Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN PENYAKIT

HIV/AIDS

Disusun Oleh

Maharani Avia Pakila

2114901013

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

2021-2022

LAPORAN PENDAHULUAN

HIV-AIDS

A. Defenisi HIV-AIDS

HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia


yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka
waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS. Human
Immunodeficiency Virus (HIV) adalah jenis virus yang tergolong familia
retrovirus, sel sel darah putih yang diserang oleh HIV pada penderita yang
terinfeksi adalah sel-sel limfosit T (CD4) yang berfungsi dalam sistem
imun (kekebalan) tubuh. HIV memperbanyak diri dalam sel limfosit yang
diinfeksinya dan merusak sel-sel tersebut, sehingga mengakibatkan sistem
imun terganggu dan daya tahan tubuh berangsur-angsur menurun ( Daili,
F.S. , 2009)
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah
sekumpulan gejala penyakit karena menurunnya sistem kekebalan tubuh
yang disebabkan oleh infeksi HIV. Centers for Disease Control (CDC)
merekomendasikan bahwa diagnosa AIDS ditujukan pada orang yang
mengalami infeksi opportunistik, dimana orang tersebut mengalami
penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang)
dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. Kondisi lain yang sering
digambarkan meliputi kondisi demensia progresif, “wasting syndrome”,
atau sarkoma kaposi (pada pasien berusia lebih dari 60 tahun), kanker-
kanker khusus lainnya yaitu kanker serviks invasif atau diseminasi dari
penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi misalnya, TB
(Tubercolosis). (Doenges, 2000).
Acquired Immune Deficiency syndrome (AIDS) merupakan
kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh
terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Virus
tersebut merusak kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya
atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit
infeksi. (Nursalam, 2007).

B. Etiologi HIV-AIDS
Penyebab penyakit AIDS adalah virus HIV dan saat ini telah
diketahui dua tipe yaitu tipe HIV-1 dan HIV-2.Infeksi yang terjadi
sebagianbesar disebabkan oleh HIV-1, sedangkan HIV-2 benyak terdapat
di Afrika Barat. Gambaran klinis dari HIV-1 dan HIV-2 relatif sama,
hanya infeksi oleh HIV-1 jauh lebih mudah ditularkan dan masa
inkubasisejak mulai infeksi sampai timbulnya penyakit lebih pendek
(Martono, 2006).HIV yang dahulu disebut virus limpotrofik sel T manusia
atau virus limfadenopati(LAV), adalah suatu retrovirusmanusia
sitopatikdari famili lentivirus. Retrovirusmengubah
asamribonukleatnya(RNA) menjadi asam deoksiribonukleat(DNA)
setelahmasuk ke dalam sel penjamu. HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus
sitopatik,dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS di seluruh
dunia(Sylvia& Wilson, 2005).
Ciri khas morfologi yang unik dari virus HIV adalah adanya
nukleoid yang berbentuk silindr is dalam virion matur. Virus ini
mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag,
pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang
penting dalam pathogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal
yaitu protein tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus
terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya.Transaktivasi
pada hiv sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi HIV.
Proteinrev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Rev
membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein
nefmenginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat
menginfeksi sel yang lain (Brooks, 2005).

C. Klasifikasi

Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan


indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau
B3 dianggap menderita AIDS (Zuya Urahman, 2009).

1. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa
keadaan dalam kategori klinis B dan C.

a. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.


b. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent
Generalized Limpanodenophaty )
c. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit
yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV) yang akut.

2. Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :

a. Angiomatosis Baksilaris
b. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya
jelek terhadap terapi
c. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
d. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5° C ) atau diare lebih dari 1
bulan.
e. Leukoplakial yang berambut
f. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada
lebih dari satu dermaton saraf.
g. Idiopatik Trombositopenik Purpura
h. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii

3. Kategori Klinis C

Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :

a. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus


b. Kanker serviks inpasif
c. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
d. Kriptokokosis ekstrapulmoner
e. Kriptosporidosis internal kronis
f.Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
g. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
h. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus
(HIV)
i. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
j. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
k. Isoproasis intestinal yang kronis
l. Sarkoma Kaposi
m. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
n. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata /
ekstrapulmoner
o. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
p. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
q. Pneumonia Pneumocystic Cranii
r.Pneumonia Rekuren
s. Leukoenselophaty multifokal progresiva
t. Septikemia salmonella yang rekuren
u. Toksoplamosis otak
v. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)

D. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun )
adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan
terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan
protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen
grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan
meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga
dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi
virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan
melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi
untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam
nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang
permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat
mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV
didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus
HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah
mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang
memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi
limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau
fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak
menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan
menyebabkan penyakit yang serius.
Menurunnya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin
lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag
dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala
(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4
dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi
mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes
zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun
akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi.
Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS
apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila
terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

E. Manifestasi Klinik
Menurut KPA (2007), gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala
mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi).
1. Gejala mayor:
 Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
 Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
 Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
 Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
 Demensia/ HIV ensefalopati
2. Gejala Minor
 Batuk menetap lebih dari 1 bulan
 Dermatitis generalisata
 Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
 Kandidias orofaringeal
 Herpes simpleks kronis progresif
 Limfadenopati generalisata
 Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER)
(2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
1. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda
infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit
kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat
menularkan virus kepada orang lain.
2. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau
lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun
tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis
seperti pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang
khas), diare, berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.
3. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan
berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.
Menurut Sylvia& Wilson (2005) AIDS memiliki beragam manifestasi
klinis meliputi:
1. Keganasan
Sarkoma Kaposi (SK) adalah jenis keganasan yang tersering di jumpai
pada laki -laki homoseks atau biseks yang terinfeksi oleh HIV(20%),tetapi
jarang pada orang dewasa lain (kurang dari 2%) dansangat jarang pada anak.
Tanda lesi berupa bercak-bercak merahkekuningandi kulit,tetapi warna juga
mungkin bervariasi dari ungutua, merah muda, sampai merah coklat.Gejala
demam, penurunan berat badan, dan keringat malam.
2. Sistem Syaraf Pusat (SSP)
Gejala tanda awal limfoma sistem syaraf pusat (SSP) primer mencakup
nyeri kepala, berkurangnya ingatan jangka pendek, kelumpuhan syaraf
kranialis, hemiparesis, dan perubahan kepribadian.
3. Respiratorius
Pneumonia pneumocystis carini gejala: demam, batuk kering
nonproduktif, rasa lemah, dan sesak nafas.Gastro Intestinal Manifestasi
gastrointestinal penyakit AIDS mencakup hilangnya selera makan, mual,
vomitus, kandidiasis oral serta esophagus dan diare kronis.
4. Neurologik
Manifestasi dini nerologik penyakit AIDS ensefalopati HIV mencakup
gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi
progresif, pelambatan psikomotorik, apatis dan ataksia.
5. Integumen
Manifestasi kulit menyertai infeksi HIV dan infeksi oportunis serta
malignasi. Infeksi oportunistik seperti herpes zoster dan herpes simpleks
akan di sertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak integritas
kulit. Dermatitis seboreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan
indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah. Penderita AIDS juga dapat
memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang
kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti exzema atau
psoriasis.

F. Stadium HIV-AIDS
Perjalanan penyakit HIV/AIDS dibagi dalam tahap -tahap berdasarkan
keadaan klinis dan jumlah CD4(Cluster of Differentiaton). Menurut WHO (2006)
tahapan infeksi HIV/AIDS terbagi menjadi 4 stadium klinis:
1. Stadium klinis (1)
 Sejak virus masuk sampai terbentuk anti body (berlangsung 15 hari – 3
bulan).
 Keluhan yang sering muncul seperti sakit flu biasa dan bila diberi obat
akan berkurang atau sembuh, kadang terdapat limfadenopati generalisata.
 Hasil tes negatif, namun orang yang sudah terinfeksi ini sudah dapat
menularkan pada orang lain.
 CD4 nya 500-1000.
2. Stadium klinis II
 Waktunya antara 3 bulan s/d 5-10 tahun.
 Hasil tes positif.
 Tidak ada keluhan.
 CD4 nya 500-750.
3. Stadium klinis III (pra AIDS)
 Sudah tampak gejala tetapi masih umum seperti penyakit lainnya.
 Keluhan yang sering muncul : sariawan, kandidiasis mulut persisten,
selera makan hilang, demam berkepanjangan > 1 bulan, diare kronis > 1
bulan, kehilangan BB > 10%, timbul bercak-bercak merah di bawah
kulit, TB paru, anemia yang tidak diketahui sebabnya, trombositopenia,
limfisitopenia, pneumobakterial.
 CD4 nya 100-500
4. Stadium klinis IV
 Penderita tampak sangat lemah sekali.
 Daya tahan tubuh menurun.
 Munculnya beberapa penyakit yang sangat fatal seperti pneumonia
bacterial berulang, herpes simpleks kronis, toksoplasmosis otak, cito
megalo virus, mikobakteriosis, tuberkolosis luar paru, ensefalopati HIV,
timbul tumor atau kanker (limfoma dan sarkoma kaposi).
G. WOC
(Terlampir)

H. Cara Penularan
Empat prinsip dasar penularan HIV/AIDS (KPAD, 2010) adalah :
1. Exit yakni terdapat virus yang keluar tubuh
2. Survival yakni virus bertahan hidup
3. Suffient yakni jumlah virus yang cukup
4. Enter yakni terdapat pintu masuk bagi virus ke dalam tubuh

Menurut Martono (2006) virus HIV dapat ditularkan melalui beberapa cara
yaitu :
1. Hubungan seksual
Dengan orang yang menderita HIV/AIDS baik hubungan seksual secara
vagina, oral maupun anal, karena pada umumnya HIV terdapat pada darah,
sperma dan cairan vagina. Ini adalah cara penularan yang paling umum
terjadi. Sekitar 70-80% total kasus HIV/AIDS di dunia (hetero seksual
>70% dan homo seksual 10%) disumbangkan melalui penularan seksual
meskipun resiko terkena HIV/AIDS untuk sekali terpapar kecil yakni 0,1-
1,0%.
2. Tranfusi darah yang tercemar HIV
Darah yang mengandung HIV secara otomatis akan mencemari darah
penerima. Bila ini terjadi maka pasien secara langsung terinfeksi HIV,
resiko penularan sekali terpapar >90%. Transfusi darah menyumbang
kasus HIV/AIDS sebesar 3-5% dari total kasus sedunia.

3. Tertusuk atau tubuh tergores oleh alat yang tercemar HIV


Jarum suntik, alat tindik, jarum tattoo atau pisau cukur yang
sebelumnya digunakan oleh orang HIV (+) dapat sebagai media penularan.
Resiko penularannya 0,5-1-1% dan menyumbangkan kasus HIV/AIDS
sebesar 5-10% total seluruh kasus sedunia.
4. Ibu hamil yang menderita HIV (+)
kepada janin yang dikandungnya dengan resiko penularan ±30% dan
berkontribusi terhadap total kasus sedunia sebesar 5-10%.

BKKN (2007) menegaskan bahwa HIV/AIDS tidak dapat menular melalui


aktifitas seperti :
 Berjabat tangan
 Makan bersama
 Menggunakan telepon bergantian
 Bergantian pakaian
 Tinggal serumah dengan ODHA
 Mandi bersama di kolam renang
 Gigitan nyamuk
 Batuk/bersin
 Ciuman
 Duduk bersama

I. Pemeriksaan Diagnostik
Pada daerah di mana tersedia laboratorium pemeriksaan anti-HIV,
penegakan diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan serum atau cairan
tubuh lain (cerebrospinal fluid) penderita.
1. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)
ELISA digunakan untuk menemukan antibodi (Baratawidjaja).
Kelebihan teknik ELISA yaitu sensitifitas yang tinggi yaitu 98,1 %-100%
(Kresno). Biasanya memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi. Tes
ELISA telah menggunakan antigen recombinan, yang sangat spesifik
terhadap envelope dan core (Hanum, 2009).
2. Western Blot
Western blot biasanya digunakan untuk menentukan kadar relatif
dari suatu protein dalam suatu campuran berbagai jenis protein atau
molekul lain. Biasanya protein HIV yang digunakan dalam campuran
adalah jenis antigen yang mempunyai makna klinik, seperti gp120 dan
gp41 (Kresno, 2001).
Western blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,6% - 100%.
Namun pemeriksaan cukup sulit, mahal membutuhkan waktu sekitar 24
jam (Hanum, 2009).
3. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Kegunaan PCR yakni sebagai tes HIV pada bayi, pada saat zat
antibodi maternal masih ada pada bayi dan menghambat pemeriksaan
secara serologis maupun status infeksi individu yang seronegatif pada
kelompok risiko tinggi dan sebagai tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab
sensitivitas ELISA rendah untuk HIV-2 (Kresno, 2001). Pemeriksaan CD4
dilakukan dengan melakukan imunophenotyping yaitu dengan flow
cytometry dan cell sorter. Prinsip flowcytometry dan cell sorting
(fluorescence activated cell sorter, FAST) adalah menggabungkan
kemampuan alat untuk mengidentifasi karakteristik permukaan setiap sel
dengan kemampuan memisahkan sel-sel yang berada dalam suatu suspensi
menurut karakteristik masing-masing secara otomatis melalui suatu celah,
yang ditembus oleh seberkas sinar laser. Setiap sel yang melewati berkas
sinar laser menimbulkan sinyal elektronik yang dicatat oleh instrumen
sebagai karakteristik sel bersangkutan. Setiap karakteristik molekul pada
permukaan sel manapun yang terdapat di dalam sel dapat diidentifikasi
dengan menggunakan satu atau lebih probe yang sesuai. Dengan demikian,
alat itu dapat mengidentifikasi setiap jenis dan aktivitas sel dan
menghitung jumlah masing-masing dalam suatu populasi campuran
(Kresno, 2001).

J. Penatalaksanaan
A. Non Farmakologi
1. Fisik
Aspek fisik pada PHIV ( pasien terinfeksi HIV ) adalah
pemenuhan kebutuhan fisik sebagai akibat dari tanda dan gejala
yang terjadi. Aspek perawatan fisik meliputi :
a) Universal Precautions
Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi
sederhana yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan,
untuk semua pasien setiap saat, pada semua tempat pelayanan
dalam rangka mengurangi risiko penyebaran infeksi.
Selama sakit, penerapan universal precautions oleh
perawat, keluraga, dan pasien sendiri sangat penting. Hal ini di
tunjukkan untuk mencegah terjadinya penularan virus HIV.
Prinsip-prinsip universal precautions meliputi:
1). Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila
mengenai cairan tubuh pasien menggunakan alat
pelindung, seperti sarung tangan, masker, kacamata
pelindung, penutup kepala, apron dan sepatu boot.
Penggunaan alat pelindung disesuakan dengan jenis
tindakan yang akan dilakukan.
2). Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan,
termasuk setelah melepas sarung tangan.
3). Dekontaminasi cairan tubuh pasien.
4). Memakai alat kedokteran sekali pakai atau mensterilisasi
semua alat kedokteran yang dipakai (tercemar).
5). Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan.
6). Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh
secara benar dan aman.
b) Peran perawat dan pemberian ARV
1). Manfaat penggunaan obat dalam bentuk kombinasi adalah:
(a) Memperoleh khasiat yang lebih lama untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya resistensi.
(b) Meningkatkan efektivitas dan lebih menekan
aktivitas virus. Bila timbul efek samping, bisa
diganti dengan obat lainnya, dan bila virus mulai
rasisten terhadap obat yang sedang digunakan bisa
memakai kombinasi lain.
2). Efektivitas obat ARV kombinasi:
(a) AVR kombinasi lebih efektif karena memiliki
khasiat AVR yang lebih tinggi dan menurunkan
viral load lebih tinggi dibandingkan dengan
penggunaan satu jenis obat saja.
(b) Kemungkinan terjadi resistensi virus kecil, akan
tetapi bila pasien lupa minum dapat menimbulkan
terjadinya resistensi.
(c) Kombinasi menyebabkan dosis masing-masing obat
lebih kecil, sehingga kemungkinan efek samping
lebih kecil.
c) Pemberian nutrisi
Pasien dengan HIV/ AIDS sangat membutuhkan vitamin dan
mineral dalam jumlah yang lebih banyak dari yang biasanya
diperoleh dalam makanan sehari- hari. Sebagian besar ODHA
akan mengalami defisiensi vitamin sehingga memerlukan
makanan tambahan
HIV menyebabkan hilangnya nafsu makan dan gangguan
penyerapan nutrient. Hal ini berhubungan dengan menurunnya
atau habisnya cadangan vitamin dan mineral dalam tubuh.
Defisiensi vitamin dan mineral pada ODHA dimulai sejak
masih dalam stadium dini. Walaupun jumlah makanan ODHA
sudah cukup dan berimbang seperti orang sehat, tetapi akan
tetap terjadi defisiensi vitamin dan mineral.
d) Aktivitas dan istirahat
(a) Manfaat olah raga terhadap imunitas tubuh
Hamper semua organ merespons stress olahraga. Pada
keadaan akut , olah raga akan berefek buruk pada
kesehatan, olahraga yang dilakukan secara teratur
menimbulkan adaptasi organ tubuh yang berefek
menyehatkan
(b) Pengaruh latihan fisik terhadap tubuh
(1) Perubahan system tubuh
Olahraga meningkatkan cardiac output dari 5
i/menit menjadi 20 1/menit pada orang dewasa sehat.
Hal ini menyebabkan peningkatan darah ke otot skelet
dan jantung.
(2) Sistem pulmoner
Olahraga meningkatkan frekuensi nafas,
meningkatkan pertukaran gas serta pengangkutan
oksigen, dan penggunaan oksigen oleh otot.
(3) Metabolisme
Untuk melakukan olah raga, otot memerlukan energi.
Pada olah raga intensitas rendah sampai sedang,
terjadi pemecahan trigliserida dan jaringa adiposa
menjadi glikogen dan FFA (free fatty acid). Pada
olahraga intensitas tinggi kebutuhan energy
meningkat, otot makin tergantung glikogen sehingga
metabolisme berubah dari metabolisme aerob menjadi
anaerob
2. Psikologis (strategi koping)
Mekanisme koping terbentuk melalui proses dan mengingat.
Belajar yang dimaksud adalah kemampuan menyesuaikan diri
(adaptasi) pada pengaruh internal dan eksterna
3. Sosial
Dukungan social sangat diperlukan PHIV yang kondisinya sudah
sangat parah. Individu yang termasuk dalamdan memberikan
dukungan social meliputi pasangan (suami/istri), orang tua, anak,
sanak keluarga, teman, tim kesehatan, atasan, dan konselor.

B. Farmakologis :
Belum ada penyembuhan bagi AIDS, sehingga pencegahan infeksi
HIV perlu dilakukan. Pencegahan berarti tidak kontak dengan cairan tubuh
yang tercemar HIV.
a. Pengendalian Infeksi Oportunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi
yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi
penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan
perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang
efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya
< 3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500
mm3.
c. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas sistem imun
dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi
virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah : didanosine, ribavirin,
diedoxycytidine, dan recombinant CD 4 dapat larut.
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti
interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat
menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian
untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
1) Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan-
makanan sehat, hindari stress, gizi yang kurang, alkohol dan obat-
obatan yang mengganggu fungsi imun.
2) Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel
T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus
(HIV).
K. Komplikasi
a. Oral lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV),
leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan,
keletihan dan cacat.
1. Kandidiasis oral
Kandidiasis oral adalah suatu infeksi jamur, hampir
terdapat secara universal pada semua penderita AIDS serta
keadaan yang berhubungan dengan AIDS. Infeksi ini umumnya
mendahului infeksi serius lainnya. Kandidiasi oral ditandai oleh
bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Tanda –
tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan
yang sulit serta nyeri dan rasa sakit di balik sternum (nyeri
retrosternal). Sebagian pasien juga menderita lesi oral yang
mengalami ulserasi dan menjadi rentan terutama terhadap
penyebaran kandidiasis ke sistem tubuh yang lain.
2. Sarcoma Kaposi
Sarcoma Kaposi (dilafalkan KA- posheez), yaitu kelainaan
malignitas yang berkaitan dengan HIV yang sering ditemukan ,
merupakan penyakit yang melibatkan lapisan endotil pembuluh
darah dan limfe.
b. Neurologik
1. Kompleks dimensi AIDS karena serangan langsung HIV pada
sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan,
kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial.
Sebagian basar penderita mula-mula mengeluh lambat berpikir
atau sulit berkonsentrasi dan memusatkan perhatian. Penyakit
ini dapat menuju dimensia sepenuhnya dengan kelumpuhan
pada stadium akhir. Tidak semua penderita mencapai stadium
akhir ini.
2. Enselophaty akut karena reaksi terapeutik, hipoksia,
hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis/
ensefalitis. Dengan efek sakit kepala, malaise, demam, paralise
total/ parsial.
Ensefalopati HIV. Disebut pula sebagai kompleks demensia
AIDS (ADC; AIDS dementia complex), ensefalopati HIV
terjadi sedikitnya pada dua pertiga pasien –pasien AIDS.
Keadaan ini berupa sindrom klinis yang ditandai oleh penurunan
progresif pada fungsi kognitif, perilaku dan motorik. Tanda –
tanda dan gejalanya dapat samar- samar serta sulit dibedakan
dengan kelelahan, depresi atau efek terapi yang merugikan
terhadap infeksi dan malignansi
3. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi
sistemik, dan menarik endokarditis.
4. Neuropati karena inflamasi demielinasi oleh serangan HIV
dengan disertai rasa nyeri serta patirasa pada akstremitas,
kelemahan, penurunan refleks tendon yang dalam, hipotensi
orthostatik dan impotensi.
c. Gastrointestinal
1. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma dan sarkoma Kaposi. Dengan efek penurunan berat
badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
2. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma kaposi,
obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri
abdomen, ikterik, demam atritik.
3. Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan
sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan diare.
d. Respirasi
Infeksi karena pneumocystic carinii, cytomegalovirus, virus
influenza, pneumococcus, dan strongyloidiasis dengan efek nafas
pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan gagal nafas.
e. Dermatologi
Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
, reaksi otot, lesi scabies, dan dekopitus dengan efek nyeri, gatal,
rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis.
f. Sensorik
1. Pandangan: Sarkoma kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan.
2.Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HIV-AIDS

1. Identitas Klien
 Nama
 No RM
 Usia
 Jenis Kelamin
 Diagnosa
 Hari rawat
 Tanggal masuk rumah sakit
2. Pengkajian
 Keluhan masuk
Penyebab pasien dibawa ke rumah sakit apakah pasien mengalmai
penurunan kesadaran, sesak nafas, muntah darah, batuk dengan dahak
berdarah, demam atau nyeri pada kepala atau bagian tubuh lain
 Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Pasien mengatakan mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap
aktivitas biasanya, sulit tidur, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak
berguna, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri, depresi, nyeri panggul,
rasa terbakar saat miksi, diare intermitten, terus-menerus yang
disertai/tanpa kram abdominal, tidak nafsu makan, mual/muntah, rasa
sakit/tidak nyaman pada bagian oral, nyeri retrosternal saat menelan,
pusing, sakit kepala, tidak mampu mengingat sesuatu, konsentrasi
menurun, tidak merasakan perubahan posisi/getaran, kekuatan otot
menurun, ketajaman penglihatan menurun, kesemutan pada ekstremitas,
nyeri, sakit, dan rasa terbakar pada kaki, nyeri dada pleuritis, nafas
pendek, sering batuk berulang, sering demam berulang, berkeringat
malam, takut mengungkapkan pada orang lain dan takut ditolak
lingkungan, merasa kesepian/isolasi, menurunnya libido dan terlalu sakit
untuk melakukan hubungan seksual.
 Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
Pasien memiliki riwayat melakukan hubungan seksual dengan
pasangan yang positif mengidap HIV/AIDS, pasangan seksual multiple,
aktivitas seksual yang tidak terlindung, seks anal, homoseksual,
penggunaan kondom yang tidak konsisten, menggunakan pil pencegah
kehamilan (meningkatkan kerentanan terhadap virus pada wanita yang
terpajan karena peningkatan kekeringan/friabilitas vagina),  pemakai obat-
obatan IV dengan jarum suntik yang bergantian, riwayat menjalani
transfusi darah berulang, dan mengidap penyakit defesiensi im
 Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Riwayat HIV/AIDS pada keluarga, kehamilan keluarga dengan
HIV/AIDS, keluarga pengguna obat-obatan terlarang.

3. Pemeriksaan Fisik
 Kesadaran umum/ kesadaran
 Tanda- tanda Vital (TTV)
Tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan
 Pemeriksaan head to toe
a. Kepala : simteris atau tidak, normochepal
b. Mata :konjungtiva anemis (+), sclera Ikterik (+)
c. Hidung : sekret(+)
d. Telinga : nyeri tekan, kesimetrisan
e. Mulut : mukosa mulut kering(-),
f. Kulit : turgor kulit jelek(-)
g. Paru-paru :I simetris atau tidak
P fremitus atau tidak
P redup/sonor
A bronkovesikuler, ronkhi, whezzing
h. Jantung :I Iktus terlihat atau tidak
P Iktus teraba atau tidak
P Batas jantung
A Irama jantung
i. Abdomen :I Membuncit atau tidak
P H/L teraba atau tidak
P tympani
A bunyi bising usus norma/tidak
j. Ekstremitas : edema, nyeri tekan
 Pemeriksaan
a. Aktivitas dan istirahat        
Massa otot menurun, terjadi respon fisiologis terhadap aktivitas
seperti perubahan pada tekanan darah, frekuensi denyut jantung,
dan pernafasan.
b. Sirkulasi        
Takikardi, perubahan tekanan darah postural, penurunan volume
nadi perifer, pucat/sianosis, kapillary refill time meningkat.
c. Integritas ego           
Perilaku menarik diri, mengingkari, depresi, ekspresi takut,
perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, kontak mata
kurang, gagal menepati janji atau banyak janji.
d. Eliminasi   
Diare intermitten, terus menerus dengan/tanpa nyeri tekan
abdomen, lesi/abses rektal/perianal, feses encer dan/tanpa disertai
mukus atau darah, diare pekat, perubahan jumlah, warna, dan
karakteristik urine.
e. Makanan/cairan   
Adanya bising usus hiperaktif; penurunan berat badan: parawakan
kurus, menurunnya lemak subkutan/massa otot; turgor kulit buruk;
lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna;
kurangnya kebersihan gigi, adanya gigi yang tanggal; edema.
f. Higiene   
Penampilan tidak rapi, kekurangan dalam aktivitas perawatan diri.
g. Neurosensori
Perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental
sampai dimensia, lupa, konsentrasi buruk, kesadaran menurun,
apatis, retardasi psikomotor/respon melambat.Ide paranoid, ansietas
berkembang bebas, harapan yang tidak realistis. Timbul refleks
tidak normal, menurunnya kekuatan otot, gaya berjalan ataksia.
Tremor pada motorik kasar/halus, menurunnya motorik fokalis,
hemiparase, kejangHemoragi retina dan eksudat (renitis CMV).
h. Nyeri/kenyamanan 
Pembengkakan sendi, nyeri tekan, penurunan rentang gerak,
perubahan gaya berjalan/pincang, gerak otot melindungi yang sakit.
i. Pernapasan           
Takipnea, distress pernafasan, perubahan bunyi nafas/bunyi nafas
adventisius, batuk (mulai sedang sampai parah)
produktif/nonproduktif, sputum kuning (pada pneumonia yang
menghasilkan sputum).
j. Keamanan   
Perubahan integritas kulit : terpotong, ruam, mis. Ekzema,
eksantem, psoriasis, perubahan warna, ukuran/warna mola, mudah
terjadi memar yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Rektum luka, 
luka-luka perianal atau abses. Timbulnya nodul-nodul, pelebaran
kelenjar limfe pada dua/lebih area tubuh (leher, ketiak, paha)
Penurunan kekuatan umum, tekanan otot, perubahan pada gaya
berjalan.
k. Seksualitas 
Herpes, kutil atau rabas pada kulit genitalia
l. Interaksi social
Perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat, aktivitas yang
tak terorganisasi, perobahan penyusunan tujuan.

4. Pola fungsi kesehatan (Riwayat bio-psiko-sosial-spiritual)


a) Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi
pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit,
Keluarga mengatakan saat masuk RS px hanya mampu
menghabiskan ⅓ porsi makanan, Saat pengkajian keluarga
mengatakan px sedikit minum, sehingga diperlukan terapi cairan
intravena.
c) Pola eliminasi
Mengkaji pola BAK dan BAB px
d) Pola aktifitas dan latihan
Pasien terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik, tetapi
px mampu untuk duduk, berpindah, berdiri dan berjalan.
e) Pola istirahat
Px mengatakan tidak dapat tidur dengan nyenyak, pikiran kacau,
terus gelisah.
f) Pola kognitf dan perseptual (sensoris)
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam
menjalankan perannya selama sakit, px mampu memberikan
penjelasan tentang keadaan yang dialaminya.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Pola emosional px sedikit terganggu karena pikiran kacau dan sulit
tidur.
h) Peran dan tanggung jawab
Keluarga ikut berperan aktif dalam menjaga kesehatan fisik pasien.
i) Pola reproduksi dan sexual
Mengkaji perilaku dan pola seksual pada px
j) Pola penanggulangan stress
Stres timbul akibat pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya, px merasakan pikirannya kacau. Keluarga px cukup
perhatian selama pasien dirawat di rumah sakit.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan
menjadi cemas dan takut, serta kebiasaan ibadahnya akan
terganggu, dimana px dan keluarga percaya bahwa masalah px
murni masalah medis dan menyerahkan seluruh pengobatan pada
petugas kesehatan.

5. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d: penurunan energi, kelelahan,
infeksi respirasi, sekresi trakheobronkhial, keganasan paru,
pneumothoraks
b. Kekurangan volume cairan b/d diarhe, disphagia, muntah, penurunan
intakecairan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan
intake nutrisi , mual/ muntah, kurang kemampuan
menelan/mengunyah, gangguan intestinal
d. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d immunodefisiensi,malnutrisi,
pertahanan primer tak efektif (kulit rusak, traumatik)
e. Kurang pengetahuan mengenai penyakit dan kebutuhan pengobatan
b/d kesalahan interpestasi, keterbatasan kognitif
f. Perubahan proses pikir b/d hipoksemia, infeksi SSP
g. Ansietas, ketakutan b/d ancaman kematian, perubahan konsep diri,
perubahan peran, status sosioekonomi
DIAGNOSA KEPERAWATAN (NANDA NOC NIC)
N Diagnosa NOC NIC
O
1 Ketidakefektifan Intervensi keperawatan yang disarankan:
Hasil yang disarankan:
bersihan jalan napas Airway management (Pengaturan jalan napas)
a.Status pernapasan :Jalan napas paten
b.d penumpukan Defenisi : fasilitasi patensi dari saluran udara
Indikator :
sekret Aktivitas :
 Batuk tidak muncul
 Buka jalan napas; dengan teknik chin lift
 Tingkat pernapasan dalam
atau jaw trust
rentang yang diharapkan
 posisikan pasien pada posisi ventilasi yang
(normal)
maksimal
 Irama pernapasan dalam
 mengidentifikasi pasien yang membutuhkan
rentang yang diharapkan
aktual / penyisipan potensi jalan nafas
(normal)
 tunjukkan terapi fisik dada yang cepat
 Bebas dari suara
 keluarkan secret dengan mendorong batuk
pernapasan yang tidak
atau suctioning
disengaja
 dorongan pelan, pernapasan dalam,
 Mengeluarkan sputum dari
pemutaran, dan batuk
jalan napas
Status Pernapasan :Ventilasi  instruksikan bagaimana batuk yang efektif

Indikator :  dengarkan suara pernapasan

 Tingkat pernapasan dalam  atur posisi untuk mengurangi sesak napas


rentang yang diharapkan  pantau status pernapasan dan oksigenasi
(normal) dengan tepat
 Irama pernapasan dalam Airway Suctioning
rentang yang diharapkan Defenisi : penghapusan sekresi saluran napas
(normal) dengan memasukkan kateter isap ke nafas mulut
 Kemudahan bernapas pasien dan / atau trakea
 Mengeluarkan sputum dari Aktivitas :
jalan napas  Tentukan kebutuhan untuk kateter isap
DAFTAR PUSTAKA

Morhead, Sue., Johnson, Marion, Maas, Meriden L., Swanson, Elizabeth.


2006. Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourth Edition.
Missouri: Mosby

Ninuk Dian K, S.Kep.Ners,   Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons). 2007. Asuhan


Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta : Salemba
Medika
Nursalam, dkk. 2007. Jurnal Keperawatan Edisi Bulan November.
Surabaya;Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga

NANDA International. 2009. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson, Wilsom, Lorraine M. 2006. Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.6. Vol:2. Jakarta: EGC
Smelltzer, Suzane C., Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah.
Volume 1. Edisi 8. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai