Anda di halaman 1dari 16

Judul Analisis Break Even Stripping Ratio dan Desain Pit Tambang

Batubara PT.X
Penulis K.G Wijaya, A. Idrus , W. Sasongko
Tahun 2012
Peninjau Reni (R1D1 15 136 )
Latar Belakang PT. X merupakan perusahaan penambangan batubara yang
Masalah terletak di Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan
Tengah. Berdasarkan permintaan batubara yang terus
meningkat serta potensi sumberdaya batubara yang masih
cukup besar. PT. X berencana untuk melakukan penigkatan
produksi dengan menggunakan desain pit yang baru. Break
Even Stripping Ratio ( BESR) merupakan salah satu metode
analisis yang digunakan untuk menghasilkan ultimate pit limit
optimal yang diharapkan memberikan keuntungan maksimal.

Metode Penelitian Penelitin ini dimulai dengan melakukan studi literatur dan
dilanjutkan dengan pengumpulan data. Data yang digunakan
yaitu berupa data sekunder yang meliputi data teknis dan data
ekonomi. Data teknis berupa topografi daerah penelitian,
pemboran eksplorasi sebanyak 115 titik dengan spasi 400m,
lapisan seam dan penamaan seam serta data sudut kemiringan
lereng tambang yang berdasarkan pada studi geoteknik daerah
penelitian. Data ekonomi meliputi harga jual batubara perton,
biaya pengupasan material penutup per BCM, biaya produksi
batubara per ton serta biaya investasi. Data investasi digunakan
dalam perhitungan BESR dan penilaian cadangan batuara
Hasil Pemba,hasan a.Estimasi sumberdaya batubara yaitu dengan menggunakan
metode poligon dan mengacu padaSNI batubara 13-6011-
1999 dengan kondisi geologi yang digunakan adalah moderat
dengan radius sirkular sumberdaya terukur 250m, sumberdaya
terunjuk 500m, sumberdaya tereka 750m dari titik informasi.
b.Model blok strip dibuat berdasarkan konstruksi suatu garis
awal dan akhir yang kemudian dibatasi oleh suatu
486actual486batas. Konstruksi ini dibuat sesuai dengan
perkiraan pit yang dibatasi oleh cropline dan setiap blok akan
mempunyai nilai nisbah pengupasan individual. Nisbah
pengupasan pada setiap blok yaitu berasal dari seam batubara
paling atas (roof) hingga pada seam batubara yang
menjaditarget penamangan yaitu lapisan seam batubara
kesembilan (floor).Terdapat sebanyak 213 blok didalam
desain pit yang baru. Setiap blok mempunyai sudut
kelerengan keseluruhan 60º..
c. BESR konstan dihitung berdasarkan data yang berasal dari
PT. X. data tersebut berupa harga jual batubara USD 75 per
ton. Biaya pengupasan material penutup USD 4.21 per
BCM.biaya produksi batubara USD 30.5 per ton. Berdasarkan
nilai BESR tersebut maka dapat ditentukan desain pit,
cadangan terbukti, umur tambang serta nilai ekonomi
berdasarkan investasi yang dilakukan. Target produksi
batubara PT. X untuk tahun pertama yaitu sebesar 3,6 juta
ton, tahun kedua 4,8 juta ton dan untuk tahun berikutnya
adalah 6 juta ton sampai habis. Pada nilai BESR 8,16
BCM/ton diperoleh cadangan batubara sebesar 60.308.016 ton
dan material penutup sebesar 291.278.334 BCM pada SR
4,83:1. Umur tambang selama 10 tahun. NPV maksimum dari
penambangan batubara pada SR 4,83 yaitu USB
21.490.207,90, IRR 19% dan waktu pengembalian investasi
selama 3 tahun 1 bulan.
d.BESR bervariabel
 Harga batubara , estimasi harga batubara yaitu dengan
menggunakan data historis harga batubara 10 tahun
sebelumnya. Spesifikasi kualitas batubara (kualitas
batubara acuan) data historis tersebut memiliki kadar
sulfur < 1%, kadar abu< 1,4% dengan kalori 12.000
brunpound (6.667Kcal/kg). sedangkan spesifikasi
kualitas batubara yaitu memiliki kadar sulfur <2%,
kadar abu <5,3% dengan kalori sebesar 5.218kcal/Kg.
 Biaya produksi , biaya produksi batubara yang
digunakan dalam analisis BESR bervariabel
menggunakan asumsi kenaikan sebesar 3% pertahun.
 Biaya pengupasan material penutup, jarak merupakan
faktor utama yang menentukan terhadap besarnya biaya
pengupasan material penutup. Timbunan material
penutup dilakukan dengan back filling. Pada tahun
pertama timbunan akan ditempatkan pada mine out area
pada PT. X sedangkan untuk tahun- tahun berikutnya
timbunan menggunakan metode back fillimg.dengan
metode back filling dan jarak aman timbunan sebesar
250 m.

REVIEW JURNAL II
Judul Evaluasi Produktivitas Alat Gali Muat Dan Angkut Terhadap
Ketidaktercapaian Produksi Batubara Di PIT 2A Kabupaten
Lahat, Sumatera Selatan
Penulis Odie pratama, A. Rahman, Diana Purbasari
Tahun 2019
Peninjau RENI ( R1D1 15 136 )
Latar Belakang Kegiatan penambangan terdiri dari kegiatan digging,
Masalah loading, memindahkan bahan galian, bongkar muatan bahan
galian, dan kembali ke kegiatan semula. Untuk waktu edar
excavator backhoe, waktu total pada alat tersebut terdiri dari
loading hingga dumping ke dump truck dan sampai kosong lagi.
Selain itu untuk cycle time dump truck terdiri atas menunggu
alat untuk diangkut, waktu mengambil posisi untuk diisi
(manuver), waktu loading, waktu traveling, waktu manuver
untuk dumping, waktu dumping dan waktu kosongan. Match
factor selalu dipakai untuk memperoleh jumlah dump truck
yang cocok untuk dapat menservice sebuah excavator backhoe.
Excavator (backhoe)mengerjakan digging atau penggalian
dengan posisi berada diatas dari bench. Selanjutnya setelah
bucket terisi penuh dengan bahan galian, boom naik dan
memutar (swing) menuju vesse l(dump truck) yang terletak
pada lokasi untuk diisi. Kemudian bucket mencurahkan bahan
galiannya pada vessel (dump truck). Penempatan dump truck
untuk diisi back hoe memiliki 3 pola antara lain single back
up, double back up, triple back up yang biasanya disebut pola
gali muat . Aktivitas peralatan dalam satu jam bisa saja tidak
dapat bekerja penuh, hal ini disebabkan halangan-halangan
minor yang sering muncul dan pengaruh dari iklim. Effisiensi
kerja yaitu hasil bagi antara waktu kerja produktif dengan
waktu yang dimiliki perusahaan. Menurut pengalaman
dilapangan efisiensi kerja sulit dapat mencapai lebih dari 83%.
Tingginya efisiensi kerja sulit ditentukan, namun berdasarkan
penelitian sebelumnya bisa diperoleh efisiensi kerja yang dekat
dengan sebenarnya. Pada saat pengamatan di lapangan banyak
terjadi hambatan-hambatan baik yang berhubungan dengan
masalah teknis di lapangan atau non teknis, yang akan
berpengaruh terhadap efisiensi kerja. Salah satu faktor yang
mempengaruhi produktivitas backhoe adalah pengembangan
material atau biasa disebut swell factor.
.
Metode Penelitian Tahapan pada penelitian ini dilakukan untuk mendapakan hasil
yang diinginkan. Pengambilan data dilakukan untuk menunjang
proses penelitian.berupa data primer, data yang langsung
diambil dilapangan dengan cara mencatat, mengukur dan
bertanya langsung kepada pengawas tambang maupun pekerja
tambang. Data primer yang diambil pada penelitian ini terdiri
dari waktu edar alat galimuat, angkut dan pengisian bucket
backhoe mengisi dump truck Mitsubishi Fuso.Dan data
Sekunder yaitu data penunjang yang dikumpulkan dari literatur
dan arsip-arsip perusahaan yang berhubungan dengan penelitan,
data sekunder meliputi spesifikasi alat gali-muat dan angkut
yang dipakai, jadwal kerja, curah hujan dan waktu slippery serta
data target produksi dan realisasi produksi batubara pada tahun
2017 & 2018 dan swell factor, Fill factor.
Hasil Pembahasan a.Produktivitas Alat Gali Muat, Produksi batubara PT. Golden
Great Borneo pada tahun 2017 sering tidak mencapai target.
Hal ini menyebabkan perlu dilakukannya evaluasi produksi
agar target produksi batubara dapat tercapai. Proses gali muat
batubara PT. Golden Great Borneo dilakukan menggunakan
excavator backhoe PC 400. Dari penelitian, didapat data hasil
pengamatan waktu edar alat gali muat (excavator backhoe PC
400 LC-7) menunjukkan produktivitas alat gali muat untuk
28, 30, dan 31 hari kerja. Dapat dilihat jumlah produksi
batubara pada alat gali muat melebihi dari target produksi
yang telah direncanakan oleh perusahaan sehingga untuk alat
gali muat tersebut tidak perlu dilakukan perbaikan.
b.Produktivitas Alat Angkut, Proses alat angkut batubara PT.
Golden Great Borneo dilakukan menggunakan dump truck
Nissan CWB 45 ALDN (fleet 1) dan dump truck Mitsubishi
Fuso 220 Ps (fleet 2).dari hasil pengamatan, didapat data
waktu edar alat angkut sehingga dapat dihitung
oriduktivitasnya . produktivitas alat angkut yang dihasilkan
masih tergolong kecil dan tidak mencapai target produksi
yang sudah direncanakan oleh perusahaan. Setelah
dikelompokkan berdasarkan jumlah hari untuk realisasi
produksi batubara di lapangan pada bulan Januari sampai
bulan Maret 2018 hanya bulan Januari yang mencapai target
produksi, kemudian dilakukan perhitungan menggunakan
rumus produktivitas alat angkut untuk memperkirakan
produktivitas pada bulan-bulan selanjutnya ternyata masih
tidak mencapai target bulanan yang telah direncanakan
perusahaan, maka dapat disimpulkan bahwa alat angkut yang
mengalami masalah.
c.Nilai Keserasian kerja (match Factor), berdasarkan
perhitungan, bahwa nilai keserasian kerja pada produksi
batubara PT. Golden Great Borneo < 1 (kurang) yang artinya
alat gali muat bekerja tidakk penuh atau kurang dari 100%.
emiringan Jalan Angkut (grade), Berdasarkan pengamatan,
kemiringan tertinggi jalan angkut saat ini adalah 12%.
d. Upaya Peningkatan Produktivtas Alat Angkut, berdasarkan
hasil analisis, diketahui bahwa faktor penyebab
ketidaktercapaian produksi batubara disebabkan oleh
banyaknya waktu kerja yang hilang sehingga menghasilkan
rendahnya efisiensi kerja, serta tidak maksimalnya pemuatan
batubara pada alat angkut. Maka dari itu, dilakukan upaya-
upaya untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
Meningkatkan waktu kerja efektif dengan memperbaiki
hambatan-hambatan yang dapat dihindari agar efisiensi kerja
dapat meningkat. Selain itu memperbaiki pemuatan batubara
pada alat angkut dump truck Mitsubishi Fuso 220 Ps dengan
mengembalikan jumlah pengisian pada setiap 1 siklus, yaitu
sebanyak 7 kali pengisian. Setelah dilakukan percobaan
peningkatan waktu kerja efektif dengan memperbaiki
hambatan-hambatan yang terjadi, didapat efisiensi kerja
sebesar 67,7% yang sebelumnya sebesar 58,4%. Tabel 9,
Tabel 10, dan Tabel 11 menunjukkan rincian produktivitas
alat angkut selama 28, 30, dan 31 hari kerja untuk efisiensi
kerja 67,7% dan 7 kali pengisian pada alat angkut dump truck
Mitsubishi Fuso 220 Ps. Pada tabel tersebut produktivitas alat
angkut batubara meningkat dan melebihi dari target produksi
yang telah direncanakan perusahaan. Kemudian setelah
dilakukan upaya peningkatan produktivitas alat angkut dan
dikelompokkan sesuai jumlah hari pada Tabel 12
produktivitas alat angkut pada bulanbulan selanjutnya dapat
tercapai dan melebihi target produksi yang telah direncanakan
oleh perusahaan dan dibuat tabel perbandingan produktivitas
alat angkut sebelum dan setelah perbaikan pada Tabel 13.
e.Nilai Keserasian Kerja (Match Factor) Setelah Perbaikan
Setelah dilakukan upaya perbaikan terhadap pengisian
batubara dari backhoe ke dump truck Mitsubishi Fuso 220 Ps
nilai keserasian alat (match factor) mengalami perubahan
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 14. Dari hasil
perhitungan setelah dilakukan perbaikan terhadap pengisian
batubara dari backhoe ke dump truck diperoleh nilai
keserasian alat (match factor) kurang dari 1, artinya alat gali
muat tidak bekerja penuh sehingga alat gali muat menunggu
alat angkut, tetapi produktivitas alat angkut sudah tercapai.
REVIEW JURNAL III
Judul Aplikasi Teori Antrian Dalam Penentuan Kebutuhan Alat
Angkut Untuk Pencapaian Target Pemindahan Overburden Di
Pt Rimau Energi Mining
Penulis Tri Lestari, Nurhakim, Riswan
Tahun 2019
Peninjau Reni (R1D1 15 136)
Latar Belakang Kegiatan penambangan merupakan hal yang penting dalam
Masalh pertambangan, karena hasil yang telah ditargetkan merupakan
tujuan utama dari kegiatan penambangan tersebut, akan tetapi
banyak sekali penyebab maupun faktor-faktor yang dapat
menghambat kegiatan penambangan yang mengakibatkan hasil
yang dicapai tidak sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
Salah satu faktor yang dapat menghambat hasil produksi dari
alat gali muat maupun alat angkut yaitu karena adanya waktu
tunggu dari alat angkut yang cukup tinggi sehingga membuat
hasil kerja alat menjadi tidak maksimal, dan karena aspek lain
juga seperti kondisi jalan angkut yang kurang bagus. Akan
tetapi, hal tersebut dapat diupayakan dengan melakukan
efisiensi terhadap jumlah alat angkut dan alat gali muat. Salah
satu metode yang dapat digunakan untuk mengoptimasi
produksi alat angkut dan alat gali muat adalah dengan
menggunakan metode antrian.
Metode Penelitian
1.Teknik Pengumpulan Data, Data diperoleh dari pengamatan
langsung di lapangan (data primer) dan literatur-literatur yang
berhubungan dengan permasalahan yang ada (data sekunder).
Data primer yang diambil secara langsung di lapangan
meliputi data cycle time alat gali muat, data cycle time alat
angkut, dan data jalan angkut.
2.Teknik Pengolahan Data, Proses pemecahan masalah
menggunakan metode antrian yang kemudian dilakukan
perhitungan pada tahapan yang akan terjadi antrian,
selanjutnya dilakukan perhitungan probabilitas keadaan
antrian kemudian untuk mengetahui jumlah alat angkut yang
mengantri, waktu tunggu, kebutuhan alat angkut, dan
produktivitas dari alat angkut menurut teori antrian.
3.Proses Pemecahan Masalah, Dari data-data yang telah diambil
di lapangan kemudian dilakukan perhitungan data dilakukan
dengan menggunakan perhitungan teori antrian. Pada metode
antrian yaitu dilakukan perhitungan tahapan antrian,
perhitungan jumlah alat angkut mengantri, perhitungan waktu
tunggu, kebutuhan alat, dan perhitungan produktivitas alat
angkut dengan menggunakan teori antrian.

Hasil Pembahasan a.Produktivitas Alat Angkut, Produktivitas alat alat angkut


merupakan salah satu faktor yang paling diperhatikan untuk
ketercapaian dari target produksi didalam suatu perusahaan.
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa ketercapaian dari
plant target produktivitas sebesar 65 bcm/jam hanya tercapai
pada satu alat angkut yaitu untuk ADT Volvo A40F No 72.
Penyebab dari tidak tercapainya produktivitas alat angkut
yaitu karena waktu tunggu atau waktu antrian dari alat angkut
yang salah satu faktor penyebabnya yaitu dari lebar jalan
angkut yang sempit dan nilai rolling resistance yang cukup
tinggi.
b.Faktor Penyebab tidak Tercapai Target produksi,
Ketidaktercapaian dari target produksi merupakan suatu
masalah yang sangat berpengaruh terhadap hasil dari
kegiatan penambangan. Beberapa faktor yang menjadi
penyebab tidak tercapainya target produksi yaitu karena lebar
jalan dan rolling resistance yang menambah waktu antrian alat
angkut. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat pada segmen 3 dan
segmen 7 perlukan dilakukan penambahan lebar jalan agar
sesuai dengan spesifikasi alat angkut menjadi sebesar 12,02
meter, dan pada saat melakukan penelitian di lapangan
banyak terjadi penumpukan alat angkut di jalan karena alat
angkut harus bergantian saat lewat karena ada grader yang
lewat dan harus bergantian dengan alat angkut lain karena
jalannya sempit dan akhirnya menambah waktu antri alat
angkut di loading point maupun di disposal. Berdasarkan
Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai dari rolling resistance cukup
tinggi dan perlu dilakukan perbaikan jalan dengan cara
penimbunan agar rolling resistance menjadi rendah dan tidak
menggangu alat angkut pada saat melakukan travel bermuatan
ataupun travel kosong.|
d.Perhitungan dengan Menggunakan Metode Teori Antrian,
Pada penelitian ini metode teori antrian merupakan merupakan
metode yang digunakan dalam penyelesain masalah yang
digunakan untuk mengetahui tingkat ketercapain
produktivitas alat angkut. Dari hasil penelitian di lapangan
didapatkan bahwa metode antrian yang digunakan yaitu
metode antrian tertutup atau antrian putaran dengan disiplin
pelayanan menggunakan FIFO (first in first out) dan fasilitas
pelayanannya yaitu single channel single phase. Dalam
perhitungan metode antrian terdapat 4 tahapan untuk
mengetahui tingkat pelayanan, keempat tahapan tersebut
dapat dilihat pada Gambar-1. Berdasarkan gamar-1, maka
dapat dilihat bagaimana tahapan yang terjadi saat alat angkut
dalam tahapan pelayanan. Berikut merupakan tabel yang
memperlihatkan hasil perhitungan tahapan pelayanan, dapat
dilihat pada Tabel-5. Berdasarkan Tabel-5 maka dapat
diketahui bahwa tingkat pelayanan alat angkut pada tahap 1
yang berada di tempat pemuatan yaitu sebanyak 32,6
unit/jam, tahap 2 yang sedang melakukan pengangkutan
bermuatan yaitu sebanyak 10,2 unit/jam, tahap 3 yang sedang
melakukan penumpahan material yaitu sebanyak 88,2
unit/jam, dan tahap 4 yang sedang melakukan pengangkutan
kosong yaitu sebanyak 10 unit/jam.Untuk jumlah keadaan
antrian dimana alat gali muat melayani alat angkut sebanyak 4
unit yaitu sebanyak 35 kemungkinan, yang artinya ada 35
bentuk atau cara keadaan sistem alat angkut pada saat
mengantri. Perhitungan probabilitas keadaan sistem antrian
dapat dilihat pada (Lampiran K). Dari 35 kemungkinan alat
angkut mengantri yang sebaiknya terjadi yaitu pada keadaan
P(1,1,1,1) yang artinya 1 alat angkut berada pada saat
pemuatan, 1 alat angkut sedang melakukan pengangkutan
bermuatan, 1 alat angkut sedang menumpahkan material, dan
1 alat angkut lagi sedang melakukan pengangkutan kosong,
sehingga tidak ada alat angkut yang mengantri pada tahapan
tersebut. Berikut ini merupakan tabel untuk rata-rata jumlah
alat angkut, waktu tunggu, dan total cycle time dari alat
angkut. Berdasarkan Tabel-6 maka dapat diketahui bahwa
rata-rata jumlah alat angkut yang mengantri pada loading
point yaitu sebanyak 1 unit dan rata-rata jumlah alat angkut
yang mengantri pada disposal sebanyak 1 unit, waktu tunggu
alat angkut di loading point yaitu selama 1,13 menit dan
waktu tunggu alat angkut di disposal selama 0,11 menit,
untuk cycle time alat angkut dengan adanya antrian yaitu 15,6
menit sedangkan cycle time alat angkut tanpa antrian yaitu
14,4 menit. Untuk jumlah alat angkut yang diperlukan sesuai
dengan tingkat pelayanan alat gali muat tanpa waktu tunggu
yaitu sebanyak 8 unit, tetapi dengan kondisi lapangan yang
tidak memungkinkan maka jumlah alat angkut yang
digunakan sesuai dengan kondisi awal yaitu 4 unit,
sebenarnya dengan menggunakan 4 unit sudah bisa mencapai
target pemindahan, akan tetapi karena ada faktor penghambat
salah satunya seperti kurangnya lebar jalan dan besarnya nilai
rolling resistance merupakan faktor penyebab tidak
tercapainya target produktivitas alat angkut, karena pada saat
melakukan penelitian banyak terjadi penumpukan alat angkut
di front penambangan akibat dari sempitnya jalan dan
besarnya rolling resistance pada jalan angkut sehingga
mengakibatkan terjadinya penumpukan dan menambah waktu
antrian pada alat angkut.

REVIEW JURNAL IV
Judul Penambangan Sistem Terbuka Ramah Lingkungan Dan Upaya
Reklamasi Pasca Tambang Untuk Memperbaiki Kualitas
Sumberdaya Lahan Dan Hayati Tanah
Penulis Subowo G
Tahun 2013
Peninjau Reni ( R1D115136)
Latar Belakang Perubahan lingkungan pasca penambangan yang terjadi,
Masalah selain perubahan bentang lahan juga kualitas tanah hasil
penimbunan setelah penambangan. Struktur tanah penutup
rusak sebagai mana sebelumnya, juga tanah lapisan atas
bercampur ataupun terbenam di lapisan dalam. Tanah bagian
atas digantikan tanah dari lapisan bawah yang kurang subur,
sebaliknya tanah lapisan atas yang subur berada di lapisan
bawah. Demikian juga populasi hayati tanah yang ada di tanah
lapisan atas menjadi terbenam, sehingga hilang/mati dan tidak
berfungsi sebagaimana mestinya. Daya dukung tanah lapisan
atas pasca penambangan untuk pertumbuhan tanaman menjadi
rendah. Hidayati (2000) melaporkan bahwa tanah lapisan atas
hasil reklamasi penambangan emas rakyat secara terbuka di
Jampang, Sukabumi terjadi penurunan status hara tanah,
populasi mikroba dan serangga penyubur tanah, serta merubah
iklim mikro menjadi kurang baik untuk organisme hidup.
Dariah et al. (2010) menyatakan bahwa umumnya perencanaan
penutupan tambang (termasuk reklamasinya) tidak terintegrasi
dengan operasi pertambangan sejak awal sampai penutupan,
sehingga pasca penambangan timbul berbagai masalah. Untuk
itu penanganan kegiatan penambangan sistem terbuka
hendaknya dilakukan secara terintegrasi dengan tetap menjaga
kelestarian nilai fungsi lahan untuk kepentingan selanjutnya
serta murah dalam pelaksanaannya.
Pada penambangan sistem terbuka nampak bahwa apabila
penanganan kurang hatihati permasalahan yang mungkin terjadi
adalah perubahan bentang lahan, rusaknya struktur tanah, dan
hilangnya tanah lapisan atas. Hasil penelitian Subardja (2009)
menunjukkan bahwa lahan bekas penambangan rakyat sistem
terbuka memiliki permukaan lahan tidak teratur, kesuburan
tanah rendah, dan rawan erosi, sehingga daya dukung tanah
untuk tanaman rendah. Lahan terdegradasi umumnya memiliki
biota berbeda dengan komunitas ekosistem aslinya, terjadi
kecenderungan penurunan keanekaragaman jenis flora, fauna
dan mikroba. Munculnya kolong-kolong bekas galian juga
mengganggu sistem drainase dan mempersulit dalam
pemanfaatan lahan selanjutnya. Hancurnya struktur tanah
timbunan juga menurunkan stabilitas tanah, merubah distribusi
pori tanah yangberperanan penting dalam memegang air,
merusak saluran-saluran pori tanah yang berperanan penting
dalam meresapkan air ke dalam tanah, dan meningkatkan
potensi terjadinya erosi. Hilangnya/terbenamnya tanah lapisan
atas yang subur akan menurunkan daya dukung tanah untuk
pertumbuhan tanaman. Barus dan Suwardjo (1986) melaporkan
bahwa hilangnya tanah lapisan atas mengakibatkan sifat fisik
(aerasi, permeabilitas dan stabilitas agregat) lebih buruk dan
hasil tanaman semusim lebih rendah dibandingkan dengan tanah
utuh. Pemulihan kesuburan kimia maupun biologi tanah lapisan
atas pasca penambangan memerlukan waktu dan biaya yang
tidak sedikit. Pembentukan tanah lapisan atas setebal 2,5 cm
pada lereng G. Krakatau diperlukan waktu ±100 tahun. Untuk
itu pelestarian sumberdaya lahan dan hayati tanah penting
diupayakan agar produktivitas dan kelestarian lingkungan dapat
dijaga.
Metode Penelitian Dalam tahap pelaksanaan penelitian disusun suatu lingkup
perencanaan yaitu:Survey Lokasi Proyek, Identifikasi Masalah,
Studi Literatur Mencari bahan pustaka yang berkaitan dengan
judul untuk menunnjang penelitian, Pengambilan Data Data
primer merupakan data langsung dari objek yang diteliti seperti
wawancara. Data sekunder merupakan data diambil dari data
yang telah ada atau data yang sudah disurvei sebelumnya oleh
badan usaha atau instansi lain.
Hasil Pembahasan a.Pengaturan tataletak bench/blok penambangan, Untuk itu
dalam sistem penambangan terbuka sebaiknya dilakukan
dengan sistem bench/blok. Penempatan blok kegiatan
penambangan disesuaikan dengan kualitas/kandungan bahan
tambang, kapasitas/volume dan pola sebaran (vertikal/
horizontal). Penempatan blok diatur sedemikian rupa,
sehingga kegiatan penambangan dapat dilakukan secara
bertahap sesuai konsesi waktu yang telah direkomendasikan.
Penempatan blok penambangan hendaknya dimulai dari
lereng paling bawah, selanjutnya bertahap pada lereng di
atasnya. Hal ini penting agar pada awal penambangan risiko
erosi tanah saat konstruksi/penggalian rendah dan dapat
ditahan secara setempat. Kegiatan penambangan selanjutnya
dilakukan secara bertahap pada lereng di atasnya, sehingga
dampak peningkatan erosi saat konstruksi dapat ditahan oleh
lereng di bawahnya yang telah direklamasi dan revegetasi
dengan kemiringan lebih rendah, sehingga deposit tanah
tererosi dapat ditampung dan tidak terbawa keluar. Dengan
sistem ini terjadi pemotongan panjang lereng dan penurunan
kemiringan lereng.
b.Pengupasan tanah pucuk (topsoil), Sesuai dengan tahapan
kegiatan penambangan yang diawali dari blok pada lereng
paling bawah, maka kupasan tanah lapisan atas yang
merupakan tanah yang memiliki kesuburan paling tinggi dan
mampu mendukung pertumbuhan tanaman hendaknya
disimpan pada tempat yang aman terhadap erosi dan
pengeringan. Tanah lapisan atas dari lereng paling bawah
yang umumnya lebih tebal diamankan sebagai penyangga
pemenuhan kebutuhan tanah lapisan atas untuk penutupan
pasca penambangan untuk blok-blok berikutnya. Sementara
untuk tanah lapisan atas hasil kupasan pada penambangan
blok berikutnya (diatasnya) dapat langsung disebarkan
kembali pada bangku teras lahan bekas tambang sebelumnya
(dibawahnya)yang telah direklamasi dengan bentukan berteras
bangku sebagai penutup tanah lapisan atas.
c.Pengupasan tanah penutup overburden (subsoil), Kupasan
tanah penutup hasil galian yang berupa tanah lapisan bawah
(sub soil/ overburden) dengan volume yang besar untuk
sementara waktu ditempatkan di pinggiran daerah penggalian
bahan tambang masingmasing blok. Lokasi penimbunan ini
hendaknya aman dari kemungkinan erosi dan mudah dalam
pengambilan untuk ditimbunkan kembali. Setelah selesai
kegiatan penambangan selesai, tanah penutup ini langsung
dikembalikan sebagai tanah penutup kolong dan diatur
berteras.
d.Penggalian bahan tambang (ore), Penggalian bahan tambang
dilakukan setelah tanah penutup terkupas keluar. Bentuk
galian hendaknya menyempit di bawah, bukan melebar ke
bawah. Hal ini penting agar konstruksi tanah pasca
penambangan stabil oleh adanya pemadatan alami setelah
rekonstruksi. Apabila terjadi penurunan permukaan tanah
pasca reklamasi secara alami, permukaan teras turun secara
serentak dan tidak banyak mengalami perubahan. Sebaliknya,
apabila membentuk rongga-rongga di bagian bawah akan
mengganggu/merusak bangku teras yang dihasilkan dan juga
mengganggu tanaman revegetasi.
e.Reklamasi kolong bekas penambangan, Reklamasi lahan
merupakan upaya untuk memperbaiki atau memulihkan
kondisi lahan yang rusak agar dapat berfungsi kembali secara
optimal sesuai dengan kemampuannya.Upaya reklamasi lahan
bekas penambangan terbuka dilakukan dengan menutup
kembali kolong yang terbuka dengan tanah penutup
(overburden) hasil galian dari blok tersebut. Tanah penutup
diratakan dan dipadatkan dengan sistem teras bangku datar
dengan lebar bangku teras >5 m, tinggi vertikal interval.

REVIEW JURNAL V
Judul Analisis Perhitungan Biaya Penambangan Batu Silika Pada
Departemen Tambang Pt Semen Padang
Penulis Prasticia Chandra Dewi
Tahun 2011
Peninjau Reni ( R1D115136)
Latar Belakang Setiap proses penambangan membutuhkan biaya-biaya yang
Masalah sangat besar, seperti biaya langsung, biaya tidak langsung, biaya
overhead, dan lain-lain. Oleh karena itu diperlukan perhitungan
yang tepat untuk dapat mengetahui harga jual dari setiap ton
batu kapur atau batu silika yang dihasilkan agar perusahaan
memperoleh keuntungan. Harga pokok produksi merupakan
total biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam memproduksi
satu unit produk sehingga dapat ditentukan berapa harga
penjualan dari sebuah produk dengan mempertimbangkan
keuntungan yang diinginkan. Perhitungan harga pokok produksi
mempertimbangkan berbagai aspek, seperti biaya operasional,
biaya material, biaya tenaga kerja, baik tenaga kerja tetap
maupun yang borongan sehingga dapat menentukan harga
pokok produksi yang tepat.
Kesalahan yang terjadi dalam perhitungan harga pokok
produksi dapat mengakibatkan penentuan harga jual pada suatu
perusahaan menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah. Harga jual
yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan produk yang
ditawarkan perusahaan akan sulit bersaing dengan produk
sejenis yang ada di pasar, sebaliknya jika harga jual produk
terlalu rendah akan mangakibatkan laba yang diperoleh
perusahaan rendah pula. Penentuan harga pokok produksi yang
tepat dapat mengatasi kedua hal tersebut.

Metode Penelitian Data yang dikumpulkan pada penelitian ini menggunakan


beberapa cara sebagai berikut:
1.Observasi Pengumpulan data melalui observasi yaitu dengan
melakukan penelitian langsung di PT Semen Padang. Melalui
observasi ini akan didapatkan data mengenai situasi dan profil
perusahaan yang terdiri dari visi dan misi perusahaan, struktur
organisasi dan bidang usaha PT Semen Padang.
2.Wawancara Pengumpulan data melalui wawancara dilakukan
untuk mengetahui kondisi nyata perusahaan, data proses
penambangn, serta data rincian biaya yang digunakan selama
proses penambangan batu silika. Wawancara ini dilakukan
langsung dengan pihak perusahaan yang memahami kondisi
perusahaan dengan baik.
3.Opini pakar Pengumpulan data melalui opini pakar dilakukan
dengan pembimbing di perusahaan dan dosen untuk
menentukan pengelompokkan biaya dari masing-masing
klasifikasi sehingga didapatkan rincian biaya dari
masingmasing klasifikasi. Pakar ini terdiri dari dua orang
pakar yang berasal dari PT Semen Padang sendiri dan satu
orang pihak luar perusahaan yang dinilai paham tentang
permasalahan ini.
Hasil Pembahasan a.Pengumpulan Data, Data primer didapatkan dengan
mengetahui terlebih dahulu aktivitas di Departemen Tambang
sehingga memudahkan dalam pengelompokkan biaya dan data
sekunder didapat dari Departemen Tambang berupa perincian
biaya yang terdapat di Departemen Tambang. Data sekunder
yang didapatkan dari Departemen Tambang terdiri dari dua
data, yaitu data umum yang digunakan untuk penambangan
batu kapur dan batu silika serta data khusus yang digunakan
hanya untuk penambangan batu silika. Berikut merupakan
biaya-biaya umum yang dikeluarkan sealama proses
penambangan batu kapur dan batu silika pada Departemen
Tambang.
b.Pengolahan Data,Data yang telah didapatkan dihitung dengan
menggunakan metode full costing. Berdasarkan metode full
costing, biaya dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead
pabrik tetap, dan biaya overhead pabrik variabel.
 Biaya Bahan Baku, Perhitungan biaya bahan baku tidak
dilakukan pada penambangan batu silika. Biaya bahan
baku hanya dimiliki oleh penambangan batu kapur yang
terdiri dari biaya bahan peledak, sedangkan untuk
pengolahan batu silika tidak memiliki biaya bahan baku
langsung. Penambangan batu silika tidak membutuhkan
biaya bahan baku. Hal ini karena untuk penambangan
batu silika tidak dengan cara pengeboman seperti yang
dilakukan pada penambangan batu kapur. Penambangan
batu silika hanya dengan mengeruk bagian luar dengan
alat berat karena batu silika merupakan material yang
lunak. Oleh karena itu, tidak ada perhitungan biaya
bahan baku untuk proses penambangan batu silika.
 Biaya tenaga kerja, langsung adalah sejumlah uang
yang diberikan kepada karyawan yang dikerahkan
untuk mengubah bahan langsung menjadi barang jadi.
 Biaya Overhead Pabrik Biaya overhead pabrik disebut
juga biaya produk tidak langsung, yaitu kumpulan dari
semua biaya untuk membuat suatu produk selain biaya
bahan baku langsung dan tidak langsung.
c.Perhitungan Harga Pokok Produksi Metode perhitungan harga
pokok yang dilakukan yaitu menggunakan metode Full
costing. Hal ini disebabkan karena penentuan harga pokok
produk produksi dilakukan dengan memasukkan seluruh
komponen biaya produksi sebagai unsur harga pokok, yang
meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan
biaya overhead pabrik. Berikut merupakan hasil perhitungan
harga pokok produksi dari batu silika. Perhitungan: Diketahui:
Total biaya tenaga kerja langsung = Rp. 23.277.754.008,-
Total biaya overhead = Rp. 28.094.164.495,- Jumlah produksi
batu silika = 953.959 ton per tahun Permasalahan:
Menghitung harga pokok produksi batu silika dan harga batu
silika per ton. Solusi:
 Harga Pokok Produksi (HPP)
= Biaya Bahan Baku + Biaya Tenaga Kerja Langsung + Biaya
Overhead
= Rp. 0 + Rp. 23.277.754.008,00 + Rp.
28.094.164.495,00
= Rp. 51.371.918.503,00
 Harga Produk Batu Silika
=HPP di bagi Jumlah Pr oduksi(ton)
=Rp.51.371.918.503,00 / 953.959
=Rp. 53.851,- per ton
d.Biaya Produksi, Untuk mendapatkan biaya produksi, terlebih
dahulu harus diketahui apa saja biaya yang dibutuhkan untuk
mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk
dijual. Menurut objek pengeluarannya, secara garis besar
biaya produksi dibagi menjadi biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung, dan biaya overhead pabrik (factory overhead
cost). Setiap usaha baik yang bergerak dalam sektor jasa,
dagang, maupun manufaktur pasti memiliki suatu sistem
pembukuan yang menjelaskan sistem keuangan dalam usaha
tersebut. Perhitungan biaya bahan baku langsung tidak
dilakukan pada proses penambangan dan pengolahan batu
silika. Hal ini disebabkan karena pada proses penambangan
batu silika, tidak dilakukan dengan cara pengeboman,
melainkan hanya dengan cara pengerukkan.
Biaya tenaga kerja meliputi gaji, upah lembur, biaya
tunjangan, dan sebagainya. Biaya tenaga kerja pada proses
penambangan batu silika berjumlah sebesar Rp
23.277.754.008. Berdasarkan total biaya tenaga kerja yang
dikeluarkan, sebesar 45% dari total dari harga pokok produksi
dikeluarkan khusus untuk biaya tenaga kerja. Hal ini berarti
biaya tenaga kerja merupakan hal yang penting dalam
menentukan harga pokok produksi.
Biaya overhead untuk batu silika berjumlah sebesar Rp
28.094.164.495. Berdasarkan rincian tersebut terlihat bahwa
biaya overhead lebih besar dibandingkan dengan biaya tenaga
kerja langsung yaitu sebsesar 54%. Biaya overhead yang besar
diakibatkan dengan adanya penyewaan alat-alat berat yang
dilakukan oleh perusahaan. Jika alat-alat berat ini tidak
disewa, melainkan dibeli, tentu saja biaya overhead untuk
pembelian alat-alat berat ini tidak akan sebesar
penyewaannya, sehingga dapat menurunkan harga pokok
produksi.
e.Harga pokok produksi, terdiri dari biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Harga pokok
produksi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
menghasilkan produk yang terjual dan terjadi di dalam pabrik.
Perhitungan harga pokok produksi dilakukan dengan
menggunakan metode full costing. Pemilihan metode ini
disebabkan karena penentuan harga pokok produk produksi
dilakukan dengan memasukkan seluruh komponen biaya
produksi sebagai unsur harga pokok, yang meliputi biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead
pabrik. Harga produk batu silika per ton mencapai Rp.
53.851,00. Hal ini bukan harga yang menjadi harga semen per
ton.
f.Verifikasi dan Validasi Total biaya produksi dari
penambangan batu silika adalah Rp.51.371.918.503.
Perhitungan ini telah mencakup semua aspek yang dibutuhkan
pada proses penambangan batu silika. Aspekaspek yang telah
dipelajari dan dihitung pada proses penambangan batu silika
adalah aspek bahan baku, tenaga kerja langsung, dan overhead
pabrik seperti yang telah dipaparkan pada perhitungan
sebelumnya. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan
sebelumnya dan menerima opini dari pembimbing di
perusahaan dan dosen berupa penentuan harga pokok produksi
harus mencakup seluruh aspek biaya yang terdapat dalam
suatu proses produksi, maka dapat disimpulkan bahwa
perhitungan yang telah dilakukan telah sesuai dengan teori
yang melandasinya dan perhitungan ini dapat diterima oleh
pihak perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai