Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMBERIAN OKSIGEN

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis

Disusun Oleh:

Noviyandra Salsa Nabila

C.0105.18.045

PENDIDIKAN NERS A DAN B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI

Jalan Kerkof No. 243, Leuwigajah. Cimahi Selatan, Cimahi 40532

2022
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN

Oksigen merupakan gas yang sangat vital dalam kelangsungan hidup sel

dan jaringan tubuh karena oksigen diperlukan untuk proses metabolisme tubuh

secara terus menerus. Oksigen diperoleh dari atmosfer melalui proses bernapas.

Di atmosfer, gas selain oksigen juga terdapat karbon dioksida, nitrogen, dan

unsur-unsur lain seperti argon dan helium (Tarwoto & Wartonah, 2015).

Pemenuhan kebutuhan oksigenasi tubuh sangat ditentukan oleh

adekuatnya system pernafasan, system kardiovaskuler, dan system hematologi.

System pernafasan atau respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan oksigen

untuk kelangsungan metabolism sel-sel tubuh dan pertukaran gas. System

kardiovaskuler berperan dalam proses transportasi oksigen melalui aliran darah

dan system hematologi yaitu sel darah merah yang sangat berperan dalam

oksigenasi karena di dalamnya terdapat hemoglobin yang mampu mengikat

oksigen (Tarwoto & Wartonah, 2015).

Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang

digunakan untuk kelangsungan metabolism sel tubuh, mempertahankan hidup dan

aktivitas berbagai organ atau sel (Alimul, 2009). Kebutuhan tubuh terhadap

oksigen merupakan kebutuhan yang sangat mendasar dan mendesak. Tanpa

oksigen dalam waktu tertentu, sel tubuh akan mengalami kerusakan yang menetap

dan menimbulkan kematian. Otak merupakan organ yang sangat sensitif terhadap

kekurangan oksigen. Otak masih mampu menoleransi kekurangan oksigen antara

tiga sampai lima menit. Apabila kekurangan oksigen berlangsung lebih dari lima
menit, dapat terjadi kerusakan sel otak secara permanen (Kozier dan Erb dalam

Asmadi 2008).

B. PROSES OKSIGENASI

Menurut Alimul Hidayat 2009 mengatakan proses pemenuhan kebutuhan

oksigenasi tubuh terdiri atas tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi gas, dan transportasi

gas.

1) Ventilasi

Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke

dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi dipengaruhi oleh

beberapa hal, yaitu:

a) Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi

tempat maka tekanan udara semakin rendah, demikian sebaliknya,

semakin rendah tempat tekanan udara semakin tinggi.

b) Adanya kemampuan toraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan

ekspansi atau kembang kempis.

c) Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri

atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem

saraf otonom (terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan

relaksasi sehingga vasodilatasi dapat terjadi, kerja saraf parasimpatis dapat

menyebabkan kontraksi sehingga vasokontriksi atau proses penyempitan

dapat terjadi).

d) Refleks batuk dan muntah

e) Adanya peran mukus siliaris sebagai barier atau penangkal benda asing

yang mengandung interveron dan dapat mengikat virus. Pengaruh proses

ventilasi selanjutnya adalah complience dan recoil. Complience


merupakan kemampuan paru untuk mengembang. Kemampuan ini

dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu adanya surfaktan yang terdapat

pada lapisan alveoli yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan

adanya sisa udara yang menyebabkan tidak terjadinya kolaps serta

gangguan toraks. Surfaktan diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli

dan disekresi saat kita menarik napas, sedangkan recoil adalah

kemampuan mengeluarkan CO2 atau kontraksi menyempitnya paru.

Apabila complience baik namun recoil terganggu, maka CO2 tidak dapat

keluar secara maksimal. Pusat pernapasan, yaitu medula oblongata dan

pons, dapat memengaruhi proses ventilasi, karena CO2 memiliki

kemampuan merangsang pusat pernapasan. Peningkatan CO2 dalam batas

60 mmHg dapat merangsang pusat pernapasan dan bila pCO2 kurang dari

sama dengan 80 mmHg dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan.

2) Difusi Gas

Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler

paru dan CO2 di kapiler alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi/

permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan interstitial (keduanya dapat

memengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan), perbedaan

tekanan dan konsentrasi O2 (hal ini sebagaimana O2 dari alveoli masuk ke

dalam darah oleh karena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi dari

tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis masuk dalam darah secara difusi),

pCO2 dalam arteri pulmonalis akan berdifusi ke dalam alveoli, dan afinitas

gas (kemampuan menembus dan saling mengikat hemoglobin).

3) Transportasi Gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan

tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi, O2 akan

berikatan dengan Hb membentuk oksihemoglobin (97%) dan larut dalam

plasma (3%), sedangkan CO2 akan berikatan dengan Hb membentuk

karbominohemoglobin (30%), larut dalam plasma (5%), dan sebagian menjadi

HCO3 yang berada dalam darah (65%). Transportasi gas dapat dipengaruhi

oleh beberapa faktor, yaitu curah jantung (cardiac output), kondisi pembuluh

darah, latihan (exercise), perbandingan sel darah dengan darah secara

keseluruhan (hematokrit), serta eritrosit dan kadar Hb. (Alimul Hidayat,

2009).

C. TERAPI OKSIGENASI

Terapi oksigen pertama kali dipakai dalam bidang kedokteran pada tahun

1800 oleh Thomas Beddoes, kemudian dikembangkan oleh Alvan Barach pada

tahun 1920 untuk pasien dengan hipoksemia dan penyakit paru obstrukif kronik.

Terapi oksigen adalah pemberian oksigen lebih dari udara atmosfer atau FiO2 >

21%. Tujuan terapi oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan

mencegah asidosis respiratorik, mencegah hipoksia jaringan, menurunkan kerja

napas dan kerja otot jantung, serta memperthankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2

> 90%. (Tarwoto & Wartonah, 2015).

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), Pemberian oksigen atau terapi

oksigen dapat dilakukan melalui metode berikut ini :

1. Sistem aliran rendah Pemberian oksigen dengan mengggunakan system ini

ditujukan pada pasien yang membuthkan oksigen tetapi masih mampu

bernapas normal. Contih pemberian oksigen dengan aliran rendah adalah

sebagai berikut:
a. Nasal kanula, diberikan dengan kontinu aliran 1-6 liter/menit dengan

konsentrasi oksigen 24-44%.

1) Keuntungan : toleransi klien baik, pemasangannya mudah, klien bebas

untuk makan dan minum, harga lebih murah (Asmadi, 2008).

2) Kerugian : mudah lepas, tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen

lebih dari 44%, suplai oksigen berkurang bila klien bernapas dari

mulut, mengiritasi selaput lender, nyeri sinus (Asmadi, 2008).

b. Sungkup muka sederhana (simple mask), diberikan kontinu atau selang-

seling 5-10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40- 60%.

1) Keuntungan : konsentrasi oksigen yang diperoleh lebih tinggi dari

nasal kanula, system humidifikasi dapat ditingkatkan (Asmadi, 2008).

2) Kerugian : umumnya tidak nyaman bagi klien, membuat rasa panas,

sehingga mengiritasi mulut dan pipi, aktivitas makan dan bicara

terganggu, dapat menyebabkan mual dan muntah sehingga dapat

menyebabkan aspirasi, jika aliran rendah dapat menyebabkan

penumoukan karbondioksida (Asmadi, 2008).

c. Sungkup muka dengan kantong rebreathing

Sungkup ini memiliki kantong yang terus mengembang baik pada saat

inspirasi dan ekspirasi. Pada saat pasien inspirasi, oksigen masuk dari

sungkup melalui lubang antara sungkup dan kantong reservoir, ditambah

oksigen dari udara kamar yang masuk dalam lubang ekpirasi pada

kantong. Aliran oksigen 8- 12 liter/menit, dengan konsentrasi 60- 80%.

1) Keuntungan: konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka

sederhana, tidak mengeringkan selaput lender (Asmadi, 2008).


2) Kerugian: kantong oksigen bisa terlipat, menyebabkan penumpukan

oksigen jika aliran lebih rendah (Asmadi, 2008).

d. Sungkup muka dengan kantong non-rebreathing

Sungkup ini mempunyai 2 katup; 1 katup terbuka pada saat inspirasi

dan tertutup pada saat ekspirasi, dan 1 katup yang fungsinya mencegah

udara kamar masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat

ekspirasi. Pemberian oksigen dengan aliran 10-12 liter/menit, konsentrasi

oksigen 80-100%.

1) Keuntungan : konsentrasi oksigen yang diperoleh hampir 100% karena

adanya katup satu arah antara kantong dan sungkup sehingga kantong

mengandung konsentrasi oksigen yang tinggi dan tidak tercampur

dengan udara ekspirasi, dan tidak mengeringkan selaput lender

(Asmadi, 2008).

2) Kerugian : kantong oksigen bisa terlipat, berisiko untuk terjadinya

keracunan oksigen, serta tidak nyaman bagi klien (Asmadi, 2008).

2. Sistem Aliran Tinggi

Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan FiO2 lebih stabil

dan tidak terpengaruh oleh tipe pernapasan, sehingga dapat menambah

konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur. Contoh dari system aliran

tinggi adalah dengan ventury mask atau sungkup muka dengan ventury

dengan aliran sekitar 2-15 liter/menit. Prinsip pemberian oksigen dengan

ventury adalah oksigen yang menuju sungkup diatur dengan alat yang

memungkinkan konsentrasi dapat diatur sesuai dengan warna alat, misalnya:

warna biru 24%, putih 28%, jingga 31%, kuning 35%, merah 40%, dan hijau

60%. (Tarwoto & Wartonah, 2015).


D. Faktor – faktor yang mempengaruhi fungsi pernafasan

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) banyak faktor yang mempengaruhi

fungsi pernafasan misalnya yang berkaitan dengan kemampuan ekspansi paru dan

diafragma, kemampuan transportasi atau perfusi. Faktor – faktor tersebut

diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Posisi tubuh

Pada keadaan duduk atau berdiri pengembangan paru dan pergerakan

diafragma lebih baik dari pada posisi datar atau tengkurap sehingga

pernafasan lebih mudah. Ibu hamil atau tumor abdomen dan makan sampai

kenyang akan menekan diafragma ke atas sehingga pernafasan lebih cepat.

2. Lingkungan

Oksigen di atmosfer sekitar 21 %, namun keadaan ini tergantung dari

tempat atau lingkungannya, contohnya : pada tempat yang tinggi, dataran

tinggi, dan daerah kutub akan membuat kadar oksigen menjadi kurang, maka

tubuh akan berkompentensasi dengan meningkatkan jumlah pernafasan.

Lingkungan yang panas juga akan meningkatkan pengeluaran oksigen.

3. Polusi udara

Polusi udara yang terjadi baik karena industry maupun kendaraan

bermotor berpengaruh terhadap kesehatan paru-paru dan kadar oksigen karena

mengandung karbon monoksida yang dapat merusak ikatan oksigen dengan

hemoglobin.

4. Zat allergen

Beberapa zat allergen dapar mempengaruhi fungsi pernafasan, seperti

makanan, zat kimia, atau benda sekitar yang kemudian merangsang membrane
mukosa saluran pernafasan sehingga mengakibatkan vasokontriksi atau

vasodilatasi pembuluh darah, seperti pada pasien asma.

5. Gaya hidup dan kebiasaan

Kebiasaan merokok dapat menyebabkan penyakit pernafasan seperti

emfisema, bronchitis, kanker, dan infeksi paru lainnya. Penggunaan alcohol

dan obat-obatan mempengaruhi susunan saraf pusat yang akan mendepresi

pernafasan sehingga menyebabkan frekwensi pernafasan menurun.

6. Nutrisi

Nutrisi mengandung unsure nutrient sehingga sumber energy dan untuk

memperbaiki sel-sel yang rusak. Protein berperan dalam pembentukan

hemoglobin yang berfungsi mengikat oksigen untuk disebarkan ke seluruh

tubuh. Jika hemoglobin berkurang atau anemia, maka pernafasan akan lebih

cepat sebagai kompensasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.

7. Peningkatan aktivitas tubuh

Aktivitas tubuh membutuhkan metabolism untuk menghasilkan energy.

Metabolism membutuhkan oksigen sehingga peningkatan metabolism akan

meningkat kebutuhan lebih banyak oksigen.

8. Gangguan pergerakan paru

Kemampuan pengembangan paru juga berpengaruh terhadap kemampuan

kapasitas dan volume paru. Penyakit yang mengakibatkan gangguan

pengembangan paru di antaranya adalah pneumotoraks dan penyakit infeksi

paru menahun.

9. Obstruksi saluran pernafasan

Obstruksi saluran pernafasan seperti pada penyakit asma dapat

menghambat aliran udara masuk ke paru-paru.


Menurut Alimul Hidayat (2009) mengatakan faktor – faktor yang mempengaruhi

kebutuhan oksigenasi sebagai berikut:

1. Saraf otonomik

Rangsangan meningeal dan parasimpatik dari saraf otonomis dapat

mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan konstruksi. Hal ini dapat

terlihat simpatis maupun parasimpatis. Ketika terjadi rangsangan, ujung saraf

dapat mengeluarkan neurotransmitter (untuk simpais dapat mengeluarkan

noradrenalin yang berpengaruh pada bronkodilatasi dan untuk parasimpatis

mengeluarkan asetikolin yang berpengaruh pada bronkhokontriksi). Karena

pada saluran pernafasan terdapat reseptor adrenergic dan reseptor koligenik.

2. Hormone dan obat

Semua hormone termasuk derivate catecholamise dapat melebarkan

saluran pernafasan. Obat yang tergolong parasimpatis, seperti sulfas atropine

dan ekstrak belladonna, dapat melebarkan saluran pernafasan. Sedangkan obat

yang menghambat adregenik tipe beta (khususnya beta-2), seperti obat yang

tergolong penyakat beta nonselektif, dapat memepersempit saluran pernafasan

(Bronkhokontriksi).

3. Alergi pada saluran pernafasan

Banyak faktor yang dapat menimbulkan alergi, antara lain debu yang

terdapat dalam hawa pernafasan, bulu binatang, serbuk benang sari bunga,

kapuk, makanan, dan lain-lain. Faktor – faktor ini menyebabkan bensin bila

terdapat rangsangan di daerah nasal: batuk bila di saluran pernafasan bagian

atas, bronkhokotriksi pada asma bronkhiale dan rhinitis bila terdapat di saluran

pernafasan bagian bawah.


4. Perkembanga

Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan

oksigenasi, karena usia organ dalam tubuh berkembang seiring usia

perkembangan. Hal ini dapat terlihat pada bayi usia premature, yaitu adanya

kecenderungan kekurangan pembentukan surfaktan. Setelah anak tumbuh

dewasa, kemampuan kematangan organ juga berkembang seiring

bertambahnya usia.

5. Lingkungan

Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen seperti faktor

alergi, ketinggian tanah, dan suhu. Kondisi tersebut mempengaruhi

kemampuan adaptasi.

E. ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS: Faktor predisposisi Pola nafas
- Dispnea tidak aktif
- Ortopnea Edema, spasme
DO: bronkus, peningkatan
- Penggunaan otot sectret bronkialus
bantu pernafasan
- Fase ekspirasi Obstruksi bronkialus

memanjang awal fase ekspirasi

- Pola nafas
abnormal Udara terperangkap

- Pernafasan dalam alveolus

cuping hidung
Sesak nafas/nafas
pendek

Pola nafas tidak efektif


2 DS: Faktor predisposisi Gangguan
- Dispnea pertukaran gas
- Pusing Edema, spasme
- Penglihatan bronkus, peningkatan
kabur sectret bronkialus
DO:
- PCO2 meningkat Obstruksi bronkialus

atau menurun awal fase ekspirasi

- PO2 menurun
- Takikardia Udara terperangkap

- PH artri dalam alveolus

meningkat
PaO2 rendah
- Bunyi nafas
PaCO2 tinggi
tambahan
- Sianosis
Gangguan pertukaran
- Diforesis
gas
- Gelisah
- Nafas cuping
hidung
- Warna kulit
abnormal
- Kesadaran
menurun
3 DS: Faktor predisposisi Bersihan jalan
- Dispnea nafas tidak
- Sulit bicara Edema, spasme efektif
- Ortopnea bronkus, peningkatan
DO: sectret bronkialus
- Batuk tidak
efektif Bersihan jalan nafas

- Tidak mampu tidak efektif

batuk
- Sputum berlebih
- Mengi, wheezing
dan/atau ronkhi
kering
- Gelisah
- Sianosis
- Pola nafas
berubah
- Frekuensi nafas
berubah
4 DS: PaO2 rendah Gangguan pola
- Mengeluh sulit PaCO2 tinggi tidur
tidur
- Mengeluh pola Gangguan
tidur berubah metabolisme jaringan
- Mengeluh
istirahat tidak Metabolisme anaerob

cukup
- Mengeluh Produksi ATP

kemampuan menurun

aktivitas
Defisit energi
menurun
DO: -
Lelah, lemah

Gangguan pola tidur


5 DS: PaO2 rendah Intoleransi
- Mengeluh lelah PaCO2 tinggi aktifitas
- Dispnea
saat/setelah Gangguan
aktivitas metabolisme jaringan
- Merasa tidak
nyaman setelah Metabolisme anaerob

aktivitas
- Merasa lemah Produksi ATP
DO: menurun
- Frekuensi
jantung Defisit energi
meningkat >20%
dari kondisi Lelah, lemah

istirahat
- Tekanan darah
berubah >20%
dari kondisi
istirahat
- Gambaran EKG
menunjukan
aritmia saat
setelah aktivitas
- Sianosis

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak aktif b.d dispnea

2. Gangguan pertukaran gas b.d PCO2 meningkat dan PO2 menurun

3. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sputum berlebih

4. Gangguan pola tidur b.d kemampuan aktivitas menurun

5. Intoleransi aktivitas b.d dispnea saat setelah aktivitas

G. INTERVENSI KEPERAWATAN

No DX.KEP TUJUAN INTERVENSI

1 Pola nafas Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas

tidak aktif tindakan keperawatan Observasi

selama 3x24 jam maka 1. Monitor pola nafas

diharapkan pola nafas (frekuensi, kedalaman,

tidak efektif membaik


dengan kriteria hasil: usaha nafas)

- Klien tidak 2. Monitor bunyi nafas


mengeluh
tambahan
Dispnea
3. Monitor sputum
- Tidak
menggunaan Terapeutik
otot bantu
1. Pertahanan kepatenan
pernafasan
jalan nafas dengan
- Pola nafas
normal head-tilt and chin-lift
- Pernafasan
2. Posisikan semi fouler
normal
atau fouler

3. Berikan minum hangat

4. Lakukan fisioterapi

dada

5. Lakukan penghisapan

lendir kurang dari 15

detik

6. Lakukan

hiperoksigenasi

sebelum penghisapan

enotrakial

7. Keluarkan sumbatan

benda padat dengan

forsep McGill

8. Berikan oksigen

Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan

2000 ml.hari

2. Ajarkan batuk efektif

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian

bronkodilator,

ekspektoran, mukolitik

2. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan respirasi

pertukaran tindakan keperawatan Observasi

gas selama 3x24 jam maka 1. Monitor frekuensi,

diharapkan gangguan irama, kedalaman dan

pertukaran gas bisa upaya nafas

teratasi dengan kriteria 2. Monitor pola nafas

hasil: 3. Monitor kemampuan

- Klien tidak batuk efektif

mengeluh 4. Monitor adanya

dispnea produksi sputum

- Pusing 5. Monitor adanya

berkurang sumbatan jalan nafas

- Penglihatan 6. Palpasi kesimetrisan


normal
ekspansi paru
- PCO2 normal
7. Auskultasi bunyi nafas
- PO2 normal
- PH artri normal 8. Monitor saturasi
- Tidak ada
oksigen
bunyi nafas
Terapeutik
tambahan
- Gelisah 1. Atur interval
berkurang
pemantauan respirasi
- Warna kulit
sesuai kondisi pasien
normal
- Kesadaran 2. Dokumentasikan hasil
meningkat
pemantauan

Edukasi

1. Informasikan hasil

pemantauan

3 Bersihan Setelah dilakukan Latihan batuk efektif

jalan nafas tindakan keperawatan Observasi

tidak efektif selama 3x24 jam maka 1. Identifikasi

diharapkan bersihan kemampuan batuk

jalan nafas tidak 2. Monitor adanya retensi

efektif bisa teratasi, 3. Monitor tanda dan

dengan kriteria hasil: gejala infeksi saluran

nafas
- Klien tidak
4. Monitor output dan
mengeluh
Dispnea input cairan

- Klien mampu Terapeutik


berbicara
1. Atur posisi powler atau
seperti biasa
- Batuk semi powler

berkurang 2. Pasang perlak dan


- Sputum
bengkok dipangkuan
berkurang
- Tidak ada suara pasien

tambahan 3. Buang sekret pada


seperti Mengi,
wheezing tempat sputum
dan/atau ronkhi
Edukasi
kering
1. Jelaskan tujuan dan
- Tidak Gelisah
- Tidak Sianosis prosedur batuk efektif
- Pola nafas
2. Anjurkan tarik nafas
normal
dalam melalui hidung
- Frekuensi nafas
normal selama 4 detik, ditahan

selama 2 detik,

kemudian keluarkan

melalui mulut dengan

bibir memucu

(dibulatkan) selama 8

detik

3. Anjurkan mengulangi

tarik nafas dalam

hingga 3 kali

4. Anjurkan batuk dengan

kuat langsung setelah

tarik nafas dalam yang

ke-3

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian

mukolitik atau

ekspektoran, jika perlu

4 Gangguan Setelah dilakukan Dukungan tidur


pola tidur tindakan keperawatan Observasi

selama 3x24 jam maka 1. Identivikasi pola

diharapkan gangguan aktivitas dan tidur

pola tidur dapat 2. Identifikasi faktor

teratasi dengan kriteria pengganggu tidur

hasil: 3. Identifikasi makanan

- Klien tidak dan minuman yang


mengeluh sulit
mengganggu tidur
tidur
4. Identifikasi obat tidur
- Klien tidak
mengeluh pola yang dikonsumsi
tidur berubah
Terapeutik
- istirahat
1. Modifikasi lingkungan
tercukupi
- aktivitas 2. Batasi waktu tidur
meningkat
siang

3. Fasilitasi

menghilangkan stres

sebelum tidur

4. Tetapkan jadual tidur

rutin

5. Lakukan prosedur

untuk meningkatkan

kenyamanan

Edukasi

1. Jelaskan pentingnya

tidur cukup selama


sakit

2. Anjurkan menepati

kebiasaan waktu tidur

5 Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energi

aktivitas tindakan keperawatan Observasi

selama 3x24 jam 1. Identifikasi gangguan

kmaka diharapkan fungsi tubuh yang

intoleransi aktivitas mengakibatkan

meningkat dengan kelelahan

kriteria hasil: 2. Monitor kelelahan fisik

- Klien tidak lagi dan emosional


mengeluh lelah
3. Monitor pola dan jam
- Klien tidak
tidur
mengeluh
dispnea 4. Monitor lokasi dan
saat/setelah
ketidaknyamanan
aktivitas
selama melakukan
- Merasa
nyaman setelah aktivitas
aktivitas
Terapeutik
- Frekuensi
1. Sediakan lingkungan
jantung normal
- Tekanan darah nyaman dan rendah
normal
stimulus
- Gambaran
2. Lakukan latihan
EKG
menunjukan rentang gerak pasif
tidak ada
dan/atau aktif
gangguan
dalam 3. Berikan aktivitas
pernafasan
distraksi yang

menenangkan

4. Fasilitasi duduk disisi

tempat tidur, jika tidak

dapat berpindah atau

berjalan

Edukasi

1. Anjurkan tirah baring

2. Anjurkan melakukan

aktivitas secara

bertahap

3. Ajarkan strategi koping

untuk mengurangi

kelelahan

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan

ahli gizi tentang cara

meningkatkan asupan

makanan

Anda mungkin juga menyukai