Anda di halaman 1dari 26

Chronic Parotitis With Multiple Calcifications:

Clinical and Sialendoscopic Findings


Disusun Oleh:
Hillarine Vallencia G992003070
Vindy Varanica Sri A G992003153
 
Periode: 18 – 31 Oktober 2021
 
Pembimbing:
Dr. Risya Cilmiaty, drg., M.Si., Sp.KG
PICO
Population: 13 pasien parotitis kronis yang menjalani sialendoskopi parotis dengan
temuan kalsifikasi multipel.

Intervention: Tidak ada intervensi dalam penelitian ini.

Comparison: Tidak ada pembanding dalam penelitian ini

Outcome: Mengkarakterisasi temuan klinis, radiologis, dan sialedoskopi pada pasien


dengan parotitis kronis disertai kalsifikasi parotis multipel.
Pendahuluan
• Penyebab Sialadenitis parotis berulang: sialolitiasis (batu saluran saliva),
sumbatan lendir, dan stenosis saluran, atau gangguan inflamasi seperti parotitis
autoimun.
• Pencitraan ultrasound atau computed tomography (CT) yang dilakukan untuk
mengevaluasi
• Dua jenis kalsifikasi kelenjar ludah yang potensial: 1) sialolitiasis 2) kalsifikasi
intraparenkim
• Kedua jenis kalsifikasi berhubungan dengan pembengkakan dan nyeri kelenjar
ludah
• Sialolitiasis parotis seringkali muncul di segmen utama distal dari duktus Stensen
• Kalsifikasi yang terletak di dalam parenkim kelenjar berbentuk bulat dan seragam.
Pendahuluan
• Tujuan: mengkarakterisasi pasien dengan kalsifikasi parotis multipel, melalui
pemeriksaan sialendoskopi, untuk lebih memahami proses penyakit pada penyakit
terkait kelenjar ludah, batasan terapi sialendoskopi, dan untuk menginformasikan
hasil tatalaksana pasien.
• Menilai: temuan klinis, radiografi, dan hasil pemeriksaan sialendoskopi untuk lebih
menentukan perbedaan antara kalsifikasi saliva intraduktal dengan intraparenkimal
dan membandingkannya secara langsung.
• Kami juga memeriksa respons gejala setelah operasi dengan bantuan sialendoskopi
menggunakan Kuesioner Gejala Sialadenitis Obstruktif Kronis (COSS).
Bahan dan Metode
Bahan dan Metode
Data klinis
• Didapatkan secara retrospektif
• Meninjau riwayat klinis, gambar dan laporan radiografi pra operasi, hasil laboratorium, dan laporan
operasi untuk pasien yang mengalami sialadenitis parotis berulang dan menjalani tindakan
sialendoskopi parotis di University of California, San Francisco antara November 2005 hingga
Januari 2015.
• Studi ini mengumpulkan data klinis termasuk riwayat klinis, pengukuran dari CT dan pemindaian
magnetic resonance imaging (MRI), laporan operasi, dan hasil pasca operasi.
• Hasil pascaoperasi dinilai dengan menggunakan COSS yang diberikan secara retrospektif kepada
pasien yang telah menjalani sialendoskopi.
Gambar 1. Kalsifikasi duktus parotis yang
terletak pada muskulus masseter.
Pemeriksaan computed tomography potongan
aksial pasien dengan kondisi klinis tanpa
dimediasi imun, dengan kalkuli multipel yang
terletak sepanjang duktus parotis dalam 3
posisi: anterior dari masseter, pada masseter,
dan posterior dari masseter.
Gambar 2. Kalsifikasi pungtata intraparenkimal pada kelenjar parotis. (A) Gambaran
CT aksial yang menunjukkan temuan kalsifikasi pungtata yang terletak pada kelenjar
parotis kanan pada pasien dengan sindrom Sjogren (B) Gambaran CT koronal pada
pasien dengan HIV yang menunjukkan gambaran kalsifikasi pungtata pada kelenjar
parotis kiri.
Bahan dan Metode
Teknik Bedah
• Seluruh prosedur sialendoskopi dilakukan di bawah anestesi umum di ruang operasi.
• Selanjutnya, sialendoscope diagnostik semirigid digunakan untuk memeriksa duktus Stensen.
• Jika duktus parotis tidak dapat dikanulasi, atau jika batu yang sangat besar tidak dapat dikeluarkan
melalui papila,
• Untuk perawatan dan pembuangan sialolith, sialendoscope terapeutik
• Pasien diinstruksikan untuk mengikuti perawatan pasca operasi standar dengan hidrasi, terapi
sialogogue, pijat kelenjar, dan pemberian terapi antibiotik.
Hasil
Hasil
• 13 pasien parotitis kronis dengan lebih dari satu kalsifikasi di wilayah
kelenjar parotis pada pencitraan CT atau MRI pra operasi.
• Tiga (23%) memiliki parotitis autoimun
• Satu (8%) menderita lupus eritematosus sistemik (SLE) dan sindrom
Sjogren
• Satu (8%) memiliki peningkatan antibodi antinuklear (ANA).
• Dua pasien (15%) terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV)-
positif; salah satunya juga memiliki penyakit ginjal kronis.
• Enam pasien yang tersisa (46%) tidak memiliki riwayat atau bukti
penyakit yang dimediasi kekebalan atau penyakit menular.
Tabel 1. Tabel Deskriptif Perbedaan Pasien dengan Penyakit Dimediasi Imun dan
dengan Penyakit yang Tidak Dimediasi Imun.

Mercury is the closest planet to the Sun


and the smallest one in the Solar
System—it’s only a bit larger than our
OUR COMPANY Moon. The planet’s name has nothing
to do with the liquid metal since it was
named after the Roman messenger god,
Mercury
Hasil
• Selama sialendoskopi, delapan dari 13 pasien (61%) memiliki
setidaknya satu sialolith intraductal yang diidentifikasi.
• Untuk semua kasus, sialolith seringkali didapatkan terletak di anterior
atau di sepanjang otot masseter.
• Sebuah survei COSS pasca operasi diselesaikan oleh sembilan dari 13
pasien (69%). Lima pasien tanpa penyakit yang dimediasi kekebalan
menyelesaikan survei; semuanya melaporkan resolusi penuh
berdasarkan skor survei COSS mereka
• Empat pasien dengan HIV atau parotitis autoimun menyelesaikan
survei, dua di antaranya melaporkan resolusi gejala penuh
Diskusi dan Kesimpulan
Diskusi
• Studi menjelaskan dua jenis kalsifikasi parotis yang berbeda terkait dengan sialadenitis:
1. Sialolitiasis atau kalkuli obstruktif yang umumnya soliter, lebih besar dari 2 mm, dan
ditemukan di dalam duktus parotis utama yang terletak di anterior atau di sepanjang otot
masseter; dan
2. Kalsifikasi intraparenkim yang ditandai dengan lesi pungtata berukuran kurang dari 2 mm
yang terletak di posterior masseter, yang dapat dikaitkan dengan gangguan inflamasi saliva
dan gejala sialadenitis kronis.

• Dalam penelitian ini, kalsifikasi parotis multipel jarang terjadi, yang dilaporkan pada 7%
hingga 14% kasus sialolitiasis.
Diskusi
• Lokasi dan ukuran kalsifikasi pada pencitraan pra operasi dapat memberikan informasi
prognostik
• Kehadiran beberapa kalsifikasi parotis intraparenkimal menunjukkan potensi proses penyakit
inflamasi sistemik.
• Pasien harus diskrining dan diobati untuk kemungkinan penyebab autoimun atau infeksi
sialadenitis
• Kalsifikasi pungtata di dalam kelenjar tidak terlihat pada sialendoskopi, tetapi pasien mungkin
mengalami stenosis duktus atau striktur yang berhubungan dengan penyakit inflamasi parotis
• Survei pasca operasi menunjukkan tingginya tingkat gejala persisten dan berulang.
Diskusi
• Sebanyak 54% dari kohort ini memiliki gangguan yang dimediasi imun, pengujian untuk
parotitis autoimun dan HIV harus dipertimbangkan pada pasien dengan kalsifikasi parotis
pungtata ganda.
• Pasien dengan penyakit yang dimediasi imun yang menunjukkan kalsifikasi pungtata
intraparenkimal dan sialolithiasis obstruktif intraduktal
• Etiologi pembentukan kalsifikasi baik di saluran saliva dan di dalam parenkim kelenjar masih
belum jelas.
• Pasien dengan sindrom Sjogren mengalami penurunan aliran saliva dan inflamasi kronis
akibat infiltrasi limfosit yang digerakkan oleh autoantibodi ke dalam kelenjar saliva
• Tingkat kerusakan kelenjar ludah tidak berkorelasi dengan pembentukan kalsifikasi,
Diskusi
• Diagnosis banding dari kalsifikasi parotis termasuk kalsifikasi yang berhubungan dengan
tumor parotis seperti pleomorphic adenoma, adenoma, adenocarcinoma, salivary duct
carcinoma, mukosa-associated lymphoid tissue lymphoma, mucoepidermoid carcinoma,
pilomatrixoma, dan metastatic thyroid carcinoma.
• Kalsifikasi telah terlihat dalam hubungan dengan phlebolith dalam malformasi vena,
hemangioma, dan dengan penyakit menular yang mempengaruhi parotis seperti tuberkulosis
dan gondok.
• Teknik sialendoskopi termasuk pelebaran saluran dan irigasi steroid topikal dikaitkan dengan
perbaikan gejala parsial tetapi tidak lengkap pada pasien dengan sialadenitis inflamasi
dengan kalsifikasi intraparenkim pungtata.
Kesimpulan
• Kehadiran beberapa kalsifikasi parotis pada pasien dengan sialadenitis kronis jarang
terjadi.
• Sialendoskopi menegaskan bahwa kalsifikasi pungtata intraparenkimal tidak berada di
dalam saluran saliva primer atau sekunder dan tidak dapat dihilangkan dengan
sialendoskopi.
• Pasien dengan suspek sialadenitis kronis inflamasi, pengujian antibodi sindrom Sjogren,
ANA, penanda inflamasi, dan HIV harus dipertimbangkan.
• Pasien dengan penyakit parotis yang dimediasi imun melaporkan tingkat gejala persisten
yang lebih tinggi setelah sialendoskopi.
Telaah Kritis
Deskripsi Umum
Desain : Cohort study
Level of evidence :4
Jurnal : The Laryngoscope
Jumlah referensi : 32 sumber
Jumlah halaman : 6 halaman
Subjek : 13 pasien yang menjalani sialendoskopi parotis dengan
temuan kalsifikasi multipel
Judul : Tepat, lugas dan eksplisit
Penulis : Penulis dan institusi asal ditulis dengan jelas
Abstrak : Singkat, jelas sesuai dengan isi jurnal
Analisis VIA

Validity

i. Apakah kriteria inklusi jelas?


Ya, pasien parotitis kronis yang menjalani sialendoskopi parotis untuk sialadenitis kronis dan memiliki lebih dari satu
kalsifikasi di wilayah kelenjar parotis.

ii. Apakah subyek dan latar penelitian jelas?


Ya, pasien parotitis kronis yang menjalani sialendoskopi parotis pada University of California, San Francisco antara
November 2005 hingga Januari 2015 untuk sialadenitis kronis dan memiliki lebih dari satu kalsifikasi di wilayah
kelenjar parotis.

iii. Apakah pengukuran paparan dengan metode yang jelas?


Tidak, tidak ada paparan yang diukur pada penelitian ini.

iv. Apakah kriteria yang digunakan untuk pengukuran kondisi objektif?


Tidak, kriteria yang digunakan bersifat subjektif.
Analisis VIA

Validity

v. Apakah faktor yang memengaruhi diidentifikasi?


Ya, faktor yang dapat memengaruhi hasil seperti kondisi klinis penyerta pada pasien telah diidentifikasi.

vi. Apakah disebutkan strategi untuk mengatasi faktor tersebut?


Ya, dilakukan strategi-strategi seperti penerapan kriteria inklusi, dan analisis terkait faktor-faktor tersebut.

vii. Apakah hasil diukur dengan metode yang valid?


Hasil diukur berdasarkan temuan klinis, radiologis, dan pada pemeriksan sialedoskopi pasien. Selain itu, kondisi
klinis yang menyertai pasien disertakan. Penilaian tingkat resolusi penyakit pasien dinilai dengan kuesioner COSS.

viii. Apakah dilakukan metode analisis yang sesuai?


Ya, analisis dilakukan dengan uji t dan uji v2, dengan nilai P kurang dari 0,05 yang menunjukkan signifikansi
statistik.
Analisis VIA

Importance

i. Apakah hasil dari penelitian ini?


Tiga belas pasien yang menjalani sialendoskopi parotis memiliki lebih dari satu kalsifikasi. Tujuh pasien (54%)
didiagnosis dengan penyakit yang dimediasi imun, enam pasien (46%) yang tidak memiliki gangguan yang
dimediasi sistem imunitas Delapan dari 13 pasien (61%) memiliki setidaknya satu kalkulus yang ditemukan di duktus
parotis pada pemeriksaan sialendoskopi. Empat pasien (38%) memiliki beberapa kalsifikasi di dalam kelenjar parotis
dan semuanya memiliki parotitis autoimun atau HIV.

ii. Seberapa akurat hasilnya?


Akurasi dilihat dari p value dimana pada penelitian ini p value yang didapatkan < 0,05 yang mana signifikan secara
statistik.’
 
iii. Apakah anda percaya dengan hasilnya?
Ya, karena ditunjang dengan data dari penelitian lain.
Analisis VIA

Acceptable

i. Apakah hasilnya dapat diterapkan pada populasi lokal?


Ya, akan tetapi diperlukan penelitian lebih lanjut dikarenakan latar penelitian ini bertempat di negara Amerika
Serikat.

ii. Apakah hasilnya sesuai dengan bukti ilmiah lain?


Ya, hasil penelitian ini sesuai dengan bukti ilmiah lain yang juga disebutkan dalam penelitian ini.

iii. Bagaimana peran dari hasil penelitian ini dalam praktik sehari-hari?
Semakin meningkatkan kesadaran dan ilmu mengenai parotitis yang umum didapatkan di masyarakat disekitar kita.
Dapat digunakan untuk penerapan penentuan tatalaksana terutama pada pasien yang disertai dengan penyakit lain,
baik yang dimediasi oleh sistem imun maupun tidak, dan pentingnya melakukan terapi dini kondisi infeksi untuk
mencegah terjadinya perburukan parotitis kronis.
Tabel Telaah Kritis Studi
Kohort

Anda mungkin juga menyukai