Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

Dengue Hemorhagic Fever

“DHF”

Disusun oleh :

Bagus Prayoga

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KHARISMA

KARAWANG

2019
Konsep Dasar Dengue Hemorhagic Fever

a. Pengertian

DHF(Dengue Haemorrhagic Fever) atau di kenal sebagai Demam

Berdarah diduga diambil namanya dari gejala penyakitnya yaitu

adanya demam/panas dan adanya pendarahan.(Arita Murwani,

2009)

Penyakit Demam Berdarah (DBD) atau Dengue Hemorrhragic

Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue

yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty dan Aedes

albopictus.(H.Akhasin Zulkoni, 2011)

DHF adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat

serotype virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis

utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan,

hepatomegali dan tanda - tanda kegagalan sirkulasi sampai

timbulnya renjatan (sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari

kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (C.D.

Sucipto ,2011).

Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa DHF

adalah penyakit fibris virus akut yang terdapat pada anak dan

dewasa yang disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk

Aedes Aegypty yang ditemukan diseluruh belahan dunia terutama

di negara-negara tropik dan subtropik dengan gejala utama demam,


nyeri otot dan sendi, sakit kepala, nyeri tulang, ruam, leukopenia

yang biasanya memburuk setelah 2 hari pertama.

DHF ini sangat bervariasi,mulai dari yang ringan (DF)

sampai yang berat (DHF).Tetapi untuk memudahkan batasanya

dapat kita bagi menjadi 4 tingkatan menurut derajat

keganasan/beratnya penyakit.(Arita Murwani, 2009

1) Derajat I : Demam disertai dengan gejala konstitusional non-

spesifik; satu – satunya menisfestasi perdarahan

adalah tes torniket positif dan/atau mudah memar.

2) Derajat II : Perdarahan spontan selain manisfestasi pasien pada

Derajat I, biasanya pada bentuk perdarahan kulit

atau perdarahan lain.

3) Derajat III : Gagal sirkulasi dimanisfestasikan dengan nadi cepat

dan lemah serta penyempitan tekanan nadi atau

hipotensi, dengan adanya kulit dingin dan lembab

serta gelisah.

4) Derajat IV : Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak

terdeteksi.

b. Patofisiologi

Virus Dengue adalah anggota dari group B Arbovirus yang

termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Dikenal


ada 4 jenis serotipe virus Dengue yaitu virus Dengue tipe 1

(DEN-1), virus Dengue tipe 2 (DEN-2), virus Dengue tipe 3

(DEN-3), dan virus Dengue tipe 4 (DEN-4) ditularkan ke

manusia melalui vektor nyamuk jenis Aedes Egypty dan Aedes

Albopictus. Virus yang masuk ke tubuh manusia melalui

gigitan nyamuk Aedes yang telah terinfeksi virus Dengue

selanjutnya akan beredar dalam sirkulasi darah selama periode

sampai timbul gejala demam dengan masa inkubasi 4 – 6 hari

(minimal 3 hari sampai maksimal 10 hari) setelah gigitan

nyamuk yang terinfeksi virus Dengue. Pasien akan mengalami

keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala,

mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok,

timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem

retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah

bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF disebabkan oleh

kongesti pembuluh darah di bawah kulit. DHF dapat terjadi bila

seseorang setelah terinfeksi dengue pertama kali, mendapat

infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi ini akan

menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga

menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi

(kompleks virus antibodi) yang tinggi. Terdapatnya kompleks

virus antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan

pembentukan aktivasi sistem komplemen, agregasi trombosit


dan aktivasi koagulasi. Kompleks virus-antibodi akan

mengaktivasi sistem komplemen, yang berakibat dilepaskannya

anafilatoksin C3a dan C5a, histamin dan serotinin yang

menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh

darah dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding

tersebut, suatu keadaan yang amat berperan dalam terjadinya

renjatan timbulnya agregasi trombosit menyebabkan pelepasan

trombosit oleh sistem retikuloendotelial dengan akibat

trombositopenia hebat sehingga terjadi koagulapati atau

gangguan fungsi trombosit yang menimbulkan renjatan/syok.

Renjatan yang berkepanjangan dan berat menyebabkan

diseminated intravaskuler coagulation (DIC) sehingga

perdarahan hebat dengan prognosis buruk dapat terjadi.

Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat

akhir terjadinya pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam

proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi Plasmin yang

berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan penghancuran

fibrin. Disamping itu akan merangsang sistem kinin yang

berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding

pembuluh darah. Hal ini berakibat mengurangnya volume

plasma, hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan

renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai

dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya pada saat


renjatan. Renjatan hipovolemia bila tidak segera diatasi dapat

berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

Manifestasi klinis yang mungkin muncul pada DHF adalah

demam atau panas, lemah, sakit kepala, anoreksia, mual, haus,

sakit saat menelan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, pegal –

pegal pada seluruh tubuh, mukosa mulut kering, wajah

kemerahan (flushing), perdarahan gusi, lidah kotor (kadang-

kadang), petekie (uji turniquet (+), epistaksis, ekimosis,

hematoma, hematemesis, melena, hiperemia pada tenggorokan,

nyeri tekan pada epigastrik. Pada renjatan (derajat IV) nadi

cepat dan lemah, hipotensi, ekstrimitas dingin, gelisah, sianosis

perifer, nafas dangkal. Pada DHF sering dijumpai pembesaran

hati (hepatomegali), limpa (splenomegali), dan kelenjar getah

bening yang akan kembali normal pada masa penyembuhan.

Adapun komplikasi dari penyakit DHF adalah Hipotensi,

Hemokonsentrasi, Hipoproteinemia, Efusi dan Renjatan / Syok

hipovolemia .(H.Akhasin Zulkoni,2011 , A.W.Sudoyo,2006,

WHO,2005)

c. Pemeriksaan Diagnostik

Dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu : (Aru W Sudoyo, 2006)

1) Darah
Pada DHF akan dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari

ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua

kalinya. Pada saat suhu meningkat kedua kalinya sel limposit

relatif sudah bertambah.sel-sel eusinofil sangat berkurang. Pada

DHF umumnya dijumpai trombositopenia (<100.000/mm 3) dan

haemokonsentrasi (kadar HCT ¿ 20% dari normal). Uji tourniquet

yang positif merupakan pemeriksaan penting pada pemeriksaan

kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta

hipokalemia, SGOT, SGPT, ureum dan PH darah mungkin

meningkat.

2) Air seni

Mungkin ditemukan albuminuria ringan.

3) Sumsum tulang

Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi

hiperselular pada hari kelima dengan gangguan maturasi

sedangkan pada hari kesepuluh biasanya sudah kembali normal

untuk semua data.

4) Serologi

Uji serologi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan menjadi:

a) Uji serologi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil

pada masa akut dan konvalesen.

b) Uji serologi memakai serum tunggal, yaitu uji dengue blood

yang mengukur antibodi.


d. Penatalaksanaan Medis(Arita Murwani , 2009)

1) Penatalaksanaan penderita DHF adalah :

a) Tirah baring atau istirahat baring.

b) Diet makanan lunak.

c) Minum banyak 50ml/kg BB dalam 4 – 6 jam pertama dapat

berupa : susu, teh manis, sirup, jus buah, dan oralit,

pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi

penderita DHF. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi,

memberikan cairan rumatan 80 – 100 ml/kg BB dalam 24

jam berikutnya.

d) Pemberian cairan intravena pada pasien DBD tanpa renjatan

dilakukan bila pasien terus menerus muntah sehingga tidak

mungkin diberikan makanan per oral atau didapatkan nilai

hematokrit yang bartendensi terus meningkat (>40 vol

%). Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat

dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa

5% dalam 1/3 larutan Nacl 0,9%.

e) Cairan-cairan yang digunakan untuk penggantian volume

dengan cepat mencakup berikut ini :

(1) Kristaloid.

Larutan ringer laktat (RL) atau dektrose 5% dalam larutan

RL (D5/RL), larutan Ringer Asetat (RA) atau dektrose 5%


dalam larutan asetat (D5/RA), larutan garam faali

(D5/GF).

(2) Koloid.

Dekstran 40 dan plasma.

f) Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi,

pernapasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap

jam.

g) Periksa HGB, HCT dan trombosit setiap hari.

h) Pemberian obat antipiretik.

i) Monitor tanda-tanda dini renjatan meliputi keadaan umum,

perubahan tanda-tanda vital, hasil-hasil pemeriksaan

laboratoriurn yang memburuk.

j) Monitor tanda-tanda pendarahan lebih lanjut.

k) Pemberian antibiotika bila terdapat kekhwatiran infeksi

sekunder.

l) Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi

dengan dokter).

2) Penatalaksanan Penderita DHF berdasarkan derajat keparahan

a) Penanganan DHF deraja I atau derajat II tanpa peningkatan

hematokrit

Pasien masih dapat minum.

(1) Beri minum banyak 1-2 liter/hari.

(2) Jenis minuman : air putih, teh manis, sirup, jus buah, susu.
(3) Bila suhu > 380C beri parasetamol.

(4) Bila kejang beri antikonvulsif.

(5) Monitor gejala klinis dan laboratorium.

(6) Perhatikan tanda syok.

(7) Palpasi hati setiap hari.

(8) Ukur diuresis setiap hari.

(9) Awasi perdarahan.

(10) Periksa HGB, HCT, trombosit tiap 6-12 jam.

(11) Jika ada perbaikan klinis dan laboratorium pasien diijinkan

untuk pulang.

Pasien tidak dapat minum

(1) Jika pasien muntah terus-menerus maka lakukan

kolaborasi pemasangan IVFD NaCl 0,9% : Dekstrosa

5% (1:3), tetesan rumatan sesuai berat badan.

(2) Periksa HGB, HCT, trombosit tiap 6-12 jam, jika HCT

naik atau trombosit turun maka pemasangan IVFD NaCl,

0,9% berbanding dekstrosa 5% diganti dengan ringer

laktat dengan tetesan disusaikan.

b) Penanganan DHF derajat I dengan peningkatan HCT>20%.

(1) Pertama berikan cairan awal yaitu : RL/NaCI 0,9% atau

RL/DS/NaCl 0,9% + D5, 6-7 ml/kg BB/jam.

(2) Setelah itu monitor tanda-tanda vital/nilai HCT dan

tromboosit tiap 6 jam


(a) Jika ada perbaikan maka ada menunjukkan tanda-

tanda : tidak gelisah, nadi kuat, tekanan darah

stabil, diuresis cukup(12m/kg BB/jam), HCT turun (2

kali pemeriksaan).

(3) Jika sudah menunjukkan perbaikan tetesan dikurangi

menjadi 5ml/kg BB/jam.

(4) Setelah 1 jam berlalu dan kondisi pasien masi

menunjukan perbaikan maka tetesan di sesuaikan

menjadi 3 ml/kgBB/jam

(5) Setelah itu IVFD di stop pada 24-48 jam, bila tanda

vital/ HCT stabil, diuresis cukup.

(6) Jika pada saat menurunkan tetesan menjadi 5 ml/kg

BB/jam kemudian ditemukan tanda vital memburuk dan

HCT meningkat maka tetesan dinaikkan 10-15ml/kg

BB/jam tetesan dinaikkan secara bertahap. Kemudian

lakukan evaluasi 12-24 jam jika pada saat evaluasi

ditemukan tanda vital tidak stabil dengan tanda adanya

distres pernapasan dan HCT naik maka segera berikan

koloid 20-30m1/kgBB dan jika HCT menurun maka

lakukan transfusi darah segera 10ml/kgBB.

(7) Jika sudah ada perbaikan, maka lanjutkan tindakan dari

pengurangan tetesan 5ml/kgBB/jam dan seterusnya. Jika

tidak ada perbaikan yang ditunjukkan dengan tanda-


tanda: gelisah, distres pernapasan, frekwensi nadi

meningkat, tekanan nadi < 20 mmHg, diuresis kurang/

tidak ada.

(8) Jika tidak menunjukkan adanya perbaikan maka tetesan

akan dinaikkan 10-15ml/kgBB/jam secara bertahap.

(9) Kemudian dilakukan evaluasi 12-24 jam.

(10) Setelah dilakukan evaluasi didapatkan tanda vital tidak

Stabil yang di tunjukan dengan adanya distres pernapasan

dan peningkatan HCT, maka segera berikan koloid 20-30

ml/kgBB dan jika HCT menurun maka lakukan transfusi

darah segera 10 ml/kgBB.

(11) Jika sudah ada perbaikan maka lanjutkan tindakan dari

pengurangan dari tetesan 5ml/kgBB/jam dan seterusnya.

b) Penangan DHF derajat III dan IV

(1) Lakukan oksigenasi.

(2) Penggantian volume (cairan kristaloid isotonik) Ringer

Laktat/NaCl 0,9 % 20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam

30 menit).

(3) 30 menit kemudian lakukan evaluasi untuk mengetahui

apakah syok sudah teratasi.

(4) Kemudian pantau tanda vital setiap 10 menit dan catat

balance cairan intravena.


(5) Jika syok teratasi yang dapat ditunjukkan dengan tanda-

tanda :

(a) Kesadaran membaik.

(b) Nadi teraba kuat.

(c) Tekanan nadi>20 mmHg.

(d) Tidak sesak napas atau sianosis.

(e) Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam.

Kemudian cairan dan tetesan disesuaikan

10ml/kgBB/jam, setelah itu lakukan evaluasi ketat,

misalnya ukur tanda vital, tanda perdarahan, diuresis,

HGB, HCT, trombosit. Jika dalam 24 jam sudah

stabil, maka berikan tetesan 5ml/kgBB/jam kemudian

lanjutkan tetesan 3ml/kgBB/jam. Infus dihentikan

tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Jika syok

tidak teratasi yang ditunjukkan dengan tanda-tanda :

kesadaran menurun, nadi lambat/tidak teraba, tekanan

nadi<20 mmHg, ditress pernapasan/sianosis, kulit

dingin dan lembab, ekstremitas dingin dan periksa

kadar gula darah, kemudian lanjutkan

pemberian cairan 20ml/kgBB/jam, setelah itu

tambahkan koloid/plasma, dekstran 10-20 (maksimal

30) ml/kgBB/jam. Kemudian lakukan koreksi

asidosis, setelah 1 jam lakukan evaluasi untuk


mengetahui apakah syok sudah teratasi atau belum.

Jika syok belum teratasi yang ditunjukkan dengan

penurunan HCT atau HCT tetap tinggi/naik, maka

berikan koloid 20 ml/kgBB, kemudian dilanjutkan

dengan pemberian transfusi darah segar 10 ml/kgBB

diulang sesuai kebutuhan. Jika syok sudah teratasi

maka lanjutkan tindakan dari mengevaluasi ketat

tanda vital, tanda perdarahan, diuresis, HGB, HCT,

trombosit dan tindakan seterusnya.

d) Kriteria untuk pemulangan pasien

Kriteria berikut harus dipenuhi sebelum pasien yang

pulih dari DHF atau Dengue Syock Syndrome (DSS)

dipulangkan.

1)Tidak ada demam selama sedikitnya 24 jam tanpa

penggunaan terapi anti demam.

2) Kembalinya nafsu makan

3) Perbaikan klinis yang dapat terlihat

4) Haluaran urine baik

5) Hematokrit stabil

6) Melewati sedikitnya 2 hari setelah pemulihan dari syok

7) Tidak ada distres pernapasan dari efusi pleural atau asites

8) Jumlah trombosit lebih dari 50.000 per mm3

(Ngastiyah, 2005)
2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan DHF

a. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan mencakup data yang di kumpulkan melalui wawancara,

pengumpulan riwayat kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan

laboraturium dan diagnostic serta melihat catatan sebelumnya.

Pengumpulan riwayat tersebut meliputi data subjektif

(“melaporkan”) dan obyektif (“menunjukan”) (Tarwoto dan

Wartonah 2006).

Data perawatan yang ditemukan pada pasien DHF

Aktivitas/Istirahat

Gejala : lemah, lelah

Tanda : dispnea, takipnea, lemah

Sirkulasi

Gejala : epitaksis, hematoma,ekimosis, petekie, hyperemia

pada tenggorokan, perdarahan gusi, hematemesis, melena

Tanda : nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin dan

gelisah

Makanan/cairan

Gejala : mual muntah, anoreksia, haus

Tanda : mukosa mulut kering,lidah kotor (kadang-kadang)

Neurosensori

Gejala : sakit kepala, suhu tubuh tinggi


Tanda : menggigil, wajah tampak kemerahan, takikardi.

Nyeri/kenyamanan

Gejala : nyeri uluhati, nyeri pada otot dan sendi, pegal-pegal

pada seluruh tubuh, nyeri tekan pada epigastrik, sakit saat

menelan

Pernafasan

Gejala : nafas dangkal

Tanda : nadi cepat dan lema

b. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul (Lynda juall,2007)

adalah :

1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan

permeabilitas kapiler.

2) Hipertermi berhubungan dengan tidak efektifnya termoregulasi

sekunder terhadap infeksi virus dengue.

3) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan faktor-

faktor pembekuan darah (trombsitopenia).

4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan menurunnya nafsu makan sekunder terhadap anoreksia,

mual-muntah.

5) Nyeri akut berhubungan dengan Inflamasi otot.

6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Peningkatan kebutuhan

metabolisme sekunder terhadap infeksi virus.


7) Gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan

sekunder akibat hospitalisasi

8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang inforrnasi.

c. Perencanaan

Rencana keperawatan adalah memprioritaskan diagnosa

keperawatan, menentukan hasil akhir perawatan klien, mengidentifikasi

tindakan keperawatan dan klien yang sesuai dan rasional ilmiahnya, dan

menetapkan encana asuhan keperawatan.

Tahap awal perencanaan adalah prioritas masalah. Prioritas

masalah berdasarkan mengancam jiwa pasien, tahap kedua adalah

rencana prioritas (Deden Dermawan, 2012)

Perencanaan ditulis sesuai dengan prioritas (mengancam

jiwa pasien):

1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan

permeabilitas kapiler.

Tujuan: Kebutuhan cairan pasien terpenuhi/adekuat

Kriteria hasil :

(a) Mukosa bibir lembab

(b) Pasien minum 6-8 gelas sehari

(c) Tanda-tanda vital suhu 36˚c, nadi 60-100x/menit, TD

120/80mmHg, Respirasi 24x/menit.

Tindakan Keperawatan :
a) Mengobservasi tanda – tanda vital tiap jam.

Rasional : Menetapkan data dasar pasien, untuk mengetahui dengan

cepat penyimpangan dari keadaan normalnya.

b) Anjurkan pasien banyak minum ±1800 – 2000 ml/hari.

Rasional : Mencegah kehilangan caian tubuh.

c) Catat intake dan output cairan tiap 24 jam.

Rasional : Memberi informasi tentang keadekuatan volume

cairan dan kebutuhan pengganti.

d) Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena sesuai program

dokter.

Rasional : Untuk mempertahankan/mengganti cairan dalam

tubuh.

e) Kolaborasi dalam pemeriksaan lab HCT, PLT tiap 12 jam.

Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran plasma dalam

pembuluh darah yang dialami pasien dan untuk acuan

melakukan tindakan lebih lanjut.

2) Hipertermi berhubungan dengan tidak efektifnya termoregulasi

sekunder terhadap infeksi virus dengue.

Tujuan : Suhu tubuh dalam batas normal (36 – 37 oC).

Kriteria hasil :

1) Pasien mengatakan badannya tidak panas lagi.

2) Suhu tubuh dalam batas nomal (36 – 37˚C)

3) Nadi 80-100x/menit.
Tindakan keperawatan :

a) Observasi tanda-tanda vital.

Rasional : Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui

keadaan umum pasien.

b) Anjurkan pasien banyak minum yaitu ± 1,5 - 2 liter per hari

Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan

penguapan tubuh meningkat sehingga perlu

diimbangi dengan asupan cairan yang

banyak/adekuat.

c) Libatkan keluarga untuk tindakan kompres hangat (pada

daerah axila, kening dan lipatan paha).

Rasional : Pemindahan panas secara konduksi

d) Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik.

Rasional : Dapat membantu menurunkan panas.

e) Observasi respon verbal dan non verbal pasien terhadap nyeri

Rasional : Mengetahui respon pasien terhadap nyeri yang

dirasakan

Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk

menangani syok yang dialami pasien.

3) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan faktor-

faktor pembekuan darah (trombositopenia).

Tujuan : Perfusi jaringan adekuat

Kriteria hasil :
1) Menunjukkan perbaikan perfusi yang dibuktikan oleh

adanya nadi perifer/sama, warna kulit dan suhu normal,

tidak ada edema.

2) Peningktan prilaku/tindakan yang meningkatkan perfusi

jaringan.

3) Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.

Tindakan keperawatan :

a) Observasi tanda-tanda vital

Rasional : Hipotensi dan bradikardi menandakan adanya

penurunan aliran darah, perubahan suhu kulit (lebih

dingin atau lebih hangat) menandakan adanya

gangguan dalam suplai darah kapiler.

b) Anjurkan pasien untuk banyak istirahat.

Rasional : Aktivitas pasien yang tidak terkontrol, dapat

menyebabkan perdarahan sehingga terjadi penurunan

suplay darah.

c) Pantau frekuensi jantung dan irama.

Rasional : Fekuensi dan irama jantung dapat menentukan

adanya komplikasi.

d) Kolaborasi pemberian oksigen tambahan.

Rasional : Meningkatkan jumlah sediaan oksigen untuk

kebutuhan sirkulasi.
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

menurunnya nafsu makan sekunder terhadap anoreksia, mual,

muntah.

Tujuan : Nutrisi pasien terpenuhi (adekuat)

Kriteria hasil :

1) Pasien tidak lemah

2) Makanan habis 1 porsi setiap kali makan

3) Nafsu makan meningkat

4) Mual muntah tidak ada

Tindakan keperawatan :

a) Timbang berat badan tiap hari.

Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien

b) Beri HE pada pasien/keluarga tentang pentingnya Nutrisi bagi

tubuh.

Rasional : Meningkatkan pengetahuan pasien tentang nutrisi

sehingga motivasi untuk makan meningkat.

c) Kaji makanan yang disukai pasien.

Rasional : Menambah/merangsang nafsu makan.

d) Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.

Rasional : Meningkatkan asupan nutrisi tanpa merangsang

muntah.

e) Sajikan makanan dalam keadaan hangat.

Rasional : Mengurangi mual dan meningkatkan nafsu makan.


f) Kolaborasi dalam pemberian obat anti emetik sesuai indikasi.

Rasional : Antiemetik mengurangi rasa mual dan muntah.

5) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi otot.

Tujuan : pasien merasa nyaman

Kriteria hasil :

1) Menunjukkan posisi/ekspresi wajah rileks.

2) Dapat tidur/beristirahat adekuat.

Tindakan keperawatan :

a) Observasi tanda-tanda vital terutama nadi

Rasional : Tanda-tanda vital merupakan indikator adanya

perubahan kenyamanan.

b) Observasi skala nyeri dan karakteristiknya.

Rasional : Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien.

c) Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.

Rasional : Tehnik distraksi dapat mengalihkan perhatian dari

nyeri/ ketidaknyamanan dan relaksasi dapat

memberikan rasa nyaman.

d) Berikan posisi yang nyaman pada pasien.

Rasional : Posisi yang nyaman membantu relaksasi tubuh.

e) Kolaborasi dalam pemberian analgetik.

Rasional : Analetik mengurangi rasa nyeri.

6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolisme sekunder terhadap infeksi virus.


Tujuan : Pasien dapat memenuhi kebutuhan ADL

Kriteia hasil :

1) Pasien dapat memenuhi ADL sendiri

2) Pasien tidak lemah

3) Pasien tampak kooperatif

Tindakan keperawatan :

a) Kaji ulang kemampuan pasien melakukan ADLnya

Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien

dalam memenuhi kebutuhannya.

b) Observasi tanda – tanda vital terutama nadi tiap 6 jam.

Rasional : Nadi menurun merupakan salah satu indikasi

adanya penurunan aktivitas.

c) Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.

Rasional : Memberikan suasana yang tenang dan menurunkan

kebutuhan energi.

d) Anjurkan pasien untuk mempertahankan tirah baringnya dan

banyak beristirahat.

Rasional : Menurunkan penggunaan energi.

e) Libatkan keluarga dalam membantu ADL pasien.

Rasional : Memenuhi ADL pasien.

7) Gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan

sekunder akibat hospitalisasi

Rencana tujuan: ganggguan pola tidur teratasi


Kriteria hasil: pasien tidur 6-9 jam/hari, tidak mengantuk, segar tidak

lelah, tidak sayu dan nyeri hilang.

Rencana tindakan:

a) Ajarkan teknik relaksasi/nafas dalam menjelang tidur.

Rasional: meningkatkan rasa mengantuk/keinginan untuk tidur.

b) Tutup gordin atau tirai dan batasi pengunjung di ruang saat jam

tidur.

Rasional: member rasa nyaman dan perasaan tenang sehingga

memudahkan tidur pasien.

c) Anjurkan pasien untuk minum susu.

Rasional: susu mengandung asam amino tritopan yang merangsang

medulus spinalis untuk tidur.

d) Anjurkan keluarga/pengunjung berada di luar saat jam istirahat.

Rasional: memberi rasa nyaman dan perasaan tenang sehingga

memudahkan tidur pasien.

e) Catat jumlah jam tidur dan kualitas tidur pasien setiap hari.

Rasional: dapat diketahui kualitas tidur pasien.

f) Ajarkan untuk melakukan perawatan di malam hari seperti gosok

gigi dan cuci kaki.

Rasional: memberi rasa nyaman menjelang tidur

8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

Tujuan : Pengetahuan pasien/keluarga bertambah

Kiteria hasil :
1) Pasien mengatakan sudah mengerti tentang penyakit DHF,

penyebab dan penanggulangannya.

Tindakan keperawatan :

a) Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga.

Rasional : Mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan

pasien/ keluarga tentang penyakit.

b) Beri penjelasan pada pasien/keluarga tentang penyakit,

penyebab dan pencegahannya.

Rasional : Agar pasien/keluarga mengerti tentang penyakit,

penyebab dan pencegahannya.

c) Beri kesempatan keluarga/pasien untuk menanyakan hal-hal

yang tidak diketahui.

Rasional : Mengurangi kecemasan dan memotivasi dalam

perawatan pasien.

c) Lakukan evaluasi setelah memberikan penjelasan

Rasional : Untuk mengetahui tentang informasi yang telah

diberikan apakah benar-benar sudah dimengerti atau

tidak.

e) Libatkan orang tua dalam perawatan pasien/keluarga.

Rasional : Memberi support dalam proses penyembuhan.

d. Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah melaksanakan order keperawatan yang

disusun sesuai rencana pleh klien, perawat atau orang lain.


Implementasi dapat mencakup dengan tenaga perawatan kesehatan

lain dalam menjalankan tanggung jawab. (Deden Darmawan, 2012)

e. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan.

Membandingkan status kesehatan klien saat ini dengan hasil klien

yang diharapkan dan menentukan kemajuan klien atau kuangnya

kemajuan ke aah pencapaian hasil. Perawat membandingkan, menilai

dan mengevaluasi sebagai bagian dari berfikir krtis.Kriteria untuk

mengukur tingkat pencapaian klien dinyatakan dalam hasil jangka

pendek atau evaluasi.Evaluasi adalah poses berkesinambungan yang

terjadi selama pengkajian berkelanjutan dan implementasi asuhan

keperawatan. (Deden Darmawan, 2012)

Dalam proses keperawatan berdasarkan permasalahan

yang muncul maka hal-hal yang diharapkan pada evaluasi adalah sebagai

berikut :

1) Kebutuhan cairan pasien terpenuhi

2) Suhu tubuh menurun (dalam batas normal 36 – 37°C)

3) Perfusi jaringan perifer adekuat

4) Kebutuhan pasien akan nutrisi dapat terpenuhi

5) Rasa nyaman terpenuhi

6) Pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri

7) Kebutuhan tidur pasien terpenuhi

8) Pengetahuan bertambah
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. (2007). BukuSakuDignosaKeperawatan.(Edisi 8). Jakarta: EGC.

Dermawan, Deden.(2012). Proses Keperawatan. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Doenges, M.E. (2012).Rencana Asuhan Keperawatan. (Edisi 3). Jakarta: EGC.

Lontar.ui.ac.id/file?file=digital/124792 selasa,14 mei 2013 pukul 09.00 wita

Murwani,Arita. (2009). Perawatan Pasien Penyakit Dalam. (Edisi 2). Jakarata:


ECG.

Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. (Edisi 2). Jakarta: EGC.

(Zulkoni, H.A. (2011). Parasitologi. (Cetakan pertama). Yogyakarta : EGC.

Price, A.Sylvia.(2006). Patofisiologi.(Edisi 6). Jakarta: EGC.

Sucipto, C.D. (2011). Vektor Penyakit Tropis. (Cetakan pertama). Yogyakarta:


EGC.
Sudoyo, dkk. (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: ECG.

WHO. (2005). Pencegahan dan Pengendalian Demam Berdarah Dengue.


(Cetakan pertama). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai