Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Keperawatan kesehatan komunitas merupakan praktek promotif dan proteksi
kesehatan populasi yang menggunakan pengetahuan atau ilmu keperawatan, sosial,
dan kesehatan masyarakat (ANA, 2006). Diyakini bersama bahwa tantangan terbesar
yang dihadapi keperawatan komunitas pada abad ini adalah pemberian asuhan
keperawatan pada lansia yang populasinya tumbuh pesat. Seiring dengan
meningkatnya populasi lansia yang dibutuhkan oleh seorang perawat komunitas
untuk melakukan pendekatan multidisiplin yang kreatif dalam menangani penyakit
kronis untuk meningkatkan kemandirian dan kemampuan fungsional lansia.
Masalah lingkungan semakin hari semakin sangat serius. Permasalahan tersebut
timbul karena ulah manusia yang sangat serakah dan tidak perduli akan kesehatan
lingkungannya. Banyak masyarakat yang kehilangan sikap tanggung jawab dan
kesadaran, sehingga dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat sendiri.
Permasalahan-permasalahan lingkungan yang terjadi saat ini begitu banyak, dimulai
dari pencemaran, kerusakan, banjir, berkurangnya berbagai spesies hayati, hingga
timbulnya berbagai macam jenis penyakit yang menyebar keseluruh pemukiman
masyarakat. Manusia seharusnya sadar banyak manfaat positif yang dapat diperoleh
dari lingkungan hidup yang sehat, sebab itulah manusia seharusnya dapat melindungi
dan merawat kesehatan lingkungan hidup.

Lingkungan hidup sendiri merupakan wadah yang didalamnya terdapat


berbagai macam makhluk hidup dimulai dari benda hidup hingga benda tak hidup.
Masyarakat sangatlah bergantung pada lingkungan hidup, karena segala hal yang
dibutuhkan manusia berasal dari lingkungan yang ada disekitarnya. Oleh sebab itu
sebagai manusia yang sangat tergantung pada lingkungan memiliki kewajiban untuk
tetap menjaga lingkungan agar tetap aman dari segala ancaman yang bisa menyerang
dan merusak sistem lingkungan hidup. Banyak upaya yang dapat dilakukan oleh
masyarakat agar lingkungan hidup tetap terjaga keindahannya salah satunya adalah
menjaga kebersihan lingkungan dari segala bentuk pencemaran yang dilakukan oleh
manusia itu sendiri.

Untuk mengsukseskan terciptanya lingkungan yang sehat, masyarakat dituntut


untuk hidup berdampingan dengan kebersihan, sehingga menjaga kebersihan
lingkungan merupakan faktor utama agar masyarakat selalu menjaga kelestarian
lingkungannya. Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang tidak
peduli terhadap kebersihan lingkungan disekitarnya, hal ini dapat dibuktikan dengan
timbulnya berbagai macam pencemaran lingkungan, baik pencemaran baik didarat,
dilaut maupun diudara. Berbagai pencemaran tersebut akan menimbulkan efek yang
cukup serius terhadap lingkungan. Menurut Suharjo (2002) sampah rumah tangga
merupakan salah satu penyumbang limbah terbesar bagi lingkungan, memiliki efek
yang sangat buruk terhadap kelangsungan hidup dan kesehatan manusia, hal tersebut
dapat dilihat dengan berbagai penyakit yang muncul, pencemaran terhadap air tanah
dan menjadi salah satu penyebab polusi udara serta menjadi salah satu penyebab
banjir ketika musim penghujan.

Sampah padat maupun sampah cair merupakan penyebab utama dari kerusakan
lingkungan hidup, sehingga perlu adanya pengelolaan yang yang serius terhadap
limbah sampah yang terus meningkat jumlahnya tiap tahunnya. Menurut (Jambeck, et
al dan Juniartini, 2020) Indonesia merupakan negara penghasil sampah terbesar
didunia setelah negara China terutama sampah plastik yang memiliki volume sebesar
187,2 juta ton/tahun sementara negara China sebanyak 262,9 juta ton/tahun dan
disusul negara-negara disekitarnya seperti Filiphina, Vietnam dan Srilanka.
Permasalahan sampah di Indonesia ini cukup memprihatinkan hal ini pun dapat
dilihat Indonesia dikelilingi dengan berbagai macam bentuk sampah.
B. Tujuan Keperawatan Komunitas
a. Tujuan Umum

Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat sehingga tercapai


derajat kesehatan yang optimal agar dapat menjalankan fungsi kehidupan
sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki. Tujuan proses keperawatan
dalam komunitas adalah untuk pencegahan dan peningkatan kesehatan
masyarakat melalui upayaupaya sebagai berikut :

a. Pelayanan keperawatan secara langsung (direct care) terhadap individu,


keluarga dan kelompok dalam konteks komunitas.

b. Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat (health general


community) dengan mempertimbangkan permasalahan atau isu kesehatan
masyarakat yang dapat memengaruhi keluarga, individu, dan kelompok.

b. Tujuan Khusus

Selanjutnya, secara spesifik diharapkan individu, keluarga, kelompok, dan


masyarakat mempunyai kemampuan untuk :

a. Mengidentifikasi masalah kesehatan yang dialam

b. Menetapkan masalah kesehatan dan memprioritaskan masalah tersebut

c. Merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah kesehatan atau


keperawatan

d. Menanggulangi masalah kesehatan atau keperawatan yang mereka hadapi


e. Mengevaluasi sejauh mana pemecahan masalah yang mereka hadapi, yang
akhirnya dapat meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan
secara mandiri (self care).

f. Penilaian hasil kegiatan dalam memecahkan masalah kesehatan atau


keperawatan.

g. Mendorong dan menigkatkan partisipasi masyarakat dalam pelayanan


kesehatan atau keperawatan.

h. Meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan secara mandiri.

i. Menanamkan perilaku sehat melalui upaya pendidikan kesehatan.

C. Fungsi Keperawatan Komunitas

a. Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi kesehatan
masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan masalah klien melalui asuhan
keperawatan.

b. Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai dengan


kebutuhannya dibidang kesehatan.

c. Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan masalah,


komunikasi yang efektif dan efisien serta melibatkan peran serta masyarakat.

d. Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan dengan permasalahan


atau kebutuhannya sehingga mendapatkan penanganan dan pelayanan yang cepat dan
pada akhirnya dapat mempercepat proses penyembuhan (Mubarak, 2006).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keperawatan Komunitas
1. Pengertian keperawatan komunitas
Keperawatan komunitas merupakan suatu sintesis dari praktik
keperawatan dan praktik kesehatan masyarakat yang diterapkan untuk
meningkatkan serta memelihara kesehatan penduduk. Sasaran dari
keperawatan kesehatan komunitas adalah individu yaitu balita gizi buruk, ibu
hamil resiko tinggi, usia lanjut, penderita penyakit menular. Sasaran keluarga
yaitu keluarga yang termasuk rentan terhadap masalah kesehatan dan
prioritas. Sasaran kelompok khusus, komunitas baik yang sehat maupun sakit
yang mempunyai masalah kesehatan atau perawatan (Ariani, Nuraeni, &
Supriyono, 2015).
Keperawatan Komunitas adalah pelayanan keperawatan profesional
yang ditujukan kepada masyarakat dengan pendekatan pada kelompok resiko
tinggi, dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui
pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan dengan menjamin
keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien
sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan
keperawatan. Pelayanan Keperawatan Komunitas adalah seluruh masyarakat
termasuk individu, keluarga dan kelompok yang beresiko tinggi seperti
keluarga penduduk didaerah kumuh, daerah terisolasi dan daerah yang tidak
terjangkau termasuk kelompok bayi, balita, lansia dan ibu hamil (Veronica,
Nuraeni, & Supriyono, 2017).
Proses keperawatan komunitas merupakan metode asuhan
keperawatan yang bersifat alamiah, sistematis, dinamis, kontiniu dan
berkesinambungan dalam rangka memecahkan masalah kesehatan klien,
keluarga, kelompok serta masyarakat melalui langkah-langkah seperti
pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan (Wahyudi,
2010). Menurut American Nurses Association (ANA, 1973), Keperawatan
Kesehatan Komunitas adalah suatu sintesa dari praktik kesehatan masyarakat
yang dilakukan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat.
Praktik keperawatan kesehatan komunitas ini bersifat menyeluruh dengan
tidak membatasi pelayanan yang diberikan kepada kelompok umur tertentu,
berkelanjutan dan melibatkan masyarakat.
2. Ruang Lingkup Keperawatan Komunitas
Ruang lingkup praktik keperawatan komunitas meliputi : upaya upaya
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif) dan
mengemblikan serta memfungsikan kembali baik individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakatnya
(resosialisasi). Dalam memberikan asuhan keperawatan komunitas,
kegiatan yang ditekankan adalah upaya preventif dan promotif dengan
tidak mengabaikan upaya kuratif, rehabilitatif dan resosialitatif.
3. Sasaran Keperawatan Komunitas
Sasaran yang dituju untuk keerawatan komunitas dibagi menjadi beberapa,
diantaranya :
a. Individu
Individu adalah bagian dati anggota keluarga. Apabila individu
tersebut mempunyai masalah kesehatan/keperawatan karena
ketidakmampuan merawat diri sendiri oleh suatu hal dan sebab, maka
akan dapat mempengaruhi anggota keluarga lainnya baik secara fisik,
mental maupun sosial.
b. Keluarga
Keluarga Merupakan sekelompok individu yang berhubungan erat
secara terus menerus dan terjadi interaksi satu sama lain baik secara
perorangan maupun secara bersama-sama, di dalam lingkungannya
sendiri atau masyarakat secara keseluruhan (Ariani, Nuraeni, &
Supriyono, 2015).
c. Kelompok Khusus
Kelompok hkusus adalah kumpulan individu yang mempunyai
kesamaan jenis kelamin, umur, permasalahan, kegiatan yang
terorganisasi yang sangat rawan terhadap masalah kesehatan.
Termasuk diantaranya adalah:
1) Kelompok khusus dengan kebutuhan khusus sebagai akibat
perkembangan dan pertumbuhannya, seperti;
a) Ibu hamil
b) Bayi baru lahir
c) Balita
d) Anak usia sekolah
e) Usia lanjut
2) Kelompok dengan kesehatan khusus yang memerlukan
pengawasan dan bimbingan serta asuhan keperawatan,
diantaranya adalah:
a) Penderita penyakit menular, seperti TBC, lepra, AIDS,
penyakit kelamin lainnya.
b) Penderita dengan penynakit tak menular, seperti: penyakit
diabetes mellitus, jantung koroner, cacat fisik, gangguan
mental dan lain sebagainya.
3) Kelompok yang mempunyai resiko terserang penyakit,
diantaranya: a) Wanita tuna susila
b) Kelompok penyalahgunaan obat dan narkoba
c) Kelompok-kelompok pekerja tertentu, dan lain-lain.
4) Lembaga sosial, perawatan dan rehabilitasi, diantaranya
adalah:
a) Panti wredha
b) Panti asuhan
c) Pusat-pusat rehabilitasi (cacat fisik, mental dan sosial)
d) Penitipan balita.

4. Prinsip Keperawatan Komunitas

Memberikan dukungan serta merawat, bukan hanya kepada invididual,


namun juga keluarga. Dengan demikian, dilihat dari pengertian serta
tujuan di atas bisa disimpulkan bahwa penekanan keperawatan komunitas
terletak pada ‘health promotion, health maintenance, disease, prevention
and treatment of minor illments and restoration of health and
rehabilitation (MN, 2012)

a. Pelaksanaannya berdasarkan kebutuhan dan fungsi dalam program


kesehatan yang menyeluruh.

b. Maksud dan tujuannya hendaknya jelas dalam pelayanan.

c. Kelompok yang terorganisasi atau perwakilannya adalah bagian


integral dari program kesehatan komunitas.

d. Keperawatan komunitas tersedia bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa


membedakan asal, sosial budaya, ekonomi, umur, jenis kelamin, politik
serta bangsa.

e. Keperawatan komunitas mengakui keluarga dan komunitas adalah


bagian dari unit pelayanan.

f. Pendidikan kesehatan dan pelayanan konsultasi adalah bagian integral


dari keperawatan komunitas.
g. Penerima jasa pelayanan kesehatan perlu diikut-sertakan dalam
perencanaan terkait dengan tujuan bagi pemeliharaan kesehatan.

h. Perawat komunitas harus kualified.

i. Keperawatan komunitas harus dilandaskan pada kebutuhan pasien dan


kelangsungan pelayanan kepada pasien yang tepat.

j. Evaluasi pelayanan kesehatan ini harus dikerjakan secara periodik dan


kontinyu.

k. Perawat komunitas berfungsi sebagai bagian terpenting dari tim


kesehatan.

l. Perawat komunitas membantu mengarahkan pasien yang membutuhkan


dukungan finansial m. Community health agency perlu menyediakan
program kelangsungan pendidikan bagi perawat (MN, 2012)

B. Hipertensi Pada lansia


1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah penyakit yang sering terjadi pada lansia karena
mengalami penurunan sistem tubuh, terutama pada sistem kardiovaskular.
Hipertensi pada lansia merupakan tekanan darah tinggi yang merupakan
kondisi medis dimana orang yang tekanan darahnya meningkat diatas normal
yaitu 140/90 mmHg juga dapat mengalami resiko kesakitan (morbiditas) dan
kematian (mortalitas) (Safitri & Ismawati, 2018).

Hipertensi merupakan resiko utama pada lansia yang menyebabkan


terjadinya stroke, gagal jantung dan penyakit koroner karena peranannya lebih
besar dibandingkan saat usia muda. Penyebab hipertensi pada lansia
dikarenakan terjadinya perubahan – perubahan pada elastis dinding aorta
menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung
memompa darah menurun, sehingga kontraksi dan volumenya menurun,
meningkatnya resitensi pembuluh darah perifer. Selain itu mengkonsumsi
garam yang tinggi, obesitas, kolesterol tinggi membuat pembuluh darah
menyempit dan akibatnya tekanan darah meningkat (Mulyadi et al., 2019)

2. Manifestasi Klinis
ada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan apapun selain hasil
pengukuran tekanan darah yang tinggi. Klien yang menderita hipertensi
biasanya tidak menimbulkan gejala (asimtomatik). Pada lansia ditegakkan jika
rata-rata hasil pemeriksaan darah pada dua kunjungan berturut-turut berada
pada nilai tekanan sistolik lebih dari 150 mmHg dan tekanan darah diastolik
lebih dari 90 mmHg didiagnosis sebagai hipertensi (Manuntung, 2018).
Pada tahap awal penyakit hipertensi tidak menunjukkan tanda dan gejala yang
dikeluhkan oleh klien, jika keadaan terus tidak terdeteksi selama pemeriksaan
rutin, klien akan tetap tidak sadar bahwa tekanan darahnya tersebut naik. Jika
kondisi tersebut dibiarkan tidak terdiagnosis maka tekanan darah akan terus
naik, sehingga manifestasi klinis akan menjadi jelas dan klien akan
mengeluhkan sakit kepala terus menerus, kelelahan, pusing, berdebar-debar,
sesak, pandangan kabur atau penglihatan ganda atau mimisan (Arintoko,
2018).
Saat hipertensi pada lansia kambuh dapat mengakibatkan beberapa masalah
yang akan timbul seperti kelelahan berlebih, pusing, jantung berdebar dan
gangguan pola istirahat tidur yang dapat mengakibatkan kualitas tidur lansia
menjadi tergganggu (Sari, 2019).
3. Klasifikasi Tekanan Darah
Klasifikasi Hipertensi berdasarkan penyebabnya digolongkan menjadi primer
atau sering disebut esensial dan hipertensi sekunder.
Klasifikasi Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal 120-129 80-84
Normal tinggi 130-139 84-89
Hipertensiderajat 140-159 90-99
1
Hipertensiderajat 160-179 100-109
2
Hipertensiderajat ≥180 ≥110
3
Hipertensisistoli ≥140 <90
k

a. Hipertensi Esensial atau Primer Hipertensi primer ini tidak dapat


disembuhkan, hanya dapat dikontrol Lebih dari 90% penderita hipertensi
menderita hipertensi primer atau esensial. Mekanisme hipertensi primer ini
belum diketahui pasti, namun hipertensi primer ini biasanya turun temurun.
Hal ini menunjukan bahwa faktor genetik menunjukan peranan penting dalam
pathogenesis hipertensi primer.
b. Hipertensi Sekunder Penderita hipertensi yang menderita hipertensi
sekunder hanya kurang dari 1 persen. Penderita hipertensi esensial biasanya
adalah hipertensi yang penyebabnya dari obat-obat tertentu atau penyebab lain
yang efeknya dapat meningkatkan tekanandarah.
Tabel 1. Klasifikasi hipertensi berdasarkan nilai tekanan darah (Hidayat,
2021)
4. Faktor Resiko Hipertensi

(Manuntung, 2018) mengatakan faktor resiko yang tidak dapat


dimodifikasi yaitu faktor genetik, usia, jenis kelamin dan etnis.
Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stress, obesitas dan
nutrisi.

a. Jenis kelamin
Jenis kelamin sangat erat terhadap terjadinya hipertensi dimana pada
usia muda dan paruh baya lebih tinggi pada laki – laki dan pada
wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita
mengalami masa menopause.
b. Usia
Kepekaan terhadap hipertensi akan meningkat seiring dengan
bertambahnya usia seseorang. Seseorang yang berumur diatas 60
tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar sama dengan
140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi
pada orang yang bertambah usianya.
c. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan hipertensi juga memberikan resiko terkena
hipertensi sebanyak 75%.
d. Stress
Stress merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi karena
hubungan antara stress dengan hipertensi melalui aktivitas saraf
simpatis, peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan darah secara
tidak menentu.
e. Obesitas
Meningkatnya berat badan pada masa usia pertengahan resiko
hipertensi akan meningkat.
5. Penatalaksanaan Hipertensi

Kemenkes RI (2018) mengatakan penatalaksanaan hipertensi dapat


dilakukan dengan memodifikasi gaya hidup dan menggunakan obat –
obatan. Memodifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi
asupan garam tidak lebih dari 6 gram per hari, menurunkan berat badan,
menghindari minuman berkafein, rokok dan minuman beralkohol. Olah
raga juga dianjurkan bagi penderita hipertensi seperti jalan sehat, jogging,
bersepeda 20-25 menit dengan frekuensi 3 – 5 per minggu. Penting juga
cukup istirahat sekitar 6-8 jam dan mengendalikan stress.

C. Gastritis pada lansia


1. Pengertian Gastritis
Gastritis merupakan suatu peradangan atau perdarahan mukosa lambung
yang dapat bersifat akut, kronis, dan difus (local). Dua jenis gastritis yang
sering terjadi adalah gastritis superficial akut dan gastritis atropik kronis.
Gatristis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung.
Peradangan ini dapat menyebabkan pembengkakan lambung sampai
terlepasnya epitel mukosa suferpisial yang menjadi penyebab terpenting
dalam gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel dapat merangsang
timbulnya inflamasi pada lambung (Wahyuni, 2018).
Dalam (Aprilia Rachmad, 2020) mengutip dari (Hirlan, 2009) mengatakan
gastritis atau magh merupakan salah satu penyakit yang paling banyak
dijumpai di klinik, fasilitas pelayanan kesehatan, dan dalam kehidupan sehari-
hari. Gastritis merupakan suatu proses inflamasi atau peradangan yang
disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi dan terjadi pada mukosa dan
submukosa lambung.
Sedangkan (Cahyani, 2019) yang mengutip dari beberapa sumber,
menjelaskan gastritis adalah proses inflamasi pada lambung mengakibatkan
mukosa lambung terka sehingga sering kali penderita dapat merasakan mual,
muntah dan merasa nyeri pada ulu hati. Sehingga penyakit ini sering kali
menyebabkan kekambuhan oleh beberapa faktor (Melani, 2016). Pola makan
yang tidak benar menjadi faktor utama penderita gastritis mengalami
gangguan pencernaan. Terutama pada lansia, penderita harus memperhatikan
dengan benar makanan yang dikonsumsi. Frekuensi makanan, jenis makanan
dan juga tekstur harus sesuai dengan memastikan lambung tidak dalam
keadaan kosong (Muhith & Siyoto, 2017).
Selain pola makan aktivitas yang berlebihan juga dapat mempengaruhi
pencernaan. Penderita yang mengalami stres juga dapat memicu kekambuhan
gastritis kornis, dikarenakan faktor fikiran dapat menimbulkan kekambuhan
(Kurniyawan & Kosasih, 2015).
2. Klasifikasi Gastritis
(Sari, 2019) menjelaskan dengan kutipan dari (Wim de jong et al. 2005)
ada beberapa klasifikasi gastritis, antara lain :
a. Gastritis akut
1) Gastritis akut tanpa perdarahan
2) Gastritis akut dengan perdarahan (gastritis hemoragik atau gastritis
erosiva). Gastritis akut berasal dari makanan terlalu banyak atau terlalu
cepat, makan-makanan yang terlalu berbumbu atau yang mengandung
mikroorganisme penyebab penyakit, iritasi bahan semacam alcohol,
aspirin, NSAID, isol, serta bahan korosif lain, refluks empedu atau
cairan pankreas.
b. Gastritis kronis
Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna
atau maligna dari lambung, atau oleh bakteri helicobacter pylori
(H.pylori). (Cahyani, 2019) menjelaskan dari kutipan (Kurniyawan &
Kosasih, 2015) menambahkan gastritis kronik adalah peradangan di
lapisan lambung yang terjadi cukup lama penderita mengalami nyeri
ulu hati perlahan dan dalam cukup lama. nyeri diawal dengan yang
lebih ringan dibanding dengan gastritis akut. Namun terjadi lebih lama
dan sering muncul sehingga mengakibatkan peradangan kronis. Hal ini
juga beresiko pada kanker lambung apabila tidak segera ditangani.
Atropi progresif kelenjar menjadi tanda bahwa terjadi gastritis kronis
pada lambung, karena hilangnya sel yang berperang pada lambung
yaitu, sel parietal dan chief sel. Gastritis kronik dibedakan menjadi
tiga jenis yaitu gastritis superfisial, gastritis atropi dan gastritis
hipertropi.
Menurut (Nursalam & Fallis, 2016) gastritis kronik, merupakan
gastritis yang terkait dengan atropi mukosa gastrik sehingga produksi
HCl menurun dan menimbulkan kondisi achlorhydria dan ulserasi
peptic gastritis kronis dapat diklasifikasikan pada tipe A dan tipe B.
1) Tipe A
merupakan gastritis autoimun. Adanya antibodi terhadap sel
parietal menimbulkan reaksi peradangan yang pada akhirnya dapat
menimbulkan atropi mukosa lambung. Pada 95% pasien dengan
anemia persiosa dan 60% pasien dengan gastritis atropi kronik
memiliki antibodi terhadap sel parietal. Biasanya kondisi ini
menjadi tendensi terjadinya Ca Lambung pada fundus atau korpus.
2) Tipe B
merupakan gastritis yang terjadi akibat infeksi oleh helicobacter
pylori. Terdapat inflamasi yang difuse pada lapisan mukosa sampai
muskularis, sehingga sering menyebabkan perdarahan dan erosi
sering mengenai antrum.

3. Penyebab Gastritis
Menurut (Nursalam & Fallis, 2016) mengutip dari (Suratun, 2010),
penyebab gastritis adalah sebagai berikut :
a. Konsumsi obat-obatan kimia sepert asetominofen aspirin, steroid
kortikosteroid. Asetominofen dan kortikosteroid dapat mengakibatkan
iritasi pada lambung. NSAIDS (non steroid anti inflamasi drugs) dan
kortikosteroid menghambat sintesis prostaglandin sehingga sekresi HCl
meningkat dan menyebabkan suasana lambung menjadi sangat asam
sehingga menimbulkan iritasi pada mukosa lambung.
b. Konsumsi alkohol dapat menyebabkan ekrusakan mukosa gaster.
c. Terapi radiasi, refluk empedu, zat-zat korosif (cuka, lada), makanan
yang bisa memicu asam lambung meningkat dan pola makan yang salah
sehingga membiarkan lambung kosong terlalu lama dapat menyebabkan
kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan edema serta perdarahan pada
lambung.
d. Infeksi oleh bakteri seperti helicobacter pilori, escherecia coli,
salmonella dan lain-lain.

4. Tanda dan Gejala


Gastritis Menurut (Aini, Suyadi, & Harjayanti, 2019) dengan kutipan
(Suratun, 2010), secara umum tanda dan gejala yang sering terjadi pada
pasien yang mengalami nyeri dapat tercemin dari perilaku pasien
misalnya suara (menangis, merintih, menghembuskan nafas), ekspresi
wajah (meringis, mengigit bibir), pergerakan tubuh (gelisah, otot
tegang, mondarmandir, dll), interaksi sosial (menghindari percakapan,
disorientasi waktu).
Sedangkan menurut (Putri, 2020) dikutip dari (Mulat, 2016), tanda dan
gejala dari gastritis sangat bervariasi. Mulai dari yang sangat ringan
asimtomatik hingga berat yang dapat menyebabkan kematian.
Penyebab kematian biasanya adalah adanya perdarahan pada gaster.
Gejala yang sering muncul antara lain :
a. Hematemesis dan melena dapat berlangsung hingga terjadinya
renjatan diakibatkan oleh kehilangan darah.
b. Sebagian besar pada kasus gastritis menunjukkan gejala yang sangat
ringan bahkan asitomatis seperti nyeri yang timbul pada ulu hati dengan
skala ringan dan biasanya tidak dapat ditunjuk dengan tepat lokasinya.
c. Mual-mual dan muntah.
d. Perdarahan saluran cerna.
e. Pada kasus yang sangat ringan perdarahan bermanifestasi sebagai
darah samar pada tinja dan secara fisik akan dijumpai tanda-tanda
defisiensi anemia dengan etiologi yang tidak jelas.
f. Biasanya pada pemeriksaan fisik tidak ditemukannya kelainan,
kecuali pada kasus yang mengalami perdarahan yang hebat sehingga
dapat menimbulkan tanda dan gejala gangguan hemodinamik yang
nyata seperti hipotensi, pucat, keringat dingin, takikardia hingga
gangguan kesadaran.
5. Penanganan Gastritis
Penanganan nyeri yang disebabkan oleh gastritis harus segera
dilakukan. Apabila nyeri tidak segera ditangani, selain menimbulkan
ketidaknyamanan, juga dapat mempengaruhi system pulmonary,
kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin, imonologik dan stress serta
dapat menyebabkan ketidakmampuan dan imobilisasi pada individu.
Penanganan nyeri bisa dilakukan secara farmakologis yaitu dengan
pemberian obatobatan analgetik dan penenang. Sedangkan secara non
farmakologis melalui distraksi, relaksasi, biofeedback, hypnosis diri,
mengurangi persepsi nyeri, stimulasi kataneuse (massase, mandi air
hangat, kompres menggunakan kantong es dan stimulasi saraf elektrik
transkutan).
(Puspariny, Fellyana, & Marini, 2019). (Puspariny et al., 2019) juga
menjelaskan mengutip dari (Smeltzer & Bare, 2010) salah satu teknik
manajemen nyeri non farmakologi adalah dengan melakukan teknik
relaksasi, yang merupakan tindakan eksternal yang mempengaruhi
respon internal individu terhadap nyeri. Manajemen nyeri dengan
tindakan relaksasi mencakup relaksasi otot, nafas dalam, massase,
meditasi dan perilaku. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu
bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan
kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat
(menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan
nafas secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik
relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigenisasi darah.

D. Kebersihan Lingkungan
1. Pengertian Kebersihan Lingkungan
Kebersihan adalah lingkungan yang bersih dari pencemaran udara,
pencemaran air dan sampah (Perda Kab. Ciamis No. 10 Tahun 2012
Tentang Ketertiban, Kebersihana dan Keindahan). Menurut Arifin
(Hardiana, 2018: 501) kebersihan merupakan suatu keadaan yang tampak
bersih, sehat dan indah. Lingkungan yang bersih merupakan hak dasar
setiap manusia dalam memperoleh kesehatan dalam penghidupannya.
Segala sesuatu yang terjadi di lingkungan akan berpengaruh terhadap
kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup
lainnya. Dalam menjaga lingkungan yang bersih perlu kesadaran diri
manusia sebagai makluk yang memiliki pikiran.
Menurut Subrata (2013: 14 dan 16) Secara umum, suatu lingkungan atau
lingkungan hidup merupakan semua keadaan atau kondisi di alam yang
mencakup di dalamnya makhluk hidup dan benda-benda serta membentuk
kehidupan harmonis. Keadaan alam tersebut secara langsung akan
memengaruhi perkembangan dan tingkah laku makhluk hidup yang ada di
dalamnya tersebut. Subrata juga menyebutkan bahwa secara umum,
lingkungan hidup manusia tersendiri dapat dibedakan atas lingkungan
alam dan lingkungan sosial. Lingkungan alam adalah lingkungan hidup
disekitar manusia sedangkan lingkungan sosial adalah lingkungan hidup
yang membentuk dan memengaruhi perilaku serta kepribadian seseorang
atau sekelompok masyarakat. Keduanya saling terkait erat sehingga
kelestarian masing-masing ditentukan oleh keberadaannya. Lingkungan
alam tak akan terawat dan terpelihara dengan baik apabila tak ada
lingkungan sosial yang juga baik. Sebaliknya, lingkungan sosial tak akan
terbentuk dengan baik apabila tak ada lingkungan alam yang baik.
Berdasarkan penjelasan diatas, manusia sebagai makhluk hidup yang
memiliki pikiran dibandingkan dengan makhluk hidup lain seharusnya
memiliki kesadaran dalam menjaga lingkungan, khususnya menjaga
lingkungan agar tetap bersih dan terbebas dari sampah yang dapat
memberikan dampak buruk baik bagi lingkungan maupun bagi kehidupan
manusia. Menurut Hardiana (2018:501) Kebersihan lingkungan
mempunyai arti sebuah keadaan bebas dari kotoran, termasuk di
antaranya, debu, sampah, dan bau. Kebersihan merupakan upaya manusia
untuk memelihara diri dan lingkungannya dari segala yang kotor dan keji
dalam rangka mewujudkan dan melestarikan kehidupan yang sehat dan
nyaman. Kebersihan merupakan syarat bagi terwujudnya kesehatan, dan
sehat adalah salah satu faktor yang dapat memberikan kebahagiaan.
Sebaliknya kotor tidak saja merusak keindahan tetapi juga dapat
menyebabkan timbulnya berbagai penyakit, dan sakit merupakan salah
satu faktor yang mengakibatkan penderitaan. Selanjutnya menurut
Iskandar (2018: 81) bahwa kebersihan lingkungan adalah kebersihan
tempat tinggal, tempat bekerja, dan berbagai sarana umum. Kebersihan
tempat tinggal dilakukan dengan cara melap jendela dan perabotan rumah
tangga, menyapu dan mengepel lantai, mencuci peralatan masak dan
peralatan makan (misalnya dengan abu gosok), membersihkan kamar
mandi dan jamban, serta membuang sampah. Kebersihan lingkungan
dimulai dari menjaga kebersihan halaman dan selokan, dan membersihkan
jalan di depan rumah dari sampah.

Menurut M.T Zen, 2005 (Elmaela, 2016: 14-18) perilaku untuk menjaga kebersihan
lingkungan tempat tinggal dengan:

a. Membuang sampah pada tempatnya.


Sampah adalah segala sesuatu yang tidak dikehendaki dan bersifat padat.
Sampah ini ada yang membususk dan ada pula yang tidak membusuk.
Pembuangan sampah harus dibedakan berdasarkan jenis sampahnya yaitu
sampah basah, sampah kering dan sampah sukar busuk (kaleng kaca, paku dan
lain-lain.
b. Mengikuti kerja bakti Bekerjasama
dalam memelihara kebersihan lingkungan baik dirumah maupun lingkungan
sekitar rumah, kerja bakti yang baik dengan adanya jadwal yang terstruktur
dan mampu bertanggungjawab dengan mengikuti jadwal kerja bakti yang
telah ditentukan
c. Menjaga kebersihan MCK.
MCK (Mandi Cuci Kakus) yang baik yaitu terjaga kebersihannya dengan
membersihkannya rutin, serta mempunyai ventilasi.
d. Menjaga sanitasi lingkungan
Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada
pengawasan teknik terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi
atau mungkin mempengaruhi derajat kesehatan manusia, sanitasi lingkungan
pada hakekatnya adalah kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum
sehingga berpengaruh positif terhadap status kesehatan yang optimum pula.
Sanitasi lingkungan mengutamakan pencegahan terhadap faktor lingkungan
sedemikian rupa sehingga munculnya penyakit akan dapat dihindari. Usaha
sanitasi dapat berarti pula suatu usaha untuk menurunkan jumlah bibit
penyakit yang terdapat di lingkungan sehingga derajat kesehatan manusia
terpelihara dengan sempurna (Azwar dalam Elmaela, 2016: 15)
e. Menjaga kebersihan dapur
Dapur adalah salah satu tempat yang jika tidak dibersihkan akan menjadi
sarang penyait.
f. Menggunakan air bersih
Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan, juga manusia selama
hidupnya memerlukan air. Manusia menggunakan air untuk berbagai
keperluan seperti mandi, cuci, kakus, produksi pangan, papan dan sandang.
Air bersih bisa didapatkan melalui PAM, sumur, air hujan dan sebagainya.
g. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
Manfaat mencuci tangan dengan sabun adalah membunuh kuman penyakit
yang ada di tangan, mencegah penularan penyakit diare, kolera, disentri, tifus,
cacingan, penyakit kulit, infeksi saluran pernafasan akut, flu burung atau
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) serta tangan menjadi bersih dan
bebas dari kuman.
h. Menggunakan jamban
sehat Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan
kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan
leher angsa atau tanpa leherangsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit
pembuangan kotoran dan ai untuk membersihkannya. Jamban cemplung
digunakan untuk daerah yang sulit aiar, sedangkan jamban leher angsa
digunakan untuk daerah yang cukup air dan daerah padat penduduk.
Jamban harus dipelihara supaya tetap sehat, lantai jamban hendaknya selalu
bersih dan tidak ada genangan air, membersihkan jamban secara teratur
seminggu sekali sehingga jamban dalam keadaan bersih, tidak ada kotoran
yang terlihat, tidak ada serangga dan tikus yang berkeliaran.
i. Memberantas jentik dirumah
Rumah bebas jentik aalah rumah tangga yang setelah dilakukan pemeriksaan
jentik secara berkala tidak terdapat jentik nyamuk. Pemeriksaan jentik berkala
adalah pemeriksaan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk (tempat-
tempat penampungan air) yang ada dalam rumah seperti bak mandi atai WC,
vas bunga, tatakan kulkan dan lain-lain. Hal yang dialkukan agar rumah bebas
jentik adalah melakukan 3 M plus (menguras, menutup, mengubur plus
menghindari ggitan nyamuk).
j. Tersedianya pentilasi udara
Rumah sehat harus memiliki ventilasi atau lubang udara, ventialsi berfungsi
untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah tetap lancar sehungga rumah
tidak pengap. Keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah
juga tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurannya oksigen
didalam rumah yang berarti karbon dioksida yang bersifat racun menjadi
meningkat.
k. Menjaga rumah tetap kering dengan pencahayaan yang cukup
Cahaya yaitu sinar matahari, pada rumah sehat cahaya matahari dapat masuk
ke dalam rumah melaui pintu, jendela, atau genteng kaca. Rumah sehat
memerlukan cahaya yang cukup terutama cahaya matahari langsung pada pagi
hari.
l. Membersihkan rumah didalam maupun diharaman rumah
Membersihkan rumah sangat penting untuk menjaga kebersihan serta
kesehatan, semakin rumaha itu kotor maka penyakit pun semakin banyak.
dengan membersihkan setiap hari yaitu menyapu, mengepel, maupun
membersihkan debu dijendela, meja maupun kursi dapat membuat hidup sehat
dan mencegah penyakit. Menyapu halaman rumah dan memotong rumput
secara teratur akan mencegah sarang nyamuk yang menybarkan penyakit.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kebersihan lingkungan
adalah suatu kondisi dimana lingkungan terbebas dari debu, sampah dan bau.
Menjaga kebersihan lingkungan merupakan upaya dalam mewujudkan dan
melestarikan kehidupan yang sehat dan nyaman. Hal tersebut dapat dimulai dengan
menjaga kebersihan di sekitar tempat tinggal yang dapat dilakukan dengan cara
membersihkan lingkungan sekitar dari sampah. Sampah sebagai indikator dari
kebersihan lingkungan dapat dilihat dari tindakan manusia sebagai penghasil sampah
dalam mengelola sampah yang dihasilkannya.

E. Rumah Sehat
1. Pengertian Rumah Sehat
Menurut Undang – Undang RI No.4 Tahun 1992, rumah adalah struktur
fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang dipakai
sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga. Menurut WHO,
rumah adalah struktur fisik atau bangunan sebagai tempat berlindung,
dimana lingkungan dari struktur tersebut berguna untuk kesehatan jasmani
dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan
individu. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.829/Menkes/SK/VII/1999 menjelaskan rumah adalah bangunan yang
berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan
keluarga.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sehat adalah suatu keadaan
yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, bukan hanya keadaan
yang bebas dari penyakit dan kelemahan (kecacatan). Berdasarkan pada
pengertian di atas rumah sehat diartikan sebagai tempat
berlindung/bernaung dan tempat untuk beristirahat, sehingga
menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun sosial
(Riviwanto dkk, 2011)
2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kondisi Rumah Sehat
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi kondisi rumah sehat adalah
sebagai berikut :
a. Sosial budaya dan sosial ekonomi
Perubahan kondisi lingkungan disebabkan oleh terjadinya perubahan
demografi sosial ekonomi, dan sosial budaya sebagai hasil akibat dari
pembangunan selama masa krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Tingkat sosial ekonomi menentukan bagaimana kondisi rumah dan
kelengkapan fasilitas rumah itu sendiri. Sosial ekonomi dan sosial
budaya yang lemah akan memudahkan terjadinya penyakit dan
lingkungan yang buruk (Mubarak, 2009).
b. Pendidikan
Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan. Sedangkan pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan
untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
praktek masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka sendiri (Adnani, 2011).
c. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari
pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan. Jadi pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi
perilaku penghuni dalam menjaga kondisi lingkungan terutama
rumahnya (Notoatmodjo, 2010).
d. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi dari sikap tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya ditafsirkan dahulu dari perilaku yang
tertutup (Adnani, 2011). Sikap merupakan konsep yang sangat penting
dalam mempengaruhi terjadinya perilaku, karena kecenderungan
bertindak, dan berpersepsi. Sikap merupakan kesiapan tatanan saraf
(neural setting) sebelum memberikan respons konkret (Notoatmodjo,
2010).
3. Parameter dan Indikator Penilaian Rumah Sehat
Parameter yang dipergunakan untuk menentukan rumah sehat adalah
sebagaimana yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan yang
meliputi 3 lingkup kelompok komponen penilaian, yaitu :
a. Kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding, lantai,
ventilasi, pembagian ruangan/tata ruang dan pencahayaan.
b. Kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, pembuangan
kotoran, pembuangan air limbah, sarana tempat pembuangan sampah.
c. Kelompok perilaku penghuni, meliputi membuka jendela ruangan
dirumah, membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja ke
jamban, membuang sampah pada tempat sampah.

1) Adapun aspek komponen rumah yang memenuhi syarat rumah sehat


yaitu :
a) Langit-langit
Adapun persayaratan untuk langit-langit yang baik adalah hendaknya
mudah dibersihkan, tidak rawan kecelakaan, berwarna terang, dan
harus menutup rata kerangka atap (Adnani, 2011).
b) Dinding
Dinding harus tegak lurus agar dapat memikul berat dinding sendiri,
beban tekanan angin dan bila sebagai dinding pemikul harus dapat
memikul beban diatasnya, dinding harus terpisah dari pondasi oleh
lapisan kedap air agar air tanah tidak meresap naik sehingga dinding
terhindar dari basah, lembab dan tampak bersih tidak berlumut.
c) Lantai
Lantai harus kuat untuk menahan beban diatasnya, rata, tidak licin,
stabil waktu dipijak, permukaan lantai mudah dibersihkan, dan kedap
air. Untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah, untuk rumah
bukan panggung sebaiknya tinggi lantai ± 10 cm dari pekarangan dan
25 cm dari badan jalan(Adnani,2011).
d) Pembagian ruangan / tata ruang
Setiap rumah harus mempunyai bagian ruangan yang sesuai dengan
fungsinya. Adapun syarat pembagian ruangan yang baik adalah :
(1) Ruang untuk istirahat/tidur
Adanya pemisah yang baik antara ruangan kamar tidur orang tua
dengan kamar tidur anak, terutama anak usia dewasa. Tersedianya
jumlah kamar yang cukup dengan luas ruangan sekurangnya 8 m2
dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang agar dapat
memenuhi kebutuhan penghuninya untuk melakukan kegiatan.
(2) Ruang dapur
Dapur harus mempunyai ruangan tersendiri, karena asap dari hasil
pembakaran dapat membawa dampak negatif terhadap kesehatan.
Ruang dapur harus memiliki ventilasi yang baik agar udara/asap
dari dapur dapat teralirkan keluar.
(3) Kamar mandi dan jamban keluarga
Setiap kamar mandi dan jamban paling sedikit memiliki satu
lubang ventilasi untuk berhubungan dengan udara luar.
e) Ventilasi
Ventilasi ialah proses penyediaan udara segar ke dalam suatu ruangan
dan pengeluaran udara kotor suatu ruangan baik alamiah maupun
secara buatan. Ventilasi harus lancar diperlukan untuk menghindari
pengaruh buruk yang dapat merugikan kesehatan. Ventilasi yang baik
dalam ruangan harus mempunyai syarat-syarat, diantaranya :
(1) Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan.
Sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup)
minimum 5%. Jumlah keduanya menjadi 10% kali luas lantai
ruangan.
(2) Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh asap
kendaraan, dari pabrik, sampah, debu dan lainnya.
(3) Aliran udara diusahakan Cross Ventilation dengan menempatkan
dua lubang jendela berhadapan antara dua dinding ruangan sehingga
proses aliran udara lebih lancar.

f) Pencahayaan
Cahaya yang cukup kuat untuk penerangan di dalam rumah
merupakan kebutuhan kesehatan manusia. Penerangan ini dapat
diperoleh dengan pengaturan cahaya alami dan cahaya buatan. Yang
perlu diperhatikan, pencahayaan jangan sampai menimbulkan
kesilauan.
(1) Pencahayaan alam
Pencahayaan alam diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke
dalam ruangan melalui jendela, celah – celah dan bagian – bagian
bangunan rumah yang terbuka. Sinar ini sebaiknya tidak terhalang
oleh bangunan, pohon – pohon maupun tembok pagar yang tinggi.
Cahaya matahari ini berguna selain untuk penerangan juga dapat
mengurangi kelembaban ruang, mengusir nyamuk, membunuh
kuman – kuman penyebab penyakit tertentu seperti TBC,
influenza, penyakit mata dan lain – lain. Suatu cara sederhana
menilai baik tidaknya penerangan alam yang terdapat dalam
sebuah rumah adalah: baik, bila jelas membaca dengan huruf
kecil, cukup; bila samar-samar bila membaca huruf kecil, kurang;
bila hanya huruf besar yang terbaca, buruk; bila sukar membaca
huruf besar (Riviwanto dkk, 2011).
(2) Pencahayaan buatan
Cahaya buatan yang baik tidak akan mengganggu atau
menurunkan produktifitas kerja. Malah dengan cahaya buatan
yang baik dan disaring dari kesilauan dapat mempertingi
produktifitas kerja dibandingkan dengan bila bekerja pada cahaya
siang alamiah (Riviwanto dkk, 2011). Secara umum pengukuran
pencahayaan terhadap sinar matahari adalah dengan lux meter,
yang diukur ditengah-tengah ruangan, pada tempat setinggi
kurang dari 84 cm dari lantai. Berdasarkan KEPMENKES RI No.
1405/MENKES/SK/XI/02/1990 batas syarat normal suatu ruangan
dan memenuhi standar kesehatan antara 50 lux sampai 300 lux.
Menurut Lubis dan Notoatmodjo (2003) cahaya matahari
mempunyai sifat membunuh bakteri terutama mycobacterium
tuberculosa.
(3) Cara Pengukuran
Pencahayaan Alat yang digunakan adalah Luks meter Cara
pengoperasiannya :
(a) Nyalakan alat luks meter dengan membuka tutup sensor
(b) Lakukan kalibrasi internal sesuai dengan spesifikasi alat
(c) Tentukan titik pengukuran cahaya.

Anda mungkin juga menyukai