PENDAHULUAN
Sampah padat maupun sampah cair merupakan penyebab utama dari kerusakan
lingkungan hidup, sehingga perlu adanya pengelolaan yang yang serius terhadap
limbah sampah yang terus meningkat jumlahnya tiap tahunnya. Menurut (Jambeck, et
al dan Juniartini, 2020) Indonesia merupakan negara penghasil sampah terbesar
didunia setelah negara China terutama sampah plastik yang memiliki volume sebesar
187,2 juta ton/tahun sementara negara China sebanyak 262,9 juta ton/tahun dan
disusul negara-negara disekitarnya seperti Filiphina, Vietnam dan Srilanka.
Permasalahan sampah di Indonesia ini cukup memprihatinkan hal ini pun dapat
dilihat Indonesia dikelilingi dengan berbagai macam bentuk sampah.
B. Tujuan Keperawatan Komunitas
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
a. Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi kesehatan
masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan masalah klien melalui asuhan
keperawatan.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keperawatan Komunitas
1. Pengertian keperawatan komunitas
Keperawatan komunitas merupakan suatu sintesis dari praktik
keperawatan dan praktik kesehatan masyarakat yang diterapkan untuk
meningkatkan serta memelihara kesehatan penduduk. Sasaran dari
keperawatan kesehatan komunitas adalah individu yaitu balita gizi buruk, ibu
hamil resiko tinggi, usia lanjut, penderita penyakit menular. Sasaran keluarga
yaitu keluarga yang termasuk rentan terhadap masalah kesehatan dan
prioritas. Sasaran kelompok khusus, komunitas baik yang sehat maupun sakit
yang mempunyai masalah kesehatan atau perawatan (Ariani, Nuraeni, &
Supriyono, 2015).
Keperawatan Komunitas adalah pelayanan keperawatan profesional
yang ditujukan kepada masyarakat dengan pendekatan pada kelompok resiko
tinggi, dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui
pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan dengan menjamin
keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien
sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan
keperawatan. Pelayanan Keperawatan Komunitas adalah seluruh masyarakat
termasuk individu, keluarga dan kelompok yang beresiko tinggi seperti
keluarga penduduk didaerah kumuh, daerah terisolasi dan daerah yang tidak
terjangkau termasuk kelompok bayi, balita, lansia dan ibu hamil (Veronica,
Nuraeni, & Supriyono, 2017).
Proses keperawatan komunitas merupakan metode asuhan
keperawatan yang bersifat alamiah, sistematis, dinamis, kontiniu dan
berkesinambungan dalam rangka memecahkan masalah kesehatan klien,
keluarga, kelompok serta masyarakat melalui langkah-langkah seperti
pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan (Wahyudi,
2010). Menurut American Nurses Association (ANA, 1973), Keperawatan
Kesehatan Komunitas adalah suatu sintesa dari praktik kesehatan masyarakat
yang dilakukan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat.
Praktik keperawatan kesehatan komunitas ini bersifat menyeluruh dengan
tidak membatasi pelayanan yang diberikan kepada kelompok umur tertentu,
berkelanjutan dan melibatkan masyarakat.
2. Ruang Lingkup Keperawatan Komunitas
Ruang lingkup praktik keperawatan komunitas meliputi : upaya upaya
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif) dan
mengemblikan serta memfungsikan kembali baik individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakatnya
(resosialisasi). Dalam memberikan asuhan keperawatan komunitas,
kegiatan yang ditekankan adalah upaya preventif dan promotif dengan
tidak mengabaikan upaya kuratif, rehabilitatif dan resosialitatif.
3. Sasaran Keperawatan Komunitas
Sasaran yang dituju untuk keerawatan komunitas dibagi menjadi beberapa,
diantaranya :
a. Individu
Individu adalah bagian dati anggota keluarga. Apabila individu
tersebut mempunyai masalah kesehatan/keperawatan karena
ketidakmampuan merawat diri sendiri oleh suatu hal dan sebab, maka
akan dapat mempengaruhi anggota keluarga lainnya baik secara fisik,
mental maupun sosial.
b. Keluarga
Keluarga Merupakan sekelompok individu yang berhubungan erat
secara terus menerus dan terjadi interaksi satu sama lain baik secara
perorangan maupun secara bersama-sama, di dalam lingkungannya
sendiri atau masyarakat secara keseluruhan (Ariani, Nuraeni, &
Supriyono, 2015).
c. Kelompok Khusus
Kelompok hkusus adalah kumpulan individu yang mempunyai
kesamaan jenis kelamin, umur, permasalahan, kegiatan yang
terorganisasi yang sangat rawan terhadap masalah kesehatan.
Termasuk diantaranya adalah:
1) Kelompok khusus dengan kebutuhan khusus sebagai akibat
perkembangan dan pertumbuhannya, seperti;
a) Ibu hamil
b) Bayi baru lahir
c) Balita
d) Anak usia sekolah
e) Usia lanjut
2) Kelompok dengan kesehatan khusus yang memerlukan
pengawasan dan bimbingan serta asuhan keperawatan,
diantaranya adalah:
a) Penderita penyakit menular, seperti TBC, lepra, AIDS,
penyakit kelamin lainnya.
b) Penderita dengan penynakit tak menular, seperti: penyakit
diabetes mellitus, jantung koroner, cacat fisik, gangguan
mental dan lain sebagainya.
3) Kelompok yang mempunyai resiko terserang penyakit,
diantaranya: a) Wanita tuna susila
b) Kelompok penyalahgunaan obat dan narkoba
c) Kelompok-kelompok pekerja tertentu, dan lain-lain.
4) Lembaga sosial, perawatan dan rehabilitasi, diantaranya
adalah:
a) Panti wredha
b) Panti asuhan
c) Pusat-pusat rehabilitasi (cacat fisik, mental dan sosial)
d) Penitipan balita.
2. Manifestasi Klinis
ada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan apapun selain hasil
pengukuran tekanan darah yang tinggi. Klien yang menderita hipertensi
biasanya tidak menimbulkan gejala (asimtomatik). Pada lansia ditegakkan jika
rata-rata hasil pemeriksaan darah pada dua kunjungan berturut-turut berada
pada nilai tekanan sistolik lebih dari 150 mmHg dan tekanan darah diastolik
lebih dari 90 mmHg didiagnosis sebagai hipertensi (Manuntung, 2018).
Pada tahap awal penyakit hipertensi tidak menunjukkan tanda dan gejala yang
dikeluhkan oleh klien, jika keadaan terus tidak terdeteksi selama pemeriksaan
rutin, klien akan tetap tidak sadar bahwa tekanan darahnya tersebut naik. Jika
kondisi tersebut dibiarkan tidak terdiagnosis maka tekanan darah akan terus
naik, sehingga manifestasi klinis akan menjadi jelas dan klien akan
mengeluhkan sakit kepala terus menerus, kelelahan, pusing, berdebar-debar,
sesak, pandangan kabur atau penglihatan ganda atau mimisan (Arintoko,
2018).
Saat hipertensi pada lansia kambuh dapat mengakibatkan beberapa masalah
yang akan timbul seperti kelelahan berlebih, pusing, jantung berdebar dan
gangguan pola istirahat tidur yang dapat mengakibatkan kualitas tidur lansia
menjadi tergganggu (Sari, 2019).
3. Klasifikasi Tekanan Darah
Klasifikasi Hipertensi berdasarkan penyebabnya digolongkan menjadi primer
atau sering disebut esensial dan hipertensi sekunder.
Klasifikasi Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal 120-129 80-84
Normal tinggi 130-139 84-89
Hipertensiderajat 140-159 90-99
1
Hipertensiderajat 160-179 100-109
2
Hipertensiderajat ≥180 ≥110
3
Hipertensisistoli ≥140 <90
k
a. Jenis kelamin
Jenis kelamin sangat erat terhadap terjadinya hipertensi dimana pada
usia muda dan paruh baya lebih tinggi pada laki – laki dan pada
wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita
mengalami masa menopause.
b. Usia
Kepekaan terhadap hipertensi akan meningkat seiring dengan
bertambahnya usia seseorang. Seseorang yang berumur diatas 60
tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar sama dengan
140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi
pada orang yang bertambah usianya.
c. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan hipertensi juga memberikan resiko terkena
hipertensi sebanyak 75%.
d. Stress
Stress merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi karena
hubungan antara stress dengan hipertensi melalui aktivitas saraf
simpatis, peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan darah secara
tidak menentu.
e. Obesitas
Meningkatnya berat badan pada masa usia pertengahan resiko
hipertensi akan meningkat.
5. Penatalaksanaan Hipertensi
3. Penyebab Gastritis
Menurut (Nursalam & Fallis, 2016) mengutip dari (Suratun, 2010),
penyebab gastritis adalah sebagai berikut :
a. Konsumsi obat-obatan kimia sepert asetominofen aspirin, steroid
kortikosteroid. Asetominofen dan kortikosteroid dapat mengakibatkan
iritasi pada lambung. NSAIDS (non steroid anti inflamasi drugs) dan
kortikosteroid menghambat sintesis prostaglandin sehingga sekresi HCl
meningkat dan menyebabkan suasana lambung menjadi sangat asam
sehingga menimbulkan iritasi pada mukosa lambung.
b. Konsumsi alkohol dapat menyebabkan ekrusakan mukosa gaster.
c. Terapi radiasi, refluk empedu, zat-zat korosif (cuka, lada), makanan
yang bisa memicu asam lambung meningkat dan pola makan yang salah
sehingga membiarkan lambung kosong terlalu lama dapat menyebabkan
kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan edema serta perdarahan pada
lambung.
d. Infeksi oleh bakteri seperti helicobacter pilori, escherecia coli,
salmonella dan lain-lain.
D. Kebersihan Lingkungan
1. Pengertian Kebersihan Lingkungan
Kebersihan adalah lingkungan yang bersih dari pencemaran udara,
pencemaran air dan sampah (Perda Kab. Ciamis No. 10 Tahun 2012
Tentang Ketertiban, Kebersihana dan Keindahan). Menurut Arifin
(Hardiana, 2018: 501) kebersihan merupakan suatu keadaan yang tampak
bersih, sehat dan indah. Lingkungan yang bersih merupakan hak dasar
setiap manusia dalam memperoleh kesehatan dalam penghidupannya.
Segala sesuatu yang terjadi di lingkungan akan berpengaruh terhadap
kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup
lainnya. Dalam menjaga lingkungan yang bersih perlu kesadaran diri
manusia sebagai makluk yang memiliki pikiran.
Menurut Subrata (2013: 14 dan 16) Secara umum, suatu lingkungan atau
lingkungan hidup merupakan semua keadaan atau kondisi di alam yang
mencakup di dalamnya makhluk hidup dan benda-benda serta membentuk
kehidupan harmonis. Keadaan alam tersebut secara langsung akan
memengaruhi perkembangan dan tingkah laku makhluk hidup yang ada di
dalamnya tersebut. Subrata juga menyebutkan bahwa secara umum,
lingkungan hidup manusia tersendiri dapat dibedakan atas lingkungan
alam dan lingkungan sosial. Lingkungan alam adalah lingkungan hidup
disekitar manusia sedangkan lingkungan sosial adalah lingkungan hidup
yang membentuk dan memengaruhi perilaku serta kepribadian seseorang
atau sekelompok masyarakat. Keduanya saling terkait erat sehingga
kelestarian masing-masing ditentukan oleh keberadaannya. Lingkungan
alam tak akan terawat dan terpelihara dengan baik apabila tak ada
lingkungan sosial yang juga baik. Sebaliknya, lingkungan sosial tak akan
terbentuk dengan baik apabila tak ada lingkungan alam yang baik.
Berdasarkan penjelasan diatas, manusia sebagai makhluk hidup yang
memiliki pikiran dibandingkan dengan makhluk hidup lain seharusnya
memiliki kesadaran dalam menjaga lingkungan, khususnya menjaga
lingkungan agar tetap bersih dan terbebas dari sampah yang dapat
memberikan dampak buruk baik bagi lingkungan maupun bagi kehidupan
manusia. Menurut Hardiana (2018:501) Kebersihan lingkungan
mempunyai arti sebuah keadaan bebas dari kotoran, termasuk di
antaranya, debu, sampah, dan bau. Kebersihan merupakan upaya manusia
untuk memelihara diri dan lingkungannya dari segala yang kotor dan keji
dalam rangka mewujudkan dan melestarikan kehidupan yang sehat dan
nyaman. Kebersihan merupakan syarat bagi terwujudnya kesehatan, dan
sehat adalah salah satu faktor yang dapat memberikan kebahagiaan.
Sebaliknya kotor tidak saja merusak keindahan tetapi juga dapat
menyebabkan timbulnya berbagai penyakit, dan sakit merupakan salah
satu faktor yang mengakibatkan penderitaan. Selanjutnya menurut
Iskandar (2018: 81) bahwa kebersihan lingkungan adalah kebersihan
tempat tinggal, tempat bekerja, dan berbagai sarana umum. Kebersihan
tempat tinggal dilakukan dengan cara melap jendela dan perabotan rumah
tangga, menyapu dan mengepel lantai, mencuci peralatan masak dan
peralatan makan (misalnya dengan abu gosok), membersihkan kamar
mandi dan jamban, serta membuang sampah. Kebersihan lingkungan
dimulai dari menjaga kebersihan halaman dan selokan, dan membersihkan
jalan di depan rumah dari sampah.
Menurut M.T Zen, 2005 (Elmaela, 2016: 14-18) perilaku untuk menjaga kebersihan
lingkungan tempat tinggal dengan:
E. Rumah Sehat
1. Pengertian Rumah Sehat
Menurut Undang – Undang RI No.4 Tahun 1992, rumah adalah struktur
fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang dipakai
sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga. Menurut WHO,
rumah adalah struktur fisik atau bangunan sebagai tempat berlindung,
dimana lingkungan dari struktur tersebut berguna untuk kesehatan jasmani
dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan
individu. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.829/Menkes/SK/VII/1999 menjelaskan rumah adalah bangunan yang
berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan
keluarga.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sehat adalah suatu keadaan
yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, bukan hanya keadaan
yang bebas dari penyakit dan kelemahan (kecacatan). Berdasarkan pada
pengertian di atas rumah sehat diartikan sebagai tempat
berlindung/bernaung dan tempat untuk beristirahat, sehingga
menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun sosial
(Riviwanto dkk, 2011)
2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kondisi Rumah Sehat
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi kondisi rumah sehat adalah
sebagai berikut :
a. Sosial budaya dan sosial ekonomi
Perubahan kondisi lingkungan disebabkan oleh terjadinya perubahan
demografi sosial ekonomi, dan sosial budaya sebagai hasil akibat dari
pembangunan selama masa krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Tingkat sosial ekonomi menentukan bagaimana kondisi rumah dan
kelengkapan fasilitas rumah itu sendiri. Sosial ekonomi dan sosial
budaya yang lemah akan memudahkan terjadinya penyakit dan
lingkungan yang buruk (Mubarak, 2009).
b. Pendidikan
Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan. Sedangkan pendidikan kesehatan adalah semua kegiatan
untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
praktek masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka sendiri (Adnani, 2011).
c. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari
pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan. Jadi pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi
perilaku penghuni dalam menjaga kondisi lingkungan terutama
rumahnya (Notoatmodjo, 2010).
d. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi dari sikap tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya ditafsirkan dahulu dari perilaku yang
tertutup (Adnani, 2011). Sikap merupakan konsep yang sangat penting
dalam mempengaruhi terjadinya perilaku, karena kecenderungan
bertindak, dan berpersepsi. Sikap merupakan kesiapan tatanan saraf
(neural setting) sebelum memberikan respons konkret (Notoatmodjo,
2010).
3. Parameter dan Indikator Penilaian Rumah Sehat
Parameter yang dipergunakan untuk menentukan rumah sehat adalah
sebagaimana yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan yang
meliputi 3 lingkup kelompok komponen penilaian, yaitu :
a. Kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding, lantai,
ventilasi, pembagian ruangan/tata ruang dan pencahayaan.
b. Kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, pembuangan
kotoran, pembuangan air limbah, sarana tempat pembuangan sampah.
c. Kelompok perilaku penghuni, meliputi membuka jendela ruangan
dirumah, membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja ke
jamban, membuang sampah pada tempat sampah.
f) Pencahayaan
Cahaya yang cukup kuat untuk penerangan di dalam rumah
merupakan kebutuhan kesehatan manusia. Penerangan ini dapat
diperoleh dengan pengaturan cahaya alami dan cahaya buatan. Yang
perlu diperhatikan, pencahayaan jangan sampai menimbulkan
kesilauan.
(1) Pencahayaan alam
Pencahayaan alam diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke
dalam ruangan melalui jendela, celah – celah dan bagian – bagian
bangunan rumah yang terbuka. Sinar ini sebaiknya tidak terhalang
oleh bangunan, pohon – pohon maupun tembok pagar yang tinggi.
Cahaya matahari ini berguna selain untuk penerangan juga dapat
mengurangi kelembaban ruang, mengusir nyamuk, membunuh
kuman – kuman penyebab penyakit tertentu seperti TBC,
influenza, penyakit mata dan lain – lain. Suatu cara sederhana
menilai baik tidaknya penerangan alam yang terdapat dalam
sebuah rumah adalah: baik, bila jelas membaca dengan huruf
kecil, cukup; bila samar-samar bila membaca huruf kecil, kurang;
bila hanya huruf besar yang terbaca, buruk; bila sukar membaca
huruf besar (Riviwanto dkk, 2011).
(2) Pencahayaan buatan
Cahaya buatan yang baik tidak akan mengganggu atau
menurunkan produktifitas kerja. Malah dengan cahaya buatan
yang baik dan disaring dari kesilauan dapat mempertingi
produktifitas kerja dibandingkan dengan bila bekerja pada cahaya
siang alamiah (Riviwanto dkk, 2011). Secara umum pengukuran
pencahayaan terhadap sinar matahari adalah dengan lux meter,
yang diukur ditengah-tengah ruangan, pada tempat setinggi
kurang dari 84 cm dari lantai. Berdasarkan KEPMENKES RI No.
1405/MENKES/SK/XI/02/1990 batas syarat normal suatu ruangan
dan memenuhi standar kesehatan antara 50 lux sampai 300 lux.
Menurut Lubis dan Notoatmodjo (2003) cahaya matahari
mempunyai sifat membunuh bakteri terutama mycobacterium
tuberculosa.
(3) Cara Pengukuran
Pencahayaan Alat yang digunakan adalah Luks meter Cara
pengoperasiannya :
(a) Nyalakan alat luks meter dengan membuka tutup sensor
(b) Lakukan kalibrasi internal sesuai dengan spesifikasi alat
(c) Tentukan titik pengukuran cahaya.