Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK II

KOEFISIEN DISTRIBUSI

Oleh :
Ni Made Tiara Chandra Acintya
1908511046
Kelompok 2

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
Koefisien Distribusi

I. Tujuan
1. Mengetahui prinsip dasar pemisahan berdasarkan ekstraksi cair – cair.
2. Mengetahui kecendrungan distribusi suatu zat melalui koefisien distribusi.
3. Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi.
4. Menentukan harga koefisien distribusi senyawa dalam dua pelarut yang saling tidak
bercampur.
5. Meembandingkan harga koefisien distribusi zat di dalam berbagai konsentrasi.

II. Dasar Teori


Larutan merupakan campuran homogen zat terlarut dan pelarut. Larutan bias
berbentuk gas, padatan, dan cair. Pelarut berperan sebagai sebagai medium bagi zat terlarut
serta berperan di dalam reaksi kimia dalam larutan karena adanya peristiwa pengendepan atau
penguraian yang terjadi (Chang, 2005). Partisi-partisi dari zat terlarut antara 2 cairan yang
saling tidak bercampur menawarkan banyak kemungkinan untuk melakukan pemisahan
secara analisis. Bila suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tidak dapat
tercampur, ada suatu hubungan yang pasti antara konsentrasi zat terlarut di dalam dua fase
pada kesetimbangan. Suatu zat terlarut membagi dirinya anatara dua cairan yang tidak dapat
tercampur sedemikian rupa sehingga angka banding konsentrasi pada kesetimbangan
merupakan konstanta di dalam tempratur tertentu (Underwood, 1998).
Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan
dengan menggunakan bantuan dari pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut
yang berbeda dari komponen – komponen di dalam sebuah campuran. Pada proses ekstraksi
tidak terjadi pemisahan segera dari bahan – bahan yang akan diperoleh (ekstrak), melainkan
mula – mula hanya terjadi pengumpulan ekstrak di dalam pelarut. Suatu proses ekstraksi
biasanya melibatkan tahapan – tahapan seperti , mencampur bahan ekstraksi dengan pelarut
dan membiarkannya saling kontak. Dalam hal ini terjadi perpindahan massa dengan cara difusi
pada bidang antarmuka bahan ekstraksi dan pelarut. Dengan demikian terjadi ekstraksi yang
sebenarnya, yaitu pelarut ekstrak. Faktor – faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut
dalam proses ekstraksi diantaranya yaitu, selektivitas, kelarutan, kemampuan tidak saling
tercampur, kerapatan, reaktivitas, dan titik didih (Sukardjo, 1997).
Ekstraksi akan lebih efisien jika dilakukan dalam jumlah tahap yang banyak. Setiap
tahap menggunakan pelarut yang sedikit. Kerugiannya adalah konsentrasi larutan ekstrak
makin lama makin rendah dan jumlah total pelarut yang dibutuhkan menjadi besar. Efisien
ekstraksi juga dapat menggunakan proses aliran yang berlawanan. Bahan – bahan ekstraksi
mula-mula dikontakkan dengan pelarut yang sudah mengandung ekstrak dan pada tahap akhir
proses dikontakkan dengan pelarut yang segar (Sukardjo, 1997). Ekstraksi solvent atau lebih
dikenal dengan ekstraksi cair – cair merupakan proses pemisahan fase cair dari fase cair
dengan memanfaatkan perbedaan kelarutan dari zat yang dipisahkan antara larutan asal dan
pelarut pengekstrak (solvent). Prinsip dasar dari ekstrasi cair – cair ini melibatkan
pengontakan suatu larutan dengan pelarut yang lain yang tidak saling melarutkan dengan
pealrut asal yang mempunyai densitas yang berbeda sehingga akan berbentuk dua fasa
beberapa saat ditambahkan solvent (Mirwan dan Wicaksono, 2016).
Ekstraksi cair – cair terutama digunakan apabila pemisahan campuran dilakukan
dengan cara distilasi tidak mungkin dilakukan. Ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya
dua tahap yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan
kedua fasa cair itu sempurna. Pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu ekstrak
meninggalakan pelarut yang pertama (media pembawa) dan masuk ke dalam pelarut kedua
(media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi dan pelarut tidak saling
melarut. Pada saat pemisahan cairan yang telah terdistribusi menjadi tetes-tetes harus menyatu
kembali menjadi fasa homogeny dan berdasarkan kerapatan cukup besar dapat dipisahkan dari
cairan yang lain. Kuantitas pemisahan per satuan waktu dalam hal ini semakin besar jika
permukaan lapisan antar fasa semakin luas (Sukardjo, 1997).
Hukum partisi atau distribusi nerst menyatakan bila kedalam kedua pelarut yang tidak
saling bercampur dimasukan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan
terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organic dan air. Dalam
prakteknya solute akan terdistribusi dengan sendirinya kedalam dua pelarut tersebut setelah
dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan kedua solute didalam kedua pelarut tersebut
tetap dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi
atau koefisien distribusi yang dinyatakan dalam rumus (Soebagio,2000):
𝐶 𝐶
Kd = 𝐶2 atau Kd = 𝐶0 ……………………………………..(1)
1 𝑎
Dengan :

Kd = Koefisien distribusi

C2/C0 = Koefisien di pelarut organic

C1/Ca = Koefisien di pelarut air

Metode ini dapat digunakan untuk emenentukan aktivitas zat terlarut dalam suatu
pelarut jika aktifitas zat terlarut dalam pelarut lain diketahui, asalkan kedua pelarut tidak
bercampur satu sama lain (Dogra, 1990). Koefisien partisi atau koefisien distribusi merupakan
rasio konsentrasi suatu zat kimia antara dua media (pelarut) pada keadaan kesetimbangan.
Media dapat berupa gas seperti udara, cairan seperti air atau minyak. (Johansen, 2017). Jika
kedalam sistem dua fase cair yang tak dapat saling bercampur dapat ditambahkan zat ketiga
yang dapat melarutkan keduanya maka zat ketiga akan terdistribusi diantara kedua fasa tadi
dalam jumlah tertentu. Contohnya adalah bila larutan asam asetat dikocok didalam dua pelarut
seperti air dan dietil eter yang tidak saling melarutkan, maka asam asetat akan terbagi ke dalam
air dan ke dalam dietil eter. Setelah dicapai keadaan ideal atau setimbang akan didapatkan
perbandingan konsentrasi asam asetat didalam air dan didalam dietil eter yang disebut dengan
kosfisien distribusi (Keenan,1980)

III. Alat dan Bahan


3.1. Alat
1. Corong pemisah
2. Labu titrasi
3. Buret
4. Klem dan statif
5. Pipet ukur 10 mL dan 25 mL
3.2. Bahan
1. Dietil eter
2. Larutan asam asetat 1 M dan 0,5 M
3. Larutan NaOH 0,5 M
4. Indikator Fenoftalein (PP)
IV. Prosedur Percobaan
Larutan asam asetat dengan konsentrasi 1 M dan 0,5 M dipipet masing-masing
sebanyak 25 mL kemudian dimasukan ke dalam corong pemisah. Setelah itu, ditambahkan 25
mL dietil eter dengan hati-hati ke dalam masing-masing corong pemisah kemudian ditutup
dan dikocok dengan tangan (secara manual) secara konstan selama 30 menit. Setelah
pengocokan selesai, campuran didiamkan selama beberapa saat sampai terbentuk dua fasa.
Lapisan air dipisahkan menggunakan corong pemisah. Lapisan air tersebut dipipet sebanyak
10 mL kemudian dimasukan ke dalam Erlenmeyer, ditambahkan Indikator Fenoftalein (PP),
kemudian dititrasi dengan NaOH 0,5 M sampai terjadi perubahan warna pada titrat menjadi
berwarna merah muda (Pink). Volume NaOH yang digunakan saat titrasi dicatat.

V. Data Pengamatan
Tabel 5.1. Data Pengamatan Percobaan Koefisien Adsorbsi

Volume CH3COOH (mL) Volume NaOH (mL) [CH3COOH] (M)

10 7,65 0,5
10 15,65 1,0

VI. Pembahasan
Percobaan penentuan koefisien distribusi dilakukan dengan mengukur konsentrasi
asam asetat di dalam fase air dan di dalam fase organik. Pelarut organik yang digunakan di
dalam percobaan adalah Dietil eter, dimana dietil eter ini tidak akan saling melarutkan dengan
air. Dietil eter yang digunakan di dalam percobaan memiliki konsentrasi 0,5 M dan 1 M, hal
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari konsentrasi terhadap koefisien distribusi.
Metode yang digunakan dalam pemisahan larutan yaitu dengan ekstraksi cair-cair
menggunakan corong pisah. Pemisahan ini berprinsip pada perbedaan kelarutan suatu zat,di
dalam 2 pelarut yang berbeda, sehingga di dalam percobaan ini yang digunakan adalah asam
asetat di dalam dua pelarut yang tidak saling melarutkan yaitu air dan dietil eter. Hal ini
disebabkan air dan dietil eter akan membentuk dua fasa yang kemudian dipisahkan dengan
menggunakan corong pisah.
Percobaan dilakukan dengan proses pengocokan asam asetat, air, dan dietil eter
sebagai pelarut organik. Proses pengocokan yang dilakukan ini berfungsi untuk mempercepat
distribusi dari asam asetat ke dalam pelarut air dan pelarut organic dietil eter yang keduanya
saling tidak melarutkan. Pengocokan dilakukan selama 30 menit sampai distribusi dari asam
asetat berjalan sempurna, hal ini ditandai dengan sedikitnya atau habisnya gas yang keluar
dari corong pisah saat pengocokan berlangsung. Campuran yang dihasilkan kemudian
didiamkan beberapa saat sampai terbentuk dua fase yang disebabkan oleh perbedaan densitas
antara air dan dietil eter. Air memiliki tingkat densitas yang lebih tinggi dari dietil eter
sehingga fase dari air akan berada di bawah fase organik (dietil eter). Fase organik ini akan
berupa lapisan minyak yang sama – sama mengandung asam asetat sebagai zat terlarutnya.
Lapisan air kemudian dipisahkan dari lapisan minyak dengan menggunakan corong pisah,
selanjutnya dititrasi dengan NaOH. Lapisan air digunakan sebagai sampel dalam proses titrasi
karena apabila menggunakan lapisan minyak untuk sampel titrasi maka akan terjadi reaksi
penyabunan (saponifikasi) sehingga titik akhir dari titrasi akan sulit untuk diamati.
Di dalam proses titrasi, lapisan air bertindak sebagai titrat, NaOH sebagai titran, dan
di dalam titrasi ditambahkan indikator Fenoftalein (PP), sehingga akan terjadi reaksi
penetralan saat titrasi berlangsung, berikut reaksi yang terjadi :
CH3COOH + NaOH → CH3COONa + H2O
Dari reaksi yang berlangsung dapat dilihat bahwa asam asetat ersifat ekivalen dengan NaOH
sehingga jumlah dari NaOH sama seperti jumlah asam asetat. Koefisien distribusi dari
senyawa organik di dalam dua fase yang saling tidak melarutkan harus sama dengan 1
sehingga hal ini akan menandakan bahwa senyawa tersebut terdistribusi secara merata di
dalam kedua pelarut tersebut. Apabila diperoleh koefisien distribusi lebih kecil daripada 1,
maka senyawa tersebut tidak terdistribusi secara merata di dalam dua pelarut tersebut
melainkan hanya terdistribusi di dalam satu pelarut saja.
Hasil yang diperoleh pada titrasi adalah volume NaOH 0,5 M yang digunakan untuk
mentitrasi lapisan air pada konsentrasi asam asetat 0,5 M sebanyak 7,65 mL dan pada
konsentrasi asam asetat 1 M sebanyak 15,65 mL. Setelah dilakukan perhitungan maka
diperoleh harga koefisien distribusi (Kd) asam asetat pada konsentrasi 0,5 M sebesar 0,3072
dan pada konsentrasi awal 1 M sebesar 0,2760. Berdasarkan data perhitungan tersebut
koefisien distribusi (Kd) asam asetat dengan konsentrasi yang lebih rendah memiliki harga
koefisien yang lebih tinggi daripada konsentrasi asam asetat yang lebih tinggi. Nilai harga
koefisien distribusi yang diperoleh dari konsentrasi asam asetat 0,5 M dan 1 M adalah kurang
dari 1. Dari perolehan harga koefisien distribusi ini, asam asetat cenderung atau lebih dominan
terdistribusi ke dalam salah satu pelarut saja. Dengan demikian, maka konsentrasi dapat
mempengaruhi harga koefisien ditribusi. Selain itu, koefisien distribusi juga dapat dipengaruhi
oleh prose spengocokan yang dilakukan dalam percobaan, hal ini disebabkan karena
mempengaruhi tingkat meratanya distribusi suatu senyawa dan suhu saat dilakukan proses
ekstraksi harus konstan.

VII. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh beberapa
kesimpulan antara lain sebagai berikut :
1. Pemisahan dengan ekstraksi cair-cair berdasarkan pada prinsip pemisihan suatu senyawa
cair dengan pelarut tertentu yang tidak saling melarutkan dengan pelarut awalnya.
2. Koefisien distribusi asam asetat yang diperoleh dari kedua konsentrasi yaitu 0,5 M dan 1
M adalah kurang dari 1 sehingga asam asetat akn cenderung atau domain terdistribusi ke
dalam salah satu pelarut saja.
3. Faktor – faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi adalah proses pengocokan larutan,
konsentrasi larutan, dan suhu.
4. Harga koefisien distribusi asam asetat di dalam percobaan pada konsentrasi awal 0,5 M
sebesar 0,3072 dan pada konsentrasi awal 1 M sebesar 0,2760
5. Dari percobaan yang dilakukan, diperoleh koefisien distribusi asam asetat dengan
konsentrasi awal 0,5 M lebih besar dibandingkan dengan asam asetat dengan konsentrasi
awal 1 M.
DAFTAR PUSTAKA

Chang, R. 2005. Kimia Dasar Konsep – Konsep Inti Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Dogra, SK dan Dogra, S. 1990. Kimia Fisik dan Soal – Soal, Jakarta : UI Press.

Johansen, G. 2017. Biomedical Science. Comprehensive Toxicolog. Vol. 1 : 165-187.

Keenan. 1980. Fisika Untuk Universitas. Jakarta : Erlangga.

Mirwan, A dan Wicaksono, R, D. 2016. Pengaruh Isian Jenis Bola Kaca Terhadap Dinamika
Tetes dan Koefisien Pindah Massa Ekstraksi Cair-Cair dalam Kolom Isian. Info Teknik.
Vol. 9 :112-116.

Sukardjo. 1997. Kimia Fisika I. Jakarta : Rineka Cipta.

Soebagio. 2000. Kimia Analitik II (JICA). Malang : Universitas Negeri Malang.

Undewood. 1998. Kimia Analisa Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.


LAMPIRAN

A. Data Pengamatan
Tabel 5.1. Data Pengamatan Percobaan Koefisien Adsorbsi

Volume CH3COOH (mL) Volume NaOH (mL) [CH3COOH] (M)

10 7,65 0,5
10 15,65 1,0

B. Perhitungan
 Konsentrasi Asam Asetat (CH3COOH) 0,5 M
Diketahui:
M CH3COOH = 0,5 M
V CH3COOH = 25 mL = 0,025 L
V CH3COOH dalam sampel (titrasi) = 10 mL = 0,01 L
M NaOH = 0,5 M
V NaOH = 7,65 mL = 0,00765 L
Ditanya:
1. C0 CH3COOH = …..?
2. C1 CH3COOH = …..?
3. C2 CH3COOH = …..?
4. Kd = …..?
5. n = …..?

Jawab:

1. C0 CH3COOH
C0 CH3COOH = M CH3COOH awal x V CH3COOH

= 0,5 Mol / L x 0,025 L

= 0,0125 mol (n CH3COOH)

2. C1 CH3COOH dalam Air


n NaOH = M NaOH x V NaOH
= 0,5 mol/L x 0,00765 L
= 3,825 x 10-3 mol
n CH3COOH setelah titrasi = n NaOH = 3,825 x 10-3 mol
𝑛 𝐶𝐻 𝐶𝑂𝑂𝐻 3,825 𝑥 10−3
[CH3COOH] = 𝑉 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = = 0,3825 mol/L
3 0,01 𝐿

3. C2 CH3COOH dalam dietil eter


n CH3COOH = M CH3COOH x V CH3COOH
= 0,3825 mol / L x 0,025 L
= 9,5625 x 10-3 mol (n CH3COOH akhir)
n CH3COOH = n CH3COOH awal – n CH3COOH akhir
= 0,0125 mol – 9,5625 x 10-3 mol
= 2,9375 x 10-3 mol
𝑛 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 2,9375 𝑥 10−3
[CH3COOH] = = = 0,1175 mol/L
𝑉 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 0,025 𝐿

4. Kd (Koefisien Distribusi)
𝑚𝑜𝑙
𝐶 0,1175
Kd = 𝐶2 = 𝐿
𝑚𝑜𝑙 = 0,3072
1 0,3825
𝐿

5. n = 1, karena pada percobaan dilakukan penambahan dietil eter sebanyak 1 kali

 Konsentrasi Asam Asetat (CH3COOH) 1 M


Diketahui:
M CH3COOH =1M
V CH3COOH = 25 mL = 0,025 L
V CH3COOH dalam sampel (titrasi) = 10 mL = 0,01 L
M NaOH = 0,5 M
V NaOH = 15,65 mL = 0,01565 L
Ditanya:
1. C0 CH3COOH = …..?
2. C1 CH3COOH = …..?
3. C2 CH3COOH = …..?
4. Kd = …..?
5. n = …..?

Jawab:

1. C0 CH3COOH
C0 CH3COOH = M CH3COOH awal x V CH3COOH

= 1 Mol / L x 0,025 L

= 0,025 mol (n CH3COOH)

2. C1 CH3COOH dalam Air


n NaOH = M NaOH x V NaOH
= 0,5 mol/L x 0,01565 L
= 7,825 x 10-3 mol
n CH3COOH setelah titrasi = n NaOH = 7,825 x 10-3 mol
𝑛 𝐶𝐻 𝐶𝑂𝑂𝐻 7,825 𝑥 10−3
[CH3COOH] = 𝑉 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 = = 0,7825 mol/L
3 0,01 𝐿

3. C2 CH3COOH dalam dietil eter


n CH3COOH = M CH3COOH x V CH3COOH
= 0,7825 mol / L x 0,025 L
= 0,0196 mol (n CH3COOH akhir)
n CH3COOH = n CH3COOH awal – n CH3COOH akhir
= 0,025 mol – 0,0196 mol
= 0,0054 mol
𝑛 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 0,0054 𝑚𝑜𝑙
[CH3COOH] = = = 0,2160 mol/L
𝑉 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 0,025 𝐿

4. Kd (Koefisien Distribusi)
𝑚𝑜𝑙
𝐶 0,2160
Kd = 𝐶2 = 𝐿
𝑚𝑜𝑙 = 0,2760 mol / L
1 0,7825
𝐿

5. n = 1, karena pada percobaan dilakukan penambahan dietil eter sebanyak 1 kali

C. Pertanyaan
1. Hitunglah konsentrasi awal larutan asam asetat sebelum diekstraksi (C0).
Jawab :
Konsentrasi awal asam asetat yaitu :
C0 CH3COOH 0,5 M= 0,0125 mol
C0 CH3COOH 1 M = 0,025 mol
2. Tentukan konsentrasi asam asetat pada masing – masing corong setelah pengocokan pada
setiap lapisan, dimana C1 sebagai konsentrasi pada lapisan air dan C2 sebagai konsentrasi
pada lapisan eter.
Jawab :
Konsentrasi asam asetat setelah percobaan (C 1 dan C2)
 CH3COOH 0,5 M
C1 CH3COOH dalam air = 0,3825 mol / L
C1 CH3COOH dietil eter = 0,1175 mol / L
 CH3COOH 1 M
C1 CH3COOH dalam air = 0,7825 mol / L
C1 CH3COOH dietil eter = 0,2160 mol / L
3. Hitunglah harga Kd dan n berdasarkan persamaan di awal.
Jawab :
Harga Koefisien Distribusi (Kd) dan n :
 CH3COOH 0,5 M
Kd = 0,3072 ; n=1
 CH3COOH 1 M
Kd = 0,2760 ; n=1
4. Apakah memang benar asam asetat dalam pelarut non polar membentuk n-mer, kalua
tidak mengapa.
Jawab :
Benar, asam asetat jika di dalam pelarut non polar akan membentuk n-mer.

Anda mungkin juga menyukai