Anda di halaman 1dari 99

HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN RISIKO KECANDUAN VIDEO

GAME PADA REMAJA DI SMA N 2 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan

Universitas Gadjah Mada

Disusun Oleh:

Alifvia Nurintansari

16/397794/KU/18938

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN,
KESEHATAN MASYARAKAT, DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020

i
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI

HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN RISIKO KECANDUAN VIDEO

GAME PADA REMAJA DI SMA N 2 YOGYAKARTA

Disusun Oleh:

Alifvia Nurintansari

16/397794/KU/18938

Telah diujikan dan diseminarkan

pada tanggal 20 Juli 2020

Penguji 1 Penguji 2 Penguji 3

Intansari Nurjannah, S.Kp., MN.Sc., Ph.D Sri Warsini, S.Kep., Ns., M.Kes., Ph.D dr. Andrian Fajar K., M.Sc, Sp.Kj
NIU. 197208261999032003 NIP. 197904252012122001 NIP. 198710242014042002

Mengetahui,

Ketua Prodi S1 Keperawatan


Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta

Haryani, S.Kp., M.Kes., Ph.D


NIP. 197607092005012002

ii
HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Alifvia Nurintansari

NIM : 16/397794/KU/18938

Tahun terdaftar : 2016

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas/Sekolah : Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan

Keperawatan, Universitas Gadjah Mada

Menyatakan bahwa dalam dokumen ilmiah skripsi ini tidak terdapat bagian

dari karya ilmiah lain yang telah diajukan untuk memperoleh gelar akademik di

suatu lembaga Pendidikan Tinggi, dan juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang/ lembaga lain, kecuali yang secara

tertulis disitasi dalam dokumen ini dan disebutkan sumbernya secara lengkap

dalam daftar pustaka.

Dengan demikian saya menyatakan bahwa dokumen ilmiah ini bebas dari

unsur - unsur plagiasi dan apabila dokumen ilmiah skripsi ini dikemudian hari

terbukti merupakan plagiasi dari hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia

menerima sanksi akademik dan/ atau sanksi hukum yang berlaku.

Yogyakarta, Juli 2020

Alifvia Nurintansari

16/397794/KU/18938

iii
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat-Nya sehingga

peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam semoga selalu

tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan seluruh

umatnya hingga akhir zaman nanti.

Skripsi yang berjudul “Hubungan Kecemasan dengan Risiko Kecanduan

Video Game pada Remaja di SMA N 2 Yogyakarta” ini disusun untuk memenuhi

sebagian syarat memperoleh derajat Sarjana Keperawatan Fakultas Kedokteran,

Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada.

Dalam penyusunannya peneliti banyak menerima bantuan, bimbingan, saran,

dukungan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan

hati, peneliti hendak mengucapkan terimakasih tak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K), Ph.D., selaku Dekan Fakultas

Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah

Mada.

2. Haryani, S.Kp., M.Kes., Ph.D., selaku Ketua Program Studi S1 Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan

Universitas Gadjah Mada.

3. Intansari Nurjannah, S.Kp., MN.Sc., Ph.D. sekalu Dosen Pembimbing I atas

bimbingan yang diberikan selama proses penyusunan skripsi ini.

4. Sri Warsini, S.Kep., NS., M.Kes., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing II atas

bimbingan diberikan selama proses penyusunan proposan skripsi ini.

5. Guru dan siswa SMA N 2 Yogyakarta yang telah membantu dalam

pelaksanaan penelitian.

iv
6. Rekan satu tim (Luklu, Dhani, Atikah, Ussi, Nonny) yang telah bekerjasama

dengan baik.

7. Bapak, Ibu, kakak Erig, Nila, Fahmi, Ilham dan semua keluarga besar yang

telah memberikan dukungan dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Sahabat-sahabatku Ratih Nila Prayogi, M. Bagus Indrawan, Garnis Christ

Yudhantri, Andri, Alif, Luthfi ‘Azizah, Istighfarlin, Etika, Fajar, Annisa,

Listya, Nada, Esty, Nadia Atina, Fera, Westi, Prily, Putri Ayu yang selalu

menyemangati.

9. Teman-teman PSIK angkatan 2016 yang saling menjadi pengingat.

10. Seluruh pihak yang telah memberikan andil sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

Yogyakarta, Juli 2020

Peneliti

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

HALAMAN PERNYATAAN iii

PRAKATA iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR TABEL x

DAFTAR LAMPIRAN xii

DAFTAR SINGKATAN xiii

INTISARI xiv

ABSTRACT xv

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 4

C. Tujuan Penelitian 4

D. Manfaat Penelitian 4

E. Keaslian Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8

A. Tinjauan Teori 8

1. Kecemasan 8

2. Kecanduan Video Game 12

vi
3. Remaja 17

B. Landasan Teori 22

C. Kerangka Teori 24

D. Kerangka Penelitian 25

E. Hipotesis 25

F. Pertanyaan Penelitian 25

BAB III METODE PENELITIAN 26

A. Jenis dan Rancangan Penelitian 26

B. Tempat dan Waktu Penelitian 26

C. Populasi dan Sampel Penelitian 26

D. Variabel Penelitian 28

E. Definisi Operasional Variabel 28

F. Instrumen Penelitian 29

G. Uji Validitas dan Reliabilitas 31

H. Tehnik Pengumpulan Data 31

I. Jalannya Penelitian 32

J. Etika Penelitian 33

K. Analisis Data 35

L. Hambatan dan Keterbatasan Penelitian 37

1. Hambatan Penelitian 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 39

A. Hasil Penelitian 39

vii
B. Pembahasan 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 54

A. Kesimpulan 54

B. Saran 54

DAFTAR PUSTAKA 55

LAMPIRAN 68

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Teori 24

Gambar 2 Kerangka Penelitian 25

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kisi Kisi Pertanyaan TMAS 30


Tabel 2 Data Demografi Responden (n = 132) 40
Tabel 3 Gambaran Tingkat Kecemasan Responden 41
Tabel 4 Gambaran Kecemasan Berdasarkan Karakteristik Responden 42
Tabel 5 Gambaran Kecanduan Video Game pada Pesponden 43
Tabel 6 Gambaran Kecanduan Video Game Berdasarkan Karakteristik Responden 44
Tabel 7 Hubungan Kecemasan dengan Risiko Kecanduan Video Game 44

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Informasi Penjelasan untuk Orang Tua Responden


Lampiran 2. Lembar Informasi Penjelasan untuk Responden
Lampiran 3. Lembar Persetujuan Penelitian Orang Tua Responden
Lampiran 4. Lembar Persetujuan Penelitian Responden
Lampiran 5. Kuesioner Demografi
Lampiran 6. Kuesioner TMAS
Lampiran 7. Kuesioner IGDS9-SF
Lampiran 8. Surat Ijin Penelitian
Lampiran 9. Ethical clearance

xii
xiii

DAFTAR SINGKATAN

TMAS Taylor Manifest Anxiety Scale


IGDS9-SF Internet Gaming Disorder Scale-Short-Form
xiv

INTISARI

Latar Belakang: Kecemasan merupakan situasi dimana seseorang


mengkhawatirkan sesuatu yang tidak baik akan terjadi. Kecemasan paling sering
dialami oleh remaja. Remaja yang mengalami kecemasan melarikan diri dari
masalah menggunakan video game. Oleh karena itu remaja berisiko untuk
mengalami kecanduan video game. Penelitian mengenai hubungan antara
kecemasan dengan kecanduan video game pada remaja belum pernah dilakukan
sebelumnya.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara kecemasan dengan kecanduan video
game pada remaja di SMA N 2 Yogyakarta.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian uji korelasi dengan pendekatan
kuantitatif. Penelitian ini dilakukan pada Maret 2020 dengan subjek penelitian
sejumlah 132 remaja di SMA N 2 Yogyakarta. Penelitian menggunakan kuesioner
Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS) dan Internet Gaming Disorder Scale-
Short-Form (IGDS9-SF). Analisis data menggunakan chi-square dan Spearman’s
rho.
Hasil: Mayoritas remaja di SMA N 2 Yogyakarta mengalami kecemasan sedang
(88.4%). Sebesar 55.3% remaja di SMA N 2 Yogyakarta berisiko kecanduan
video game. Analisis data menunjukan adanya hubungan antara kecemasan
dengan kecanduan video game (p = 0.009) dan memiliki koefisien korelasi (r)
sebesar 0.228.
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan
kecanduan video game yang bersifat lemah dengan arah korelasi positif.

Kata kunci: Kecemasan, Kecanduan Video Game, Remaja


xv

ABSTRACT

Background: Anxiety is a situation where there is a concern that someone


complaining something bad will happen. Anxiety is most often experienced by
adolescents. Adolescents who experience anxiety run away from problems using
video games. Therefore adolescents are at risk of experiencing video game
addiction. Research on the corelation between anxiety and video game addiction
in adolescents has never been done before.
Objective: To determine the corelation between anxiety and video game
addiction in adolescents in SMA N 2 Yogyakarta.
Method: This research is a correlation test with a quantitative approach. This
research was conducted in March 2020 with a number of 132 research subjects in
SMA N 2 Yogyakarta. The study used the Taylor Manifest Anxiety Scale
(TMAS) questionnaire and the Internet Gaming Disorder Scale-Short-Form
(IGDS9-SF). Data analysis using chi-square and Spearman's rho.
Results: The majority of adolescents in SMA N 2 Yogyakarta experienced
moderate anxiety (88.4%). As many as 55.3% of adolescents in SMA N 2
Yogyakarta run the risk of being addicted to video games. Data analysis showed
an association between anxiety and video game addiction (p = 0.009) and had a
correlation coefficient (r) of 0.228.
Conclusion: There is a significant corelation between anxiety and video game
addiction that is weak with positive correlation.

Keywords: Anxiety, Video Game Addiction, Adolescents


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada zaman yang semakin berkembang ini, permasalahan kesehatan jiwa

semakin bertambah. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2016), gangguan jiwa

di Indonesia terus meningkat terutama yang disebabkan oleh faktor psikologis,

biologis, dan sosial dengan keberagaman penduduk. Salah satu gangguan jiwa

yang meningkat di Indonesia adalah gangguan mental emosional.

Gangguan mental emosional merupakan suatu situasi dimana individu

mengalami perubahan emosi yang apabila terus berlanjut dapat menjadi keadaan

patologis (Idaiani 2009, cit. Suyoko, 2012). Prevalensi gangguan mental

emosional pada penduduk berumur lebih dari 15 tahun di Yogyakarta sebesar

10% per mil, lebih tinggi dari rata-rata prevalensi di Indonesia yaitu sebesar 9.8%

per mil (Riskesdas, 2018). Gangguan mental emosional dapat berupa psikomatik,

depresi, dan kecemasan (Suyoko, 2012).

Kecemasan merupakan salah satu bentuk dari gangguan mental emosional.

Kecemasan merupakan suatu situasi dimana terdapat kekhawatiran dimana

seseorang mengeluhkan sesuatu tidak baik akan terjadi. Kecemasan dapat menjadi

tidak normal apabila tingkatannya tidak sesuai dengan jumlah ancaman dan

muncul tanpa penyebab. Namun demikian, kecemasan merupakan respon normal

ketika terjadi ancaman (Spencer et al., 2003).

Masa yang paling berisiko untuk mengalami gejala dan sindrom kecemasan

dari ringan hingga berat adalah masa anak – anak dan remaja (Beesdo et al.,

2009). Sebanyak 6% sampai dengan 20% anak-anak dan remaja di negara maju

1
2

mengalami gangguan kecemasan (Malgorzata et al., 2011). Kelompok usia yang

paling umum mengalami kecemasan adalah remaja (Degnan et al., 2011).

Orang yang memiliki kecemasan dan ambivalen berisiko tinggi untuk

mengalami kecanduan game. Alasan orang yang memiliki gangguan kecemasan

menggunakan game mungkin untuk melarikan diri dari masalah atau untuk

kepuasan sosial (Sussman et al., 2017).

Penggunaan video game pada remaja meningkat secara signifikan (Martín-

fernández et al., 2017). Kuss & Griffiths (2012), mendapatkan data bahwa 4%

sampai 5% orang dengan kecanduan game merupakan siswa sekolah menengah.

Remaja dengan usia 11 sampai 17 tahun menghabiskan waktu lebih banyak untuk

bermain game dari pada usia yang lebih muda ataupun lebih tua (Lemola et al.,

2011). Rata – rata remaja berumur kurang dari 18 tahun yang bermain game yaitu

17% untuk laki-laki dan 11% untuk perempuan. Video game digunakan untuk

menyelesaikan masalah pada 62% pada remaja laki-laki dan 44% pada remaja

perempuan dan untuk melupakan masalah dan mengatasi kesendirian oleh

sejumlah 45% remaja laki-laki dan 29% remaja perempuan (Wood, 2008).

Apabila bermain game terus menerus dilakukan, hal ini dapat menyebabkan

kecanduan game. Gaming disorder atau kecanduan game telah ditetapkan sebagai

mental illness atau gangguan jiwa di dalam Internasional Statistical Classification

of Disease ke-11 (ICD-11) oleh WHO (World Health Organization, 2018).

Kecanduan game online atau Internet Gaming Disorser (IGD) juga telah

dimasukkan dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders -V

atau DSM V (American Psychiatric Association, 2018).


3

Beberapa peneliti menyebutkan bahwa kecanduan video game memiliki

dampak negatif (Griffiths, 2008). Penurunan kesehatan fisik, mental, dan sosial

merupakan konsekuensi negatif dari kecanduan video game (Seok & Dacosta,

2014). Perilaku bermain video game yang salah dapat menyebabkan permasalahan

seperti waktu tidur yang lebih singkat, resistensi insulin, tekanan darah tinggi,

tingginya trigliserida dan kolestrol lipoprotein tinggi (Turel et al., 2016).

Kecanduan video game merupakan suatu hal yang berbahaya karena dapat

meningkatkan gejala stress, kecemasan, dan depresi (Preacher & Hayes, 2008).

Kecanduan video game lebih banyak terjadi pada daerah urban dibandingkan

dengan daerah non-urban (Shi et al., 2019). SMA N 2 Yogyakarta, merupakan

salah satu daerah urban di Yogyakarta. Selain itu, SMA N 2 Yogyakarta

merupakan salah satu Sekolah Menengah Atas yang masuk ke dalam daerah

binaan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas

Gadjah Mada. Setelah dilakukan studi pendahuluan pada remaja di SMA N 2

Yogyakarta, sebanyak 4 dari 5 orang siswa mengalami risiko kecanduan video

game dan 3 diantaranya mengalami kecemasan.

Di Yogyakarta, belum terdapat penelitian yang meneliti tentang hubungan

kecemasan remaja SMA dengan risiko kecanduan video game. Menimbang

besarnya masalah, maka peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan Kecemasan

dengan Risiko Kecanduan Video Game pada Remaja di SMA N 2 Yogyakarta”.


4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, muncul masalah penelitian “Apakah

terdapat hubungan antara kecemasan dengan risiko kecanduan video game

pada remaja di SMA N 2 Yogyakarta”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kecemasan dengan risiko kecanduan video game pada

remaja di SMA N 2 Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran kecemasan pada remaja di SMA N 2 Yogyakarta.

b. Mengetahui gambaran risiko kecanduan video game pada remaja di SMA

N 2 Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menjadi bukti empiris dan menambah khasanah

mengenai hubungan kecemasan dengan risiko kecanduan video game pada

remaja di SMA N 2 Yogyakarta.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa dan masyarakat

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi atau wawasan bagi siswa

maupun masyarakat mengenai hubungan kecemasan dengan risiko

kecanduan video game sehingga siswa maupun masyarakat dapat lebih

sadar terhadap gangguan kecemasan dan kecanduan video game.


5

b. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

Bagi institusi penyelenggara pendidikan keperawatan, hasil penelitian ini

dapat dijadikan sebagai sumber informasi mengenai hubungan kecemasan

dengan risiko kecanduan video game.

c. Bagi Peneliti Lain

Dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya yang tertarik meneliti

tentang hubungan kecemasan dengan risiko kecanduan video game.

E. Keaslian Penelitian

Peneliti telah mencari penelitian yang mirip dengan penelitian “Hubungan

Kecemasan dengan Risiko Kecanduan Video Game pada remaja di SMA N 2

Yogyakarta”. Setelah dilakukan pencarian, didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Penelitian yang berjudul “Hubungan Kecanduan Game Online dengan

Kecemasan Pada Remaja Pengunjung Game Centre di Kelurahan Jebres

Surakarta” yang ditulis oleh Putri pada tahun 2012 dengan hasil terdapat

hubungan antar kecanduan game online dengan kecemasan pada remaja

pengunjung game center di Kelurahan Jebres Surakarta dengan risiko remaja

kecanduan game yang mengalami kecemasan sebesar 2.86 kali. Persamaan

dari penelitian ini yaitu jenis penelitian kuantitatif, desain penelitian deskriptif

analitik, menggunakan pendekatan cross sectional. Perbedaan dengan

penelitian ini yaitu: a). kedudukan variabel independent dan dependent. Dalam

penelitian Putri kecanduan game online sebagai variabel independent,

sedangkan dalam penelitian ini variabel independent yang diteliti yaitu

kecemasan. Variabel dependent dalam penelitian Putri kecemasan, sedangkan


6

dalam penelitian ini yaitu risiko kecanduan video game; b). penelitian Putri

melibatkan remaja pengunjung game centre di Kelurahan Jebres Surakarta,

sedangkan penulis melibatkan responden remaja di SMAN 2 Yogyakarta; c).

penelitian Putri mempertimbangkan variabel luar keintiman keluarga,

sedangkan pada penelitian ini mengabaikan variabel luar; d). penelitian Putri

menggunakan tiga kuesioner, sedangkan penulis menggunakan dua kuesioner.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi et al., pada tahun 2014 dengan judul

“Prevalence of Addiction to the Internet, Computer Games, DVD, and Video

and Its Relationship to Anxiety and Depression in a Sample of Iranian High

School Students” dengan hasil yaitu kecanduan internet dan game dapat

menyebabkan depresi dan kecemasan pada siswa sekolah menengah.

Persamaan penelitian: a). penelitian merupakan penelitian kuantitatif

menggunakan pendekatan cross sectional; b). kedua penelitian dilakukan pada

siswa sekolah menengah. Perbedaan penelitian: a). jenis penelitian Ahmadi et

al., merupakan penelitian deskriptif yang meneliti prevalensi kecanduan pada

internet, game, DVD, video serta hubungannya dengan kecemasan dan

depresi, sedangkan jenis penelitian ini merupakan penelitian uji hubungan atau

korelasi yang meneliti hubungan kecemasan dan risiko kecanduan video

game. b). penelitian Ahmadi et al., menggunakan metode wawancara dalam

pengambilan data, sedangkan pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan

dengaan cara pengisian kuesioner. c). Instrumen yang digunakan dalam

penelitian Ahmadi et al., yaitu DSM-IV sebagai guideline untuk menanyakaan

tentang adiksi, gangguan kecemasan umum, dan depresi mayor. Pada


7

penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen kuesioner TMAS untuk

mengukur kecemasan dan kuesioner IGDS9-SF untuk mengukur risiko

kecanduan video game. d). penelitian Ahmadi et al., dilakukan di Kota Shira,

Iran sedangkan penelitian ini dilakukan di SMA N 2 Yogyakarta.


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Kecemasan

a. Definisi Kecemasan

Kecemasan muncul dalam istilah Bahasa Inggris berupa anxiety yang

berawal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku dan ango atau anci

yang memiliki arti mencekik (Trismiati, 2004). Kecemasan atau anxiety

adalah suatu kondisi aprehensi atau khawatir tentang sesuatu yang tidak

baik akan terjadi (American Psychiatric Publishing, 2002). Kecemasan

adalah pengalaman emosi yang tidak menyenangkan. Kecemasan sering

muncul karena khawatir tentang apa yang mungkin terjadi di masa depan.

Contoh dari kecemasan yaitu anak – anak yang merasa cemas saat akan

masuk sekolah di hari pertama (Poole, 2018). Kecemasan merupakan

respon yang wajar apabila terjadi suatu ancaman, namun dapat menjadi

abnormal apabila tingkatan kecemasan tidak sesuai dengan porsi ancaman

(American Psychiatric Publishing, 2002). Jadi, kecemasan merupakan

kondisi tidak menyenangkan yang ditandai dengan mengkhawatirkan

sesuatu yang buruk akan terjadi.

b. Jenis – Jenis Kecemasan

Menurut DSM V (American Psychiatric Association, 2013) tipe dari

kecemasan, diantaranya yaitu: separation anxiety disorder, mutisme

selektif, phobia spesifik, kecemasan sosial (social phobia), gangguan

panik, agoraphobia, generalized anxiety disorder, gangguan kecemasan

8
9

yang diinduksi oleh obat, gangguan kecemasan karena kondisi medis, dan

gangguan kecemasan lainnya.

Kecemasan yang paling sering dialami oleh remaja yaitu kecemasan

sosial dan generalized anxiety disorder (Tassin et al., 2014). Kecemasan

sosial merupakan perasaan takut dan perilaku menghindari ketika

menghadapi situasi sosial (Schneier & Goldmark, 2015), sedangkan

generalized anxiety disorder merupakan kecemasan umum yang ditandai

dengan kekhawatiran yang tidak terkendali, gelisah, konsentrasi buruk,

gangguan dalam melakukan hubungan sosial maupun pekerjaan,

kelelahan, dan kesulitan tidur (Szkodny & Newman, 2014).

Spielberge (2010), menjelaskan bahwa terdapat dua bentuk, yaitu:

1) Trait anxiety

Trait anxiety adalah timbulnya rasa khawatir dan terancam yang

terjadi pada individu terhadap situasi yang sebenarnya tidak

mengancam. Kecemasan ini merupakan kecemasan sifat yang

mengacu pada perbedaan individu dalam menghadapi stress

(Spielberge et al., 2010).

2) State anxiety

State anxiety yaitu keadaan emosional yang bersifat sementara pada

diri individu yang ditandai dengan timbulnya perasaan tidak

menyenangkan dan khawatir yang dirasakan secara sadar serta

memiliki sifat subjektif (Mihic, 2009).

Menurut Freud (1997), kecemasan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:


10

1) Kecemasan neurosis

Kecemasan neurosis yaitu rasa cemas yang muncul akibat dari adanya

bahaya yang tidak diketahui. Perasaan ini muncul karena dorongan id.

Kecemasan neurosis biasa disebut gugup dan termasuk kecemasan

sederhana (Freud 1997, cit. Boeree, 2006).

2) Kecemasan moral

Kecemasan moral yaitu kecemasan yang bersumber dari konflik

antara ego dan superego. Kecemasan moral merupakan rasa takut

terhadap keinginan yang memiliki dasar realitas, dimana di masa lalu

individu pernah mendapatkan hukuman karena melanggar norma

moral dan dapat dihukum lagi (Freud 1997, cit. Smith, 2010).

3) Kecemasan realistik

Kecemasan realistik yaitu suatu perasaan yang tidak menyenangkan

dan tidak spesifik yang meliputi kemungkinan munculnya bahaya di

dunia nyata. Misalnya takut akan adanya gempa bumi, kecelakaan,

dan kebakaran (Freud 1997, cit. Boeree, 2006).

c. Tingkatan Kecemasan

Kecemasan (anxiety) memiliki beberapa tingkatan. Stuart (2006),

mengemukakan tingkatan kecemasan diantaranya:

1). Kecemasan ringan merupakan kecemasan yang muncul karena

terjadi ketegangan dalam hidup sehari-hari (Stuart, 2006).


11

2). Kecemasan sedang merupakan kecemasan yang membuat individu

berfokus pada hal penting dan mempersempit cara pandang (Stuart,

2006).

3). Kecemasan berat merupakan kecemasan yang membuat individu

akan cenderung untuk berfokus pada hal yang rinci, spesifik, dan

tidak memikirkan hal lain (Stuart, 2006).

4). Panik. Panik merupakan salah satu gangguan kecemasan yang

paling sering terjadi. Panik didefinisikan sebagai ekspresi dari respon

rasa takut terhadap stimulus internal yang bersifat akut (Kim, 2019)

d. Faktor Penyebab Kecemasan

Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebab kecemasan menurut

Soodan & Arya (2015). Berikut merupakan faktor-faktor yang

mempengaruhi kecemasan:

1) Faktor biologis

Individu yang orang tua dan saudara kandungnya mengalami

kecemasan akan berisiko lebih tinggi mengalami kecemasan.Kerabat

tanpa kecemasan memiliki risiko kecemasan lebih rendah (Merikangas

& Pine, 2002).

2) Faktor fisiologis

Kecemasan dapat terjadi apabila terdapat stimulus internal dan

eksternal yang banyak. Kecemasan yang terjadi karena faktor fisiologis

dapat terjadi juga pada orang yang kemampuan koping normalnya

menurun karena berbagai faktor (Shri, 2001).


12

3) Ketidakseimbangan neurotransmitter. Beberapa penelitian telah

menunjukan terdapat beberapa neurotransmitter yang berkaitan

dengan neurobiologi kecemasan (Merikangas & Pine, 2002).

4). Faktor psikologis. Aspek psikologis dapat ditinjau dari hal berikut:

psikodinamik, perilaku, dan spiritual. Psikodinamik merupakan situasi

ketika proses mental internal bersaing, insting dan impuls konflik yang

dapat menyebabkan distress (Soodan & Arya, 2015).

5). Faktor sosial. Pengalaman hidup seperti kematian dalam keluarga,

perceraian, kehilangan pekerjaan, kebangkrutan, kecelakaan, menderita

penyakit serius, kekerasan, terorisme, dan kemiskinan dapat

menyebabkan individu berisiko untuk mengalami gangguan

kecemasan (Shri, 2001).

2. Kecanduan Video Game

a. Definisi Kecanduan Video Game

Kecanduan game merupakan pola perilaku bermain game online

ataupun game offline, game digital maupun video game yang ditandai

dengan tidak dapat mengontrol keinginannya untuk bermain game, lebih

mementingkan untuk bermain game daripada melakukan aktivitas yang

lainnnya, dan terus bermain game meskipun mendapatkan konsekuensi

negatif (World Health Organization, 2018). Video game merupakan salah

satu jenis game elektronik yang menggunakan media komputer, smart

phone maupun televisi (Hayati, 2014). Jadi, risiko kecanduan video game

merupakan kemungkinan seseorang mempunyai pola perilaku bermain


13

game online maupun game offline secara berlebihan dengan media

komputer maupun alat elektronik lainnya.

Kecanduan video game merupakan brain’s reward system atau sistem

penghargaan otak, dimana otak menggunakan substansi yang memicu

pelepasan neurotransmitter dopamin, yang memengaruhi neuron dalam

nukleus accumbens, serta area otak lainnya, seperti korteks prefrontal.

Peengaktifkan berulang kali sirkuit kompleks ini dapat mengubah sirkuit

merespons antisipasi terhadap hadiah dan menghasilkan gejala klasik dari

keinginan (Zastrow, 2017).

b. Faktor Penyebab Kecanduan Video Game

Menurut Sussman et al., (2017), terdapat beberapa faktor risiko yang

membuat seseorang mengalami kecanduan video game, yaitu:

1) Faktor risiko psikososial

a) Individu dengan hambatan sosial. Terdapat hubungan antara

kecanduan video game dengan hambatan sosial (Weinsten et al.,

2015).

b) Individu yang memiliki perasaan takut akan kehilangan

Perasaan takut akan kehilangan disebut juga fear of missing out

(FOMO) merupakan keinginan untuk terus terhubung dengan apa

yang dilakukan orang lain. Individu dengan FOMO akan

memeriksa sesuatu secara berlebihan (Oberst et al., 2017).

c) Individu dengan sifat kepribadian yang menyukai hal-hal baru

d) Individu yang memiliki sifat menghindari kehidupan nyata


14

e) Individu yang mengalami ambivalen, insecure, dan kecemasan

Individu yang memiliki perasaan ambivalen, insecure, dan

kecemasan akan malas untuk berinteraksi dengan orang lain. Hal

ini biasanya terjadi karena takut apabila orang lain tidak

menghiraukan mereka (Schimmenti et al., 2013). Bermain video

game mungkin dilakukan untuk menghibur diri dan melarikan diri

dari interaksi sosial (Sussman et al., 2017).

f) Dukungan keluarga yang buruk, hubungan keluarga yang buruk,

adanya konflik keluarga, dan dukungan psikososial yang buruk.

Kurangnya komunikasi antar anggota keluarga menyebabkan

individu mencari kegiatan yang membuat dirinya senang (Efendi,

2014).

g) Keadaan akademik yang buruk dan gaya asuh orang tua yang

kurang protektif. Gaya asuh orang tua yang kurang protektif

membuat anak menjadi bebas melakukan sesuatu tanpa ada

pengawasan (Efendi, 2014).

i) Individu dengan gangguan tidur

j) Laki-laki

Sebuah studi melaporkan bahwa laki-laki lebih bermasalah dengan

kecanduan video game dibandingkan dengan perempuan.

Perbandingan risiko kecanduan video game antara laki-laki dan

perempuan sebesar 2 : 1 (Wittek et al., 2016).

2) Komordibitas Psikiatrik
15

Berikut merupakan gangguan psikiatrik yang memiliki hubungan

sebab akibat dengan kecanduan video game: gangguan depresi,

ADHD, impulsive, autism spectrum disorder (ASD), gangguan

bipolar, pecandu alkohol, kecemasan, obsessive-compulsive disorder

(OCD), alexithymia atau ketidakmampuan untuk mengidentifikasi

emosi dalam diri, dan trauma (Bischof et al., 2016).

c. Tanda dan Gejala Kecanduan Video Game

Banyak studi yang telah dilakukan untuk mengetahui tanda dan gejala

kecanduan video game. Tanda dan gejala tersebut dikategorikan dalam

empat kategori sebagai berikut:

1) Tanda dan gejala relasional

Pemain game akan mengalami beberapa dari gejala berikut ini:

berbohong apabila ditanya tentang bermain video game, sering

menolak undangan sosial, mengurangi waktu bersama keluarga dan

memiliki masalah dengan pasangan akibat lama bermain video game,

dan berkurangnya teman di dunia nyata (Abulail, 2015).

2) Tanda dan gejala perilaku

Berhubungan dengan perubahan perilaku yang dialami oleh pemain

video game. Menurunnya kinerja pada akademik maupun pekerjaan,

menghabiskan waktu lebih banyak untuk bermain game merupakan

tanda dan gejala perilaku (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,

2018).

3) Tanda dan gejala fisik


16

Terdapat beberapa masalah fisik yang muncul pada individu seperti

kesulitan dan perubahan pola tidur, penurunan kebersihan diri,

kebiasaan makan yang buruk atau makan tidak teratur, merah dan

kering pada mata, penambahan berat badan, dan kesehatan yang

buruk (Tone et al., 2014).

4) Tanda dan gejala psikologis

Tanda dan gejala psikologis pada orang dengan kecanduan video

game yaitu merasa cemas atau tertekan pada saat bermain game,

merasa marah apabila tidak diijinkan untuk bermain video game,

membenarkan diri ketika bermain video game secara berlebihan,

kehilangan kontrol diri saat bermain video game (Lemmens et al.,

2011).

Menurut DSM V tanda dan gejala kecanduan game meliputi sibuk

bermain game, menarik diri dari lingkungan saat bermain game,

menghabiskan banyak waktu untuk bermain game, kesulitan untuk

berhenti bermain game, tidak tertarik dengan aktivitas lain, melanjutkan

bermain game meskipun menimbulkan masalah, menipu orang lain

masalah waktu yang dihabiskan untuk bermain game (American

Psychiatric Association, 2018)

d. Jenis – Jenis Video game

1) Game Massively Multiplayer Online (MMO)

Game MMO merupakan game yang dimainkan bersama dengan

banyak orang dalam waktu yang sama. Pada game ini, beberapa orang
17

tersebut bekerjasama untuk mendapatkan tujuan yang sama

(Delfabbro, 2019). Terdapat dua jenis game MMO, yaitu:

a) MMO Role-Playing Game (MMORPG) merupakan game karakter

yang mana pemain membuat karakter di dunia fantasi yang

kemudian dimainkan sendiri maupun bersama orang lain. Tujuan

dari game ini adalah menyelesaikan tugas atau misi pencarian

(Peterson, 2012).

b) Multiplayer Online Battle Arena (MOBA) merupakan jenis game

pertempuran yang kompetitif. Pada game ini, terdapat dua tim yang

saling bersaing pada waktu yang sama dan mengalahkan satu sama

lain. Contoh dari game jenis ini yaitu League of Legends dan

DOTA (Mora-cantallops & Sicilia, 2018).

2) Video game lainnya yang sering dimainkan yaitu game petualangan,

game strategi, dan game simulasi (Delfabbro, 2019).

3. Remaja

a. Definisi Remaja

Kata “remaja” berasal dari Bahasa Latin adolescene yang berarti to

grow atau to grow maturity (Golinko 1984, cit. Putro, 2017). Remaja

merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa (Batubara, 2010).

Tidak ada standar khusus untuk mendefinisikan remaja, meskipun remaja

sering didefinisikan dengan rentang umur (World Health Organization,

2019).
18

Remaja merupakan penduduk yang berusia 10 sampai dengan 19 tahun

(World Health Organization, 2014). Menurut Badan Kependudukan dan

Keluarga Berencana (BKKBN) remaja merupakan individu yang berusia

dalam rentang 10 sampai dengan 24 tahun dan belum menikah. Peraturan

Menteri Kesehatan RI No. 25 tahun 2014 menyebutkan remaja merupakan

penduduk yang berusia 10 hingga 18 tahun (Heri et al., 2015).

Remaja yang berumur kurang dari 18 tahun merupakan subjek yang

paling banyak mengalami risiko kecanduan video game (Griffiths, 2015).

Alasan remaja lebih berisiko untuk kecanduan video game yaitu

menggunakan video game sebagai sarana hiburan, bersenang-senang, dan

bersosialisasi (Vollmer et al., 2014).

b. Kategori Remaja

Menurut United Nations Childern’s Fund (2011), remaja dibagi

menjadi dua kategori, yaitu:

1) Remaja awal merupakan remaja yang berumur 10 tahun hingga 14

tahun. Pada masa ini biasanya perubahan fisik mulai terlihat ditandai

dengan meningkatnya pertumbuhan, perkembangan organ seksual,

dan ciri-ciri sekunder perkembangan seksual (World Health

Organization, 2019).

2) Remaja akhir merupakan remaja yang berumur 15 sampai dengan 19

tahun. Perubahan fisik utama biasanya terlihat pada masa ini dan

tubuh akan terus berkembang (United Nations Children’s Fund,

2011).
19

Menurut WHO, masa remaja terbagi menjadi beberapa fase, meliputi

a) remaja awal merupakan remaja yang berumur 10-15 tahun; b) remaja

madya merupakan remaja yang berumur 15-17 tahun; c) remaja akhir

merupakan remaja yang berumur 17-21 tahun.

c. Ciri-ciri Remaja

Menurut Jatmiko (2010),sebagaimana dikutip dalam Putro (2017),

terdapat perilaku khas remaja yang tidak dapat dihindarkan, yaitu:

1) Remaja mulai memiliki keinginan untuk bebas dalam mengungkapkan

pendapatnya (Jatmiko 2010, cit. Putro, 2017).

2) Daripada masa kanak-kanak, remaja lebih mudah untuk dipengaruhi

oleh teman-temannya. Peran dan pengaruh orang tua pada remaja

berkurang (Afghari, 2015).

3) Remaja mengalami perubahan fisik yang signifikan, baik pertumbuhan

maupun seksualitasnya. Perasaan seksualitas yang timbul pada remaja

bisa membingungkan, menakutkan sehingga sering menimbulkan

kecemasan (Hartini, 2017).

4) Remaja biasanya menjadi terlalu percaya diri (over confidence) dan

mengalami peningkatan emosi. Hal ini yang membuat remaja sulit

menerima nasihat dan pengarahan dari orang tua (Jatmiko 2010, cit.

Putro, 2017).

Masa remaja ditandai dengan: (1) berkembangnya sikap dependent

kepada orang tua ke arah independent (2) munculnya minat seksualitas

(3) kecenderungan untuk merenung atau memperhatikan diri sendiri,


20

memperhatikan nilai – nilai etika, dan isu – isu moral (Spencer et al.,

2003).

Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja:

1) Pertumbuhan fisik

Pada masa awal remaja pertumbuhan fisik mencapai puncaknya.

Pubertas merupakan penanda seseorang memasuki masa remaja.

Perubahan fisik sekunder akan muncul seperti munculnya bulu pada

kemaluan, rambut tubuh, serta pertumbuhan pada genital dan

payudara. Masa remaja akhir merupakan akhir dari pubertas (Hartini,

2017).

2) Kemampuan kognitif

Remaja akan cenderung mengembangkan pola berpikir abstrak dan

gemar memberikan kritik. Selain itu, remaja juga mempunyai

keinginan untuk mengetahui hal baru sehingga timbul perilaku untuk

mencoba-coba (Sary, 2017).

3) Identitas

Remaja akan mencoba berbagai peran, mengubah citra diri,

meningkatnya rasa cinta terhadap diri sendiri, mempunyai banyak

fantasi kehidupan, serta idealistis. Harga diri dan pandangan terhadap

citra tubuh serta peran gender hampir menetap pada remaja di tahap

akhir (Wulandari, 2014).

4) Hubungan dengan orang tua


21

Masa remaja merupakan fase yang sulit untuk orang tua dan anak

saling berkomunikasi. Remaja cenderung merasa berhak mengambil

keputusannya sendiri dalam menyelesaikan konflik (Diananda,

2018).

5) Hubungan dengan teman sebaya

Pada usia remaja, individu akan lebih sering bergaul dengan teman

sebayanya, mengikuti kegiatan organisasi di sekolah, maupun ikut

bimbingan belajar. Remaja akan lebih banyak berkomunikasi

dengan teman sebayanya mengenai masalah yang dihadapi (Rini,

2014).

d. Masalah pada Remaja

Pemberontakan merupakan hal alamiah yang dilakukan oleh remaja

untuk menjadi individu yang mandiri dan peka secara emosional

(Masqood 1998, cit. Diananda, 2018). Masalah kenakalan remaja, masalah

yang berkaitan dengan sekolah, kenakalan remaja, dan masalah seksual

merupakan beberapa masalah yang sering dialami oleh remaja (Diananda,

2018). Remaja yang mengalami masalah akan menggunakan video game

lebih sering sebagai strategi koping stres dan frustasi yang bertujuan untuk

meregulasi emosi sehingga dapat mengurangi pikiran negatif (Kuss &

Griffiths, 2019).

Masalah psikososial yang muncul pada remaja yang berisiko

mengalami kecanduan video game yaitu kehilangan waktu bersama

keluarga, kemampuan bersosialisasi yang buruk, perilaku agresif dan


22

maladaptif, bermasalah dengan sekolahnya, penurunan kemampuan

akademik (Griffiths et al., 2012). Sementara itu, dampak kesehatan yang

mungkin muncul pada remaja dengan risiko kecanduan video game yaitu

kaku pada leher, kekakuan pada jari tangan, halusinasi pada pendengaran,

dan gangguan tidur (Griffiths, 2015).

B. Landasan Teori

Kecemasan atau anxiety adalah suatu kondisi aprehensi atau khawatir tentang

sesuatu yang tidak baik akan terjadi (American Psychiatric Publishing, 2002).

Menurut DSM V kecemasan dibagi mejadi beberapa tipe, yang meliputi

separation anxiety disorder, mutisme selektif, phobia spesifik, kecemasan sosial

(Social Phobia), gangguan panik, agoraphobia, generalized anxiety disorder,

gangguan kecemasan yang diinduksi oleh obat, gangguan kecemasan karena

kondisi medis, dan gangguan kecemasan lainnya (American Psychiatric

Association, 2013). Menurut Spielberger kecemasan terbagi menjadi trait anxiety

dan state anxiety (Spielberge, 2010). Sementara itu, tingkatan kecemasan dibagi

menjadi empat yaitu kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat, dan

panik (Stuart, 2006).

Kecanduan video game merupakan pola perilaku bermain game online ataupun

game secara berlebihan melalui alat elektronik (Hayati, 2014). Faktor penyebab

kecanduan video game yaitu faktor risiko psikososial dan komordibitas psikiatrik.

Komordibitas psikiatrik kecanduan video game meliputi gangguan depresi,

ADHD, impulsive, autism spectrum disorder (ASD), gangguan bipolar, pecandu

alkohol, kecemasan, obsessive-compulsive disorder (OCD), alexithymia atau


23

ketidakmampuan untuk mengidentifikasi emosi dalam diri, dan trauma (Sussman

et al., 2017). Tanda dan gejala terjadinya kecanduan video game meliputi tanda

gejala relasional, perilaku, fisik, dan psikologis (Abulail, 2015).

Remaja merupakan subjek yang paling banyak mengalami risiko kecanduam

video game. Remaja menggunakan video game untuk hiburan dan bersosialisasi

(Vollmer et al., 2014). Remaja memiliki beberapa ciri-ciri yang menonjol

diantaranya yaitu memiliki keinginan untuk bebas, mudah dipengaruhi oleh teman

sebayanya, mengalami perubahan fisik yang signifikan, dan terlalu percaya diri

(Jatmiko 2010, cit. Putro, 2017). Terdapat empat permasalahan yang mungkin

dialami oleh remaja, diantaranya masalah kenakalan remaja, masalah berkaitan

dengan sekolah, masalah seksual, dan masalah penyalahgunaan obat terlarang

(Diananda, 2018). Remaja yang mengalami masalah akan menggunakan video

game lebih sering sebagai strategi koping stres dan frustasi yang bertujuan untuk

meregulasi emosi sehingga dapat mengurangi pikiran negatif (Kuss & Griffiths,

2019).
24

C. Kerangka Teori

Remaja

Ciri-ciri remaja
- Memiliki keinginan untuk
bebas
- Mudah dipengaruhi oleh teman
sebayanya
- Perubahan fisik yang signifikan
- Terlalu percaya diri

Faktor penyebab kecanduan video game

Faktor risiko psikososial Masalah pada remaja

Komordibitas psikiatrik
Tanda dan gejala
a. Gangguan depresi
kecanduan video
b. ADHD, impulsive, dan autism spectrum
game
disorder (ASD)
c. Gangguan bipolar
d. Pecandu alkohol
e. Kecemasan Risiko Kecanduan

f. Obsessive-compulsive disorder (OCD) Video Game


g. Alexithymia atau ketidakmampuan untuk
mengidentifikasi emosi dalam diri
h. Trauma

Gambar 1 Kerangka Teori


25

D. Kerangka Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat

Kecemasan pada Risiko Kecanduan Video

Remaja di SMA N Game pada Remaja di

2 Yogyakarta SMA N 2 Yogyakarta

Gambar 2 Kerangka Penelitian

E. Hipotesis

Terdapat hubungan antara tingkat kecemasan dengan tingkat risiko kecanduan

video game pada remaja di SMA N 2 Yogyakarta.

F. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimakah gambaran kecemasan pada remaja di SMA N 2 Yogyakarta?

2. Bagaimanakah gambaran risiko kecanduan video game pada remaja di SMA N

2 Yogyakarta?
BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Jenis penelitian berupa uji

hubungan atau korelasi dengan rancangan berupa cross-sectional.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan data dilakukan di SMA N 2 Yogyakarta. Waktu pengambilan

data telah dilaksanakan pada bulan Maret 2020 setelah mendapatkan persetujuan

dari komisi etik.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja di SMA N 2 Yogyakarta.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sejumlah siswa kelas XI dari total populasi

siswa di SMA N 2 Yogyakarta yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi

1) Berusia remaja (14 – 19 tahun).

2) Pernah bermain video game dalam kurun waktu satu tahun terakhir.

3) Terdaftar aktif sebagai siswa di SMA N 2 Yogyakarta.

4) Bersedia menjadi responden dan menandatangani informed consent.

b. Kriteria Eksklusi

1) Sedang sakit atau menderita penyakit fisik berat karena cedera (seperti

patah tulang) dan ganguan jiwa berat.

2) Tidak hadir pada saat pemberitahuan informasi penjelasan penelitian.

26
27

c. Besarnya Sampel

Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel

adalah menggunakan rumus Slovin (Sevilla et.al, 2007;182) sebagai

berikut:

Keterangan :

n : jumlah sampel

N : jumlah populasi = 900

e : batas toleransi kesalahan (error tolerance), dalam penelitian ini error

tolerance yang digunakan yaitu 10%

Dari rumus Slovin, telah didapatkan besar jumlah sampel yaitu 90 orang.

Untuk mengantisipasi apabila terjadi drop out, maka ditambahkan 10%

dari jumlah sampel, sehingga responden penelitian yang dibutuhkan dalam

penelitian ini yaitu sebanyak 99 responden. Jumlah responden tersebut

sebenarnya dapat terpenuhi dengan menggunakan 5 kelas, akan tetapi pada

saat pengambilan data banyak siswa yang tidak hadir dikarenakan

mengikuti kegiatan sekolah. Oleh karena itu, peneliti menambah jumlah

kelas untuk pengambilan data. Setelah dilakukan skrining pada kedua


28

kelas tersebut, semua responden memenuhi kriteria inklusi, sehingga

responden penelitian ini sebanyak 132 siswa kelas XI SMA N 2

Yogyakarta.

d. Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu menggunakan teknik

pengambilan sampel nonprobability dengan cara purposive sampling untuk

menentukan SMA dan kelas yang digunakan untuk penelitian. Purposive

sampling digunakan jika pengambilan sampel memperhatikan

pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2016). Setelah menentukan kelas yang

digunakan untuk penelitian, kemudian dilakukan skrining pada siswa dan

digunakan teknik pengambilan sampel nonprobability dengan cara

convenient sampling. Convenient sampling merupakan cara pengambilan

sampel dengan memeperhatikan kriteria inklusi (Sastroasmoro et al., 2010).

D. Variabel Penelitian

Variabel bebas atau independent yaitu kecemasan pada remaja di SMA N 2

Yogyakarta. Variabel terikat atau dependent pada penelitian ini adalah risiko

kecanduan video game pada remaja di SMA N 2 Yogyakarta.

E. Definisi Operasional Variabel

Pada penelitian ini, ditetapkan batasan operasional sebagai berikut :

a. Kecemasan merupakan kondisi yang dialami remaja di SMAN 2 Yogyakarta

yang mana individu mengkhawatirkan sesuatu, tanpa penyebab yang diukur

dengan Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS) serta menggunakan skala

ordinal berbentuk tidak cemas jika jumlah skor < 5, kecemasan rendah jika
29

jumlah skor 5-14, kecemasan sedang jika jumlah skor 15-39, dan kecemasan

tinggi apabila jumlah skor 40-50.

b. Risiko kecanduan video game adalah pola bermain video game berlebihan

yang dialami oleh remaja di SMAN 2 Yogyakarta setelah diukur

menggunakan kuesioner Internet Gaming Disorder Scale-Short-Form

(IGDS9-SF) dan menggunakan skala ordinal dalam bentuk “berisiko

kecanduan video game” dan “tidak berisiko kecanduan video game” yang

mana apabila skor IGDS9-SF semakin tinggi maka semakin berisiko untuk

kecanduan video game.

c. Remaja merupakan batasan usia yang digunakan pada subjek penelitian yaitu

diantara 14 sampai dengan 19 tahun di SMA N 2 Yogyakarta.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan kuesioner Taylor

Manifest Anxiety Scale (TMAS). Kuesioner TMAS merupakan alat ukur untuk

mengukur trait anxiety dengan melihat faktor afektif dan kognitif dengan tujuan

untuk mengetahui perbedaan respon emosional individu (Herts & Beilock, 2017).

Kuesioner TMAS berisi 50 butir pertanyaan yang terdiri dari 35 pertanyaan

favourable dan 15 pertanyaan unfavourable dan dapat dijawab dengan 2 pilihan

jawaban, yaitu ‘iya’ dan ‘tidak’.


30

Tabel 1 Kisi Kisi Pertanyaan TMAS

No. Domain Indikator TMAS Nomer Item ∑


Favourable Unfavourable
1. Fisiologis Debar jantung dan - 18 1
nafas tidak
beraturan
Berkeringat dingin 16,17 15 3
Nafsu makan
hilang 19 - 1
Mudah lelah - 1 1
Sakit kepala - 4 1
Tangan bergetar 8,32 - 2
Gangguan perut
atau diare 2,10,21 20 4
Susah tidur 14,22,23,24 35 5
2. Intelektual Tidak mampu 6 - 1
berkonsentrasi
Sulit berpikir jernih 36,46,48 - 3
Tidak mampu
memecahkan 28,45 - 2
masalah
Penurunan
perhatian 41 - 1
3. Emosional Mudah merasa 13,42,47 9,12,43,50 7
malu
Mudah tersinggung 26,30 - 2
(sensitif)
Merasa tidak 34 3,25,44 4
tenang atau gugup
Khawatir 7,11,27,31,33,37,39,40,49 38 10
Merasa tegang 5 29 2
Jumlah item 35 15 50
sumber: (Arismawati, 2016)

Setiap jawaban “Ya” diberikan nilai 1 dan jawaban “Tidak” diberikan nilai 0.

Jumlah skor < 5 dikategorikan tidak cemas, skor 5-14 dikategorikan sebagai

kecemasan rendah, skor 15-39 dikategorikan sebagai kecemasan sedang, dan skor

40-50 dikategorikan sebagai kecemasan tinggi (Gagua et al., 2013)

Instrumen yang digunakan untuk mengukur risiko kecanduan game yaitu

Internet Gaming Disorder Scale-Short-Form (IGDS9-SF). IDGS9-SF merupakan

sebuah kuesioner yang dibuat untuk mengukur kecanduan video game

berdasarkan kriteria kecanduan game DSM V. IDGS9-SF terdiri dari 9 item


31

pernyataan yang menilai dirinya sendiri dengan skala likert. Nilai 1 untuk jawaban

tidak pernah; 2= jarang; 3=kadang-kadang; 4= sering; dan 5= sangat sering. Nilai

yang diperoleh dalam kuesioner ini yaitu 9 sampai dengan 45 yang mana semakin

tinggi skor yang diperoleh maka diindikasikan semakin tinggi risiko kecanduan

game (Pontes et al., 2017).

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner TMAS telah diuji validitas dan reabilitasnya di Indonesia oleh

Kusuma pada tahun (2011). Hasil uji kuesioner TMAS yaitu validitas sensitivitas

90%, spesifisitas 90.4%, efektifitas 92.5%. Uji reliabilitas kuesioner TMAS

menggunakan cronbach alpha didapatkan hasil sebesar 0.86 (Kusuma et al.,

2011).

Kuesioner IDGS9-SF versi Indonesia telah diuji validitas dan reabilitasnya

oleh Puspitasari (2019). Hasil uji validitas yaitu kuesioner IDGS9-SF

mendapatkan nilai r hitung > 0.2681, sehingga seluruh item dinyatakan valid.

Hasil uji reliabilitas konsistensi internal instrumen IGDS9-SF versi Indonesia

sebesar 0.857 menggunakan cronbach alpha. Nilai cronbach alpha instrumen

tersebut > 0.7 sehingga IGDS9-SF versi Indonesia dianggap reliabel (Puspitasari,

2019).

H. Tehnik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan kuisioner dalam pengambilan datanya.

Sebelumnya, peneliti terlebih dahulu mengumpulkan siswa untuk diberikan

informasi mengenai penjelasan penelitian. Kemudian, dilakukan skrining untuk

mengetahui siswa yang bermain video game selama 12 bulan terakhir. Siswa yang
32

bermain video game dalam 12 bulan terakhir kemudian diberi penjelasan

mengenai informed consent siswa dan orang tua, serta prosedur pengisian

kuesioner. Kemudian siswa mengisi informed consent sebagai tanda persetujuan

untuk dilakukannya pengambilan data dan informed consent untuk orang tua

dibawa pulang untuk mendapatkan persetujuan dari orang tua. Pada hari

selanjutnya sambil menyerahkan informed consent orang tua dan siswa, kuisioner

diberikan kepada sejumlah responden yang merupakan sampel penelitian secara

satu per satu melalui tatap muka. Pengisian dilakukan mandiri oleh responden

(self report) didampingi oleh peneliti dan 1 orang asisten peneliti.

I. Jalannya Penelitian

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini, dilakukan persiapan dimulai pada bulan November 2018 -

April 2019 terkait topik penelitian dan judul penelitian. Selanjutnya peneliti

membuat proposal penelitian sampai bulan November. Setelah pembuatan

proposal selesai, peneliti mengajukan ethical clearance kepada komisi etik di

Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan. Kemudian

peneliti mengurus ijin ke SMA N 2 Yogyakarta untuk melakukan penelitian.

Selanjutnya, peneliti menentukan 1 orang asisten penelitian yang merupakan

mahasiswa S1 Program Studi Ilmu Keperawatan FK-KMK UGM untuk

membantu pengambilan data yang kemudian diberikan informasi mengenai

prosedur pengambilan data dan isi dari kuesioner (menyamakan persepsi).

Peneliti berdiskusi dengan pihak kesiswaan untuk menentukan waktu

pengambilan data.
33

2. Tahap Pelaksanaan

Pengambilan data dilakukan di SMA N 2 Yogyakarta pada bulan Maret

2020. Sebelum mengambil data, peneliti menemui kepala sekolah dan pihak

kesiswaan untuk meminta ijin melakukan penelitian. Kemudian, pihak sekolah

menentukan kelas mana saja yang dilakukan skrining. Setelah mendapatkan

kelas yang diskrining, kemudian peneliti memberikan penjelasan penelitian

dan melakukan skrining pada siswa. Skrining dilakukan dengan cara masuk ke

dalam kelas-kelas. Setelah melakukan skrining, peneliti menentukan

responden yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan data dilakukan

apabila responden menyetujui dan mengisi informed consent. Responden

mengisi kuisioner TMAS dan IGDS9-SF selama 15 menit. Setelah semua

responden menyelesaikan pengisisan kuesioner, peneliti dan asisten peneliti

membagikan souvenir untuk responden.

3. Tahap Penyusunan Laporan Penelitian

a. Melakukan analisis data setelah jumlah sampel yang dibutuhkan terpenuhi.

b. Membuat laporan yang berisi hasil penelitian, pembahasan, kesimpulan,

saran, dan tambahan dari proposal penelitian sebelumnya.

c. Membuat naskah publikasi sesuai dengan penelitian.

d. Mempresentasikan hasil penelitian setelah mendapat persetujuan dari

dosen pembimbing.

J. Etika Penelitian

Peneliti ini telah disetujui oleh Komisi Etik FK-KMK dengan nomor

KE/FK/1056/EC/2019. Peneliti memberikan informed consent kepada calon


34

responden sebelum pengambilan data sebagai tanda persetujuan antara peneliti

dan calon responden dalam bekerja sama. Selain itu, penelitian ini menerapkan

beberapa prinsip dasar dan kaidah etika penelitian sebagai berikut :

1. Otonomi (Autonomy)

Responden penelitian bebas memilih untuk untuk mengikuti atau menolak

menjadi reponden penelitian dengan bukti informed consent. Responden

juga berhak memperoleh penjelasan mengenai cara pengambilan data dan

berhak bertanya dan meminta penjelasan mengenai kuesioner yang

diberikan.

2. Kerahasiaan identitas (Anonymity)

Kerahasiaan identitas responden dijamin oleh peneliti. Peneliti mengganti

nama responden dengan kode dalam proses analisa data.

3. Kerahasiaan informasi (Confidentially)

Peneliti menjamin kerahasiaan data responden berupa jawaban responden

pada lembar kuesioner.

4. Keuntungan (Beneficience)

Penelitian yang dilakukan tidak mengandung kerugian terhadap responden

seperti kerugian fisik dan kerugian psikososial, karena responden hanya

diminta untuk menjawab setiap item pertanyaan. Penelitian ini mengandung

kebermanfaatan bagi responden karena dapat mengetahui kualitas

hidupnya.

5. Keadilan (Justice)
35

Peneliti memperlakukan responden secara adil tanpa membeda-bedakan

dan tidak melakukan diskriminasi.

6. Kejujuran (Veracity)

Pada saat melakukan penelitian mulai dari persiapan hingga pelaporan,

peneliti berlaku jujur.

K. Analisis Data

Adapun langkah – langkah yang dilakukan saat analisa data yaitu:

1. Editing

Peneliti mengecek kelengkapan kuesioner yang telah diisi oleh responden

meliputi data demografi responden, item kuisioner risiko kecanduan video

game, dan item kuisioner tingkat kecemasan.

2. Coding

Coding dilakukan untuk memberikan kode setiap item pertanyaan dalam

kuesioner. Adapun kode pada kuesioner kecemasan yaitu 0 untu tidak dan 1

untuk ya. Khusus untuk pertanyaan yang bersifat unfavourable, kode yang

diberikan yaitu 0 untuk ya dan 1 untuk tidak. Kode pada kuesioner risiko

kecanduan video game yaitu 1 untuk jawaban tidak pernah, 2 untuk jarang, 3

untuk kadang-kadang, 4 untuk sering, dan 5 untuk sangat sering.

3. Tabulating

Pembuatan tabel yang berisi data yang sudah diberi kode sesuai dengan

analisis yang dibutuhkan. Tujuan untuk pembuatan tabel untuk memudahkan

dalam penyajian serta menganalisis data.

4. Analizing
36

Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan program computer SPSS

versi 25. Analisis data dilakukan dalam beberapa tahap yaitu analisis

univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat pada penelitian ini

digunakan untuk mengetahui data demografi responden, gambaran

kecemasan responden dan gambaran risiko kecanduan video game dalam

bentuk tabel. Pada masing-masing variabel kecemasan dan kecanduan video

game dilakukan uji beda dengan chi-square.

Analisis bivariat untuk mengukur apakah ada hubungan antara variabel

independen (kecemasan) dengan variabel dependen (risiko kecanduan video

game). Sebelum dilakukan uji bivariat, skor kecemasan dan risiko kecanduan

video game dilakukan uji normalitas terlebih dahulu menggunakan rumus

kormogorov-smirnov. Hasil uji normalitas data menunjukkan nilai

signifikansi 0.2 (p>0.05) untuk variabel kecemasan dan 0.008 (p<0.05) untuk

variabel risiko kecanduan video game. Dari nilai signifikansi, disimpulkan

bahwa variabel kecemasan terdistribusi normal dan variabel kecanduan video

game tidak terdistribusi normal. Dilakukan tranformasi pada variabel risiko

kecanduan video game dengan uji log10 akan tetapi hasilnya tetap tidak

normal, signifikansi yang diperoleh yaitu 0.034 (p<0.05). Pengkategorian

data variabel kecemasan akan dibagi menjadi tidak cemas, cemas rendah,

cemas sedang, dan cemas tinggi berdasarkan cut off point yaitu apabila

jumlah skor < 5 dikategorikan tidak cemas, skor 5-14 dikategorikan sebagai

kecemasan rendah, skor 15-39 dikategorikan sebagai kecemasan sedang, dan

skor 40-50 dikategorikan sebagai kecemasan tinggi. Pengkategorian data


37

variabel risiko kecanduan video game menggunakan median karena

terdistribusi tidak normal.

Analisis hubungan kecemasan dan risiko kecanduan video game

menggunakan uji korelasi Spearman’s rho karena salah satu data terdistribusi

tidak normal. Kedua variabel memiliki korelasi jika nilai signifikansi p <

0.05, Pada penelitian ini menggunakan dan Confident Interval 95%.

L. Hambatan dan Keterbatasan Penelitian

1. Hambatan Penelitian

a. Perizinan di sekolah yang sedikit lama dikarenakan jadwal wakil

kesiswaan yang padat. Peneliti kemudian mengatur jadwal pertemuan

dengan wakil kesiswaan dengan mengirim pesan.

b. Kendala penyesuaian pengambilan data antara jadwal peneliti dan jadwal

sekolah. Peneliti kemudian mengambil waktu saat jam kosong kuliah dan

bekerjasama dengan pihak sekolah utuk menentukan waktu pengambilan

data.

c. Pada saat pengambilan data kepada siswa situasinya kurang kondusif

khususnya apabila pengambilan data dilakukan pada saat jam istirahat,

sehingga peneliti meminta bantuan ketua kelas untuk ikut serta membantu

membangun situasi yang lebih kondusif.

d. Pada saat pengambilan data, banyak siswa yang tidak ada di dalam kelas

dikarenakan mengikuti kegiatan sekolah. Kegiatan sekolah tersebut berupa

mengurus kegiatan penampilan seni yang diadakan di luar sekolah. Dalam


38

hal ini, peneliti meminta tambahan kelas untuk mengambil data guna

mencegah kurangnya sampel.

2. Keterbatasan Penelitian

Responden pada penelitian ini tidak sesuai dengan rencana karena hanya

melibatkan siswa kelas XI sehingga penelitian ini tidak mewakili seluruh

populasi remaja di SMA N 2 Yogyakarta. Hal tersebut dikarenakan pihak

sekolah hanya mengijinkan pengambilan data untuk kelas XI dengan alasan

kelas X masih siswa baru dan kelas XII sibuk mempersiapkan Ujian

Nasional.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian uji korelasi yang meneliti hubungan antara

kecemasan dengan risiko kecanduan video game. Responden penelitian ini adalah

anak kelas XI di SMA Negeri 2 Yogyakarta yang pernah bermain video game

dalam 12 bulan terakhir dan memenuhi kriteria dalam inklusi penelitian.

1. Data Demografi Responden

Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi karakteristik

demografi responden. Hasil analisis data demografi disajikan dalam tabel 2.

Pada penelitian ini, sebanyak 132 responden memiliki usia yang homogen

yaitu usia 16 sampai dengan 19 tahun. Responden perempuan lebih banyak

daripada responden laki-laki. Dari semua responden tersebut, rata-rata mulai

bermain video game sejak umur 8 tahun dengan rata-rata frekuensi bermain

video game selama 4 kali perminggu dan 2 jam perhari. Mayoritas responden

memainkan kedua jenis video game yaitu online dan offline, menggunakan

handphone untuk bermain video game dan bermain video game di rumah.

Motivasi terbesar yang mendorong responden untuk bermain video game yaitu

sebagai hiburan. Tipe video game yang paling sering dimainkan yaitu teka-

teki atau strategi dan pertarungan.

39
40

Tabel 2 Data Demografi Responden (n = 132)


Kriteria Frekuensi % Median
(IQR)
Usia (tahun) 17 (16-17)
16 tahun 60 45.5
17 tahun 71 53.8
19 tahun 1 0.8
Jenis Kelamin
Laki-laki 49 37.1
Perempuan 83 62.9
Usia mulai bermain video game 8 (6-10)
(tahun)
Frekuensi bermain video game 4 (2-6)
per minggu (hari)
Frekuensi bermain video game 2 (1-3)
per hari (jam)
Jenis video game
Online 19 14.4
Offline 42 31.8
Online dan offline 71 53.8
Alat untuk bermain video game
Komputer/laptop 59 30.7
Console 19 9.9
Handphone 106 55.2
Tablet 6 3.1
Lainnya (playstation) 2 1.1
Tempat bermain video game
Rumah 130 79.3
Warnet 7 4.3
Rental 5 3
Lainnya (sekolah) 22 13.4
Motivasi bermain video game
Hiburan 117 33
Diajak teman 28 7.9
Melepas ketegangan/stress 76 21.5
Kesepian 35 9.9
Mengisi waktu luang 90 25.4
Lainnya 8 2.3
Tipe video game
Teka-teki atau strategi 65 16.6
Pertarungan 65 16.6
Misi bekerja sama 48 12.3
Tembak-tembakan 48 12.3
Olahraga 24 6.1
Balapan 40 10.3
Simulasi 47 12
Petualangan 46 11.8
Lainnya 8 2
Sumber : data primer penelitian, 2020
41

2. Gambaran Kecemasan pada remaja di SMA N 2 Yogyakarta

Hasil uji normalitas pada data kecemasan responden menggunakan

kolmogorov-smirnov didapatkan nilai signifikan sebesar 0.2 (p value > 0.05)

sehingga dapat dikatakan data normal. Dari hasil analisis skor kecemasan

didapatkan rata-rata skor kecemasan sebesar 23.34 (±7.969).

Tingkat kecemasan pada remaja di SMAN 2 Yogyakarta dikategorikan

berdasarkan cut off point pada penelitian Gagua et al., (2013) yaitu jumlah

skor < 5 dinyatakan tidak cemas, jumlah skor 5-14 dinyatakan kecemasan

rendah, jumlah skor 15-39 dinyatakan kecemasan sedang, dan jumlah skor 40-

50 dinyatakan kecemasan tinggi. Berdasarkan cut off point tersebut, maka

gambaran tingkat kecemasan dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3 Gambaran Tingkat Kecemasan Responden


Kategori cemas f % Mean ± SD
Tidak cemas (<5) 0 0
Rendah (5-14) 16 12.1 23.34 ± 7.969
Sedang (15-39) 112 84.8
Tinggi (40-50) 4 3

Berdasarkan karakteristik responden berupa jenis kelamin, usia, dan jenis

video game, maka gambaran kecemasan pada responden dapat dilihat pada

tabel 4.
42

Tabel 4 Gambaran Kecemasan Berdasarkan Karakteristik Responden


Variabel Tingkat kecemasan
Rendah Sedang-tinggi P
f (%) f (%)
Jenis Kelamin 0.973
Laki-laki 6 (4.5%) 43 (32.6%)
Perempuan 10 (7.6%) 73 (55.3%)
Usia (tahun) 0.884
16 7 (5.3%) 53 (40.2%)
≥ 17 9 (6.8%) 63 (47.7%)
Jenis video game 0.390
Online atau offline 9 (6.8%) 52 (39.4%)
Online dan offline 7 (5.3%) 64 (48.5%)
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa mayoritas perempuan mengalami

kecemasan sedang-tinggi. Mayoritas responden yang berusia ≥ 17 tahun

mengalami kecemasan sedang-tinggi. Responden yang bermain video game

online dan offline lebih banyak mengalami kecemasan sedang-tinggi daripada

yang hanya bermain satu jenis game online atau offline. Pada tabel 4

menunjukkan bahwa jenis kelamin, usia, dan jenis video game yang

dimainkan responden mempunyai nilai p value > 0.05 sehingga dapat

disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan kecemasan yang

dialami oleh responden berdasarkan pada karakteristik tersebut.

3. Gambaran risiko kecanduan video game pada remaja di SMA N 2 Yogyakarta

Risiko kecanduan video game pada remaja di SMA N 2 Yogyakarta

dikategorikan berdasarkan instruksi penggunaan instrumen IGDS9-SF yang

dibuat oleh Pontes et al., (2017) yaitu semakin tinggi skor yang diperoleh

pada pengisian kuesioner, maka semakin berisiko untuk mengalami

kecanduan video game. Pada saat dilakukan uji normalitas menggunakan

kolmogorov-smirnov didapatkan nilai signifikan sebesar 0.008 (p value <


43

0.05) sehingga dapat dikatakan data tidak normal, sehingga peneliti

mengkategorisasikan berdasarkan nilai median. Dari analisis skor risiko

kecanduan video game pada remaja di SMA N 2 Yogyakarta didapatkan

hasil bahwa nilai median skor risiko kecanduan video game pada responden

yaitu sebesar 16, sehingga dapat dikategorisasikan apabila skor < 16 maka

tidak berisiko kecanduan video game dan apabila skor ≥ 16 maka berisiko

kecanduan video game. Berdasarkan pengkategorisasian tersebut, maka

gambaran kecanduan video game pada responden dapat dilihat pada tabel 5

sebagai berikut.

Tabel 5 Gambaran Kecanduan Video Game pada Pesponden


Risiko kecanduan video f % Mean ± SD
game
Tidak berisiko kecanduan 59 44.7
video game 16.64 ± 4.981
Berisiko kecanduan video 73 55.3
game

Berdasarkan karakteristik responden berupa jenis kelamin, usia, dan jenis

video game yang dimainkan oleh responden, maka gambaran kecanduan

video game pada responden dapat dilihat pada tabel 6. Berdasarkan tabel 6,

ditunjukkan bahwa remaja laki-laki, remaja berumur ≥ 17 tahun, dan remaja

yang bermain video game online dan offline lebih banyak yang berisiko untuk

kecanduan video game. Dari hasil analisis uji beda didapati pada variabel

jenis kelamin memiliki nilai p value < 0.05 sehingga dapat disimpulkan

bahwa terdapat perbedaan risiko kecanduan video game yang signifikan

berdasarkan jenis kelamin. Pada usia dan jenis video game mempunyai p
44

value > 0.05 sehingga disimpulkan tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara karakteristik tersebut dengan risiko kecanduan video game.

Tabel 6 Gambaran Kecanduan Video Game Berdasarkan


Karakteristik Responden
Tidak berisiko Berisiko p
Variabel kecanduan kecanduan
video game video game
f (%) f (%)
Jenis Kelamin 0.004
Laki-laki 14 (10.6%) 35 (26.5%)
Perempuan 45 (34.1%) 38 (28.8%)
Usia (tahun) 0.263
16 30 (22.7%) 30 (22.7%)
≥ 17 29 (22.0%) 43 (32.6%)
Jenis video game 0.096
Online atau offline 32 (24.2%) 29 (22.0%)
Online dan offline 27 (20.5%) 44 (33.3%)

4. Hubungan antara kecemasan dengan risiko kecanduan video game pada

remaja di SMA N 2 Yogyakarta

Uji korelasi skor kecemasan dan skor risiko kecanduan video game

menggunakan Spearman’s rho. Hasil analisis hubungan kecemasan dengan

risiko kecanduan video game pada remaja di SMA N 2 Yogyakarta dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7 Hubungan Kecemasan dengan Risiko Kecanduan Video Game


Risiko kecanduan video game
Koefisien p value
Korelasi (r)
Kecemasan 0.228 0.009

Hasil analisis uji korelasi didapatkan nilai significancy 0.009 (p value <

0.05). Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
45

kecemasan dengan risiko kecanduan video game pada remaja di SMA N 2

Yogyakarta. Koefisien korelasi (r) sebesar 0.228 menunjukan arah korelasi

positif dengan kekuatan korelasi lemah. Dapat disimpulkan bahwa semakin

tinggi kecemasan, maka semakin berisiko untuk kecanduan video game.

B. Pembahasan

1. Data demografi

. Pada penelitian ini, responden yang mengikuti penelitian merupakan remaja

berusia 16 tahun, 17 tahun, dan 19 tahun. Hal ini sesuai dengan teori WHO, yang

menyatakan bahwa remaja merupakan individu yang berusia 10 sampai dengan 19

tahun. Pada masa ini, remaja mengalami perkembangan biologis, sosial,

emosional, dan kognitif (Eskasasnanda, 2017). Masa remaja merupakan masa

kritis yang sangat berpotensi untuk mengalami gangguan mental yang dapat

berkembang menjadi kronis di masa yang akan datang (Corrieri et al., 2014).

Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Haagsma et al., (2012) yang

menyebutkan bahwa remaja dan masa dewasa awal berusia 14 sampai dengan 29

tahun merupakan usia yang paling banyak bermain video game. Serupa dengan

penelitian yang dilakukan oleh Lemola et al., (2011) yang menyebutkan remaja

berusia 11 sampai dengan 17 tahun lebih banyak menghabiskan waktu untuk

bermain video game. Hal ini mungkin dikarenakan peningkatan kebebasan untuk

memutuskan pilihan pada rentan usia remaja (Homer et al., 2012).


46

Rata-rata usia responden saat pertama kali bermain video game yaitu 8 tahun.

Hal ini sesuai dengan penelitian Lemos et al., (2016) yang meneliti kecanduan

video game pada remaja di Brazil yang menyatakan bahwa sebagian besar

responden penelitiannya mulai bermain video game sejak usia 8 sampai dengan

13 tahun. Menurut Olson (2010) alasan anak umur 8 tahun sudah mulai bermain

video game dikarenakan penasaran atau keingintahuan untuk mempelajari hal-hal

baru dari video game.

Pada penelitian ini, frekuensi rata-rata bermain video game yang dilakukan

oleh responden yaitu 4 kali perminggu selama 2 jam per hari. Berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh Allahverdipour et al., (2010) yang meneliti

menyatakan bahwa respondennya menghabiskan waktu untuk bermain video

game rata-rata 6.3 jam per minggu. Perbedaan ini mungkin dikarenakan

perbedaanbudaya antara Indonesia dan Iran. Seperti pada negara Timur Tengah

lainnya, di Iran yang mayoritas penduduknya muslim terdapat pembatasan untuk

bermain video game (Huntemann & Aslinger, 2013). Hal ini didukung dengan

teori yang mengatakan bahwa budaya dapat menjadi faktor yang menyebabkan

risiko kecanduan video game (Feng et al., 2018).

Responden pada penelitian ini, sebagian besar bermain video game online dan

offline. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Tejeiro et al., (2016) pada

remaja di Spanyol yang mendapatkan hasil bahwa responden pada penelitiannya

sebagian besar bermain video game offline. Perbedaan hasil dari pemilihan jenis

video game ini dikarenakan perbedaan motivasi untuk bermain video game. Hal

ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pemilihan jenis video game
47

online atau offline dipengaruhi oleh interpersonal motivasi yang meliputi tujuan

untuk berkenalan atau bersosialisasi, bersaing, atau bekerja sama (Hainey et al.,

2011). Kirana (2015) mengatakan bahwa pemain video game akan bersosialisasi

dengan nyaman dan menyenangkan apabila bermain video game online daripada

offline. Menurut Felicia (2012) bermain video game online lebih menantang

daripada bermain video game offline. Remaja Indonesia masih memiliki kebiasaan

bergaul dengan teman sebayanya dan ini masih tercermin pada pemilihan video

game yang masih memungkinkan adanya sosialisasi, tidak bersifat solitaire atau

individualis.

Alat yang paling banyak digunakan untuk bermain video game dalam

penelitian ini adalah handphone dengan presentase sebesar 55.2% kemudian

disusul dengan computer 30.7%. Hasil ini sama dengan penelitian Hilmida (2019)

dengan presentase pengguna handphone sebesar 67.40%. Menurut Paik et al.,

(2017) alasan penggunaan handphone untuk bermain video game yaitu karena

aksesnya yang lebih mudah daripada komputer dan memungkinkan untuk sambil

melakukan hal lain seperti mengirim pesan.

Responden pada penelitian lebih banyak memainkan video game di rumah

daripada di tempat lain. Serupa dengan penelitian kualitatif yang dilakukan oleh

Eskasasnanda (2017) yang respondennya memilih untuk bermain video game di

rumah dengan alasan agar tidak menghabiskan banyak waktu untuk keluar rumah.

Menurut Wong & Lam (2016) bermain video game di rumah lebih nyaman dan

aman karena ada pengawasan dari orang tua seperti pengendalian durasi untuk

bermain video game.


48

Sebagian besar responden dalam penelitian ini memainkan video game untuk

sarana hiburan. Penelitian Olson (2010) juga menyebutkan bahwa motivasi

terbesar responden untuk bermain video game yaitu sebagai sarana hiburan. Hal

ini juga mendukung penelitian Lemos et al., (2016) pada remaja di Brazil yang

menyatakan bahwa motivasi terbesar respondennya untuk bermain video game

yaitu berasal dari dorongan internal sebagai sarana hiburan.

Tipe video game yang paling sering dimainkan oleh responden yaitu

permainan teka-teki atau strategi dan pertarungan. Pada saat weekdays tipe

permainan video game simulasi lebih banyak dimainkan, sedangkan tipe

permainan video game strategi lebih sering dimainkan pada saat weekend (Thorne

et al., 2014).

2. Gambaran kecemasan pada remaja di SMA N 2 Yogyakarta

Pada penelitian ini, semua responden mengalami kecemasan dimana

mayoritas remaja mengalami kecemasan sedang yaitu sebesar 84.8%. Hal ini

sesuai dengan Penelitian yang dilakukan oleh (Martín-fernández et al., 2017) yang

bertujuan untuk menggambarkan remaja yang mengalami kecanduan video game

dan mendapatkan hasil bahwa sebesar 44.4% responden mengalami kecemasan.

Kecemasan pada remaja di SMA N 2 Yogyakarta tidak berbeda secara

signifikan berdasarkan jenis kelamin meskipun lebih banyak remaja perempuan

yang mengalami kecemasan. Hal ini berbeda dengan penelitian Derdikman-Eiron

et al., (2011) yang meneliti gambaran kecemasan berdasarkan jenis kelamin pada

remaja di Norwegia yang hasilnya menyatakan bahwa kecemasan pada remaja

berbeda signifikan berdasarkan jenis kelamin yang mana gejala kecemasan pada
49

perempuan di Norwegia lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini didukung dengan

teori yang menyatakan bahwa perempuan lebih rentan mengalami kecemasan

daripada laki-laki (Siegel & Dickstein, 2011). Menurut teori Byrne (2000)

kecemasan pada perempuan lebih tinggi karena perempuan memiliki harga diri

lebih rendah daripada laki-laki dan laki-laki memiliki strategi koping yang lebih

baik.

Pada penelitian ini, kecemasan pada remaja di SMA N 2 Yogyakarta tidak

berbeda secara signifikan berdasarkan usia. Hasil penelitian ini, sama dengan

penelitian yang dilakukan oleh Derdikman-Eiron et al., (2011) yang meneliti

gambaran kecemasan pada remaja di Norwegia dengan hasil bahwa kecemasan

yang dialami oleh remaja di Norwegia tidak berbeda secara signifikan

berdasarkan usia. Variabel kecemasan tidak signifikan berbeda berdasarkan usia

karena responden berumur 16 tahun maupun lebih dari 17 tahun merupakan

kategori remaja akhir sehingga memiliki karakteristik perkembangan yang sama,

diantaranya yaitu lebih akrab pada teman sebaya, dan peningkatan kepercayaan

diri pada identitas dan pendapat diri sendiri (United Nations Children’s Fund

(UNICEF), 2011).

Pada penelitian ini, hasil kecemasan pada responden tidak berbeda secara

signifikan berdasarkan jenis video game meskipun lebih banyak remaja yang

bermain video game online dan offline mengalami kecemasan. Hal ini berbeda

dengan penelitian Mehroof & Griffiths (2010) yang menyatakan bahwa

kecemasan dialami oleh remaja berbeda signifikan berdasarkan jenis video game

yaitu remaja yang menggunakan video game online lebih mengalami kecemasan
50

dibandingkan jenis video game yang lain. Perbedaan ini dikarenakan pada

penelitian Mehroof & Griffiths (2010) hanya mempunyai dua opsi yaitu online

dan offline, tidak ada opsi untuk memilih kedua jenis video game yaitu online dan

offline.

3. Gambaran risiko kecanduan video game pada remaja di SMA N 2 Yogyakarta

Pada penelitian ini, remaja SMA N 2 Yogyakarta yang mengalami risiko

kecanduan video game sebesar 55.3%. Hal ini berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh Saquib et al., (2017) yang meneliti tentang gambaran kecanduan

video game dan tekanan psikologis pada remaja di Saudi Arabia yang hasilnya

hanya sebesar 15.9% remaja sekolah mengalami kecanduan video game.

Perbedaan hasil ini, dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan sosial yang berbeda

antara Indonesia dengan Saudi Arabia. Di Saudi Arabia yang penduduknya

mayoritas muslim, hukum agama lebih ketat dimana terdapat pembatasan untuk

bermain video game (Rogers, 2016). Hal ini didukung dengan teori yang

mengatakan bahwa budaya dan lingkungan sosial dapat menjadi faktor yang

menyebabkan risiko kecanduan video game (Feng et al., 2018).

Pada penelitian ini, terdapat perbedaan yang signifikan risiko kecanduan

game berdasarkan jenis kelamin remaja dimana hasilnya remaja laki-laki lebih

berisiko untuk mengalami kecanduan video game daripada remaja perempuan.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Orbatu et al., (2019) yang

mengatakan bahwa laki-laki lebih berisiko untuk kecanduan video game

meskipun 56% respondennya adalah perempuan. Menurut Stockdale & Coyne

(2017) laki-laki lebih berisiko untuk kecanduan video game karena mereka lebih
51

terpapar video game daripada remaja perempuan yang cenderung

menyembunyikan bahwa mereka bermain video game.

Pada penelitian ini, kecanduan video game pada responden tidak berbeda

secara signifikan berdasarkan usia meskipun lebih banyak remaja berusia lebih

dari 17 tahun yang mengalami risiko kecanduan video game. Hal ini berbeda

dengan penelitian Haagsma et al., (2012) yang meneliti tentang gambaran

kecanduan video game di Belanda dengan hasil bahwa kecanduan video game

paling banyak dialami oleh remaja berusia 14 sampai dengan 18 tahun. Menurut

Orbatu et al., (2019) risiko kecanduan video game banyak dialami oleh remaja

karena remaja memiliki rasa gengsi terhadap performance dalam bermain video

game sehingga mereka lebih sering bermain untuk meningkatkan kemampuan.

Pada penelitian ini, hasil kecanduan video game pada responden tidak berbeda

secara signifikan berdasarkan jenis video game meskipun risiko kecanduan video

game lebih banyak dialami oleh responden yang bermain video game online dan

offline. Hal ini, sesuai dengan penelitian Lemmens & Hendriks (2016) yang

menyatakan bahwa baik jenis video game online maupun offline berpengaruh

pada kecanduan video game.

4. Hubungan antara kecemasan dengan risiko kecanduan video game pada

remaja di SMA N 2 Yogyakarta

Pada penelitian ini, terdapat hubungan antara kecemasan dengan kecanduan

video game dengan significancy 0.009 dan koefisien korelasi +0.228 yang berarti

kedua variabel memiliki hubungan yang lemah dengan arah korelasi positif.

Hubungan yang lemah tersebut mungkin dikarenakan terdapat variabel luar yang
52

mempengaruhi risiko kecanduan video game seperti strategi koping, perilaku

impulsif, tingkat spiritualitas, dan pola asuh orang tua yang tidak diteliti oleh

peneliti. Hal ini sesuai dengan teori Sussman et al., (2017) yang mengatakan

bahwa kecanduan video game dapat dipengaruhi oleh kecemasan, strategi koping,

perilaku impulsif, tingkat spiritualitas, pola asuh orang tua, dan depresi. Hasil dari

penelitian ini, serupa dengan penelitian Maras et al., (2015) yang dilakukan pada

remaja di Kanada yang menyatakan kecemasan berhubungan signifikan dengan

kecanduan video game. Loton et al., (2016) menyebutkan bahwa semakin tinggi

tingkat kecanduan video game, maka semakin tinggi pula tingkat kecemasan,

stress, dan depresi.

Sussman et al., (2017) mengatakan bahwa kecemasan pada orang yang

kecanduan video game dikarenakan penggunaan video game sebagai pelarian dari

masalah dan kepuasan sosial. Hal ini didukung juga dengan penelitian Lobel et

al., (2017) yang menyatakan bahwa pengguna video game yang bermasalah

menggunakan video game sebagai pelarian dari masalah yang dapat menawarkan

masalahnya tanpa mengurangi. Orang yang memiliki beban yang banyak seperti

siswa, akan meggunakan video game untuk mengurangi kecemasan yang akan

memperbaiki suasana hati, jika hal ini terus dilakukan maka akan birisiko

kecanduan video game (Mehroof & Griffiths, 2010). Perilaku bermain video game

tipe strategi dan penembakan sering digunakan sebagai strategi koping apabila

cemas yang berkontribusi pada kecanduan video game (Rehbein et al., 2010).

Selain itu, video game online sering digunakan untuk bersosialisasi oleh orang
53

yang mengalami kecemasan untuk bersosialisasi di dunia nyata sehingga dapat

berisiko untuk kecanduan video game (Tejeiro et al., 2016).


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

1. Mayoritas remaja di SMA N 2 Yogyakarta mengalami kecemasan sedang.

2. Sebesar 55.3% remaja di SMA N 2 Yogyakarta mengalami risiko kecanduan


video game.
3. Terdapat hubungan yang positif dengan kekuatan korelasi lemah antara
kecemasan dengan risiko kecanduan video game pada remaja di SMA N 2
Yogyakarta
B. Saran

1. Bagi sekolah

Diharapkan, setelah dilakukan penelitian ini pihak sekolah dapat melakukan

intervensi pada anak-anak yang mengalami kecemasan dan berisiko

kecanduan video game. Selain itu, pihak sekolah dapat melakukan edukasi

terkait dengan cara mengatasi kecemasan dan kecanduan video game pada

siswa untuk mencegah dampak negatif yang ditimbulkan.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat meneliti terkait dengan intervensi yang dapat

dilakukan untuk mengatasi kecanduan video game. Peneliti juga dapat

meneliti hubungan kecemasan dengan risiko kecanduan video game pada

karakteristik responden yang beragam sehingga hasil yang didapatkan dapat

menggambarkan prevalensi temuan secara lebih luas dan spesifik.

54
DAFTAR PUSTAKA
Abulail, R. (2015). The Major Symptoms that Determine Video Game Addiction

Case Study : Jordanian Universities Students. International Journal of

Computer Science and Information Technologies, 6(1), 875–879.

https://doi.org/ISSN : 0975-9646

Afghari, A. (2015). Effects of puberty health education on 10-14 year-old girls’

knowledge, attitude, and behavior. November 2007.

Allahverdipour, H., Basargan, M., Farhadinasab, A., & Moeini, B. (2010).

Correlates of video games playing among adolescents in an Islamic country.

BMC Public Health.

American Psychiatric Association. (2013). DSM-5 Table of Contents. American

Psychiatric Publishing, 1–9. https://doi.org/10.1002/ejoc.201200111

American Psychiatric Association. (2018). Internet Gaming in DSM 5.

American Psychiatric Publishing, T. (2002). Textbook of anxiety Disorders (M. .

J. Strein, M.D., PH.D ., Eric Hollanders (ed.)).

Arismawati. (2016). Hubungan antara Pemaafan (Forgivness) dengan

Kecemasan (Anxiety) pada Rmaja yang Orangtuanya Bercerai.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2018). Hasil Utama Riset

Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 1–100.

https://doi.org/1 Desember 2013

Batubara, J. R. L. (2010). Adolescent Development. 12(1), 21–29.

Beesdo, K., Knappe, S., & Pine, D. S. (2009). Anxiety and Anxiety Disorders in

Children and Adolescents: Developmental Issues and Implications for DSM-

V. Psychiatric Clinics of North America, 32(3), 483–524.

55
56

https://doi.org/10.1016/j.psc.2009.06.002

Bischof, G., Besser, B., Bischof, A., & Meyer, C. (2016). The association between

Internet addiction and personality disorders in a general population-based

sample The association between Internet addiction and personality disorders

in a general. December. https://doi.org/10.1556/2006.5.2016.086

Boeree, C. G. (2006). Sigmund Freud [ 1856 – 1939 ]. 1–19.

Byrne, B. (2000). Relationships between Anxiety, Fear, Self-Esteem, and Coping

Strategies in Adolescence.

Clifford J. Sussman, James M. Harper, Jessica L. Stahl, P. W. (2017). Internet and

video games addiction. Socijalna Psihijatrija, 45(1), 36–42.

https://doi.org/10.1016/j.chc.2017.11.015

Corrieri, S., Heider, D., Conrad, I., Blume, A., König, H. H., & Riedel-Heller, S.

G. (2014). School-based prevention programs for depression and anxiety in

adolescence: A systematic review. Health Promotion International, 29(3),

427–441. https://doi.org/10.1093/heapro/dat001

Degnan, K. A., Almas, A. N., & Fox, N. A. (2011). Temperament and the

environment in the etiology of childhood anxiety. 51(4), 497–517.

https://doi.org/10.1111/j.1469-7610.2010.02228.x.Temperament

Delfabbro, D. K. and P. (2019). Internet Gaming Disorder Trheory, Assessment,

Treatment, and Prevention. In British Library Cataloguing in Publication

Data (Vol. 3). http://www.elsevier.com/books-and-journals

Derdikman-Eiron, R., Indredavik, M. S., Bratberg, G. H., Taraldsen, G., Bakken,

I. J., & Colton, M. (2011). Gender differences in subjective well-being, self-


57

esteem and psychosocial functioning in adolescents with symptoms of

anxiety and depression: Findings from the Nord-Trøndelag health study.

Scandinavian Journal of Psychology, 52(3), 261–267.

https://doi.org/10.1111/j.1467-9450.2010.00859.x

Diananda, A. (2018). Psikologi Remaja dan Permasalahannya. 1(1), 116–133.

Efendi, N. A. (2014). Faktor Penyebab Bermain Game Online dan Dampak

Negatifnya Bagi Pelajar.

Eskasasnanda, I. D. P. (2017). Causes and Effects of Online Video Game Playing

among Junior-Senior High School Students in Malang East Java. Komunitas:

International Journal of Indonesian Society and Culture, 9(2), 191–202.

https://doi.org/10.15294/komunitas.v9i2.9565

Felicia, P. (2012). Motivation in games: A literature review. International Journal

of Computer Science in Sport, 11(1), 4–14.

Feng, W., Ramo, D., Chan, S., Bourgeois, J., Francisco, S., Disorder, S. U., &

Disorders, C. (2018). Internet Gaming Disorder : Trends in Prevalence 1998

– 2016. 17–24. https://doi.org/10.1016/j.addbeh.2017.06.010.Internet

Gagua, T., Tkeshelashvili, B., Gagua, D., & Mchedlishvili, N. (2013). Original

Study Assessment of Anxiety and Depression in Adolescents with Primary

Dysmenorrhea : A Case-Control Study. Journal of Pediatric and Adolescent

Gynecology, 26(6), 350–354. https://doi.org/10.1016/j.jpag.2013.06.018

Gail W., S. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. EGC.

Griffiths, M. D. (2008). Videogame addiction: Further thoughts and observations.

International Journal of Mental Health and Addiction, 6(2), 182–185.


58

https://doi.org/10.1007/s11469-007-9128-y

Griffiths, M. D. (2015). Online Games , Addiction and Overuse of.

https://doi.org/10.1002/9781118290743.wbiedcs044

Griffiths, M. D., Kuss, D. J., & King, D. L. (2012). Video Game Addiction : Past ,

Present and Future. 44(0), 308–318.

Haagsma, M. C., Pieterse, M. E., & Peters, O. (2012). The prevalence of

problematic video gamers in the netherlands. Cyberpsychology, Behavior,

and Social Networking, 15(3), 162–168.

https://doi.org/10.1089/cyber.2011.0248

Hainey, T., Connolly, T., Stansfield, M., & Boyle, E. (2011). The differences in

motivations of online game players and offline game players: A combined

analysis of three studies at higher education level. Computers and Education,

57(4), 2197–2211. https://doi.org/10.1016/j.compedu.2011.06.001

Hartini. (2017). Perkembangan Fisik dan Body Image Remaja. 1(02), 27–54.

Hayati, L. (2014). Menonton Televisi dan Bermain Video Games Sebagai Faktor

Risiko Gangguan Pemusatan Perhatian / Hiperaktivitas pada Anak.

Heri, L., Cicih, M. I. S., Fajaryati, N., Marlinda, R., Rosalina., Purwaningsih, P.,

Anisa, M. V., Haryanti, R. S., Kurniawati, D., Program, M., Ilmu, S.,

Fakultas, K., Kesehatan, I., Tunggadewi, U. T., Program, D., Keperawatan,

S., Kemenkes, P., Program, D., Ilmu, S., … Desti Ismarozi, Sri Utami, iri N.

(2015). Gambaran Pengetahuan Remaja Puteri Terhadap Nyeri Haid

(Dismenore) dan Cara Penanggulangannya. In Jurnal Kesehatan Andalas

(Vol. 2, Issue 2, pp. 820–827).


59

https://doi.org/10.5455/ijmsph.2014.210220142

Herts, J. B., & Beilock, S. L. (2017). From Janet T . Spence ’ s Manifest Anxiety

Scale to the Present Day : Exploring Math Anxiety and its Relation to Math

Achievement. 718–724. https://doi.org/10.1007/s11199-017-0845-9

Hilmida, S. A. (2019). Gambaran Risiko kecanduan Video Game pada Anak

Sekolah Menengah Pertama di Kota Yogyakarta. Duke Law Journal, 1(1), 1–

13. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Homer, B. D., Hayward, E. O., Frye, J., & Plass, J. L. (2012). Gender and player

characteristics in video game play of preadolescents. Computers in Human

Behavior, 28(5), 1782–1789. https://doi.org/10.1016/j.chb.2012.04.018

Huntemann, N. B., & Aslinger, B. (2013). Gaming Globally. In Gaming Globally.

https://doi.org/10.1057/9781137006332

Kementerian Kesehatan RI. (2016). Peran Keluarga Dukung Kesehatan Jiwa

Masyarakat. http://www.depkes.go.id/article/print/16100700005/peran-

keluarga-dukung-kesehatan-jiwa-masyarakat.html

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Kemenkes: kecanduan game

adalah gangguan perilaku. 1–2.

Kim, Y. (2019). Panic Disorder : Current Research and Management

Approaches. 6–8.

Kirana, F. (2015). Internet Gaming Disorder: Psikopatologi Budaya Modern.

Buletin Psikologi, 23(1), 1–12.

https://journal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/view/10572/7967

Kuss, D. J., & Griffiths, M. D. (2012). Online gaming addiction in children and
60

adolescents: A review of empirical research. Journal of Behavioral

Addictions, 1(1), 3–22. https://doi.org/10.1556/jba.1.2012.1.1

Kuss, D. J., & Griffiths, M. D. (2019). Adolescent online gaming addiction.

January 2012.

Kusuma, N. H. S., Arinton, I. ., & Paramita, H. (2011). Korelasi Skor Dispepsia

dan Skor Kecemasan pada Pasien Dispepsia Rawat Jalan Klinik Penyakit

Dalam di RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto. 5(September),

395–401.

Lemmens, J. S., & Hendriks, S. J. F. (2016). Addictive Online Games : Game

Genres and Internet Gaming Disorder. 00(00), 24–28.

https://doi.org/10.1089/cyber.2015.0415

Lemmens, J. S., Valkenburg, P. M., & Peter, J. (2011). Computers in Human

Behavior Psychosocial causes and consequences of pathological gaming.

Computers in Human Behavior, 27(1), 144–152.

https://doi.org/10.1016/j.chb.2010.07.015

Lemola, S; Brand, S; Vogler, N; Perkinson-Gloor, N; Allemand, Mathias; Grob,

A. (2011). Habitual computer game playing at night is related to depressive

symptoms. https://doi.org/10.1016/j.paid.2011.03.024

Lemos, I. L., Cardoso, A., & Sougey, E. B. (2016). Cross-cultural adaptation and

evaluation of the psychometric properties of the Brazilian version of the

Video Game Addiction Test. Computers in Human Behavior, 55, 207–213.

https://doi.org/10.1016/j.chb.2015.09.019

Lobel, A., Engels, R. C. M. E., Stone, L. L., Burk, W. J., & Granic, I. (2017).
61

Video Gaming and Children’s Psychosocial Wellbeing: A Longitudinal

Study. Journal of Youth and Adolescence, 46(4), 884–897.

https://doi.org/10.1007/s10964-017-0646-z

Loton, D., Borkoles, E., Lubman, D., & Polman, R. (2016). Video Game

Addiction , Engagement and Symptoms of Stress , Depression and Anxiety :

The Mediating Role of Coping. International Journal of Mental Health and

Addiction, 565–578. https://doi.org/10.1007/s11469-015-9578-6

Malgorzata, Dabkowska., Aleksander, Araszkiewicz., Agnieszka, Dabkowska.,

Monika, W. (2011). Separation Anxiety in Children and Adolescent.

Maras, D., Flament, M. F., Murray, M., Buchholz, A., Henderson, K. A., Obeid,

N., & Gold, G. S. (2015). Preventive Medicine.

https://doi.org/10.1016/j.ypmed.2015.01.029

Martín-fernández, M., Matalí, J. L., García-sánchez, S., Pardo, M., & Castellano-

tejedor, C. (2017). Adolescents with Internet Gaming Disorder (IGD):

profiles and treatment response Adolescentes con Trastorno por juego en

Internet (IGD): perfiles y respuesta al tratamiento. 29(2), 125–133.

Mehroof, M., & Griffiths, M. D. (2010). Online Gaming Addiction : The Role of

Sensation. 13(3).

Merikangas, K. R., & Pine, D. (2002). Genetic And Other Vulnerability Factors

For Anxiety And Stress Disorders.

Mihic, L. (2009). The role of trait anxiety in induction of state anxiety. January.

https://doi.org/10.2298/PSI0904491T

Mora-cantallops, M., & Sicilia, M.-ángel. (2018). MOBA games : A literature


62

review MOBA games : A literature review. February.

https://doi.org/10.1016/j.entcom.2018.02.005

Oberst, U., Wegmann, E., Stodt, B., & Brand, M. (2017). Negative consequences

from heavy social networking in adolescents : The mediating role of fear of

missing out Andr e. 55, 51–60.

https://doi.org/10.1016/j.adolescence.2016.12.008

Olson, C. K. (2010). Children’s Motivations for Video Game Play in the Context

of Normal Development. Review of General Psychology, 14(2), 180–187.

https://doi.org/10.1037/a0018984

Orbatu, D., Alaygut, D., & Eliaçık, K. (2019). Internet gaming disorder in

adolescents. 8(6), 323–325. https://doi.org/10.15406/mojwh.2019.08.00259

Paik, S. H., Cho, H., Chun, J. W., Jeong, J. E., & Kim, D. J. (2017). Gaming

device usage patterns predict internet gaming disorder: Comparison across

different gaming device usage patterns. International Journal of

Environmental Research and Public Health, 14(12).

https://doi.org/10.3390/ijerph14121512

Peterson, M. (2012). Learner interaction in a massively multiplayer online role

playing game ( MMORPG ): A sociocultural discourse analysis *. 3, 361–

380.

Pontes, H. M., Stavropoulos, V., & Griffiths, M. D. (2017). Measurement

Invariance of the Internet Gaming Disorder Scale–Short-Form (IGDS9-SF)

between the United States of America, India and the United Kingdom.

Psychiatry Research, 257(August), 472–478.


63

https://doi.org/10.1016/j.psychres.2017.08.013

Poole, H. . (2018). Symptoms and Treatments of Mental Disorders (A. S. Walters

(ed.)). http://psychcentral.com

Preacher, K. J., & Hayes, A. F. (2008). Asymptotic and resampling strategies for

assessing and comparing indirect effects in multiple mediator models.

Behavior Research Methods, 40(3), 879–891.

https://doi.org/10.3758/BRM.40.3.879

Puspitasari, F. I. (2019). Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen Internet Gaming

Disorder Scale-Short-Form (IGDS9-SF) Versi Indonesia pada Anak SMP di

Kota Yogyakarta.

Putro, K. Z. (2017). Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Masa Remaja. 17,

25–32.

Rehbein, F., Psych, G., Kleimann, M., Mediasci, G., & Mößle, T. (2010).

Prevalence and risk factors of video game dependency in adolescence:

Results of a German nationwide survey. Cyberpsychology, Behavior, and

Social Networking, 13(3), 269–277. https://doi.org/10.1089/cyber.2009.0227

Rini, Y. S. (2014). Komunikasi Orangtua-Anak dalam Pengambilan Keputusan

Pendidikan Yohana Susetyo Rini. 2, 3, 112–122.

Rogers, S. (2016). Saudi ELLs’ Digital Gameplay Habits and Effects on SLA: A

Case Study. 599–604.

Saquib, N., Saquib, J., Wahid, A. W., Ahmed, A. A., Dhuhayr, H. E., Zaghloul,

M. S., Ewid, M., & Al-Mazrou, A. (2017). Video game addiction and

psychological distress among expatriate adolescents in Saudi Arabia.


64

Addictive Behaviors Reports, 6. https://doi.org/10.1016/j.abrep.2017.09.003

Sary, Y. N. E. (2017). Perkembangan Kognitif dan Emosi Psikologi Masa Remaja

Awal. J-PENGMAS, 1(1), 6–12.

Schimmenti, A., Passanisi, A., & Fama, F. I. (2013). Insecure Attachment

Attitudes in the Onset of Problematic Internet Use Among Late Adolescents.

https://doi.org/10.1007/s10578-013-0428-0

Schneier, F., & Goldmark, J. (2015). Social Anxiety Disorder. January.

https://doi.org/10.1007/978-3-319-13060-6

Seok, S., & Dacosta, B. (2014). Distinguishing addiction from high engagement:

An investigation into the social lives of adolescent and young adult

massively multiplayer online game players. Games and Culture, 9(4), 227–

254. https://doi.org/10.1177/1555412014538811

Shi, J., Boak, A., Mann, R., & Turner, N. E. (2019). Adolescent Problem Video

Gaming in Urban and Non-urban Regions. 817–827.

Shri, R. (2001). Anxiety : Causes and Management. 100–118.

Siegel, R. S., & Dickstein, D. P. (2011). Anxiety in adolescents: Update on its

diagnosis and treatment for primary care providers. Adolescent Health,

Medicine and Therapeutics, 1. https://doi.org/10.2147/ahmt.s7597

Smith, I. (2010). Freud - Complete Works.

Soodan, S., & Arya, A. (2015). Understanding the Pathophysiology and

Management of the Anxiety Disorders www.ijppr.humanjournals.com.

Human Journals Review Article October, 4(43), 251–278.

http://ijppr.humanjournals.com/wp-content/uploads/2015/11/20.Shivani-
65

Soodan-and-Ashwani-Arya.pdf

Spencer A. , Rathus., Beverly, Greene., Jeffrey S., N. (2003). Psikologi Abnormal

Bahasa Indonesia (M. Wisnu C. , Kristiaji., Ratri (ed.); 5th ed.). Penerbit

Erlangga.

Spielberge, C. D., Gorsuch, R. L., Lushene, P. R. V., & Jacobs, G. A. (2010).

State-Trait Anxiety Inventory for Adults. 0–75.

Stockdale, L., & Coyne, S. M. (2017). Author ’ s Accepted Manuscript. Journal

of Affective Disorders. https://doi.org/10.1016/j.jad.2017.08.045

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (23rd ed.).

Suyoko. (2012). Faktor - Faktor Risiko yang Bderhubungan dengan Gangguan

Mental Emosional pada Lansia di DKI Jakarta (Analisis Data Riskesdas

2007).

Szkodny, L. E., & Newman, M. G. (2014). Generalized Anxiety Disorder. III,

1001–1023. https://doi.org/10.1002/9781118528563.wbcbt42

Tassin, C., Reynaert, C., Jacques, D., & Zdanowicz, N. (2014). Anxiety Disorders

in Adolescence. 26, 27–30.

Tejeiro, R., Espada, P. J., Gonzalvez, M. T., Christiansen, P., & Gomez-

Vallecillo, J. L. (2016). Gaming Disorder is not limited to the internet: A

comparative study between offline and online gamers. TPM - Testing,

Psychometrics, Methodology in Applied Psychology, 23(2), 235–245.

https://doi.org/10.4473/TPM23.2.7

Thorne, H. T., Smith, J. J., Morgan, P. J., Babic, M. J., & Lubans, D. R. (2014).

Video game genre preference, physical activity and screen-time in adolescent


66

boys from low-income communities. Journal of Adolescence, 37(8), 1345–

1352. https://doi.org/10.1016/j.adolescence.2014.09.012

Tone, H., Zhao, H., & Yan, W. (2014). Computers in Human Behavior The

attraction of online games : An important factor for Internet Addiction. 30,

321–327. https://doi.org/10.1016/j.chb.2013.09.017

Trismiati. (2004). Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Pria dan Wanita

Akseptor Kontrasepsi Mantap Di RSUP Dr . Sardjito Yogyakarta. 1(6), 18–

32.

Turel, O., Romashkin, A., & Morrison, K. M. (2016). Health Outcomes of

Information System Use Lifestyles among Adolescents: Videogame

Addiction, Sleep Curtailment and Cardio-Metabolic Deficiencies. PloS One,

11(5), e0154764. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0154764

United Nations Children’s Fund (UNICEF). (2011). Adolescence An Age of

Opportunity.

Vollmer, C., Randler, C., Horzum, M. B., & Ayas, T. (2014). Computer game

addiction in adolescents and its relationship to chronotype and personality.

SAGE Open, 4(1). https://doi.org/10.1177/2158244013518054

Weinsten, A., Dorani D., ELhadif R., Yarmulnik A., D. P. (2015). Internet

addiction is associated with social anxiety in young adults. 1, 4–9.

WHO. (2006). Orientation Programme on Adolescent Health for Health-Care

Providers.

Wittek, C. T., Finserås, T. R., Pallesen, S., Mentzoni, R. A., & Hanss, D. (2016).

Prevalence and Predictors of Video Game Addiction : A Study Based on a


67

National Representative Sample of Gamers. International Journal of Mental

Health and Addiction, 672–686. https://doi.org/10.1007/s11469-015-9592-8

Wong, I. L. K., & Lam, M. P. S. (2016). Gaming behavior and addiction among

Hong Kong adolescents. Asian Journal of Gambling Issues and Public

Health, 6(1). https://doi.org/10.1186/s40405-016-0016-x

Wood, R. T. A. (2008). Problems with the concept of video game “addiction”:

Some case study examples. International Journal of Mental Health and

Addiction, 6(2), 169–178. https://doi.org/10.1007/s11469-007-9118-0

World Health Organization. (2014). Health for the World’s Adolescents A second

chance in the second decade.

World Health Organization. (2018). Gaming Disorder.

https://www.who.int/features/qa/gaming-disorder/en/

World Health Organization. (2019). Maternal, Newborn, Child and Adolescent

Health.

Wulandari, A. (2014). Karakteristik Pertumbuhan Perkembangan Remaja dan

Implikasinya terhadap Masalah Kesehatan dan Keperawatannya. Jurnal

Keperawatan Anak, 2(1), 39–43.

Zastrow, M. (2017). Is video game addiction really an addiction? Proceedings of

the National Academy of Sciences of the United States of America, 114(17),

4268–4272. https://doi.org/10.1073/pnas.1705077114
68

LAMPIRAN
Lampiran 1.

Lembar informasi untuk calon subyek penelitian (orang tua siswa kelas XI

SMA N 2 Yogyakarta) hubungan kecemasan dengan risiko kecanduan video

game

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK


Saya, Intansari Nurjannah sebagai ketua peneliti dari Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM akan melakukan penelitian yang
berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Mental terhadap Risiko Masalah
Psikiatri pada Siswa SMA di Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta”. Penelitian
ini disponsori oleh Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan
Keperawatan, Universitas Gadjah Mada.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecemasan dengan
risiko kecanduan video game.
Tim peneliti mengajak saudara untuk ikut serta dalam penelitian ini. Penelitian ini
membutuhkan sekitar 90 siswa SMA Kelas XI di SMA Negeri 2 Yogyakarta
untuk mendeteksi ada tidaknya hubungan kecemasan dengan risiko kecanduan
video game. Jangka waktu keikutsertaan masing-masing subyek dalam penelitian
ini adalah sekitar 15-30 menit. .
A. Kesukarelaan untuk ikut penelitian
Anda bebas memilih keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa ada paksaan. Bila
anda sudah memutuskan untuk anak anda ikut menjadi responden dalam
penelitian ini, Anda juga bebas untuk mengundurkan diri/berubah pikiran/
meminta anak anda mengundurkan diri sebagai responden setiap saat tanpa
dikenai denda ataupun sanksi apapun. Tidak ada konsekuensi apapun bagi anda
dan anak anda jika anda tidak bersedia untuk berpartisipasi.
B. Prosedur penelitian
Apabila Anda bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, Anda diminta
69

menandatangani lembar persetujuan ini rangkap dua, satu untuk Anda simpan, dan
satu untuk peneliti. Prosedur selanjutnya adalah:
Kepada anak anda akan diberikan:
a. Kuesioner Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS) untuk mendeteksi
kecemasan pada remaja.
b. Kuesioner skrining awal aktivitas bermain game baik offline atau
online (satu pertanyaan dengan jawaban ya/tidak)
c. Hasil pengumpulan data poin a dan b akan diberitahukan kepada anda.
Apabila pernah memiliki aktivitas bermain game dalam satu tahun
terakhir maka kepada anda akan diberikan kuesioner Internet Gaming
Disorder Scale-Short-Form (IGDS9-SF) untuk mendeteksi risiko
kecanduan video game
C. Kewajiban subyek penelitian
Sebagai subyek penelitian, saudara berkewajiban memberikan ijin pada anak
untuk mengisi kuesioner. Bila ada yang belum jelas, bapak/ibu/saudara bisa
bertanya lebih lanjut kepada peneliti.
D. Resiko dan Efek samping dan penanganannya
Penelitian ini diharapkan tidak akan menimbulkan efek samping karena tidak
terkait dengan tindakan menyakitkan dan membahayakan atau pemberian obat.
Meskipun demikian apabila subyek penelitian merasa tidak nyaman bagi subyek
penelitian dapat berhenti kapan saja diinginkan.
E. Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui gambaran kecemasan dan
risiko serta hubungan antara kecemasan dengan risiko kecanduan video game
remaja di SMA Negeri 2 Yogyakarta.
F. Kerahasiaan
Semua informasi yang berkaitan dengan identitas subyek penelitian akan
dirahasiakan dan hanya akan diketahui oleh peneliti dan tim peneliti. Hasil
penelitian akan dipublikasikan tanpa identitas subyek penelitian.
G. Kompensasi
Terkait dengan pembiayaan, kami selaku peneliti akan memberikan souvenir.
70

H. Pembiayaan
Tidak ada pembiayaan untuk menjadi responden pada penelitian ini.
I. Informasi tambahan
Anda diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum jelas
sehubungan dengan penelitian ini. Bila Anda membutuhkan penjelasan lebih
lanjut, Anda dapat menghubungi Intansari Nurjannah (HP: 0822 2799
7622)/Alifvia Nurintansari (HP: 089 681 957 154).

Anda juga dapat menanyakan tentang penelitian kepada Komite Etik Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan
Keperawatan UGM (08112666869), atau e-mail: mhrec_fmugm@ugm.ac.id)
71

Lampiran 2.

Lembar informasi untuk calon subyek penelitian (siswa kelas XI SMA N 2

Yogyakarta) hubungan kecemasan dengan risiko kecanduan video game

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK


Saya, Intansari Nurjannah sebagai ketua peneliti dari Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM akan melakukan penelitian yang
berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Mental terhadap Risiko Masalah
Psikiatri pada Siswa SMA di Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta”. Penelitian
ini disponsori oleh Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan
Keperawatan, Universitas Gadjah Mada.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecemasan/ dengan
risiko kecanduan video game.
Tim peneliti mengajak saudara untuk ikut serta dalam penelitian ini. Penelitian ini
membutuhkan sekitar 99 siswa SMA Kelas XI di SMA Negeri 2 Yogyakarta
untuk mendeteksi ada tidaknya hubungan kecemasan dengan risiko kecanduan
video game. Jangka waktu keikutsertaan masing-masing subyek dalam penelitian
ini adalah sekitar 15-30 menit. .
A. Kesukarelaan untuk ikut penelitian
Anda bebas memilih keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa ada paksaan. Bila
anda sudah memutuskan untuk anak anda ikut menjadi responden dalam
penelitian ini, Anda juga bebas untuk mengundurkan diri/berubah pikiran/
meminta anak anda mengundurkan diri sebagai responden setiap saat tanpa
dikenai denda ataupun sanksi apapun. Tidak ada konsekuensi apapun bagi anda
dan anak anda jika anda tidak bersedia untuk berpartisipasi.
B. Prosedur penelitian
Apabila Anda bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, Anda diminta
menandatangani lembar persetujuan ini rangkap dua, satu untuk Anda simpan, dan
satu untuk peneliti. Prosedur selanjutnya adalah:
Kepada Anda akan diberikan:
a. Kuesioner Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS) untuk
72

mendeteksi kecemasan pada remaja.


b. Kuesioner skrining awal aktivitas bermain game baik offline atau
online (satu pertanyaan dengan jawaban ya/tidak)
c. Hasil pengumpulan data poin a dan b akan diberitahukan kepada
anda. Apabila pernah memiliki aktivitas bermain game dalam satu
tahun terakhir maka kepada anda akan diberikan kuesioner Internet
Gaming Disorder Scale-Short-Form (IGDS9-SF) untuk
mendeteksi risiko kecanduan video game
C. Kewajiban subyek penelitian
Sebagai subyek penelitian, saudara berkewajiban untuk mengisi kuesioner. Bila
ada yang belum jelas, Anda bisa bertanya lebih lanjut kepada peneliti.
D. Resiko dan Efek samping dan penanganannya
Penelitian ini diharapkan tidak akan menimbulkan efek samping karena tidak
terkait dengan tindakan menyakitkan dan membahayakan atau pemberian obat.
Meskipun demikian apabila subyek penelitian merasa tidak nyaman bagi subyek
penelitian dapat berhenti kapan saja diinginkan.
E. Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui gambaran kecemasan dan
risiko kecanduan video game serta hubungan kecemasan dengan risiko kecanduan
video game remaja di SMA Negeri 2 Yogyakarta.
F. Kerahasiaan
Semua informasi yang berkaitan dengan identitas subyek penelitian akan
dirahasiakan dan hanya akan diketahui oleh peneliti dan tim peneliti. Hasil
penelitian akan dipublikasikan tanpa identitas subyek penelitian.
G. Kompensasi
Terkait dengan pembiayaan, kami selaku peneliti akan memberikan souvenir.
H. Pembiayaan
Tidak ada pembiayaan untuk menjadi responden pada penelitian ini.
I. Informasi tambahan
Anda diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum jelas
sehubungan dengan penelitian ini. Bila Anda membutuhkan penjelasan lebih
73

lanjut, Anda dapat menghubungi Intansari Nurjannah (HP: 0822 2799


7622)/Alifvia Nurintansari (HP: 089 681 957 154).

Anda juga dapat menanyakan tentang penelitian kepada Komite Etik Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan
Keperawatan UGM (08112666869) , atau e-mail: mhrec_fmugm@ugm.ac.id)
74

Lampiran 3.

Informed consent (Lembar persetujuan menjadi responden) untuk calon

subyek penelitian (orang tua siswa) deteksi risiko kecanduan video game

PERSETUJUAN KEIKUTSERTAAN DALAM PENELITIAN

Semua penjelasan tersebut telah disampaikan kepada saya dan semua pertanyaan saya telah
dijawab oleh peneliti. Saya mengerti bahwa bila memerlukan penjelasan, saya dapat
menanyakan kepada Alifvia Nurintansari/Intansari Nurjannah.

Dengan menandatangani formulir ini, saya setuju untuk ikut dalam penelitian ini

Tandatangan subyek: Tanggal

(Nama jelas: ……………………………..)

Tanda Tangan Saksi:

(Nama jelas: ……………………………..)


75

Lembar untuk subjek penelitian

PERSETUJUAN KEIKUTSERTAAN DALAM PENELITIAN

Semua penjelasan tersebut telah disampaikan kepada saya dan semua pertanyaan saya telah
dijawab oleh peneliti. Saya mengerti bahwa bila memerlukan penjelasan, saya dapat
menanyakan kepada Alifvia Nurintansari/Intansari Nurjannah.

Dengan menandatangani formulir ini, saya setuju untuk ikut dalam penelitian ini

Tanda Tangan subyek: Tanggal

(Nama jelas: ……………………………..)

Tanda Tangan Saksi:

(Nama jelas: ……………………………..)


76

Lampiran 4.
Informed assent (Lembar persetujuan menjadi responden) untuk calon

subyek penelitian (siswa) deteksi risiko kecanduan video game

PERSETUJUAN KEIKUTSERTAAN DALAM PENELITIAN

Semua penjelasan tersebut telah disampaikan kepada saya dan semua pertanyaan saya telah
dijawab oleh peneliti. Saya mengerti bahwa bila memerlukan penjelasan, saya dapat
menanyakan kepada Alifvia Nurintansari/Intansari Nurjannah.

Dengan menandatangani formulir ini, saya setuju untuk ikut dalam penelitian ini

Tandatangan subyek: Tanggal

(Nama jelas: ……………………………..)

Tanda Tangan Saksi:

(Nama jelas: ……………………………..)


77

Lembar untuk subjek penelitian

PERSETUJUAN KEIKUTSERTAAN DALAM PENELITIAN

Semua penjelasan tersebut telah disampaikan kepada saya dan semua pertanyaan saya telah
dijawab oleh peneliti. Saya mengerti bahwa bila memerlukan penjelasan, saya dapat
menanyakan kepada Alifvia Nurintansari/Intansari Nurjannah.

Dengan menandatangani formulir ini, saya setuju untuk ikut dalam penelitian ini

Tanda Tangan subyek: Tanggal

(Nama jelas: ……………………………..)

Tanda Tangan Saksi:

(Nama jelas: ……………………………..)


78

Lampiran 5.
Kuesioner Demografi
Petunjuk pengisian :
1. Isilah jawaban Anda pada titik-titik yang tersedia
2. Jawablah pertanyaan berikut dengan memberikan tanda ( √ ) pada tempat
yang tersedia

Nama lengkap : ………………………………………..


Kelas : ………………………………………..
Usia : ………………………………………..
Alamat email : ………………………………………..
Jenis Kelamin : ( ) Laki -laki ( ) Perempuan

1. Sejak usia berapa bermian video game : …. Tahun

2. Dalam seminggu, berapa hari rata-rata anda bermain video game …….
hari/minggu

3. Apakah kamu sedang mengalami gangguan psikologis yang membutuhkan


penanganan dokter atau psikolog ?
( ) Ya ( ) Tidak

4. Berapa jam per hari rata-rata anda bermian Video game ? …. Jam

5. Jenis Video game apa yang dimainkan ? (Boleh memilih jawaban lebih
dari satu) :
( ) Game Online, Sebutkan namanya :
( ) Game Offline, Sebutkan namanya :
………..……………………………………….
a. Game offline,
Sebutkan namanya:
………..……………………………………….
79

1. Tipe video game yang sering dimainkan:


 Teka-teki atau strategi (puzzle)
 Pertarungan (fighting)
 Misi bekerja sama
 Tembak-tembakan (shooting)
 Olahraga (sports)
 Balapan (racing)
 Simulasi
 petualangan
 Dll
Tuliskan :
2. Alat yang digunakan dalam bermain video game:
 Komputer/ laptop
 Console game (play station/ PS)
 Hp
 Tablet
3. Tempat bermain video game :
 Rumah
 Warung internet
 Tempat bermain video game (play station/ PS)
 Lainnya, yaitu …………………..
4. Alasan yang sering mendorong keinginan bermain video game (boleh
memilih jawaban lebih dari satu) :
 Ajakan teman
 Sebagai hiburan
 Kesepian
 Pelarian dari masalah
 Mencari tantangan
Lainnya, yaitu ………………………….
80

Lampiran 6.

Kuesioner TMAS

Nama :
Tanggal Pengisisan Kuesioner :

Petunjuk : Berilah tanda (v) pada kolom jawaban (YA) bila anda setuju pada

pertanyaan tersebut atau bila Anda merasa bahwa pernyataan itu berlaku atau

mengenai diri anda. Sebaliknya berilah tanda (v) pada kolom jawaban (TIDAK)

bila Anda tidak setuju dengan pernyataan tersebut atau bila Anda merasa bahwa

pernyataan itu tidak berlaku atau tidak mengenai diri Anda.

No. Pertanyaan Ya Tidak


1. Saya merasa tidak cepat lelah
2. Saya sering kali mengalami perasaan mual yang tidak
diketahui penyebabnya
3. Saya yakin, saya tidak lebih penggugup dari kebanyakan
orang lain
4. Saya jarang mengalami sakit kepala yang penyebabnya
tidak jelas
5. Saya sering merasa tegang atau cemas waktu sedang
belajar atau bekerja
6. Saya mengalami kesulitan berkonsentrasi terhadap suatu
masalah
7. Saya merasa khawatir jika memikirkan suatu masalah
8 Saya merasa gemetar bila saya mencoba untuk melakukan
sesuatu
.
9. Kalau sesuatu terjadi pada diri saya, saya tidak mudah
tersipu malu
10. Saya mengalami diare (mencret) satu kali atau lebih dalam
sebulan yang tidak diketahui penyebabnya
11. Saya merasa khawatir bila akan terjadi kegagalan atau
kesialan menimpa saya
12. Saya tidak pernah tersipu malu bila terjadi sesuatu pada diri
saya
13. Saya sering merasa takut kalau muka saya menjadi merah
karena malu
14. Saya sering kali mengalami mimpi yang menakutkan pada
81

waktu tidur di malam hari


15. Tangan dan kaki saya biasanya cukup hangat
16. Saya mudah berkeringat meskipun hari tidak panas
17. Ketika saya merasa malu-malu kadang-kadang keringat
saya bercucuran, hal ini sangat menjengkelkan saya
18. Saya hampir tidak pernah berdebar-debar dan jarang
bernapas tersengal sengal
19. Saya sering merasa lapar terus-menerus
20. Saya jarang terganggu untuk sembelit (sakit perut) karena
sukar buang air besar
21. Saya sering terganggu oleh sakit perut yang penyebabnya
tidak diketahui
22. Ketika saya mengkhawatirkan tentang sesuatu sering kali
saya tidak bisa tidur
23. Tidur saya sering terganggu dan tidak nyenyak
24. Sering kali saya bermimpi tentang sesuatu yang sebaiknya
tidak diceritakan kepada orang lain
25. Saya mudah merasa tegar
26. Saya merasa lebih sensitif daripada kebanyakan orang lain
27. Saya sering kali mengkhawatirkan diri saya terhadap suatu
hal
28. Saya menginginkan kebahagiaan seperti orang lain yang
saya lihat
29. Biasanya saya selalu tenang dan tidak mudah kecewa atau
putus asa
30. Saya mudah menangis
31. Saya seringkali mencemaskan suatu hal atau seseorang
32. Saya merasa gemetar setiap waktu
33. Menunggu membuat saya gelisah
34. Pada waktu-waktu tertentu, saya merasa tidak
tenang,sehingga tidak dapat duduk terlalu lama atau diskusi
terlalu lama
35. Kadang-kadang saya merasa gembira sekali sehingga saya
sulit untuk tidur
36. Kadang-kadang saya merasa bahwa saya mengalami
kesulitan yang bertumpuk-tumpuk
37. Saya mengetahui bahwa saya kadang-kadang merasa
khawatir tanpa suatu alasan
38. Bila dibandingkan dengan teman-teman yang lain, maka
saya tidak sepenakut mereka
39. Saya seringkali merasa khawatir terhadap suatu hal yang
saya tahu bahwa hal itu tidak akan menyulitkan saya
40. Pada suatu saat seringkali saya merasa sebagai orang yang
tidak berguna
41. Saya mengalami kesukaran untuk memusatkan perhatian
82

terhadap suatu pekerjaan


42. Saya biasanya pemalu
43. Biasanya saya yakin pada diri sendiri
44. Saya seringkali dalam keadaan tenang
45. Hidup ini merupakan beban bagi saya setiap waktu
46. Kadang-kadang saya berpikir bahwa saya tidak punya arti
apa-apa
47. Saya merasa sangat kurang percaya diri
48. Kadang-kadang saya merasa bahawa diri saya akan hancur
49. Saya merasa takut terhadap kesulitan yang harus saya
hadapi dalam keadaan kritis
50. Saya sepenuhnya percaya diri saya sendiri
Lampiran 7.

Instrumen Alat Ukur Risiko Kecanduan Game (Skala Gangguan


Game Internet-Formulir Singkat (IGDS9-SF)
Petunjuk: Pertanyaan-pertanyaan berikut merupakan pertanyaan terkait
kegiatan bermain game kamu selama satu tahun terakhir atau 12 bulan
terakhir. Kegiatan bermain game diartikan sebagai berbagai kegiatan
bermain game yang telah kamu mainkan baik melalui komputer/laptop
atau melalui konsol game atau bentuk perangkat lain (misal., telepon
seluler, tablet, dll.), baik online dan/atau offline.
Jawaban
Pertanyaan Tidak Jarang Kadang- Sering Sangat
Pernah kadang Sering

1. Apakah kamu merasa disibukkan dengan kebiasaan bermain game?


Seperti contoh berikut (boleh lebih dari 1 atau semuanya):
 Memikirkan tentang kegiatan bermain game yang telah lalu
 Menanti-nanti sesi bermain game berikutnya
 Berpikir bahwa bermain game telah menjadi kegiatan yang utama dalam
kehidupan sehari-hari
2. Apakah kamu merasa lebih mudah tersinggung, cemas atau sedih ketika kamu
mencoba mengurangi atau menghentikan permainan game?

3. Apakah kamu merasa perlu menambah waktu bermain game untuk mencapai
kepuasan atau kesenangan?
4. Apakah kamu mengalami kegagalan ketika mencoba mengendalikan atau
menghentikan kegiatan bermain game?
5. Apakah kamu kehilangan ketertarikan pada hobby dan kegiatan hiburan lain
sebelumnya, karena keterikatan dengan game?
6. Pernahkah kamu tetap meneruskan kegiatan bermain game meskipun tahu
bahwa kegiatan tersebut menimbulkan masalah bagimu dan orang lain?
7. Pernahkah kamu membohongi salah seorang anggota keluarga, guru, atau
orang lain (kerabat, teman, sahabat) karena sering bermain game?

8. Apakah kamu bermain game sebagai pelarian sementara atau meredakan dari
perasaan tidak nyaman?
Contoh perasaan tidak nyaman:
 Merasa tidak berdaya
 Merasa bersalah
 Merasa cemas
9. Pernahkah kamu mengorbankan atau kehilangan hal berikut dikarenakan
bermain game?
 Teman atau hubungan penting dengan orang lain
 Kesempatan bersekolah
 Kesempatan meraih cita- cita

83
84

Lampiran 8.

Surat Ijin Penelitian


85

Lampiran 9.

Ethical Clereance

Anda mungkin juga menyukai