Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PROFESI PADA NY. S DENGAN MASALAH


KEPERAWATAN SISTEM REPRODUKSI

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek

Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh :

CASTIRIH

20317018

Pembimbing

PROGRAM STUDY PROFESI NERS KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) YATSI TANGERANG

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam
mengelolah ketuban pecah dini akan membawa akibat meningkatnya angka morbilditas
dan mortalitas ibu maupun bayi. Kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan
insedensi bedah cesar dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insedensi
chorioamnionitis atau infeksi pada air ketuban (Nugroho, 2010).
Ketuban pecah dini didefenisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami
ketuban pecah dini (Sarwono, 2010).
Salah satu faktor yang penting dalam tingginya tingkat kematian maternal negara
berkembang adalah faktor-faktor pelayanan kesehatan. Penanganan yang kurang tepat
atau memadai terutama dalam kasus patologi 1-2 ibu bersalin dengan ketuban pecah dini,
seperti terkenanya virus atau infeksi air ketuban. Oleh karena itu diperlukan upaya
peningkatan cara penanganan dan peningkatan kinerja yang memadai (Hakimi, 2010).
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan atau sebelum
inpartu pada pembukaan < 4 cm (fase laten). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktu melahirkan (Joseph, 2010).
KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan,
dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang
kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek,
bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan respiration
dystress syndrome atau gangguan pernapasan bayi baru lahir karena belum matang fungsi
paru (Nugroho, 2010).
Kejadian KPD yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan meningkatnya
mortalitas dan morbiditas pada ibu dan janin (Martaadisoebrata D., 2013).
Angka Kematian Ibu (AKI) menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2014 adalah sebesar 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup yang mana
angka tersebut belum memenuhi target RPJMN sebesar 306 kematian per 100.000
kelahiran hidup (Kemenkes RI 2014; Kemenkes RI 2015), sedangkan pada kematian
neonatus,KPD menjadi faktor risiko dengan presentase sebesar 17,9% (Achadi dan Jones
2014). Angka Kematian Neonatus (AKN) di Indonesia tahun 2012 ada sebanyak 19
kematian per 1000 kelahiran hidup, angka ini sama dengan AKN berdasarkan SDKI 2007
yang mana hanya menurun 1 poin dibandingkan SDKI tahun 2002-2003 (Kemenkes RI
2016). Peran perawat pada asuhan keperawatan selama persalinan dan kelahiran dalam
kompetensi keperawatan yaitu dengan memberikan asuhan keperawatan yang bermutu,
tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin suatu persalinan
yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan untuk mengoptimalkan
kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir (Nugroho, 2010).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deinisi Ketuban Pecah Dini


Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan.
Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah
dini pada kehamilan prematur. Dalam keadaan normal 8-10 % perempuan hamil aterm
akan mengalami ketuban pecah dini (Saifuddin, 2014).
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi
proses persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu
(Ida Ayu, 2010). KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi
pada saat akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya (Nugroho, 2010).
Ketuban pecah dinyatakan dini jika terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu.
Suatu proses infeksi dan peradangan dimulai di ruangan yang berada diantara amnion
korion (Joseph, 2010). Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ketuban
pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat
terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm
adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD
yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.
B. Etiologi
Ketuban Pecah Dini Menurut Manuaba (2013), penyebab ketuban pecah dini antara lain :
1. Servik inkompeten (penipisan servikx) yaitu kelainan pada servik uteri dimana
kanalis servikalis selalu terbuka.
2. Ketegangan uterus yang berlebihan, misalnya pada kehamilan ganda dan hidroamnion
karena adanya peningkatan tekanan pada kulit ketuban di atas 6 ostium uteri internum
pada servik atau peningkatan intra uterin secara mendadak.
3. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetic.
4. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten.
a. Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi
b. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan
morbiditas janin
c. Komplikasi ketuban pecah dini makin meningkat
5. Kelainan letak janin dalam rahim, misalnya pada letak sunsang dan letak lintang,
karena tidak ada bagan terendah yang menutupi pintu atas panggul yang dapat
menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah. kemungkinan kesempitan
panggul, perut gantung, sepalopelvik, disproporsi.
6. Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenden dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya ketuban pecah
dini.
C. Patofisiologis
Ketuban Pecah Dini Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai
berikut:
1. Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi
Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah
dengan mengeluarkan air ketuban.
2. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion
dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem
aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan
inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan
kolagenase jaringan, sehingga terjadi 7 depolimerisasi kolagen pada selaput korion /
amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
3. Patofisiologi Pada infeksi intrapartum:
a. Ascending infection (naiknya mikroorganisme), pecahnya ketuban menyebabkan
ada hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar.
b. Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan
penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang
intraamnion.
c. Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar
melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal). Tindakan iatrogenik traumatik atau
higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya,
predisposisi infeksi (Prawirohardjo (2010).
D. Manifestasi Klinik Ketuban Pecah Dini
Manifestasi klinik KPD menurut Mansjoer (2008) antara lain :
1. Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan,
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
2. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
3. Janin mudah diraba
4. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering
5. Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering.
6. Kecemasan ibu meningkat.
Menurut Manuaba (2013) mekanifestasi klinis ketuban pecah dini, antara lain:
1. Terjadi pembukaan prematur servik
2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi:
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban, makin berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat denga infeksi yang mengeluarkan
enzim preteolitik dan kolagenase.
E. Pemeriksaan Penunjang Ketuban Pecah Dini
Diagnosis ketuban pecah dini tidak sulit ditegakkan dengan keterangan terjadi
pengeluaran cairan mendadak disertai bau yang khas. Selain keterangan yang
disampaikan pasien dapat dilakukan beberapa pemeriksaan yang menetapkan bahwa
cairan yang keluar adalah air ketuban, diantaranya tes ferning dan nitrazine tes.
Langkah pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah dini dapat dilakukan:
1. Pemeriksaan spekulum, untuk mengambil sampel cairan ketuban di froniks posterior
dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan bakteriologis.
2. Melakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati, sehingga tidak banyak manipulasi
daerah pelvis untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan infeksi asenden dan
persalinan prematuritas. (Manuaba, 2013) Menurut Nugroho (2010),
3. Pemeriksaan penunjang ketuban pecah dini dapat dilakukan dengan pemeriksaan
ultrasonografi (USG):
a. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri.
b. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi
kesalahan pada penderita oligohidramnion.
F. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini
1. Penatalaksanaan Medis. Menurut Manuaba (2013) dalam buku ajar patologi obstetrik,
kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan
insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan
insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara
aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara
konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa
memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak
diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk
mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD
dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu
pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang
optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-
paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada janin merupakan
sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup
bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban
atau lamanya perode laten (Manuaba, 2013).
a. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu). Beberapa penelitian
menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai hubungan
yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari
KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut
periode latent = L, P = “lag” period. Makin muda umur kehamilan makin
memanjang L.P-nya. Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan
menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap
bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah.bila
dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka
dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar (Manuaba,
2013).
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun
antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan
terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga
pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik
hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan
pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah
terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa
penulis menyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau
ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan
sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek
sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat
dikurangi (Manuaba, 2013).
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap
keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan
komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi
yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi
semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan
bishop score jika > 5 induksi dapat 12 dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan
pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria
(Manuaba, 2013).
b. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu).
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai
tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian antibiotik
yang adekuat sebagai profilaksi Penderita perlu dirawat di rumah sakit,ditidurkan
dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk
mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu,
obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda
proses persalinan (Manuaba, 2013). Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan
pemberian kortikosteroid pada penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah
agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan
pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera
dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan (Manuaba,
2013). Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung
dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-
komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasikomplikasi yang dapat
terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan
juga mungkin terjadi intoksikasi. Kegagalan dari induksi persalinan biasanya
diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD
yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata
karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain,
misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll (Manuaba, 2013). Selain
komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata
pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya,
maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatakan pengolahan
konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan
infeksi intrauterin (Manuaba, 2013). Sikap konservatif meliputi pemeriksaan
leokosit darah tepi setiap hari, pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur
setiap 4 jam, pengawasan denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat
diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid
antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan
kejadian RDS. The National Institutes of Health telah merekomendasikan
penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu
yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis
masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masingmasing 6
mg tiap 12 jam (Manuaba, 2013).
2. Penatalaksanaan Keperawatan Manajemen terapi pada ketuban pecah dini menurut
Manuaba (2013):
a. Konservatif
1) Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
2) Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
3) Umur kehamilan kurang 37 minggu.
4) Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari.
5) Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan
kortikosteroid untuk mematangkan fungsi paru janin.
6) Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda persalinan.
7) Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat janin.
8) Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi
uterus maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air berlangsung
terus, lakukan terminasi kehamilan.
b. Aktif Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila
ditemukan tanda tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan terminasi
kehamilan.
1) Induksi atau akselerasi persalinan.
2) Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan mengalami
kegagalan.
3) Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat ditemukan.
Hal-hal yang harus diperhatikan saat terjadi pecah ketuban Yang harus segera
dilakukan:
1) Pakai pembalut tipe keluar banyak atau handuk yang bersih.
2) Tenangkan diri Jangan bergerak terlalu banyak pada saat ini. Ambil nafas dan
tenangkan diri. Yang tidak boleh dilakukan:
3) Tidak boleh berendam dalam bath tub, karena bayi ada resiko terinfeksi
kuman
4) Jangan bergerak mondar-mandir atau berlari ke sana kemari, karena air
ketuban akan terus keluar. Berbaringlah dengan pinggang diganjal supaya
lebih tinggi.
G. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan Dokumentasi pengkajian merupakan catatan hasil
pengkajian yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat
data dasar tentang klien dan membuat catatan tentang respon kesehatan klien
(Hidayat, 2010).
a. Identitas atau biodata klien Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat,
suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah
sakit nomor register, dan diagnosa keperawatan.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti
jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang Riwayat pada saat sebelun inpartus didapatkan
cairan ketuban yang keluar pervagina secara spontan kemudian tidak diikuti
tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga Adakah penyakit keturunan dalam keluarga
keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang
mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien
4) Riwayat psikososial Riwayat klien nifas biasanya cemas bagaimana cara
merawat bayinya, berat badan yang semakin meningkat dan membuat harga
diri rendah.
c. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat Karena kurangnya pengetahuan
klien tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan
perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan
masalah dalam perawatan dirinya.
2) Pola nutrisi dan metabolisme Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan
nafsu makan karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak,
cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena
mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan
sering /susah 16 kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena
terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga
sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan buang air
besar (BAB).
5) Pola istirahat dan tidur Pada klien intra partum terjadi perubahan pada pola
istirahat dan tidur karena adanya kontraksi uterus yang menyebabkan nyeri
sebelum persalinan.
6) Pola hubungan dan peran Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien
dengan keluarga dan orang lain.
7) Pola penagulangan stres Biasanya klien sering merasa cemas dengan
kehadiran anak.
8) Pola sensori dan kognitif Pola sensori klien merasakan nyeri pada perut akibat
kontraksi uterus pada pola kognitif klien intrapartum G1 biasanya akan
mengalami kesulitan dalam hal melahirkan, karena belum pernah melahirkan
sebelumnya.
9) Pola persepsi dan konsep diri Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan
kehamilanya, lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien
terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri j. Pola
reproduksi dan sosial Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam
hubungan seksual atau atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena
adanya proses persalinan dan nifas.
10) Pola tata nilai dan kepercayaan. Biasanya pada saat menjelang persalinan dan
sesudah persalinan klien akan terganggu dalam hal ibadahnya karena harus
bedres total setelah partus sehingga aktifitas 17 klien dibantu oleh keluarganya
(Asrining, dkk. 2003).
d. Pemeriksaan fisik
1) Kepala Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tiroid, karena
adanya proses menerang yang salah.
3) Mata Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan
yang mengalami perdarahan, sklera kuning.
4) Telinga Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung Adanya polip atau tidak dan apabila pada pos partum kadang-kadang
kadang ditemukan pernapasan cuping hidung
6) Dada Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi areola
mamae dan papila mamae.
7) Abdomen Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih
terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Genitalia Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam
kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur.
10) Ekstermitas Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karena preeklamsia atau karena penyakit jantung atau
ginjal.
11) Muskuluskeletal Pada klien post partum biasanya terjadi keterbatasan gerak
karena adanya luka episiotomi.
12) Tanda-tanda vital Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah
turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun (Manuaba, 2013).
2. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan NANDA 2015
a. Nyeri akut berhubungan dengan terjadinya ketegangan otot rahim.
b. Risiko infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini.
c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
d. Ansietas berhubungan dengan persalinan prematur dan neonatus berpotensi lahir
prematur.
3. Intervensi Keperawatan Berdasarkan NOC & NIC, 2013 Diagnosa
a. Nyeri akut berhubungan dengan terjadinya ketegangan otot rahim. NOC: pain
level, (level nyeri), pain control (control nyeri) comfort level (level kenyamanan).
Kriteria Hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri).
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
5) Tanda vital dalam rentang normal.
NIC : pain management 19 (manajemen nyeri) :
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien.
d. Ajarkan tentang teknik non farmakologi.
e. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
f. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
b. Risiko infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini. NOC : Immune Status
(status imun), Knowledge : Infection control (pengetahuan : controll infeksi), Risk
control (control infeksi).
Kriteria Hasil :
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.
2) Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannya.
3) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.
4) Jumlah leukosit dalam batas normal.
5) Menunjukkan perilaku hidup sehat.
NIC : Infection Control (Kontrol infeksi) :
a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
b. Batasi pengunjung bila perlu.
c. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung meninggalkan pasien.
d. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawtan.
e. Gunakan sarung tangan sebagai alat pelindung.
f. Kolaborasi pemberian terapi antibiotik bila perlu.
NIC : Infection Protection (proteksi terhadap infeksi) :
a. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal,
b. Monitor hasil laboratorium (lekosit).
c. Monitor kerentanan terhadap infeksi.
d. Monitor masukkan nutrisi dan cairan yang cukup.
e. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep.
f. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi.
g. Ajarkan cara menghindari infeksi
c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
NOC : Knowledge : disease process (Pengetahuan proses penyakit), Knowledge :
health Behavior ((Pengetahuan : tingkah laku kesehatan).
Kriteria Hasil :
1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang 20 penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan.
2) Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara
benar.
3) Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya.
NIC : Teaching : disease Process (Pengajaran : proses penyakit) :
a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit
yang spesifik.
b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara
yang tepat.
d. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat.
e. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat.
f. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat.
g. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.
h. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat Diagnosa
d. Ansietas berhubungan dengan persalinan prematur dan neonatus berpotensi lahir
prematur. (NANDA, 2015).
NOC : Anxiety control (control kecemasan), Coping (Koping).
Kriteria Hasil :
1) Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.
2) Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol
cemas.
3) Vital sign dalam batas normal.
4) Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan.
NIC : Anxiety Reduction (penurunan kecemasan) :
a. Gunakan pendekatan yang menenangkan
b. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien.
c. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.
d. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut.
e. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis.
f. Dorong keluarga untuk menemani anak.
g. Dengarkan dengan penuh perhatian.
h. Identifikasi tingkat kecemasan.
i. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan.
j. Dorong 21 pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi.
k. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan. Tujuan
implementasi adalah mengatasi masalah yang terjadi pada manusia. Setelah rencana
keperawatan disusun, maka rencana tersebut diharapkan dalam tindakan nyata untuk
mencapai tujuan yang diharapkan, tindakan tersebut harus terperinci sehingga dapat
diharapkan tenaga pelaksanaan keperawatan dengan baik dan sesuai dengan waktu
yang ditentukan Implementasi ini juga dilakukan oleh perawat dan harus menjunjung
tinggi harkat dan martabat sebagai manusia yang unik (Hidayat, 2002).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai
informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan
perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada
tahap perencanaan (Hidayat, 2002).
Menurut Rohman dan Walid (2009), evaluasi keperawatan ada 2 yaitu:
a. Evaluasi proses (formatif) yaitu evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan.
Berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara terus-menerus sampai tujuan yang
telah ditentukan tercapai.
b. Evaluasi hasil (sumatif) yaitu evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan
keperawatan secara paripurna. Berorientasi pada masalah keperawatan dan
menjelaskan keberhasilan atau ketidakberhasilan. Rekapitulasi dan kesimpulan
status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Asrining, S. H.. S. K. N., dkk. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : EGC

Bulecchek. G. 2013. Nursing Intervensions Clasification (NIC). Edisi Keenam.

Elsivers. Singapura Kemenkes RI. 2014, 2015, 2016. Buku Saku PelayananKesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta:

Hidayat, A.A.A. 2010. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan edisi 2. Jakarta:Salemba

Hakimi, 2010 : Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan
Bidan. Jakarta: EGC

Ida Ayu, C. M. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta : EGC Joseph H. K.
2010. Catatan Kuliah: Ginekologi dan Obstetri (Obsgin). Suha Medika : Yogyakarta

Manuaba, I.B.G. 2013. Buku Ajar Patologi Obstetri. Jakarta: EGC Mansjoer, Arif. 2008. Kapita
Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid I . Jakarta : Media

Moorhead. S. 2013. Nursing Outcome Clasification (NOC). Edisi Kelima. Elsivers. Singapura
NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta
: EGC

Nugroho. 2010. Ilmu Patologi Kebidanan. Jakarta : EGC. Saifuddin, Abdul Bari. 2014. Ilmu
Kebidanan. Jakarta : P.T Bina Pustaka. Saminem. 2010. Dokumentasi Asuhan
Kebidanan Konsep dan Praktik. EGC. Jakarta

Sarwono, Prawirohardjo. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Cetakan ke-2. Tridasa Printer : Jakarta
Martaadisoebrata D. 2013. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi 3.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan : Ny. “S”
2. Tempat tgl lahir/usia : Tangerang/ 38 Tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. A g a m a : Islam
5. Pendidikan : SMA
6. No. Registrasi : 00244870
7. Status : Kawin
8. Keluarga terdekat : Suami
9. Tgl masuk : 24 mei 2021
10. Tgl pengkajian : 24 mei 2021
11. Diagnosa medik : G2P2A0
B. Identitas penanggung jawab
1. Nama/Nama panggilan : Tn. “R”
2. Tempat tgl lahir/usia : Tangerang/ 38 Tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. A g a m a : Islam
5. Pendidikan : SMA
6. No. Registrasi :
7. Status : Kawin
8. Hubungan dengan klien : Suami klien.
C. Data umum kesehatan
1. Status obstetrikus : G2P2A0

No. Tipe persalinan BB waktu Lahir Keadaan bayi waktu Umur


lahir sekarang
1. Normal 2700 Normal 3 tahun
2. SC 3000 Normal 0 bulan
2. Keluhan utama (Alasan Masuk Rumah Sakit)
a. Saat masuk rumah sakit : Klien mengatakan perutnya sakit dan mules,
keluar air ketuban tetapi pembukaan tidak bertambah.
b. Saat pengkajian : Klien mengatakan perut terasa nyeri bekas luka
operasi sectio caesarea.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Klien mengatakan nyeri bekas luka operasi seperti di sayat sayat.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan keluarganya tidak mempunyai penyakit keturunan seperti
alergi , asma , hipertensi, penyakit jantung, strok, DM , kanker, dll dan klien
mengatakan keluarga yang mempunyai penyakit menular seperti Hepatitis, TBC,
HIV dll.
5. Riwayat Penyakit Yang lalu
Klien mengatakan riwayat operasi sebelumnya normal tidak ada kelainan.
6. Riwayat KB : Klien mengatakan sebelumnya mengunakan KB PIL
7. Rencana KB : Klien mengunakan KB suntik yang 3 bulan

8. Pola Pemeliharaan Kesehatan


1. Pola kebutuhan Nutrisi

Pemenuhan makan/minum Di Rumah Di Rumah Sakit

1. Jumlah/waktu Klien mengatakan makan 3 Klien mengatakan kurang


kali/hari nafsu makan karena masih
nyeri bekas persalianan
Pagi jam 8.00
Makan 3 x sehari
Siang jam 12.00
Pagi jam 8.00
Malam jam 20.00
Siang jam 12.00

Sore jam 18.00

2. Jenis makan Klien mengatakan Klien mengatakan makan ½


menghabiskan makan 1 porsi porsi makan dengan menu
dengan lauk pauk lengkap yang sudah di sediakan oleh
seperti ikan, sayur, daging, pihak rumah sakit seperti
tahu, tempe dll. telur, tahu, ayam, tempe dll.

Klien minum air putih 4-5 Klien minun air putih 3-4
kali dengan jumlah 200cc kali dengan jumlah 200 cc
setiap kali minum. setiap minum

3. Pantangan makan Klien mengatakan tidak ada Klien mengatakan tidak ada
pantangan makanan dan pantangan makanan dan
minuman minuman

4. Kesulitan Klien mengatakan tidak ada Klien mengatakan tidak ada


makan/minum kesulitan dalam makanan kesulitan dalam makanan
dan minuman dan minuman

5. Usaha mengatasi - -
masalah
Masalah keperawatan : Nutrisi tidak ada masalah

2. Eliminasi (BAB&BAK)

Pemenahan Elminasi
Di Rumah Di Rumah Sakit
BAB/BAK
BAB (Buang Air Besar ) : Klien menagatan BAB 1-2 Klien mengatakan selama di
Kali/hari dengan warna rawat di rumah sakit belum
1. Jumlah/waktu
kuning bau khas feses pernah BAB
2. Warna
dengan konsitensi lembek,
3. Bau
cara mengatasi masalah
4. Konsistensi
BAB dengan makan tinggi
5. Masalah Eliminasi
serat seperti sayur dan buah-
6. Cara mengatasi
buahan.
Masalah.

BAK (Buang Air Kecil) : Klien mengatakan BAK Klien mengatakan lebih
4-5 kali/sehari dengan warna sering BAK 5-6
1. Jumlah/waktu
Kuning jernih, bau khas kali/sehari dengan warna
2. Warna
urin, jumlah urin 2000cc/hr kuning jernih , bau khas
3. Bau
urine ,jumlah urin 2000cc/hr
4. Masalah Eliminasi

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah Bab dan Bak


3. Istirahat tidur

Kondisi Di Rumah Di Rumah Sakit

1. Jam tidur Klien mengatakan tidur Klien mengatakan kadang


- Siang siang Jam 13.00 s/d 15.00 terbangun karena nyeri
- Malam
Tidur malam Jam 21.00 s/d
2. Pola tidur
05.00
3. Kebiasaan sebelum
tidur Tidur selama 8 jam
4. Kesulitan tidur
Menonton televisi

Tidak ada kesulitan tidur

Masalah Keperawatan: Gangguan pola istirahat dan tidur tidak ada masalah

4. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Mandi
- Cara Mandi sendiri dikamar Klien mengatakan mandi di
- Frekuensi mandi lap.
- Alat mandi
2. Cuci rambut 2x sehari Sabun, shampo, 1x sehari Sabun, shampo,
- Frekuensi sikat gigi sikat gigi
- Cara 2 hari sekali Keramas Klien mengatakan selama
3. Gunting kuku sendiri dirawat belum pernah
- Frekuensi Seminggu sekali keramas.
- Cara Menggunting sendiri Seminggu sekali
4. Gosok gigi Semenjak di rawat tidak
- Frekuensi 2x sehari pagi dan malam menggunting kuku
- Cara Sikat gigi sendiri
2x sehari pagi dan malam
Sikat gigi sendiri

5. Aktifitas/Mobilitas Fisik

Di Rumah Di Rumah Sakit

Klien mengatakan tidak ada masalah untuk Klien mengatakan sulit untuk melakukan
melakukan aktifitas sehari-hari di rumah aktifitas karena masih nyeri bekas luka
luka operasi sc

Masalah keperawatan : Gangguan mobilitas fisik

D. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


1. Latar belakang sosial, budaya dan spiritual klien
Klien mengatakan di rumah masih mengikuti kegiatan masyarakan yang ada di
lingkungan tempat tinggal dan klien masih aktif melakukan pengajian
2. Ekonomi
Klien mengatakan semua biaya di tanggung BPJS
E. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum klien: Lemah
2. Tanda-tanda vital
TD : 120/80 mmhg
Suhu : 36, 0 oC
Nadi : 88 x/menit.
Respirasi : 28 x/menit
Saturasi : 97%
BB : 55 Kg
TB :160 cm
F. Pemeriksaan integritas, rambut dan kuku
1. Kulit :
Inspeksi : Warna (putih), temperatur 36,0C, kelembaban (+), bulu kulit
(Hitam), erupsi tai lalat (-), ruam (-), teksture (lembab),
Palpasi : Turgor kulit baik, struktur kulit lembab, nyeri tekan tidak ada
2. Rambut :
Inpeksi : Warna (putih), tidak kusut, tidak bau, tidak rontok
Palpasi : rambut tidak kasar
3. Kuku :
Inspeksi : Kuku bersih, warna putih, permukaan kuku (cembung)
Palpasi : CRT<2 detik, tidaj ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
G. PEMERIKSAAN KEPALA, WAJAH DAN LEHER
1. Pemeriksaan Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bulat, tidak ada ketombe tidak ada benjolan.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
2. Pemeriksaan Mata
Inspeksi :
a. Kelengkapan dan kesimetrisan mata normal
b. Ekssoftalmus tidak ada, Endofthalmus tidak ada
c. Kelopak mata / palpebra : oedem tidak ada, ptosis tidak ada, peradangantidak
ada, luka tidak ada, benjolan tidak ada.
d. Bulu mata : tidak rontok
e. Konjunctiva dan sclera : warna merah Muda tidak ikterik
f. Reaksi pupil terhadap cahaya positif
g. Pemeriksaan Visus
Dengan Snelen Card : OD 5/6 OS 5/6
Tanpa Snelen Card : Ketajaman Penglihatan Kurang baik
h. Pemeriksaan lapang pandang: Normal
3 Pemeriksaan Telinga
Inspeksi dan palpasi
Amati bagian telinga luar: bentuk normal,tidak ada lesi tidak ada benjolan, tidak ada
caian serumen.
Uji kemampuan kepekaan telinga :

- Tes bisik pendengaran normal


- Dengan arloji pendengaran normal.
- Uji weber : seimbang
- Uji rinne : normal
- Uji swabach : normal
3. Pemeriksaan Hidung
Inspeksi dan palpasi
Lubang hidung normal, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, tidak terlihat
ada polip
4. Pemeriksaan Mulut dan Faring
Inspeksi dan Palpasi
Amati bibir normal, warna bibir merah, bibir tampak kering. gigi kelihatan bersih,
ada caries gigi, tidak ada gigi palsu, tidak ada pembesaran tongsil.
5. Pemeriksaan Wajah
Inspeksi :Klien tampak rileks, warna kulit sawo matang, tidak ada benjolan
tidak ada nyeri tekan.
6. Pemeriksaan Leher
Inspeksi dan palpasi:
a. Bentuk leher simetris, tidak ada peradangan, jaringan parut tidak ada, tidak
ada massa
b. Kelenjar tiroid, dalam batas normal
c. Vena jugularis, dalam batas normal
Palpasi : pembesaran kelenjar limfe tidak ada, kelenjar tiroid normal, posisi trakea
simetris
H. PEMERIKSAAN PAYUDARA DAN KETIAK
a. Inspeksi
Ukuran payudara: normal bentuk simetris, Areola mamae nampak kehitaman,
Putting : cairan yang keluar ada sedikit produksi asi bila di pencet.
b. Palpasi
Nyeri tekan tidak ada, bila diraba nampak produksi asi sedikit.
I. PEMERIKSAAN TORAK DAN PARU
a. Inspeksi
Bentuk thorak Normal, bentuk dada simetris, Retrasksi otot bantu pernafasan :
Retraksi intercosta ada, nafas cuping hidung tidak ada, respirasi 22 kali/menit
b. Palpasi
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri teraba sama
dengan menyebutkan 77
c. Perkusi
Area paru : sonor di setiap lobor kiri dan kanan
d. Auskultasi
1) Suara nafas
Area Vesikuler : vesikuler di setiap lapang paru.

B. PEMERIKSAAN JANTUNG
a. Inspeksi
Ictus cordis normal
b. Palpasi
Pulsasi pada dinding torak teraba Kuat Perkusi
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas :ICS II
Batas bawah : ICS V
Batas Kiri :ICS V Mid Clavikula Sinistra
Batas Kanan : ICS IV Mid Sternalis Dextra
c. Auskultasi
BJ I terdengar :Tunggal
BJ II terdengar :Tunggal
Bunyi jantung tambahan : BJ III Normal Gallop Rhythm tidak ada, Murmur tidak
ada
d. Perkusi : suara redup
C. PEMERIKSAAN ABDOMEN
1. Inspeksi
Bentuk abdomen :Cembung, Massa/Benjolan tidak ada, simetrisan Bayangan
pembuluh darah vena tidak ada, uterus masih nampak membesar di bagian bawah
pusar, ada bekas luka SC > 5 cm, luka masih nampak memerah di sekitarnya.
2. Auskultasi
Frekuensi peristaltic usus 30 x/menit ( N = 5 – 35 x/menit, Borborygmi tidak ada.

3. Palpasi
Palpasi Hepar dalam batas normal di kuadrat kanan atas, tidak ada nyeri di
kuadrat kanan bawah, vesika urinaria normal.
Palpasi Lien :Gambarkan garis bayangan Schuffner dan pembesarannya tidak ada
Palpasi Appendik : tidak ada nyeri tekan . Palpasi Ginjal :Bimanual diskripsikan :
nyeri tekan tidak ada, pembesaran tidak ada (N = ginjal tidak teraba).
diastasis rektur abdominis normal tidak ada kontraksi uterus, Ukuran Uterus : 2
jari di bawah pusat.
Palpasi abdomen: kliem mengatakan nyeri bila di tekan bekas luka operasi SC
seperti di sayat sayat.

4. Perkusi
Normalnya hasil perkusi pada abdomen adalah tympani.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

D. PEMERIKSAAN GENETALIA
Genitalia Jumlah Warna Kosensistensi Nyeri Bau
1. Perdarahan >50 cc Merah Tidak ada Ringa Bau
pervagina. n darah
2. Flour albus - - -
3. Lochea 1-3 Merah dan Sisa darah Bau
hitam darah
4. Luka Tidak ada
episiotami
5. Pemasangan No. 16 Kuning Bau

Kateter jernih urin

E. PEMERIKSAAN ANUS
1. Inspeksi : anus dalam batas normal, tidak ada perdarahan, tidak ada benjolan,
tidak ada hemoroid.
2. Palpasi: Nyeri tekan pada daerah anus tidak ada
F. PEMERIKSAAN MUSKULOSKELETAL ( EKSTREMITAS )
1. Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri simetris,tidak ada tanda-tanda fraktur
2. Palpasi: oedem pada kedua extermitas tidak ada
G. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. Fungsi cerebral
0 Status mental : Oreintasi (baik), daya ingt (baik), perhatian &
perhitungan (baik)
1 Bahasa (baik)
2 Kesadaran : Eye (4), Motorik (5), Verbal (6) , dengan GCS 15
2. Fungsi cranial
0 N I (Normal)
1 N II : Visus (20/20) , lapang pandang (baik/normal)
2 N III, IV, VI : Gerakan bola mata (normal) , pupil : isoskor
3 N V : Sensorik (normal) , Motorik (normal)
4 N VII : Sensorik (normal), otonom (normal), motorik (normal)
5 N VIII : Pendengaran (Normal), keseimbangan (Normal)
6 N IX : normal
7 N X : Gerakan uvula (normal)., rangsang muntah/menelan (normal)
8 N XI : Sternocledomastoideus (normal), trapesius (normal)
9 N XII : Gerakan lidah (normal)
3. Fungsi motorik : Massa otot (normal), tonus otot (normal), kekuatan otot
(normal)
4. Fungsi sensorik : Suhu 36 ,8°C, Nyeri (-), getaran (-)
5. Fungsi cerebellum : Koordisi(+), keseimbangan (+)
6. Refleks : Bisep (+) , trisep (+) , patella(+) , babinski (+)
7. Iritasi meningen : Kaku kuduk (-), laseque sign (-)., Brudzinki I /II (-)

H. Test Diagnostik
1. Laboratorium
HB : 16, g/dl
HT : 48 %
Leukosit : 18,5
Trombosit : 373
Eritrosi : 5,11
Natrofil Sigmen : 75 %
Limfosit : 16 %
Na : 138
K : 2.8
Cl : 100
Ca : 1.25
Gds sewaktu : 130 mg/dl
2. Foto Rotgen :-
3. CT Scan :-
I. Terapi saat ini (ditulis dengan rinci)
1. Ampisilin sulbaktan 3x1 gram (IV)
2. Ketorolac 3x1 ampul (IV)
ANALISA DATA

Inisial klien : Ny. S


Ruangan : Meranti
Umur : 38 Tahun
MASALAH/ DIAGNOSA
DATA (DS & DO)
KEPRAWATAN
S: Klien mengatakan nyeri perut post operasi Nyeri persalinan
persalinan ( SC) D.0079

O: Klien tampak lemas, klien nampak


meringis.
Skala nyeri 5

TD : 120/80 mmhg
Suhu : 36, 0 oC
Nadi : 88 x/menit.
Respirasi : 28 x/menit
Saturasi : 97%
BB : 55 Kg
TB :160 cm
S: Klien mengatakan nyeri luka post operasi Resiko infeksi
O: Klien tampak luka post operasi > 5 cm di D.0142
daerah perut
TD : 120/80 mmhg
Suhu : 36, 0 oC
Nadi : 88 x/menit.
Respirasi : 28 x/menit
Saturasi : 97%
BB : 55 Kg
TB :160 cm
Luka post operasi nampak kemerahan
Leukosit: 18,5
S: Klien mengatakan masih keluar darah di Resiko perdarahan
daerah vagina D.0012

O: Klien tampak lemas, darah keluar > 50 cc


warna merah segar.

TD : 120/80 mmhg
Suhu : 36, 0 oC
Nadi : 88 x/menit.
Respirasi : 28 x/menit
Saturasi : 97%
BB : 55 Kg
TB :160 cm

PRIORITAS MASALAH/DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

6. Nyeri persalinan
7. Resiko infeksi
8. Resiko perdarahan
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Inisial Klien : NY. S


Diagnose Medis : G2P2A0
Ruangan : Meranti
Tanggal : 24 Mei 2021
Diagnosa keperawatan
& data penunjang (DO SLKI SIKI
& DS)

Nyeri Melahirkan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri


keperawatan selama 3 x 24 di a. Observasi
D.0079 harapkan Nyeri melahirkan 1. Monitor tanda-tanda vital
dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi karakteristik,
1. Keluhan nyeri durasi, frekuensi, intensitas
meningkat nyeri
2. Meringis meningkat 3. Identifikasi faktor yang
3. Melaporkan nyeri memperberat dan
terkontrol meningkat memperingan nyeri
4. Kemampuan 4. Monitor denyut jantung
mengenali onset nyeri janin, his, vagina toucher
meningkat (VT), status portio, warna
5. Kemampuan air ketuban
mengenali penyebab b. Therapeutik
nyeri meningkat 1. Berikan teknik
6. Kemampuan nonfarmakologis untuk
menggunakan teknik mengurangi rasa nyeri
non farmakologis 2. Kontrol lingkungan yang
meningkat memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
c. Edukasi
Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri.
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Resiko infeksi Setelah dilakukan Observasi
intervensi keperawatan
D.0142
selama 3 x 24 jam tidak Pencegahan infeksi :
terjadi infeksi luka operasi 1. Monitor tanda dan gejala
dengan kriteria hasil : infeksi.
2. Batasi jumlah pengunjung.
1. Tidak adanya 3. Jelaskan tanda gejala infeksi.
demam. 4. Ajarkan cara memeriksa kondisi
2. Tidak terdapat luka operasi.
nyeri pada luka Perawatan luka :
operasi 1. Lepaskan balutan dan plester
3. Tidak ada bengkak secara perlahan.
pada luka operasi 2. Bersihkan dengan cairan NaCl
sc sesuai kebutuhan.
4. Tidak terdapat 3. Pasang balutan sesuai jenis luka.
cairan berbau 4. Pertahankan teknik steril saat
busuk pada luka sc melakukan perawatan luka.
5. Kadar sel darah 5. Kolaborasi pemberian
putih dalam batas antibiotik, jika perlu.
normal.

Resiko Perdarahan Setelah dilakukan intervensi Observasi :


keperawatan selama 3 x 24 1. Monitor tanda dan gejala
D.0012 tidak terjadi perdarahan perdarahan.
dengan kriteria hasil: 2. Monitor nilai
1. Perdarahan pasca hematokrit/hemoglobin sebelum
operasi menurun dan sesudah kehilangan darah.
2. Hemoglobin membaik 3. Monitor tanda-tanda vital
3. Tekanan darah dan ortostatik.
denyut nadi membaik 4. Monitor koagulasi
Teraupetik :
1. Pertahankan bedrest selama
perdarahan.
2. Batasi tindakan invasif, jika
perlu.
3. Gunakan kasur pencegah
decubitus
4. Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
2. Anjurkan menggunakan kaus
kaki saat ambulasi
3. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan untuk mencegah
konstipasi
4. Anjurkan menghindari aspirin
atau antikoagulan
5. Anjurkan meningkatkan asupan
makanan dan vitamin K
6. Anjurkan segera melapor jika
terjadi perdarahan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan, jika
perlu
2. Kolaborasi pemberian produk
darah , jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak
tinja , jika perlu
CATATAN KEPERAWATAN

Inisial Klien : Ny. S

Ruangan : Meranti

Tanggal / hari/ No.


Implementasi Evaluasi Paraf
waktu Dx
Selasa I 1. Memonitor tanda-tanda S: Klien mengatakan Nyeri castirih
vital.
25-05-2021 Luka post Operasi
2. Mengidentifikasi
Jam 14.00 karakteristik, durasi, O Klien tampak lemas, klien
frekuensi, intensitas nyeri
tampak meringis kesakitan
3. Mengidentifikasi faktor
yang memperberat dan skala nyeri 5, nyeri seperti di
memperingan nyeri
sayat sayat di daerah perut.
4. memberikan teknik
nonfarmakologis untuk TD : 140/90 mmhg
mengurangi rasa nyeri
Suhu : 37, 3oC
5. Mengontrol lingkungan
yang memperberat rasa Nadi : 88 x/menit.
nyeri (mis. Suhu ruangan,
Respirasi : 24 x/menit
pencahayaan, kebisingan)
6. Menfasilitasi istirahat dan Saturasi : 97%
tidur
BB : 55 Kg
7. Menjelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri. TB :160 cm
8. Mengkolaborasi pemberian
Nampak luka Sc > 5cm
analgetik, jika perlu
A: Masalah nyeri melahirkan
belum teratasi.
P: Intervensi di lanjutkan
dengan:
1. Memonitor tanda-tanda
vital.
2. Mengidentifikasi
karakteristik, durasi,
frekuensi, intensitas nyeri
3. Mengidentifikasi faktor
yang memperberat dan
memperingan nyeri

4. Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
5. Mengontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
6. Menfasilitasi istirahat dan
tidur.
7. Menjelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri.
8. Mengkolaborasi
pemberian analgetik, jika
perlulu

Selasa II 1. Memonitor tanda dan gejala S: Klien mengatakan nyeri luka castirih
infeksi. post operasi
25-05-2021
2. Membatasi jumlah O: Klien tampak luka post
Jam 14.00 pengunjung. operasi > 5 cm di daerah
3. Menjelaskan tanda gejala perut, luka operasi nampak
infeksi. memerah di sekitar luka.
4. Mengajarkan cara TD : 140/80 mmhg
memeriksa kondisi luka Suhu : 37, 3oC
operasi. Nadi : 88 x/menit.
5. Melepaskan balutan dan Respirasi : 24 x/menit
plester secara perlahan. Saturasi : 97%
6. Membersihkan dengan BB : 55 Kg
cairan NaCl sesuai Leu 18,5
kebutuhan. A. Masalah Resiko infeksi
7. Memasang balutan sesuai belum teratasi
jenis luka. P. Intervensi di lanjutkan
8. Mempertahankan teknik dengan
steril saat melakukan 1. Memonitor tanda dan gejala
perawatan luka. infeksi.
9. Mengkolaborasi pemberian 2. Membatasi jumlah
antibiotik, jika perlu. pengunjung.
3. Menjelaskan tanda gejala
infeksi.
4. Mengajarkan cara
memeriksa kondisi luka
operasi.
5. Melepaskan balutan dan
plester secara perlahan.
6. Membersihkan dengan
cairan NaCl sesuai
kebutuhan.
7. Memasang balutan sesuai
jenis luka.
8. Mempertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan luka.
9. Mengkolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu.
Selasa III 1. Memonitor tanda dan gejala S: Klien mengatakan masih castirih
perdarahan. keluar darah di daerah vagina
25-04-2021
2. Memonitor nilai O: Klien tampak lemas, darah
Jam 14.00 hematokrit/hemoglobin
keluar > 50 cc warna merah
sebelum dan sesudah
kehilangan darah. segar.
3. Memonitor tanda-tanda TD : 140/80 mmhg
vital ortostatik. Suhu : 37, 3oC
4. Memonitor koagulasi Nadi : 88 x/menit.
5. Mempertahankan bedrest Respirasi : 23x/menit
selama perdarahan. Saturasi : 97%
6. Membatasi tindakan invasif,
BB : 55 Kg
jika perlu.
7. Mengunakan kasur TB :160 cm
pencegah decubitus A: Masalah resiko perdarahan
8. Menghindari pengukuran belum teratasi
suhu rektal P: Intervensi di lanjutkan.
9. Menjelaskan tanda dan
gejala perdarahan 1. Memonitor tanda dan
10. Menganjurkan gejala perdarahan.
menggunakan kaus kaki 2. Memonitor nilai
saat ambulasi hematokrit/hemoglobin
11. Menganjurkan sebelum dan sesudah
meningkatkan asupan kehilangan darah.
cairan untuk mencegah 3. Memonitor tanda-tanda
vital ortostatik.
konstipasi 4. Memonitor koagulasi
12. Menganjurkan menghindari 5. Mempertahankan bedrest
aspirin atau antikoagulan selama perdarahan.
13. Menganjurkan 6. Membatasi tindakan
meningkatkan asupan invasif, jika perlu.
makanan dan vitamin K 7. Mengunakan kasur
14. Menganjurkan segera pencegah decubitus
melapor jika terjadi 8. Menghindari pengukuran
perdarahan suhu rektal
15. Mengkolaborasi pemberian 9. Menjelaskan tanda dan
obat pengontrol perdarahan, gejala perdarahan
jika perlu 10. Menganjurkan
16. Mengkolaborasi pemberian menggunakan kaus kaki
produk darah , jika perlu saat ambulasi
17. Menkolaborasi pemberian 11. Menganjurkan
pelunak tinja , jika perlu meningkatkan asupan
cairan untuk mencegah
konstipasi
12. Menganjurkan
menghindari aspirin atau
antikoagulan
13. Menganjurkan
meningkatkan asupan
makanan dan vitamin K
14. Menganjurkan segera
melapor jika terjadi
perdarahan
15. Mengkolaborasi
pemberian obat
pengontrol perdarahan,
jika perlu
16. Mengkolaborasi
pemberian produk darah ,
jika perlu
17. Menkolaborasi pemberian
pelunak tinja , jika perlu
CATATAN KEPERAWATAN

Inisial Klien : Ny. S

Ruangan : Meranti

Tanggal / hari/ No.


Implementasi Evaluasi Paraf
waktu Dx
Rabu, I 1. Memonitor tanda-tanda S: Klien mengatakan casti
vital.
26-03-2021 Nyeri Luka post rih
2. Mengidentifikasi
Jam 14.00 karakteristik, durasi, Operasi berkurang
frekuensi, intensitas nyeri
O Klien tampak lemas,
3. Mengidentifikasi faktor
yang memperberat dan klien tampak meringis
memperingan nyeri
kesakitan skala nyeri 3,
4. Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk nyeri seperti di sayat
mengurangi rasa nyeri
sayat di daerah perut
5. Mengontrol lingkungan
yang memperberat rasa bekas luka operasi
nyeri (mis. Suhu ruangan,
TD : 130/82 mmhg
pencahayaan, kebisingan)
6. Menfasilitasi istirahat dan Suhu : 36, 0 oC
tidur
Nadi : 84x/menit.
7. Menjelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri. Respirasi : 22x/menit
8. Mengkolaborasi Saturasi : 97%
pemberian analgetik, jika
BB : 55 Kg
perlu
TB :160 cm
A: Masalah nyeri
melahirkan belum
teratasi.
P: Intervensi di lanjutkan
dengan:
1. Memonitor tanda-
tanda vital.
2. Mengidentifikasi
karakteristik,
durasi, frekuensi,
intensitas nyeri
3. Mengidentifikasi
faktor yang
memperberat dan
memperingan
nyeri
4. Memberikan
teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri.
5. Mengontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
6. Menfasilitasi
istirahat dan tidur.
7. Menjelaskan
penyebab, periode
dan pemicu nyeri.
8. Mengkolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlulu

Rabu II 1. Memonitor tanda dan S: Klien mengatakan nyeri casti


gejala infeksi. luka post operasi
26-05-2021 2. Membatasi jumlah O: Klien tampak luka post rih
pengunjung. operasi > 3 cm di
Jam 14.00
3. Menjelaskan tanda gejala daerah perut
infeksi. TD : 130/80 mmhg
4. Mengajarkan cara Suhu : 36, 0 oC
memeriksa kondisi luka Nadi : 84x/menit.
operasi. Respirasi : 24 x/menit
5. Melepaskan balutan dan Saturasi : 97%
plester secara perlahan. BB : 55 Kg
6. Membersihkan dengan B. Masalah Resiko
cairan NaCl sesuai infeksi belum teratasi
kebutuhan. P. Intervensi di lanjutkan
7. Memasang balutan sesuai dengan
jenis luka. 1. Memonitor tanda
8. Mempertahankan teknik dan gejala infeksi.
steril saat melakukan 2. Membatasi jumlah
perawatan luka. pengunjung.
9. Mengkolaborasi 3. Menjelaskan tanda
pemberian antibiotik, jika gejala infeksi.
perlu. 4. Mengajarkan cara
memeriksa kondisi
luka operasi.
5. Melepaskan
balutan dan plester
secara perlahan.
6. Membersihkan
dengan cairan
NaCl sesuai
kebutuhan.
7. Memasang balutan
sesuai jenis luka.
8. Mempertahankan
teknik steril saat
melakukan
perawatan luka.
9. Mengkolaborasi
pemberian
antibiotik, jika
perlu.
Rabu III 1. Memonitor tanda dan S: Klien mengatakan casti
gejala perdarahan. masih keluar darah di rih
26-05-2021
2. Memonitor nilai daerah vagina
Jam 14.00 hematokrit/hemoglobin
O: Klien tampak lemas,
sebelum dan sesudah
kehilangan darah. darah keluar > 50 cc
3. Memonitor tanda-tanda warna merah segar.
vital ortostatik. TD : 130/80
4. Memonitor koagulasi mmhg
5. Mempertahankan bedrest Suhu : 36, 0 oC
selama perdarahan.
Nadi : 82
6. Membatasi tindakan
invasif, jika perlu. x/menit.
7. Mengunakan kasur Respirasi : 22
pencegah decubitus x/menit
8. Menghindari pengukuran Saturasi : 97%
suhu rektal BB : 55 Kg
9. Menjelaskan tanda dan TB :160 cm
gejala perdarahan
A: Masalah resiko
10. Menganjurkan
menggunakan kaus kaki perdarahan belum
saat ambulasi teratasi
11. Menganjurkan P: Intervensi di lanjutkan.
meningkatkan asupan 1. Memonitor tanda
cairan untuk mencegah dan gejala
konstipasi perdarahan.
12. Menganjurkan 2. Memonitor nilai
menghindari aspirin atau hematokrit/hemogl
antikoagulan obin sebelum dan
13. Menganjurkan sesudah
meningkatkan asupan kehilangan darah.
makanan dan vitamin K 3. Memonitor tanda-
14. Menganjurkan segera tanda vital
melapor jika terjadi ortostatik.
perdarahan 4. Memonitor
15. Mengkolaborasi koagulasi
pemberian obat 5. Mempertahankan
pengontrol perdarahan, bedrest selama
jika perlu perdarahan.
16. Mengkolaborasi 6. Membatasi
pemberian produk darah , tindakan invasif,
jika perlu jika perlu.
17. Menkolaborasi pemberian 7. Mengunakan kasur
pelunak tinja , jika perlu pencegah
decubitus
8. Menghindari
pengukuran suhu
rektal
9. Menjelaskan tanda
dan gejala
perdarahan
10. Menganjurkan
menggunakan kaus
kaki saat ambulasi
11. Menganjurkan
meningkatkan
asupan cairan
untuk mencegah
konstipasi
12. Menganjurkan
menghindari
aspirin atau
antikoagulan
13. Menganjurkan
meningkatkan
asupan makanan
dan vitamin K
14. Menganjurkan
segera melapor
jika terjadi
perdarahan
15. Mengkolaborasi
pemberian obat
pengontrol
perdarahan, jika
perlu
16. Mengkolaborasi
pemberian produk
darah , jika perlu
17. Menkolaborasi
pemberian pelunak
tinja , jika perlu
CATATAN KEPERAWATAN

Inisial Klien : Ny. S

Ruangan : Meranti

Tanggal / hari/ No.


Implementasi Evaluasi Paraf
waktu Dx
Kamis, I 1. Memonitor tanda-tanda S: Klien mengatakan casti
vital.
27-05-2021 Nyeri Luka post rih
2. Mengidentifikasi
Jam 14.00 karakteristik, durasi, Operasi berkurang
frekuensi, intensitas nyeri
O Klien tampak tidak
3. Mengidentifikasi faktor
yang memperberat dan lemas lagi, klien
memperingan nyeri
tampak kesakitan
4. Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk berkurang,skala nyeri
mengurangi rasa nyeri
3.
5. Mengontrol lingkungan
yang memperberat rasa TD : 120/80 mmhg
nyeri (mis. Suhu ruangan,
Suhu : 36, 0 oC
pencahayaan, kebisingan)
6. Menfasilitasi istirahat dan Nadi : 80 x/menit.
tidur
Respirasi : 22 x/menit
7. Menjelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri. Saturasi : 97%
8. Mengkolaborasi pemberian
BB : 55 Kg
analgetik, jika perlu
TB :160 cm
A: Masalah nyeri
melahirkan teratasi
sebagian
P: Intervensi di lanjutkan
dengan:
1. Memonitor tanda-
tanda vital.
2. Mengidentifikasi
karakteristik,
durasi, frekuensi,
intensitas nyeri
3. Mengidentifikasi
faktor yang
memperberat dan
memperingan
nyeri
4. Memberikan
teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri.
5. Mengontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
6. Menfasilitasi
istirahat dan tidur.
7. Menjelaskan
penyebab, periode
dan pemicu nyeri.
8. Mengkolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlulu

Kamis II 1. Memonitor tanda dan gejala S: Klien mengatakan nyeri casti


infeksi. luka post operasi
27-05-2021 rih
2. Membatasi jumlah berkurang
Jam 14.00 pengunjung. O: Klien tampak luka post
3. Menjelaskan tanda gejala operasi > 3 cm di
infeksi. daerah perut luka
4. Mengajarkan cara operasi nampak
memeriksa kondisi luka kering,tidak ada
operasi. pus ,masih merah
5. Melepaskan balutan dan jaringan sekitar luka
plester secara perlahan. op sc
6. Membersihkan dengan TD : 120/80 mmhg
cairan NaCl sesuai Suhu : 36, 0 oC
kebutuhan. Nadi : 80 x/menit.
7. Memasang balutan sesuai Respirasi : 22 x/menit
jenis luka. Saturasi : 97%
8. Mempertahankan teknik BB : 55 Kg
steril saat melakukan C. Masalah Resiko
perawatan luka. infeksi belum teratasi
9. Mengkolaborasi pemberian P. Intervensi di lanjutkan
antibiotik, jika perlu. dengan
1. Memonitor tanda
dan gejala infeksi.
2. Membatasi jumlah
pengunjung.
3. Menjelaskan tanda
gejala infeksi.
4. Mengajarkan cara
memeriksa kondisi
luka operasi.
5. Melepaskan
balutan dan plester
secara perlahan.
6. Membersihkan
dengan cairan
NaCl sesuai
kebutuhan.
7. Memasang balutan
sesuai jenis luka.
8. Mempertahankan
teknik steril saat
melakukan
perawatan luka.
9. Mengkolaborasi
pemberian
antibiotik, jika
perlu.
Kamis, III 1. Memonitor tanda dan gejala S: Klien mengatakan casti
perdarahan. masih keluar darah di rih
27-05-2021
2. Memonitor nilai daerah vagina sudah
Jam 14.00 hematokrit/hemoglobin
berkurang
sebelum dan sesudah
kehilangan darah. O: Klien tampak lemas,
3. Memonitor tanda-tanda darah keluar > 10 cc
vital ortostatik. warna merah agak
4. Memonitor koagulasi kecoklatan
5. Mempertahankan bedrest TD : 120/80
selama perdarahan.
mmhg
6. Membatasi tindakan invasif,
jika perlu. Suhu : 36, 0 oC
7. Mengunakan kasur Nadi : 80
pencegah decubitus x/menit.
8. Menghindari pengukuran Respirasi : 22
suhu rektal x/menit
9. Menjelaskan tanda dan Saturasi : 97%
gejala perdarahan
BB : 55 Kg
10. Menganjurkan
menggunakan kaus kaki TB :160 cm
saat ambulasi A: Masalah resiko
11. Menganjurkan perdarahan teratasi
meningkatkan asupan sebagian
cairan untuk mencegah P: Intervensi di lanjutkan.
konstipasi
12. Menganjurkan menghindari 1. Memonitor tanda
aspirin atau antikoagulan dan gejala
13. Menganjurkan perdarahan.
meningkatkan asupan 2. Memonitor nilai
makanan dan vitamin K hematokrit/hemogl
14. Menganjurkan segera obin sebelum dan
melapor jika terjadi sesudah
perdarahan kehilangan darah.
15. Mengkolaborasi pemberian 3. Memonitor tanda-
obat pengontrol perdarahan, tanda vital
jika perlu ortostatik.
16. Mengkolaborasi pemberian 4. Memonitor
produk darah , jika perlu koagulasi
17. Menkolaborasi pemberian 5. Mempertahankan
pelunak tinja , jika perlu bedrest selama
perdarahan.
6. Membatasi
tindakan invasif,
jika perlu.
7. Mengunakan kasur
pencegah
decubitus
8. Menghindari
pengukuran suhu
rektal
9. Menjelaskan tanda
dan gejala
perdarahan
10. Menganjurkan
menggunakan kaus
kaki saat ambulasi
11. Menganjurkan
meningkatkan
asupan cairan
untuk mencegah
konstipasi
12. Menganjurkan
menghindari
aspirin atau
antikoagulan
13. Menganjurkan
meningkatkan
asupan makanan
dan vitamin K
14. Menganjurkan
segera melapor
jika terjadi
perdarahan
15. Mengkolaborasi
pemberian obat
pengontrol
perdarahan, jika
perlu
16. Mengkolaborasi
pemberian produk
darah , jika perlu
17. Menkolaborasi
pemberian pelunak
tinja , jika perlu

Anda mungkin juga menyukai