Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

Disusun Oleh:

DESY LESTARI SARAGIH

NIM P1337420921055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

A. Masalah Utama:
Isolasi sosial

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Perilaku isolasi sosial merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal
yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan
perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial.
Isolasi sosial merupakan Isolasi sosial adalah dimana individu atau kelompok
mengalami atau merasakan kebutuhan keinginan untuk meningkatkan keterlibatan
dengan orang lain tetapi tidak mau membuat kontrak. (Carpenito, 2006).
Isolasi social adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.
Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Yosep, 2010).

2.    Tanda dan Gejala


Menurut Keliat Budi Anna (2009), tanda dan gejala yang ditemui seperti:
a.    Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
b.    Menghindar dari orang lain (menyendiri).
c.    Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien
lain/perawat.
d.   Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
e.    Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
f.     Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi
jika diajak bercakap-cakap.
g.    Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
h.    Posisi janin saat tidur.
C. Penyebab
1. Faktor predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
Faktor perkembangan kemampuan membina hubungan yang sehat tergantung dari
pengalaman selama proses tumbuh kembang. Setiap tahap tumbuh kembang
memilki tugas yang harus dilalui indifidu dengan sukses, karna apabila tugas
perkembangan ini tidak terpenuhi akan menghambat perkembangan selanjutnya,
kurang stimulasi kasih sayang,perhatian dan kehangatan dari ibu (pengasuh) pada
bayi akan membari rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa
percaya.
b. Faktor biologi
Genetik adalah salah satu faktor pendukung ganguan jiwa, fakor genetic dapat
menunjang terhadap respon sosial maladaptive ada bukri terdahulu tentang
terlibatnya neurotransmitter dalam perkembangan ganguan ini namun tahap masih
diperlukan penelitian lebih lanjut.
c. Faktor sosial budaya
Faktor sosial budaya dapat menjadi faktor pendukung terjadinya ganguan dalm
membina hubungan dengan orang lain, misalnya angota keluarga, yang tidak
produktif, diasingkan dari orang lain.
d. Faktor komunikasi dalam keluarga.
Pola komunikasi dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang kedalam ganguan
berhubungan bila keluarga hanya mengkounikasikan hal-hal yang negative akan
mendorong anak mengembangkan harga diri rendah.

2. Faktor presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stress
seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan indifidu untuk brhubungan
dengan orang lain dan menyebabkan ansietas, antara lain:
a. Stressor sosial kultur
Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah dengan
orang yang berarti dalam kehidupannya.
b. Stressor psikologis
Ansietas berkepanjangan seperti berpisah dengan orang yang terdekat atau
kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga
sehingga menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri dari
lingkungan (Stuart and Sundeen, 2007).

D. Akibat.
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat terjadinya resiko perubahan sensori
persepsi (halusinasi). Halusinasi ini merupakan salah satu orientasi realitas yang
maladaptif, dimana halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus
yang nyata, artinya klien menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa
stimulus/rangsangan eksternal.
Tanda dan gejala:
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
3. Tidak dapat membedakan mana yang nyata dan tidak nyata.
4. Tidak dapat memusatkan perhatian.
5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut.
6. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung.

E. Pohon Masalah.

Gangguan sensori presepsi “halusinasi” (efek)

Isolasi sosial (Core Problem)

Gangguan konsep diri “ harga diri rendah kronis”

Koping individu tidak efektif (Etiologi)

F. Diagnosa Keperawatan yang mungkin Muncul


1. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
2. Isolasi sosial: menarik diri
3. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
G. Data yang Perlu Dikaji
1. Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi
a. Data Subjektif
 Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus
nyata.
 Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.
 Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
 Klien merasa makan sesuatu.
 Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
 Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar.
 Klien ingin memukul/melempar barang-barang.

b. Data Objektif
 Klien berbicara dan tertawa sendiri.
 Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
 Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
 Disorientasi

2. Isolasi Sosial : menarik diri


a. Data Subyektif
 Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
b. Data Obyektif
 Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah


a. Data subyektif
 Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
b. Data obyektif
 Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri atau ingin mengakhiri hidup.
H. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu:
 Umum
 Berhubungan dengan orang lain secara optimal
 Khusus
 Membina hubungan saling percaya
 Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
 Menilai kemampuan yang digunakan
 Merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
 Melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
 Memanfaatkan sistem pendukung yang ada

Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapetutik
 sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
 Perkenalkan diri dengan sopan
 Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Jujur dan menepati janji
 Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
 Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.

Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan


interaksi selanjutnya
b. Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri atau
integritas ego diperlakukan sebagai dasar asuhan keperawatannya.

Rasional : Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki


memotivasi untuk tetap klien mempertahankan penggunaannya
c. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan
Rasional : Membentuk individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri
d. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
Rasional : Memberikan kesempatan kepada klien untuk mandiri dapat
meningkatkan motivasi dan harga diri klien
e. Beri pujian atas keberhasilan klien
Rasional : Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien
f. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
Rasional : Memberikan kesempatan kepada klien ntk tetap melakukan kegiatan
yang bisa dilakukan
g. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga
diri rendah.
Rasional : Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri di rumah

h. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat


Rasional : Support sistem keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat
proses penyembuhan klien.
i. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
Rasional : Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.

2. Isolasi Sosial : menarik diri


Tujuan : Setelah tindakan keperawatan klien mampu:
 Membina hubungan saling percaya
 Menyadari penyebab isolasi sosial
 Berinteraksi dengan orang lain

Tindakan Keperawatan
a. SP 1 : Isolasi Sosial
 Membina hubungan saling percaya.
 Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien.
 Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
 Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang
lain.
 Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang.
 Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian.
b. SP 2 : Isolasi Sosial
 Mengevalusi jadwal kegiatan harian pasien.
 Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan
dengan satu orang.
 Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang
lain sebagai salah satu kegiatan harian.

c. SP 3 : Isolasi Sosial
 Mengevaluasi jadwal harian pasien.
 Memberikan kesempatan kepada pasien berkenalan dengan dua orang atau
lebih.
 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

d. SP 1 : Keluarga Isolasi Sosial


 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
 Menjelaskan pengertian,tanda dan gejala isolasi social yang dialami pasien
beserta proses terjadinya.
 Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial.

e. SP 2 : Keluarga Isolasi Sosial


 Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan isolasi sosial.
 Melatih keluarga cara merawat langsung kepada pasien isolasi sosial.

f. SP 3 : Keluarga Isolasi Sosial


 Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas dirumah termasuk minum obat (
Discharge Planning ).
 Menjelaskna Follow Up pasien setelah pulang.

3. Gangguan konsep diri: harga diri rendah


Tujuan : Setelah tindakan keperawatan klien mampu:
 Umum
 Klien dapat memperlihatkan perasaan-perasaan nilai diri yang meningkat saat
pulang
 Khusus
 Klien dapat membina hubungan saling percaya
 Klien dapat mngenal respon kehilangan
 Klien dapat mengidentifikasi koping yang konstruktif dan destruktif

Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan komunikasi terapeutik:
 Salam terapeutik
 Perkenalkan diri
 Jelaskan tujuan interaksi
 Ciptakan lingkungan yang tenang
 Buat kontrak yang jelas
 Tepati waktu

Rasional : Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antara
perawat dan klien.
b. Perhatikan sikap menerima sesuatu yang menciptakan lingkungan yang tidak
mengancam untuk mengekspresikan perasaan klien.
Rasional : Sikap menerima disampaikan kepada klien bahwa perawat percaya ia
adalah pribadi yang berguna, dapat meningkatkan rasa percaya klien.
c. Identifikasi fungsi dimana marah, frustrasi, dan kekerasan membantu klien.
Rasional : Pengungkapan perasaan secara verbal dalam suatu lingkungan dapat
menolong klien sampai pada persoalan-persoalan yang belum tercapai.
d. Gali bersama klien sumber kemarahan yang sebenarnya
Rasional : Rekonsiliasi perasaan dalam tahap ini adalah penting sebelum dalam
proses berduka dilanjutkan.
e. Jelaskan prilaku yang berhubungan dengan proses berduka yang normal dan
abnormal
Rasional : Dapat menolong klien untuk mengurangi beberapa rasa bersalah bahwa
respon - respon ini disebabkan oleh dirinya
f. Bantu klien untuk mengerti cara yang tepat untuk mengekpresikan kemarahan
yang konstruktif
Rasional : Penguatan positif meningkatkan harga diri dan mendorong pengulangan
perilaku yang diharapkan
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, LJ. (2006). Buku Saku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8, Jakarta: EGC

Depkes RI. (2000). Keperawatan Jiwa : Teori Dan Tindakan Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Depkes RI.

Keliat, Budi Anna. (2009). Model praktik keperawatan professional jiwa. Jakarta. ECG

Stuart GW, Sundeen SJ. (2007) Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta: EGC

Yosep, I. (2010). Keperwatan Jiwa (Edisi Revisi). Refika Aditama: Bandung.

Anda mungkin juga menyukai