Anda di halaman 1dari 36

Mata Kuliah : Keperawatan Kritis

Dosen : Nazaruddin,S.Kep,Ns.,M.Kep

ASUHAN KEPERAWATAN DEKOMPRESI

OLEH

KELOMPOK 4:

Risnawati : P201701128 Susanti Ardiana : P201701

Nur Aisya Kahri : P201701100 Meilisa : P2016

Itri Marwani : P201701130 Iswan : P201701

Putri Nilam Cahaya : P2017010 Boi Sandi : P201701

Elsa Natalia : P201701111 Darman Syamtabris : P201701

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA

KENDARI

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah ‫ ﷻ‬rab

penguasa alam, rabb yang tida henti-hentinya memberikan kenikmatan dan


karunia kepada semua makhluknya sehingga saya bias menyelesaikan tugas
proposal ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬keluarganya, para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti
ridhanya hingga akhir zaman.

Alhamdulillah dengan izin Allah kami telah menyelesaikan tugas mata


kuliah Keperawatan Kritis “ASUHAN KEPERAWATAN DEKOMPRESI”.
Penyusunan makalah ini di dukung dengan jurnal dan bantuan dari teman-teman
yang turut membantu.

Kami memohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini masih


terdapat kesalahan oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan dari pembaca demi kesempuranaan makalah kami. Kami berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua.

Kendari, 29 November 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I. KONSEP DASAR DEKOMPRESI.....................................................................

A. DEFINISI ..............................................................................................................
B. ETIOLOGI ............................................................................................................
C. MANIFESTASI KLINIS......................................................................................
D. PATOFISIOLOGI.................................................................................................
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG..........................................................................
F. PENATALAKSANAAN.......................................................................................

BAB II. ASUHAN KEPERAWATAN.............................................................................

A. PENGKAJIAN.......................................................................................................
B. DIAGNOSA............................................................................................................
C. INTERVENSI........................................................................................................

BAB III. JURNAL PENDKUNG.....................................................................................

A. JURNAL NASIONAL...........................................................................................
B. JURNAL INTERNASIONAL..............................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I

KONSEP DASAR

A. DEFINISI
Penyakit dekompresi (Decompression Sickness) merupakan suatu
penyakit yang disebabkan oleh pembentukan dan peningkatan ukuran
gelembung ketika tekanan parsial gas inert dalam darah dan jaringan
melebihi tekanan ambient. (Wahab, 2008 dalam Wijaya et.al 2018)
Pembentukan gelembung udara akan menyumbat aliran darah serta system
syaraf sehingga akan menimbulkan gejala seperti rasa sakit di persendian,
sakit kepala, gatal-gatal, mati rasa (numbness) kelumpuhan (paralysis)
bahkan dapat menyebabkan kematian. (lee, 2013 dalam Wijaya et.al,
2018)
Penyakit dekompresi merupakan kondisi yang terjadi pada saat
aliran darah di dalam tubuh terhambat, dikarenakan perubahan tekanan
udara. Perubahan tekanan ini dapat terjadi akibat penerbangan, menyelam
atau hal lain yang mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan udara
secara drastic. Perubahan tekanan udara di luar tubuh yang tiba-tiba dapat
menyebabkan timbulnya gelembung udara di dalam pembuluh darah atau
emboli. (Rosyanti at.al, 2019)
B. ETIOLOGI
Ada beberapa factor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
dekompresi pada penyelam itu sendiri: (Jusmawati at.al, 2016)
1. Umur penyelam
Umur saat menyelam sangatlah berpengaruh pada kesehatan
seseorang peselam karena umur merupakan gambaran kesehatan fisik
yang dimiliki manusia. Umur yang masih muda belum siap organ dan
fungsi tubuhnya untuk menerima beban kerja yang berat sehingga
sangat beresiko jika melakukan pekerjaan yang belum sesuai dengan
porsinya. Makintua umur seseorang maka proses perkemangan
mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu,
bertambahya proses perkembangan mental ini tidak secepat ketika
berumur belasan tahun.
Batasan umur yang ideal untuk melakukan kegiatan penyelam
adalah 16-35 tahun, kurang dari 16 tahun dan lebih dari 35 tahun
memiliki resiko penyelaman lebih tinggi.
2. Kedalam penyelam
Semakin dalam lokasi penyelaman dari permukaan air, maka
semakin besar pula tekanan yang akan diterima. Makin dalam
menyelam, akan mendapatkan tekanan makin besar, berarti mkakin
besar pengaruhnya pada kesehatan peselam. Tubuh manusia yang
mendapat tekanan air di kedalaman akan menyesuaikan dengan
tekanan ini. Bila tubuh tidak dapat menyesuaikan dengan tekanan
tersebut maka akan terjadi squeeze/trauma. squeeze/trauma umumnya
dapat terjadi pada penyelaman 10 meter dan dekompresi dapat terjadi
pada penyelaman 12.5 meter.
3. Masa kerja peselam
Semakin lama seseorang bekerja sebagai peselam maka semakin
besar kemungkinan terpapar oleh lingkungan hiperbarik yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan hingga kelumpuhan (paralysis).
Masa kerja dapat menentukan lamanya paparan seseorang terhadap
factor resiko, semakin lama paparan berdasarkan masa kerja akan
semakin besar kemungkinan seseorang mendapat factor resiko
tersebut.
4. Frekuensi naik turun peselam
Makin dalam penyelam, makin tinggi tekanan, makin banyak
pula gas N2 yang larut dalam jaringan tubuh. Sewaktu peselam naik,
tekanan akan berkurang dan terjadi pengeluaran gas N2. Bila peselam
naik perlahan, pengeluaran gas N2 akan melalui paru-paru. Bila
peselam naik terlalu cepat, disamping pengeluaran gas N2 melalui paru,
gas N2 juga keluar di dalam jaringan atau cairan darah dalam bentuk
gelembung, maka terjadilah dekompresi.
5. Penggunaan kompresor sebagai alat bantu nafas
Penyelaman dengan menggunakan kompresor, akan sangat
membahayakan keselamatan nyawa peselam, udara yang dihirup oleh
peselam tergantung kepada kestabilan mesin kompresor yang diatas
kapal. Lama penyelaman menggunakan kompresor banyak tidak
teruku, akan memperbesar kemungkinan peselam terkena dekompresi
yang akan membuat peselam berhalusinasi dan seperti mabuk
kemudian tahap berikutnya akan membuat tidak sadarkan diri. N2 yang
terlalu banyak terakumulasi di tubuh akan menganggu pasokan O 2 ke
jaringan otak yang akan menyebabkan peselam seperti orang mabuk
dan berhalusinasi.
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi dapat dilihat dari tipe dekompresi, yaitu: (Utama, 2019)
1. Tipe 1 yang bermanifestasi pada musculoskeletal, kulit danlimfatik.
2. Tipe 2 yang bermanifestasi pada kelainan neurologis, kardiorespirasi,
audiovestibular, taravana syndrome divers, kehilangan kesadaran dan
kehilangan fungsi motoric.
D. PATOFISIOLOGI
Dekompresi terjasi karena saat menyelam, terjadi peningkatan
tekanan, sehingga udara yang kita hirup (oksigen dan nitrogen) lebih
banyak dari biasanya. Peningkatan oksigen yang dihirup akan berdampak
positif bagi metabolism tubuh, tetapi gas nitrogen tidak digunakan oleh
tubuh. Akibatnya, gas nitrogen akan terakumulasi di dalam tubuh peselam
sesuai dengan proporsi, durasi menyelam dan kedalaman penyelam.
Nitrogen yang sudah terakumulasi didalam tubuh akan dilepas dalam
buntuk gelembung udara. Akibat dari penurunan maupun perubahan
tekanan secara drastic karena tekanan yang tiba-tiba menurun tidak cukup
untuk mempertahankan kelarutan gas sehingga timbul gelembung.
Gelembung ini dapat menyebabkan emboli yang akan menyumbat aliran
darah maupun system yaraf tubuh manusia. (Jusmawati et.al, 2016)
Emboli gas adalah gelembung gas yang berjalam di pembuluh darah, dan
bila mencapai pembuluh darah kecil akan menyumbat pembuluh darah
(Rosyanti at.al, 2019)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah rutin: pada pasien yang datang gejala neurologic yang
persisten dalam beberapa minggu setelah cedera bias didapatkan
hematocrit (Hct) sebanyak 48% atau lebih
b. Analisis gas darah.
c. Menentukan alveolar-arterial gradient pada pasient dengan suspek
emboli.
d. Creatinine Phosphokinase (CPK): peningkatan CPK menunjukkan
kerusakan jaringan yang disebabkan oleh mikroemboli.
2. Pemeriksaan Radiologi (Radiografi, USG Doppler).
3. Elektrokardiogram (EKG)

(Jusmawati, 2016)

F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaa untuk Caisson Disease ringan dapat diobati dengan


menghirup O2 100% pada tekanan permukaan, pengobatan terpenting
adalah rekompressi. Bila penderita perlu diangkut ke ruangan rekompresi
yang terdekat atau nasehat dokter hiperbarik, maka bila ada RUBT
(Ruangan Udara Bertekanan Tinggi) portable bertekanan 2 ATA penderita
dimasukkan ke dalam unit ini dan diangkut ke RUBT defenitif. Bila
perlengkapan ini tidak tersedia maka penderita di beri O 2 100% pada
tekanan 1 ATA dengan masker tertutup rapat, diselingi tiap 30 menit
bernafas secara 5 menit dengan udara biasa untuk menghirup O2. Ini akan
mempercepat pelepasan N2 yang berlebihan dari dalam tubuh sehingga
sering kali mengurangi gejala-gejala untuk sementara waktu. Bila nampak
gejala serius maka dipasang infus larutan garam isotonic atau ringer dan
untuk penderita kasus ringan di beri banyak minum sampai urin berwarna
putih dan jumlahnya banyak bila perlu dipasang kateter dan pleurosentesis.
Untuk mencegah decubitus, bagian yang lumpuh degerakkan pasif secara
teratur. (Jusmawati, 2016)

Penderita secepat mungkin diangkut ke fasilitas RUBT. Pada


pengangkutan, baik melalui darat maupun udara, ketinggian yang dilintasi
jagan melebihi 300 meter. Tiba di RUBT maka rekompresi dengan O2
100% dengan tekanan paling sebikit 18 meter (2,8 ATA) adalah pemilihan
utama pada banyak pasien CD. Bila sudah 10 menit penderita belum
sembuh sempurna maka terapi diperpanjang sampai 100 menit dengan
diselingi 20 m enit bernafas selama 5 menit dengan udara biasa. Setelah
ini dilakukan dekompresi dari 18 meter ke 19 meter selama 30 menit dan
mengobservasi penderita kemungkinan terjadinya deteriorasi. Selanjutnya
penderita dinaikkan ke permukaan selama 30 menit. Seluruh waktu
pengobatan dapat berlangsung selama kurang dari 5 jam. Rekompresi
diameter gelembung sesuai hokum Boyle dan ini akan menghilangkan rasa
sakit dan mengurangi kerusakan jaringn. Selanjutnya gelembung larut
kembali dalam plasma sesuai hokum Henrty. O2 yang digunakan dalam
terapi mempercepat sampai 10 kali pelarutan gelembung dan mambantu
oksigenasi jaringan yang rusak dan iskemik. (Jusmawati, 2016)

Dalam kasus darurat yang jauh dari fasilitas RUBT dapat dilakukan
rekompresi di dalam air untuk mengobati CD langsung di tempat.
Walaupun dapat dan telah dilakukan, mengenakan kembali alat selam dan
menurunkan penyelam di dalam air untuk rekompresi, namun cara ini tdak
dapat dibenarkan. Kesukaran yang dihadapi adalah penderit tidak dapat
menolong dirinya sendiri, tidak dapat dilakukan intervensi medic bila ia
memburuk dan terbatas suplai gas. (Jusmawati, 2016)

Oleh karenannya usaha mengatasi CD seringkali tidak berhasil dan


malahan beberapa penderita lebih memburuk keadaannya. Cara
rekompresi dibawa air dikembangkan di Australia oleh Edmunds.
Penderita selalu didampingi oleh seorang pengawas media, dilengkapi
pakaian pelindung. Full face mask dan helm dengan suplai O2 murni yang
cukup banyak untuk penderita dan suplai udara untuk pengawasan yang
disalurkan deri permukaan, sehingga memungkinkan rekompresi pada
kedalaman maksimum 9 meter selama 30-60 menit. Kecepatan naik adalah
1 meter tiap 12 menit, dan bila gejalanya kambuh, tetaplah berada di
kedalama tersebut selama 30 menit sebelum meneruskan naik ke
permukaan, penderita diberi O2 selama 1 jam, kemudan bernafas dengan
udara selama 1 menit, demikian seterusnya hingga 12 jam. (Jusmawati,
2016)
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. T Nama : Ny. A
Umur : 45 Thn Umur : 43 Thn
Jenis Kelamin : Laki-laki Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Bugis Suku : Tolaki
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
No. Rekam Medik : 098687 Alamat : Punggolaka
Alamat : Punggolaka
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RS diantar oleh rekannya dalam keadaan tidak
sadar. Rekan pasien yang mengantar mengatakan 30 menit yang lalu
pasien menyelam di pantai dan setelah dipermukaan tidak lama
kemudian pasien pingsan. Setelah sadar pasien mengeluh mengalami
kelemahan ekstremitas bawah setelah menyelam, sesak, nyeri pada
persendian, dan nyeri pada kepala dengan skala ringan serta mati rasa
ekstremitas bawah. Saat ditanya, pasien tampak bingung dan
mengatakan bahwa ia memang tidak tau bagaimana cara naik ke
daratan yang benar.
b. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit yang sama
sebelumnya
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan bahwa dalam keluarganya tidak ada yang
memiliki riwayat penyakit yang serupa.
3. Pemeriksaan Fisik

- Suara jantung S1 S2 Tunggal S3 S4


- Nadi Reguler Iregular HR …..
- Capilary refill < 3 detik > 3 detik
- JVP Normal Meningkat ….. cm
Kardiovaskuler

- Murmur Ya Tidak
- Gallop Ya Tidak
- Akral hangat Dingin
- Oedem Ya, lokasi…………………. Tidak
- CVP ………………………………...
- Lain- lain ………………………………...

- Bentuk dada Simetris


- Bunyi nafas Bronkial Bronkovesikular Vesikular
Suara nafas tambahan
- Whezing Tidak Ya, (kanan/kiri)
- Ronchi Tidak Ya, (kanan/kiri)
Respiratory

- Stridor Tidak Ya,


- Snoring Tidak Ya,
Batuk Tidak Ya, Produktif/ tidak, secret……
Pemakaian otot Bantu nafas Tidak Ya, ……………….
RR 24x/menit
- Lain – lain
-

- Warna kulit Normal

- Kelembaban lembab berkeringat kering

- Icterus Tidak ya, lokasi……….


Integumen

- Turgor Baik < 1 detik

- Jejas tidak ada, ……cm. lokasi…………

- Luka tidak ada …….cm lokasi…………

- Luka bakar tidak ada ….%, grade…


lokasi…………
- Lain – lain
…………………………………………………
- Pupil Isokor Anisokor
Reflek cahaya ……………………………………………………
Diameter ………………..…………………………………..
Neurologi

- GCS 13
- Reflek patologis babinski chadock regresi……………
- Reflek fisiologis bisep trisep achiles patela
- Meningeal Sign kernig kaku kuduk Brudzinki I
- Parestesia tidak ada, ……cm. lokasi…………
- Lain – lain …………………………………………………
- Riwayat pertumbuhan dan Perubahan ukuran kepala, tangan atau kaki
perkembangan fisik pada waktu dewasa
Kekeringan kulit atau rambut
Exopthalmus Goiter Hipoglikemia
Endokrin

Tidak toleran terhadap panas


Tidak toleran terhadap dingin
Polidipsi Poliphagi Poliuri
- Lain – lain ……………………………….
……………………………….

- Kemampuan pergerakan sendi Bebas Terbatas


- Parese Ya Tidak
- Paralise Ya Tidak
- Hemiparese Ya Tidak
- Kontraktur Ya Tidak
- Lain- lain …………………………
…………………………
Muskuloskeletal

Ekstremitas
- Atas Tidak ada kelainan Peradangan
Patah tulang Perlukaan
Lokasi…………………….
- Bawah Tidak ada kelainan Peradangan
Patah tulang Perlukaan
Lokasi…………………….
- Tulang belakang Tidak ada kelainan Peradangan
Patah tulang Perlukaan
Lokasi…………………….
- Lain –lain -
Abdomen

- Kontur Abdomen Normal distensi

- Jejas Tidak ya,……cm, lokasi……..

- Bising usus Tidak ada, ……..x/mt

- Meteorismus Tidak ya

- Nyeri tekan Tidak ya, lokasi………

- Pembesaran Hepar Tidak ya, ……..cm bawah arcus costae

- Pembesaran Limpa Tidak ya

- Teraba Massa Tidak ya, lokasi………………………..

- Ascites Tidak ya 2
Gastrointestinal

- BAB frekwensi/ konsistensi 2x sehari

- Mual/ muntah Tidak ya

- Lain – lain ………………………………………….

Nutrisi

Pola makan

- Jenis Diet/ kalori Pasien sedang tidak melakukan diet apapun

- Mendapat makanan tambahan Tidak Ya,……………………..

- Klien makan Makanan yang Habis 1 porsi


disajikan
Tidak ya
- Kesulitan menelan
160 cm/54 kg
- TB/BB
Tidak ya………………………
- Terpasang Alat Bantu
……………………………………………
- Lain – lain
Konsep Diri Tanggapan tentang tubuh :
- Citra diri / body image - tubuhny sangat penting untuk pasien, karena
pasien merupakan tulang punggung
keluarga
Bagian tubuh yang disukai :
-
Bagian yubuh yang tidak disukai………………
Persepsi terhadap kehilangan bagian tubuh yang
lainnya………………………………………….
- Identitas
Status klien dalam keluarga
anak istri suami
kepuasan klien terhadap status dan posisinya
dalam keluarga puas tidak puas
kepuasan klien terhadap jenis kelaminya
puas tidak puas
- Peran tanggapan klien terhadap perannya
senang tidak senang
lain – lain……………………………………..
kemampuan / kesanggupan klien melaksanakan
perannya sanggup tidak sanggup
kepuasan klien melaksanakan perannya
puas tidak puas
lain- lain…………………………………………

- Ideal diri / harapan harapan klien terhadap tubuhnya : pasien


berharap kakinya dapat kembali seperti semula
posisi(dalam pekerjaan) :
status (dalam keluarga) : kepala keluarga
tugas/ pekerjaan : Wiraswasta
Psikososial

Harapan klien terhadap penyakit yang dideritanya


: pasien berharap penyakitnya tidak parah dan
cepat sembuh

- Harga diri tanggapan klien terhadap harga dirinya


…………………………………………….

- Sosial /interaksi Klien sering dikunjungi oleh keluarganya.


Hubungan klien dengan keluarganya baik
Keluarga pasien, sangat mendukung untuk
kesembuhan pasien.

- Spiritual Sebelum sakit, pasien sholat 5 waktu dan


terkadang ikut kajian. Pasien juga menyakini
bahwa semua yang terjadi adalah kehendak dari
Allah SWT.

4. Hasil Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium, X-Ray, dll)


a. Laboratorium

Dari hasil lab didapatkan :

- Leukosit : 8.200/ul
- Eritrosit : 5,10 juta/ul
- HB : 16 %
- Trombosit : 198.000/ul
- Glukosa test : 111 mg/dl
b. Radiologi : foto thorax terdapat emboli pada paru-paru.
c. MRI : terdapat nekrosis iskemik metafisis dan diafisis sum-sum
tulang.
d. Kekuatan otot :

5555 5555
1111 1111
ANALISA DATA

Nama Pasien : Tn. T

Umur : 45 tahun/bulan

NO DATA ( DS/DO) MASALAH ETIOLOGI


1. DATA SUBYEKTIF Hipotermia Perubahan suhu
1. Rekan pasien mengatakan 30
menit SMRS, pasien Mempengaruhi sel-
menyelam dipantai dan sel hipotalamus
setelah di permukaan tidak
lama kemudian pasien Mempengaruhi kerja
pingsan. serat-serat kolinergik
DATA OBYEKTIF
1. S : 35,5ºC Vasodilatasi
2. Glukosa : 111 mg/dl pembuluh darah
3. Saat disentuh, kulit terasa
dingin.
2. DATA SUBYEKTIF Hambatan Mobilitas Kematian sel otak
1. Rekan pasien yang Fisik
mengantar mengatakan 30 Kerusakan system
menit yang lalu pasien motori dan sensorik
menyelam dipantai.
2. Setelah dipermukaan tidak kelemahan/paralyse
lama kemudian pasien
pingsan. Gangguan
3. Setelah sadar pasien Neuromuskular
mengeluh mengalami
kelemahan ekstremitas
bawah setelah menyelam
4. Klien mengeluh nyeri pada
persendian
5. Klien mengeluh mati rasa
pada ekstremitas bawah.
DATA OBYEKTIF
1. Hasil TTV :
- TD : 90/80 mmHg
- N : 100x/menit
- S : 35,5ºC
2. Hasil lab didapatkan :
- Leukosit : 8.2000/ul
- Eritrosit : 5,10 juta/ul
- HB : 16%
- Trombosit : 198.000/ul
- Glukosa test : 111mg/dl
3. Tampak parapharese inferior
4. Aktivitas pasie selalu dibantu
keluarga
5. Hasil MRI, terdapat nekrosis
iskemik metafisis dan diafisis
sum-sum tulang.

6. Kekuatan otot :

5555 5555
1111 1111

3. DATA SUBJEKTIF Gangguan Pertukaran Trauma


1. Rekan pasien yang Gas
mengantar mengatakan 30 Gangguan syaraf
menit yang lalu pasien pernafasan dan otot
pernafasan
menyelam di pantai Ventilasi dan perfusi
2. Setelah dipermukaan tidak tidak seimbang
lama kemudian pasien
pingsan Gangguan
3. Setelah sadar pasien Neuromuskular
mengeluh sesak

DATA OBJEKTIF

1. Hasil TTV: RR: 24x/mnt


2. Napas klien tampak cepat.
3. Hasil radiologi, foto thorax
terdapat emboli pada paru-
paru.
4. Hasil analisa gas :
pO2 : 75 mmHg (↓)
pCO2 : 50 mmHg (↑)
SO3 : 100%

4. Data Subyektif Nyeri Akut Impuls nyeri


1. Pasien mengatakan nyeri
pada persendian Reseptor nyeri
2. Nyeri kepala dengan skala (Nosiseptor)
ringan
Data Obyektif Agen Injury Fisik
1. TTV : (Trauma)
TD: 90/80 mmHg
N : 100x / menit
S : 35,5ºC
2. Pasien tampak meringis saat
persendiannya digerakkan
5. Data Subyektif Defisit Pengetahuan Klien mengatakan
1. Pasien mengatakan tidak sendiri keluhan yang
mengetahui bagaimana cara dirasakan
naik ke daratan yang benar.
Data Obyektif Kurangnya Informasi
1. Pasien tampak bingung saat pasien
ditanya.
Difisit Pengetahuan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipotensi berhubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah. Ditandai dengan :
DS
- Rekan pasien mengatakan 30 menit SMRS, pasien menyelam dipantai dan
setelah di permukaan tidak lama kemudian pasien pingsan.
DO
- S : 35,5ºC
- Glukosa : 111 mg/dl
- Saat disentuh, kulit terasa dingin.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular ditandai
dengan :
DS :
- Rekan pasien yang mengantar mengatakan 30 menit yang lalu pasien menyelam
dipantai.
- Setelah dipermukaan tidak lama kemudian pasien pingsan.
- Setelah sadar pasien mengeluh mengalami kelemahan ekstremitas bawah
setelah menyelam
- Klien mengeluh nyeri pada persendian
- Klien mengeluh mati rasa pada ekstremitas bawah.
DO :
- Hasil TTV :
TD : 90/80 mmHg
N : 100x/menit
S : 35,5ºC
- Hasil lab didapatkan :
Leukosit : 8.2000/ul
Eritrosit : 5,10 juta/ul
HB : 16%
Trombosit : 198.000/ul
Glukosa test : 111mg/dl
- Tampak parapharese inferior
- Aktivitas pasie selalu dibantu keluarga
- Hasil MRI, terdapat nekrosis iskemik metafisis dan diafisis sum-sum tulang.
- Kekuatan otot :

5555 5555
1111 1111 -

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan neuromuscular ditandai


dengan :
DS :
- Rekan pasien yang mengantar mengatakan 30 menit yang lalu pasien menyelam
di pantai
- Setelah dipermukaan tidak lama kemudian pasien pingsan
- Setelah sadar pasien mengeluh sesak

DO :
- Hasil TTV: RR: 24x/mnt
- Napas klien tampak cepat.
- Hasil radiologi, foto thorax terdapat emboli pada paru-paru.

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik. Ditandai dengan :


Data Subyektif
- Pasien mengatakan nyeri pada persendian
- Nyeri kepala dengan skala ringan
Data Obyektif
- TTV :
TD: 90/80 mmHg
N : 100x / menit
S : 35,5ºC
- Pasien tampak meringis saat persendiannya digerakkan
5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya Informasi. Ditandai
dengan :
DS :
- Pasien mengatakan tidak mengetahui bagaimana cara naik ke daratan yang
benar.
DO :
- Pasien tampak bingung saat ditanya.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa NOC NIC


Keperawatan

Hipotermia Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Manajemen Hipotermia


Berhubungan 2 X 24 jam diharapkan Hipotermia - Monitor TD, nadi, suhu
Dengan Vasodilatasi
berhubungan dengan Vasodilatasi dan RR (periksa suhu
pembuluh darah
pembuluh darah dapat teratasi dengan setiap 2 jam)
criteria hasil: - Identifikasi penyebab
hipotermia seperti terpapar
1. Termoregulasi
suhu lingkungan yang
Indikator Awal Akhir
rendah
Suhu tubuh 2 4 - Lakukan penghangatan
pasif seperti selimut
- Lakukan penghangatan
Kadar glukosa 2 4 aktif internal seperti infus
darah - Anjurkan makan/minum
hangat
Tekanan darah 2 4

Gangguan mobilitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Peningkatan mekanika tubuh


fisik berhubungan 3 X 24 jam diharapkan Gangguan 1. Kaji komitmen pasien untuk
dengan gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan belajar dan menggunakan
neuromuscular
gangguan neuromuscular dapat teratasi postur tubuh yang benar
dengan criteria hasil: 2. Kaji pemahaman pasien
tentang mekanika tubuh
1. Mobilitas Fisik
Indikator Awal Akhir yang benar
3. Bantu untuk menghindari
Nyeri 2 4
duduk dengan posisi yang
Kaku Sendi 2 4 sama dalam jangka waktu
Kelemahan 2 4 yang lama
Fisik Terapi latihan: ambulasi
1. Sediakan tempat tidur
berketinggian rendah
2. Bantu pasien untuk
perpindahan
3. Kolaborasi dengan dokter
dan fisioterpi untuk terapi
Dukungan Mobilisasi
1. Identifikasi adanya nyeri
atau keluhan fisik lainnya
2. Monitor frekuensi jantung
dan tekanan darah
sebelummemulai mobilisasi
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien
dalammeningkatkan
pergerakan
4. Jelaskan tujuan dari
prosedur mobilisasi
Gangguan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Monitor hasil gas darah
pertukaran gas 2 X 24 jam diharapkan Gangguan (misal PaO2 yang rendah,
berhubungan dengan pertukaran gas berhubungan dengan PaCO2 yang meningkat dan
gangguan gangguan neuromuscular dapat teratasi kemunduran respirasi)
neuromuscular dengan criteria hasil: 2. Jelaskan penggunaan alat
bantu yang diperlukan
1. Pertukaran Gas
Indikator Awal Akhir (oksigen)
3. Monitor efektifitas terapi
PO2 2 4
oksigen seperti analisa gas
Pola napas 2 4 darah
4. Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
5. Pertahankan kepatenan jalan
napas
6. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen dan penggunaan alat
bantu yang dianjurkan sesuai
dengan adanya perubahan
kondisi pasien.
Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Pemberian Analgesik
berhubungan dengan 2 X 24 jam diharapkan Nyeri akut - Identifikasi karakteristik
agen cidera fisik
berhubungan dengan dapat teratasi nyeri seperti kualitas nyeri
(trauma)
dengan criteria hasil: - Identifikasi riwayat alergi
obat
1. Tingkat Nyeri
Indikator Awal Akhir - Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
keluhan 3 4
Nyeri pemberian analgeik
- Jelaskan efek terapi dan
keteganga 2 4 efek samping obat
n otot - Kolaborasi pemberian
Tekanan 2 4 dosis dan jenis analgesik
darah

Deficit Pengetahuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Edukasi Keselamatan


berhubungan dengan 2 X 24 jam diharapkan Deficit Lingkungan
kurangnya informasi Pengetahuan berhubungan dengan - Identifikasi kesiapan dan
dapat teratasi dengan criteria hasil: kemampuan menerima
informasi
1. Tingkat Pengetahuan
Indikator Awal Akhir - Identifikasi kebutuhan
keselamatan berdasarkan
Kemampuan 2 4
menggambar tingkat fungsi fisik,dan
kan kebiasaan identifikasi
pengalaman bahaya keamanan
sebelumnya
yang sesuai dilingkungan
dengan topik - Sediakan materi dan
media pendidikan
Pertanyaan 2 4
tentang kesehatan
masalah yang - Ajarkan individu dan
dihadapi
kelompok beresiko tinggi
Persepsi yang 2 4 tentang bahaya
keliru
lingkungan.
terhadap
masalah

BAB III

JURNAL PENDUKUNG
A. JURNAL NASIONAL
1. Jurnal 1
a. Judul
FAKTOR RISIKO KEJADIAN DECOMPRESSION SICKNESS
PADAMASYARAKAT NELAYAN PESELAM TRADISIONAL
PULAU SAPONDA
b. Pembahasan
Penelitian ini menyimpulkan umur,frekuensi, kedalaman dan
lama menyelam serta riwayat penyakit merupakan faktor risiko
terjadinya DCS. Faktor yang paling berisiko terhadap terjadinya DCS
adalah kedalaman menyelam. Umur saat menyelam sangatlah
berpengaruh pada kesehatan seorang peselam karena umur merupakan
gambaran kesehatan fisik yang dimiliki manusia.Umur yang masih
muda belum siap organ dan fungsi tubuhnya untuk menerima beban
kerja yang berat sehingga sangat berisiko jika melakukan pekerjaan
yang belum sesuai dengan porsinya.Makin tua umur seseorang maka
proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur
tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat
ketika berumur belasan tahun.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan faktor
risiko DCS adalah usia tua, obesitas konsumsi alkohol, dehidrasi,
sebelumnya menderita DCS, dan olahraga berat.1 Faktor yang terkait
dengan DCS pada peselam antara lain umur peselam. Batas umur yang
ideal untuk melakukan kegiatan penyelaman adalah 16-35 tahun,
kurang dari 16 tahun dan lebih dari 35 tahun memiliki risiko
penyelaman lebih tinggi. Semakin dalam lokasi penyelaman dari
permukaan air, maka semakin besar pula tekanan yang akan
diterima.12,13 Penelitian lain menyatakan umur tidak berhubungan
dengan gangguan pendengaran pada nelayan peselam.
2. Jurnal 2
a. Judul
FAKTOR RISIKO GANGGUAN AKIBAT PENYELAMAN PADA
PENYELAM TRADISIONAL DI KARIMUNJAWA JEPARA
b. Pembahasan
1) Factor Karakteristik Individu
Tidak adanya perbedaan yang signifikan antara umur yang
mudah dengan umur yang tua menjadikan tidak adanya hubungan
dengan gangguan akibat penyelaman.
Kondisi fisiologi yang produktif membuat para penyelam
tradisional merasa tubuhnya sehat sehingga dapat menjalankan
aktifitasnya sebagai penyelam tradisional padahal mereka sedang
menimbun penyakit-penyakit yang berakibat fatal di kemudian hari
akibat kesalahan mereka dalam teknik penyelaman. Banyak
penyelam muda yang terkena dekompresi di umur-umur 20 tahunan
ataupun yang terkena barotrauma.
Berdasarkan teori yang dikemukakan Campbell (2010) dalam
“Prevention of Decompression Accidents” mengkategorikan
beberapa penyebab terjadinya penyakit dekompresi, diantaranya
adalah kelelahan yang dipengaruhi oleh masa kerja. Faktanya
kelelahan juga merupakan gejala halus dari penyakit dekompresi.
Kelelahan disebabkan oleh lama kerja ataupun beban kerja, bahwa
semakin berat beban kerja atau lama kerja maka semakin banyak
pula energi dan nutrisi yang diperlukan atau dikonsumsi oleh tubuh
2) Factor Karakteristik Penyelam
Hasil penelitian menunjukkan semua responden melakukan
penyelaman minimal selama 60 menit. Semakin lama menyelam
semakin banyaknya nitrogen yang diserap tubuh dapat
mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti lemas di dalam
air, pusing dan kedinginan. Pada kebanyakan kasus gejala penyakit
penyelaman seperti dekompresi terjadi setelah 6 jam dan yang sering
terjadi dalam 1 jam pertama setelah melakukan penyelaman.
Keluhan yang biasa terjadi seperti sakit pada persendian,kulit
kemerah-merahan, dada terasa sesak, pusing dan pada kasus
dekompresi yang berat menyebabkan kesulitan berbicara dan
gemetar ketika gelembunggelembung nitrogen menyerang otakkecil.
Penelitian ini juga sejalan dengan Alfred A. Bove dalam artikelnya
yang berjudul “Decompression Sickness” bahwa lama waktu yang
dihabiskan saat penyelaman dalam lingkungan yang bertekanan
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit gangguan
penyelaman terutama dekompresi.
3) Factor Karakteristik Lingkungan
Menurut Alfred A. Bove (2013) dalam artikelnya yang
berjudul “Decompression Sickness” risiko terjadinya penyakit
dekompreso meningkat dengan banyak faktor seperti suhu.
Pernyataan ini sejalan dengan artikel yang ditulis oleh Campbell
(2010) yang berjudul “Prevention of Decompression Accidents”
bahwa air dingin membuat vasokonstriksi sehingga nitrogen sulit
untuK dikeluarkan sedangkan air hangat menyebabkan vasodilatasi
(pelebaran pembuluh darah) dan posisi kepala di bawah
meningkatkan eliminasi nitrogen. Itu merupakan salah satu factor
terjadinya penyakit dekompresi.Penyelam yang kedinginan lalu
mandi dengan air panas atau,hangat, dapat merangsang pembentukan
gelembung dalam tubuh.
3. Jurnal 3
a. Judul
FAKTOR RISIKO MASA KERJA DAN WAKTU ISTIRAHAT
TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT DEKOMPRESI PADA
NELAYAN PENYELAM DI PULAU BARRANG LOMPO

b. Pembahasan
Penyakit dekompresi (Decompresiosion Sickness)
merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh pembentukan dan
peningkatan ukuran gelembung ketika tekanan persial gas inert
dalam darah dan jaringan melebihi tekanan ambient (Wahab,2008).
Pembentukan gelembung udara akan menyumbat aliran darah serta
system syaraf sehingga akan menimbulkan gejala seperti rasa sakit
di persendian, sakit kepala, gatal-gatal, mati rasa (numbness),
kelumpuhan (paralysis) bahkan dapat menyebabkan kematian
(Lee,2013).
Hasil penelitian menunjukan bahwa kerja dan cara naik
kepermukaan merupakan faktor risiko yang mempengaruhi
kejadian penyakit dekompresi pada nelayan penyelam di Pulau
Barrang Lompo. Waktu istirahat bukan faktor resiko kejadian
penyakit dekompresi pada nelayan penyelam di Pulau Barrang
Lompo. Masa kerja dapat menentukan lamanya seseorang terpapar
dengan factor risiko ditempat kerjanya. Semakin lama penyelam
bekerja maka semakin besar pula paparan yang didapatkan
menyebabkan gangguan kesehatan, Kelumpuhan, bahkan kematian
(Symila, 2017). Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan
Alaydrus (2014) bahwa semakin lama bekerja sebagai nelayan
penyelam semakin besar pula risiko untuk mengalami penyakit
dekopresi. Karena semakin lama seseorang terpapar dengan
perbedaan tekanan maka risiko untuk mendeerita penyakit
dekompresi semakin besar.
4. Jurnal 4
a. Judul
PENGARUH KEDALAMAN MENYELAM, LAMA
MENYELAM ANEMIA TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT
DEKOMPRESI PADA PENYELAM TRADISIONAL
b. Pembahasan
Caisson Disiase (CD) dengan nama lain penyakit dekompresi
(DCS= Decompression Sickness) merupakan kumpulan gejala
yang terjadi pada seseorang yang terpapar oleh penurunan tekanan
(biasanya terjadi setelah peningkatan tekanan yang besar terlebih
dahulu). Penyakit dekompresi merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh pelepasan atau pengembangan gelembung-
gelembung gas dari fase larut dalam darah atau jaringan akibat
penurunan tekanan dengan cepat di sekitarnya. Tubuh seharusnya
beradaptasi terhadap tekanan seiring dengan kenaikan ketinggian
yang cepat. Hal ini merupakan masalah dalam penyelam dan
gangguan akibat tekanan udara. Penyakit dekompresi merupakan
resiko penyakit akibat pekerjaan terutama dikalangan penyelam
atau nelayan.
Berdasarkan dari hasil indenpt interview dengan responden
menyatakan semakin lama responden menyelam badan terasa sakit.
Responden rata-rata menyelam selama 3 jam dalam sehari untuk
mendapatkan ikan.
Penelitian ini merupakan penelitian mix metode yaitu
penggabungan penelitian secara observasional analitik dengan
metode penelitian kasus control (Case control) ditunjang dengan
penelitian kuratif. Penyelaman yang lama akan mempengaruhi
penyerapan dan pelepasan gas dalam jaringan tubuh dan darah,
terutama adalah gas nitrogen yaitu berubahnya kompoisisi gas akan
menimbulkan penyakit dekompresi. Lama menyelam akan
mempengaruhi tekanan yang diterima oleh penyelam sesuai
kedalamannya. Semakin lama dan semakin dalam menyelam maka
tekanan yang diterima 0leh penyelam sesuai kedalamannya
semakin besar dan lama.
Kejadian anemia pada penyelam setelah dilakukan analisis
multivariate diperoleh hasil yang bermakna secara statistik dengan
p<0,006 nilai OR + 14,453 (95% Cl + 2,146 – 97,346),
memberikan arti bahwa penyelam yang menderita anemia
memiliki besar resiko 14,453 kali lebih besar untuk menderita
dekompresi dibandingkan dengan yang tidak anemia.
5. Jurnal 5
a. Judul
ANALISA FAKTOR INDIVIDU, PEKERJAAN DAN
PERILAKU K3 PADA KEJADIAN PENYAKIT DEKOMPRESI
PADA NELAYAN PENYELAM TRADISIONAL DIAMBON.
b. Pembahasan
Penyakit dekompresi merupakan penyakit berupa kelainan
akibat pelepasan gelembung gas dalam darah akibat dari tekanan
udara dibawah laut menurun.
Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya hubungan yang
signifikan antara kedalaman menyelam dengan kejadian penyakit
dekompresi. Seorang yang melakukan penyelaman yang semakin
dalam maka akan semakin besar tekanan atmosfir yang diterima,
dengan bertambahnya kedalaman, kemungkinan terkena
penyakitdekompresi semakin besar.
Apabila seseorang masuk ke bawah permukaan air dan
melakuikan penyelaman yang semakin dalam, maka tekanan yang
diakan diterimanya semakin hari semakin besar. Hal tersebut
disebabkan oleh karena berat jenis air lebih tinggi dari pada udara.
Sehingga tekanan yang diterima akan disalurkan ke sebagian atau
seluruh organ tubuh termasuk jaringan tubuh.
Hasil penelitian menunjukan bahwa bahwa adanya hubungan
yang signifikan antara lama menyelam dengan kejadian penyakit
dekompresi. Lama waktu menyelam mempunyai pengaruh untuk
penyerapan dan pelepasan gas nitrogen dalam jaringan cepat dan
jaringan lambat. Pembebanan nitrogen yang tinggi akan
menyebabkan terjadinya penyakit dekompresi. Semakin lama
menyelam maka akan banyak nitrogen yang di serap oleh tubuh
sehingga dapat mengakibatkan keluhan-keluhan seperti lemas pada
saat melakukan aktifitas dalam air, merasakan pusing serta keram
pada beberapa anggota tubuh.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak adanya hubungan
yang signifikan antara perilaku K3 konsumsi air putih dengan
kejadian penyakit dekompresi. Keseimbangan cairan tubuh
merupakan keseimbangan jumlah cairan yang masuk maupun yang
keluar dari dalam tubuh. Keseimbangan cairan didalam tubuh
dipengaruhi oleh seberapa banyak yang dikonsumsi dan
pengeluaran cairan dalam tubuh akibat aktifitas fisik yang berat.
Ketidakseimbangan yang terjadi dalam tubuh dapat menyebabkan
cairan di dalam tubuh berkurang, yang akan dapat menimbulkan
kejadian dehidrasi. Dehidrasi merupakan gangguan cairan pada
tubuh atau berkurangnya air dalam tubuh. Hal ini terjadi karena
pengeluaran lebih banyak daripada pemasukan. Gangguan ini
disertai dengan gangguan ketidakseimbangan cairan elektrolit yang
ada dalam tubuh.
Adanya hubungan yang signifikan antara kedalaman
menyelam, lama menyelam, frekuensi menyelam, dan perilaku K3
penggunaan APD dengan kejadian penyakit dekompresi pada
nelayan penyelam tradisional di Ambon. Dan tidak adanya
hubungan yang signifikan antara masa kerja, kecepatan naik ke
permukaan, perilaku K3 konsumsi air putih, perilaku K3 merokok
dan perilaku K3 konsumsi alkohol dengan kejadian penyakit
dekompresi pada nelayan penyelam tradisional di Ambon.
B. JURNAL INTERNASIONAL
1. Jurnal 1
a. Judul
THE EFFECT OF INDIVIDUAL CHARACTERISTICS ON THE
POTENTIAL EVENT OF DECOMPRESSION IN
TRADITIONAL DIVERS IN THE BAJO VILLAGE, BOALEMO
REGENCY
b. Pembahasan
This research is in line with what was done by (Wijaya.,
2018) which states that the working period of a diver is the most
influential risk factor for the incidence of decompression, which is
3.9 times,where the working period variable is controlled by other
variables namely the depth of diving, diving frequency, and
duration of diving.
Other studies that are also in line with this research are those
conducted by (Alaydrus., 2014). The study states that the longer a
person works as a diver, the greater the risk of decompression.
Because thelonger a person is exposed to differences in pressure
that causes a loss of efficiency and productivity ofwork, then the
risk for suffering from decompression is even greater.
A long period of work can affect the length of time a person
is exposed to risk factors at his workplace. Because the longer the
divers do the diving activities, the greater the exposure or risk
factors that are obtained in the environment. The longer a person is
exposed to differences in pressure, the greater the risk of suffering
from decompression (Embuai et al., 2020)
But it is different from research (Syamila., 2017). the results
of his research stated that the length of service does not directly
affect the incidence of decompression because in addition to the
length of service can determine the length of time a person is
exposed to risk factors, but long working periods can also provide
more experience to divers. so the longer the diver works, the more
experience and knowledge gained so that a diver who has worked
for a long time is more careful and more attentive to the procedure
of the diver.
2. Jurnal 2
a. Judul
DIVING EXPOSURE EFFECT ON TRADITIONAL DIVERS’S
QUALITY OF LIFE WITH DECOMPRESSION SICKNESS.
b. Pembahasan
Decompression sickness is thought to have effect on health
related quality of life (HRQL), however, there is a little research in
Indonesia. We measure HRQL on traditional diver with
decompression sickness in Karimunjawa. The purpose of this study
is to explain the effect of diving exposure on traditional diver’s
quality of live with decompression sickness.
Diving duration ≥ 2 hours had been proven to affect on poor
traditional divers’s quality of life with decompression sickness,
when analyzing using multivariate analysis statistically siginificant
(p = 0.021, OR = 9.860, 95% CI = 1.410 – 68.943) (table 4),
therefore diving duration ≥ 2 hours had a risk 9.86 times more then
diving duration < 2 hours to occured poor quality of life. This was
in line with the research that diving duration ≥ 2 hours was a
decompression sickness risk factor (Duke et al, 2017). The longer
the dive, the more time the nitrogen has to accumulate in the
tissues (Mitchell, 2005b). Increased risk of decompression sickness
will reduce divers’s health status, so that quality of life declines
(Doolette & Gorman, 2003).
Multivariate analysis result, repeated dives on the same day
had been unproven to affect on poor traditional divers’s quality of
life with decompression sickness, statistically no siginificant (p >
0.05). This was not in line with the research that health related
physical and mental component summary scores were lower in
divers with repeated dives on the same day (Irgens et al, 2016).
Repetitive dives are considered to increase risk of decompression
sickness. The suggested basis for increased risk in closely spaced
sequential dives is bubble formation from dissolved inert gas after
the first ascent to the surface. During any subsequent dive, these
bubble may affect inert gas kinetics ad may at as seeds for larger
bubbles (Mitchell, 2005a).
The factors affecting poor quality of life on traditional diver
with decompression sickness in Karimunjawa were diving depth ≥
30 meters, diving duration ≥ 2 hours, had a history of loss of
consciousness during diving, frequency of previous decompression
sickness > 1 time.

DAFTAR PUSTAKA

Jusmawati., Arsunan, Arsin, A., & Furqaan, Naiem, (2016), ‘Faktor risiko
kejadian decompression sickness pada masyarakat nelayan peselam tradisional
pulau saponda’, Jurnal MKMI, Vol. 12, No. 2

Rosyanti, L., Indriono, H., Dian, Yuniar, Sayanti, R., & Agus, Bintara, Bira W,
(2019), ‘Mekanisme yang terlibat dalam terapi oksigen hiperbarik’, Jurnal
Politekkes Kendari, Vol. 11, No. 2
Utama, Winda, T., (2019), ‘Occupational diving:neurologic complication of
diving’ Prosiding ilmiah dies natalis fakultas kedokteran universita sriwijaya,
Vol. 57

Wijaya, Dian, R., Andi, Zulkifli, A., & Sukri, P, (2018), ‘Faktor risiko masa kerja
dan waktu istirahat terhadap kejadian penyakit dokompresi pada nelayan
penyelam di pulau barrang lompo’, JKKM Vol.1, No. 3, hh. 318-327

Anda mungkin juga menyukai