengan Sayyid Abd al-Shomad al-Rohawi. Dia adalah salah seorang
murid wali quthub yang agung di negeri itu. Syaikh Ahmad meminta
supaya dia mempertemukan dengan sang Wali tersebut. Sayyidi
Abd al-Shomad menolaknya, karena sang Wali tidak mengizinkan
seorang pun bertemu dengannya kecuali 4 (empat) orang. Sayyidi
Abd al-Shomad adalah satu di antara mereka.
Lalu Syaikh Ahmad r.a. mengutus
seorang yang dicintai wali quthb
tersebut untuk pergi bersama
Sayyid Abd al-Shomad al-Rohawi
menghadapnya. Kemudian wali quthb
itu menerimanya dan menyambut
dengan sambutan yang baik. Beliau
berkata: “kekasih mengutus kekasih
adalah berita gembira dan isyarat
ketuhanan”.
64 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah
PERJALANAN SULUK DAN
MENUNAIKAN HAJI

K
emudian Syaikh Ahmad at-Tijani r.a. melanjutkan
perjalanan menuju Kairo, Mesir. Beliau bermaksud
menemui Sayyidi Syaikh Mahmud al- Kurdi. Beliau
sampai di Kairo dengan selamat dan sehat wal 'afiat tanpa ada aral
suatu apapun. Ketika Syekh Ahmad r.a. bertemu dengan al-Kurdi,
pada awal pertemuannya beliau berkata kepada syaikh Ahmad:
“Engkau dicintai Allah di dunia dan di akhirat”. Syaikh Ahmad
bertanya : “dari mana engkau mengatakan demikian?” Syaikh
Mahmud al-Kurdi menjawab: “dari Allah Swt.” Selang beberapa
hari Syaikh Mahmud al-Kurdi bertanya lagi kepada Syaikh Ahmad:
“Apa yang engkau cari?” Syaikh
Ahmad menjawab: “aku mencari al-
Quthbaniyyah al-‘Udzma (derajat
Kewalian Qutub yang agung). Syaikh
Mahmud al-Kurdi berkata: “bahkan
engkau akan memperoleh lebih besar
daripada itu“.
Kemudian Syaikh Ahmad bersiap
lagi melanjutkan perjalanan untuk
melaksanakan ibadah haji. Ketika
sampai di Makkah al-Musyarrofah
pada bulan Syawal pada tahun 1187 H,
beliau mendengar ada seorang Syaikh

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 65


bernama Syaikh al-Iman Abi al-Abbas
Sayyid Muhammad ibn Abdillah al-
Hindi. Syaikh Ahmad at-Tijani r.a.
mendapatkan berbagai ilmu, asror,
hikmah, dan anwar. Demikian ini
tanpa dengan pertemuan, melainkan
Syaikh al-Hindi hanya menyampaikan
pesan dengan surat yang diantarkan
oleh khadamnya, karena Syaikh al-
Hindi tidak mengizinkan bertemu
dengan seorang pun. Pesan dalam surat tersebut Syaikh al-
Hindi berkata : “Engkau pewaris ilmuku, asror-ku, pemberian-
pemberianku, dan anwar-ku”. Dan Syaikh al-Hindi mengabarkan
bahwa Syaikh Ahmad at-Tijani telah mencapai maqom (derajat)
Syaikh Abi al-Hasan al-Syadzili r.a.3
Setelah selesai melaksanakan ibadah haji, Syaikh Ahmad
at-Tijani berangkat ke Madinah untuk berziarah ke makam
Rasulullah saw. di Raudloh. Ketika sampai di Madinah, Syaikh
Ahmad r.a. memasukinya dengan penuh merasakan wibawanya
dan keagungannya kota tersebut. Seusai berziaroh, beliau
menemui wali quthub agung yang sangat terkenal dengan
panggilan nama Syaikh al-Samani r.a.. Pada pertemuannya, Syaikh
al-Samani mengabarkan kepada beliau mengenahi hal-ihwal dan
sesuatu yang akan terjadi pada diri beliau di kemudian. Syaikh
al-Samani mengabarkan pula bahwa beliau adalah "al-quthbu al-
Jami". Dan pula Syaikh al-Samani berkata "mintalah apa saja yang
engkau kehendaki", lalu beliau minta bermacam-macam hal ilmu
kepadanya, Syaikh al-Samani mengabulkannya.
Kemudian Syaikh Ahmad r.a kembali ke Kairo, Mesir untuk
sowan kepada gurunya yaitu Syaikh Sayyidi Mahmud al-Kurdi.
Kemudian ketika beliau berpamitan pulang ke Maghrib (Maroko),
Syaikh al-Kurdi menalkin thoriqot "al-Kholwatiyah" kepada beliau
dan berkata "Talkinkanlah thoriqoh ini kepada orang-orang, saya
menanggung" beliau menjawab "baiklah". Lalu Syaikh al-Kurdi
menuliskan ijazah dan sanadnya.4
66 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah
Syaikh Ahmad at-Tijani ra. kembali ke Tilimsan, beliau menetap
disana beberapa waktu. Pada th 1196 H beliau pindah ke kota
Sahara dan tinggal di kampung Syalalah, kemudian berpindah
lagi ke kampung seorang Wali Quthub besar yaitu Sayyidi Abi
Samghun. Kemudian pergi ke daerah Atwat untuk sowan kepada
para Auliya, di sana bertemu dengan beberapa orang Wali dan
mendapatkan ilmu-ilmu yang khusus, lalu beliau kembali lagi ke
kampung Abi Samghun dan menetap (bertempat tinggal) disana.

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 67


DI BAI’AT ZIKIR OLEH ROSULULLAH SWT.
DAN DINoBATKAN SEBAGAI WALI AL-QUTUB
WA AL-KHOTMU

Beliau secara langsung bertatap muka dengan nabi


pembawa rahmat dan pemberi syafaat kepada ummat
yaitu Nabi Muhammad saw Nabi saw. memberi
wirid Thoriqoh Tijaniyyah dan menyuruh untuk
menalkinkannya kepada ummat

K
etika matahari kewalian tampak di Abi Samghun
dan Syalalah, datanglah futuh pada Sayyidina Syaikh
Ahmad at-Tijani r.a. Beliau secara langsung bertatap
muka dengan nabi pembawa rahmat dan pemberi syafaat kepada
ummat yaitu Nabi Muhammad saw.5 Nabi saw. memberi wirid
Thoriqoh Tijaniyyah dan menyuruh untuk menalkinkannya
kepada ummat6. Sebelumnya, Syaikh Ahmad at-Tijani menjauh
dari pertemuan dengan orang-
orang karena lebih mengutamakan
kesungguhan memelihara diri, Syekh
Ahmad pun juga sebelumnya tidak
mau menjadi guru tarbiyyah (guru
pengasuh dan pendidik ruhani)
sebelum secara sadar (bukan dalam
mimpi) mendapat izin langsung dari
Rosulullah saw untuk mentarbiyah
makhluk secara umum dan mutlak.

68 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Pada perjumpaan tersebut
Rasulullah saw. menjelaskan kepada
Syaikh Ahmad bahwa Rasulullahlah
saw. adalah guru murobbi-nya, dan
penanggungnya. Rasulullah saw.
memerintahkan kepada Syaikh
Ahmad untuk mentalqinkan wiridnya
yaitu membaca istigfar dan sholawat.
Kemudian pada th. 1200 H. genap
beliau berumur 50 (lima puluh) tahun
Rosulullah saw. menyempurnakan
talkin wiridnya kepada beliau dengan
kalimah ‫ الاله االاهلل‬dan menyuruh
supaya meninggalkan semua
thoriqot yang telah diambil dari para
guru thoriqoh dan pembesar Sufi
sebelumnya, karena jika sudah datang
cahaya dari Allah maka batalah semua
cahaya lainnya.
Kemudian pada bulan Muharram
1214 H beliau diangkat mencapai martabat ‘al-Qutbaniyyatul
Uzma” (wali Qutub yang agung). Dan pada tanggal 18 Shafar
tahun itu pula diangkat ke martabat ”al-Khotmul Maktum“
yaitu martabat puncak kewalian tertinggi yang khusus sebagai
pamungkas kewalian yang teristimewa.
Sebagian ashab Tijaniyah (para murid thoriqoh Tijaniyyah)
di beberapa negara menjadikan hari ini sebagai hari raya idul
khotmi. Sungguh tiada istimewa bagi perpisahan ketika ada
perjumpaan dengan Nabi saw. pemberi syafa’at. (Mahal al-
qiyam):
1 Wahai Robb, curahkan rahmat-Mu atas orang, yang
diistimewkan dengan al-Sab’u al-Matsani (suroh al-
Fatihah),

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 69


2 juga atas keluarga, sahabat-sahabatnya yang suci dan wali
quthb at-Tijani.
3 Jika kamu ingin mencapai yang diingini, menetaplah kamu
pada al-quthb at-Tijani.
4 Jika kamu dekat dengannya, Aku ucapkan kepadamu
selamat bahagia
5 Betapa tidak! Beliau adalah pemimpin para wali quthub
sepanjang zaman.
6 Sungguh Alloh telah memilihnya karena fadhol-Nya, tiada
duanya di jagat raya.
7 At-Tijani mencapai maqom tertinggi, tak mampu lisan
mensifati.
8 Diistimewakan dengan wirid Sholawat Fatih dan
kedekatannya yang sangat di sisi Tuhan,
9 Dengan cahaya Ilahi yang menyinari ditempatkan bersama
sahabat nabi di sorga tertinggi.
10 Nabi saw. penghulu dua alam insi
dan jini Menghadiah kanpadanya
Yaqut al-Ma’ani (Sholawat Fatih)
11 Nabi saw. memilihnya sebagai
yang terdekat karenanya tiada
seorang pun menyamainya di
alam jagat.
12 Tak pernah seorang wali pun
mendapati apa yang didapatkan
al-quthb at-Tijani.
13 Wahai Abal Abbas!
Wahai orang yang namanya
dihatiku kedamaian

70 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


14 Wahai Abal Abbas!
Aku mengadu malapetaka menimpa
15 Wahai Abal Abbas!
Aku berharap payung berkah dan aman sentosa
16 Wahai Abal Abbas!
Bukalah pintu anugerah dan karunia.
17 Atas izin Alloh, engkau penolong manusia.
Engkau penyelamat setiap yang bersengaja.
18 Aku adalah tamu
Penyambutan tamu adalah segera

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 71


SIFAT-SIFAT MULYA DAN LUHUR
KEPRIBADIANNYA SEPERTI SOHABAT NABI

"Menjaga Syariat dan Batas-batasnya"

K
etahuilah olehmu! Sesungguhnya guru, panutan,
pembimbing, dan sandaran kami, Syaikh Ahmad
bin Muhammad at-Tijani r.a. adalah orang yang
menyerahkan seluruh jerih payahnya dalam menjalankan ta'at
kepada Tuhannya. Pada permulaan suluknya, beliau menuntut ilmu
untuk landasan keta'atan dan ibadahnya kepada Alloh swt., bukan
untuk mendapatkan keinginan dan kepentingan-kepentingan
pribadinya. Pada permulaan suluknya pula beliau benar-benar
meluruskan taubatnya sesuai syarat thoriqoh, menjaga syariat
dan batas-batasnya. membuang semua kesenangan nafsu,
memutus semua kepentingan pribadi dan hal duniawi yang
menggoda. Beliau melepaskan diri
hanya untuk beribadah kepada Alloh
swt. dengan memelihara hak-hak-Nya.
Oleh karenanya terbukalah baginya
ilmu-ilmu hakikat.
Dalam urusan ibadah maupun amal
perbuatan sehari-hari beliau selalu
mengesampingkan hal-hal keringanan
(rukhshoh) dan hal-hal yang sebatas
diperbolehkan (mubah) demikian pula
hal-hal yang diperbolehkan dengan
perkiraan (takwil).

72 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Semua waktunya beliau kerahkan
untuk ibadah, menjauh dari perbuatan
yang tidak berguna, berpegang teguh
pada al-Quran dan Sunnah, menjalankan
apa yang di amalkan kaum salaf
(sahabat dan tabiin), menghadapkan
seluruh jiwa dan raganya kepada Alloh
swt. yang mencukupi semua apa saja
dari selain-Nya.
Beliau membangun fondamen dirinya atas taqwa kepada Alloh
swt. dan ridho-Nya, oleh karenya pertama kali yang beliau tempuh
adalah mencurahkan segenap perhatiannya pada ilmu, al-Quran,
dan al-Hadits. Semua ilmu yang rumit dan pemahaman yag detil
beliau kuasasi secara luas dan mendalam.
Beliau berjihad melawan hawa nafsunya dengan istiqomah
dan waro. ’Beliau memutuskan diri dari semua makhluk. Tidak
ada baginya harap selain kepada Alloh swt. Beliau memejamkan
mata dari semua perkara wujud seluruhnya atau pun sebagiannya.
Beliau hanya mengahadap kepada Alloh swt. dan sibuk beribadah
kepada-Nya.
Beliau berakhlak dengan akhlak para ahli zuhud dan ahli
ibadah. Tidak ada sesuatu pun yang melalaikannya dari Alloh swt.
Beliau r.a. melepaskan diri hanya untuk berkhidmat kepada Alloh
swt. dan membuang dari hatinya semua hal duniawi.
Tingkah lakunya adalah tingkah laku shiddiqin, ikhlash semua
amalnya, sungguh-sungguh menghadap Alloh swt. dalam setiap
keadaan, tidak melihat amalnya karena melihat kemahabesaran
dan kemahaagungan Alloh swt.
Ringkasnya, Syaikh Ahmad bin Muhamad at-Tijani r.a. adalah
imam yang paling agung di antara imam-imam pada masanya.
Semua ulama sepakat untuk mengagungkan dan memuliakannya
yang tidak ada seorang pun dari kalangan shiddiqin menampik
dan menentang.

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 73


Pada beliaulah puncak derajat
tertinggi. Oleh karena itu, kepada
beliaulah semua pandangan tertuju
dalam urusan tarbiyyah (bimbingan)
orang-orang suluk, penjernihan
murid-murid thoriqoh, pembukaan
kemusykilan hati dan tingkah lakunya.
Pada masa hidup Syaikh Ahmad
at-Tijani r.a. tidak ada seeorang pun
yang mencapai sifat yang telah dicapai
olehnya dalam hal kemuliaan akhlaqnya, kelembutan sifatnya,
kesempurnaan adabnya, keagungan derajatnya, kesempurnaan
akalnya, selalu berseri-seri, sopan, rendah hati, sangat pemalu,
taat dan mengikuti hukum-hukum syara dan perilaku sunnah
Rosululloh saw., mencintai orang-orang sholeh dan ahli keutamaan,
memuliakan orang-orang berilmu, dan setiap langkahnya tidak
pernah tergelincir dan tidak pernah condong mengikuti hawa
nafsu.
Kepada Alloh aku memohon semoga memberi kita pemungkas
(kesempurnaan) seperti yang telah diberikan kepada pemungkas
para wali-Nya. Dan semoga menjadikan sebaik-baik hari kita dan
hari yang paling beruntung di hari bertemu dengan-Nya berkat
derajat wali pilihan di antara para wali-Nya dan nabi pilihan
di antara para nabi-Nya. Semoga Alloh melimpahkan rahmat
kepadanya, keluarganya, para sahabatnya, serta semoga Alloh
memberi salam dengan salam yang sempurna.

74 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


KAROMAH-KAROMAHNYA

Sebagian dari karomah-karomah Syaikh Ahmad at-Tijani r.a.


yang Allah telah menjalankan (memperlihatkan) untuknya ialah:
• Memperpendek perjalanan yang jauh,
• Banyak benda tak bernyawa berbicara kepada beliau
dengan ucapan yang fasih,
• Banyak sesuatu yang ghoib diperlihatkan kepada beliau,
• Beliau memberitahukan akan terjadi sesuatu yang belum
terjadi, lalu terjadi sesuatu yang dikatakan olehnya itu,
• Banyak kejadian, alam patuh pada kehendaknya,
• Banyak penyakit menimpa muridnya yang sulit diobati,
sembuh berkat himmah-nya yang tinggi,
• Alloh swt. memberi pertolongan
melalui perantaraan beliau
kepada orang yang didholimi,
lalu ia terhindar dari perbuatan
orang yang dholim itu,
• Berkat beliau Alloh swt
menyelamatkan orang yang
hampir celaka di perjalanan
darat atau pun laut,

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 75


• Banyak pejabat dholim yang
melampaui batas dipecat seketika
berkat himmah beliau yang tinggi,
• Banyak orang rendah berkat beliau
menjadi luhurlah derajatnya, begitu
juga banyak orang hina jadi mulia,
• Berkat doa beliau banyak negeri
yang mengalami krisis menjadi
makmur dan sejahtera rakyatnya,
• Dan banyak lagi karomah lainya yang menakjubkan yang
tidak dapat dihitung,7 seperti makanan sedikit menjadi
banyak berkat doa beliau dengan sentuhan tangannya yang
suci, doa beliau terkabul seketika bagai pedang runcing
yang tajam. Curahan dan luberan (faidh dan madad)-
nya bagai hujan lebat dan deras. Sebagian yang lain dari
karomah beliau adalah:
• Pada hari Sabtu 17 Muharram 1270 H. dari kuburan
beliau yang mulia mengalir mata air susu yang segar. Air
susu itu mengalir dari dalam kuburnya dengan semakin
bertambah banyak sehingga semua orang berkumpul
berdesakan mengambilnya yang tidak ada seorang pun di
Kota Fez yang ketinggalan, kecuali semua orang memenuhi
wadahnya yang besar-besar. Sebagian air susu itu hingga
sekarang masih tersimpan di salah satu daerah (Fez) tanpa
berubah. Sungguh menakjubkan karomah ini.

76 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


DERAJAT DAN MAKOM (TINGKATAN) SYAIKH
AHMAD AT-TIJANI R.A. TIDAK ADA SEORANGPUN
WALI YANG MENYAMAI

Al-Khotmu al-Muhammadiy adalah martabat kewalian


yang tidak ada martabat lagi diatasnya

K
etahuilah! Sesungguhya Syaikh Ahmad at-Tijani r.a.
sangat masyhur dan tampak bagaikan matahari di
tengah langit di siang hari. Beliau adalah al-Quthb al-
Maktum (Wali Qutub yang tersembunyi),8 al-Kanz al-Mutholsam
(gudang yang tersimpan), al-Khotam
li Aqthob al-Muhammadiyyin wa al-
solikhin (pamungkas para wali qutub
Muhammadiy dan para wali yang
sholih.9
Tidak ada derajat wali dari semua
wali yang menyamai derajatnya. Tidak
ada maqom (pangkat) yang lebih
tinggi dan luhur daripada maqomnya.
Tidak ada masyrob (tempat tegukan
dan mengalirnya madad, asror, dan
semacamnya) yang lebih luas dan lebih
sempurna daripada masyrob-nya.
Masyrob beliau mencakup dan
meliputi semua masyrob thoriqoh
(para wali qutub). Masyrob ini khusus
bagi Syaikh Ahmad at-Tijani r.a. karena
Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 77
sesungguhnya beliau r.a. adalah
sumber semua wasilah yang terdahulu
dan yang akan datang. Beliau adalah
guru semua guru pendiri thoriqoh.
Beliau pun perantara ruhaniyah semua
perantara ruhani. Beliau adalah sumber
mengalirnya semua faidh (pemberian
anugerah ketuhaanan), ilmu ma’rifat,
dan asror bagi semua wali, wali qutub,
arifin, dan kekasih-kekasih Alloh swt.,
karena sesungguhnya Sayyid al-Wujud
Muhammad saw. mengatakan kepada
beliau secara sadar (bukan mimpi)
bahwa Syaikh Ahmad r.a. adalah al-
Khotm al-Muhammadiy, suatu gelar
martabat kewalian yang masyhur
di kalangan para wali qutub dan
shiddiqin.10
Al-Khotmu al-Muhammadiy adalah
martabat kewalian yang tidak ada martabat lagi diatasnya pada
hamparan ma’rifat kepada Alloh swt.11
Martabat al-Khotm adalah yang menerima aliran madad dari
para nabi ‘alaihim al-sholah wa al-salam, kemudian mengalirkan
madad itu kepada semua wali walaupun mereka tidak
mengetahuinya.12
Keutamaan Syaikh Ahmad At-Tijani r.a. tidak bisa dihitung dan
tidak dapat dijangkau dengan qiyas, tidak dapat ditulis dengan
pena, dan tidak ada yang bisa tahu hakikat keutamaannya kecuali
Alloh swt. yang memberi keutamaan itu kepadanya dan Rosululloh
saw.
Di antara karomah-karomah Syaikh Ahmad At-Tijani r.a. yang
tidak dimiliki seorang wali pun dari wali-wali Alloh adalah Sayyid
al-Wujud Nabi Muhammad saw. berbicara memberi jaminan13
kepada Syaikh Ahmad r.a. secara sadar dan berhadapan (bukan
78 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah
dalam mimpi). Pemberian jaminan itu
ialah Nabi saw. bersabda:
P “Sesungguhnya kedua orang tua
dari anak yang mengambil thoriqoh
ini, istrinya, anaknya, akan masuk
sorga tanpa hisab dan tanpa
siksa jika mereka semuanya tidak
menentangnya”.14
P “Sesungguhnya Nabi saw. akan
datang kepada mereka ketika
meninggal dunia dan ketika
menghadapi pertanyaan Malaikat
Munkar dan Nakir di alam qubur”.
P “Sesungguhya 70.000 (tujuh puluh
ribu) malaikat ikut berzikir bersama
ahli thoriqoh ini dan pahalanya
dicatat untuk yang berzikir itu”.
P “Sesungguhnya mereka tidak akan
meninggal dunia kecuali setelah mencapai derajat kewalian”. 15
P “Sesungguhnya Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu adalah
ikhwan thoriqoh Tijaniyyah”.
P “Sesungguhnya ahli thoriqoh Tijaniyyah semuanya lebih tinggi
martabatnya daripada wali-wali qutub besar”.
P “Sesungguhnya ahli thoriqoh Tijaniyyah di Padang Mahsyar
bertempat disuatu tempat dibawah naungan 'Arasy", mereka
tidak mendatangi Padang Mauqif untuk menunggu hisab,
tidak melihat ketegangan-ketegangan dan goncangan-
goncangannya; bahkan mereka berada bersama orang-
orang yang aman di pintu sorga, hingga mereka masuk sorga
bersama Rosululloh saw. pada rombongan pertama bersama
para sahabatnya. Dan mereka bertempat tinggal di sorga
A’la ‘Illiyyin” (sorga tertinggi tempat tinggal para nabi dan
sahabat).16

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 79


Inilah yang disampaikan oleh orang yang dipercaya, wali Allah
swt. Syaikh Ahmad at-Tijani r.a., yang diterimanya dari Nabi saw.
Tidak ada yang menentang dan mengingkarinya kecuali orang-
orang yang hasud atau orang yang tidak tahu akan kesempurnaan
qudrah Alloh ‘Azza wa Jalla.17 Maha Suci Alloh yang telah memberi
anugerah dengan apa yang telah Dia kehendaki kepada orang yang
Dia kehendaki.

80 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


PESAN-PESAN NABI SAW.
DAN BERITA GEMBIRA KEPADA
SYAIKH AT-TIJANI R.A

D
iantara hal yang disampaikan Nabi al-Mushthofa
saw. kepada Sayyidina Syaikh Ahmad at-Tijani r.a.
ialah: “Wahai Ahmad, sesungguhnya aku melarang
ahli thoriqohmu supaya tidak berziarah kepada wali lain adalah
untuk menguji agar kamu mengetahui murid yang sungguh-
sungguh dan murid yang dusta. Murid yang sungguh-sungguh
adalah murid yang menjalankan setiap perintahmu tanpa
mencari uzur, tidak ragu, serta lega hatinya. Sesungguhnya saya
melarang mereka menziarahi wali lain baik yang masih hidup
maupun yang sudah meninggal dunia18 adalah karena hal itu
jadi pertanda tidak sempurnanya
kesetiaan mereka kepada gurunya.
Bila mereka sengaja berziarah dan
berpaling kepada wali lain selain
guru mereka, maka terpisahlah
hubungan antara mereka dengan
guru mereka dan terputuslah
mereka dari madad guru mereka.
Mereka tidak lagi berada dihadapan
gurunya (karena berpaling kepada
lainnya), dan tidak pula dihadapan
wali lain tersebut (karena ia bukan
muridnya).19 Alloh swt. tidak
menjadikan bagi seseorang dua
Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 81
hati di dalamnya. Sesungguhnya aku melarang mereka berziarah
kepada wali lain itu adalah karena rahmat dan kasih sayangku
kepada mereka, dan karena aku memperhatikan kamu dan murid-
murid thoriqohmu. Perkara ini telah dilalaikan oleh guru-guru
thoriqoh. Oleh karenanya, kemanfaatan mengamalkan thoriqoh
tidak diperoleh para murid mereka”.
“Wahai Ahmad! Setiap orang yang patuh pada perintahmu
dan laranganmu maka dia adalah termasuk bagian dari kamu
dan kamu termasuk bagian dari dia. Dariku dia mendapat ridho
dan diterima. Barangsiapa menyelisihimu dan menghindar dari
perintahmu, maka kamu berlepas darinya. Demikian juga aku.
Barang siapa patuh kepadamu dan masuk di bawah hukummu,
maka dia termasuk bagian dari kita. Dari kita dia mendapat ridho
dan diterima”.
Sayyid al-Wujud Nabi
Muhammad saw. memberi kabar
gembira bahwa “semua thoriqoh
nanti di akhir zaman akan
terhapus dan tidak tersisa kecuali
thoriqohnya Syaikh Ahmad bin
Muhammad at-Tijani r.a.” Sebagian
ahli kasyaf berkata: “sesungguhnya
semua thoriqoh di akhir zaman
akan melebur menjadi satu dalam
Thoriqoh al-Muhammadiyyah
at-Tijaniyyah ini. Yaitu pada saat
semua thoriqoh menjadi satu, dan
semua madzhab pun menjadi satu
madzhab.20
Sesungguhya Nabi saw.
telah menjamin jumlah murid
Syaikh Ahmad bin Muhammad
at-Tijani r.a. sebagai karomah
dan anugerah dari Alloh swt.

82 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


sebanyak 1.000.000.000.000 (satu
trilyun) dari kaum laki-laki dan
100.000.000.000 (seratus milyar)
dari kaum perempuan.
Nabi saw. bersabda kepada
sebagian murid Sayyidina Syaikh
Abi al-Faidh Ahmad at-Tijani r.a.21:
“engkau putera al-Habib dan
engkau masuk ke dalam thoriqoh al-
Habib; tidak ada perantara antara
aku denganmu kecuali perantara
ini (habib yang memilki thoriqoh
ini, yakni Syaikh Ahmad At-Tijani
r.a.). Dia adalah bagian dariku dan
aku bagian darinya. Barang siapa
masuk thoriqohku dan berada
di bawah pemeliharaanku dan
perlindunganku maka baginya
mendapatkan seluruh apa yang dikatakan al-Kholifah al-Akbar al-
Warits al-Asyhar at-Tijani al-Athhar”.
Sesungguhnya Malaikat Jibril a.s. turun di hadapan Rosululloh
saw. Dia berseru dengan suara yang sangat keras di hadapan orang
banyak seraya berkata: “Selamat, selamat dan bergembiralah
orang-orang yang mengambil Thoriqoh Tijani”.
Berkata Sayyidina Syaikh Abi al-Faidh Ahmad at-Tijani r.a:
“Akan datang anugerah kepada murid-murid thoriqohku, hingga
manusia masuk berbondong-bondong ke dalam thoriqohku.
Anugerah ini datang ketika manusia dalam keadaan sempit dan
sangat sulit”.

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 83


SABDA-SABDA NABI SAW. KEPADA SYAIKH
AT-TIJANI R.A. TENTANG DERAJAT TORIQOH
TIJANIYAH DAN AHLI THORIQOHNYA

S
ayyidi Syaikh Ahmad at-Tijani r.a. berkata: “Barang
siapa meninggalkan wirid suatu thoriqoh karena
hendak masuk thoriqohku ini22 yang disebut thoriqoh
al-Muhammadiyah, thoriqoh al-Ibrohimiyah, thriqoh al-Hanifiyah,
maka Allah ta’ala akan memberi aman di dunia dan di akhirat;
tidak akan ada sesuatu apa pun yang membuat celaka kepadanya
selamanya, tidak dari Allah, tidak dari Rosulnya, tidak pula dari guru
asalnya yang masih hidup atau yang sudah wafat. Sesungguhnya
setiap orang yang telah masuk golongan thoriqohku, lalu ia keluar
darinya dan masuk ke thoriqoh lainnya, maka Allah swt. akan
mengusir dia dari sisi-Nya, dan mencabut mahabah kepadaku
yang telah diberikan kepadanya,
dan ia mati kafir.23 Semoga Allah
melindungi kita dari makar-Nya,
dan orang tersebut tidak beruntung
selamanya dan tidak akan dapat
memberi manfaat (pertolongan)
kepadanya seorang pun wali dari
wali-wali Allah yang ada. Ini adalah
janji sungguh-sungguh dari Nabi
saw. kepadaku”.
Nabi saw. bersabda kepadaku:
“Wahai Ahmad! Sesungguhnya

84 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


orang yang memaki-makimu dan ia
tidak bertobat, maka ia tidak mati
kecuali mati dalam keadaan kafir,
walaupun ia telah menunaikan
haji dan berjihad”. Saya bertanya:
“Wahai Rosululloh, sesungguhnya
al-‘Arif billah ‘Abdurrohman al-
Syami menuturkan bahwa orang
yang telah menunaikan ibadah haji
tidak akan mati su’ul khotimah”.
Sayyid al-Wujud menjawab: “Wahai Ahmad! Barangsiapa memaki-
makimu dan tidak bertobat, ia akan mati kafir walapun ia telah
menunaikan ibadah haji dan berjihad. Wahai Ahmad! Setiap orang
yang berupaya berbuat jahat kepadamu maka aku membenci dia,
sholatnya tidak ditulis dan tidak berguna. Wahai Ahmad! Setiap
apa yang kamu bacakan, kamu adalah penerjemah (penyampai)
dariku. Wahai Ahmad! Kamu adalah orang yang aku cintai; setiap
orang yang mencintaimu adalah orang yang aku cintai. Kamu
adalah golongan orang-orang yang aman; setiap orang yang
mencintaimu adalah termasuk golongan mereka. Ikhwanmu
adalah ikhwanku, muridmu adalah muridku, sahabatmu (ahli
thoriqohmu) adalah sahabatku”.24
Rosululloh saw. memberitahu bahwa “antara para
sahabatnya dan ahli thoriqoh Tijaniyyah ada kesamaan yang
sempurna. Dengan kesamaan itu mereka di sisi Alloh swt. lebih
besar daripada pembesar-pembesar wali qutub, ‘arifin, dan wali-
wali ghouts, walaupun secara lahiriyyah mereka golongan orang
awam”.25
Sesungguhnya Rosululloh saw. sangat mencemburukan
terhadap ahli thoriqoh Tijaniyyah dengan kecemburuan yang
khusus. Beliau saw. bersabda: “Wahai Ahmad! Katakan kepada
mereka (ahli thoriqohmu) supaya jangan menyakitiku dengan
membuat sakitnya sebagian mereka terhadap sebagian yang lain.
Setiap orang yang tidak menghormati mereka (ahli thoriqohmu)

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 85


dan menyakitinya, maka Alloh swt.
mengusir dia dari dekat-Nya dan
mencabut apa yang telah diberikan
kepadanya”.
Syaikh Ahmad at-Tijani r.a.
berkata: “Wahai hamba-hamba
Alloh! Wahai hamba-hamba Alloh!
Janganlah kalian menyelisihi
apa yang telah aku katakan dan
beritakan kepada kalian dariku!
Sesungguhnya telah berlaku
untukku suatu kebiasaan bersama
Alloh swt. setiap aku menganjurkan
seseorang melakukan sesuatu
atau meninggalkannya demi
kemaslahatan dirinya sendiri,
kemudia ia tidak mematuhinya
maka ia tertimpa bala’ (malapetaka)
sesuai kadar sesuatu itu”.
Di suatu daerah di negeri
Madiriyah Timur, seorang guru
Thoriqoh Naqsyabadiyyah
menentang sebagian hal dalam
Thoriqoh Tijaniyyah yang di luar
jangkauan ilmunya dan pemahamannya. Guru itu menentang
hingga masa-masa akhir hayatnya. Guru itu jatuh sakit. Kira-kira
empat hari sebelum meninggal, sang guru tidak dapat bicara. Tiba-
tiba keluarganya mendengar suara tanpa ada sebab sesuatu. Suara
itu berbunyi: “Thoriqoh Tijaniyyah adalah sebaik-baik thoriqoh
di muka bumi”. Suara itu berulang-ulang hingga ruh sang guru
terbang naik menghadap Sang Pencipta.

86 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


SYA’IR DO’A BERTAWASUL DENGAN
SYAIKHINA AT-TIJANI R.A

1 Dengan menyebut nama Tuhan, aku memulai do’aku dan


memulai lariku kepadaNya dan berlindungku
2 Puji utuk-Nya, dengan-Nya, atas-Nya, dari-Nya.
Tidaklah mengalir kebaikan kecuali dari-Nya.
3 Semoga sholawat dan salam selamanya atas nabi yang diutus
memberi petunjuk manusia
4 Muhammad yang dipilih di antara makhluk-Nya dan
dikumpulkan di sisi-Nya di antara orang-orang yang dekat
dengan-Nya
5 Juga keluarganya, shohabatnya yang mulia Selagi berdoa
dengan hati idhthiror dan berusaha
6 Ya Rob! Aku mohon pada-Mu dengan nama Dzat-Mu
Dan dengan kandungan sifat-sifat-Mu
7 Dengan nama-Mu Ism al-A’dhzom yang agung
Dan asrornya yang pada keluhuran-Mu terlindung
8 Dan dengan nama-Mu, dengannya berjalan cakrawala
Dan malaikat yang tunduk kepada-Nya
9 Yakni Ism al-A’dhzom, asma-Mu jalalah

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 87


Dengannya berdiri semua alam dan berkeliling menjelajah
10 Aku mohon kepada-Mu, Wahai Dzat Yang Maha Hidup, Wahai
Dzat yang Maha Berdiri
Kau penuhi segala hajatku dan segala yang kuingini
11 Dengan lantaran kitab-Mu yang mulia dan kokoh kuat
Dan rahasianya serta cahayanya di alam jagat
12 Dengan sifat-sifat terpuji kepada Muhammad Engkau ilhamkan
Menjadi terpuji semua pujian
13 Dengan yang dibuat para rosul-Mu berdoa kepada-Mu
Demikian pula malaikat di semua langit-Mu
14 Dengan keagungan derajat sebaik-baik manusia
Muhammad dan para sahabatnya yang cendikia
15 Denganmu aku mohon pertolongan dan wasilah
Wahai nabi tempat berlindung orang yang takut, wahai nabi
yang diberi anugerah
16 Engkau pemberi syafaat yang agung di hari pembalasan
manusia
Engkau wasilah, Engkau penderma, Engkau yang mulya.
17 Wahai taliku yang kokoh. Wahai tempat berlindungku
Ketika kesulitan menimpaku. Wahai pelindungku
18 Wahai nabi yang kepadanya orang mengadu dan kembali
Ketika keburukan dan sesuatu yang ditakuti
19 Segeralah! Segeralah! Dengan pertolongan
Wahai nabi yang baginya pemberian semua keluhuran
20 Denganmu kami bertawasul kepada Tuhan manusia
Tuk melapangkan kesusahan yang menimpa

88 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


21 Engkau bersabda, sabdamu mulya,
Bertawasullah dengan derajatku nan agung
22 Dan wasilah kholifahmu pemungkas para wali
penolong para wali, pilihan dari golongan yang dipilih
23 Pemimpin kami, gudang petunjuk, beliau at-Tijani,
Orang yang kepadanya semua orang ma’rifat tunduk pasrahkan
diri.
24 Wahai at-Tijani, wahai penolong hati!
Adakah engkau tidak melihat kami dalam susah hati.
25 Adakah engkau tidak melihat kesulitan menimpa,
engkau penolong, tak henti-henti dikabulkan do’a.
26 Denganmu kami tawasul kepada Nabi
Dan bertawasul dengan kalian berdua kepada Ilahi Yang Maha
Tinggi.
27 Engkau cucu Nabi yang bersungguh-sungguh mendapatkan
asrornya dan memberi madad kepada kami dari cahayanya
dan lautannya
28 Tidaklah engkau telah diberi sesuatu yang tak diberi selain
sahabat Nabi, maka engkaulah yang diberi
29 Engkau menjadi petunjuk Tuhan untuk penduduk masa
Dan pilihan yang disandingkan kepada-Nya dari orang-orang
dekat-Nya
30 Puji Allah atas segala ni’mat-Nya
Yang telah mengistimewakan kita dengan sebaik-baik wali-
Nya
31 Engkau pemberi syafa’at penduduk zaman
Dari semua huru-hara mahsyar dikumpulkan

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 89


32 Kuserahkan atasmu wahai penolong mahluk
Sunyiku dari lautan Nabi Ahmad kekasih sang Kholik
33 Kuserahkan padamu musuh-musuh terus menyerang
Menghunus pedang merapatkan benteng
34 Menjadikan Agama lurus ditertawakan
Tiang-tiangnya dan kerajaannya dirobohkan
35 Bila karena kedzolimanku aku tidak pantas
Sungguh kasih sayangmu atas sekeji dosaku nan luas
36 Wahai Tuhan kami! dengan Ahmad at-Tijani
Jagalah kami dari keburukan, dan ampunilah tanpa merugi
37 Berilah pertolongan golongan huda atas musuh
Selamatkan kami dari setiap orang yang manjadi musuh
38 Ampunilah dari dosa wahai yang maha Karim!
Dan lapangkanlah dari kealpaan wahai maha Halim!
39 Selamatkan kami sepanjang tahun dari semua fitnah
Yang menimpa agama, dunia, dan semua musibah
40 Wahai Tuhan kami dengan derajat-Mu yang diagungkan
Kasihanilah kami pada takdir yang ditetapkan
41 Kuatkanlah kami dengan sabar dan yakin
Kokoh atas agama menjalankan
42 Tanpa mengubah dan goncang hati
Tanpa merobek dan mengganti.
43 Demi derajat Muhammad mahluk paling utama
Semoga Allah limpahkan rahmat tanpa hitungan atasnya
44 Ya Robb haturkanlah sholawatku sholawat faith
Atas Nabi Muhammad dan at-Tijani yang soleh
45 Ya Robb jadikanlah solawat fatih dan semua sholawatku
Sebagai hadiah untuk Nabi dan at-Tijani penuntunku.

90 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


DERAJAT SYAIKH AT-TIJANI R.A

SEMUA PENDIRI THORIQOH BAI’AT THORIQOH TIJANIYYAH


KEPADA SYAIKH AT-TIJANI R.A. DI ALAM GHOIB.

Sebagian dari karomah-karomah Sayyidina Syaikh Ahmad bin


Muhammad at-Tijani r.a. ialah:
P Sesungguhnya diletakkan untuk
beliau mimbar dari cahaya di
hari kiamat, malaikat penyeru
mengumandangkan hingga
semua orang di Padang Mauqif
mendengar, “Wahai penduduk
Mauqif! Inilah pemimpin kalian,
inilah pemimpin kalian yang
kalian meminta madad darinya
di negeri dunia tanpa kalian
mengerti”. Ini adalah derajat
tinggi yang khusus untuk orang
yang bukan nabi dan bukan
sahabat.
P Sayyid al-Wujud Nabi saw.
bersabda kepada Sayyidina
Syaikh Abi al-Faiyd r.a.
“Untukmu di sorga 40 maqom
(derajat) dari maqom-maqom
para Nabi”.
Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 91
P Sayyidina Syaikh at-Tijani
r.a. berkata: “Sesungguhnya
derajatku di sisi Allah di
akhirat tak akan ada yang bisa
mencapainya seorang pun dari
para wali, dan sungguh semua
wali-wali Allah sejak masa
sahabat hingga hari terompet
ditiup (hari kiamat) tidak ada
di antara mereka yang bisa
mencapai derajatku bahkan
tidak ada yang bisa mendekati.”26
P Beliau r.a. berkata pula:
“Ruh Nabi saw. dan ruhku
adalah seperti ini, beliau
mengisyarahkan dua jarinya,
jari telunjuk dan jari tengah
sambil berkata, ruh Nabi
memberi madad kepada para
rosul dan para nabi ‘alaihim
al-salam, sedangkan ruhku
memberi madad kepada para
wali Qutub, para wali, dan
orang-orang soleh lainnya
(selain nabi dan sahabat) sejak
‘azali hingga selama-lamanya,27
semua syaikh (syaikh al-Qudwah – pendiri thoriqoh) bertalkin
(bai’at) dariku di alam ghoib, sungguh semua wali masuk
golonganku dan bertalkin wiridku dan memegang erat
thoriqohku sejak awal wujud hingga hari kiamat”.
P Seorang syaikh mursyid yang hafal al-Qur’an bernama Syaikh
Abu Naufal r.a. berkata: “Saya bermimpi bertemu Rosulullah
saw. seolah-olah saya mencium tangan beliau yang mulia”. Nabi
saw. bertanya kepada saya: “Mengapa kamu tidak mengambil

92 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


thoriqoh Tijaniyah?”
Saya menjawab: “Ya Sayyidi
ya Rosulallah! saya telah
mengambil thoriqoh al-
Qodiriyah”.
Nabi saw. mengulangi
bertanya: “Mengapa kamu tidak
mengambil thoriqoh Tijaniyah?”
Saya berkata kepada beliau: “Ya
Sayyidi ya Rosulallah saya pada
diri saya diizinkan membaiat
(=syaihk mursyid) thoriqoh
Qodiriyah)”.
Lalu Rosulullah saw. bersabda:
“Saya bertanya kepadamu
mengapa kamu tidak mengambil
thoriqoh Tijaniyyah?”
Saya bertanya: “Ya Sayyidi ya Rosulallah dari mana saya
mengambil thoriqoh Tijaniyah?”
Rosulullah bersabda: “Ambillah thoriqoh Tijaniyah dari salah
satu dua orang: sayyid Muhammad al-Hafidz at-Tijani atau
dari Sayyid Muhammad al-Sayyid at-Tijani. Sayyid Muhammad
al-Sayyid at-Tijani lebih dekat darimu. Sampaikan salamku
kepadanya dan katakan Rosulullah membacakan salam
untukmu dan bersabda kepadamu; berilah izin membaca
wirid thoriqoh Tijaniyah, saya datang kepadamu agar engkau
memberiku izin membaca wiwid-wiridnya”. Kemudian Sayyid
Muhammad al-Sayyid at-Tijani memberi izin kepada Syaikh
Abu Naufal membacanya setelah sanggup menerima syarat-
syarat suluknya.
P Sayyidi Syaikh Ali al-Syitiwi r.a. berkata: Saya bertanya kepada

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 93


guru saya Syaikh Abdul Qodir al-Jailani r.a.: “ya sayyidi saya
mendengar seorang syaikh yang lahir di desa Abi Samghun,
bagaimana menurutmu tentang beliau”?
Syehk Abdul Qodir r.a. menjawab: “Wahai anakku! Beliau adalah
pepohonan yang kami (para wali) berteduh di bawahnya.”
Maka sebab inilah Sayyidi Ali al-Sitiwi mengambil (berpindah)
thoriqoh Tijaniyah.
P Sayyidina Syaikh Abi al-Faiyd Ahmad at-Tijani r.a. berkata:
“Alhamdulillah pada waktu ini Allah swt. telah memberiku
mencapai martabat Syaikh Abdul Qodir al-Jailani r.a. dan
memberi lebih 40 derajat di atas derajat yang diberikan kepada
beliau. 28

94 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


KEUTAMAAN ORANG YANG CINTA KEPADA
SYAIKHINA AT-TIJANI R.A.

D
iantara keistimewaan Sayyidi Syaikh Ahmad at-Tijani
ialah: jaminan-jaminan Nabi Muhammad saw. untuk
ahli thoriqoh Tijaniyah sebagai ikrom (memuliakan)
kepada beliau sebagai cucunya, yaitu jaminan-jaminan mereka
mencapai masuk sorga29. Semoga Allah menjadikan kita dan dua
orang tua kita dan semua saudara kita dan orang yang cinta karena
Allah sebagai golongan Tijaniyah al-Muhammdiyah ini.
Orag-orang yang cinta kepada Syaikh at- Tijani (muhibbin)
mendapat jaminan yang sama dengan ahli thoriqohnya yaitu 14
jaminan,30 sebagai berikut:
1. Nabi saw. menjamin mereka meninggal dunia dengan iman
dan Islam.
2.
Allah swt. meringankan
sakarotul-maut mereka.
3. Mereka di kuburnya tidak
melihat kecuali sesuatu yang
menyenangkan.
4. Allah swt. memberi aman
kepada mereka dari segala

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 95


macam siksa kubur dan sesuatu
yang menakutkan, dan aman dari
semua keburukan sejak meninggal
dunia hingga masuk sorga.31
5. Alah swt. mengampuni semua
dosa mereka yang telah lewat
dan yang akan datang.
6. Allah swt. melunasi semua hak-
hak tuntutan adami dari gudang
anugerah-Nya tidak dari amal
kebajikan mereka.
7.
Allah swt. tidak menghisab
mereka dan tidak
memberatkannya sedikit pun
sama sekali.
8. Allah swt. memberi mereka peneduh di bawah Arasy pada
hari yang tiada peneduh kecuali peneduh-Nya.
9. Allah swt. melewatkan mereka di atas Sirothol mustaqim lebih
cepat dari kedipan mata.
10. Di hari kiamat Allah swt. memberi minum mereka dari telaga
Nabi Muhammad saw.
11. Allah swt. memasukkan mereka ke sorga tanpa hisab dan
tanpa siksa pada golongan pertama bersama-sama sahabat.32
12. Allah swt. menjadikan mereka bertempat di sorga ‘Iliyin dari
sorga Firdaus dan sorga Adn.
13. Nabi saw. mencintai setiap orang yang mencintai Tijaniyah.
14. Orang yang mencintai Sayidina Mawlana Syaikh Ahmad at-
Tijani r.a. tidak akan meninggal dunia sebelum diangkat
menjadi salah satu wali Allah.33

96 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


KEUTAMAAN THORIQOH TIJANIYAH

"Mereka (ahli thoriqoh Tijaniyah) adalah murid Nabi saw.


Pemberi syafaat al-‘udzma, Nabi saw. menyebut ahli thoriqoh
Tijaniyah adalah sahabatnya (bagi yang benar-benar mahabbah,
mengikuti syarat-syarat, perintah-perintah Syaikh
at-Tijani r.a.) Setiap orang yang menyakiti ahli thoriqoh
Tijaniyah sama dengan menyakiti Nabi saw"

Jaminan-jaminan34 Nabi saw. selebihnya adalah khusus untuk


ahli thoriqohnya, yaitu:
1. Kedua orang tua dari orang yang mengambil/bertalkin wirid
Syaikh at-Tijani, istrinya, dan anaknya akan masuk sorga tanpa
hisab, tanpa siksa, tanpa ada yang menakutkan, tanpa ada
yang ditakuti, dan tanpa ada
pembalasan.
2.
Mereka (ahli thoriqoh
Tijaniyah) adalah murid Nabi
saw.
3. Pemberi syafaat al-‘udzma, Nabi
saw. menyebut ahli thoriqoh
Tijaniyah adalah sahabatnya
(bagi yang benar-benar
mahabbah, mengikuti syarat-
syarat, perintah-perintah
Syaikh at-Tijani r.a.)

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 97


4. Setiap orang yang menyakiti ahli
thoriqoh Tijaniyah sama dengan
menyakiti Nabi saw.
5.
Al-Imam al-Mahdi yang
ditunggu-tunggu adalah ikhwan
dalam thoriqoh ini. Al-Mahdi
akan muncul dari negeri timur
dan dibaiat (sebagai al-Imam al-
A’dzom) di Masjid al-Haram dan
mengambil thoriqoh Tijaniyah
ini dari orang yang memiliki izin
sah di Madinah al-Munawaroh.35
6. Martabat ahli thoriqoh at-Tijani
di sisi Allah swt. semuanya
lebih tinggi daripada pembesar-
pembesar wali Qutub (bagi
murid yang shodiq, mengikuti
syarat-syarat, perintah-perintah
Syaikh at-Tijani r.a.).
7. Pada dzikir lazimah thoriqoh ini terkandung shighot Ismul
A’dzom yang barang siapa membacanya dengan sanad (mata
rantai guru) yang menyambung, maka baginya mendapat
pahala separo Ismul A’dzom yang khusus untuk Nabi saw.
8. Semua ahli thoriqoh Tijaniyah aman dari tercabutnya iman.
9. Setiap orang dari ahli thoriqoh Tijaniyah masing-masing
mendapat pahala Ismul A’dzom yang agung sebagai anugerah
dari Allah yang Maha Raja dan Maha Mengetahui, dan
memperoleh pahala semua dzikir Ismul A’dzom lain yang
luhur dan pahala dzikir-dzikir luhur lainnya selain Ismul
A’dzom yang semuanya tidak diperoleh oleh para pembesar
A’rifin dan wal-wali Qutub sepanjang zaman.
10. Allah swt. memberikan kepada masing-masing ahli thoriqoh
Tijaniyah pahala amal ibadah semua orang yang beribadah
98 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah
yang diterima Allah swt. dengan
digandakan lebih dari 100.000
x (seratus ribu kali) pahala
yang diberikan kepada yang
menjalankan ibadah itu sendiri.
Ini adalah sebagai anugerah
dari-Nya.
11. Di antara salah seorang ahli
thoriqoh Tijaniyah ada yang
bila melihatnya pada hari Senin
atau Jum’at, orang yang melihat
tersebut masuk sorga tanpa
hisab dan tanpa siksa. Ini adalah
sebagai warisan dari imam
kita Syaikh Ahmad at-Tijani
yang amat sungguh-sungguh
himmah-nya.
12. Demikian pula salah seorang dari ahli thoriqoh Tijaniyah
ada orang yang bila seseorang melihatnya dan berkata:
“saksikanlah, sesungguhnya saya melihatmu wahai orang
berbudi yang diridhoi Allah”. Orang yang dilihatnya menjawab:
“aku bersaksi engkau melihatku”, maka orang yang melihat itu
masuk sorga dengan aman dan selamat.
13. Sungguh bagi ahli thoriqoh Tijaniyah di Padang Mahsyar
ditempatkan disuatu tempat di bawah teduh Arasy yang hanya
mereka sendiri di dalamnya, tidak ada makhluk lain, maka
mereka tidak mendatangi Padang Mahsyar, tidak merasakan
sengsaranya, tidak melihat malapatakanya yang memejamkan
mata, demikian mereka hingga bertempat tinggal di sorga A’la
I’liyyin dari sorga Darussalam.
14. Sungguh ahli thoriqoh Tijaniyah berada di sorga A’la I’liyyin,
sedangkan orang-orang yang cinta kepada Syaikh at-Tijani
setinggi-tingginya berada di sorga I’liyyin.

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 99


15.
Sungguh ahli thoriqoh
Tijaniyyah mendapat barzakh
(tempat antara menuju Sorga)
yg hanya mereka sendiri
selamanya yang berteduh
di dalamnya. Mereka tidak
mendatangi Padang Mauqif
dan tidak melihat sama sekali
ketegangan dan kegoncangan
di Mauqif. Bahkan mereka
bersama orang yang aman
di pintu Sorga hingga masuk
bersama Nabi al-Mustofa saw.
16. Sungguh kebanyakan ahli
thoriqoh Tijaniyyah setiap
hari mendapat keutamaan
menziarahi makam Nabi saw.
di raudhoh-nya yang mulya dan
indah, menziarahi para wali dan orang-orang soleh sejak awal
wujud hingga waktu ia berada (membaca). Keutamaan ini
berkat membaca Sholawat Jauharoh al-Kamal.36
17. Sungguh Nabi saw. dan empat kholifahnya (khulafa’urrosyidin)
hadir kepada ahli thoriqoh Tijaniyah ketika wirid Wadzifah
setiap hari bersama auliya ahli thoriqoh Tijaniyah yang luhur
ini. 37
18. Nabi saw. mencintai mereka dengan cinta yang khusus, yang
selain cinta sebelumnya dan selain cinta kepada para kekasih.
Cinta khusus ini diberikan selagi mereka langgeng memelihara
syarat-syarat thoriqoh.
19 Sungguh bagi ahli thoriqoh Tijaniyah terdapat tanda yang
membedakan dari yang lainnya. Tanda ini tidak dimiliki
makhluk lain. Dengan tanda itu mereka dikenali sebagai
murid-murid Rosulullah saw., tuan bangsa Arab dan dan
bangsa Ajam.
100 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah
Tanda-tanda itu ialah bahwa setiap orang dari mereka tertulis
antara kedua matanya kalimah:

Berupa tanda cahaya, dan di sebelah belakang hatinya tertulis


cahaya

Dan di kepalanya mahkota cahaya yang Allah memberinya


khusus untuk mereka. Mahkota bertuliskan:

Semoga atas Nabi Muhammad saw. dari Tuhan kita dan


pencipta kita sholawat paling utama dan salam paling bersih.
Di antara keistimewaan lain yang sangat luar biasa bagi ahli
thoriqoh Tijaniyah al-Muhammadiyah ini ialah sholawat Fatih.
Rosulullah saw. bersabda kepada Sayyid Abi al-Faidh Ahmad at-
Tijani r.a.: “Tidaklah membaca sholawat untukku seseorang dengan
yang lebih utama dari pada Solawat Fatih”. 38
Sayyidina Syaikh Abil Faidh Ahmad at-Tijani r.a. berkata: “Bila
berkumpul penduduk tujuh langit dan tujuh bumi dan seisinya
untuk menyifati pahala Sholawat al-Fatihi Lima Ughliqo, maka
mereka tidak akan mampu. Satu kali bacaan sholawat Faith
beserta menetapi syarat-syaratnya yang sepuluh (yaitu sepuluh
syarat-syarat thoriqoh Tijaniyyah yang pertama), bila alam raya
dijadikan 100.000 kali (seratus ribu kali) dan sholawat Fatih satu
kali itu dibagikan kepada mereka maka sholawat Fatih satu kali
itu melebur dosa mereka.
Sayyidina Syaikh Ahmad at-Tijani r.a. berkata: “Siapa saja
melanggengkan membaca sholawat al-Fatihi Lima Ughliqo ia
akan mati atas iman dengan pasti. Disebut melanggengkan ialah
membacanya setiap hari walau satu kali.
Beliau r.a. berkata: “ajarkanlah oleh kalian kepada manusia
membaca sholawat al-Fatihi Lima Ughliqo agar mereka mati
menetapi iman.

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 101


DO’A

1. Amin, amin. Kabulkanlah do'a kami


wahai Tuanku, jangan kau hampakan harapan kami
2. Ya Robb, dengan berkah penutup para nabi Alloh
Semoga baginya dan keluarganya rahmat Alloh
3. Dan dengan berkah wali al-Khotmi
Baginya keagungan ridho Ilahi
4. Dengan murninya anugerah dan pemberian
Berilah kami ampunan dan keridhoan
5. Pertemukan kami dengan Nabi Muhammad saw.
Juga dengan Abi al-Faidh Ahmad at-Tijani r.a.
6. Dan belas kasihan dari Tuhan kami yang maha Rahman
Dengannya kami mencapai martabat ‘irfan.
7. Kasihilah kami dalam semua keadaan.
Selamatkanlah kami dari semua yang menakutkan.
8. Peliharalah kami dari kesusahan
dari keburukan, dan kehinaan zaman.
9 Ya Robb, tetapkanlah kami atas iman
Peliharalah hati kami dari kekufuran.
102 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah
10 Jagalah negeri kami berkat derajat Nabi.
dari penguasaan orang-orang kafir dan pemberontak
11 Kelilingilah kami dengan kasih sayang, keamanan,
pemeliharaan.
Dan kumpulkan kami dalam kalimat iman.
12. Tolonglah bala-tentara agama.
atas musuh-musuh kufar yang jahat dan biadab.

Ya Allah, dengan barokah sayyid kami Muhammad saw. yang


agung derajatnya dengan derajat keagungan Dzat-Mu; dan dengan
barokah derajat hamba-hamba-Mu yang ketika Engkau melihat
mereka terdiamlah murka-Mu; dengan barokah kemuliaan
malaikat-malaikat yang mengelilingi Arasy; dengan barokah
kemuliaan guru kami Syaikh at-Tijani r.a. ini; dengan barokah
kholifahnya Sayyid al-Haj ‘Ali Harozim r.a., kami memohon kepada-
Mu limpahkan rahmat atas sayyid kami Nabi Muhammad saw.,
keluarganya, para sahabatnya, istri-istrinya, dan keturunannya.
Dan memohon agar Engkau mengampuni kami, kedua orang
tua kami, saudara-saudara kami, orang tua mereka, dan semua
orang Islam laki-laki dan perempuan yang masih hidup dan yang
sudah mati.
Kami mohon Engkau mengalirkan kepada kami Madad
(bantuan) guru kami Syaikh Ahmad at-Tijani r.a. ini yang
berkahnya kembali kepada kami dalam urusan agama, dunia, dan
akhirat kami.
Kami mohon Engkau menjadikan kami, anak-anak kami, dan
cucu-cucu kami orang-orang yang selamat, taat, dan ma’rifat
kepada-Mu, dan menjadi orang-orang yang tegak atas syari’at
dan sesuai dengan perbuatannya dengan syari’at, dan menjadi
Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 103
orang-orang yang membiasakan kebaikan dan berbudi pekerti
baik, yang membahagiakan dan membanggakan kedua orang
tuanya dan tidak menyusahkannya, dan tidak menjadikan sebab
pengejekan musuh kepada kedua orang tuanya. Jadikanlah
kami orang-orang yang zuhud di dunia, yang diluaskan rizkinya
dengan rizki yang halal dan suci tanpa hina kepada makhluk oleh
sebabnya yang tanpa mengingat-ingat dan mengangan-angan
dalam menghasilkannya.
Kami memohon agar Engkau memelihara kami dan anak-cucu
kami dari rizki yang haram, juga perbuatan, niat, dan aqidah yang
haram.
Kami mohon Engkau memberi rizki kepada kami dan mereka
dengan iman yang sempurna, keyakinan yang benar.
Kami mohon Engkau memberi kami dan mereka ilmu yang
manfa’at, akal yang sehat, dan kefahaman yang tepat.
Kami mohon Engkau memberi kami dan mereka pakaian sehat
dan hidup semangat. Hiasi kami dan mereka dengan kasih sayang,
keagungan, terpelihara dari yang tidak Engkau ridhoi, dan dengan
waro’ yang sempurna-sempurna semuanya.
Kami mohon agar Engkau merahmati kami dan mereka dengan
menerima amal ibadah kami dan mereka yang tidak memenuhi
syarat-syarat diterimanya di Sisi-Mu. Bersihkan hati kami dan hati
mereka dari lalai. Berkahi umur kami dan umur mereka.
Kami mohon agar Engkau menyampaikan kami dan mereka
menunaikan ibadah hajji di Baitullah al-Haram dan berziaroh ke
makam Nabi-Mu sayyid kami Muhammad saw.
Semoga Allah swt. melimpahkan rahmat atas sebaik-baik
mahluk-Nya Sayyid kami Muhammad saw. Maha Suci Tuhanmu,
Tuhan Pemilik Kemuliaan, Maha Suci dari apa-apa yang orang-
orang kafir mensifati. Salam semoga terlimpahkan atas para Rosul.
Segala puji milik Allah Tuhan semesta alam.

104 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Pembahasan III
ANALISIS

1 Sayyidina Syaikh Ahmad bin Muhammad at-Tijani r.a. wafat


pada hari Kamis tanggal 17 Syawwal 1230 H. pada usia 80
tahun.
2 Syaikh Muhammad al-Wanjali berkata bahwa Sayyidina Syaikh
Ahmad bin Muhammad at-Tijani r.a memperoleh derajat Syaikh
al-Syadzili, ini adalah pada waktu pertemuan dengannya yang
disebutkan itu, yaitu ketika masih pada permulaan suluk
(bidayat al-suluk) sebelum mencapai derajat al-Qutbul al-
Maktum wa al-Khotm al-Muhammadiyyi. Sedangkan derajat
Syaikh al-Syadzili r.a. itu lebih tinggi diatas derajat Syaikh Abd
al-Qodir al-Jailani r.a.. Syaikh Syamsuddin al-Hanafi berkata:
“sungguh Allah swt. memperlihatkan kepadaku derajat Syaikh
Abd al-Qodir al-Jailani r.a. dan derajat Syaikh Abu al-Hasan
al-Sadzili r.a. Aku menemukan derajat Syaikh al-Sadzili r.a.
lebih tinggi daripada Syaikh al-Jailani r.a., karena Syaikh Abd
al-Qodir al-Jailani r.a. suatu hari ditanya, “Ya Sayyidi, siapakah
gurumu? Beliau menjawab “di masa lalu guru saya adalah
Syaikh Hammad al-Dabas, dan sekarang aku menimba dari
dua lautan, pertama lautan kenabian yaitu Nabi Muhammad
saw., kedua lautan futuwah yaitu Sayyidina Ali bin Abi Tholib
r.a.
Sedangkan Syaikh al-Sadzili r.a. ditanyai: “Ya Sayyidi,
siapakah gurumu? Beliau menjawab “di masa lalu guruku
Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 107
adalah Sayyidi Syaikh Abd al-Salam al-Masyis, dan sekarang
aku menimba dari sepuluh lautan, yang lima di langit yaitu
Jibril, Mika’il, Izro’il, dan Ruh, dan yang lima di bumi yaitu Nabi
Muhammad saw., Abu Bakar al-Shiddiq r.a., Umar bin Khottob
r.a., Utsman bin Affan r.a., dan Ali bin Abi Tholib r.a.
Syaikh al-Mursi r.a. berkata: “aku melihat Syaikh Abu Madyan
al-Maghrobi menggelantung di kaki ‘Arasy”. Aku bertanya:
“bagaimana ilmumu dan derajatmu?” Beliau menjawab “
ilmuku ada tujuh puluh satu ilmu, sedangkan derajatku adalah
keempat Khulafaur Rosyidin dan menjadi kepalanya tujuh
wali Abdal”. Al-Mursi bertanya, “lalu bagaimana menurutmu
mengenai Sayyidi al-Sadzili?” Beliau melebihi di atasku empat
puluh ilmu, beliau adalah lautan yang tidak terjangkau " kata
Syaikh Abu Madyan. (Jamiul Ushul, hal. 8).
3 Syaikh al-Hindi, demikian pula Syaikh Muhammad al-Wanjali
seperti keterangan diatas, mengikrarkan bahwa Syaikh
Ahmad at-Tijani r.a. telah mencapai maqom (derajat) Syaikh
Abi al-Hasan al-Syadzili r.a., adalah ketika Syaikh Ahmad at-
Tijani masih pada permulaan suluk sebelum mencapai derajat
al-Qutbul al-Maktum wa al-Khotm al-Muhammadiyyi sebagai
derajat kewaliayan tertinggi yang tidak ada derajat kewaliyan
yang diatasnya dan tidak ada pula yang menyamainya.
4 Inilah sanad thoriqoh kholwatiyah Sayyidina Syaikh Ahmad
At-Tijani r.a. sebelum mendapat bimbingan dan idzin thoriqot
Tijaniyyah langsung dari Rosulullah saw. secara terjaga
(bertatap muka, tidak mimpi). Sanad ini bukan sanadnya
thoriqot Tijaniyyah sebagaimana yang didakwakan oleh
sebagian orang. Sanadnya Tijaniyyah ialah Sayyidina Syaikh
Ahmad At-Tijani langsung dari Rosulullah saw. Sanad
kholwatiyah tersebut ialah :
Sayyidina Syaikh Ahmad bin Muhammad At-Tijani al-Sayyid
al-Syarif al-Hasani r.a., dari Syaikh Mahmud al-Kurdi, dari Syaikh
al-Khifni, dari Syaikh Quthb al-Wujud al-Sayyid Musthofa, dari
Syaikh Abdullathif al-Kholwati al-Jili, dari Syaikh Musthofa al-
108 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah
Adnawi, dari Syaikh Ali Afandi Qorobasya, dari Syaikh Ismail
al-Jurmi, dari Syaikh Muhyidin al-Qosthomuni, dari Syaikh
Khoirudin al-Nagadi al-Kholwati, dari Syaikh al-Halabi Sulthon
al-Muqoddasi al-Kholwati, dari Syaikh Muhammad Bahaudin
al-Syarwani, dari Syaikh Sayyidi Yahya al-Bakubi, dari Syaikh
Shodrudin al-Jayyani, dari Syaikh Sayyidi al-Haj Izzudin, dari
Syaikh Muhammad bin Irim al-Kholwati, dari Syaikh Ibrohim
al-Zahid al-Kailani, dari Syaikh Sayyidi Jamaluddin al-Tibrizi,
dari Syaikh Syihabuddin Muhammad al-Syairozi, dari Syaikh
Sayyidi Ruknuddin Muhammad al-Najasyi, dari Syaikh Quthb
al-Din al-Abhari, dari Syaikh Abu al-Najib al-Suhrowardi, dari
Syaikh al-Imam al-Junaid bin Muhammad sayyid al-Thoifah
al-Bagdadi, dari Syaikh alSirri al-Saqothi, dari Syaikh Makruf
al-Karakhi, dari Syaikh Dawud al-Tho'i, dari Syaikh Hubaib
al-Ajami, dari Syaikh al-Hasan al-Bashri, dari al-Imam Ali bin
Tholib r.a. dari Nabi saw., dari Malaikat Jibril a.s., dari Allah
Robb al-Izzati jalla jalaluh.
5 Tentang bertemu dan berkumpul dengan Nabi saw. disebutkan
dalam hadis sebagai berikut :

Artinya: Dari Abi Hurairoh r.a. berkata, saya mendengar Nabi


Muhammad saw. bersabda: “barang siapa melihatku dalam
mimpi, maka niscaya ia melihatku dalam keadaan terjaga
(bertatap muka, tidak mimpi) (H.R. Bukhori).
Hadits ini dengan jelas mengatakan “melihatku dalam
keadaan terjaga” berarti berjumpa empat mata dengan Nabi
saw. Hal ini dinyatakan oleh Nabi saw. sendiri.
Syaikh al-Sya’roni dalam al-Mizan al-Kubro jilid 1 hal. 44
menyebutkan ”para imam mujtahidin setiap menetapkan

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 109


hukum, sebelumnya terlebih dahulu manjumpai Nabi saw. dan
menanyakan apakah hukum tersebut sudah benar atau belum,
dan diridhoi atau tidak?
Syaikh Abi Jamroh dalam Hasyiah Mukhtasor al-Bukhori
hal. 205 menyebutkan, “nama-nama para wali yang berjumpa
(bertemu) dengan Nabi saw. di antaranya ialah: Syaikh al-
Matbuli, Syaikh al- Shukhaimi, Syaikh al-Barowi, Syaikh Abd
al-Rohim al-Qonawi, Syaikh Abu Madyan al-Maghrobi, Syaikh
Abil Hasan al-Syadzili, Syaikh Ibrohim al-Dasuqi, Syaikh Abi
Su’ud bin Abil Asya’ir, Syaikh Abil Abas al-Mursyi, Syaikh Jalal
al-Din al-Suyuthi, Syaikh Ahmad al-Zawawi, dan beberapa
auliya lainnya yang disebutkan dalam kitab Tobaqotul Auliya.
Syaikh al-Mursi berkata: “bila saya tidak melihat Nabi saw.
sekejap, saya tidak menganggap diri saya termasuk golongan
orang Islam.
Dalam Khulashoh al-Wafiah hal. 13 disebutkan: “Sayidina
Syaikh Ahmad at-Tijani r.a. tidak pernah berpisah dari Rosululloh
saw. sekejap pun. Beliau bertanya dan bermusyawaroh dengan
Nabi saw. Sungguh ini adalah karomah yang paling agung dan
paling sempurna.
6 Ulama dan auliya al-arifin bersepakat bahwasanya ditalqin
wirid thoriqoh langsung oleh Nabi saw. adalah karomah paling
tinggi dan maksud paling agung yang diharapkan oleh semua
wali Qutub (Khulasoh Wafiyah, hal.13).
7 Karomah-karomah Sayyidina Syaikh at-Tijani r.a. tidak banyak
tertulis, karena bila ada yang menulisnya beliau merobek
atau membakarnya, sebab beliau tidak suka dengan karomah
dhohir (Jawahir al-Ma’ani jilid I,hal. 6).
Banyak karomah dhohir yang menakjubkan bagi wali,
namun bukanlah berarti bahwa wali yang tidak ketahuan
karomahnya itu lebih rendah derajatnya, seperti halnya
mukjizat Nabi Musa a.s. yang mengalahkan sihir, atau mukjizat
nabi-nabi lain yang lebih manakjubkan, itu tidak berarti

110 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


melebihi derajat Nabi Muhammad saw. yang pernah terkena
sihir .
8 Wali al-Qutb al-Maktum ialah wali yang menjadi perantara
antara para nabi dan para wali. Setiap wali Allah sejak Nabi
Adam a.s. hingga hari kiamat tidak mendapat Faidh dari Nabi
saw. melainkan dengan perantara wali al-Qutb al-Maktum
sekira mereka tidak mengerti.
Wali al-Qutb al-Maktum ialah Wali yang mendapat ilmu-
ilmu khusus dari Nabi saw. yang antara keduanya tidak ada
yang mengetahuinya kecuali Allah swt. Madad yang diterima
oleh wali al-Qutb al-Maktum dari Nabi Muhamad saw.
adalah juga madad yang khusus, tidak ada seorangpun yang
mengetahuinya. Berbeda dengan madad kepada wali-wali
lainnya. (Bughyatul-Mustafid,Hal. 129)
9 Yang dimaksud khotm al-auliya’ atau wali al-khotm ialah
wali yang mencapai pemungkas kesempurnaan derajat dan
martabat kewalian sehingga tidak ada derajat lagi di atasnya
selain derajat shohabat dan nabi. Bukan dimaksud tidak ada
wali setelah beliau r.a. (Ghoyatul Amany, hal. 92).
10 Semua wali quthub di semua zaman mengatakan dan bercerita
perihal wali al-khotm kepada para muridnya, dan mereka
mengharapkan memperoleh derajat itu.
Di dalam buku manakib Sulthon al-Auliya Syaikh Abdul
Qodir al-Jilani r.a. disebutkan beristimdad (bertawasul)
pertama kali adalah dengan Wali al-Khotm ini. Beliau berkata:
“Ya Khotmu" dengan munada nakiroh maqsudah (= memenggil
orang tertentu yang dituju tetapi tidak jelas orangnya) karena
beliau tahu adanya wali al-Khotm yang belum lahir sebagai
pusat dan sumber tawasul dan faidh (Manaqib Syaikh Abdul
Qodir "Nurul Burhan").
11 Adapun gelar Sulthon al-Auliya bagi Sayidi Syaikh Abdul
Qodir al-Jailani r.a. yang dimaksud ialah raja para wali pada
masanya. Demikian pula yang dimaksud pernyataan beliau:
Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 111
"Saya adalah guru semua wali Allah swt"
Demikian pula maksud pernyataan beliau:

"Telapak kakiku di atas semua wali Allah laki-laki maupun


perempuan".
Dalam maqolah yang lain berbunyi:

"Telapak kakiku di atas semua wali Allah laki-laki maupun


perempuan selain shohabat Nabi saw. dan para imam yang
maksum (= yang terjaga dari dosa)" (Tafrikh al-Khothir, hal.
28).
Ada pula makolah lain :

Artinya: "Telapak kakiku di atas semua wali Allah laki-laki


maupun perempuan selain shohabat Nabi saw. dan para imam
dari keturunan Nabi Muhammad saw. yang menjadi penutup
para nabi" (Tafrikhul Khothir, hal. 26).
Semua yang dimaksud gelar Sulthon al-Auliya dan
pernyataan-pernyataan Syaikh Abdul Qodir r.a. di atas adalah
bukan untuk masa secara mutlak, tetapi untuk masa
beliau hingga lahir wali Ghauts setelahnya yang diberi gelar
pula "sulthon al-Auliya". pengertian Sulthon al-Auliya ini,
ditunjukkan oleh dalil pernyataan Syaikh Abdul Qodir sendiri
di antaranya ialah:

112 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


"Saya adalah penunjuk jalan kepada Allah swt. di masa ini".
Demilkian pula oleh pernyataan Gurunya, yaitu Syaikh
Hammad bin Muslim ad-Dabbas r.a., Syaikh Hammad berkata
kepadanya ;

"Engkau adalah pemimpin orang-orang makrifat/para wali di


masamu". (Tafrikh al-Khothir, hal. 48).
Syaikh al-Imam Abi Ali Hasan al-Bashri yang hidup pada
zaman tabi’ al--tabi’in dengan mukasyafah memberitahukan
dan berkata:

Artinya: "Akan lahir Wali Ghauts agung yang mengatakan:


qodami ‘ala roqobati kulli waliyyin wa waliyyatin lillah, artinya:
telapak kakiku di atas semua wali Allah laki-laki maupun
perempuan. Bahwasanya dia adalah wali Qutub di zamannya".
(Tafrikh al-Khothir, hal. 14).
Syaikh al-Junaid al-Baghdadi yang hidup di zaman
sebelumnya juga berkata:

Artinya: "Dalam hatiku berkata karena aku tidak dari masa


hidupnya bagaimana aku meletakkan leherku" (Tafrikh al-
Khothir, hal. 26).
Syaikh Assayid Adam an-Naqsyabandi r.a. berkata:

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 113


"Kalau aku ada di zaman beliau (zaman Syaikh Abdul Qodir),
niscaya aku meletakkan telapaknya pada leherku, bahkan
dengan bangga aku berkata di atas kedua mataku". (Tafrikh al-
Khothir, hal. 21).
12 Semua wali Allah itu memperoleh madad, faidh, futuh, dan
masyrob kewaliyan dari Wali Quthb al-Ghauts. Wali Quthbul
Ghauts adalah guru dan pemimpin semua wali pada masanya.
Semua wali di masa itu mendapat faidh kewalian dan futuh
darinya. Oleh karena itu, semua Wali Quthbul Ghauts disebut
syaikh al-masyayikh dan sulthon al-'auliya. Gelar itu tidak
hanya bagi Syaikh Abd al-Qodir al-Jilani r.a. tetapi semua wali
Quthb perintis thoriqoh
Wali Quthb al-Ghauts ini mengalirkan faidh kewalian
tersebut adalah dari Wali al-Khotm al-Muhammadiy; Wali al-
Khotm al-Muhammady dari Nabi saw. dan dari para nabi lain
‘alaihimussalam.
Wali yang mendapat gelar Quthb al-Ghauts ialah wali
yang telah diangkat langsung oleh Nabi saw. menjadi
mursyid thoriqoh untuk membimbing umat, dan thoriqohnya
disandarkan kepada beliau, maka beliau terkadang menjadi
nama thoriqohnya dan disebut sebagai perintis thoriqoh
tersebut. Mereka ialah seperti Syaikh al-Sadzili, Syaikh Abd al-
Qodir al-Jilani, Syaikh Ahmad bin Muhammad at-Tijani, Syaikh
an-Naqsyabandi, Syaikh as-Suhrowardi, Syaikh as-Syatori,
Syaikh al-Qonawi, Syaikh al-Masyis, Syaikh al-Haddad, dan lain-
lain yang jumlahnya ada tiga ratus lima puluhan. Di Indonesia
yang berkembang kurang lebih sebanyak empat puluhan
sebagaimana yang saya terangkan pada buku "panduan
Thoriqoh Tijaniyyah dan pandangan Ulama Indonesia ".

114 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Para Wali Quthb al-Ghauts rodliallahu ‘anhum ini,
dinobatkan sebagai mursyid oleh Rosulullah saw. ialah ketika
sudah mencapai derajat (maqom) yang sempurna. Sebelumnya,
terlebih dahulu diangkat menjadi muridnya Rosulullah saw.
secara langsung dengan amalan thoriqoh yang dijalani dari
gurunya. Setelah kemuadian, baru diangkat menjadi Guru
Mursyid. Proses pengangkatan mursyid oleh Rosulullah saw.
ini adalah lantaran madad dan faidh dari Wali al-Khotm.
Mereka mengetahui hal ini. Mereka mengetahui pula
bahwa derajat Wali al-Khotm di sisi Allah swt. dan rosul-Nya
saw. tidak ada yang menyamai dan tidak ada yang lebih tinggi
darinya. Oleh karena itu, mereka semuanya bertawasul dan
beristifadh dengannya. Mereka, masing-masing mengharapkan
sekali dirinya lah yang memperoleh anugerah menjadi Wali al-
Khotm karena mereka tahu bahwa Wali al-Khotm Muhammadiy
itu hanya satu.
Selanjutnya, setelah madad dan faidh mengalir dari Wali
al-Khotm keapada para Wali Qutb al-Ghauts, kemudian dari
mereka disalurkan keapada semua wali di bawahnya yang
berada di bawah bimbingan mereka yaitu yang mengikuti
thoriqohnya.
Menyalurnya faidh atau madad ini adalah pada ruh dengan
ruh melalui ruh dari ruh ke ruh. Oleh karenanya, semua wali
itu dialiri madad langsung oleh ruh Wali al-Khotm selain
oleh Wali Ghauts penuntunnya sebagaimana Wali Ghauts
mengalirkan madad kepada wali yang disaluri madad oleh
guru muqoddam atau mursyid thoriqohnya. Bahkan wali
Ghauts mengalirkan karena Wali Khotm mengalirkan atau
bersama-sama dengannya. Mengalirnya madad dengan ruh
itu tidak seperti mengalirnya air di sungai atau sesamanya
yang bagian di atas tidak mau tahu dengan yang ada di
bawah. Berbeda dengan ruh, ia senantiasa menyambung,
memperhatikan, mengawasi, dan berasih-asihan kepada ruh
yang menyambung/berhubungan kepadanya, sebab ruh itu

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 115


ilfun maklufun (rukun dirukunkan) sebagaimana hadits Nabi
saw. Dengan demikian, Wali Khotm-lah yang memberi madad
kewalian kepada semua wali di semua zaman sejak awal
wujud hingga hari mau’ud (Kiamat) walaupun mereka tidak
tahu, namun semua Wali yang mukasyafah mengetahui.
Sayidi al-Arif Syaikh Ahmad al-Abdalawi berkata: “Badlul
‘Arifin yang telah kasyaf dan futuh di negeri Tunis berbicara
dengannya tentang ma’arif, asror, fuyudlot, dan anwar. Lalu
beliau berkata: “Saya adalah murid Thoriqoh Syaziliyyah,
namun saya melihat bahwa madad yang datang kepadaku
tiada lain kecuali perantara Sayyidina wa mawlana Ahmad at-
Tijani r.a. Semua orang yang diberi kasyaf oleh Allah swt. tahu
hal itu dengan nyata.” (Kasyf al-Hijab, hal. 7).
13 Semua syaikh thoriqoh (syaikh al-qudwah = perintis Thoriqoh)
mendapat jaminan dari Rosulullah saw. untuk ahli thoriqohnya,
yang masing-masing berbeda-beda tingkat dan macamnya.
Mengenai jaminan serupa ini, Imam al-Ghozali menyebutkan
dalam kitabnya Minhajul ‘Abidin (hal. 92).
Ketahuilah! Sesuatu yang datang dari Rosulullah saw. itu
ada dua, yaitu (1) untuk umum, yaitu hukum syariat, ini telah
putus dengan telah disempurnakannya syari’at dan wafatnya
Nabi saw. (2) untuk khusus, yaitu selain hukum syariat
yang disampaikan kepada orang-orang yang khusus seperti
shohabat yang khusus pada masa hidupnya. Selain syariat ini
adalah anugerah (fadhol) Nabi saw. kepada umatnya. Anugerah
Nabi saw. itu tidak putus sejak azali hingga selama-lamanya
karena Allah swt. menfirmankan-Nya dan memberikan-Nya,
sedangkan kalam dan pekerjaan Allah swt. itu tidak ada batas
waktu. Firman Allah swt.:

“Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu,


lalu kamu menjadi ridho” (Q.S.al-Dhuha: 5).

116 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Artinya: “Inilah anugerah kami; maka berikanlah (kepada orang
lain) atau tahanlah dengan tiada hitungan. Dan sesungguhnya
Dia mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan
tempat kembali yang baik “ (Q.S. Shaad: 39-40).

Artinya: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya


bershalawat untuk Nabi, Hai orang-orang yang beriman,
bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya dengan salam yang sempurna”
(Q.S. al-Ahzab: 56).
Allah swt. bershalawat, artinya Allah memberi rahmat
kepada Nabi saw. yang selalu baru yang belum pernah
diberikan. Di antara rahmat itu ialah anugerah. Pekerjaan
Allah swt. itu tidak ada awal dan tidak ada akhir. Oleh karena
itu, setelah Nabi saw. wafat Allah swt. tetap memberi anugerah
dan tidak putus, maka diberikanlah kepada umatnya karena
Nabi saw. adalah rohmatan lil’alamin.
Orang yang menganggap anugerah Nabi saw. kepada
umatnya putus setelah wafatnya, dengan menyamakan
seperti orang-orang mati lain, maka ia adalah tidak mengerti
martabat Nabi saw. dan su’ul adab. Matinya dikhawatirkan
su’ul khotimah (Bugyatul Mustafid, hal. 269).
Ingatlah riwayat Isro’ Mi’roj. Nabi saw. mendapat
kewajiban untuk umatnya mengerjakan sholat 50 kali dalam
sehari semalam. Kemudian Nabi Musa a.s menyarankan
agar mohon keringanan kepada Allah ‘Azza wa Jalla karena

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 117


umat ini menurutnya tidak akan mampu menjalankannya.
Lalu Nabi Muhammad saw. mengikuti saran tersebut, dan
mendapat keringanan menjadi 45 kali. Kemudian Nabi Musa
a.s. menyarankan lagi sampai berulang-ulang, akhirnya sholat
tersebut menjadi 5 waktu.
Inilah Nabi Musa a.s, orang yang sudah wafat menjumpai
orang yang masih hidup dan memberi anugerah kepada umat
Islam yang hidup di zaman setelahnya yang bukan umatnya.
Nabi Muhammad saw. itu lebih utama dan lebih berhak atas
hal tersebut, karena Nabi Muhammad saw adalah pemimpin
semua nabi dan nabinya umat ini.
14 Semua wali ghauts, itu memberi pernyataan menjanjikan
masuk sorga kepada murid-muridnya atau orang yang yakin
kepada mereka. Misalkan, Syaikh Abdul Qodir al-Jilani r.a.
berkata: “Demi kemuliaan Tuhanku dan keagungan-Nya, kedua
telapak kakiku tidak berhenti di hadapan Tuhan-ku hingga
aku bersama-sama kalian semua menuju sorga”. Syaikh Abdul
Qodir berkata pula: ”sesungguhnya Allah memberiku tidak
seorang pun muridku masuk neraka” (Tafrikh al-Khothir, hal.
53).
Demikian pula Syaikh Abu Madyan al-Maghrobi berkata:
“Allah Ta’ala berjanji kepadaku bahwa orang yang aku
melihatnya atau ia melihatku maka Allah mengharamkan
jasadnya masuk neraka” (Jawahir al-Ma’ani, jilid II, hal.100).
Diceritakan dalam Kasyf al-Hijab hal. 290, suatu ketika
raja berziaroh di makam Syaikh Abi Yazid al-Busthomi.
Raja bertanya kepada orang yang hadlir: “adakah orang
yang berjumpa semasa Syaikh Abi Yazid? Ditunjukkanlah
kepada seorang laki-laki yang sangat tua.” Pernahkah kamu
mendengar kata-kata beliau? Raja menanyai orang tua itu”.
Ia menjawab: “ya”. Beliau pernah berkata: “Allah Ta’ala
berjanji kepadaku bahwa orang yang melihatku maka Allah
mengharamkan neraka membakar jasadnya”. “Bagaimana
Abu Yazid mengatakan itu? Abu Jahal melihat Rosulullah saw.
118 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah
neraka membakarnya?”, sahut raja. Orang tua itu menjawab:
“Abu Jahal tidak melihat Rosulullah saw. tetapi melihat anak
yatim Abu Tholib”. Raja terdiam heran atas jawabannya dan
faham yang dimaksudkan.
Syaikh al-Imam al-Tsa’alibi r.a. berkata: “barang siapa
melihatku atau melihat orang yang melihatku hingga tujuh
orang aku menjamin untuknya masuk sorga“ (Kasyf al-Hijab,
hal. 289).
Demikianlah, para wali menjanjikan sorga kepada murid-
muridnya, tetapi tidak ada Wali Ghost atau Wali Qutub yang
menjanjikan sorga tanpa hisab kecuali Syaikhina Sayidina wa
Maulana Syaikh Ahmad at-Tijani Rodliallahu Anhu wa ‘anna
bihi.
Ini adalah karomah dan anugerah yang agung dari beliau
untuk kita. Semoga kita benar-benar menjadi golongannya.
Amin.
Ahli sorga tanpa hisab, Allah swt. telah menetapkannya
pada takdir-Nya yang tidak dapat diubah, maka tidak akan
menjadi ahlinya kecuali orang yang telah didahului takdir
beruntung ini. Ahli sorga tanpa hisab telah ditetapkan dalam
Firman Allah swt. sebagai berikut:

Artinya: “Dan kamu menjadi tiga golongan. Yaitu: (1) golongan


kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. Dan (2)
golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu. Dan (3)
orang-orang yang lebih dahulu (masuk sorga). Mereka adalah
orang yang didekatkan kepada Allah. Mereka dalam sorga
kenikmatan. (yaitu mereka) Segolongan besar dari orang-orang

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 119


terdahulu. Dan segolongan kecil dari orang-orang di kemudian
(Q.S. al-Waqi’ah: 7 – 14).
Assabiqun al-Muqorrobun (orang-orang yang lebih dahulu
masuk sorga yang didekatkan di sisi Allah), mereka ialah ahli
sorga ‘Iliyyin tanpa hisab yaitu para nabi, shohabat, syuhada,
dan siddiqin.
Jabir berkata: setelah turun ayat ini, wahyu berhenti tidak
turun hingga satu tahun, kemudian turunlah ayat ke- 39 dan
40 Surat al-Waqi’ah yaitu:

.    .   

Artinya: Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu


(umat sebelum nabi Muhammad saw.). Dan segolongan besar
pula dari orang-orang ahir (umat nabi Muhammad saw.). (Ibnu
katsir Jld.IV,hal.285)
Syaikh Abdurrohman al-Diba’i berkata dalam kitab
maulidnya:

Artinya: Hadits kedua dari ‘Atho bin Yasar dari Ka’ab al-Ahbar
: ….“sepertiga umatnya (nabi Muhammad saw.) masuk surga
tanpa hisab, dan sepertiga membawa dosa dan kesalahannya
kemudian diampuni (ahlil yamin), dan sepertiga membawa
dosa yang agung (ahlis syimal)”.
Diriwayatkan dari Amr bin Hazm al-Anshori berkata
bahwa Rosulullah saw. selama tiga hari tidak keluar rumah
kecuali sholat fardlu. Setelah hari keempat kami bertanya:
“Ya Rosulullah! Engkau mengurung dari kami, hingga kami
120 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah
menyangka turun wahyu baru. Nabi saw. bersabda: “tidak
turun wahyu melainkan turun kebaikan (berita gembira),
sesungguhnya Tuhanku Azza wa Jalla menjanjikanku
memasukkan ke sorga dari umatku 70.000 (tujuh puluh
ribu) orang tanpa hisab, pada tiga hari ini aku memohon
tambahan, lalu aku mendapatkan Dia Maha Agung dan Maha
Derma, maka memberiku setiap satu orang dari tujuh puluh
ribu itu bersama tujuh puluh ribu orang lagi. Aku bertanya:
“Ya Robb! Apakah umatku mencapai ini? Allah berfirman:
“Aku genapkan bilangannya untukmu dari oarng-orang ‘Arobi.
Seorang shohabat bertanya: “apakah engkau tidak minta
tambah kepada Tuhanmu?” Nabi saw. bersabda: “aku mohon
tambah lagi, lalu Allah menambahi tiga karukan”, Nabi saw.
sambil mengkaruk debu dengan kedua tangannya yang mulia
(H.R. Imam Baihaqi dan riwayat Imam Ahmad dan Thobroni
dari Abdurrohman bin Abu Bakar al-Shiddiq r.a.) (Ihya’u
Ulumuddin, al-Ghozali, jilid IV. Majalis al-Saniyyah, Syaikh
Nawawi al-Bantani, hal.128).
Tiga karukan itu adalah tiga kali golongan yang tidak bisa
dihitung jumlahnya setelah hitungan di atas. Jumlah hitungan
pengkalian di atas ialah 70.000 pertama ditambah 70.000
x 70.000 = 490.000.000 (empat ratus sembilan puluh juta),
total 580.000.000 (lima ratus delapan puluh juta). Jumlah ini
ditambah tiga kali golongan yang masing-masing tidak bisa
dihitung banyaknya.
Demikianlah, jumlah ahli sorga tanpa hisab yang ditetapkan
dalam Firman Allah swt. dan sabda Nabi saw. Semoga Allah
swt. menjadikan kita benar-benar orang yang beriman kepada
kitab dan rosul-Nya, dan memberi kepada kita kebaikan yang
difirmankan-Nya. Amin.
15 Orang yang cinta kepada thoriqoh Tijaniyyah tidak akan
meninggal dunia kecuali setelah mencapai derajat kewalian.

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 121


Pernyataan ini adalah sesuai dengan hadits di bawah ini :

Artinya: Dari Abi Hurairoh r.a. berkata, Nabi saw. bersabda:


Allah berfirman: ”Barang siapa memusuhi wali-Ku (yakni
memusuhi karena kewaliannya) maka Aku memberi tahu
kepadanya berperang”. (H.R. al-Bukhori).
Syaikh at-Tijani r.a. berkata: “dalam kandungan hadits
ini tersimpan arti ‘barang siapa berasih-asihan dengan
wali-Ku karena kewaliannya maka Aku memilihnya dan
mengangkatnya menjadi wali”
Ketahuilah! Setiap Wali Ghauts mendapat hak mengangkat
seseorang yang dikehendakinya menjadi wali seperti Syaikh
Abdul Qodir al-Jilani r.a. mengangkat seorang pencuri menjadi
wali Qutub (Tafrikh al-Khothir, hal. 22). Akan tetapi tidak ada
wali Ghaouts yang mengangkat menjadi wali kepada semua
ahli thoriqohnya (yang melaksanakan syarat-syaratnya
thoriqoh) tanpa terkecuali kecuali Sayyidina Syekh Ahmad
at-Tijani r.a. Adapun Wali Ghauts selain Syaikh at-Tijani r.a.
hanya menjanjikan murid-murid yang membawa/menyangga
asrornya wali tersebut (Kasyf al- Hijab, hal. 306).
16 Sifat-sifat Golongan pertama yang masuk surga bersama
Rosulullah saw. yaitu sebagai berikut:

Artinya: Dari Abi Bakar al-Siddiq r.a. berkata, bersabda


Nabi saw.: Aku diberi tujuh puluh ribu orang dari umatku

122 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


yang masuk sorga tanpa hisab, wajah-wajah mereka bagai
rembulan di malam purnama, hati mereka diatas hati satu
orang (satu hati), lalu aku mohon tambah kepada Tuhanku,
Allah menambahi setiap satu orang tujuh puluh ribu orang….
(Majalis al-Saniyyah, Syaikh Nawawi al-Bantani, hal.128).

Artinya: Dari Abi Hurairoh r.a. berkata, bersabda Nabi saw.:


“Golongan pertama yang masuk sorga dari umatku itu mereka
seperti bulan purnama, golongan setelahnya seperti bintang
yang sangat terang (H.R. Muslim).

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 123


Artinya: Rosulullah saw. bersabda : "Orang-orang faqir
umatku di hari kiamat wajahnya bagaikan rembulan,
rambutnya disulam mutiara dan intan, tangannya membawa
wadah dari cahaya. Mereka duduk di atas mimbar dari cahaya
sedangkan manusia dalam hisab. Ahli sorga memandanginya
lalu bertanya apakah mereka itu malaikat? Mereka berkata:
"tidak!". Malaikat juga memandanginya lalu bertanya: “apakah
mereka para Nabi?” Mereka berkata: "tidak! Bahkan kami
adalah umat Muhammad saw.” Malaikat bertanya: “dengan
sebab amal apa Allah swt. memberi kalian derajat setinggi ini?
Mereka berkata: "kami tidak banyak amal ibadah dan tidak
berpuasa tahunan, dan tidak pula sholat malam. Kami hanya
memelihara sholat lima waktu dengan berjamaah, dan ketika
kami mendengar nama Nabi Muhammad disebut mengalirlah
air mata kami, demikian pula ketika kami berdo'a dari hati
yang khusyu', dan kami mensyukuri atas kefaqiran yang
menimpa kami" (Durrotun-Nasihin, hal. 127).

Artinya: Dari Abi Sa'id al-Khudri r.a. Rosulullah saw. bersabda:


sesungguhnya ahli sorga melihat ahli sorga lain yang di atasnya
seperti melihat bintang bercahaya yang berjalan dari ufuk
timur atau barat, demikian ini karena derajat di antara mereka
tidak sama. Para sahabat bertanya: “ya Rosulallah apakah
itu derajat para nabi yang tidak bisa dicapai oleh selainnya?
Rosulullah saw. menjawab: “ya, demi Tuhan yang diriku pada
genggamannya, mereka adalah (bukan para nabi) tetapi orang-

124 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


orang yang beriman kepada Allah swt. dan membenarkan para
Rosul Allah SWT.

17 Sumber ingkar (tidak percaya) itu ada 2 (dua). Pertama adalah


hasud seperti yang dilakukan iblis la’anahullah kepada Nabi
Adam a.s. maka berhaklah untuk orang yang hasud apa yang
berhak untuk iblis. Ketahuilah! bahwa iblis mula-mula adalah
ahli zuhud, ahli beribadah, dan ahli bertaqarub kepada Allah
swt. selama lebih dari 80.000 (delapan puluh ribu tahun)
sehingga para malaikat menjulukinya sebagai az-zahid, al-
'abid, dan minal muqorrobin. Namun apa yang dijalankannya
selama delapan puluhan ribu tahun itu musnah dengan
sekejap karena sombong dan hasud. Sombong dan hasud ini
adalah yang menyebabkan iblis ingkar terhadap Nabi Adam a.s.
Semoga Allah tidak menjadikan kita seperti iblis la’anahullah.
Amin. Kedua adalah karena tidak tahu. Watak manusia itu
akan ingkar terhadap apa saja yang akalnya tidak mengerti,
hingga bila memungkinkan bisa berkata kepada janin dalam
rahim tentang “hidup di alam yang luas” niscaya janin itu tidak
akan percaya.
Demikianlah, manusia diciptakan bertingkat-tingkat dan
berada pada tingkatannya, dan ia menolak tingkatan yang
belum mencapainya. Orang yang berada pada tingkat ilmu
A tidak akan menerima ilmu tingkat B dan seatasnya. Bila
telah mendapat penjelasan ia baru paham, membenarkan,
dan percaya. Akan tetapi bila apatis tidak menerima, maka
ingkarnya adalah karena hasud, pasti!
Tingkatan kewalian dan tingkatan kenabian adalah sama-
sama tidak dapat dimengerti, maka ingkar terhadap kewalian
sama dengan ingkar terhadap kenabian. Firman Allah swt.:

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 125


Artinya: Sungguh Allah telah menciptakan kamu dalam
beberapa tingkatan (Q.S. al-Mu’minun: 14).
18 Larangan bagi ahli thoriqoh Tijaniyah berziaroh selain nabi,
shohabat, wali yang bukan kalangan Tijaniyah ini adalah
bukan karena larangan haram secara hukum syari'at, tetapi
itu adalah syarat dalam thoriqoh at-Tijaniyah. Bila murid
thoriqoh tidak menjalankan syarat ini, maka seperti anak
mengikuti sekolah sedangkan ia tidak diakui sebagai murid.
Jika tidak sanggup, hendaklah bertalkin (baiat) thoriqoh
lain, jangan tidak berthoriqoh, karena orang yang tidak
berthoriqoh dikhawatirkan su’ul khotimah. Semua thoriqoh
itu ‘ala hudan minallah dan menyampaikan wusul kepada
Allah swt. Setiap thoriqoh mempunyai syarat yang berbeda
antara yang satu dengan lainnya. Orang yang tidak mengerti
perbedaan ini adalah orang yang bukan ahli thoriqoh sehingga
tidak mengerti thoriqoh. Karena tidak menelaah ilmu-ilmu
dan hal-ihwal thoriqoh yang berhubungan dengan syari’at,
maka ia tidak mengerti hukum ziaroh ke makam wali secara
syari'at dan mengenai dilarangnya hal tersebut dalam syarat
thoriqoh ini.
Ketahuilah! bahwa ziaroh wali itu hukum asalnya jawaz
(diperbolehkan), dan setinggi-tinggi hukumnya menurut ijma’
semua ahli ilmu dan mazhab ahlissunah adalah mustahab
(disunahkan). Hukum ini bila ketika ziaroh itu tidak terjadi
perbuatan harom atau makruh menurut syari’at. Jika terjadi,
maka hukum jawaz-nya (kebolehannya) menjadi hilang,
karena “hukum berputar sesuai alasannya” (al-hukmu yaduru
ma’a illatihi). Terjadi perbuatan harom atau makruh tersebut
adalah seperti terjadi bercampurnya laki-laki dan perempuan
mahrom yang Sayyidina Umar r.a. melarang istrinya sholat
berjama’ah di Masjid Nabawi yang mulia. Atau seperti
timbulnya musyrik yang tidak bisa dihindari dari i’tiqod orang
awam ketika berziaroh.

126 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Ketahuilah, Nabi saw. semula mengharamkan ziaroh kubur
karena terjadi syirik, namun kemudian memperbolehkannya
setelah tidak terjadi syirik. Patuhlah kepada syari’at tidak
kepada hawa-nafsu atau fanatik yang salah.
19 Yang dimaksud ahli thoriqoh Tijaniyah tidak diperkenankan
ziaroh kepada wali lain adalah “tidak boleh bertawasul atau
beristimdad atau bertabaruk kepada wali lain” tersebut.
Mengapa? Sebab suluk thoriqoh itu membimbing ruh dalam
beribadah kepada Allah swt. dengan dituntun oleh ruh syaikh.
Dengan demikian, ruh murid thoriqoh berada pada genggaman
ruh syaikh. Oleh karenanya, ruh murid harus menyambung
dan terikat dengan ruh syaikh supaya dapat menghadap
kepadanya dan menengadah bimbingan rohani, sehingga
tersalur anwar, ma’arif, asror, futuhat, fuyudlot, mawahib, ‘ulum,
dan hikam. Menyalurnya semua ini adalah menurut kadar
menengadahnya, dan menengadahnya sesuai menghadapnya,
dan menghadapnya sesuai kadar menyambungnya, dan
menyambungnya itu sesuai kesungguhannya bersengaja
kepada syaikh. Jika tidak sungguh-sungguh dan menengok
kepada orang lain dengan tawasul, tabaruk, atau istimdad,
maka ruh murid itu tidak bisa menyambung alias putus dengan
ruh syaikh. Pada saat yang sama, ia pun tidak ada hubungan
dan sambungan dengan wali yang lain itu. Oleh karenanya,
baginya dalam thoriqoh tidak ada manfaat yang sesuai seperti
dikehendaki ulama sufi (alkaum), dan dengan wali lain yang
ditawasuli itu pun ia tidak ada hubungan dan sambungan apa-
apa. Sungguh merugilah ia.
Ketahuilah! Ziaroh maqbaroh wali Allah itu tidak luput
dari salah satu dari 3 (tiga) hal berikut ini:
1. Bertujuan karena Allah swt. semata, yaitu bertujuan
mengingat Allah swt., mengingat akhirat, mengingat
kematian, atau bertujuan ta’dzim kepada wali Allah swt.
2. Bertujuan ukhrowiyah atau diniyah, yaitu tabaruk,
istimdad, atau tawasul dalam urusan perkara-perkara
Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 127
akhirat atau ‘ubudiyah (seperti agar mendapat futuhat,
fuyudhot, dan lain-lain). Apabila dengan ziaroh ini diyakini
bahwa wali lain yang diziarohi itu tidak memberi manfaat
sesuai dengan tujuan, maka berarti ziarohnya kepada wali
lain tersebut sama dengan mentertawakannya (istihza’)
kepadanya; dan bila meyakini bahwa ziarohnya kepada
wali lain tersebut bermanfaat, maka berarti menyepelekan
syaikhnya sendiri dan meninggalkannya (syaikh yang
dimaksud pada istilah ahli sufi adalah bukan syaikh yang
telah mendapat izin membaiat/mentalkin wirid, tetapi
adalah syaikh al-qudwah = pendiri/perintis thoriqoh
seperti Sayidina Syaikh Ahmad at-Tijani, Syaikh al-Syazili,
Syaikh Abdul Qodir al-Jilani rodliallahu anhum, dan lain-
lain).
3. Tujuan tawasul untuk urusan duniawi. Ketahuilah! Wali
Allah itu senantiasa mengajak umat kepada akhirat
dan meninggalkan duniawi. Wali Allah itu membenci
keluhan-keluhan duniawi yang tidak sangat dhorurot.
Bagaimanakah bencinya wali Allah yang diziarohi ketika
orang yang bertawasul urusan duniawi mengeluh atau
meminta kekayaan karena tidak rela dengan pekerjaan
dan pemberian Allah swt.? Itulah ziarohnya mayoritas
orang awam dimakam Wali.

20 Semua thoriqoh diakhir zaman akan melebur menjadi dalam


satu thoriqoh Tijaniyyah. Yaitu ketika semua madzhab
menjadi satu madzhab. Madzhab itu ialah mazhab Imam
Abu Hanifah. Syaikh al-Sya’roni dalam al-Mizan jilid I, hal.
29 berkata “jumlah mazhab dalam syari’at ada tiga ratus
mazhab, semuanya terhapus tinggal empat yang berlaku yaitu
Mazhab Abu Hanifah, Mazhab Imam Malik, Mazhab Imam
Syafi’i, Mazhab Imam Ibnu Hanbal. Semua mazhab tiga ratus
itu pertama kali yang dibukukan ialah Mazhab Imam Abu
Hanifah, demikian pula yang paling akhir terhapusnya hingga

128 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


muncul Imam Mahdi, maka pada masa itu hanyalah Mazhab
Abu Hanifah yang berlaku (al-Mizan jilid I, hal. 49). Sejak masa
inilah semua thoriqoh melebur menjadi satu thoriqoh yaitu
thoriqoh at-Tijaniyah.
Syaikh al-Sya’roni dalam kitab yang sama pada halaman 49
berkata pula ”pada masa setelah munculnya Imam Mahdi ini
tidak ada keterikatan dengan salah satu mazhab sebelumnya,
sebagaimana penjelasan ahli kasyaf. Imam Mahdi mendapat
ilham hukum-hukum syari’at Nabi saw. dengan bertemu dan
bertanya langsung kepada Nabi saw. atau dengan tepatnya
hukum-hukum beliau dengan Nabi saw. yang bila sekiranya
Nabi saw. hadlir di hadapannya, Nabi saw. membenarkan dan
menetapkan semua hukum-hukum beliau itu. Sesuai Hadits
Nabi saw.:

Artinya: “Al-Mahdi mengikuti jejakku tidak luput” (al-Mizan


jilid I, hal. 49).
Dalam hadits ini, Nabi saw. mengisyaratkan bahwa al-
Mahdi al-Muntandhor akan mengikuti semua jejak Nabi saw.
baik hukum-hukum syari’at maupun thoriqoh, sedangkan
satu-satunya thoriqoh yang dinyatakan Rosulullah saw.
sebagai thoriqoh pribadinya ialah thoriqoh at-Tijaniyyah. Oleh
karenanya Al-Mahdi kelak bertalkin thoriqoh at-Tijaniyyah.
Semoga Allah menjadikan kita mengikuti jejak Nabi saw. Amin.
21 Nabi saw. menjumpai salah satu murid Syaikh At-Tijani r.a. dan
bersabda bahwa : Toriqoh Tijani adalah thoriqohnya Nabi saw.
sendiri. Orang yang masuk thoriqoh Tijani senantiasa dalam
pemeliharaan dan perlindungan Nabi saw. dan memperoleh
semua apa yang dikatakan Syaih at-Tijani r.a. Murid yang
dijumpai tersebut ialah Sayyidi Syaikh Sayyid Muhammad al-
Gholi Abu Tholib (Ghoyatul Amani).

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 129


22 Berkata Sayyidina Syaikh at-Tijani Rodliallahu ‘anhu wa ‘anna
bihi: ”meninggalkan thoriqoh lain ini adalah syarat dalam
thoriqoh at-Tijaniyyah yang agung, yaitu tidak diperkenankan
merangkap dengan thoriqoh lain, orang yang akan masuk
thoriqoh Tijaniyah bila sudah mengikuti thoriqoh lain,
thoriqoh lain itu harus dilepas dan ditinggalkan selamanya.
Rosulullah saw. menjamin bahwa Allah swt. tidak akan
menimpakan madlorot (kuwalat = Jawa) baginya di dunia
maupun di ahirat. Ini adalah janji yang ditepati Rosulullah
saw. Bila sanggup dengan syarat ini orang tersebut boleh
bertalkin (baiat) thoriqoh Tijaniyah, bila merasa berat maka
tetaplah pada thoriqoh lain tersebut. Sesungguhnya semua
thoriqoh (mu’tabaroh) itu adalah atas petunjuk Allah swt.
Siapa saja yang telah mendapat izin mentalkinkan thoriqoh
Tijaniyyah (muqoddam) harus memelihara syarat ini. Tidak
boleh menalkin seseorang yang telah mempunyai thoriqoh
masyayekh. Bila melanggar syarat ini maka tercabut izin
mentalkinkannya (izin menjadi muqoddamnya) dan tidak
berguna mentalkinnya baik untuk diri muqoddam maupun
untuk orang yang ditalkin. Kukuhkanlah syarat ini dan
amalkan” (Jawahir al- Ma’ani, jilid I, hal. 104).
Larangan merangkap thoriqoh lain ini tidak hanya
Sayyidina Syaikh at-Tijani r.a. yang menjadikan syarat dalam
toriqoh, tetapi sebelumnya, masyayekh thoriqoh lain telah
memberlakukannya, seperti Syaikh al-Matbuli, Syaikh
Mukhtar al-Kunti, Syaikh Ibnul ‘Arobi, Syaikh al-Dardiri, dan
lain-lainnya.
Syaikh Ibnul ‘Arobi dalam kitab al-Futuhat pada bab ke-
181 berkata:

130 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Artinya: ”Tidak beruntung sama sekali seorang murid
thoriqoh berada di antara dua guru sebagaimana alam tidak
bisa berada di antara dua tuhan dan seorang perempuan di
antara dua suami (al-Rimah jilid I, hal.154).
Syaikh al-Sya’roni berkata:

Artinya: ”Sesungguhnya tidak sah seorang mujtahid atau


syaikh membangun di atas mazhab lain atau thoriqoh lain” (al-
Mizan al-Kubro, jilid I, hal. 23).
Sayidi Syaikh Ali al-Khowash berkata:

Artinya: “Sesungguhnya adanya ulama syariat mengharuskan


menetapi satu mazhab tertentu dan ulama haqiqat
mengharuskan murid menetapi satu syaikh thoriqoh tertentu
adalah untuk memudahkan jalan (kepada Allah)” (al-Mizan al-
Kubro, jilid I, hal. 23).
Madzhab adalah menata ibadah dhohiriyah sedangkan
thoriqoh adalah menata ibadah bathiniyah. Sebagaimana
tidak boleh merangkap madzhab, begitu pula tidak boleh
merangkap thoriqoh, maka tidak dibenarkan dalam suluk
thoriqoh merangkap thoriqoh lain dengan tujuan tabaruk. Itu
namanya bukan suluk yang dimaksud ulama sufi (ahlillah).
Sayidi Syaikh Umar bin Sa’id al-Futi dalam kitabnya al-
Rimah memetik keterangan Syaikh al-Dardiri dari Tuhfatul
Ikhwan sebagai berikut:

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 131


Artinya: “Anjuran saya ini adalah kepada murid thoriqoh yang
benar-benar, sungguh-sungguh, berkemauan tinggi, bukan
orang yang menerima zikir dengan maksud tabaruk. Syaikh-
syaikh thoriqoh yang asal menalqin dzikir setiap orang yang
bertalqin adalah salah. Itu sedikit pun bukan thoriqoh ahlillah
(para wali/ulama sufi)” (al-Rimah, jilid I, hal. 155).
Ibnu Hajr al-Haitami berkata:

Artinya: “Mengambil (bertalqin/bai'at) thoriqoh dari guru


yang banyak itu berbeda antara yang bertujuan tabaruk
dengan yang bertujuan tarbiyah dan suluk, yang pertama
mengambil dari siapa saja yang mau tidak ada larangan.”
(Fatawi al-Haditsiyah, hal. 57).
Bertalkin kepada beberapa syaikh dengan tujuan tabaruk
itu tidak ada larangan, berbeda dengan yang bertujuan
tarbiyah dan suluk. Tabaruk ialah orang yang sudah masuk
(talkin/bai'at) suatu thoriqoh kepada seorang guru kemudian
talkin lagi dalam satu thoriqoh yang sama kepada guru lain
yang lebih tinggi dan lebih sempurna. Jika talkinnya lagi
kepada guru lain tersebut pada thoriqoh lain yang berbeda,
itu namanya bukan tabaruk tetapi suluk dan tarbiyah, karena
masuk suatu thoriqoh itu namanya suluk dan tarbiyah pada
thoriqoh tersebut. Ibnu Hajar mengatakan yang pertama

132 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


itu boleh, sedangkan yang kedua, tidak, dikarenakan hal itu
adalah berpaling dan meninggalkan Syaikh pertama yang
masih dalam genggaman tarbiyah thoriqohnya. Sebagaimana
dalam pembahasan ziarah kepada wali lain.
23 Orang yang telah masuk thoriqoh Tijaniyah lalu keluar ke
thoriqoh lain, ia akan dijauhkan dari sisi Allah (tidak akan bisa
wusul), dihilangkan cintanya kepada Syaikh Ahmad at-Tijani
r.a. dan mati kafir. Perihal ini ada dua alasan, yaitu: Pertama,
karena Sayyidina Syaikh Ahmad at-Tijani r.a. adalah cucu
(ahli bait) Rosulullah Muhammad saw. Dalam hadits yang
diriwayatkan oleh banyak shahabat, Nabi saw. bersabda:

Artinya: “Ahli baitku pada kamu semua umpama perahu


Nuh a.s., siapa orang menaikinya selamatlah ia, dan siapa
orang meninggalkannya hancurlah ia”; pada satu riwayat
“tenggelamlah ia”; pada riwayat lain “maka ia dimasukkan
neraka” (Is’afur Roghibin, hal. 120 dan Jami’usshoghir).
Dalam hadits ini Nabi saw. berkata “meninggalkan”
artinya mengikuti lalu meninggalkan dengan merasa udzur
dan membuat-buat alasan. Berbeda dengan “tidak pernah
mengikuti”, maka tidak disebut “meninggalkan”. Orang
mengikuti suatu golongan lalu meninggalkannya karena
merasa udzur, niscaya ia di kemudian hari akan membencinya.
Orang membenci golongan Ahli Bait, terhadapnya Rosulullah
saw. dalam hadits riwayat Hakim dari Abi Sa’id bersabda:

Artinya: “Tidak ada orang membenci kami ahli bait melainkan


Allah akan memasukkan dia dalam neraka”.

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 133


Dalam hadits lain Nabi saw. bersabda:

Artinya: “Ingatlah! Siapa saja mati di atas membenci keluarga


Muhammad maka mati kafir”.

Artinya: “Siapa saja mati di atas membenci keluarga Muhammad


maka tidak akan mencium bau sorga”.

Artinya: “Tetaplah kamu mencintai kami ahli bait. Barang siapa


menghadap Allah Azza wa Jalla dan ia mencintai kami maka ia
masuk sorga”.
Kedua: karena thoriqoh at-Tijaniyah ini adalah thoriqoh
pribadinya Rosulullah saw. sendiri. Semua thoriqoh
mu’tabaroh adalah dari Nabi saw. dan semua perintisnya
(Syaikhul Qudwah) mengatakan bahwa thoriqohnya atau
sanadnya atau silsilahnya adalah paling tinggi dan paling
utama. Pernyataan ini haq, jangan disalahfahami sebagai
promosi atau takabur, karena semua perintis thoriqoh adalah
Wali Qutub yang sempurna yang hanya melihat keagungan
Allah swt., sama sekali tidak menengok atau melihat
keagungan selain keagungan Alloh swt. termasuk dirinya
sendiri. Oleh karena itu, mereka tidak mencari keagungan
atau kebesaran di hadapan manusia, sebab tidak ada orang
mencari keagungan di hadapan manusia melainkan orang
yang tidak merasakan keagungan Allah swt. dan keagungan
di hadapan-Nya. Sikap seperti itu bukan sifat wali. Para wali
Allah mengatakan pernyataan-pernyataannya bersih tidak
karena mencari pengikut melainkan karena adanya adalah
haq yang harus disampaikan atau karena perintah langsung

134 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


dari Nabi saw. atau ilham dari Allah swt. Lalu, pernyataan
masing-masing wali Allah bahwa thoriqohnya atau amalan
tertentu darinya adalah paling utama dan paling tinggi, semua
itu bagaimana? Ketahuilah! Paling utama dan paling tinggi itu
maksudnya adalah di masanya hingga lahir yang baru.
Demikianlah tentang pernyataan-pernyataan keutamaan
thoriqoh para wali, tetapi tidak ada wali yang menyatakan
bahwa Rosulullah saw. mengatakan thoriqohnya adalah
thoriqoh pribadinya Nabi saw. sendiri kecuali Syaikh at-Tijani
r.a. Oleh karenanya, orang yang sudah masuk thoriqoh at-
Tijaniyah kemudian keluar maka dikeluarkan dari hadapan
Rosulullah saw., dan orang yang dikeluarkan dari hadapannya
ia dikeluarkan dari hadapan Allah swt., dan orang yang
dikeluarkan dari hadapan Allah swt., ia mati kafir. Semoga
Allah swt. melindungi kita dari hal seperti itu.
24 Semua wali menyebutkan bahwa ahli thoriqohnya sebagai
muridnya, dan semua ahli thoriqoh menyebut dirinya sebagai
murid auliya’ tersebut, seperti ahli thoriqoh Qodiriyah
atau Syadziliyah sebagai murid Syaikh Abdul Qodir r.a. atau
Syaikh Abul Hasan as-Sadzili r.a. Hal ini adalah suatu yang
telah disepakati oleh semua kalangan ahli ilmu Allah dan
tidak ada seorang pun yang ingkar. Demikian pula dengan
Syaikhuna at-Tijani r.a. mengatakan bahwa ahli thoriqohnya
merupakan murid dan shahabat Nabi saw. adalah bukan suatu
yang diingkari di kalangan ahli Allah seperti halnya auliya’
mengatakan “guruku adalah Rosulullah saw”.
Jika ada orang bertanya: ”bagaimanakah ahli thoriqoh
Tijaniyah disebut shahabat, sedangkan Nabi saw. telah wafat
dan mereka tidak berjumpa pada masa hidupnya?“ Jawabnya
adalah “bagaimana disebut murid Syaikh Abdul Qodir atau
Syaikh As-Sadzili padahal sangat jauh tidak menjumpai masa
hidupnya? “.
Dalam hadits sohih riwayat Muslim dari Abi Burdah dari
ayahnya dari Rosulullah saw. disebutkan:
Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 135
Artinya: “Bintang-bintang adalah keselamatan bagi langit
maka ketika bintang-bintang itu tiada, datanglah kepada langit
apa yang dijanjikan, dan aku adalah keselamatan bagi sahabat-
sahabatku maka ketika aku tiada datanglah kepada mereka
apa yang mereka dijanjikan, dan sahabat-sahabatku adalah
keselamatan bagi umatku maka ketika sahabat-sahabatku
tiada, datanglah kepada umatku apa yang dijanjikan.”
(H.R.Muslim, jilid I, hal. 410).
Datangnya hari yang dijanjikan kepada umat adalah hari
kiamat, maka hadits ini menunjukkan adanya shahabat setelah
wafatnya Nabi saw. selagi kiamat belum datang. Siapakah
mereka? Mereka adalah sebagaimana keterangan berikut ini.
Diriwayatkan dari Abi Hurairoh r.a. dari Rosulullah saw. Beliau
bersabda:

Artinya: “Demi Tuhan yang diri Muhammad dalam kekuasaan-


Nya, sungguh akan datang atas salah seorang di antara kalian
hari yang tidak melihatku, kemudian sungguh ia melihatku
lebih dicintai (disukai) orang itu daripada keluarganya dan
hartanya bersama mereka”.
Dalam hadits ini Nabi saw. bersabda bahwa “salah satu di
antara kamu sekalian” dengan menyandarkan kepada shohabat
yang hadir, maka artinya orang tersebut adalah tergolong
shohabat, jika tidak, tentunya Nabi saw. tidak mengatakan:
“salah seorang di antara kalian “

136 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Dalam hadits ini pula Nabi saw. bersabda “sungguh
melihatku ”dengan lam ibtida”. Dalam ilmu nahwu hal ini
menunjukkan pasti, artinya orang tersebut pasti melihat
Nabi saw. walaupun dengan “khayalan”. Dalam hadits lain
disebutkan bahwa syetan tidak bisa mengkhayalkan Nabi saw.,
maka terkhayalkan melihat atau berkumpul dengan Nabi saw.
itu haq, maka berarti telah melihat atau berkumpul dengan
Nabi saw. walaupun tidak melihat dangan mata kepala. Inilah
yang disebut hakikat shohabat menurut ijma’ semua ahli ilmu,
yaitu "orang yang berkumpul dengan Nabi saw. serta merta
iman kepadanya walaupun tidak melihat". Adapun batasan
menjumpai pada masa hidup Nabi saw. dalam definisi istilah
ahli hadits itu adalah untuk menjaga kesohehan hadits, bukan
pengertian hakikat shahabat.
Ahli thoriqoh Tijaniyyah ketika dzikir Wadzifah dan dzikir
Hailalah ba’da ‘Ashr al-Jum’ah, Rosulullah saw. bersama
Khulafaurrosyidin hadlir berkumpul walaupun tidak nampak
terlihat mata. Ini adalah penyebutan sohabat sesuai ijmak
semua ahli ilmu tersebut.
Ahli thoriqoh Tijaniyyah, sesuai dengan tingkat
keyakinannya terhadap thoriqoh, ia semakin kuat pula
keyakinannya terhadap hadlirnya Rosulullah saw. bersama
Khulafaurrosyidin dan yakinnya berkumpul dengan mereka
sehingga seolah-olah melihat dengan mata. Itulah makna
sabda Nabi saw.: “sungguh ia melihatku” dan sabda Nabi saw.
“salah seorang di antara kalian". Hadits di atas sangat jelas
menunjukkan kesohabatan ahli thoriqoh Tijaniyah yang mulia
dan luhur dan dekat kepada Nabi saw. Berbeda dengan hadits
di bawah ini yang sama diriwayatkan Imam Muslim dari Abi
Hurairoh r.a.:

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 137


Artinya: “Di antara umatku yang sangat cinta kepadaku, yang
berada setelah wafatku, salah satu mereka mengharapkan/
sangat suka sekali bila melihatku bersama keluarganya”.
Kalimat “salah satu mereka" menunjukkan bukan shohabat,
dan kalimat “sangat suka sekali bila melihatku” menunjukkan
tidak melihat, sebab kalimat dalam hadits adalah dengan
huruf “ ” setelah “ ”, dalam ilmu Nahwu, tersebut
adalah menunjukkan mashdariyah dan harapan yang tidak
terjadi (imtina’) seperti ayat:

Artinya: “antara mereka sangat suka/mengharap diberi umur


seribu tahun”.
25 Rosulullah saw. memberitahukan bahwa Ahli thoriqoh
Tijaniyah dan para sahabatnya ada kesamaan yang sempurna,
dengan kesamaan itu mereka disisi Allah swt. lebih besar dari
pada para pembesar-pembesar wali Qutub, ‘Arifin dan wali-
wali Ghouts walaupun lahiriyah mereka dari golongan orang
awam. Ketahuilah! setinggi-tinggi derajat Wali Qutub itu
adalah di bawah derajat para shahabat Nabi saw. Di antara para
shahabat banyak terdapat golongan awamnya. Diantaranya,
dari kaum petani atau kaum buruh yang terkadang sesama
shohabat tidak dikenal namanya apalagi oleh kita dizaman
sekarang. Bahkan shohabat yang merawikan hadits banyak
pula yang tidak masyhur kebesarannya seperti Wali Qutub.
Akan tetapi mereka lebih besar daripada Wali Qutub yang
tekenal kebesarannya.
Ahli thoriqoh Tijaniyah walaupun lahirnya nampak orang
awam yang rendah dalam pandangan manusia, namun derajat
mereka sama seperti shohabat Nabi saw., karena Nabi saw.
mengatakan kesamaan yang sempurna antara mereka dengan
para shohabat beliau. Oleh karenanya, derajat mereka di sisi
Allah swt. lebih tinggi daripada setinggi-tinggi Wali Qutub

138 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Sayyidina Syaikh at-Tijani r.a. berkata: ”jika semua wali
qutub dikumpulkan menjadi satu, mereka tidak akan bisa
mengimbangi sehelai rambut pun dari lautan satu orang
ahli “Thoriqoh Tijaniyah”. Ahli thoriqoh Tijaniyah mendapat
anugerah setinggi ini adalah mereka yang sungguh-sungguh
dan benar-benar tinggi himmah (kemauan) dan mahabah-nya
(cintanya). Menepati semua syarat dan perintah. Di antaranya
tidak mengharap berkah, tidak istimdad, tidak tawasul kepada
wali lain. Berjama’ah sholat lima waktu bila imamnya tidak fasiq
dan tidak ingkar terhadap wali, dan berjamaahnya di masjid
yang tidak terdapat kemungkaran. Berjamaah dzikir wadzifah
dan dzikir hailalah. Adapun yang tidak ada kesungguhan
seperti itu, maka tidak ada pembicaraan untuknya (al-Rimah,
hal.18).
26 Sayyidina Syeikh At-Tijani r.a. berkata:” Persamaan antara
wali-wali Qutub denganku adalah sama dengan persamaan
antara orang-orang awam dengan wali-wali Qutub”
27 Semua Wali sejak Nabi Adam a.s. hingga hari kiamat selain
shohabat Nabi saw. adalah memperoleh kewaliyan karena
madad Syaikh At-Tijani r.a.. Mereka bai’at thoriqoh kepada
Syaikh At-Tijani r.a.. di alam ghoib.
Dalam kaitannya hal ini, sayyiduna Syaikh at-Tijani r.a.
berkata mengenahi makolah “Syaikh Abdul Qodir al-Jailani
r.a.: ”Telapak kakiku ini di atas leher semua Wali Allah Ta’ala”,
yakni maksudnya wali-wali di masanya (karena Syaikh
Abdul Qodir sendiri berkata “Ana dalilul waqti”); adapun
aku, “kedua telapak kakiku ini adalah di atas semua Wali
Allah Ta’ala sejak Nabi Adam a.s hingga hari terompet ditiup”.
Sayidi Muhammad al-Gholi r.a., salah satu murid Syaikh
Ahmad bertanya: “Ya Sayyidi, bagaimana engkau berkata
demikian bila ada seseorang setelah engkau berkata seperti
yang engkau katakan? Syaikh at-Tijani r.a. menjawab: ”Tidak
akan ada seorang pun wali setelahku mengatakannya. Al-
Gholi mengejar pertanyaan: “Ya Sayyidi, engkau membatasi

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 139


keluasan kuasa kepada Allah Ta’ala. Apakah Allah tidak kuasa
memberi futuh kepada wali lalu memberinya pemberian, faidh,
tajalli, maqom, ma’rifat, ilmu, asror, kenaikan maqom dan
ahwal yang lebih banyak daripada yang diberikan kepadamu?”
Beliau menjawab: “Ya, benar bahkan lebih banyak daripada
itu, tetapi Allah swt. tidak melakukannya karena Allah tidak
menghendaki-Nya. Adakah setelah Nabi Muhammad saw. Allah
tidak kuasa menjadikan nabi seseorang dan mengutusnya
kepada makhluk dan memberinya lebih banyak daripada yang
diberikan kapada Nabi Muhammad saw?” Jawab Syaikh at-
Tiani balik bertanya. Al-Gholi r.a. menjawabnya: “Ya... tetapi
Allah tidak melakukannya” (al-Rimah, jilid II, hal. 17).
28 Syaikh Abi al-Faiyd Ahmad at-Tijani r.a. berkata: “Alhamdulillah
pada waktu ini Allah swt. telah memberiku mencapai martabat
Syaikh Abdul Qodir al-Jailani r.a. dan memberi lebih 40
derajat di atas derajat yang diberikan kepadanya. ini adalah
ketika masih pada masa bidayah sebelum diangkat mencapai
martabat "Khotm al-Auliya". Lihat endnote 2.
29 Menurut faham aqidah yang haq yaitu aqidah Ahlisunah,
aqidah yang tidak ada seorang pun ulama’ yang menentangnya,
bahwa sorga adalah karunia (fadhol) dari Allah swt. yang telah
ditetapkan dengan taqdir-Nya. Sorga adalah bukan karena amal
ibadah, melainkan orang yang ditaqdirkan sorga, ditaqdirkan
pula menjalankan amal-amal ibadah ahli sorga. Oleh karenanya
mudah mnjalankannya. Sebaliknya, orang yang ditaqdirkan
menjadi ahli neraka, ditakdirkan pula menjalankan amal
perbuatan ahli neraka. Oleh karenanya ia berat menjalankan
amal ibadah ahli sorga dan dimudahkan pada amal perbuatan
ahli neraka. walaupun tampak lahirnya perbuatan tersebut
adalah perbuatan ahli sorga. Contoh seperti amal ibadah yang
dijalankan karena manusia atau karena duniawi. Termasuk
diantaranya lagi ialah khutbah-khutbah yang mengatasnakan
dakwah atau mengajar ilmu agama untuk menentang adanya
karunia sorga,

140 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Orang yang beri’tiqod bahwa sorga itu karena amal ibadah,
menurut semua ulama Ahlisunah aqidah tersebut adalah
aqidah Mu’tazilah yang sesat. Adapun firman Allah swt.:

Artinya: “Masuklah kamu sekalian ke dalam sorga dengan amal


perbuatanmu”.
Hisyam al-Anshori dalam kitabnya al-Mughni al-Labib
tentang Nahwu Jilid I, hal. 91 mengatakan: ”ba” pada kalimat
" " adalah bermakna imbalan (ba’ muqobalah), bukan
bermakna sabab (ba’ sababiyah), artinya: “Allah memberi
masuk sorga sebagai imbalan amal soleh, bukan disebabkan
amal soleh”. Imbalan adalah derma atau karunia, bukan upah,
derma atau karunia itu diberikan semata-mata karena rahmat
(sayang) tidak karena keta'atan atau pengabian. Terkadang
orang yang tidak mengabdi atau tidak ta'at pun diberi derma
atau karunia, karena sayang (rahmat) telah mendahului.
Demikianlah, "sorga diberikan karena rahmat dan karunia"
sabda Nabi saw.:

Artinya: “Tidaklah amal seseorang dari kalian akan


memasukkan ke sorga. Para sahabat bertanya “dan tidak juga
engkau ya Rosulallah? Nabi saw. menjawab “dan tidak juga aku,
kecuali Allah menganugrahiku dengan rahmat dari-Nya dan
karunia-Nya (H.R. Muslim dari Abi Hurairoh r.a).

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 141


Artinya: Dari Abi Hurairoh r.a., Rosulullah saw. bersabda:
“Tidaklah amal seseorang dari kalian dapat menyelamatkannya
(dari siksa neraka). Seorang sahabat bertanya: “dan tidak
Engkau ya Rosulallah? Nabi saw. menjawab: “dan tidak juga
saya, kecuali Allah menganugrahiku dengan rahmat dari-Nya,
tetapi kencangkanlah (jangan teledor). (H.R. Muslim).

Artinya: Dari Jabir, Rosulullah saw. bersabda: ”Tidaklah amal


seseorang dari kalian dapat memasukkannya ke sorga dan
menyelamatkannya dari neraka, dan tidak pula saya kecuali
dengan rahmat dari Allah swt. (H.R. Muslim).

142 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Artinya: Dari Abdillah r.a, Rosulullah saw. bersabda:
……“Kemudian ditiup ruh dan diperintahkan menulis
empat kalimat: menulis rizkinya, ajalnya, amalnya, celaka
atau beruntung. Demi Allah yang tiada Tuhan selain-Nya,
sesungguhnya seseorang dari kalian niscaya beramal dengan
amal ahli sorga sehingga antaranya dan antara sorga hanya
satu ziro’, lalu catatan taqdir mendahuluinya maka beramal ahli
neraka kemudian memasukinya; dan sesungguhnya seseorang
dari kalian niscaya beramal dengan amal ahli neraka sehingga
antaranya dan antara neraka hanya satu ziro’, lalu catatan
taqdir mendahuluinya maka ia beramal ahli sorga kemudian
memasukinya (H.R. Muslim).

Artinya: Dari Ali r.a. sesungguhnya Rosulullah saw. bersabda:


”Tiada seseorang dari kalian melainkan telah diketahui tempat
tinggalnya dari sorga atau neraka, para sahabat bertanya:
Ya Rosulallah! untuk apa kita beramal apakah kita tidak
bergantung saja? Nabi saw. bersabda: Beramallah! Maka Setiap
kalian akan dimudahkan terhadap apa yang kalian diciptakan
karenanya (HR.Muslim).

Artinya: Dari Sahal bin Sa’ad r.a., sesungguhnya Rosulullah


saw. bersabda: ”Sesungguhnya seseorang menjalankan

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 143


amal perbuatan ahli sorga pada tampak kelihatan manusia
sedangkan ia adalah dari ahli neraka, dan sesungguhnya
seseorang menjalankan amal perbuatan ahli neraka pada
tampak kelihatan manusia sedangkan ia adalah dari ahli sorga”
(H.R. Muslim).
Berdasarkan hadits tersebut, banyak amal perbuatan
tampaknya amal ibadah, tetapi tidak demikian di sisi Allah
swt. Justru amalannya membuat dia menjauh dan berpaling
dari-Nya. Bahkan, untuk menentang atau membantah
terhadap peringatan dan ancaman-Nya, misalnya untuk
mendapatkan harta yang diciptakan untuk menjauh dari-
Nya dan diciptakan sebagai alat iblis untuk memusuhi-Nya.
Demikian untuk harta, begitu pula untuk meraih hati manusia
yang membelokkan dan memalingkan dari Allah swt., sehingga
banyak sholat berjamaah baik ma’mum atau imam tidak untuk
menyembah Allah swt. tetapi untuk menjadi pemuka atau
mencari pengaruh. Yang demikian itu, lahirnya amal sorga dan
beribadah kepada Allah swt. tetapi hakikatnya menyembah
manusia dan amal neraka.
30 Semua jaminan yang dijanjikan Rosulullah saw. kepada
Sayyidina Syaikh r.a. ini adalah fadhol (anugerah, karunia) dan
rahmat Allah swt. Seseorang tidak akan mempercayai jaminan
tersebut kecuali yang mempercayai fadhol dan rahmat Allah
swt. dan mengerti bahwa rahmat dan fadhol Allah itu maha
luas dan maha besar. Allah swt. menjanjikan dalam firman-
Nya:

Artinya: “Allah menjanjikan untukmu ampunan dari-Nya dan


anugerah; dan Allah Maha Luas (anugerah-Nya) lagi Maha
Mengatahui” (Q.S. al-Baqoroh: 268).

144 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Artinya: “Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-
orang mukmin bahwa sesungguhnya bagi mereka anugerah
(karunia) yang besar dari Allah” (Q.S. al-Ahzab: 47).
Sungguh anugerah Allah Maha Agung, rahmat-Nya Maha
Luas, dan memberikannya kepada orang-orang tertentu yang
dikehendaki-Nya. Allah swt. dengan ilmu-Nya yang maha luas
pula mengetahui siapa orang tertentu tersebut yang berhak
dikehendaki dan dipilih mendapat anugerah-Nya dan rahmat-
Nya yang maha luas dan agung itu. Allah swt. berfirman:

Artinya: "Katakanlah: Sesungguhnya karunia itu di tangan


Allah. Allah memberikan karunia-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui”
(Q.S. Ali-Imron: 73).

Artinya: “Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya


(untuk diberi) rahmat-Nya, dan Allah mempunyai anugerah
yang besar” (Q.S. al-Baqoroh: 105).

Artinya: “Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka


tak ada yang dapat menolak anugerah-Nya. Dia memberikan
anugerah itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara
hamba-hamba-Nya dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang” (Q.S. Yunus: 107).

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 145


Artinya: “Itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup
mengetahui” (Q.S. an-Nisa’: 70).
Sungguh cukuplah ilmu Allah mengetahui. Ilmu-Nya yang
Maha Luas, yang tidak sedikit pun malaikat, manusia, atau
jin dapat mengerti apalagi mampu menjangkaunya kecuali
sesuatu dari sebagian sedikit yang dikehendaki. Firman Allah
swt.:

Artinya: "Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka


dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa
(sedikit pun) dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-
Nya” (Q.S. al-Baqoroh: 255).
Akal manusia tidak akan percaya terhadap janji jaminan
di atas kecuali orang yang dicintai Allah swt., dipilih dan
dikehendaki beriman terhadap karunia (fadhol) dan ilmu-Nya.
Dicintai dan dipilih ini adalah merupakan nikmat dan karunia
pula. Allah swt. berfirman:

Artinya: “Tetapi Allah menjadikan kamu suka (cinta) kepada


keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu
serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan
kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan
yang lurus. Sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (Q.S. Al-Hujarot: 7-8).

146 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Beruntunglah orang yang mendapat karunia tersebut.. Dan
celakalah orang yang sebaliknya, yaitu orang yang dipilih Allah
swt. untuk supaya tidak mengerti karunia-Nya yang maha luas
sebagaimana yang ditetapkan dalam firman-Nya:

Artinya: “Supaya ahli kitab tidak mengetahui bahwa mereka


tiada menguasai (menjangkau) sedikit pun akan anugerah
(karunia) Allah, dan bahwasanya anugerah itu adalah di
tangan Allah. Dia berikan anugerah itu kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. dan Allah mempunyai anugerah yang besar”
(Q.S. al-Hadid: 29).
Beruntung dan celaka (sa’adah dan syaqowah) adalah dua
takdir yang manusia dan jin tidak luput dari salah satunya:

Artinya: “Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya)


di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan
menarik nafas (dengan merintih). Mereka kekal di dalamnya
selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki
(yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap
apa yang Dia kehendaki. Adapun orang-orang yang beruntung,
maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya
selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki
(yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya”
(Q.S. Hud: 106-108).

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 147


Beruntung dan celaka (sa’adah dan syaqowah) adalah dua
takdir azali yang telah mendahului. Perbuatan manusia yang
nampak ini adalah simbol takdir yang mendahului itu. Sabda
Nabi saw.:

Artinya: “Tidak ada seseorang dari kalian kecuali telah


ditetapkan tempatnya dari sorga dan neraka, dan telah
ditetapakan celaka atau beruntung, seseorang bertanya: Ya
Rosulallah! Apakah kita tidak diam saja atas ketetapan kita saja
dan meninggalkan beramal? Nabi saw. bersabda: barang siapa
dari orang yang ditetapkan beruntung maka ia akan menjadi
kepada amal perbuatan orang yang ditetapkan beruntung, dan
barang siapa dari orang yang ditetapkan celaka maka ia akan
menjadi kepada amal perbuatan orang yang ditetapkan celaka,
masing-masing dimudahkan; orang yang ditetapkan beruntung
dimudahkan menjalankan perbuatan orang yang ditetapkan
beruntung, dan orang yang ditetapkan celaka dimudahkan
menjalankan perbuatan orang yang ditetapkan celaka”
(H.R. Muslim).
Oleh karenanya, bukan karena melakukan maksiat
lalu Allah swt. membenci (murka) kepada hamba, tetapi
karena Allah swt. membencinya (tidak senang) maka Allah
menjerumuskan dan membiarkannya berbuat maksiat dan
tidak menyukai kebaikan, sebagaimana pimpinan membenci

148 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


bawahannya, maka pimpinan itu menjerumuskannya berbuat
hal-hal yang mencelakakan dirinya. Firman Allah:

Artinya: “Sesungguhnya Kami memberi tangguh (membiarkan)


kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa
mereka; dan bagi mereka adzab yang menghinakan” (Q.S. Ali-
Imron: 178).
Sebaliknya, bila pimpinan senang (tidak membenci)
bawahan, maka pimpinan menyayanginya dengan sebaik-
baiknya. Demikian pula bila Allah swt. senang kepada seorang
hamba, maka tidak akan menjerumuskannya kepada perkara
buruk dan salah. Firman Allah swt.:

Artinya: “Tidaklah Allah membiarkan orang-orang yang


beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, melainkan Allah
memisahkan (memperbedakan) yang buruk dari yang baik”
(Q.S. Ali-Imron: 179).
Senang dan benci Allah swt. (ridlo dan suhth Allah swt)
kepada hamba adalah telah mendahului sebelum hamba
itu berbuat. Sebelum wujud perbuatan adalah azali; azali
adalah takdir. Oleh karenanya, tidaklah orang membenarkan
rahmat dan anugerah jaminan-jaminan kepada ahli thoriqoh
Tijaniyyah ini kecuali karena Allah telah mendahului ridho
kepadanya dengan menakdirkannya beruntung. Sebaliknya,
orang tidak percaya terhadap rahmat dan anugerah tersebut
adalah karena Allah telah mendahului suhth (murka)
kepadanya dengan menakdirkannya celaka. Sungguh semua
perbuatan manusia itu diciptakan Allah swt. dengan ketetapan
takdir-Nya beruntung atau celaka. Firman Allah swt.:

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 149


Artinya: “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu
dengan ketetapan takdir” (Q.S. al-Qomar: 49).

Artinya: "Allah telah menciptakan kamu dan apa-apa yang


kamu perbuat" (Q.S. al-Shoffaat: 96).
Orang yang celaka akan mentertawakan dan memustahilkan
anugerah dan rahmat Allah swt., sama juga mentertawakan
agungnya maupun diberikannya kepada seorang wali atau
pengikutnya. Padahal anugerah itu luas, luas zatnya dan luas
pula pilihannya untuk siapa saja. Orang yang celaka itu berkata
mentertawakan seperti orang kafir sebagaimana dihikayatkan
dalam firman Allah:

Artinya: “Maka pemuka orang-orang kafir di antara kaumnya


mengatakan: "Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti
kamu, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih
tinggi dari kamu. Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia
mengutus beberapa orang malaikat. Belum pernah kami
mendengar (seruan yang seperti) ini pada masa nenek
moyang kami yang dahulu. Tidak lain hanyalah ia orang yang
berpenyakit gila, maka tunggulah terhadapnya sampai suatu
waktu" (Q.S. al-Mukminun: 24-25).
Demikianlah ucapan orang celaka mentertawakan karunia
dan rahmat Allah. Celakalah baginya, Allah menutup akal dan
hatinya, ia tidak tahu dan tidak mau tahu Firman-Nya tentang
150 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah
rahmat dan karunia-Nya yang tersebar dalam al-Qur'an.
Firman itu hanya dibantah atau dipandang sekedar cerita
atau bacaan tanpa maksud, tidak direnungi dan tidak dihayati.
Inilah sifat orang kafir dan orang munafiq yang telah di-nash
dalam firman-Nya:

Artinya: “Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan


kepadamu, dan Kami telah menjadikan di atas hati mereka tutup
memahaminya (sehingga mereka tidak bisa memahaminya),
dan (pula kami jadikan) sumbatan di telinganya. Dan jika pun
mereka melihat setiap tanda-tanda Kami, mereka tetap tidak
mau beriman kepadanya, sehingga apabila mereka datang
kepadamu maka membantahmu, orang-orang kafir berkata:
"ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu"
(Q.S. al-An’am: 25).

Artinya: “Tidak datang kepada mereka suatu peringatan baru


dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya, sedang
mereka bermain-main, (lagi) hati mereka lalai. Dan mereka
berbicara rahasia kepada orang-orang zalim: "Orang ini tidak
lain hanyalah seorang manusia (jua) seperti kamu. Maka Apakah
kamu menerima sihir itu,padahal kamu menyaksikannya?"
(Q.S.al-Anbiya:2-3)

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 151


31 Allah SWT memberi karunia kepada orang-orang yang cinta
kepada Syaikh at-Tijani (muhibin) dan para ahli thoriqohnya,
aman dari siksa kubur dan segala sesuatu yang menakutkan,
dan dari semua keburukan sejak meninggal dunia hingga
masuk sorga, oleh karenanya mereka gembira, tidak ada rasa
takut dan tidak bersedih. Firman Allah swt.:

Artinya: “Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia


Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka memberi
gembira hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di
belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada yang
menakutkan (kekhawatiran) terhadap mereka dan mereka
tidak bersedih hati” (Q.S. Ali-Imron: 170).

32 Disebutkan di dalam al-Qur'an Suroh al-Waqi'ah bahwa ketika


telah terjadi kiamat manusia terbagi tiga golongan. Firman
Allah swt.:

Artinya: “Ketika telah terjadi kiamat. Waktu terjadinya kiamat


itu tidak dapat dibohongkan (disangkal). Hari kiamat itu
merendahkan (golongan) dan meninggikan (golongan yang
lain). (yaitu ketika bumi digoncangkan segoncang-goncangnya.
Dan gunung-gunung dihancurluluhkan sehancur-hancurnya.
Maka jadilah debu yang berterbangan. Dan kamu sekalian
152 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah
(manusia) menjadi tiga golongan. golongan pertama yaitu:)
golongan kanan (=golongan yang menerima buku catatan amal
dengan tangan kanan, alangkah mulyanya golongan kanan
itu. (golongan kedua yaitu:) golongan kiri (golongan yang
menerima buku catatan amal dengan tangan kiri). alangkah
sengsaranya golongan kiri itu. Dan (golongan ketiga yaitu:)
orang-orang yang lebih dahulu masuk sorga (yaitu ahli sorga
tanpa hisab). Mereka adalah orang yang didekatkan kepada
Allah. Mereka dalam sorga kenikmatan" (Q.S. al-Waqi’ah: 1 –
12).
Demikianlah pembagian tiga golongan manusia. Mereka
telah ditetapkan oleh Allah swt. pada takdir-Nya yang tidak
seorang pun dapat mengubah dan menentang. Seseorang tidak
akan menjadi salah satu tiga golongan ini melainkan telah
ditetapkannya. Oleh karenanya tidak akan menjadi golongan
ahli sorga tanpa hisab kecuali orang yang telah ditakdir
beruntung. Yaitu orang yang ditetapkan dalam Firman Allah di
atas yang disebut Assabiqun al-Muqorrobun (orang-orang yang
dahulu masuk sorga yang didekatkan di sisi Allah). Mereka
ialah ahli sorga ‘Iliyyin yang terdiri dari para nabi, shohabat,
syuhada, dan siddiiqin. Jumlah mereka semula dibatasi oleh
firman Allah swt.

Artinya: “Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu.


Dan sedikit dari golongan akhir” (Q.S. al-Waqi’ah: 13-14).
Jabir berkata: setelah turun ayat ini wahyu berhenti, tidak
turun hingga satu tahun. Kemudian turunlah ayat ke- 39 dan
40 dari Su

Artinya: “Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu.


Dan segolongan besar pula dari orang-orang akhir (Ibnu Katsir,
jilid IV, hal. 285).

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 153


Golongan besar ini, selain para nabi, sohabat, syuhada,
siddiiqin, ditambah pula orang-orang yang ta'at kepada Allah
swt. dan rosul-Nya. Firman Allah swt.:

Artinya: “Dan barang siapa yang mentaati Allah dan rosul-


Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang
dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: para nabi, para shiddiiqiin,
orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka
itulah teman yang sebaik-baiknya” (Q.S. an-Nisa: 69).

33 Lihat endnote 15.


34 Ketahuilah! Jaminan-jaminan anugerah (karunia) untuk
ahli thoriqoh Tijaniyah dan orang-orang yang mencintai
Tijaniyah ini jangan disalahfahami bahwasanya cukup tanpa
mengerjakan kewajiban dan menjahui larangan syari'at
agama, ini namanya bukan thoriqoh Tijaniyah. Akan tetapi
ajaran thoriqoh Tijaniyah itu menjalankan syari'at agama
dengan sempurna yang tidak boleh sedikit pun menyimpang.
Dengan demikian, maka ia berhak mendapatkan jaminan-
jaminan tersebut di atas sebagai fadhol (anugerah) dari Alloh
swt.
Fadhol (anugerah) adalah bukan upah (pahala), tetapi
pemberian tambahan yang lebih besar dari upah tersebut
yang diberikan kepada orang-orang yang beriman kepada
Allah swt. yang teguh menjalankan agama-Nya. Firman Allah
swt:

154 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Artinya : “Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal
saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan
menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya” (Q.S. an-
Nisa’: 173).

Artinya: “Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah


dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan
memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya
(sorga) dan limpahan karunia-Nya” (Q.S. an-Nisa: 175).

35 Imam al-Mahdi kelak akan menyembelih ulama’ as-Su’ (ulama’


jahat), dan beliau tidak akan menyembelih ahli thoriqoh
Tijaniyah (Ashab Tijaniyah) karena mereka adalah ikhwan
thoriqohnya, dan setiap kali datang di suatu tempat beliau
meminta barokah kepada sesama ahli thoriqot Tijani untuk
membacakan al-Fatihah (Kasyf al-Hijab, hal. 391).
36 Setiap membaca sholawat Jawharotul kamal pada dzikir
Wadhifah tiap harinya, ahli thoriqoh Tijaniyyah mendapat
pahala keutamaan berziaroh makam Nabi Muhammad SAW di
Raodloh, dan ziaroh semua para wali dan orang-orang soleh
sejak awal wujud hingga waktu ia membaca. Keutamaan ini
menjadi ganti ziaroh yang tidak diperkenankan. Bahkan lebih
utama. Karena ziaroh di makam auliya’ yang masyhur yang
menjadi objek ziarah umumnya tidak dapat terhindar dari
perbuatan mungkar dan perbuatan maksiat. Padahal ziaroh
itu mubah (diperkenankan) atau mustahab (disunahkan)
apabila tidak terjadi perbuatan mungkar dan perbuatan
maksiat dan pula dilakukan karena untuk mendapatkan pahala
(beribadah). Ziaroh menjadi tidak mubah bahkan berbalik

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 155


menjadi haram secara syar'i jika dilakukan tidak karena
tujuan tersebut. Hindarilah dan pertimbangkan kemungkaran
dan kemaksiatan yang timbul pada dan ketika ziaroh.
37 Disebutkan bahwa ahli thoriqoh Tijaniyah setelah wafat,
ruh dan zatnya berpindah ke alam barzah khusus bersama
Sayidina Syaikh at-Tijani r.a., sebagian di antara mereka setelah
wafatnya hadir mengikuti dzikir wadzifah. (Kasyf al-Hijab, hal.
394).
38 KEUTAMAAN-KEUTAMAAN SHOLAWAT FATIH
Apabila ada orang bertanya mengenahi hadits tentang
Sholawat Fatih, jawabnya adalah sama dengan ada atau
tidaknya hadits tentang sholawat yang tidak disebutkan dalam
hadits, seperti Sholawat Dalailul Khoirat, Sholawat Dzikrul
Ghofilin (sholawat Imam Syafi’i), Sholawat Nariyah/Kamilah,
Sholawat Munjiyat, Sholawat al-Badawiyah, Sholawat Ismul
‘Azom, dan lain sebagainya.
Berkata Sayiduna Syaikh Ahmad at-Tijani r.a. “Sholawat
selain yang dibaca Rosulullah saw. (yang disebut dalam
hadits) yaitu sholawat yang dari ulama adalah tertulis dengan
tulisan bahasa lisan dan bahasa isyaroh di bawah “gambar”
Nabi saw. dengan gambar manusia yang berada di Hadlrotul
Qudsiyah, sedangkan sholawat para Wali Qutub adalah tertulis
di sebelah kanan, dan sholawat Auliya’ Siddiqin di bawah Wali
Qutub tertulis di sebalah kiri.
Adapun Sholawat Fatih adalah merupakan sholawat
dari Allah swt., yakni tidak dari ulama’ dan tidak dari auliya’.
Sholawat Fatih adalah tertulis di atas kepala Nabi saw. dengan
huruf yamg difahami semua bahasa arab. Sholawat Fatih
adalah sebagai mahkota kemuliaan dan kerajaan Nabi saw.
Dengan Sholawat Fatih Allah swt. menjadikan Nabi saw. lebih
utama melebihi semua kerajaan Allah swt. di alam dunia
dan menetapkan khilafahnya (kekuasaannya) di alam dunia
tersebut dan juga di alam akhirat. Dengan Sholawat Fatih Allah

156 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


swt. memuliakan agama-Nya serta mendhohirkan semua
agama-agama yang lain, dan menjadikan umat ini (umat Nabi
saw.) lebih utama dan menjadi saksi atas umat agama yang lain
tersebut. Dengan Sholawat Fatih Nabi saw. menjadi pemimpin
para nabi dan para rosul.
Dengan Sholawat Fatih Allah swt. menegakkan ruh-
jasmani dan melahirkan atasnya peraturan hukum syari'at
dan menciptakan tata peraturan dan pengaturan alam.
Oleh karenanya sholawat Fatih adalah ruh alam wujud dan
kehidupannya.
Kemudian atas
hukum syariat
dan peraturan
tersebut Allah swt.
menetapkan sorga
beserta nikmat-
nikmatnya dan
neraka beserta
siksa-siksanya.
Dengan Sholawat
Fatih inilah Allah
swt. menampakkan
hakikat
Muhammadiyah
Nabi saw. dan
menetapkan
hakikat
Ahmadiyahnya pada
mihrob (maqom)
Qudsi, yang
dengan Sholawat
Fatih, Allah swt.
memuliakan
Nabi saw. dan
memuliakan

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 157


Sholawat Fatih dengan
Nabi saw. maka dari itu,
sholawat Fatih adalah
hakikat Nabi saw. yang
dengan Sholawat Fatih
tersebut Malaikat Jibril,
Mika’il, Isrofil, Izro’il
mengenalnya. Sholawat
Fatih adalah pokok semua
sholawat yang lahir dari
hati Nabi saw. dan orang-
orang makrifat.
Sesungguhnya Allah
Jalla Jalaluh memberi
sholawat kepada Nabi saw.
(yang tanpa batas awal dan
akhir sebagaimana firman-
Nya dalam al-Qur’an).
Maksudnya adalah Allah
swt. menampakkan
kesempurnaan Zat-Nya,
Asma-Nya, sifat-Nya pada diri dan dalam diri Nabi Muhammad
saw. Allah swt. memuliakan dan mengutamakan Nabi saw.
yang melebihi semua makhluk, karena Allah swt. tidak
menampakkan kepada seseorang dengan kesempurnaan-Nya
kecuali kepada Nabi Muhammad saw. “Menampaknya Allah
swt." kepada Nabi saw. dengan kesempurnaan-Nya inilah yang
dimaksud sholawat Allah swt. kepadanya.
Dengan menampakkannya kesempurnaan Allah swt. kepada
Nabi saw tesebut, maka Nabi saw. menjadi hakikat kholifah
dari-Nya, sedangkan nabi-nabi lain adalah penggantinya. Oleh
karenanya, dengan nampaknya kesempurnaan zat, asma, dan
sifat Allah swt. kepada Nabi saw., maka Nabi saw. menjadi
pembuka (al-fatih) semua yang tersimpan dalam iradah Allah

158 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


swt., dan penutup (al-khotim) semua apa yang Allah ber-iradah
kepadanya, dan penolong (an-nashir) kepada yang Allah ber-
iradah memberi pertolongan kepadanya, dan agama itu adalah
dalam pertolongan selamanya. Begitu pula Nabi saw. menjadi
petunjuk (al-hadi) kepada orang yang telah ditetapkan pada
ilmu qodim-Nya mendapat hidayah (Hidayatur Robaniyah, hal.
22).
Di antara keutamaan-keutamaan Sholawat Fatih selain
yang disebutkan di atas ialah:
1. Untuk segala urusan dunia: menjauhkan dan menghilangkan
kefakiran, kemiskinan, hutang, musibah, mencapai segala
hajat, ilmu, dan lain-lain (niat apa saja), dibaca 313 kali,
atau 489 kali, atau 500 kali, atau 1000 kali setiap hari, atau
100 kali setiap habis solat fardlu, atau setiap pagi dan sore,
atau setiap pagi saja, atau sore saja (Jawahir al- Ma’ani;
al-Yaqutah; Khulashoh al-Wafiyah; Hidayatur Robaniyah;
Ghoyatul-amani; Bughyatul Mustafid; al-Burhan al-Nuroni;
dan lain-lain).
2. Membaca Sholawat Fatih 1 kali dihadiahkan kepada ahli
qubur dengan niat supaya ditebus/dimerdekakan dari
neraka (fida'/'ataqoh), maka dimerdekakannya seketika
(al-Yaqutah, hal.: 61).
3. Membaca Sholawat Fatih 1 kali menyamai (mendapat
pahala sama dengan) semua bacaan tasbih, zikir, do’a yang
terjadi di alam (Jawahir al-Ma’ani, jilid I, hal. 114).
4. Apabila semua bacaan zikir, shighot sholawat, dan do’a
satu per satu masing-masing dari semuanya bila setiap
harinya dibaca 100 000 kali selama 100.000 tahun, dan
pahala semuanya dikumpulkan menjadi satu, maka tidak
bisa menyamai pahala Sholawat Fatih 1 kali (Khulashoh al-
Wafiyah, hal. 70).

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 159


5. Membaca Sholawat Fatih 1 kali menyamai (mendapat
pahala sama dengan) 600.000 kali lipat sholawatnya
semua malaikat, manusia, dan jin sejak alam diciptakan
hingga hari membacanya ditambah 400 perang Sabilillah
(al-Yaqutah, hal. 59, dan Bughyah al-Mustafid, hal. 271, dan
Jawahir al-Ma’ani, jilid I, hal. 114).
6. Jika diumpamakan ada 100.000 umat, pada setiap umat
terdapat 100.000 kabilah (suku), setiap kabilah 100.000
orang masing-masing hidup 100.000 tahun setiap harinya
membaca sholawat kepada Nabi saw. selain Sholawat
Fatih, dan semua pahalanya selama 100.000 tahun itu
dikumpulkan, maka tidak akan bisa menyamai Sholawat
Fatih satu kali (Jawahir al- Ma’ani, jilid I, hal. 117).
7. Mendapat pahalanya semua bacaan tasbih, zikir, solawat,
do’a semua makhluk yang selain manusia, malaikat, dan
jin dengan dilipatkan 6000 kali (Jawahir al-Ma’ani dan
Bughyah al-Mustafid, hal. 271).
8. Apabila ada wali al-‘arif billah berumur satu juta tahun
yang tidak membaca Sholawat Fatih, maka orang awam
membaca sholawat Fatih 10 kali lebih utama dari pada
wali tersebut (Khulashoh al-Wafiyah, hal. 69 dan Bughyah
al Mustafid, hal. 270).
9. Membaca Sholawat Fatih 1 kali menyamai ibadah 128
tahun (Jawahir al-Ma’ani, jilid I, hal. 116).
10. Bila dibaca 100 kali di malam Jum’ah maka akan dihapus
dosanya 400 tahun (al-Yaqutah, hal. 59).
11. Membaca Sholawat Fatih 1 kali mendapat pahala sebanding
dengan 6000 kali khatam al-Qur’an al- Karim (Jawahir al-
Ma’ani, jilid I, hal.114).
Demikianlah, di antara keutamaan Sholawat Fatih, dan
masih lebih banyak yang tidak mampu disebutkan, yang lebih
tidak mampu dijangkau angan-angan karena luasnya fadhol

160 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


Allah swt. yang di luar
akal dan ilmu manusia.
Mengamalkannya tidak
akan mendapat fadhol
seperti disebutkan
di atas kecuali
membenarkan dan
menyerahkan kepada
keluasan fadhol Allah
swt., dan tidak akan
mengamalkannya
kecuali orang
beruntung yang
mendapat fadhol
dari Allah swt., yaitu
Allah menghendaki
memberikan fadhol-
Nya kepadnya. Karena, sesungguhnya hati manusia antara
menerima atau menolak, demikian pula perbuatannya antara
mengamalkan atau meninggalkan, adalah berada pada
kehendak Allah swt., menggerakkan maupun mendiamkannya,
menjalankan maupun menghentikannya.
Sayyid Syaikh Ali Harazim Ibnul 'Arobi Barodah al-Fasi
r.a. dalam Jawahir al-Ma’ani jilid I, hal. 118 berkata: Apabila
ada orang bertanya "jika demikian Sholawat Fatih berarti
lebih utama dari pada al-Qur'an?” Tidaklah demikian, bahkan
al-Qur'an tetap lebih utama karena merupakan asas syari'at
dan landasan ‘amaliyah kepada Allah swt. dan landasan hidup
yang mendapat ancaman bila tidak berpegangan dengannya.
Oleh karenanya, setiap muslim haram meninggalkan al-Qur'an
dan tidak membacanya sama sekali. Sedangkan membaca
sholawat, untuk mendapatkan keutamaannya adalah
diserahkan kepada pilihan keinginan mengamalkan atau tidak
mengamalkan. Tidak ada ancaman apa pun bagi orang yang
tidak membacanya karena tidak menginginkan, bukan karena

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 161


membenci atau karena tidak menyukai, atau karena tidak
mempercayai. Keutamaan Sholawat Fatih adalah bukan untuk
dibahas dan diperdebatkan, tetapi adalah fadloil al-'amal,
untuk diamalkan bagi orang yang menginginkannya, bukan
untuk orang yang tidak menginginkan.
Sayyidina Syaikh at-Tijani r.a. menjawab masalah ini
bahwasanya antara keutamaan membaca al-Qur'an, membaca
kalimah la ilaha illallah, dan membaca Sholawat Fatih itu tidak
ada pertentangan (kejanggalan). Demikian kata beliau dalam
kitab Jawahir al-Ma'ani (jilid I, hal. 119). Keutamaan membaca
al-Qur'an dan membaca kalimah la ilaha illallah itu hukumnya
sunah adalah ketentuan syari'at secara umum untuk umum.
Sedangkan keutamaan membaca Sholawat Fatih adalah
keistimewaan khusus untuk khusus yang disebut khosiyah.
Keutamaan Sholawat Fatih tersebut ialah khusus untuk
orang yang meyakinkannya dan memperoleh ijazahnya yaitu
Ahli Thoriqot Tijaniyah dengan ijazah khusus selain ijazah
thoriqoh. Adapun ahli thoriqoh lain, Qodlil Qudlot Sayyidi
Syaikh Ahmad Sukairij al-Maghrobi mengatakan boleh ijazah
Solawat Fatih ini selagi sanggup menetapi mengamalkannya
(Kasyf al- Hijab hal. 394).
Demikianlah, bahasan antara keutamaan al-Qur'an, kalimah
la ilaha illah, dan Sholawat Fatih. Tidak ada kejanggalan antara
keduanya, karena Nabi saw. pada masa hidupnya menetapkan
hukum secara umum untuk umum, yakni jika mengharomkan,
atau mewajibkan, atau mensunahkan sesuatu secara umum,
maka Nabi saw juga mengharomkan, atau mewajibkan, atau
mensunahkannya kepada semua
umat. Bersama itu pula, Nabi
saw. menetapkan hukum-hukum
khusus seperti menikahi lebih
empat wanita, tidak untuk umat.
Dan memberi keistimewaan
khusus kepada shohabat-

162 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


shohabat khusus, tidak kepada shohabat lain atau semua
shohabat. Begitulah, Nabi saw. pada masa hidupnya memberi
keistimewaan khusus kepada shohabat-shohabatnya yang
khusus, demikian pula setelah wafat. Nabi saw. memberi
keutamaan khusus yang disebut keistimewaan (khosiyah)
kepada umatnya yang khusus tidak kepada semua umat
secara umum, karena pemberian keutamaan secara umum itu
telah putus sebab wafatnya, karena keutamaan secara umum
itu adalah hukum sunnah. Sunnah adalah syariat, syariat itu
disampaikan pada masa risalah, masa risalah itu habis dengan
wafatnya Rosul penyampai risalah tersebut. Berbeda dengan
keistimewaan khusus, karena keistimewaan khusus itu
adalah bukan syari'at, tetapi karunia, karunia adalah rahmat,
sedangkan Nabi saw. adalah Nabi rahmat, dan rahmat Allah itu
selama-lamanya tidak ada batas waktu dan tidak putus. Orang
yang berprasangka bahwa karunia Nabi Muhammad saw.
untuk umatnya putus karena wafatnya adalah merendahkan
derajat beliau karena menyamakan seperti umumnya orang-
orang mati lainnya. Jika ia tidak bertaubat dari anggapan ini,
maka ia di khawatirkan mati kafir. Allah swt. berfirman:

Artinya : "Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya memberi


sholawat kepada Nabi saw. "
Ketahuilah! Sholawat Allah swt. kepada Nabi saw. itu ialah
Allah swt. memberi rahmat kepadanya, di antara rahmat itu
adalah karunia sebagaimana disebutkan di atas, sedangkan
pekerjaan Allah swt. itu tidak dibatasi waktu. Oleh karenanya,
pemberian karunia Allah swt. kepada Nabi saw. tidak habis
dan tidak putus setelah wafatnya. Selanjutnya karunia itu
diberikan kepada umatnya, sebab Nabi saw. adalah Nabi
rahmat.

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 163


MAKNA SHOLAWAT FATIH

Sayyidi ‘Ali Harazim ibnu al-A’robi Baradah r.a. bertanya


kepada Sayyidina Syaikh al-Qutbu al-Maktum r.a. tentang
makna sholawat Fatih. Beliau menjawab:
Makna “al-Fatihi lima Ughliqo” ialah: yang membuka
semua alam yang terkunci. Sesungguhnya alam itu terkunci
dalam tutup ketidakadaan dan tidak terlihat, kemudian
dibuka kunci-kuncinya dengan wujudnya Nabi Muhammad
saw. dan dikeluarkan dari tiada menjadi wujud, dan dari tutup
ketiadaan terlihat menjadi nampak, karena bila tiada Nabi
saw. Allah swt. tidak menciptakan perkara wujud. Firman
Allah swt. dalam hadits Qudsi :

Artinya: "Bila tidak ada engkau 'Muhammad', Aku tidak


menciptakan alam raya ".
Inilah salah satu makna sholawat Fatih.
Makna kedua: Nabi saw. adalah yang membuka kunci-
kunci pintu rahmat ilahiyyah. Dengan sebab Nabi saw.-lah
semua pintu rahmat ilahiyyah menjadi terbuka, karena bila
Allah swt. tidak menciptakan Nabi Muhammad saw. niscaya
Alloh swt. tidak memberi rahmat kepada makhluk. Rahmat
Allah swt. kepada makhluk-Nya adalah dengan sebab Nabi-
Nya Muhammad saw.
Makna ketiga: Semua hati terkunci dalam kemusyrikan
yang menuhinya. Iman tidak ada tempat masuk di dalamnya,
kemudian hati dibuka dengan dakwah Nabi saw. sehingga iman
masuk ke dalamnya, membersihkannya dari kemusyrikan
tersebut, dan memenuhinya dengan iman dan hikmah.
Makna “al-Khotimi lima sabaqo” ialah: menutup nabi-nabi
dan rosul-rosul terdahulu, karena Nabi saw. telah menutup dan

164 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah


mengunci pintu kenabian dan
kerosulan. Oleh karenanya
setelah Nabi Muhammad saw.
tidak ada lagi nabi dan rosul.
Demikian pula “al-Khotimi
lima sabaqo” bermakna pula:
menutup tajally ilahiyah yang
terdahulu, yang Allah swt.
menampakkannya pada alam
nyata. Nabi Muhammad saw.
adalah pertama kali perkara
wujud pada alam yang
Allah swt. mewujudkannya
dari tidak ada, kemudian
setelahnya Allah swt. tiada
henti menghamparkan segala
rupa alam pada tampak
kelihatan jenisnya masing-
masing dengan susunan yang
sesuai kehendak ke-Tuhan-
an hingga akhir tajally
Allah swt. kepada Nabi
Muhammad saw. pada alam tersebut dalam rupa tidak ada.
Sebagaiman Allah swt. membuka nampaknya perkara wujud
dengan sebab Nabi saw., demikian pula Allah swt. mengunci
nampaknya perkara wujud tersebut dengan Nabi Muhammad
saw. (Jawahir al- Ma’ani, jilid I, hal. 121). [ ]

*****

Manakib thoriqot At-Tijaniyyah 165


166 Manakib thoriqot At-Tijaniyyah
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Agama RI, Al-Qur'an al-Karim dan terjemahnya


2. Al-Imam Al-Bukhori, Jami'u al-Shohih
3. Al-Imam Muslim, Jami'u al-Shohih
4. Ibnu katsir, Abil Fida' Isma'il al-Qurosyi, Tafsir Ibnu Katsir
5. Al-Maghrobi al-Fasi, Ali harazim bin al-A'robi Baradah,
Jawahir al-Ma’ani
6. Al-Maghrobi, Ahmad bin al-I'yasyi Sukairij,Kasyf al-Hijab
7. Sayyid Muhammad al-A'robi bin Sa'ih, Bugyatul Mustafid
8. Al-Tijani, Muhammad al-Sayyid, Ghoyatul Amani
9. Al-Futi , Umar bin Sa'id, al-Rimah
10. Al-Tijani, Muhammad al-Sayyid, Hidayatur Robaniyah
11. An-Nadzifi at-Tijani, Sayyid Muhammad bin Abdul Majid al-
Hasani, Al-Yaqutah al-Faridah
12. Al-Robathobi, Sayyid Muhammad Sa'ad; Khulashoh al-
Wafiyyah
13. Al-Deliseni al-Sabatani, Abu Muhammad Saikul Huda
Muhammad Mustholeh bin Nurkhozen, al-Burhan al-Nuroni
14. Ibnul arobi, al-Futuhat al-Makiyyah
15. Al-Ghozali, Abi Hameed Muhammad bin Muhammad, Ihya'u
Ulumiddin.
16. Al-Sya'roni Abul Mawahib Abdul Wahab, al-Mizan al-Kubro
17. Al-Ghozali, Abi Hameed Muhammad bin Muhammad,
Minhajul ‘Abidin
18. Al-Diba’, Abdurrohman, Maulid al Nabawi
19. Al-Syakir al-Khaubari, Ustman bin Hasan Ahmad, Durrotun-
Nasihin
20. Al-Bantani, Muhammad Nawawi bin Umar, Majalis al-
Saniyyah
21. Ibnu Hajar, Syihabuddin Ahmad, Fatawi al-Haditsiyah
22. Al-Shobban, Muhammad bin Ali, Is’afur Roghibin
23. Al-Qodiry, Ibnu Muhyidin al-Irbili, Tafrikh al-Khothir
24. Al-Suyuthi, Jalaluddun Abdurrohman, Jami’usshoghir
25. Al-Sya'roni, Abul Mawahib Abdul Wahab, Thobaqot al-Kubro
26. Al-Nafari al-Rondy, Ibnu Ibad Muhammad bin Ibrohim, Syarh
al-Hikam ibn Atho’illah
27. Fadloil al-Ihya’
28. Al-Zuruq, Iqodzul Humam Syarh al-Hikam
29. Tabshiroh al-Fashilin
30. Al-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan,Taqrib al-Ushul
31. Al-Kamsyakhonawi al-Naqsyabandi, Dliya'uddin Ahmad, Jami’
al-Ushul al-Auliya
32. Ahkamul Fukoha', Kumpulan keputusan Muktamar dan
Munas Ulama Nahdlotul Ulama
33. Kumpulan keputusan Muktamar dan Munas Jamiyyah
Thoriqoh Al-Muktabaroh An-Nahdliyyah.

Anda mungkin juga menyukai