PENDAHULUAN
Reaksi
Lingkungan Fisik
Reaksi politik & Pemerintah
INTI
Kemampuan& stressor
Ekonomi
Analisa
Sterssor Reaksi
Perencanaan
Pelaksanaan
Evaluasi
Gambar 2.1 Model Keperawatan Komunitas menurut Betty Newman.
2.1.10 Metode
Dalam melaksanakan Asuhan keperawatan Kesehatan Masyarakat,
metode yang digunakan adalah proses keerawatan sebagai suatu
pendekatan ilmiah di dalam bidang keperawatan, melalui tahap-tahap
sebagai berikut:
1. Pengkajian
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan perawat kesehatan masyarakat
dalam mengkaji masalah kesehatan baik ditingkat individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat adalah:
a. Pengumpulan Data
Kegiatan ini dilakukan untuk mengidetifikasi masalah
kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok khusus
dan masyarakat melalui wawancara, observasi, studi dokumentasi
dengan menggunakan instrumen pengumpulan data dalam
menghimpun informasi.
Pengkajian yang diperlukan adalah inti komunitas beserta
faktor lingkungannya. Elemen pengkajian komunitas menurut
Anderson dan MC. Farlane (1958), terdiri dari inti komunitas
yaitu meliputi demografi; populasi;nilai-nilai keyakinan dan
riwayat indvidu termasuk riwyat ksehatan. Sebagai faktor
lingkungan adalah lingkungan fisik; pendidikan; keamanan; dan
tranportasi; politik dan pemerintah, pelayanan kesehatan dan
sosial; komunitas; ekonomi dan rekreasi.
Hal diatas perlu untuk menetapkan tindakan-tindakan yang
sesuai dan efektif dalam langkah-langkah selanjutnya.
b. Analisa Data
Analisa data dilaksanakan data yang telah diperoleh dan
disusun dalam suatu format yang sistematis. Dalam menganalisa
data memerlukan pemikiran kritis. Data yang terkumpul
kemudian dianalisa seberapa besar faktor stresor yang
mengancam dan seberapa berat reaksi yang timbul dikomunitas.
Selanjutnya dirumuskan masalah atau diagnosa keperawatan.
Menurut Mueke (1987) masalah tersebut terdiri dari:
1) Masalah sehat sakit
2) Karakteristik populasi
3) Karakteristik Lingkungan
2. Perumusan Masalah dan Diagnosa Keperawatan/Kesehatan
Kegiatan ini dilakukan diberbagai tingkat sesuai dengan urutan
prioritas. Diagnoasa keperawatan. Diagnosa Keperwatan yang
dirumuskan dapat aktual, ancaman resiko atau wellnes.
Dasar penentuan masalah keperawatan kesehatan masyarakat anatar
lain:
a. Masalah ditetapkan dari data umum.
b. Masalah yang dianalisa dari hasil kesenjangan pelayanan
kesehatan.
Menetapkan skala prioritas dilakukan untuk menentukan tindakan
yang lebih dahulu ditanggulangi karena dianggap dapat mengancam
kehidupan masyarakat secara keseluruhan dengan
mempertimbangan:
a Masalah spesifik yang mempengaruhi kesehatan masyarakat.
b Kebijaksanaan dan Sumber daya masyarakat.
c Kemampuan dan Sumber daya masyarakat
d Keterlibatan, partisipasi dan peran serta masyarakat.
Kriteria skala prioritas:
a. Perhatian masyarakat, meliputi: pegetahuan,sikap, keterlibatan,
emosi masyarakat terhadap masalah kesehatan yang dihadapi
dan urgensinya untuk segera ditanggulagi.
b. Prevalensi menunjukan jumlah kasus yang ditemukan pada
suatu kurun waktu tertentu.
c. Besarnya masalah adalah seberapa jauh masalah tersebut dapat
menibulkan gangguan terhadap kesehatan msyarakat.
d. Kemungkinan masalah untuk dapat dikelolah dengan
mempertimbangkan berbagai alternatif dalam cara-cara
pengelolaan masalah yang menyangkut biaya, sumber daya,
sarana yang tersedia dan kesulitan yang mungkin timbul
(Effendi Narsul, 2013).
3. Perencanaan
Kegiatan dilakukan pada tahap ini adalah:
a Menentukan tunjuan dan sasaran pelayanan.
b Menetapkan rencana unuk mengatasi masalah kesehatan dan
keperawatan.
c Menetapkan kriteria keberhasilan dari rencana tindakan yang
akan dilakukan.
4. Pelaksanaan
Pada tahap ini rencana yang telah susun dilaksanakan dengan
melibatkan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
sepenuhnya dalam mengatasi masalah kesehatan dan keperawatan
yang dihadapi. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam
pelaksanaan kegiatan perawatan kesehatan masyarakat adalah:
a. Melaksanakan Kerja sama Lintas Program dan Lintassektoral
dengan intansi terkait.
b. Mengkuti sertakan partisipasi aktif individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat dalam mengatasi masalah
kesehatannya.
c. Memanfaatkan potensi dan sumberdaya yang ada
dimasyarakat.
Level pencegahan dalam pelaksanaan praktek keperawatan
komunitas terdiri atas:
a. Pencegahan Primer
Pencegahan yang terjadi sebelum sakit atau ketidakfungsinya
dan diaplikasikannya ke dalam populasi sehat pada umumnya
dan perlindungan khususnya terhadap peyakit.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder menekankan diagnosa dan intervensi
yang tepat untuk menghambat proses patologi, sehingga
memperpendek waktu sakit dan tingkat keperahan.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dimulai pada saat cacat atau terjadi
ketidakmampuan sambil stabil atau menetap atau tidak dapat
dIperbaiki sama sekali. Rehabilitas sebagai pencegahan primer
lebih dari upaya menghambat proses penyakit sendiri, yaitu
menembalikan individu kepada tingkat berfungsi yang optimal
dari ketidakmampuannya.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan atas respon komunitas terhadap program
kesehatan. Hal-hal yang perlu di evaluasi adalah masukan (Input),
pelaksanaan (Proses) dan hasil akhir (Output).Penilaian yang sama
dilakukan berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai sesuai dengan
perencanaan yang disusun semula. Ada 4 dimensi yang harus
dipertimbangkan dalam melaksanakan penilaian yaitu: daya guna,
hasil guna, kelayakan, kecukupan. Fokus evaluasi adalah:
a. Relevansi atau hubungan antara kenyataan yang ada dengan
pelaksanaan.
b. Perkembangan atau kemajuan proses.
c. Efesiensi biaya.
d. Efektifitas Kerja.
e. Dampak apakah status kesehatan meningkat atau menurun.
Tujuan akhir perawatan komunitas adalah kemandirian adalah
kemandirian keluarga yang terkait dengan 5 tugas kesehatan yaitu:
mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan tindakan
kesehatan, merawat anggota keluarga, menciptakan lingkungan yang
dapat mendukung upaya peningkatan kesehatan keluarga serta
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia,
sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pemecahan masalah
keperawatan yaitu melalui proses keperawatan.
2.2 Program Puskesmas dan Desa Siaga
2.2.1 Program Puskesmas
Puskesmas dibangun untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan
dasar, menyeluruh, dan terpadu bagi seluruh masyarakat yang tinggal di
wilayah kerjanya. Kunjungan masyarakat pada suatu unit pelayanan
kesehatan tidak saja dipengaruhi oleh kualitas pelayanan tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya: sumber daya manusia,
motivasi pasien, ketersediaan bahan dan alat, tarif dan lokasi.
Puskesmas adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat
yang amat penting di Indonesia. Puskesmas adalah unit pelaksana
teknis dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatau wilayah kerja (Depkes,2011).
a. Program Pokok Puskesmas
1. Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Program KIA merupakan upaya Kesehatan ibu dan anak adalah
upaya dibidang kesehatan yang menyangkut pelayanan dan
pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu meneteki, bayi dan anak
balita serta anak prasekolah.
a. Tujuan dari program KIA adalah :
1) Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan , sikap dan
perilaku), dalam mengatasi kesehatan diri dan
keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat guna
dalam upaya pembinaan kesehatan keluarga,paguyuban
10 keluarga, Posyandu dan sebagainya.
2) Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan
anak prasekolah secara mandiri di dalam lingkungan
keluarga, paguyuban 10 keluarga, Posyandu, dan Karang
Balita serta di sekolah Taman Kanak-Kanak atau TK.
3) Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak
balita, ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, dan ibu
meneteki.
4) Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu
bersalin, ibu nifas, ibu meneteki, bayi dan anak balita.
5) Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat ,
keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengatasi
masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah, terutama
melalui peningkatan peran ibu dan keluarganya.
b. Prinsip Pengelolaan Program KIA
Prinsip pengelolaan Program KIA adalah memantapkan dan
peningkatan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara
efektif dan efisien. Pelayanan KIA diutamakan pada kegiatan
pokok :
1) Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas
pelayanan dengan mutu yang baik serta jangkauan yang
setinggi-tingginya.
2) Peningkatan pertolongan persalinan yang lebih ditujukan
kepada peningkatan pertolongan oleh tenaga professional
secara berangsur.
3) Peningkatan deteksi dini resiko tinggi ibu hamil, baik
oleh tenaga kesehatan maupun di masyarakat oleh kader
dan dukun bayi serta penanganan dan pengamatannya
secara terus menerus.
4) Peningkatan pelayanan neonatal (bayi berumur kurang
dari 1bulan) dengan mutu yang baik dan jangkauan yang
setinggi tingginya.
c. KB
Keluarga berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran
anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan,
melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan
hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas
(BKKBN, 2015).
Tujuan dari program keluarga berencana:
a. Umum: Meningkatkan kemampuan pengelola program
KIA/KB dalam hal manajemen pelayanan KB sebagai
upaya mendukung percepatan penurunan Angka
Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi.
b. Khusus
1) Meningkatkan kemampuan pengelola program
KIA/KB dalam pengorganisasian pelayanan KB.
2) Meningkatkan kemampuan pengelola program
KIA/KB dalam perencanaan pelayanan KB.
3) Meningkatkan kemampuan pengelola program
KIA/KB dalam pelaksanaan pelayanan KB.
4) Meningkatkan kemampuan pengelola program
KIA/KB dalam pemantauan dan evaluasi pelayanan
KB.
Manfaat dan Sasaran Pedoman Manajemen Pelayanan
KB menjadi acuan untuk meningkatkan kemampuan
manajemen pengelola program KIA/KB bagi:
a. Pengelola Program KB di setiap tingkat administrasi
(Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota)
b. Petugas kesehatan di Puskesmas beserta jaringan
dan jejaringnya
c. Mitra kerja lainnya
d. Usaha Kesehatan Gizi
Upaya perbaikan gizi masyarakat sebagaimana disebutkan
dalam Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi
perseorangan dan masyarakat, antara lain melalui perbaikan
pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar gizi,
peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi serta kesehatan
sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi.
1. Indikator Masalah Gizi
a) Persentase balita berat badan kurang (underweight)
b) Persentase balita pendek (stunting)
c) Persentase balita gizi kurang (wasting)
d) Persentase remaja putri anemia
e) Persentase ibu hamil anemia
f) Persentase ibu hamil risiko Kurang Energi Kronik (KEK)
g) Persentase Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (berat badan
kurang dari 2500 gram).
2. Indikator Kinerja Program Gizi
a) Cakupan bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI
Eksklusif
b) Cakupan bayi usia 6 bulan mendapat ASI Eksklusif.
c) Cakupan ibu hamil yang mendapatkan Tablet Tambah Darah
TTD minimal 90 tablet selama masa kehamilan.
d) Cakupan ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) yang
mendapat makanan tambahan.
e) Cakupan balita kurus yang mendapat makanan tambahan.
f) Cakupan remaja putri (Rematri) mendapat Tablet Tambah
Darah (TTD).
g) Cakupan bayi baru lahir yang mendapat Inisiasi Menyusu Dini
(IMD).
h) Cakupan balita yang ditimbang berat badannya (D/S).
i) Cakupan balita mempunyai buku Kesehatan Ibu Anak
(KIA)/Kartu Menuju Sehat (KMS).
j) Cakupan balita ditimbang yang naik berat badannya (N/D).
k) Cakupan balita ditimbang yang tidak naik berat badannya dua
kali berturut-turut (2T/D).
l) Cakupan balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A.
m)Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A.
n) Cakupan rumah tangga mengonsumsi garam beriodium.
o) Cakupan kasus balita gizi buruk yang mendapat perawatan.
p) Kesehatan Lingkungan
Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan
lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara
manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari
manusia. Himunan Ahli Kesehatan Lingkungan (HAKLI) mendefinisikan
kesehatan lingkungan sebagai suatu kondisi lingkungan yang mampu
menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan
lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia
yang sehat dan bahagia (Mundiatum dan Daryanto, 2015).
Terdapat 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan menurut WHO, yaitu :
a. Penyediaan air minum, khususnya yang menyangkut persediaan
jumlah air
b. Pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran, termasuk
masalah pengumpulan, pembersihan dan pembuangan
c. Pembuangan sampah padat
d. Pengendalian vektor, termasuk anthropoda, binatang mengerat
e. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh perbuatan manusia
f. Higiene makanan, termasuk hygiene susu
g. Pengendalian pencemaran udara
h. Pengendalian radiasi
i. Kesehatan Kerja, terutama pengaruh buruk dari faktor fisik, kimia dan
biologis
j. Pengendalian kebisingan
k. Perumahan dan pemukiman
l. Aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara
m. Perencanaan daerah dan perkotaan
n. Pencegahan kecelakaan
o. Rekreasi umum dan pariwisata
p. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan
epidemik/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk.
q. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin
lingkunganTujuan Kesehatan Lingkungan, yaitu terciptanya keadaan
yang serasi sempurna dari semua faktor yang ada di lingkungan fisik
manusia, sehingga perkembangan fisik manusia dapat diuntungkan,
kesehatan dan kelangsungan hidup manusia dapat dipelihara dan
ditingkatkan.
Tujuan ini diperinci atas melakukan koreksi, yakni memperkecil atas
modifikasi terjadinya bahaya dari lingkungan terhadap kesehatan dan
kesejahteraan hidup manusia. Melakukan pencegahan dalam arti
mengefisienkan pengaturan sumber-sumber lingkungan untuk meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia serta menghindarkannya dari
bahaya.
Kesehatan lingkungan merupakan faktor yang penting dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan, bahkan merupakan salah satu unsur
penentu atau determinan dalam kesejahteraan penduduk. Dimana lingkungan
yang sehat sangat dibutuhkan bukan hanya untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat, tetapi juga untuk kenyamanan hidup dan
meningkatkan efisiensi kerja dan belajar (Mundiatum dan Daryanto, 2015).
b. Pemberantasan dan pencegahan penyakitmenular
Prioritas pencegahan dan pengendalian penyakit menular tertuju pada
pencegahan dan pengendalian penyakit HIV/AIDS, tuberculosis, pneumoni,
hepatitis, malaria, demam berdarah, influenza, flu burung dan penyakit
neglected diseases antara lain kusta,frambusia, filariasis, dan chsitosomiasis.
Selain penyakit tersebut, penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
(PD3I) seperti polio, campak, difteri, pertusis, hepatitis B, dan tetanus baik
pada maternal maupun neonatal juga tetap menjadi perhatian walaupun pada
tahun 2014 Indonesia telah dinyatakan bebas polio dan tahun 2016 sudah
mencapai eliminasi tetanus neonatorum. Termasuk prioritas dalam
pengendalian penyakit menular adalah pelaksanaan Sistim Kewaspadaan
Dini Kejadian Luar Biasa, Kekarantinaan Kesehatan untuk mencegah
terjadinya Kejadian Kesehatan yang Meresahkan (KKM) dan pengendalian
panyakit infeksi emerging.
c. Penyuluhan kesehatan masyarakat (Promosi Kesehatan)
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat adalah upaya untuk
memberikan pengalaman belajar atau menciptakan kondisi bagi
perorangan, kelompok dan masyarakat, dalam berbagai tatanan,
dengan membuka jalur komunikasi, menyediakan informasi,
dan melakukan edukasi, untukmeningkatkan pengetahuan,
sikap dan prilaku, dengan melakukan advokasi, pembinaan
suasana dan gerakan pemberdayaan masyarakatuntuk
mengenali, menjaga/memelihara, meningkatkan dan
melindungi kesehatannya.
Tujuan dari Penyuluhan tercapainya perubahan prilaku
individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan
memelihara prilaku sehat, serta berperan aktif dalamupaya
mewujudkan derajatkesehatanyang optimal.
Sasaran kegiatan dalam penyuluhan adalah:
a. Pelaksanaan Posyandu dan pembinaan kader
b. Penyuluhan kesehatan
c. Penyuluhan kelompok/perorangan
d. Penyuluhan masyarakat
e. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
f. Promosi tentang dana sehat/jamkesmas
g. Promosi tentang kepesertaan jamkesmas
h. Penyuluhan anak sekolah
i. Kesehatan sekolah
j. Kesehatan olahraga
k. Perawatan Kesehatan
l. Masyarakat
d. Kesehatan kerja
e. Kesehatan Gigi dan Mulut
f. Kesehatan jiwa
g. Kesehatan mata
h. Laboratorium sederhana
i. Pencatatan dan pelaporan dalam rangka SIK
j. Pembinaan pemgobatan tradisional
k. Kesehatan remaja
l. Dana sehat
2.2.2 Desa Siaga
1. Pengertian Desa Siaga
Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber
daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi
masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan, secara
mandiri.
Desa siaga adalah Desa/Kelurahan yang penduduk nya memiliki
kesiap sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan
mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawat daruratan
kesehatan, secara mandiri.
2. Tujuan Desa Siaga
a. Tujuan Umum
Percepatan terwujudnya masyarakat desa dan kelurahan yang peduli,
tanggap, dan mampu mengenali, mencegah serta mengatasi permasalahan
kesehatan yang dihadapi secara mandiri, sehingga derajat kesehatannya
meningkat.
b. Tujuan Khusus
1. Mengembangkan kebijakan pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga
Aktif di setiap tingkat pemerintah.
2. Meningkatkan komitmen dan kerjasama semua pemangku kepentingan
pusat, provinsi kabupaten, kota, kecamatan, desa, dan kelurahan
untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
3. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar di
desa dan kelurahan.
4. Mengembangkan UKBM yang dapat melaksanakan surveilans berbasi
masyarakat (meliputi pemantauan penyakit, kesehatan ibu,
pertumbuhan anak, lingkungan dan perilaku).
5. Meningaktkan ketersediaan sumber daya manusia, dana, maupun
sumber daya lain, yang berasal dari pemerintah, masyarakat dan
swasta/dunia usaha, untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga
Aktif.
6. Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah
Tangga di desa atau kelurahan.
3. Ciri-ciri Desa Siaga
a. Minimal Memiliki pos kesehatan desa yang berfungsi memberi pelayanan
dasar ( dengan sumberdaya minimal 1 tenaga kesehatan dan sarana fisik
bangunan, perlengkapan dan peralatan alat komunikasi ke masyarakat dan
ke puskesmas).
b. Memiliki sistem gawat darurat berbasis masyarakat.
c. Memiliki sistem pembiayaan kesehatan secara mandiri.
d. Masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat.
4. Sasaran Desa Siaga
a) Sasaran Langsung
Wanita usia Subur, Ibu pra hamil, Ibu Hamil, Ibu Bersalin, Ibu Nipas,
Bayi dan seluruh anggota masyarakat lainnya dan keluarganya.
b) Sasaran Tidak Langsung
1. Pemerintah daerah dan semua Dinas, Badan dan Lembaga terkait
di Kabupaten/Kota
2. Tokoh Masyarakat Informasi dan ulama, pembuka masyarakat di
tingkat Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa
3. Institusi Masyarakat disemua tingkat seperti organisasi profesi
(IBI, POGI, IDAI dll), LSM, PKK, dan lain sebagainya. Dan
diharapkan dapat berfungsi :
a. Sebagai pembuat kebijakan dan strategi serta Melaksanakan
pembinaan,Koordinasi dan pembiayaan.
b. Untuk membantu menciptakan mekanisme/Sistem
kewaspadaan Masyarakat dan mencegah 3 terlambat.
c. Untuk membantu mencegah mekanisme/sisitem kewaspadaan
masyarakat dan mencegah 3 terlambat dan memberikan
informasi tentang Kabupaten/Desa Siaga.
5. Indikator Desa Siaga
Indikator keberhasilan pengembangan desa siaga dapat diukur dari 4
kelompok indikator, yaitu : indikator input, proses, output dan outcome
(Depkes, 2009).
1. Indikator Input
a. Jumlah kader desa siaga.
b. Jumlah tenaga kesehatan di poskesdes.
c. Tersedianya sarana (obat dan alat) sederhana.
d. Tersedianya tempat pelayanan seperti posyandu.
e. Tersedianya dana operasional desa siaga.
f. Tersedianya data/catatan jumlah KK dan keluarganya.
g. Tersedianya pemetaan keluarga lengkap dengan masalah kesehatan
yang dijumpai dalam warna yang sesuai.
h. Tersedianya data/catatan (jumlah bayi diimunisasi, jumlah penderita
gizi kurang, jumlah penderita TB, malaria dan lain-lain).
2. Indikator proses
a. Frekuensi pertemuan forum masyarakat desa (bulanan, 2 bulanan dan
sebagainya).
b. Berfungsi/tidaknya kader desa siaga.
c. Berfungsi/tidaknya poskesdes.
d. Berfungsi/tidaknya UKBM/posyandu yang ada.
e. Berfungsi/tidaknya sistem penanggulangan penyakit/masalah
kesehatan berbasis masyarakat.
f. Ada/tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS.
g. Ada/tidaknya kegiatan rujukan penderita ke poskesdes dari
masyarakat.
3. Indikator Output
a. Jumlah persalinan dalam keluarga yang dilayani.
b. Jumlah kunjungan neonates (KN2).
c. Jumlah BBLR yang dirujuk.
d. Jumlah bayi dan anak balita BB tidak naik ditangani.
e. Jumlah balita gakin umur 6-24 bulan yang mendapat M P-AS I.
f. Jumlah balita yang mendapat imunisasi.
g. Jumlah pelayanan gawat darurat dan KLB dalam tempo 24 jam
h. Jumlah keluarga yang punya jamban.
i. Jumlah keluarga yang dibina sadar gizi.
j. Jumlah keluarga menggunakan garam beryodium.
k. Adanya data kesehatan lingkungan.
l. Jumlah kasus kesakitan dan kematian akibat penyakit menular tertentu
yang menjadi masalah setempat.
m. Adanya peningkatan kualitas UKBM yang dibina.
4. Indikator outcome
a. Meningkatnya jumlah penduduk yang sembuh/membaik dari sakitnya.
b. Bertambahnya jumlah penduduk yang melaksanakan PHBS.
c. Berkurangnya jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia.
d. Berkurangnya jumlah balita dengan gizi buruk.
BAB III
HASIL PENGKAJIAN
47,23%
52,77%
Berdasarkan diagram3.1 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk
di Dusun Aitanaman Desa Manleten berjenis kelamin laki-laki sebanyak 162
orang (52.77%).
3.2.2 Karakteristik penduduk berdasarkan usia
Diagram 3.2 Distribusi penduduk berdasarkan usia
DO :
menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk
di Dusun Aitaman Desa Manleten berdasarkan
sumber polusi berasal dari kandang yaitu
sebanyak 42 rumah (66,67%).
Penanganan penyakit yang sering ke fasilitas
kesehatan 47%, dan nonmedis 24%.
Berdasarkan hasil kajian di dusun Aitaman
menunjukkan bahwa sebagian besar balita di
Dusun Aimatan Desa Manleten dengan status
imunisasi tidak lengkap sebanyak 21 balita
(70,00%) sedangkan yang paling sedikit adalah
balita dengan status imunisasi belum lengkap
berjumlah 4 orang (13,33%)
2. DS : Keterbatasan sumber daya Defisit Kesehatan Komunitas
Berdasarkan hasil wawancara masyarakat Dusun (Gaya hidup dan Pencegahan
Aitaman desa manleten menunjukkan bahwa Penyakit Hipertensi dan gizi
kurang,stunting)
sebagian besar penduduk di Dusun Aitaman
Desa Manleten menderita penyakit hipertensi
sebanyak 25 orang (39,68%). Sedangkan yang
paling sedikit menderita penyakit DHF dan
Diabet Melitus yaitu sebanyak masing-masing
berjumlah 1 orang (1,59%)
.
DO :
Berdasarkan hasil kajian Dusun aitaman
menunjukkan bahwa dari 28 balita di Dusun
Aitaman Desa Manleten sebagian besar hasil
penimbangan berat badan berada pada garis
hijau sampai kunig sebanyak 22 anak (78,57%),
sedangkan anak dengan hasil penimbangan berat
badan yang berada dibawah garis merah
sebanyak 6 anak (21,63%).
3 DS : Kurang terpapar informasi Perilaku cenderiung bereesiko
berdasarkan hasil wawancara dengan warga
dusun mengatakan bahwa sebagian besar
remaja di Dusun Aitaman Desa Manleten
memiliki kebiasaan minum alkohol berjumlah
4 (50,00%), sedangkan yang paling sedikit
adalah kebiasaan remaja yang buat onar
berjumlah 1 orang (12,50%).
Berdasarkan hasil wawancara dengan
penduduk di Dusun Aitaman desa Manleten
berdasarkan kebiasaan mencuci tangan yang
terbanyak yaitu kadang-kadang sebanyak 43
kepala keluarga (68,25%). Sedangkan yang
selalu mencuci tangan sebanyak 20 kepala
keluarga (31,75%).
DO :
Berdasarkan hasil kajian di Dusun Aitaman
menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di
Dusun Aitaman Desa Manleten memiliki jarak
kandang ternak dengan rumah yaitu<10 meter
yaitu sebanyak 44 rumah (84,62%), sedangkan
jarak kandang ternak dengan rumah >10 meter
sebanyak 8 rumah (15,38%).
Diagnosa keperawatan
1. Pemeliharaan Kesehatan Tidak Efektif ( HT dan stunting) b.d Ketidakmampuan Mengatasi Masalah ( D.
0117)
2. Defisit Kesehatan Komunitas (Gaya hidup dan Pencegahan Penyakit Hipertensi) b.d Keterbatasan sumber
daya ( D. 0110)
3. Perilaku kesehatan Cenderung beresiko B.d Kurang terpapar informasi ( D..0099)
Intervensi keperawatan
Observasi
Observasi
3. Kemampuan peningkatan
Kesehatan meningkat
Edukasi