Anda di halaman 1dari 6

ILMU LINGKUNGAN

PENJELASAN DARI DOKUMENTER 11TH HOUR

Dosen Pembimbing : Endi Martha Mulia,ST.,MSi

DISUSUN OLEH:
Angela Wiyogo 19.184.0001

INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI T.D. PARDEDE


FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
TEKNIK ARSITEKTUR 2021/2022
I. LATAR BELAKANG
Film ini di awalnya terlihat seperti sebuah dokumenter tentang GLOBAL WARMING. Tapi
begitu saya menontonnya ternyata lebih dari sekedar itu. Mulanya saya sempat skeptis
mengingat film ini diproduksi oleh Leonardo di Caprio dan diedarkan oleh Warner Bros. Tapi
ternyata film ini memang tidak biasa.
Film ini memang dibuka dengan sebuah isu yang sangat klise bahkan basi, yaitu GLOBAL
WARMING. Hampir setiap saat kita mendengar itu, dan ini malah sekarang menjadi sebuah
gaya hidup sehingga menjadi sesuatu yang sudah kehilangan aura perjuangannya. Walaupun
sudah terdengar di mana-mana, sebenarnya belum begitu banyak orang yang tahu apa
sebenarnya GLOBAL WARMING itu dan sekedar ikut-ikutan tren hijau.
Film ini bisa membantu untuk melihat apa itu GLOBAL WARMING sebenarnya, dalam
skala sesungguhnya. GLOBAL WARMING bukan sekedar masalah polusi. Masalah kita
bukan sekedar kita sudah terlalu banyak membuang CO2 ke udara. Masalah kita bukan
sekedar bagaimana menghadapi hidup dengan harga minyak yang terus melambung. Masalah
kita bukan sekedar udara yang semakin panas sehingga permukaan laut meninggi. Masalah
kita bukan sekedar perubahan iklim. Masalahnya adalah KITA SENDIRI.
Kita yang jumlahnya ENAM MILYAR sudah seperti menjadi parasit bagi bumi ini. Jika
dilihat dari perspektif Bumi, ia sekarang sedang sakit meriang, dan kuman2nya adalah kita,
MANUSIA. Jumlah kita sudah terlalu besar. Sewaktu Kennedy menjadi Presiden Amerika,
penduduk bumi adalah setengah dari saat ini! Bayangkan itu! Kita sudah memenuhi seluruh
muka bumi, mengeruknya tanpa henti, dan membuang segala macam sampah ke dalamnya.
Bumi kita tidak cukup untuk kita. Jika kita semua ingin hidup makmur dengan gaya hidup
Amerika, seluruh bumi ini tidak akan cukup untuk kita. Kita paling tidak butuh ENAM
BUMI untuk itu.
Bumi kita sebenarnya mencukupi segala-galanya. Ia adalah sebuah sistem tertutup yang
sempurna. Ia punya pembersih racun seperti halnya hati manusia yang berfungsi mengolah
racun menjadi empedu yang berguna. Tapi begitu racun yang dihasilkan sudah melebihi
kapasitas bumi untuk mengatasinya, BUMI kita akan seperti terkena penyakit lever, dan
menunggu mati. Untuk sekedar membari perspektif. Satu batang pohon bisa menahan air
sebanyak 250 RIBU LITER. Jika kita menebang satu pohon, berarti kita telah membiarkan
250 RIBU LITER air terbuang tak terserap tanah dan menjadi banjir.
Masalahnya hanya satu. KITA, MANUSIA. Daya dukung bumi kita hanya cukup untuk
paling banyak SATU MILYAR orang. Kita sudah kelebihan lima milyar. Apapun yang
dilakukan, Bumi kita tidak mampu menampung kita, jika kita ingin hidup berkesinambungan.
Pernah ada suatu masa ketika Bumi ada pada energi saat ini. Sinar matahari tahun ini jatuh
pada tanaman tahun ini, memberi makan dan menghangatkan manusia tahun ini. Namun,
dengan eksploitasi batu bara dan minyak, kita telah membakar jutaan tahun energi yang
tersimpan secepat mungkin, dan hasilnya adalah polusi beracun, pemanasan global, dan
ketidakseimbangan planet. Apa yang ada di akhir belanja bunuh diri ini? Stephen Hawking
melukis masa depan di mana Bumi menyerupai Venus, dengan suhu 482 derajat Fahrenheit.
Akan tetapi, masih akan ada hujan, meskipun sayangnya asam sulfat.
Bumi berputar-putar tidak seimbang. Tahukah Anda, seperti yang saya pelajari di edisi baru
majalah Discover, bahwa sementara stok ikan menghilang dari lautan, tempatnya digantikan
oleh ledakan ubur-ubur yang sangat besar -- secara harfiah makhluk tak berotak dengan gaya
hidup makan? Kedengarannya seperti kita.
"The 11th Hour," diriwayatkan dan diproduksi bersama oleh Leonardo DiCaprio,
mengumpulkan sekelompok ahli yang disegani untuk berbicara dari bidang pengetahuan
mereka tentang bagaimana kita merusak planet kita, dan apa yang mungkin kita lakukan
untuk membalikkan keadaan. Kami tidak punya banyak waktu. Arsitek John Todd dan Bruce
Mau menjelaskan bagaimana kita bisa membangun bangunan "hijau" yang akan
menggunakan energi matahari, mengkonsumsi limbah mereka sendiri dan berfungsi seperti
pohon. Tidak ada alasan setiap rumah (setiap rumah yang baru dibangun, pasti) tidak
memiliki panel surya di atap, untuk membantu memanaskan, menerangi, dan mendinginkan
dirinya sendiri. Nah, satu alasannya, sebenarnya: Perusahaan energi akan menolak efek apa
pun untuk mengalihkan subsidi raksasa mereka sendiri ke pemilik rumah yang ramah
lingkungan.
Kita mendengar tentang perusakan hutan, kematian lautan, mencairnya kutub,
terperangkapnya gas rumah kaca. Dan dalam film dokumenter lain yang akan datang, "In the
Shadow of the Moon," tentang astronot yang masih hidup yang berjalan di bulan, kita melihat
pandangan mereka tentang Bumi dari jarak 250.000 mil; itu mengejutkan kita betapa besar
planet ini terbungkus dalam atmosfer yang begitu tipis dan rentan.
Semua ini perlu diketahui. Tapi apakah kita terlalu egois untuk melakukan sesuatu tentang
hal itu? Mengapa tidak semua orang membeli mobil hybrid? Mereka dapat berjalan selama
satu tahun dan memompa lebih sedikit polusi ke atmosfer daripada satu galon cat. Mereka
bisa mendapatkan sepertiga hingga setengah jarak tempuh bahan bakar. Dan inilah kickernya:
Mereka bisa melaju lebih cepat, karena mereka memiliki dua mesin. Jadi Anda bertanya
kepada orang-orang apakah mereka mendapatkan hibrida, dan mereka menggeliat dan
berkata, astaga, mereka tidak tahu, mereka lebih suka tetap pada cara lama untuk berjalan
lebih lambat, menghabiskan lebih banyak bensin dan menghancurkan atmosfer. Jika
perusahaan minuman keras mengiklankan perusahaan minuman keras dan tembakau yang
bertanggung jawab memperingatkan bahaya kesehatan, mengapa perusahaan gas tidak
meminta Anda untuk membeli hibrida?
Beberapa dari poin ini ada di "The 11th Hour," yang lain ditawarkan oleh saya, dan
pelajarannya adalah: Kami kurang lebih tahu semua hal ini. Jadi, apakah film itu memotivasi
kita untuk bertindak? Tidak juga. Setelah saya melihat "An Inconvenient Truth" karya Al
Gore, mobil saya berikutnya adalah hibrida. Setelah melihat "The 11th Hour," saya akan
lebih memikirkan film saya berikutnya.
Film ini menghindari salah satu hukum tertua dari berita televisi dan dokumenter: Menulis ke
dalam gambar! Ketika film Gore memberi tahu Anda sesuatu, itu menunjukkan kepada Anda
apa yang dibicarakannya. Terlalu banyak cuplikan "The 11th Hour" hanyalah fotografi alam
standar, karena kamera helikopter melintas di atas bukit dan lembah dan burung-burung
terlihat tidak senang dan es mencair.
Ini diselingi dengan 50 ahli, kurang lebih, yang berbicara dan berbicara dan berbicara.
Bahkan DiCaprio terdengar seperti sedang mempresentasikan proyek kelas.
II. PEMBAHASAN
Manusia modern adalah spesies yang sangat muda jika dibandingkan dengan mikroba, fungi,
pohon jati, nyamuk atau kebanyakan spesies lainnya yang telah lama menghuni Bumi kita ini.
Di balik usia mudanya itu, kita, manusia, telah melibatkan diri kita dengan segala kegiatan
modern kita ini dalam proses percepatan kepunahannya sendiri. Mari kita tengok kepunahan
spesies apapun di dunia ini –dan jika anda mempercayai adanya seleksi alam, maka seperti
kata Darwin, yang bertahan adalah yang tidak bisa menyesuaikan dengan alam (adaptif)-
mereka punah karena alam mengalami sebuah fenomena dan mereka tidak bisa
mengikutinya. Contoh yang paling mudah dikenal yakni kepunahan mahluk-mahluk besar
disebut dinosaurus. Banyak hipotesis mengatakan bahwa dinosaurus tidak bisa beradaptasi
dengan kejadian-kejadian yang dialami Bumi kala itu; katastropis. Tapi dinosaurus, dan
spesies lainnya, hanyalah biantang dan tumbuhan biasa. Maksudnya, mereka tidak campur
tangan dengan kejadian alam yang terjadi pada saat itu yang membuat mereka punah dan
kalaupun ada porsinya sangat sedikit. Inilah yang membedakan kita dengan hewan dan
tumbuhan yang telah punah tersebut; kita, dengan kemampuan otak kita yang tidak dimiliki
spesies lain, selain (pada awalnya memang) menggunakan kemampuan itu untuk bertahan
dan membuat kehidupan lebih baik, tetapi kita juga (pada akhirnya dan secara sedikit
disadari) tengah mempercepat proses kepunahan kita yaitu dengan cara merusak alam.
Kemampuan otak kita untuk menciptakan sesuatu yang tadinya tak ada atau membetuk benda
lain menjadi benda lainnya memang pada awalnya berguna bagi kebertahanan kita di atas
Bumi ini. Para manusia gua menggunakan gua untuk berlindung dari hujan dan suhu dingin
malam, mengubah kulit banteng menjadi baju, menggesekan batu untuk menyalakan api,
mempertajam batu untuk pertahanan diri dan lainnya tentunya menjadi salah satu alasan kita
masih ada di Bumi ini. Namun, keadaan berubah secara perlahan tetapi terus-menerus dan
dalam ukuran yang massif. Kemampuan tersebut, ditunjang oleh penemuna-penemuan
penting seperti bahan bakar fosil, temuan lampu, mesin dan lainnya, telah membawa kita jauh
meninggalkan usaha bertahan tersebut. Setelah kehidupan kita lebih mudah, di mana kita
tidak perlu lagi mengejar sapi dan kerbau lalu menombak mereka dan mengambil daging
mereka untuk makan melainkan kita hanya perlu datang ke mini market dan sudah tersedia
daging cingcang beku di sana, kita telah kehilangan pegangan kita terhadap alam atau natur.
Kita merasa sebagai spesies superior yang menganggap alam sebagai komoditi bukan lagi
sebagai tempat tinggal di mana di dalamnya kita akan terus-menerus hidup. Kita menciptakan
habitat kita sendiri, alam ekonomi. Yang di dalamnya terdapat ide besar, konsumerisme di
dalam masyarakat industry; masyarakat yang mengambil apa yang bisa diambil dari alam
untuk kemudian dijualnya sedangkan yang tidak bernilai jual dikembalikan kea lam lagi.
Yang perlu ditekankan di sini bahwa, kita akan mengalami kepunahan pun tanpa kita harus
‘mengotori’ alam, memang bukan tahun ini seperti prediksi Maya karena tanda-tandanya
kurang kuat, atau memang bukan tahun depan. Contoh empiris akan kepunahan kita yakni
akan adanya tabrakan galaksi Andromeda dengan galaksi tempat kita tinggal, Bima Sakti, 4
miliar tahun lagi. Mungkinsaja, scenario terbaiknya adalah kita menemukan tenknologi untuk
‘meloncat’ ke galaksi M33 yang (untuk saat ini terpantau dari teleskop Hubble) akan
terhindar dari tabrakan tersebut, tentu setelah kita mendapati planet seperti yang kita tempati
sekarang ini. Namun pertanyaannya, apakah 4 miliar tahun lagi manusia masih ada, jika kita
terus melakukan pola hidup seperti sekarang? Pola hidup dari mulai kita sebagai individu
yang menggunakan barang kaya-limbah, barang tidak terbarukan, barang sekali buang yang
membutuhkan ratusan hingga jutaan tahun untuk diurai alam. Atau pola hidup kita sebagai
korporasi besar yang menggambil ‘manisnya’ alam dan membuang ‘sepahnya’ kembali ke
alam. Atau pola hidup kita sebagai pemimpin yang berpura-pura dan berleha-leha dalam
mengambil keputusan untuk membuat kebijakan yang baik buat alam karena langkah kita
dibungkam uang. Sistem apapun yang berjalan di duniaini (ekonomi, sosial, politik)
merupakan subsistem dari sistem yang lebih besar, yaitu sistem biosphere. Sistem yang di
dalamnya kita semua menjalankan kehidupan kita yang dikendalikan dengan cara berpikir
yang terlalu sederhana untuk ukuran manusia dengan kemampuan otak yang telah mengalami
evolusi dan mencapai kemampuan yang sangat tinggi. Kemampuan yang seharusnya bisa
membuat kita menyadari pentingnya ‘berjalan bersama alam’, karena sebelumnya kita telah
dapat mengukur kerusakan alam oleh otak kita tadi yang akan membahayakan keberadaan
kita. Kalaulah kita mau disebut homo economicus yang mengejar self-interstnya berdasarkan
rasionya, maka sangatlah rasional untuk menjaga alam untuk kebertahanan kita semua,
manusia. Memang, kalau pun kita punah, bukan generasi kita sekaran melainkan generasi
berikutnya. Namun, beruntungnya kita ada di Bumi di saat yang krusial ini. Kita mempunyai
kemampuan dan kesadaran untuk merencanakan masa depan. Maka konstruksi masa depan
bukanlah jumlah deposito tahun depan atau niali tanah kita sepuluh tahun mendatang, tetapi
keberlangsungan keberadaan manusia di atas Bumi. Sebuah usaha yang telah dilakukan oleh
nenek moyang kita yang memungkinkan kita berda sekarang ini.
Dan perlu dicatat pula Bumi akan kembali ‘hijau’ dan akan tetap ada berputar di porosnya
walaupun tanpa kita. Jadi perlu ditekankan, ini bukan hanya untuk kepentingan Bumi. Bukan
Bumi yang harus dilindungi, tetapi kita. Sehingga kita harus mencari jalan bagaimana agar
Bumi tidak mengalami fenomena di luar perhitungan kita yang menghasilkan ketidakpastian.
Berbagai ketidakpastian seperti siklus hujan, erosi, naiknya permukaan air laut, naiknya suhu
Bumi dan katasropis lainnya. Juga kita harus mencari jalan bagaimana membuat Bumi tetap
menjadi tempat yang ramah untuk ditinggali. Alasannya mudah, karena sejauh ini kita tidak
mempunyai planet lain untuk ditempati. Tulisan ini bertujuan memang bukan untuk
menawarkan satu solusi atas kondisi yang jkini kita tengah hadapi dan segala yang akan
datang yang mungkin lebih buruk dari sekarang dan dugaan kita, tetapi tulisan ini bertujuan
membangun sebuah kesadaran masal, sebuah kepedulian universal, tujuan bersama selaku
manusia. Karena saya percaya, bukan kendala teknologi maupun ilmu pengetahuan yang
menghambat kita untuk membangun kembali masa depan, masa depan yang berkelanjutan,
tetapi kendala di dalam diri kita sendiri. Cara kita berpikir. Kita harus membentuknya
kembali, karena itulah kunci menuju pintu satu kebersamaan dalam menghadapi tantangan
yang kita tengah dan akan hadapi selaku umat satu manusia. Kepentingan (ends) kita
mungkin berbeda, tetapi usaha yang kita lakukan untuk melestarikan alam adalah satu jalan
(mean).
Jika anda percaya dengan pepatah ‘manusia adalah rajanya dunia’ maka jadilah raja yang
baik. Karena raja yang baik memerintah dengan hati dan otak yang cerdas dan meninggalkan
peninggalan yang bersejarah yang akan dihargai oleh raja-raja berikutnya. Memang tantangan
kita untuk membentuk kesadaran, kepedulian dan tujuan ini tidaklah mudah karena
kompleksitas di antara kita yang begitu rumit, tetapi untuk tetap survive memang
membutuhkan usaha ekstra; lebih keras daripada survive untuk tetap berada di tingkat
ekonomi tertentu, lebih keras daripada survive untuk mempertahan kedudukan atau untuk
survive lainnya. Dan biaya yang harus kita bayar pun lebih besar dari usaha survive-survive
lainnya tersebut.
Kita harus bersama menanggapi segala gejala yang telah alam tunjukkan pada kita atas
reaksinya terhadap tindakan kita kepadanya di usianya yang telah senja. Kita harus bersama
karena yang kita hadapi diperkirakan akan begitu besar, lebih besar daripada tantangan para
pendahulu kita untuk bertahan.

III. KESIMPULAN
The 11th Hour berupaya meningkatkan kesadaran akan kondisi lingkungan alam bumi yang
semakin menipis. Ini mengeksplorasi bagaimana kita sampai pada keadaan ini dengan
melihat cara kita hidup, dampak kita pada ekosistem bumi dan apa yang dapat kita lakukan
untuk membalikkan tren. Film ini menampilkan wawancara dengan ilmuwan, politisi, dan
aktivis terkemuka termasuk fisikawan Stephen Hawking, mantan Presiden Soviet Mikhail
Gorbachev, dan ahli lingkungan pemenang Hadiah Nobel Wangari Maathai. The 11th Hour
menekankan fakta bahwa cara hidup kita tidak berkelanjutan untuk planet ini. Dimulai
dengan menampilkan adegan apokaliptik dari badai mematikan, banjir, dan kebakaran hutan.
Kemudian meneliti bagaimana kita sampai pada kondisi ini, menyoroti ketergantungan kita
pada bahan bakar fosil sebagai penyebab utama, dan menunjukkan kerusakan ekosistem kita:
pemanasan global, erosi tanah, penggundulan hutan, polusi udara dan air, kepunahan spesies,
dll. Film ini lebih dari sekadar menunjukkan masalah dan menawarkan solusi praktis. Kami
mendengar dari dua arsitek tentang bagaimana kami dapat membangun bangunan 'hijau'
mandiri yang akan berfungsi dengan energi matahari dan mengkonsumsi limbah mereka
sendiri. Rumah baru bisa menggunakan panel surya untuk penerangan, pemanas dan
pendingin. Ini menyerukan kepada kita untuk memulihkan bumi dengan mengubah aktivitas
manusia melalui tanggung jawab sosial dan membentuk kembali teknologi. Film berakhir
dengan pesan harapan dan ajakan untuk bertindak: Belum terlambat untuk menyelamatkan
planet kita, tetapi waktu hampir habis dan kita harus bertindak sekarang. Secara keseluruhan,
The 11th Hour adalah wawasan yang sangat baik tentang politik, teknologi, konsekuensi dari
perilaku manusia, keinginan dan metode untuk memperbaiki kekacauan lingkungan yang
telah diciptakan manusia.

Anda mungkin juga menyukai