Disusun Oleh:
Pembimbing:
SURAKARTA
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Journal reading ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RS UNS
Surakarta. Journal reading dengan judul:
Oleh:
Pembimbing Makalah
ABSTRAK
Metode: Riwayat klinis, gambaran dan laporan radiografi, tes laboratorium, dan
laporan operasi ditinjau pada pasien dewasa dengan parotitis kronis disertai
kalsifikasi parotis multipel yang menjalani sialendoskopi parotis.
Hasil: Tiga belas dari 133 (10%) pasien yang menjalani sialendoskopi parotis
untuk sialadenitis kronis memiliki lebih dari satu kalsifikasi di wilayah kelenjar
parotis. Tujuh pasien (54%) didiagnosis dengan penyakit yang dimediasi imun
dari parotitis autoimun (antibodi Sjogren positif atau antibodi antinuklear) atau
penyakit human immunodeficiency virus (HIV). Enam pasien (46%) yang tidak
memiliki gangguan yang dimediasi sistem imunitas memiliki sebagian besar
kalsifikasi yang terletak di anterior atau di sepanjang otot masseter. Delapan dari
13 pasien (61%) memiliki setidaknya satu kalkulus yang ditemukan di duktus
parotis pada pemeriksaan sialendoskopi. Empat pasien (38%) memiliki beberapa
kalsifikasi di dalam kelenjar parotis dan semuanya memiliki parotitis autoimun
atau HIV. Tidak satu pun dari kalsifikasi pada parotis proksimal atau pada
posterior masseter yang divisualisasikan pada sialendoskopi.
PENDAHULUAN
Data Klinis
Teknik Bedah
HASIL
Tabel 1. Tabel Deskriptif Perbedaan Pasien dengan Penyakit Dimediasi Imun dan
Ukuran kalsifikasi rata-rata adalah 46% lebih kecil pada pasien dengan
penyakit yang dimediasi imun (2,35 mm) dibandingkan pada pasien tanpa
gangguan yang dimediasi imun (5,03 mm) ( P < 0,01) (Gbr. 3). Kalsifikasi yang
terletak anterior atau sepanjang otot masseter pada pasien dengan penyakit yang
dimediasi imun (2,7 mm) adalah 53% lebih kecil dibandingkan pada pasien tanpa
penyakit yang dimediasi imun (5,07 mm; P <0,01). Selain itu, pasien dengan
penyakit yang dimediasi imun sistemik memiliki jumlah kalsifikasi yang lebih
besar (6 standar deviasi) per pasien yang terletak di posterior otot masseter (10,57
± 9,8) dibandingkan dengan jumlah kalsifikasi pada pasien tanpa penyakit yang
dimediasi imun (0,33 ± 0,52; P < .05) (Gbr. 4). Ketujuh pasien dengan penyakit
parotis yang dimediasi imun memiliki kalsifikasi di posterior otot masseter pada
pencitraan CT, dibandingkan dengan hanya satu pasien tanpa penyakit yang
dimediasi imun (P <0,05).
Gambar 3. Rata-rata ukuran kalsifikasi Gambar 4.
berdasarkan lokasi, dibandingkan dengan dimediasi
muskulus masseter. jumlah kals
pada sisi pos
Selama sialendoskopi, delapan dari 13 pasien (61%) memiliki setidaknya
satu sialolith intraductal yang diidentifikasi. Kalkuli duktus parotis dihilangkan
menggunakan laser lithotripsy dengan keranjang pengambilan fragmen (n=1),
pengambilan keranjang endoskopik dibantu sialodochotomy intraoral, atau
parotisotomi transfasial. Untuk semua kasus, sialolith seringkali didapatkan
terletak di anterior atau di sepanjang otot masseter. Sialolith di dalam duktus
parotis utama divisualisasikan pada sialendoskopi pada tiga (42%) pasien dengan
penyakit yang dimediasi imun dan pada lima (83%) pasien tanpa penyakit yang
dimediasi imun. Tidak satu pun dari kalsifikasi parotis pungtata proksimal
posterior ke otot masseter yang divisualisasikan pada sialendoskopi. Tiga pasien
dengan penyakit yang dimediasi imun membutuhkan lebih dari satu prosedur
sialendoskopi untuk sialadenitis berulang (23%). Dua pasien yang tidak memiliki
penyakit yang dimediasi kekebalan (15%) memerlukan beberapa prosedur. Tiga
pasien (23%) yang tidak memiliki temuan adanya batu pada pemeriksaan
sialendoskopi tercatat memiliki stenosis atau striktur sistem duktus parotis; dua
pasien memiliki sindrom Sjogren, satu tanpa penyakit yang dimediasi kekebalan.
DISKUSI
Sebanyak 54% dari kohort ini memiliki gangguan yang dimediasi imun,
pengujian untuk parotitis autoimun dan HIV harus dipertimbangkan pada pasien
dengan kalsifikasi parotis pungtata ganda. Penelitian sebelumnya telah
mengaitkan adanya kalsifikasi pungtata pada sindrom Sjogren dengan degenerasi
kelenjar parotis. Kalsifikasi juga terkait dengan limfoma jaringan limfoid terkait
mukosa parotis pada anak dengan HIV. Ini adalah studi pertama yang
menggambarkan hubungan penyakit HIV dengan beberapa kalsifikasi parotis
pungtata orang dewasa. Penting untuk dicatat bahwa kohort ini memiliki tiga
pasien dengan penyakit yang dimediasi imun yang menunjukkan kalsifikasi
pungtata intraparenkimal dan sialolithiasis obstruktif intraduktal, konsisten
dengan deskripsi sebelumnya. Dikombinasikan dengan laporan tersebut, temuan
kami menunjukkan bahwa kondisi inflamasi kelenjar parotis mempengaruhi aliran
saliva dan dalam kasus tertentu berhubungan dengan pembentukan batu
intraduktal. Etiologi pembentukan kalsifikasi baik di saluran saliva dan di dalam
parenkim kelenjar masih belum jelas. Beberapa teori telah mengusulkan
penghancuran inflamasi asinus saliva menyebabkan pengendapan kalsium awal
dan pembentukan mikrolit. Sebagai alternatif, kalkuli secara teoritis dapat
terbentuk di sekitar nidus di dalam duktus saliva. Pasien dengan sindrom Sjogren
mengalami penurunan aliran saliva dan inflamasi kronis akibat infiltrasi limfosit
yang digerakkan oleh autoantibodi ke dalam kelenjar saliva, yang dapat menjadi
predisposisi presipitasi kalsium di dalam kelenjar parotis dan dalam sistem
duktus. Menariknya, bagaimanapun, tingkat kerusakan kelenjar ludah tidak
berkorelasi dengan pembentukan kalsifikasi, dan kalsifikasi tidak universal pada
pasien sindrom Sjogren. Ada kemungkinan bahwa patofisiologi kalsifikasi
intraparenkim pada penyakit sistemik lainnya, seperti SLE dan HIV, dapat
mengikuti jalur yang sama, di mana sebagian pasien mengalami xerostomia
karena peradangan kelenjar langsung atau sebagai efek dari penurunan produksi
dan aliran saliva.
KESIMPULAN
TELAAH KRITIS
1. Deskripsi Umum
a. Desain : Cohort study
b. Level of evidence :4
c. Jurnal : The Laryngoscope
d. Jumlah referensi : 32 sumber
e. Jumlah halaman : 6 halaman
f. Subjek : 13 pasien yang menjalani sialendoskopi parotis
dengan temuan kalsifikasi multipel
g. Judul : Tepat, lugas dan eksplisit
h. Penulis : Penulis dan institusi asal ditulis dengan jelas
i. Abstrak : Singkat, jelas sesuai dengan isi jurnal
2. Analisis VIA
a. Validity :
i. Apakah kriteria inklusi jelas?
Ya, pasien parotitis kronis yang menjalani sialendoskopi parotis untuk
sialadenitis kronis dan memiliki lebih dari satu kalsifikasi di wilayah
kelenjar parotis.
Ya, faktor yang dapat memengaruhi hasil seperti kondisi klinis penyerta pada
pasien telah diidentifikasi.
Ya, analisis dilakukan dengan uji t dan uji v2, dengan nilai P kurang dari
0,05 yang menunjukkan signifikansi statistik.
b. Importance:
i. Apakah hasil dari penelitian ini?
Tiga belas pasien yang menjalani sialendoskopi parotis memiliki lebih dari
satu kalsifikasi. Tujuh pasien (54%) didiagnosis dengan penyakit yang
dimediasi imun, enam pasien (46%) yang tidak memiliki gangguan yang
dimediasi sistem imunitas Delapan dari 13 pasien (61%) memiliki
setidaknya satu kalkulus yang ditemukan di duktus parotis pada
pemeriksaan sialendoskopi. Empat pasien (38%) memiliki beberapa
kalsifikasi di dalam kelenjar parotis dan semuanya memiliki parotitis
autoimun atau HIV.
Akurasi dilihat dari p value dimana pada penelitian ini p value yang didapatkan <
0,05 yang mana signifikan secara statistik.’
c. Acceptable:
i. Apakah hasilnya dapat diterapkan pada populasi lokal?
Ya, akan tetapi diperlukan penelitian lebih lanjut dikarenakan latar penelitian ini
bertempat di negara Amerika Serikat.
Ya, hasil penelitian ini sesuai dengan bukti ilmiah lain yang juga disebutkan
dalam penelitian ini.
iii. Bagaimana peran dari hasil penelitian ini dalam praktik sehari-hari?
3. Analisis PICO
a. Population :13 pasien parotitis kronis yang menjalani
sialendoskopi parotis dengan temuan kalsifikasi multipel.
b. Intervention :Tidak ada intervensi dalam penelitian ini.
c. Comparison :Tidak ada pembanding dalam penelitian ini.
d. Outcome :Mengkarakterisasi temuan klinis, radiologis, dan
sialedoskopi pada pasien dengan parotitis kronis disertai kalsifikasi parotis
multipel.
4. Tabel Telaah Kritis Studi Kohort