Anda di halaman 1dari 57

1

SAMPAH JANGAN DIBAKAR


BANYAK MUDHORATNYA

Diabstraksikan oleh
Prof Dr Ir Soemarno MS
Bahan kajian MK Filsafat Lingkungan PDKLP PPSUB 2011

Pembakaran sampah di lahan pekarangan rumah setiap hari masih


menjadi kebiasaan masyarakat, dan hal ini dianggap merupakan hal yang
wajar-wajar saja. Apabila naik pesawat udara dari Jakarta menuju ke
daerah lain, ketika pesawat mau naik atau mau mendarat, dapat dilihat
banyak sekali halaman rumah penduduk membakar sampahnya. Dapat
dibayangkan berapa banyak polusi udara yang ditimbulkan setiap harinya
dari hasil pembakaran sampah ini. Dalam jangka waktu yang pendek,
kelihatannya cara ini lebih praktis dan lebih mengirit ketimbang harus
menjalankan proses daur ulang yang panjang. Dalam jangka waktu yang
panjang, cara cara seperti ini sebenarnya lebih merugikan individu yang
bersangkutan, komunitas, dan masyarakat secara keseluruhan. Polusi yang
kelihatannya sedikit ini, lama kelamaan menjadi bukit. Polusi ini perlahan
lahan akan membuat sebagian orang yang seharusnya hidup sehat
menjadi sakit, antara lain sakit gangguan pernafasan (astma, paru paru
dll.). Orang tersebut yang seharusnya dapat bekerja 8 jam per hari tanpa
sakit sepanjang tahun, hanya dapat bekerja kurang dari 8 jam per hari dan
sakit beberapa hari per tahunnya. Orang tersebut dirugikan karena
kehilangan upah hariannya ditambah harus keluar biaya untuk merawat
kesehatannya. Disamping itu, masih ada lagi kerugian lainnya bagi
individu yang sakit itu. Dia kehilangan kenikmatannya dimana dia
seharusnya bisa menikmati hari liburnya (misalnya Sabtu dan Minggu)
bersama anak dan isterinya, karena sakit, harus diam di rumah.
Kehilangan kenikmatan sejenis ini, kalau kita mau, masih bisa
digambarkan dalam bentuk uang. Secara keseluruhan negara juga
dirugikan karena mempunyai rakyat yang sebagian tidak bisa kerja efisien
karena sakit. Ditambah lagi negara harus mengeluarkan biaya tambahan
untuk mengurus dan mengobati rakyat yang sakit gangguan pernafasan.

PENGERTIAN SAMPAH
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu
proses. Sampah merupakan didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya,
dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-
produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung. Akan tetapi
karena dalam kehidupan manusia didefinisikan konsep lingkungan maka Sampah dapat
dibagi menurut jenis-jenisnya.
Sampah merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil
aktifitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Berdasarkan
sumbernya
1. Sampah alam
2. Sampah manusia
2

3. Sampah konsumsi
4. Sampah nuklir
5. Sampah industri
6. Sampah pertambangan

Sumber-sumber sampah
1. Rumah Tangga
2. Pertanian
3. Perkantoran
4. Perusahaan
5. Rumah Sakit
6. Pasar dll.

Secara garis besar, sampah juga dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu :
1. Sampah Anorganik/kering
Contoh : logam, besi, kaleng, plastik, karet, botol, dll yang tidak dapat mengalami
pembususkan secara alami.
2. Sampah organik/basah
Contoh : Sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, rempah-rempah atau
sisa buah dll yang dapat mengalami pembusukan secara alami.
3. Sampah berbahaya
contoh : Baterei, botol racun nyamuk, jarum suntik bekas dll

Berdasarkan sifatnya, sampah dapat kelompokkan nejadi Sampah organik - dapat


diurai (degradable), dan Sampah anorganik - tidak terurai (undegradable)

Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan,
sayuran, daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi
kompos; 2. Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik
wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng,
kayu, dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku
dijual untuk dijadikan produk laiannya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah
plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan
kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton;

Berdasarkan bentuknya, sampah merupakan bahan padat atau cair yang tidak
dipergunakan lagi dan dibuang. Menurut bentuknya sampah dapat dibagi sebagai
Sampah Padat dan Sampah cair.

Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran manusia, urine dan
sampah cair. Dapat berupa sampah rumah tangga: sampah dapur, sampah kebun, plastik,
metal, gelas dan lain-lain. Menurut bahannya sampah ini dikelompokkan menjadi sampah
organik dan sampah anorganik. Sampah organik Merupakan sampah yang berasal dari
barang yang mengandung bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa sayuran, hewan, kertas,
potongan-potongan kayu dari peralatan rumah tangga, potongan-potongan ranting, rumput
pada waktu pembersihan kebun dan sebagainya.
3

Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam (biodegradability), maka dapat dibagi lagi menjadi:
1. Biodegradable: yaitu sampah yang dapat diuraikan secara sempurna oleh proses biologi baik
aerob atau anaerob, seperti: sampah dapur, sisa-sisa hewan, sampah pertanian dan
perkebunan.
2. Non-biodegradable: yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan oleh proses biologi. Dapat dibagi
lagi menjadi:
o Recyclable: sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali karena memiliki nilai
secara ekonomi seperti plastik, kertas, pakaian dan lain-lain.
o Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan tidak dapat diolah
atau diubah kembali seperti tetra packs, carbon paper, thermo coal dan lain-lain.

Sampah cair merupakan bahan cairan yang telah digunakan dan tidak diperlukan kembali dan dibuang
ke tempat pembuangan sampah.
Limbah hitam: sampah cair yang dihasilkan dari toilet. Sampah ini mengandung patogen yang
berbahaya.
Limbah rumah tangga: sampah cair yang dihasilkan dari dapur, kamar mandi dan tempat
cucian. Sampah ini mungkin mengandung patogen.

Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam
dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi.
Emisi biasa dikaitkan dengan polusi. Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar
datang dari aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan,
manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu
waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi.

Sampah alam
Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses daur ulang alami, seperti
halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-
sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di lingkungan pemukiman.

Sampah manusia
Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa digunakan terhadap hasil-hasil
pencernaan manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi
kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan) penyakit yang
disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan utama pada dialektika manusia adalah
pengurangan penularan penyakit melalui sampah manusia dengan cara hidup yang higienis dan
sanitasi. Termasuk didalamnya adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing). Sampah
manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui sistem urinoir tanpa air.

Sampah Konsumsi
Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang, dengan
kata lain adalah sampah-sampah yang dibuang ke tempat sampah. Ini adalah sampah yang
umum dipikirkan manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini pun masih jauh lebih
kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri.

Limbah radioaktif
Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi nuklir yang menghasilkan uranium dan
thorium yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidupdan juga manusia. Oleh karena itu sampah
nuklir disimpan ditempat-tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas tempat-
tempat yang dituju biasanya bekas tambang garam atau dasar laut (walau jarang namun kadang
masih dilakukan).

Permasalahan Sampah
Secara umum pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan
lingkungan akan dapat mengakibatkan :
1. Tempat berkembang dan sarang dari serangga dan tikus
2. Menjadi sumber polusi dan pencemaran tanah, air dan udara
4

3. Menjadi sumber dan tempat hidup kuman-kuman yang membahayakan


kesehatan.
Tempat Pembuangan sampah

(Sumber: http://drkurnia.wordpress.com/2010/10/05/tempat-sampah-warna-warni/)

Pengelolaan sampah

Pengelolaan sampah merupakan kegiatan pengumpulan , pengangkutan ,


pemrosesan , pendaur-ulangan , atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini
biasanya mengacu pada material sampah yg dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya
dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan.
Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam . Pengelolaan
sampah bisa melibatkan zat padat , cair , gas , atau radioaktif dengan metoda dan keahlian
khusus untuk masing masing jenis zat.
Praktek pengelolaan sampah berbeda beda antara Negara maju dan negara
berkembang , berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan , berbeda
juga antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yg tidak
berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung
jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri
biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah.
Metode pengelolaan sampah berbeda beda tergantung banyak hal , diantaranya tipe
zat sampah , tanah yg digunakan untuk mengolah dan ketersediaan area. Terdapat beberapa
konsep tentang pengelolaan sampah yang berbeda dalam penggunaannya, antara negara-
negara atau daerah. Beberapa yang paling umum, banyak-konsep yang digunakan adalah:
Hirarki Sampah - hirarki limbah merujuk kepada " 3 M " mengurangi
sampah, menggunakan kembali sampah dan daur ulang, yang
mengklasifikasikan strategi pengelolaan sampah sesuai dengan keinginan
dari segi minimalisasi sampah. Hirarki limbah yang tetap menjadi dasar
dari sebagian besar strategi minimalisasi sampah. Tujuan limbah hirarki
5

adalah untuk mengambil keuntungan maksimum dari produk-produk


praktis dan untuk menghasilkan jumlah minimum limbah.
Perpanjangan tanggungjawab penghasil sampah / Extended Producer
Responsibility (EPR).(EPR) adalah suatu strategi yang dirancang untuk
mempromosikan integrasi semua biaya yang berkaitan dengan produk-
produk mereka di seluruh siklus hidup (termasuk akhir-of-pembuangan
biaya hidup) ke dalam pasar harga produk. Tanggung jawab produser
diperpanjang dimaksudkan untuk menentukan akuntabilitas atas seluruh
Lifecycle produk dan kemasan diperkenalkan ke pasar. Ini berarti
perusahaan yang manufaktur, impor dan / atau menjual produk diminta
untuk bertanggung jawab atas produk mereka berguna setelah kehidupan
serta selama manufaktur.
prinsip pengotor membayar - prinsip pengotor membayar adalah prinsip di
mana pihak pencemar membayar dampak akibatnya ke lingkungan.
Sehubungan dengan pengelolaan limbah, ini umumnya merujuk kepada
penghasil sampah untuk membayar sesuai dari pembuangan

Diagram hirarkhi sampah (Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Pengelolaan_sampah)

Model Pengelolaan Sampah berbasis Masyarakat

Sampah di Kota Yogyakarta menjadi masalah yang belum bisa diatasi sepenuhnya oleh
pemerintah daerah. Pemda sebenarnya menyadari masalah ini, tetapi belum menemukan solusi
jangka panjang yang tepat. Penelitian perihal Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Kota
Yogyakarta ini bertujuan untuk (1) memperoleh gambaran tentang pengelolaan sampah rumah
tangga berbasis masyarakat, (2) menginventarisasi problematika dalam sistem pengelolaan
sampah rumah tangga ini, (3) memberikan rekomendasi untuk menyempurnakan sistem
pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat.
Beberapa kesimpulan penelitian ini adaklah: Pertama, pilot project pengelolaan sampah rumah
tangga berbasis masyarakat di Gondolayu Lor, Kota Yogyakarta berjalan secara baik dengan
prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) dan berhasil mengurangi volume sampah yang dibuang ke
TPSS hingga 70%. Ke dua, model pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat
dengan prinsip 3R merupakan solusi paradigmatik. Ketiga, problematika utama dalam
pelaksanaan model ini adalah bagaimana mengubah paradigma membuang sampah jadi
memanfaatkan sampah. Problematika lain yang teridentifikasi ialah (1) pemerintah daerah
belum memberikan apresiasi terhadap masyarakat yang telah melakukan pemilahan sampah;
(2) tidak ada mekanisme dan person yang memantau dan mengevaluasi kegiatan; (3)
penerapan kebijakan pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan prinsip 3R tidak diikuti
penyediaan sarana dan prasarana penunjang; (4) pemilahan sampah di rumah tangga kurang
6

tuntas; (5) tidak ada kaderisasi untuk mencari pengurus baru yang memiliki kapabilitas dan
integritas.
Ada enam hal yang dapat direkomendasikan. Pertama, pemerintah, pengurus RT/RW, dan
pengelola mendidik masyarakat secara terencana dan terukur tentang pengelolaan sampah
yang benar. Ke dua, pemerintah mengatur dan memberikan insentif dan disinsentif untuk
memotivasi masyarakat. Ke tiga, pemerintah, pengurus RT/RW, dan pengelola membuat
mekanisme dan menentukan orang untuk memantau dan mengevaluasi pengelolaan sampah
berbasis masyarakat. Keempat, pemerintah menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan
sampah dengan model ini. Kelima, pengelola dan pengurus RT/RW mencari strategi kaderisasi
pengelola. Keenam, model pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat layak
dikembangkan jadi model pengelolaan sampah rumah tangga di perkotaan
(Sumber: PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus di Kota
Yogyakarta). Tesis. F A I Z A H. 2008. PROGRAM MAGISTER ILMU LINGKUNGAN, PROGRAM PASCA
SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG.)

Pemusnahan sampah

Beberapa cara pemusnahan sampah yang dapat dilakukan secara sederhana sebagai
berikut :
1. Penumpukan.
Dengan metode ini, sebenarnya sampah tidak dimusnahkan secara langsung, namun
dibiarkan membusuk menjadi bahan organik. Metode penumpukan bersifat murah,
sederhana, tetapi menimbulkan resiko karena berjnagkitnya penyakit menular,
menyebabkan pencemaran, terutama bau, kotoran dan sumber penyakit dana badan-
badan air.
2. Pengkomposan.
Cara pengkomposan meerupakan cara sederhana dan dapat menghasilkan pupuk yang
mempunyai nilai ekonomi.
3. Pembakaran.
Metode ini dapat dilakuakn hanya untuk sampah yang dapat dibakar habis. Harus
diusahakan jauh dari pemukiman untuk menhindari pencemarn asap, bau dan
kebakaran.
4. Sanitary Landfill.
Metode ini hampir sama dengan pemupukan, tetapi cekungan yang telah penuh terisi
sampah ditutupi tanah, namun cara ini memerlukan areal khusus yang sangat luas.
a. Sampah basah : Kompos dan makanan ternak
b. Sampah kering : Dipakai kembali dan daur ulang
c. Sampah kertas : Daur Ulang
5. Botol Bekas wadah kecap, saos, sirup, creamer dll baik yang putih bening maupun yang
berwarna terutama gelas atau kaca yang tebal.
6. Kertas, terutama kertas bekas di kantor, koran, majalah, kardus kecualai kertas yang
berlapis minyak.
7. Aluminium bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue dll.
8. Besi bekas rangka meja, besi rangka beton dll
9. Plastik bekas wadah shampoo, air mineral, jerigen, ember dll
10. Sampah basah dapat diolah menjadi kompos.

Tempat pembuangan akhir (TPA) atau tempat pembuangan sampah (TPS) ialah tempat untuk
menimbun sampah dan merupakan bentuk tertua perlakuan sampah. TPA dapat berbentuk
tempat pembuangan dalam (di mana pembuang sampah membawa sampah di tempat produksi)
7

begitupun tempat yang digunakan oleh produsen. Dahulu, TPA merupakan cara paling umum
untuk limbah buangan terorganisir dan tetap begitu di sejumlah tempat di dunia. Sejumlah
dampak negatif dapat ditimbulkan dari keberadaan TPA. Dampak tersebut bisa beragam:
musibah fatal (misalnya burung bangkai yang terkubur di bawah timbunan sampah); kerusakan
infrastruktur (misalnya kerusakan ke akses jalan oleh kendaraan berat); pencemaran lingkungan
setempat (seperti pencemaran air tanah oleh kebocoran dan pencemaran tanah sisa selama
pemakaian TPA, begitupun setelah penutupan TPA); pelepasan gas metana yang disebabkan oleh
pembusukan sampah organik (metana adalah gas rumah kaca yang berkali-kali lebih potensial
daripada karbon dioksida, dan dapat membahayakan penduduk suatu tempat); melindungi
pembawa penyakit seperti tikus dan lalat, khususnya dari TPA yang dioperasikan secara salah,
yang umum di Dunia Ketiga; jejas pada margasatwa; dan gangguan sederhana (mis., debu, bau
busuk, kutu, atau polusi suara).

Pemanfaatan Sampah

Daur ulang
Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas
kegiatan pemilahan, pengumpulan , pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan
produk/material bekas pakai.

Manfaat pengelolaan sampah


1. Menghemat sumber daya alam
2. Mengehemat Energi
3. Menguranagi uang belanja
4. Menghemat lahan TPA
5. Lingkungan asri (bersih,sehat,nyaman)

Contoh Nilai ekonomis dari bahan daur ulang sampah

NO JENIS BARANG LAPAK HARGA/KG

1 Gelas Aqua 1600

2 Kaleng Oli 1500

3 Ember biasa 1100

4 Keras (kaset, yakult, botol kecap) 150

5 Ember hitam (anti pecah) 800

6 Botol Aqua 700

7 Putian (botol bayclin, infus) 1600


8

8 Kardus 500

9 Kertas Putih 700

10 Majalah 350

11 Koran 500

12 Duplek (kardus tipis) 150

13 Semen 400

14 Besi Beton 700

15 Besi super 450

16 Besi pipa 250

17 Tembaga super 8000

18 Tembaga bakar 7000

19 Aluminium tebal 6000

20 Aluminium tipis 4000

21 Botol air besar 400

22 Botol bir kecil, sprite, fanta 200

Sumber koperasi pemulung 2003

Sumber : panduan ibu pada http://www.jala-sampah.or.id/

Membakar Sampah

Mengapa kita masih senang membakar sampah? Budaya membakar ini sudah ada
sejak dahulu dan masih terus berlanjut sampai sekarang. Mengapa membakar
sampah itu berbahaya?
Biasanya orang membakar sampah sembarangan saja, sehingga suplai oksigen untuk
menghasilkan CO2 hanya ada pada permukaan tumpukan sampah yang dibakar. Sementara
bagian dalam dari tumpukan sampah kekurangan oksigen, sehingga akan menghasilkan
karbonmonoksida (CO). Satu ton sampah, akan berpotensi menghasilkan sekitar 30 kg CO.
Asap karbon monoksida mampu membunuh orang karena bila terhirup karena menggangu
9

fungsi kerja hemoglobin yang semestinya mengangkut dan mengedarkan oksigen ke seluruh
tubuh. Tubuh akan kekurangan O2 dan dapat menimbulkan kematian.

Sumber: http://bandarsampah.blogdetik.com/index.php/archives/83

Sumber: http://bandarsampah.blogdetik.com/index.php/archives/83

Sampah yang bercampur plastik jika terbakar asapnya menghasilkan senyawa kimia
Dioksin, senyawa zat yang biasanya digunakan sebagai racun tumbuhan (herbisida). Selain
itu, mungkin pula dihasilkan fosgen yang pernah dipakai sebagai racun pembunuh pada
Perang Dunia I. Aa sekibat 75 bahan racun yang ada dalam hasil pembakaran sampah yang
mengandung klor. Asap dari pembakaran sampah mengandung benzopirena, ditengarai
sebagai biang keladi penyebab kanker dan hidrokarbon berbahaya senyawa penyebab iritasi
seperti asam cuka. Membakar kayu juga berbahaya karena akan menghasilkan senyawa
yang mengakibatkan kanker. Sementara milamin dapat menghasilkan formaldehida bila
dibakar dengan suplai oksigen banyak, atau menghasilkan HCN (bila suplai oksigen kurang).
10

Sumber: http://bandarsampah.blogdetik.com/index.php/archives/83#more-83

Membakar sampah dapat merusak tanah.

Membakar sampah, terutama sampah anorganik sangat berbahaya bagi kesehatan


lingkungan dan kesehatan manusia. Dioksin yang merupakan salah satu dari sedikit bahan
kimia yang telah secara intensif diteliti oleh banyak peneliti di seluruh dunia, dipastikan
dapat menimbulkan penyakit kanker dan penyakit lain yang bersifat degeneratif. Bahaya
dioksin seringkali disejajarkan dengan bahaya DDT, yang sekarang telah dilarang di seluruh
dunia. Substansi abu hasil pembakaran sampah anorganik seperti plastik dapat mengandung
logam berat yang tidak terurai meski telah dibakar.

Apakah membakar sampah juga dapat berbahaya bagi tanah?


Membakar sampah, terutama sampah anorganik seperti plastik, alumunium, logam,
batu baterai kertas sangat berbahaya bagi lingkungan, termasuk tanah.

Plastik dibuat dari bahan sintetis yang biasanya menggunakan minyak bumi sebagai
bahan dasar. Tak hanya menggunakan minyak bumi, saat proses produksi plastik, ada bahan-
bahan tambahan yang umumnya merupakan logam berat seperti kadmium, timbal dan nikel,
atau bahan beracun lain seperti khlor (Cl). Pada saat bahan plastik telah habis masa
pakainya, dibuang di tempat sampah dan dengan rela hati membakarnya, telah dilepaskan
sejumlah senyawa toksik ke dalam tanah dan udara. Seluruh racun dari plastik (dan bahan-
bahan logam lainnya) akan terlepas pada saat terbakar, dan menyebabkan berbagai jenis
logam berat dan bahan kimia berbahaya tersebut terlepas ke tanah.

Pencemaran tanah
Keberadaan bahan-bahan toksik tersebut dapat mempengaruhi kesuburan tanah,
daya simpan tanah terhadap unsur hara dan unsur-unsur lainnya pembentuk kualitas tanah.
Berbagai bahan toksik dan logam kimia yang ada dalam tanah tersebut akan tersimpan
dalam kurun waktu yang lama. Tidak hanya tersimpan dalam tanah namun juga ke dalam
tanaman, binatang yang memakan tanaman dan tubuh manusia.
11

Pembakaran sampah organik


Bolehkah sampah organik dibakar sembarangan, mengingat sampai sekarang masih
banyak anggota masyarakat kita yang membakar sampah organik. Dalam setiap proses
pembakaran sampah, akan dihasilkan gas karbondioksida (CO2) dan karbonmonoksida (CO).
Satu ton sampah, akan berpotensi menghasilkan sekitar 30 kg CO yang akan mengganggu
fungsi kerja hemoglobin yang bertugas mengangkut dan mengedarkan oksigen ke seluruh
tubuh. Kedua gas tersebut tetap akan keluar meski benda yang dibakar adalah ranting
tanaman, daun-daunan, atau material organik lainnya.
12

Reaksi Kimia Pembakaran

Pembakaran adalah suatu runutan reaksi kimia antara suatu bahan bakar dan suatu
oksidan, disertai dengan produksi panas yang kadang disertai cahaya dalam bentuk
pendar atau api.

Dalam ilmu kimia, persamaan reaksi atau persamaan kimia merupakan representasi
simbolis dari reaksi kimia. Rumus kimia pereaksi ditulis pada ruas kiri (di sebelah kiri)
persamaan dan rumus kimia produk dituliskan pada ruas kanan. Koefisien yang ditulis di
sebelah kiri rumus kimia sebauh zat adalah koefisien stoikiometri, yang menggambarkan
jumlah zat tersebut yang terlibat dalam reaksi relatif terhadap zat yang lain. Persamaan
reaksi yang pertama kali dibuat oleh ahli iatrokimia Jean Beguin pada 1615.

Representasi grafis dari persamaan reaksi pembakaran metana

Dalam sebuah persamaan reaksi, pereaksi dan produk-reaksi dihubungkan melalui


simbol yang berbeda-beda. Simbol digunakan untuk reaksi searah, untuk reaksi dua
arah, dan untuk reaksi kesetimbangan. Misalnya, persamaan reaksi pembakaran metana
(suatu gas pada gas alam) oleh oksigen dituliskan sebagai berikut

CH4 + 2 O2 CO2 + 2 H2O

Seringkali pada suatu persamaan reaksi, wujud zat yang bereaksi dituliskan dalam
singkatan di sebelah kanan rumus kimia zat tersebut. Huruf s melambangkan padatan, l
melambangkan cairan, g melambangkan gas, dan aq melambangkan larutan dalam air.
Misalnya, reaksi padatan kalium (K) dengan air (2H2O) menghasilkan larutan kalium
hidroksida (KOH) dan gas hidrogen (H2), dituliskan sebagai berikut:

2K (s) + 2H2O (l) 2KOH (aq) + H2 (g)


13

Selain itu, di paling kanan dari sebuah persamaan reaksi kadang-kadang juga
terdapat suatu besaran atau konstanta, misalnya perubahan entalpi atau konstanta
kesetimbangan. Misalnya proses Haber (reaksi sintesis amonia) dengan perubahan entalpi
(H) dituliskan sebagai berikut

N2(g) + 3H2(g) 2NH3(g) H = -92.4 kJ/mol.

Suatu persamaan reaski disebut setara jika jumlah suatu unsur pada ruas kiri
persamaan sama dengan jumlah unsur tersebut pada ruas kanan; dan dalam reaksi ionik,
jumlah total muatan harus setara juga. Dalam suatu reaksi pembakaran lengkap, suatu
senyawa bereaksi dengan zat pengoksidasi, dan produknya adalah senyawa dari tiap elemen
dalam bahan bakar dengan zat pengoksidasi. Contoh:

Contoh yang lebih sederhana dapat diamati pada pembakaran hidrogen dan oksigen,
yang merupakan reaksi umum yang digunakan dalam mesin roket, yang hanya menghasilkan
uap air.

Pada mayoritas penggunaan pembakaran sehari-hari, oksidan oksigen (O 2) diperoleh


dari udara ambien dan gas resultan (gas cerobong, flue gas) dari pembakaran akan
mengandung nitrogen:

Seperti dapat dilihat, jika udara adalah sumber oksigen, nitrogen meliputi bagian
yang sangat besar dari gas cerobong yang dihasilkan.

Pada kenyataannya, proses pembakaran tidak pernah sempurna. Dalam gas


cerobong dari pembakaran karbon (seperti dalam pembakaran batubara) atau senyawa
karbon (seperti dalam pembakaran hidrokarbon, kayu, dll) akan ditemukan baik karbon yang
tak terbakar maupun senyawa karbon (CO dan lainnya). Jika udara digunakan sebagai
oksidan, beberapa nitrogen akan teroksidasi menjadi berbagai jenis nitrogen oksida (NOx)
yang kebanyakan berbahaya.

Combustion or burning is the sequence of exothermic chemical


reactions between a fuel and an oxidant accompanied by the production of
heat and conversion of chemical species. The release of heat can result in
the production of light in the form of either glowing or a flame. Fuels of
interest often include organic compounds (especially hydrocarbons) in the
gas, liquid or solid phase.
In a complete combustion reaction, a compound reacts with an oxidizing
element, such as oxygen or fluorine, and the products are compounds of
each element in the fuel with the oxidizing element. For example:
14

CH4 + 2 O2 CO2 + 2 H2O + energy


CH2S + 6 F2 CF4 + 2 HF + SF6[discuss]

A simple example can be seen in the combustion of hydrogen and oxygen,


which is a commonly used reaction in rocket engines:

2 H2 + O2 2 H2O(g) + heat

The result is water vapor. Complete combustion is almost impossible to


achieve. In reality, as actual combustion reactions come to equilibrium, a
wide variety of major and minor species will be present such as carbon
monoxide and pure carbon (soot or ash). Additionally, any combustion in
atmospheric air, which is 78% nitrogen, will also create several forms of
nitrogen oxides.

In complete combustion, the reactant burns in oxygen, producing a limited


number of products. When a hydrocarbon burns in oxygen, the reaction will
only yield carbon dioxide and water. When elements are burned, the
products are primarily the most common oxides. Carbon will yield carbon
dioxide, nitrogen will yield nitrogen dioxide, sulfur will yield sulfur dioxide,
iron will yield iron(III) oxide.

Combustion is not necessarily favorable to the maximum degree of


oxidation and it can be temperature-dependent. For example, sulfur
trioxide is not produced quantitatively in combustion of sulfur. Nitrogen
oxides start to form above 2,800 F (1,540 C) and more nitrogen oxides
are produced at higher temperatures. Below this temperature, molecular
nitrogen (N2) is favored. It is also a function of oxygen excess.
In most industrial applications and in fires, air is the source of oxygen (O2).
In air, each mole of oxygen is mixed with approximately 3.76 mole of
nitrogen. Nitrogen does not take part in combustion, but at high
temperatures, some nitrogen will be converted to NOx, usually between 1%
and 0.002% (2 ppm). Furthermore, when there is any incomplete
combustion, some of carbon is converted to carbon monoxide. A more
complete set of equations for combustion of methane in air is therefore:

CH4 + 2 O2 CO2 + 2 H2O


2 CH4 + 3 O2 2 CO + 4 H2O
N2 + O2 2 NO
N2 + 2 O2 2 NO2

Pembentukan NOx

NOx emissions do not form in significant amounts until flame temperatures


reach 2800 F. Once that threshold is passed, however, any further rise in
temperature causes a rapid increase in the rate of NOx formation (A). NOx
production is highest (B) at fuel-to-air combustion ratios of 57% O2 (2545%
excess air). Lower excess air levels starve the reaction for oxygen, and higher
excess air levels drive down the flame temperature, slowing the rate of
reaction.
15

NOx reduction is the area of most concern today. Thermally produced NOx is
the largest contributor to these types of emissions. Thermal NOx is produced
during the combustion process when nitrogen and oxygen are present at
elevated temperatures. The two elements combine to form NO or NO 2. NOx is
generated by many combustion processes other than boiler operation. It
combines with other pollutants in the atmosphere and creates O 3, a substance
known as ground level ozone.

Sumber: http://www.alentecinc.com/papers/NOx/The%20formation%20of%20NOx_files/The
%20formation%20of%20NOx.htm

NOx in boiler burners can be reduced with either pre-combustion or post-


combustion technology. Post-combustion technology allows NOx to form, then
breaks it down in the exhaust gases (a process called catalytic reduction). This
method is normally confined to larger, utility-size equipment.
Pre-combustion method prevents NOx from forming in the first place. Pre-
combustion NOx reduction is accomplished by either staging the combustion
process or recirculating flue gases into the combustion process (FGR).
FGR is accomplished by forcing the flue gases with a separate fan back into
the combustion zone (forced FGR), or by drawing the flue gases through the
combustion air fan (induced FGR). Both methods reduce the bulk flame
temperature in the furnace to inhibit the chemical reaction between the
nitrogen and oxygen. FGR systems reduce NOx emissions without reducing
efficiency. NOx values can drop to less than 20 ppm corrected to 3% O 2 when
burning natural gas. Uncontrolled NOx readings are generally in the area of
80-120 ppm.

Incomplete combustion will only occur when there is not enough oxygen to
allow the fuel to react completely to produce carbon dioxide and water. It
also happens when the combustion is quenched by a heat sink such as a
solid surface or flame trap.
For most fuels, such as diesel oil, coal or wood, pyrolysis occurs before
combustion. In incomplete combustion, products of pyrolysis remain
16

unburnt and contaminate the smoke with noxious particulate matter and
gases. Partially oxidized compounds are also a concern; partial oxidation of
ethanol can produce harmful acetaldehyde, and carbon can produce toxic
carbon monoxide. The quality of combustion can be improved by design of
combustion devices, such as burners and internal combustion engines.
Further improvements are achievable by catalytic after-burning devices
(such as catalytic converters) or by the simple partial return of the exhaust
gases into the combustion process. Such devices are required by
environmental legislation for cars in most countries, and may be necessary
in large combustion devices, such as thermal power plants, to reach legal
emission standards.
17

PROSES PEMBAKARAN

Dalam pembakaran proses yang terjadi adalah oksidasi dengan reaksi sebagai
berikut:

Karbon + oksigen = Karbon dioksida + panas


Hidrogen + oksigen = Uap air + panas
Sulfur + oksigen = Sulfur dioksida + panas

Pembakaran di atas dikatakan sempurna bila campuran bahan bakar dan oksigen
(dari udara) mempunyai perbandingan yang tepat, hingga tidak diperoleh sisa. Bila oksigen
terlalu banyak, dikatakan campuran lean (kurus). Pembakaran ini menghasilkan api
oksidasi. Sebaliknya, bila bahan bakarnya terlalu banyak (atau tidak cukup oksigen),
dikatakan campuran rich (kaya). Pembakaran ini menghasilkan api reduksi. Api reduksi
ditandai oleh lidah api panjang, kadang-kadang sampai terlihat berasap. Keadaan ini juga
disebut pembakaran tidak sempurna.
Seperti diketahui, oksigen untuk pembakaran diperoleh dari udara yang terdiri dari
20% O2 dan 80% N2. Sebagai contoh, bila diperlukan 1 lb O2, berarti memerlukan 4.32 lb
udara atau setiap cuft O2 perlu 4.78 cuft udara. Gas N2 yang mengisi 80% dari udara, tidak
ikut dalam reaksi pembakaran, malahan menghisap panas dari hasil reaksi pembakaran.
Untuk menentukan jumlah O2 yang tepat pada setiap pembakaran, merupakan hal yang
tidak mudah. Pada umumnya dipakai kelebihan udara. Keuntungannya tidak terjadi
pemborosan bahan bakar. Kerugiannya mengurangi panas hasil pembakaran. Untuk ini dijaga
ada kelebihan udara, tetapi tidak terlalu banyak (antara 5-15%).
Dalam pembakaran, ada pengertian udara primer yaitu udara yang dicampurkan
dengan bahan bakar di dalam burner (sebelum pembakaran) dan udara sekunder yaitu udara
yang dimasukkan dalam ruang pembakaran setelah burner, melalui ruang sekitar ujung
burner atau melalui tempat lain pada dinding dapur.

Perbandingan Udara-Bahan Bakar

Untuk memperoleh reaksi pembakaran yang baik diperlukan:


1. Perbandingan tertentu antara bahan bakar dengan udara.
2. Pencampuran yang baik antara bahan bakar dengan udara.
3. Permulaan dan kelangsungan penyalaan campuran.

Campuran yang baik adalah yang homogen dan tiap partikel bahan bakar harus
kontak langsung dengan partikel udara. Pada umumnya bahan bakar telah berubah menjadi
uap (combustible vapor) sebelum terbakar. Untuk mempercepat terjadinya combustible
vapor diperlukan proses pengabutan.
Butiran-butiran kabut tersebut luas permukaannya menjadi sangat besar, hingga
mempercepat penguapan. Untuk bahan bakar padat, tentunya tidak dapat dilakukan
pengabutan. Untuk mendekati bentuk kabut tersebut diperlukan pemecahan/penghalusan
butirannya dalam pulverizer dan sprayer.
Pada awal proses pembakaran, diperlukan nyala api atau loncatan api listrik setelah
sebagian kecil bahan bakar mulai terbakar, maka sebagian panas pembakaran digunakan
18

untuk menaikkan suhu bahan bakar sampai suatu saat suhu bahan bakar cukup tinggi untuk
terbakar sendiri. Bila kondisi ini sudah dicapai, bantuan nyala api sudah tidak diperlukan lagi.

Susunan Emisi Gas Asap

Apabila pembakaran berlangsung sempurna, maka susunan gas asap hanya terdiri
dari: CO2, H2O, SO2, N2 dari udara dan O2 kelebihan. Pembakaran tidak sempurna, maka
disamping gas-gas tersebut di atas, terjadi pula gas CO serta sisa bahan bakar yang tidak
terbakar. Besarnya kadar gas CO2 dalam gas asap merupakan indikator sempurna atau tidak
sempurnanya pembakaran.

Neraca Bahan dan Neraca Kalor

Berat massa bahan yang masuk ruang pembakaran = berat massa bahan yang keluar.

(a + b) = (c +d +e)
a = berat bahan bakar kering + air (kelembaban).
b = berat udara + uap air yang terkandung dalam udara.
Air dalam d dan e = (air yang terkandung dalam bahan bakar) + (air dari kelembaban
udara) + (air yang terbentuk dari reaksi pembakaran).
19

PENCEMARAN AKIBAT PEMBAKARAN

Pada proses pembakaran bahan bakar konvensional (bukan bahan bakar nuklir), tak
dapat dihindari kemungkinan terjadinya pencemaran, baik oleh komponenkomponen dalam
gas asap yang bersifat racun bagi kesehatan serta mengganggu kenyamanan manusia,
maupun oleh radiasi kalor.

The incineration of municipal waste involves the generation of climate-relevant emissions.


These are mainly emissions of CO2 (carbon dioxide) as well as N2O (nitrous oxide), NOx
( oxides of nitrogen) NH3 (ammonia) and organic C, measured as total carbon. CH4 (methane)
is not generated in waste incineration during normal operation. It only arises in particular,
exceptional, cases and to a small extent (from waste remaining in the waste bunker), so that
in quantitative terms CH4 is not to be regarded as climate-relevant. CO2 constitutes the chief
climate-relevant emission of waste incineration and is considerably higher, by not less than
102, than the other emissions. (www.ipcc-nggip.iges.or.jp/.../5_3_Waste_Inci...)-

Equation 1 calculates the emissions from waste incineration plants:

EQUATION 1: Emissions i [Mg ] = emission concentration i [Mg 10-9/m3]


exhaust gas volume (dry) [m3/Mg waste]
amount of incinerated waste [Mg waste]
Where:
Emission i in [Mg emission]
i CO2, N2O, CH4, NOx, CO, TOC, NH3
Emission concentration i [Mg 10-9/ m3] of the climate-relevant emission
i CO2, N2O, CH4, NOx, CO, TOC, NH3
Exhaust gas volume (dry) [m3/Mg waste] of the incineration plant
amount of incinerated waste [Mg waste] of a country per year

Equation 2 calculates the emissions in CO2-equivalent:

EQUATION 2 :

Emissions in CO2-equivalent i [Mg CO2] = Emission i [Mg emission]


GWP [Mg CO2/Mg emission]

Where:
Emissions in CO2-equivalent i [Mg CO2]
Emission i [Mg emission] of Formula (1)
i CO2, N2O, CH4, NOx, CO, TOC, NH3
Global warming potential GWP in [Mg CO2/Mg emission]

Carbon Dioxide CO2


(www.ipcc-nggip.iges.or.jp/.../5_3_Waste_Inci...)-
20

The incineration of 1 Mg of municipal waste in MSW incinerators is associated with the


production/release of about 0.7 to 1.2 Mg of carbon dioxide CO2. Although this carbon dioxide is
directly released into the atmosphere and thus makes a real contribution to the greenhouse effect,
only the climate-relevant CO2 emissions from fossil sources are considered for the purposes of a
global analysis. Since the municipal waste incinerated is a heterogeneous mixture of wastes, in terms
of sources of CO2 a distinction is drawn between carbon of biogenic and carbon of fossil origin. In the
literature, the proportion of CO2 assumed to be of fossil origin (e.g. plastics) and consequently to be
considered as climate-relevant, is given as 33 to 50 percent.
Assuming that carbon dioxide emissions from MSW incineration average 1 Mg per Mg of
waste, then of these CO2 emissions 0.33 (0.50) Mg are of fossil and 0.67 (0.50) Mg are of biogenic
origin. In subsequent calculations, the proportion of climate-relevant CO2 is figured out as an average
value of 0.415 Mg of CO2 per Mg of waste. The measured CO2 output content of the exhaust gas (dry)
in MSW incineration plants is round about 10 Vol. percent multiply with 5,500 m3 exhaust gas volume
(dry) per Mg waste multiply with 1.9768 kg/ m3 density of CO2 result in 1087 kg CO2 per Mg waste.
The content of C in CO2 is round about 27.3 percent resulting in 297 kg C per Mg waste. Another way
to develop the estimate of climate-relevant CO2 emission from the input, was to estimate the amount
of non-biogenic carbon in the waste. Usually, three waste categories contain non-biogenic carbon:
plastics, textiles, and a combined category for rubber and leather (U.S. EPA 1997).But it is a problem to
determine the real content of carbon in the heterogeneous MSW, because it is variable from day to
day. The waste's carbon content of German MSW is generally in the range of 28 - 40 wt percent
(averages, related to dry matter) or 280 - 400 kg C per Mg waste.

Calculation example (Germany MSW incinerated 14 106 Mg waste/ year):

Equation 1:
Total Emission CO2 = 0.415 Mg CO2 /Mg waste 14 106 Mg waste/ year
Total Emission CO2 = 5.81 106 Mg/year

Equation 2:
Total emission CO2 = 5.81 106 Mg CO2 /year
For the incineration of sewage sludge in fluidized-bed plants, an emission of 1 Mg of CO2 per
Mg of incinerated sludge (dry matter) is assumed.

Khusus pencemaran oleh bahan-bahan hasil pembakaran, meliputi 5 macam bahan


pencemar utama yaitu:

1. Partikulat, yaitu padatan atau cairan yang sangat kecil, tersuspensi dalam gas asap.
Partikulat ini terlepas ke atmosfer, dan efek yang ditimbulkan berupa:
- terganggunya penglihatan oleh kabut partikulat,
- menyebabkan bronkhitis, emphysema dan kanker.

Partikulat (asap atau jelaga)


Partikulat merupakan polutan udara yang paling jelas terlihat dan paling berbahaya,
dapat dihasilkan dari cerobong pabrik berupa asap hitam tebal. Macam-macam partikel,
yaitu :
a. Aerosol: partikel yang terhambur dan melayang di udara
b. Fog (kabut): aerosol yang berupa butiran-butiran air dan berada di udara
c. Smoke (asap): aerosol yang berupa campuran antara butir padat dan cair dan
melayang berhamburan di udara
d. Dust (debu): aerosol yang berupa butiran padat dan melayang-layang di udara
21

Smoke (ASAP) is a collection of airborne solid and liquid particulates and gases emitted when
a material undergoes combustion or pyrolysis, together with the quantity of air that is
entrained or otherwise mixed into the mass. It is commonly an unwanted by-product of fires
(including stoves, candles, oil lamps, and fireplaces), but may also be used for pest control (cf.
fumigation), communication (smoke signals), defensive and offensive capabilities in the
military (smoke-screen), cooking (smoked salmon), or smoking (tobacco, marijuana, etc.).
Smoke is used in rituals, when incense, sage, or resin is burned to produce a smell for
spiritual purposes. Smoke is sometimes used as a flavoring agent, and preservative for
various foodstuffs. Smoke is also a component of internal combustion engine exhaust gas,
particularly diesel exhaust.
Smoke inhalation is the primary cause of death in victims of indoor fires. The smoke kills by a
combination of thermal damage, poisoning and pulmonary irritation caused by carbon
monoxide, hydrogen cyanide and other combustion products. Smoke particles are an aerosol
(or mist) of solid particles and liquid droplets that are close to the ideal range of sizes for Mie
scattering of visible light. This effect has been likened to three-dimensional textured privacy
glass a smoke cloud does not obstruct an image, but thoroughly scrambles it.
(http://en.wikipedia.org/wiki/Smoke).

Smoke particulates have three modes of particle size distribution:


nuclei mode, with geometric mean radius between 2.520 nm, likely forming by
condensation of carbon moieties.
accumulation mode, ranging between 75250 nm and formed by coagulation of nuclei
mode particles
coarse mode, with particles in micrometer range
Most of the smoke material is primarily in coarse particles. Those undergo rapid dry
precipitation, and the smoke damage in more distant areas outside of the room where the
fire occurs is therefore primarily mediated by the smaller particles.

Partikulat debu melayang (Suspended Particulate Matter/SPM) merupakan


campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organic dan anorganik yang terbesar di
udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan maksimal
500 mikron. Partikulat debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama
dalam keadaan melayang-layang di udara dan masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran
pernafasan. Selain dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan, partikel debu juga dapat
mengganggu daya tembus pandang mata dan juga mengadakan berbagai reaksi kimia di
udara. Partikel debu SPM pada umumnya mengandung berbagai senyawa kimia yang
berbeda, dengan berbagai ukuran dan bentuk yang berbada pula, tergantung dari mana
sumber emisinya. Karena komposisi partikulat debu udara yang rumit, dan pentingnya
ukuran partikulat dalam menentukan pajanan, banyak istilah yang digunakan untuk
menyatakan partikulat debu di udara. Beberapa istilah digunakan dengan mengacu pada
metode pengambilan sampel udara seperti: Suspended Particulate Matter (SPM), Total
Suspended Particulate (TSP), black smoke.

2. Gas belerang oksida, atau SOx, yaitu SO2 dan SO3.


Biasanya gas SO3 terbentuk dalam dapur karena oksidasi SO2 menjadi SO3. Akibat
yang ditimbulkan oleh gas-gas ini ialah:
22

- Apabila terjadi kontak dengan air akan terbentuk asam belerang (H2SO4) yang
bersifat korosif terhadap logam dan merusak instalasi dapur.
- Gas SO2 dan SO3 membentuk kabut di atmosfer, mengakibatkan terjadinya hujan
asam yang membahayakan kehidupan tumbuh-tumbuhan.
- Menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan.

Sulfur dioxide (also sulphur dioxide) is the chemical compound with the formula SO2. It is
released by volcanoes and in various industrial processes. Since coal and petroleum often
contain sulfur compounds, their combustion generates sulfur dioxide unless the sulfur
compounds are removed before burning the fuel. Further oxidation of SO 2, usually in the
presence of a catalyst such as NO2, forms H2SO4, and thus acid rain. Sulfur dioxide emissions
are also a precursor to particulates in the atmosphere. Both of these impacts are cause for
concern over the environmental impact of these fuels.
SO2 is a bent molecule with C2v symmetry point group. In terms of electron-counting
formalism, the sulfur atom has an oxidation state of +4 and a formal charge of 0. It is
surrounded by 5 electron pairs and can be described as a hypervalent molecule. From the
perspective of molecular orbital theory, most of these valence electrons are engaged in SO
bonding.

Three resonance structures of sulfur dioxide

Although sulfur and oxygen both have six valence electrons, the molecular bonds in SO 2 are
not the same as those in ozone. The SO bonds are shorter in SO 2 (143.1 pm) than in sulfur
monoxide, SO (148.1 pm), whereas the OO bonds are longer in ozone (127.8 pm) than in
dioxygen, O2 (120.7 pm). The mean bond energy is greater in SO 2 (548 kJ/mol) than in SO
(524 kJ/mol), whereas it is less in O 3 (297 kJ/mol) than in O2 (490 kJ/mol). These pieces of
evidence lead chemists to conclude that the SO bonds in sulfur dioxide have a bond order of
at least 2, unlike the OO bonds in ozone, which have a bond order of 1.5.
(http://en.wikipedia.org/wiki/Sulfur_dioxide).
Sulfur dioxide is the product of the burning of sulfur or of burning materials that contain
sulfur:

S8 + 8 O2 8 SO2

Sulfur dioxide is typically produced in significant amounts by the burning of common sulfur-
rich materials including wool, hair, rubber, and foam rubber such as are found in mattresses,
couch cushions, seat cushions, and carpet pads, and vehicle tires. Ferrous metals such as
steel exposed to sulfur dioxide combustion fumes are rapidly oxidized and sulfidated. In
house fires, this sometimes produces apparently molten steel comprising iron oxides and iron
sulfide. The most common example of this phenomenon is apparently melted steel
bedsprings that are found by fire investigators. The burning foam rubber in the mattress
produces sulfur dioxide which reacts with the hot metal, further heating it until the
oxide/sulfide melts, giving the appearance of melted bed springs.
23

3. Gas nitrogen oksida, terbentuk apabila pembakaran dilakukan dalam udara, pada
suhu yang cukup tinggi. Hal ini terjadi karena gas nitrogen N2 dan gas oksigen O2 bereaksi
membentuk NO dan NO2. Efek yang ditimbulkan oleh gas ini ialah:
- dapat merusak kehidupan tanaman dan binatang,
- mengganggu kesehatan manusia karena menimbulkan iritasi pada saluran
pernafasan,
- bersifat korosif pada logam,
- menimbulkan hujan asam oleh terbentuknya asam nitrat di atmosfer,
- apabila bereaksi dengan uap atau gas dari senyawa organik dengan bantuan sinar
matahari dapat menimbulkan kabut fotokimia.

Nitrous Oxide N2O


As well as the above nitrogen oxide compounds NO and NO2, nitrous oxide N2O is of
relevance from a climate perspective. Emission levels of 1 to 12 mg/m3 have been
determined in individual measurements at MSW incineration plants, with an average of 1 - 2
mg/m3. From hazardous waste incineration plants the emission levels of 30 to 32 mg/m3
have been determined in individual measurements.
NO2 emission levels (individual measurements) are markedly higher in the incineration of
sewage sludge in fluidized-bed plants. An average of 100 mg N2O/m3 was used for the
calculations presented here.

Nitrogen Oxides NOx


In the incineration of municipal waste in MSW incinerators nitrogen oxides NOx (NO, NO2)
arise, which are formed essentially from the nitrogen contained in the waste, from the
combustion process itself and from spontaneous reaction (so-called prompt NOx). As a rule,
nitrogen oxide concentrations in waste gas are measured continuously at these plants. If no
measures were performed at MSW incinerators for nitrogen removal, the emissions would be
between 350 and 400 mg/m3. An emission level of 200 mg/m3 can safely be attained if
selective waste gas treatment measures are carried out (SNCR, SCR). Plants reflecting BAT
(best available techniques) attain emission levels in the range of 100 to 150 mg NOx/m3
when using SNCR technology and <70 mg NOx/m3 when using SCR technology.
Hazardous waste incineration plants reflecting BAT attain emission levels in the range of 40 to
50 mg NOx/m3 when using SCR technology.

What are nitrogen oxides?


Nitrogen oxides are a group of gases that are composed of nitrogen and oxygen. Two of the
most common nitrogen oxides are nitric oxide and nitrogen dioxide. The chemical formula for
nitric oxide is NO; for nitrogen dioxide, it is NO2. Nitrous oxide, N2O, is a greenhouse gas that
contributes to climate change. Nitric oxide is a gas with a sharp, sweet smell; it is colorless to
brown at room temperature. Nitrogen dioxide is a colorless to brown liquid at room
temperature, with a strong, harsh odor. It becomes a reddish-brown gas at temperatures
above 70 degrees F. Nitrogen oxides are released into the air from motor vehicle exhaust, or
the burning of coal, oil, and natural gas, especially from electric power plants. They are also
released during industrial processes such as welding, electroplating, engraving, and dynamite
blasting. Nitrogen oxides, when combined with volatile organic compounds, form ground-
level ozone, or smog. They are also produced by cigarette smoking.
Nitric oxide is used to bleach rayon and produce nitric acid. Nitrogen dioxide is used to
produce rocket fuels, explosives, and other chemicals. Nitrogen dioxide is sometimes used to
bleach flour.
24

How might I be exposed to nitrogen oxides?


Nitrogen oxides are common pollutants found in most of the air in the United States. You can
be exposed to nitrogen oxides outdoors by breathing air that contains it, especially if you live
near a coal-burning electric power plant or areas with heavy motor vehicle traffic. You can be
exposed to higher levels if air pollution and smog levels are high.
You can be exposed at home if you burn wood, or use a kerosene heater or gas stove.
You can be exposed at home or at work, indoors or outdoors, through smoking
cigarettes or breathing second-hand cigarette smoke.
You can be exposed at work if you work in a facility that produces nitric acid, explosives
such as dynamite and TNT, or welded metals.

How can nitrogen oxides affect my health?


Exposure to high industrial levels of nitric oxide and nitrogen dioxide can cause death. It can
cause collapse, rapid burning and swelling of tissues in the throat and upper respiratory tract,
difficult breathing, throat spasms, and fluid build-up in the lungs. It can interfere with the
blood's ability to carry oxygen through the body, causing headache, fatigue, dizziness, and a
blue color to the skin and lips.
Industrial exposure to nitrogen dioxide may cause genetic mutations, damage a developing
fetus, and decrease fertility in women. Repeated exposure to high levels of nitrogen dioxide
may lead to permanent lung damage. Industrial exposure to nitric oxide can cause
unconsciousness, vomiting, mental confusion, and damage to the teeth. Industrial skin or eye
contact with high concentrations of nitrogen oxide gases or nitrogen dioxide liquid can cause
serious burns.
Long-term exposure to nitrogen oxides in smog can trigger serious respiratory problems,
including damage to lung tissue and reduction in lung function. Exposure to low levels of
nitrogen oxides in smog can irritate the eyes, nose, throat, and lungs. It can cause coughing,
shortness of breath, fatigue, and nausea.

4. Gas Ammonia NH3


In MSW combustion, emissions of ammonia NH3 arise in particular from the use of ammonia
(and also ammonia water) as an additive in waste gas treatment measures for nitrogen
removal (SNCR, SCR). As a rule, emissions (determined in individual measurements) are in the
range of 1-10 mg/m3; the average is assumed to be 4 mg NH3/m3.

5. Gas karbon monoksida yang terbentuk apabila pembakaran tidak sempurna. Efek
yang ditimbulkan oleh gas CO bagi kesehatan manusia ialah:
- Apabila gas tersebut terhisap melalui pernafasan, gas CO bereaksi dengan
haemoglobin dalam darah, sehingga menghambat transfer oksigen yang
membahayakan kehidupan manusia.
During the incineration of municipal waste in Municipal Solid Waste incinerators carbon
monoxide is formed as the product of incomplete combustion. CO is an indicator substance
for the combustion process and an important quality criterion for the level of combustion of
the gases. As a rule, CO is measured continuously in the plants. Average CO emissions, as
daily means, are below 50 mg/ m3. Plants reflecting BAT (Best Available Techniques) have
daily means in the range of <10 mg/ m3.

5. Gas-gas senyawa organik.


25

Non-Methane Volatile Organic Compounds ( NMVOCs)


Organic compounds (organic C) in the waste gas of MSW incineration plants are measured
continuously as sum parameter Total Carbon. This parameter constitutes an indicator of the
level of combustion achieved in an incineration process. The emissions are subject to a limit
of 10 mg/ m3, but BAT plants attain, as a rule, emission levels of 1 mg/ m3.

Akibat yang ditimbulkan oleh adanya gas ini adalah:


Dalam atmosfer dengan gas NOx membentuk oksidant, berupa kabut. Kabut oksidant
ini menimbulkan iritasi pada mata, hidung dan tenggorokan.
Membakar senyawa berbahan dasar chlorine, seperti plastik PVC, menghasilkan
senyawa dioxin yang paling berbahaya. Chlorine terdapat dalam berbagai jenis plastik,
sehingga saat plastik ini dibakar, maka chlorine dilepas dan dengan cepat bereaksi dengan
senyawa lain dan membentuk dioxin. Senyawa terebut sangat tahan lama, dan tidak mudah
terurai di alam.
Saat terlepas ke udara, dioxin dapat menempuh jarak yang cukup jauh. Di air, dioxin
dapat menumpuk pada tanah sungai, sehingga menempuh perjalanan lebih jauh ke hilir atau
masuk ke tubuh ikan. Kebanyakan paparan dioxin yang kita alami terjadi melalui makanan.
Sementara, dioxin yang terlepas ke atmosfer menumpuk pada tanaman yang kemudian akan
dimakan oleh hewan. Pada makhluk yang berada di bagian akhir rantai makanan menerima
resiko penumpukan dioxin lebih tinggi. Karnivora, seperti manusia mengakumulasi jumlah
dioxin tertinggi. Faktanya, 95% dioxin yang dikonsumsi manusia berasal dari lemak hewani.
Dalam penelitian, kadar satu per sejuta gram dapat membunuh kelinci percobaan. Hewan itu
mati akibat wasting syndrome dalam dua sampai enam minggu.
Beberapa jenis senyawa dioxin, dapat menyebabkan kematian meski pada
konsentrasi yang sangat rendah. Kerusakan sistem imun pada manusia, juga dapat terjadi,
terutama pada anak-anak. Efek seketika yang terjadi akibat paparan dalam jumlah banyak,
misalnya chlorance, yaitu penyakit kulit yang parah dengan lesi menyerupai akne yang terjadi
terutama pada wajah dan tubuh bagian atas, serta ruam kulit lainnya, perubahan warna
kulit, rambut tubuh yang berlebihan, dan kerusakan pada organ-organ tubuh lain, seperti
hati, ginjal dan saluran pencernaan. Masalah kesehatan terbesar adalah bahwa dioxin dapat
menyebabkan kanker pada orang dewasa.
Secara global, pembakaran sampah adalah sumber dioxin terbesar yang
menyebabkan kontaminasi lingkungan. Di Amerika Serikat, Eropa dan Australia, hukum yang
baru dan tindakan langsung dari masyarakat telah menghasilkan penurunan tajam tingkat
dioxin di lingkungan sehingga memberikan peningkatan keamanan dan kesehatan untuk
semua orang. Sayangnya, banyak masalah besar dioxin masih terjadi di negara-negara lain,
mungkin juga di Indonesia.

PEMBAKARAN SAMPAH RUMAHTANGGA

Sampah rumah tangga yang dibakar di udara terbuka


Sebuah keluarga didaerah yang jauh dari kota besar di Amerika (daerah rural) yang beranggotakan
empat orang membakar sampah rumah tangga mereka didalam drum dipekarangan belakang
rumah mereka. Asap pembakaran sampah ini (catat: dari satu rumah tangga) menghasilkan racun
26

udara dioksin dan furan yang sama banyaknya dengan racun udara yang dikeluarkan oleh mesin
pembakar sampah rumah tangga (biasa disebut Municipal Waste Combustor, atau MWC, atau
incinerator) yang sanggup melayani puluhan ribu rumah tangga. Ini adalah praktek biasa sehari hari
yang dilakukan oleh masyarakat Amerika didaerah rural. Laporan dari U.S. Environmental Protection
Agency (US-EPA) dan Departemen Kesehatan Negara Bagian New York mengatakan bahwa
pembakaran sampah rumah tangga didalam pekarangan adalah salah satu sumber polusi yang
paling parah di Amerika.

Dari hasil penelititan yang intensif dalam beberapa tahun terakhir ini dikatakan
bahwa pembakaran sampah rumah tangga pada kondisi pembakaran dan suhu yang rendah
dapat menimbulkan gas racun dioksin dan furan, demikian dikatakan oleh Paul Lemieux,
Ph.D., salah seorang peneliti dari National Risk Management Research Laboratory, US-EPA.
Pengukuran emisi dari pembakaran sampah rumah tangga didalam sebuah drum berukuran
200 liter telah dilakukan di Carolina Utara ditempat percobaan fasilitas pembakaran dari EPA.
Sampah yang dibakar adalah sampah yang biasanya dibakar oleh sebuah rumah tangga yang
terdiri dari surat kabar bekas, buku, majalah, surat, karton, karton susu, sampah makanan,
beberapa jenis plastik, kaleng dan botol. Oli gemuk, minyak bekas, ban bekas, dan bahan cat
atau bahan rumah tangga yang bersifat bahan berbahaya dan beracun (B3) tidak diikut
sertakan didalam percobaan tersebut.
Sesudah itu, hasil pembakaran percobaan ini dibandingkan dengan hasil pembakaran
dari alat pembakaran rumah tangga yang terkendali (MWC/incinerator) yang menghasilkan
dioksin yang lebih kecil daripada yang ditetapkan oleh EPA. Ternyata hasil pembakaran
rumah tangga ini menghasilkan senyawa polychlorinated seperti dioksin didalam jumlah yang
sangat jauh lebih besar daripada hasil pembakaran alat MWC yang sanggup melayani
puluhan ribu sampah rumah tangga.
Di banyak daerah di Amerika Serikat, pembakaran sampah di udara terbuka sudah
dilarang. Daerah yang masih diperbolehkan membakar sampah diudara terbuka adalah
daerah pedesaan rural. Racun udara dioksin dengan jelas memperlihatkan efek kesehatan
terhadap binatang percobaan seperti pada gangguan fungsi daya tahan tubuh, kanker,
perubahan hormon, dan pertumbuhan yang abnormal.

Membakar Sampah, Membahayakan Diri dan Lingkungan Kita


Salah satu kebiasaan masyarakat dalam menangani sampah adalah dengan
membakarnya. Di lokasi pemukiman, biasanya sampah yang tidak terangkut dibakar di sudut-
sudut pekarangan entah itu pada pagi atau malam hari. Pembakaran sampah sebenarnya
membahayakan kesehatan orang-orang yang berada di sekitarnya. Bahaya tersebut biasanya
diitimbulkan oleh adanya emisi gas dan partikel debu. Gas-gas berbahaya yang ditimbulkan
oleh pembakaran sampah antara lain adalah gas karbon monoksida (CO), nitrogen oksida
(NOx), sulfur dioksida (SO2), Dioxin dan Furan.
27

Sumber: http://sriwahyono.blogspot.com/2010_06_01_archive.html

Dioksin dan Furan, dan dampaknya terhadap kesehatan.


Dioksin adalah istilah yang lazim dipakai untuk salah satu keluarga bahan kimia
beracun yang struktur kimianya mirip dan mekanisme kerjanya sama. Keluarga bahan kimia
beracun ini termasuk (a) Tujuh Polychlorinated Dibenzo Dioxins (PCDD); (b) Duabelas
Polychlorinated Dibenzo Furans (PCDF); dan (c) Duabelas Polychlorinated Biphenyls (PCB).
PCDD dan PCDF bukanlah produk kimia yang dikomersilkan, tetapi produk sampingan yang
secara tidak sengaja terjadi didalam banyak proses pembakaran dan beberapa proses
industri kimia. PCB dengan sengaja diproduksi secara komersil dalam jumlah besar sampai
produksi tersebut dilarang ditahun 1977. Di Amerika Serikat, tingkat dioksin sudah menurun
terus sejak awal tahun 1970-an sebagai akibat dari aksi aksi pembersihan serta peraturan
dari negara bagian dan pusat. Meskipun begitu, tingkat dioksin yang ada sekarang masih
harus tetap menjadi perhatian.
Dioksin bersifat ada terus menerus (persistent) dan terakumulasi secara biologi
(bioaccumulated), dan tersebar didalam lingkungan dalam konsentrasi yang rendah. Tingkat
konsentrasinya rendah, sampai parts per trillion (satu per 10 pangkat 12), terakumulasi
sepanjang kehidupan dan ada terus bertahun tahun, walaupun tidak ada penambahan lagi
kedalam lingkungan. Hal ini bisa meningkatkan risiko terkena kanker dan efek lainnya
terhadap binatang dan manusia.
Dioksin termasuk kedalam kelas bahan yang bersifat carcinogen (yang menyebabkan
kanker). Efek samping dioksin terhadap binatang adalah perubahan sistim hormon,
perubahan pertumbuhan janin, menurunkan kapasitas reproduksi, dan penekanan terhadap
sistim kekebalan tubuh. Efek samping dioksin terhadap manusia adalah perubahan kode
keturunan (marker) dari tingkat pertumbuhan awal dari hormon. Pada dosis yang lebih besar
bisa mengakibatkan sakit kulit yang serius yang disebut `chloracne.'
Dioksin dapat terdeteksi di udara, tanah, lapisan sedimen dan makanan. Dioksin ditranspor
terutama melalui udara dan terkumpul dipermukaan tanah, bangunan, jalanan, kaki lima, air
dan daun daunan. Kebanyakan dioksin berasal dari produksi sampingan dari suatu
pembakaran.
Dioksin banyak dikeluarkan oleh sumber sumber sbb.:
Tempat pembakaran sampah perumahan (MWC, incinerator)
28

Pembakaran sampah rumah tangga dipekarangan/udara terbuka


Pemakaian kayu bakar untuk masak
Kebakaran hutan
Tempat pembakaran bekas alat alat kedokteran
Peleburan tembaga tahap kedua
Tempat pengeringan semen di pabrik semen (cement kiln)
Pembangkit listrik tenaga batubara
Pemutihan (dengan bahan khlor) bubur kayu dipabrik pembuatan kertas.

Biasanya manusia terpapar dioksin dari makanan dimakan, khususnya dari lemak
binatang seperti daging sapi, babi, unggas, ikan, susu, dan produk susu. Disamping dioksin
dan furan, pembakaran sampah di udara terbuka juga menimbulkan kabut asap yang tebal
yang mengandung bahan lainnya seperti partikel debu halus yang disebut particulate matter
(PM) serta bahan bahan racun lainnya. Particulate Matter ini berukuran 10 mikron, biasanya
disebut PM10. Alat saring pernafasan kita tidak sanggup menyaring PM10 ini, sehingga PM10
ini bisa masuk ke dalam paru paru dan mengakibatkan gangguan pernafasan (astma dan
paru paru, dlsb.)

Masalah Kita Bersama


Kita masih banyak melihat pembakaran sampah dipekarangan rumah rumah tangga
setiap hari, dan ini kelihatannya merupakan hal yang biasa. Apabila kita terbang dengan
pesawat udara dari Jakarta kedaerah lain, ketika pesawat mau naik atau mau mendarat, kita
melihat banyak sekali halaman halaman rumah penduduk membakar sampah mereka. Bisa
kita bayangkan berapa banyak polusi udara yang ditimbulkan setiap harinya dari hasil
pembakaran sampah ini.

Dalam jangka waktu yang pendek, kelihatannya cara cara ini lebih praktis dan lebih mengirit
ketimbang harus menjalankan proses daur ulang yang panjang. Dalam jangka waktu yang
panjang, cara cara seperti ini sebenarnya lebih merugikan individu yang bersangkutan,
komunitas, dan negara secara keseluruhan. Polusi yang kelihatannya sedikit ini, lama lama
menjadi bukit. Polusi ini perlahan lahan akan membuat sebagian orang yang seharusnya
hidup sehat menjadi sakit, antara lain sakit gangguan pernafasan (astma, paru paru dll.).
Orang orang tersebut yang seharusnya bisa bekerja 8 jam per hari tanpa sakit sepanjang
tahun, bisa bekerja kurang dari 8 jam per hari dan sakit beberapa hari per tahunnya. Orang
tersebut dirugikan karena kehilangan upah hariannya ditambah harus keluar biaya membayar
mantri/dokter dan membeli obat. Disamping itu, masih ada lagi kerugian lainnya bagi
individu yang sakit itu. Dia kehilangan kenikmatannya dimana dia seharusnya bisa menikmati
hari liburnya (misalnya Sabtu dan Minggu) bersama anak dan isterinya, karena sakit, harus
diam dirumah. Kehilangan kenikmatan sejenis ini, kalau kita mau, masih bisa digambarkan
dalam bentuk uang. Secara keseluruhan negara juga dirugikan karena mempunyai rakyat yang
sebagian tidak bisa kerja efisien karena sakit. Ditambah lagi negara harus mengeluarkan biaya
tambahan untuk mengurus dan mengobati rakyat yang sakit gangguan pernafasan. Belum
lagi dihitung biaya pengobatan bagi yang menderita kanker paru.

Apabila dilihat secara kasarnya (tanpa perhitungan ekonomi yang detail), lebih
banyak ruginya ketimbang untungnya. Sekedar sebagai informasi tambahan, penyakit paru-
paru adalah penyakit penyebab kematian nomor 3 di Amerika Serikat dengan total penduduk
sekitar 280 juta jiwa, dan setiap tahun ada sekitar 335.000 orang meninggal karena sakit
29

paru paru dan ada sekitar 30 juta orang yang menderita sakit paru paru kronis. Biaya untuk
menanggulangi penyakit pneumonia, influenza, kondisi pernapasan akut, dan asthma adalah
34.2 milyar dollar pertahunnya, atau 324.900 milyar rupiah dengan nilai tukar
US$1.00=Rp.9500.00. Angka didalam rupiah ini mungkin tidak 100 prosen tepat, tetapi paling
tidak cukup mendekati, karena banyak obat obatan dan alat alat pengobatan yang diproduksi
masih mengandung banyak komponen impor yang dinilai didalam dollar. Disamping itu
jumlah penderita penyakit yang sama di Indonesia kemungkinan besar jumlahnya lebih besar
dari jumlah penderita penyakit yang sama di Amerika Serikat.

INCINERATION

Incineration is a waste treatment process that involves the combustion of


organic substances contained in waste materials.[1] Incineration and other
high temperature waste treatment systems are described as "thermal
treatment". Incineration of waste materials converts the waste into ash,
flue gas, and heat. The ash is mostly formed by the inorganic constituents
of the waste, and may take the form of solid lumps or particulates carried
by the flue gas. The flue gases must be cleaned of gaseous and particulate
pollutants before they are dispersed into the atmosphere. In some cases,
the heat generated by incineration can be used to generate electric power.
Incineration with energy recovery is one of several waste-to-energy (WtE)
technologies such as gasification, Plasma arc gasification, pyrolysis and
anaerobic digestion. Incineration may also be implemented without energy
and materials recovery.

In several countries, there are still concerns from experts and local
communities about the environmental impact of incinerators (see
arguments against incineration). In some countries, incinerators built just a
few decades ago often did not include a materials separation to remove
hazardous, bulky or recyclable materials before combustion. These
facilities tended to risk the health of the plant workers and the local
environment due to inadequate levels of gas cleaning and combustion
process control. Most of these facilities did not generate electricity.

Incinerators reduce the solid mass of the original waste by 8085% and the
volume (already compressed somewhat in garbage trucks) by 95-96 %,
depending on composition and degree of recovery of materials such as
metals from the ash for recycling. [2] This means that while incineration
does not completely replace landfilling, it significantly reduces the
necessary volume for disposal. Garbage trucks often reduce the volume of
waste in a built-in compressor before delivery to the incinerator.
Alternatively, at landfills, the volume of the uncompressed garbage can be
reduced by approximately 70%[citation needed] by using a stationary steel
compressor, albeit with a significant energy cost. In many countries,
simpler waste compaction is a common practice for compaction at landfills.

Incineration has particularly strong benefits for the treatment of certain


waste types in niche areas such as clinical wastes and certain hazardous
wastes where pathogens and toxins can be destroyed by high
temperatures. Examples include chemical multi-product plants with
30

diverse toxic or very toxic wastewater streams, which cannot be routed to


a conventional wastewater treatment plant.

Insinerasi memiliki sejumlah output seperti abu dan emisi ke atmosfer berupa gas
sisa hasil pembakaran. Sebelum melewati fasilitas pembersihan gas, gas-gas tersebut
mungkin mengandung partikulat, logam berat, dioksin, furan, sulfur dioksida, dan asam
hidroklorat. Dalam sebuah penelitian tahun 1994, Delaware Solid Waste Authority
menemukan bahwa untuk sejumlah energi yang sama yang dihasilkan, insinerator
menghasilkan hidrokarbon, [[SO2]], HCl, CO, dan [[NOx]] lebih sedikit dibandingkan
pembangkit listrik dengan bahan bakar batu bara, namun lebih banyak dari pada pembangkit
listrik dengan bahan bakar gas alam.
Dioksin dan furan adalah jenis emisi hasil pembakaran insinerator yang berisiko
terhadap kesehatan. Insinerator tua tidak memiliki sistem yang bisa membersihkan dioksin.
Umumnya, pemecahan dioksin membutuhkan temperatur tinggi untuk memicu pemecahan
termal terhadap ikatan molekular. Pembakaran plastik yang tidak mencapai temperatur yang
diperlukan akan melepaskan dioksin dalam jumlah signifikan ke udara.
Insinerator modern didesain untuk mencapai pembakaran dengan suhu tinggi.
Biasanya dilengkapi dengan pembakar yang memakai bahan bakar minyak. Temperatur yang
dibutuhkan adalah 850 oC dalam waktu setidaknya dua detik guna memecah dioksin.
Emisi gas lainnya adalah [[CO 2]] sebagai hasil dari proses pembakaran sempurna.
Pada temperatur ruang dan tekanan atmosfer, satu ton sampah padat dapat menghasilkan 1
ton gas CO2. Jika sampah dibuang ke lahan pembuangan, satu ton sampah padat dapat
menghasilkan 62 meter kubik metana karena dekomposisi anaerobik. Metana sejumlah ini
memiliki efek rumah kaca dua kali lebih berbahaya dari pada 1 ton CO 2.
Bahan beracun lainnya yang keluar dari gas yang dihasilkan dari sisa pembuangan
diantaranya sulfur dioksida, asam hidroklorat, logam berat, dan partikel halus. Uap yang
terkandung dalam gas menciptakan bagian yang dapat terlihat dari gas yang umumnya
transparan sehingga menyebabkan polusi dapat terlihat.
Pembersihan gas sisa pembakaran yang dapat berpotensi menjadi polutan dilakukan
melalui berbagai proses. Partikulat dikumpulkan dengan filtrasi partikel yang pada umumnya
berupa electrostatic precipitator dan/atau baghouse filter. Yang terakhir umumnya sangat
efisien untuk mengumpulkan partikel halus. Dalam penelitian oleh kementrian lingkungan
hidup Denmark di tahun 2006, rata-rata emisi partikulat per energi yang dihasilkan oleh
sampah yang dibakar berada di bawah 2,02 gram per Giga Joule.
Pembersih gas asam digunakan untuk menghilangkan asam hidroklorat, asam nitrat,
asam hidrofluorat, merkuri, timbal, dan logam berat lainnya. Sulfur dioksida dapat
dihilangkan dengan desulfurisasi menggunakan cairan limestone yang diinjeksikan ke gas sisa
hasil pembakaran sebelum menuju ke filtrasi partikel.
Gas NOx adalah gas lainnya yang harus direduksi dengan katalis amonia di konverter
katalitik atau dengan reaksi bertemperatur tinggi dengan amonia. Logam berat diadsorpsi
dengan bubuk karbon aktif yang lalu dikumpulkan di filtrasi partikel.
Insinerasi juga memproduksi abu ringan yang dapat bercampur dengan udara di
atmosfer dan abu padat, sama seperti ketika batu bara dibakar. Total abu yang dirpoduksi
berkisar antara 4-10% volume dan 15-20% massa sampah sebelum dibakar. Abu ringan
berkontribusi lebih pada potensi gangguan kesehatan karena dapat berbaur pada udara dan
31

berisiko terhirup paru-paru. Berbeda dengan abu padat, abu ringan mengandung konsentrasi
logam berat (timbal, kadmium, tembaga, dan seng) lebih banyak dari pada abu padat namun
lebih sedikit kandungan dioksin dan furan. Abu padat jarang mengandung logam berat dan
tidak dikategorikan sebagai sampah berbahaya sehingga aman untuk dibuang ke lahan
pembuangan sampah. Namun perlu diperhatikan agar pembuangan abu padat tidak
mengganggu keadaan air tanah karena abu padat dapat terserap ke dalam tanah.
Polusi lainnya adalah bau, namun bau dan debu telah ditangani dengan baik pada
fasilitas insinerasi terbaru. Sampah diterima dan disimpan dalam ruangan bertekanan udara
rendah dengan aliran udara menuju ke dalam ruang pembakaran sehingga sangat kecil
kemungkinan bau akan lepas menuju atmosfer dan menimbulkan ketidaknyamanan pada
lingkungan sekitar.

Even with the most modern equipment and control devices, incinerators
pollute the air, soil and water. Trash burners, whether they use gasification,
plasma arc, waste-to-energy, or any other thermal process, emit huge
amounts of toxic pollution including carbon monoxide, cadmium, sulfur
dioxide, mercury, hydrochloric acid, nitrogen oxides, lead, dioxins and
furans. On the back of this fact sheet is information about some of these
toxic air pollutants and their negative health impacts.
(Sumber: http://www.bredl.org/pdf2/Montenay-TV_factsheet.pdf)

Argumen negatif insinerasi


1. Abu ringan menjadi kekhawatiran penduduk lokal karena mengandung logam
berat dan efeknya yang amat berbahaya bagi kesehatan.
2. Masih terdapat kekhawatiran mengenai emisi dioksin dan furan terutama dari
insinerator tua.
3. Insinerator mengemisikan logam berat seperti vanadium, mangan, krom, nikel,
arsenik, merkuri, timbal, dan kadmium.
4. Terdapat alternatif teknologi selain insinerator, yaitu Mechanical Biological
Treatment / Anaerobic Digestion (MBT/AD), Mechanical Heat Treatment (MHT),
Autoclaving, atau kombinasi dari semuanya.
5. Memprioritaskan pengurangan sampah, penggunaan kembali, dan daur ulang
harus diprioritaskan sesuai dengan tujuan hierarki sampah ketimbang insinerasi
yang seolah memberikan lampu hijau bagi pembuangan sampah.
6. Di beberapa negara, desain bangunan insinerator sangat buruk dan merusak
keindahan kota.

The incineration of municipal waste involves the generation of climate-


relevant emissions. These are mainly emissions of CO2 (carbon
dioxide) as well as N2O (nitrous oxide), NOx ( oxides of nitrogen) NH3
(ammonia) and organic C, measured as total carbon. CH4 (methane) is
not generated in waste incineration during normal operation. It only arises in
particular, exceptional, cases and to a small extent (from waste remaining in the
waste bunker), so that in quantitative terms CH4 is not to be regarded as
climate-relevant. CO2 constitutes the chief climate-relevant emission of waste
32

incineration and is considerably higher, by not less than 102, than the
other emissions.
The incineration of 1 Mg of municipal waste in MSW incinerators is
associated with the production/release of about 0.7 to 1.2 Mg of carbon
dioxide (CO2 output). The proportion of carbon of biogenic origin is
usually in the range of 33 to 50 percent. The climate-relevant CO2
emissions from waste incineration are determined by the proportion of
waste whose carbon compounds are assumed to be of fossil origin. The
allocation to fossil or biogenic carbon has a crucial influence on the
calculated amounts of climate-relevant CO2 emissions.
An energy transformation efficiency equal to or greater than about 25
percent results in an allowable average substituted net energy
potential that renders the emission of waste incineration plants
(calculated as CO2 equivalents) climate-neutral due to the emission
credits from the power plant mix
(Sumber : http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:3we4BFZGqzIJ: www.ipcc-nggip.iges.or.jp/public/gp/bgp/
5_3_Waste_Incineration.pdf+incineration+wastes&hl=id&gl=id

PENETUAN FAKTOR EMISI HC, CO, DAN CO2 PADA PEMBAKARAN SAMPAH RUMAH TANGGA
(Sumber: WATI, LIA AGUSTINA; MERDEKA, 30/11/2009)

Kualitas udara perkotaan saat ini semakin menurun seiring dengan bertambahnya
laju pertumbuhan ekonomi dan tingginya tingkat urbanisasi. Hal ini diperparah dengan
adanya budaya membakar sampah pada masyarakat sebagai akibat kurang memadainya
pelayanan dinas kebersihan kota. Padahal pembakaran di udara terbuka akan menghasilkan
gas-gas berbahaya yang memiliki faktor emisi berbeda - beda. Oleh karena itu penelitian ini
bertujuan untuk menghitung faktor emisi HC, CO, CO2 pada pembakaran sampah rumah
tangga dengan variasi komposisi dan penggunaan bahan bakar. Variasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah komposisi dan kadar air dari sampah yang diambil dari tiga lokasi, serta
variasi bahan bakar. Emisi diukur dengan Auto Emission Analyzer. Faktor emisi CO terbesar
didapat dari pembakaran sampah lokasi II dengan kadar air 22% dan bahan bakar bensin
yaitu 552,73 g/0,5 kg sampah. Faktor emisi CO2 terbesar didapat dari pembakaran sampah
lokasi I dengan kadar air 34% tanpa bahan bakar yaitu sebesar 6008,40 g/0,5 kg sampah.
Faktor emisi HC terbesar didapat dari pembakaran sampah lokasi I dengan kadar air 20% dan
bahan bakar minyak tanah yaitu 10,35 g/0,5 kg sampah.

Evaluation of Emissions from the Open Burning of Household Waste. (Paul M. Lemieux,
1997. Barrels Volume 1. Technical Report & Volume 2. Appendices A-G. Report No. EPA-
600/R-97-134a.)
The researchers found very high emissions of volatile organic compounds
(particularly benzene), poly aromatic hydrocarbons, chlorinated benzenes and
dioxins and furans, simply by burning household trash in a burn barrel. Surprisingly,
they found more dioxins and furans emerging from trash from households which
had pursued aggressive recycling! (See # 1 below.) For each of these pollutant
categories they worked out how many burn barrels (burning 3 to 1 I pounds of
household waste) was equivalent to the emissions from a "modern, well-controlled"
33

200 ton-per-day trash incinerator. Their calculations are startling and summarized
in the table below (see table 4-2, page 64 of the report):
Number of household burn barrels to equal pollution from a full-scale 200
tpd municipal solid waste incinerator facility.
Avid Recycler Non-Recycler
PCDD (dioxins) 4.15 1.55
PCDF (furans) 1.03 11.65
CBs (chlorobenzenes) 140.00 100.00
PAHs 83.80 9.31
VOCs 0.07 0.01

However, we should point out that their reference trash incinerator was the
2,000 tpd facility in Hartford, CT, scaled down to 200 tpd. Choosing this facility,
which gave some of the lowest emissions recorded in the U.S., somewhat distorts
the picture. Tom Webster and Paul Connett recently tabulated the dioxin emissions
for all the U.S. incinerators measured, and calculated the total annual emissions
on a yearly basis from 1985 to 1995.

Converting the 1993 dioxin emission figures for N.Y. state incinerators they
got the following burn barrel equivalent (using the non-recycler burn barrel
emissions in this report):

Grams of dioxin Burn Barrel


Tons-per-day TEQ/year Equivalent
Albany 750 7.60 4091
Babylon 750 0.02 11
Dutchess County 400 0.13 68
Hempstead 2505 0.07 37
Hudson Falls 432 0.40 214
Huntington 750 0.18 95
Islip 510 0.03 16
Long Beach 200 46 2455
Niagara Falls 2200 96.0 50,000
Oneida County 200 2.5 1318
Oswego County 200 1.9 1000
Peekskill 2250 10.0 5455

Some caveats are in order here. Many of these dioxin emissions are based
upon very limited test data, particularly the newer plants where the emissions
were obtained from the tests made prior to the plant's receiving their operating
permit. Such measurements are made when the plant is brand new and when its
being operated under ideal conditions. These test results probably don't represent
the emissions under routine conditions, and certainly not under upset conditions.
There is also the question of whether the trash stream used during the emission
testing was representative of their day-to-day operations (i.e., many MSW
incinerators accept medical waste, outdated pharmaceuticals, industrial and
hazardous wastes, etc.).
Furthermore, we suspect that burn barrels do not have the same potential
to add to the long distance transport of dioxins, and hence add to the cumulative
impact on the foodchains, as in the case with incinerators with tall stacks.
34

(However, it is mainly the rural areas where the majority of householders burn
their own trash. St. Lawrence County in NY State, where we live, is generally
ranked as the number 1 or 2 dairy producing county in the state. The
overwhelming majority of residents who live in the towns have burn barrels, which
are more often than not placed nearer the pasture than the house. Also, dairy
farms have more and more plastic wastes that are generally burned on-site.) In
our view, it is clear that burn barrels are capable of putting out high dioxin
emissions into the local environment and we support the call for a nationwide ban
on the burning of household trash in burn barrels. We hope the U.S. EPA has the
courage to push this through. Meanwhile, the NY DEC and the NY DOH, co-
sponsors of this report, could set a good national example by banning burn barrels
in NY state.
This report further underlines the fact that we will not get rid of the dioxin
menace, simply by putting better air pollution control devices on incinerators. The
situation is particularly alarming in developing countries where enormous
amounts of trash are burned at the side of the road and in tires set at landfills. In
our view, the only realistic way of solving this dioxin problem is to get chlorinated
products out of commerce, and chlorine out of the chemical industry. The best
place to start is with a ban on PVC. As long as this horrendous plastic (over 50%
chlorine by weight, and stuffed with health threatening additives) enters the
market place, dioxins will continue to enter our food, our bodies, and our babies.

This study evaluated two separate waste streams: that of an avid recycler,
who removes most of the recyclable content from the waste stream prior
to combustion; and that of a non-recycler, who combusts the entire stream
of household waste... From estimates of waste generated each day by New
York households for the avid recycler and non-recycler scenarios, emissions
per day of PCDDs/PCDFs are significantly higher for the avid recycler... This
phenomenon is likely due to several factors, including the higher mass
fraction of PVC in the avid recycler's waste...".

Table 1. Composition of household waste prepared by EPA (based on a


characterization of household waste prepared by the NY State DEC).

Kertas-kertas Non-Recycler (%) Avid Recycler (%)

Newspaper; books ;and office paper 32.8 3.3


Magazines and junk mail 11.1 -
Corrugated cardboard and kraft paper 7.6 -
Paperboard, milk cartons, and drink boxes 10.3 61.9
PLASTIC RESIN
(all types may contain trace plasticizers: e.g. cadmium)

PET # 1 (bottle bill) 0.6 -


HDPE: # 2, LDPE # 4 and Polypropylene # 5 6.6 10.4
PVC: # 3 0.2 4.5
Polystyrene: # 6 0.1 0.3
MIXED # 7 0.1 0.3
FOOD WASTE 5.7 -
TEXTILE/LEATHER 3.7 -
WOOD (treated/untreated) 1.1 3.7
35

GLASS/CERAMICS
Bottles/jars (bottle bill) 9.7 -
Ceramics (broken plates and cups) 0.4 6.9
METAL- FERROUS
Iron - cans 7.3 4.0
NON-FERROUS
Aluminum - cans (bottle bill); foil;other 1.7 1.0
Other non- iron (wire; copper pipe; batteries) 1.1 3.7
PERCENT TOTAL 100.0 100.0
TOTAL WEIGHT GENERATED PER HOUSEHOLD 4.9 kg/day 1.5 kg/day
FOR DISPOSAL IN BURN BARRELS

Apa saja hasil pembakaran senyawa organic?


Unruk senyawa hidrokarbon sederhana (hanya mengandung C dan H) hasil
pembakarannya adalah carbon dioxide (CO2) dan uap air (H2O).
36

DAMPAK PEMBAKARAN SAMPAH

Pembakaran sampah di udara terbuka dapat berdampak negatif terhadap kesehatan,


karena gas-gas racun (dioksin dan furan) yang diproduksi dari pembakaran sampah tersebut.
Pembakaran sampah merupakan kegiatan yang mempunyai peranan besar dalam
pencemaran udara. Proses pembakaran sampah walaupun skalanya kecil sangat berperan
dalam menambah jumlah zat pencemar di udara terutama debu dan hidrokarbon. Hal
penting yang perlu diperhitungkan dalam emisi pencemaran udara oleh sampah adalah emisi
particulat akibat proses pembakaran, sedangkan emisi dari proses dekomposisi yang perlu
diperhatikan adalah emisi HC dalam bentuk gas methane. Zat atau gas polutan ini, tidak
hanya berbahaya bagi lingkungan tetapi juga berbahaya langsung terhadap manusia. Polutan
yang dihasilkan akibat pembakaran sampah dapat menyebabkan gangguan kesehatan,
pemicu kanker (karsinogenik).
Pembakaran 1 ton sampah akan menghasilkan sekitar 30 kg gas CO, gas tersebut jika
dihirup akan berikatan sangat kuat dengan haemoglobin darah sehingga dapat menyebabkan
tubuh orang yang menghirup akan kekurangan O2 dan menimbulkan kematian. Pembakaran
sampah organik juga akan menghasilkan gas methane. Membakar potongan kayu akan
menghasilkan senyawa formaldehyde yang mengakibatkan kanker. Sampah organik yang
masih agak basah seperti daun, ranting, batang, sisa sayuran atau buah jika dibakar tidak
akan semua terbakar dan akan menghasilkan partikel-partikel padat yang dapat
beterbangan. Satu ton sampah organik akan menghasilkan 9 kg partikel padat yang
mengandung senyawa hidrokarbon berbahaya.
Pembungkus kabel , kulit, pipa pralon jika dibakar akan menghasilkan gas HCl yang
bersifat korosif, dan nilon, busa yang terdapat dalam matras, sofa dan karpet berbusa jika
dibakar akan menghasilkan gas berbahaya. Jika pembakaran dilakukan pada suhu lebih dari
600 oC akan menghasilkan HCN. Sebaliknya jika dilakukan pada suhu kurang dari 500oC akan
dihasilkan isosianat yang juga sangat berbahaya.
Hasil-hasil penelitian mutakhir menyatakan bahwa pem-bakaran sampah rumah
tangga pada kondisi pembakaran dan suhu yang rendah dapat menimbulkan gas racun
dioksin. Dioksin merupakan bahan kimia beracun yang bersifat ada terus menerus,
terakumulasi secara biologi dan tersebar di dalam lingkungan dalam konsentrasi yang
rendah, juga termasuk bahan yang bersifat carcinogen yang bisa meningkatkan resiko
terkena kanker terhadap manusia. Efek samping dioksin terhadap manusia adalah perubahan
system hormone, perubahan pertumbuhan janin, menurunkan kapasitas reproduksi,
penekanan terhadap system kekebalan tubuh, dan perubahan ditingkat pertumbuhan awal
dari hormone, serta pada dosis yang lebih besar bisa mengakibatkan sakit kulit yang serius.
Dioksin mempunyai struktur kimia yang sangat stabil dan bersifat lipofilik yaitu tidak
mudah larut dalam air tetapi mudah larut dalam lemak. Karena kestabilan strukturnya ini,
maka dioksin sangat berbahaya, sebab tidak mudah rusak atau terurai dan dioksin dapat
berada di dalam tanah dan terakumulasi sampai 10-12 tahun. Dioksin bersifat mudah larut
dalam lemak sehingga dapat terakumulasi dalam pangan yang relative tinggi kadar lemaknya,
antara lain dalam daging baik daging sapi maupun unggas, susu dan berbagai bahan
makanan hasil olahan susu, telur dan bahkan ikan. Senyawa dioksin yang terbuang ke dalam
saluran air akan terbawa ke sungai dan akhirnya ke laut, terus menumpuk karena sukar
terurai, lalu masuk ke dalam tubuh hewan air termasuk ikan, dan terus menumpuk pada
37

tubuh hewan tersebut sampai akhirnya dimakan oleh manusia. Ini merupakan salah satu
rantai cara masuknya dioksin ke dalam tubuh manusia disamping melalui udara.
Disamping dioksin, pembakaran sampah di dalam udara terbuka juga menimbulkan
kabut asap yang tebal yang mengandung bahan lainnya seperti partikel debu yang kecil-kecil
yang biasa disebut particulate matter (PM) berukuran 10 mikron, biasa disebut PM10. Alat
saring pernafasan kita tidak sanggup menyaring PM10 ini, sehingga bisa masuk kedalam
paru-paru kita dan bisa mengakibatkan sakit gangguan pernafasan (asma dan radang paru-
paru), infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), radang selaput lender mata, alergi, iritasi mata
dll.

Dioksin dan Furan, dan dampaknya terhadap kesehatan.

Dioksin bersifat ada terus menerus (persistent) dan terakumulasi


secara biologi (bioaccumulated), dan tersebar didalam lingkungan
dalam konsentrasi yang rendah. Tingkat konsentrasinya rendah,
sampai parts per trillion (satu per 10 pangkat 12), terakumulasi
sepanjang kehidupan dan ada terus bertahun tahun, walaupun tidak
ada penambahan lagi kedalam lingkungan. Hal ini bisa
meningkatkan risiko terkena kanker dan efek lainnya terhadap
binatang dan manusia.

Dioksin termasuk kedalam kelas bahan yang bersifat carcinogen (yang menyebabkan
kanker). Efek samping dioksin terhadap binatang adalah perubahan sistim hormon,
perubahan pertumbuhan janin, menurunkan kapasitas reproduksi, dan penekanan terhadap
sistim kekebalan tubuh. Efek samping dioksin terhadap manusia adalah perubahan kode
keturunan (marker) dari tingkat pertumbuhan awal dari hormon. Pada dosis yang lebih besar
bisa mengakibatkan sakit kulit yang serius yang disebut `chloracne.'
Dioksin dapat terdeteksi di udara, tanah, lapisan sedimen dan makanan. Dioksin
ditranspor terutama melalui udara dan terkumpul dipermukaan tanah, bangunan, jalanan,
kaki lima, air dan daun daunan. Kebanyakan dioksin berasal dari produksi sampingan dari
suatu pembakaran.
Dioksin banyak dikeluarkan oleh sumber sumber sbb.:
Tempat pembakaran sampah perumahan (MWC, incinerator)
Pembakaran sampah rumah tangga dipekarangan/udara terbuka
Pemakaian kayu bakar untuk masak
Kebakaran hutan
Tempat pembakaran bekas alat alat kedokteran
Peleburan tembaga tahap kedua
Tempat pengeringan semen di pabrik semen (cement kiln)
Pembangkit listrik tenaga batubara
Pemutihan (dengan bahan khlor) bubur kayu dipabrik pembuatan kertas .

Biasanya manusia ter-expose (terkena) dengan dioksin dari makanan yang kita
makan khususnya dari lemak binatang yang berhubungan dengan daging sapi, babi, unggas,
ikan, susu, dan produk produk susu. Disamping dioksin dan furan, pembakaran sampah
38

didalam udara terbuka juga menimbulkan kabut asap yang tebal yang mengandung bahan
bahan lainnya seperti partikel debu yang kecil kecil yang biasa disebut particulate matter
(PM) serta bahan bahan racun lainnya. Particulate Matter ini bisa berukuran 10 mikron (kira
kira sama dengan rambut kita yang dibelah tujuh), biasa disebut PM10. Alat saring
pernafasan kita tidak sanggup menyaring PM10 ini, sehingga PM10 ini bisa masuk kedalam
paru paru kita dan bisa mengakibatkan sakit gangguan pernafasan (astma dan paru paru,
dlsb.)

Effects on Humans
It has been claimed that humans are far less susceptible to the
effects of dioxin than other animals. Debate on this point, especially
in the USA, has tended to distract from real assessment of the
reasons for the apparent differences.
The effects of dioxins on human populations can not be examined
using the same methods as animal experiments, for reasons that will
be discussed. This absence of proof has led to assertions that
"dioxins never killed anyone"; "dioxins cause only a skin rash in
human beings". Humans are especially variable genetically, and
therefore their sensitivity is likely to vary considerably.
Sumber: http://www.gascape.org/index%20/ Health%20effects%20of%20
Dioxins.html)

Dampak pembakaran sampah : Masalah Umat Manusia

Kita masih banyak melihat pembakaran sampah dipekarangan rumah rumah tangga
setiap hari, dan ini kelihatannya merupakan hal yang biasa. Apabila kita terbang dengan
pesawat udara dari Jakarta kedaerah lain, ketika pesawat mau naik atau mau mendarat, kita
melihat banyak sekali halaman halaman rumah penduduk membakar sampah mereka. Bisa
kita bayangkan berapa banyak polusi udara yang ditimbulkan setiap harinya dari hasil
pembakaran sampah ini.
Didalam jangka waktu yang pendek, kelihatannya cara cara ini lebih praktis dan lebih
mengirit ketimbang harus menjalankan proses daur ulang yang panjang. Didalam jangka
waktu yang panjang, cara cara seperti ini sebenarnya lebih merugikan individu yang
bersangkutan, komunitas, dan negara secara keseluruhan. Polusi yang kelihatannya sedikit
ini, lama lama menjadi bukit. Polusi ini perlahan lahan akan membuat sebagian orang yang
seharusnya hidup sehat menjadi sakit, antara lain sakit gangguan pernafasan (astma, paru
paru dll.). Orang orang tersebut yang seharusnya bisa bekerja 8 jam per hari tanpa sakit
sepanjang tahun, bisa bekerja kurang dari 8 jam per hari dan sakit beberapa hari per
tahunnya. Orang tersebut dirugikan karena kehilangan upah hariannya ditambah harus
keluar biaya membayar mantri/dokter dan membeli obat. Disamping itu, masih ada lagi
kerugian lainnya bagi individu yang sakit itu. Dia kehilangan kenikmatannya dimana dia
seharusnya bisa menikmati hari liburnya (misalnya Sabtu dan Minggu) bersama anak dan
isterinya, karena sakit, harus diam dirumah. Kehilangan kenikmatan sejenis ini, kalau kita
mau, masih bisa digambarkan dalam bentuk uang. Secara keseluruhan negara juga dirugikan
karena mempunyai rakyat yang sebagian tidak bisa kerja efisien karena sakit. Ditambah lagi
negara harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mengurus dan mengobati rakyat yang
39

sakit gangguan pernafasan. Belum lagi dihitung biaya pengobatan untuk rakyat yang
menderita kanker paru paru.

Bagaimana mengatasi masalah ini?

Masalah lingkungan sebenarnya bukanlah masalah yang kompleks kalau kita mau
memperhatikannya semenjak dini. Kalau kita ambil contoh sebuah rumah tangga, masalah
lingkungan ini mirip seperti bagaimana kita merawat rumah tangga kita, lantai disapu dan di
pel, yang pakai karpet lantainya di vakum. Pakaian sehari hari dicuci, mandi tiap pagi dan
sore, sikat gigi. Air ledeng kalau tidak perlu dipakai dimatikan, lampu listrik kalau tidak
dipakai dimatikan. Semua ini kita biasa lakukan dirumah, dan kalau kita lakukan setiap hari,
lama lama menjadi kebiasaan yang baik. Coba bayangkan kalau kita tidak menjalankan
kebiasaan baik ini, setelah satu tahun, bagaimana keadaan rumah kita, bagaimana dengan
kesehatan kita? Berapa biaya yang kita harus keluarkan untuk memperbaiki rumah yang
rusak dan badan yang sakit? Sekali lagi, ini hanya sekedar contoh, kami percaya bahwa para
pembaca yang budiman sudah pasti sudah menjalankan ini semua. Sekarang bagaimana
dengan sebuah negara yang terdiri dari kumpulan rumah tangga kita ini. Tentunya persoalan
tidak sesederhana seperti sebuah rumah tangga.
Didalam tulisan ini ada beberapa usulan (yang mungkin sebahagian sudah
dilaksanakan). Untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas lingkungan kita ada beberapa
jalan yang perlu kita jalankan semua secara simultan.
Jalan jalan tersebut yaitu melalui:
1. Jalur Pendidikan
2. Perundang undangan
3. Pelaksanaan Undang Undang
4. Teknologi

1. Jalur Pendidikan
Pendidikan dapat dilakukan didalam jalur informal (didalam rumah tangga dan
tempat tempat ibadah) dan jalur formal melalui sistim sekolah yang dimulai dari Taman
Kanak Kanak sampai dengan Universitas. Melalui penjelasan penjelasan yang diberikan oleh
Kantor Kantor Lingkungan kepada komunitas setempat. Misalnya penjelasan mengenai
akibat dari gas beracun seperti dioksin, furan, PM10, dll. kepada kesehatan manusia
terutama sakit pernapasan. Berapa besar biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk merawat
rakyat yang sakit pernapasan, dan berapa besar sebuah rumah tangga harus mengeluarkan
biaya untuk mengobati sakit pernapasan. Semenjak kecil anak anak diajarkan dirumahnya
maupun disekolah untuk cinta lingkungan dan sadar lingkungan, melalui peragaan, film film,
dan yang terutama ialah orang tua memberikan contoh yang baik kepada anak anak didalam
rumah tangganya masing masing.

2. Perundang-undangan
Kelihatannya kita sudah mempunyai undang undang yang cukup lumayan lengkap.
Misalnya Undang Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab III, Pasal 7, Ayat 1 mengatakan "Setiap
40

orang yang menjalankan suatu bidang usaha wajib memelihara kelestarian kemampuan
lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang
berkesinambungan." Yang dimaksudkan dengan `bidang usaha' disini tidak harus selalu orang
yang menjalankan usaha industri, sebuah rumah tanggapun bisa dimasukkan kedalam
kategori sebuah usaha rumah tangga. Karena ada orang tua dan anak anak, usaha rumah
tangga adalah usaha untuk menghidupkan rumah tangga, membesarkan, mendidik,
menyekolahkan anak anak dlsb. Untuk ini semua diperlukan energi, dan hasil pembakaran
energi menghasilkan polusi.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
Nomor KEP-02/MENKLH/I/1988 Tanggal 19 Januari 1988, kita juga sudah mempunyai
batasan Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Mutu Udara Emisi. Didalam hal ini baku mutu
udara emisi tidak harus selalu diterapkan kepada industri saja, bisa juga diterapkan kepada
industri rumah tangga. Apabila sebuah rumah tangga memproduksi polusi dalam jumlah
yang kelihatan kecil padahal cukup berarti, maka untuk ribuan rumah tangga akan
menimbulkan polusi yang cukup berarti bagi lingkungan rumah tangga tersebut.

REGULASI PERSAMPAHAN

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah


diundangkan Bulan Mei 2008. UU ini mengatur secara detail mengenai pengelolaan sampah dan
tugas, kewajiban dan kewenangan pemerintah, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat.

Tugas, kewajiban, kewenanganan Pemerintah dan Pemda

UU RI Nomor 18 Tahun 2008 menguraikan tugas Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Pasal 6),
sebagai berikut:
a. menumbuh-kembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan
sampah;
b. melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan penanganan
sampah;
c. memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan,
dan pemanfaatan sampah;
d. melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana
pengelolaan sampah;
e. mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah;
f. memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat
setempat untuk mengurangi dan menangani sampah; dan
g. melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha agar
terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.

Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota (Pasal 9) adalah :


a. Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan kabupaten/kota mempunyai
kewenangan:
(1) menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan
nasional dan provinsi;
(2) menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai dengan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah;
(3) melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang
dilaksanakan oleh pihak lain;
(4) menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah
terpadu, dan / atau tempat pemrosesan akhir sampah;
41

(5) melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama
20 (dua puluh) tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan sistem
pembuangan terbuka yang telah ditutup; dan
(6) menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah
sesuai dengan kewenangannya.

b. Penetapan lokasi tempat pengolahan sampah terpadu dan tempat pemrosesan akhir
sampah merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan sistem tanggap darurat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diatur dengan peraturan menteri.

Pasal 12 UU RI Nomor 18 Tahun 2008 mengatur mengenai kewajiban Pemerintah Daerah dan
masyarakat berkaitan dengan pengelolaan sampah rumah tangga, adalah sebagai berikut:
a. Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan
lingkungan.
b. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban pengelolaan sampah
rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Pasal 19 UU RI Nomor 18 Tahun 2008 mengatur pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah
sejenis sampah rumah tangga. Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga terdiri atas pengurangan sampah dan penanganan sampah.
Dalam hal pengurangan sampah, disebutkan dalam Pasal 20 sebagai berikut :
a. Pengurangan sampah yang dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi kegiatan: (1)
pembatasan timbulan sampah; (2) pendauran ulang sampah; dan/atau (3) pemanfaatan
kembali sampah.
b. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sebagai berikut: (1) menetapkan target pengurangan sampah secara
bertahap dalam jangka waktu tertentu; (2) memfasilitasi penerapan teknologi yang
ramah lingkungan; (3) memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan; (4)
memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; (5) memfasilitasi pemasaran
produk- produk daur ulang.
c. Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat
diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
d. Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau
mudah diurai oleh proses alam.
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan PP.

UU RI Nomor 18 Tahun 2008 juga telah mengatur mengenai reward and punishment (hadiah dan
hukuman) berupa pemberian insentif dan disintensif sebagaimana diatur dalam pasal Pasal 21 :
a. Pemerintah memberikan: (1) insentif kepada setiap orang yang melakukan pengurangan
sampah; dan (2) isinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan pengurangan
sampah.
b. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, bentuk, dan tata cara pemberian insentif dan
disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Dalam Pasal 22 UU tersebut juga diatur mengenai mengenai penanganan sampah, yang
meliputi :
42

a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,
jumlah, dan/atau sifat sampah;
b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah
ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu;
c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu
menuju ke tempat pemrosesan akhir;
d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah;
dan/atau
e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

3. Teknologi
Dengan menggunakan teknologi yang tepat, masalah degradasi kualitas lingkungan
yang kita hadapi dapat diselesaikan dengan lebih baik. Tungku masak yang banyak dipakai
oleh rumah tangga rumah tangga bisa di desain supaya polusinya lebih kecil dan panasnya
lebih efisien (tidak terbuang percuma) dan bahan bakarnya dibuat dari coal bricket.

Salah satu cara penanganan sampah domestik secara efisien adalah dengan
membakarnya menggunakan insinerator. Alat pembakar sampah ini adalah
insinerator yang telah disempurnakan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan
insinerator sampah domestik yang telah ada. Insinerator ini dapat beroperasi secara
stabil pada suhu 750-900C dengan proses pembakaran sampah terdiri atas tiga
tahapan, yaitu proses penguapan air, proses gasifikasi, dan proses pembakaran
sampah menjadi abu dengan efisiensi pembakaran mencapai 99.97% sehingga emisi
gas buangnya memenuhi standar baku mutu lingkungan.
(http://www.bic.web.id/in/lain-lain/344-pembakaran-sampah-ramah-
lingkungan.html).

Boleh percaya boleh tidak, permasalahan sampah di berbagai tempat, diperkirakan


akan semakin mudah teratasi dengan inovasi tungku pembakar sampah buatan Salikun.
Permasalahan sampah di beberapa perumahan, dengan kepadatan penduduk yang mencapai
ribuan, menjadi semakin mudah ditangani dengan tungku pembakar sampah ini. Padahal,
apabila melihat kondisi sebelumnya, karena belum adanya solusi untuk pemusnahan sampah
yang efisien, sampah terpaksa dibiarkan hingga menumpuk selama bertahun-tahun. Namun
setelah dilakukan penerapan teknologi pemusnah sampah, tumpukan sampah yang
menggunung musnah oleh tungku yang hanya berukuran sekitar 180 x 180 Cm. Karena
efisiensi dan efektifitas pembakaran yang dilakukan dalam tungku, timbunan sampah yang
selama bertahun-tahun bisa dengan mudah diatasi. Berlanjut dengan pemusnahan sampah
harian yang tentu saja lebih mudah dilakukan.
43

Tungku pembakar sampah Salikun (http://teknologitpa.blogspot.com/)

Pemusnahan sampah harian, dengan mudah dilakukan dalam waktu sekejap saja.
Bayangkan saja sejak proses awalnya. Sampah yang dimasukkan dalam tempat sampah,
selanjutnya diambil petugas pemungut sampah dan dilanjutkan ke tempat pembuangan
akhir. Ditempat inilah sampah selanjutnya dibakar habis di dalam tungku Salikun yang
melakukan proses pembakaran tiada henti setiap harinya.Sebelum dilakukan proses
pembakaran, biasanya petugas pemungut memilah-milah sampah. Beberapa sampah yang
dinilai masih bisa dimanfaatkan biasanya diambil kembali. Sementara sisanya, langsung
dimasukkan dalam tungku pembakar sampah. Didalam tungku yang telah berproses setiap
hari, sampah dengan mudah dihancurkan dengan cara dibakar tanpa menggunakan bahan
bakar. Panas tungku yang tetap stabil, dengan mudah memusnahkan sampah hingga melebur
menjadi abu.
Di sisi lain, karena suhu yang tetap terjaga selama berproses, membuat tungku
Salikun dengan mudah melumatkan berbagai jenis sampah. Tak peduli sampah basah
maupun busuk, sampah anorganik, dan masih banyak jenis lainnya. Menurut Salikun sendiri,
sampah keras seperti botol baik plastik maupun kaca, dengan cepat meleleh. " Bahkan
kaleng sekalipun bisa hancur dengan cepat di dalam tungku. Dengan kata lain, tungku Salikun
adalah solusi untuk mengatasi permasalahan sampah dan menjadikan lingkungan semakin
bersih dan bebas sampah (http://teknologitpa.blogspot.com/).
44

INCINERATOR RAMAH LINGKUNGAN

Deskripsi
Limbah domestik dan sampah rumahtangga biasanya dibuang di Tempat Pembuangan Akhir
(TPA), dengan teknik landfill terbuka sehingga memerlukan lahan yang luas serta dampak
sosial maupun lingkungan yang kurang baik, antara lain: bau tak sedap, gas buang hasil
pembakaran, pencemaran alur tanah. Incinerator dimaksud dibawah ini telah dirancang
dengan teknologi yang tepat dan ramah lingkungan. Dengan dua ruang bakar, wet scrubber
dan unit pengolahan air limbah, semua jenis sampah dapat dibakar tanpa menimbulkan
pencemaran udara dan tanah.

Keunggulan Teknologi
Dengan incinerator ini, jenis sampah tidak perlu dipilah, abu hasil pembakaran dapat
dimanfaatkan sebagai pengisi bahan bangunan, penggembur tanah, atau dibuang ke landfill,
gas-gas Nox, SOx, dll yang timbul dinetralisir dan ditangkap oleh wet scrubber, sehingga gas
hasil pembakaran yang keluar cerobong memiliki kadar di bawah ambang batas yang
diizinkan oleh pemerintah. dan pemusnahan limbahnya dapat mencapai hingga 90%. Bahan
bakar yang digunakan dapat berupa solar, minyak tanah, minyak berat, limbah minyak dari
industri.

Tingkat Kesiapan Teknologi


Incinerator ini telah diuji coba dengan berbagai jenis sampah dengan tingkat kebasahan
(kandungan air) mencapai 80%. Dari hasil validasi tersebut tingkat kesiapan teknologi sudah
sampai pada level 6 - 8.

Aplikasi dan Manfaat


Dengan keunggulan teknologi tersebut, incinerator ini sangat membantu pemerintah dalam
mengatasi masalah sampah baik tingkat rumah tangga maupun nasional.

Target Pengguna
Industri-industri manufaktur dan pemerintah

Kontak : Dr. Ir. Hendro Wicaksono, MSc.Eng / I.G.A Uttariyani, ST


BTMP-BPPT, Komplek Puspiptek Gd. 230 Serpong, Tangerang 15314.
Telp. (021) 7560539 ; Fax. (021) 7560538 ; Email:
hendro_w@yahoo.com, hendro@btmp-bppt.net
45

Pembakaran Sampah Meracuni Masyarakat Kita


(Sumber: Dr. Michael Ricos, BSc. Hons, PhD.)

Rios adalah seorang peneliti gen,kanker dan kelahiran cacat,di lembaga Molekul dan
ilmu biologi,pusat kanker Nasional dan rumah sakit universitas nasional Singapore
dan Universitas Adelaide,Australia.

Dioxin adalah salah satu zat beracun,zat kimia yang terbentuk dari hasil pembakaran
sampah komersial atau sampah dari perkotaan. Di Bali dioxin paling banyak di hasilkan dari
pertanian atau sampah rumah tangga yang dibakar. Pembakaran PVC plastic yang
mengandung chlorine akan menghasilkan dan zat dioxin yang paling berbahaya. Zat Chlorine
yang ada dalam plastik sangat bervariasi,jadi kalau plastic dibakar chlorine akan terlepas ke
udara dan dengan cepat menyatu dengan zat lainnya dan akan menghasilkan dioxin.
Dioxin dapat bertahan lama,mereka tidak mudah hilang atau hancur di lingkungan,di
Amerika dioxin sedang dibahas dari saat pertama kali zat ini ditemukan sampai saat ini.Walau
semua penghasil dioxin bias dihentikan,dioxin yang sudah di hasilkan dahulu akan tetap ada
di lingkungan kita untuk beberapa tahun ke depan. Karena dioxin tidak bias mengurai dioxin
tertimbun dalam makhluk hidup(di lingkungan atau di tubuh kita).Ini artinya tubuh kita
menyerap dan menyimpan dioxin.Dan dengan berjalannya waktu ini akan berpengaruh pada
kesehatan kita.
Jika terlepas ke udara dioxin dapat bergerak jauh dan jika di air mereka dapat diam
pada endapan air,lalu akan mengalir ke hilir dan dimakan oleh ikan. Dioxin di atmosfir diserap
oleh tanaman dan dimakan oleh binatang. Dioxin termasuk dalam rantai makanan jadi
binatang lebih banyak mengandung dioxin dari pada tumbuhan yang mereka makan.
Carnivora seperti kita pengandung dioxin terbanyak karena dioksin terkandung dalam lemak.
95% dari dioxin yang kita konsumsi dating dari lemak binatang.
Sebagai bagian dari masyarakat kita telah menimbun dioxin dan dioxin seperti bahan
kimia di tubuh kita selama bertahun tahun, dan sebagaian dari kita hamper penuh akan
dioxin, dan hanya butuh sedikit saja untuk melewati batas kemampuan kita, maka akan
terpiculah efek negative dari kesehatan. Betapapun kecilnya kandungan dioxin dalam tubuh
kita akan mengakibatkan efek kesehatan yang merugikan, jadi untuk amannya jangan
menghasilkan dioxin.
Para Ilmuwan telah membuktikan bahwa zat dioxin dapat menyebabkan masalah
kesehatan. Beberapa jenis dioxin diketahui dapat mematikan pada tingkatan rendah :
sepersejuta dari satu gram bias membunuh binatang kecil (kelinci), setelah terinfeksi dengan
wabah tersebut binatang bias mati dalam waktu 2 sampai 6 minggu. Sistem imunisasi (pada
manusia) juga bias rusak terutama pada anak-anak. Di tingkatan tinggi efek yang cepat yang
ditimbulkan termasuk wabah chloracne (jerawat) penyakit kulit yang cukup keras dengan
bintik seperti luka yang terjadi terutama pada wajah dan tubuh bagian atas , pada kulit
lainnya, perubahan warna kulit, bulu pada tubuh yang berlebihan, dan kerusakan organ
tubuh lainnya seperti,ginjal dan saluran pencernaan.
Masalah kesehatan terbesar yang dapat disebabkan oleh dioksin adalah
menyebabkan kanker pada orang dewasa. Pekerja yang membakar sampah terkena dioksin
dalam tingkat tinggi di tempat mereka bekerja selama bertahun tahun mempunyai resiko
tinggi terkena kanker.
46

Tetapi masalahnya kanker yang disebabkan oleh dioksin ini baru akan muncul
setelah 20 tahun.

Dalam hal dioxin terdapat dalam tali plasenta, sekalipun dalam jumlah yang kecil
selama masa kehamilan menyebabkan atau menimbulkan efek seperti keguguran,
kemandulan, dan juga kelahiran cacat seperti cacat pada anggota tubuh, kerusakan saraf dan
perubahan pada system kekebalan tubuh. Anak dari seorang ibu jepang atau Taiwan yang
mengkonsumsi minyak goring yang telah terkontaminasi oleh zat dioxin mengalami
kerusakan fisik saat lahir dan menunjukan kepintaran yang memprihatinkan pada saat belajar
nanti.Anak-anak itu telah teracuni sebelum mereka lahir, karena ibu mereka mengkonsumsi
miyak goring yang telah terkontaminasi itu!kalau seorang ibu memakan miyak goreng yang
terkontaminasi seperti itu masih akan ada pengaruh selama 6 tahun kemudian, anak-anak
tersebut akan lebih kecil dari ukuran normal(200-250 gr lebih ringan). Kulit dan kuku mereka
lebih kotor, gigi dan gusi mereka tidak normal, banyak dari mereka IQ nya rendah, tumpul
dan tidak acuh, serta memiliki ingatan yang jelek. Mereka juga menunjukan gampang
terinfeksi.
Masalah juga timbul pada pihak ayah di mana terjadi perubahan pada kondisi
sperma dimana jumlah sperma berkurang. Kelahiran cacat ditemukan pada anan-anak
veteran Vietnam, Terutama pada daerah dimana tentara Amerika menggunakan Agen
Orange (salah satu herbisida) dimana agent orange ini digunakan oleh tentara Amerika
selama masa perang Vietnam. Dioxin menyebabkan kelainan pada otak, Hati, organ organ
genetic dan gangguan saluran kencing termasuk dinding dindingnya, organ organ kaki , dan
organ tangan serta meningkatnya resiko spina bifida, kanker bawaan, meningkatnya sakit
jantung, dan meningkatnya anak-anak ediot. Menurunnya tingkat kematian bayi sejaka 1966-
1970 berhubungan dengan turunnya tingkat dioksin. Di Vietnam ada 30 % kematian anak
sebelum umur satu tahun di desa dimana pernah di semprotkan agent orange.
Menghindari makanan yang mengandung partikel dioksin tidaklah begitu membantu
karena sekali dioksin ada pada ekosistem mereka akan berada dimana-mana. Bagaimanapun,
menurunkan kadar lemak dengan tidak memakan daging akan sangat membantu. Untuk ikan
, unggas dan babi kamu bias mengurangi lemaknya dengan tidak mengkonsumsi kulitnya itu
akan menurunkan resiko terkena dioksin. Sebaiknya kamu tidak makan ikan dari sungai,
pantai, dan danau dimana daerah itu sudah terkontaminasi . Sejauh ini strategi yang terbaik
untuk menghindari makanan kamu terkontaminasi adalah dengan tidak memproduksi
dioksin dan kamu bias melakukan ini dengan tidak membakar sampah rumah tangga kamu.
Di Amerika, Eropa dan Australia hokum baru telah dikembangkan di masyarakat
untuk mengurangi zat dioksin di lingkungan dan meningkatnya keamanan untuk semua orang
tapi sayangnya masalah dioksin masih saja ada di negara-negara berkembang seprti
Indonesia. Di dunia pembakaran sampah dan limbah pertanian adalah sumber terbesar
untuk terkontaminasi lingkungan oleh dioksin.
Pemerintah bertanggungjawab atas keselamatan warga / masyarakatnya.
Cara terbaik untuk memecahkan masalah ini adalah memberikan pendidikan kepada
masyarakat tentang bagaimana agar mereka tidak memproduksi dioksin.
Beberapa Usulan :
1. Bentuklah kelompok untuk membersihkan dioksin dari daerah kalian. Buatlah
daftar nama untuk orang yang berkepentingan , jelaskan masalahnya kepada
47

mereka dan minta dukungan dari pemerintah setempat seperti kepala desa atau
kelian banjar.
2. Ajari kelompok anda tentang dioksin dan pembakaran sampah, berikan satu
copy informasi ini kepada mereka dan jelaskan kepada mereka apa resikonya
dan juga jelaskan bahwa kitalah yang bertanggungjawab atas adanya dioksin.
Katakan pada mereka berhenti memproduksi dioksin, kita harus berhenti
membakar sampah buanglah sampah di tempat pembuangan sampah yang
telah di sediakan oleh pemerintah, jangan membuang sampah di sungai dan
jangan dibakar.
3. Buatlah pertemuan rutin dan pastikan mereka mengerti dengan apa yang harus
mereka lakukan. Dan masyarakat jangan malu untuk bertanya. Semuanya harus
mengerti bahwa ini memerlukan komitmen yang besar dan perlu dukungan yang
aktif dari seluruh lapisan masyarakat.
4. Bicarakan pada setiap orang di desa kamu, sebarkan pesan tentang
dioksin.Pastikan semua petani dan pabrik di desa kamu mengerti, mereka harus
tetap menjaga desa agar tetap aman.
5. Buatlah target tanggal dan waktu dimana seluruh masyarakat harus tahu tentang
masalah ini dan apa yang harus dilakukan.
6. Beritahu kepada pecalang banjar kalau mereka melihat orang yang membakar
sampah tolong hentikan mereka dan ingatkan mereka tentang resikonya
terhadap kesehatan mereka.
7. Pemerintah harus kuat dan waspada. Mempunyai program yang berkelanjutan
untuk mencari tahu dimana sumber dari dioksin di daerahmu, terutama
membakar sampah tetapi limbah garmen dan pestisida yang terbuat dari klorin
ikut berperan meningkatkan jumlah dioksin di daerah anda.
8. Tanyakan GUS untuk informasi lebih lanjut. Kami akan menjawab pertanyaan
anda dan membantu anda untuk menyetop penyebrangan dioksin di daerah
anda.
9. Membulatkan tekat. Hal ini adalah pekerjaan besar dan panjang, harus dimulai
dengan langkah-langkah kecil. Ingatlah apa yang akan kamu menangkan jika
kamu dapat mengurangi dioksin. Mengurangi kanker mengurangi penyakit,
mengurangi kelahiran CACAT, dan orang-orang akan memiliki anak-anak yang
sehat.

Bahaya Pembakaran Sampah


Pembakaran yang bersih hanya dapat dilakukan dalam api panas dan suplai oksigen
yang cukup. Padahal, pada pembakaran sampah yang umum dilakukan yakni sampah dalam
tumpukan hanya bagian luar yang mendapat cukup oksigen untuk menghasilkan CO2.
Sementara bagian dalam, karena kekurangan suplai O2 akan menghasilkan karbonmonoksida
(CO). Satu ton sampah, akan mengahsilkan sekitar 30 kg CO. CO adalah gas yang mampu
membunuh orang secara massal. Bila dihirup, gas ini akan berikatan sangat kuat dengan
hemoglobin darah. Akibanya, hemoglobin yang semestinya mengangkut dan mengedarkan
oksigen ke seluruh tubuh akan terganggu. Tubuh akan kekurangan O2 dan menimbulkan
kematian.
48

Masalah lainnya yang melekat pada sampah padat organik adalah kelembabannya.
Sampah basah mengakibatkan partikel-partikel yang tak terbakar beterbangan juga berakibat
terjadi reaksi yang menghasilkan hidrokarbon berbahaya. Partikel-partikel yang tak terbakar
akan terlihat sebagai awan dalam asap. Dari 1 ton sampah kira-kira dihasilkan 9 kg artikel
padat yang tak terbakar berupa asap cokelat. Sebagian partikel akan terhisap masuk paru-
paru, karena mekanisme penyaringan dalam hidung kita tak mampu menyaringnya.
Hidrokarbon berbahaya, senyawa penyebab iritasi seperti asam cuka, serta senyawa
penyebab kanker seperti benzopirena, juga mungkin dihasilkan. Suatu studi menyimpulkan,
asap dari pembakaran sampah mengandung benzopirena 350 kali lebih besar dari asap
rokok. Telah kita kenal dengan baik, perokok pasif pun dapat berisiko kanker gara-gara asap
rokok orang-orang di sekitarnya. Lebih berbahaya kalau Anda menderita asma, infeksi paru-
paru, atau bronkitis kronis. Anak-anak akan lebih menderita lagi, karena mereka menghirup
jumlah udara per satuan berat badannya lebih besar dari pada orang dewasa dan juga karena
perbedaan struktur paru-parunya.
Hal yang lebih parah, apabila sampah organik bercampur dengan bahan-bahan
sintetis. PVC dalam pembungkus kabel, kulit sintetis dan lantai vinil misalnya, mengandung
senyawa berbahaya yang mengandung klor. Pembakaran bahan tersebut akan menghasilkan
gas HCL yang korosif. Celakanya, pembakaran dengan suhu kurang dari 1.100 derajat Celcius,
pun akan menghasilkan dioksin zat sebagai racun tumbuhan (herbisida). Selain itu, mungkin
pula dihasilkan fosgen, yang dikenal sebagai racun yang digunakan pada Perang Dunia I.
Tercatat 75 racun lain yang telah dikenal dalam hasil pembakaran sampah yang mengandung
klor.
Bahan sintetis yang mengandung nitrogen akan menghasilkan senyawa berbahaya lain.
Nitrogen terdapat dalam bahan sintetis seperti nilon, dan busa poliuretan seperti yang terdapat dalam
matras, sofa, dan karpet berbusa. Pada pembakaran di atas 600 derajat Celcius, bahan sintetis yang
mengandung nitrogen ini akan menghasilkan HCN, suatu gas sangat beracun. Sebaliknya, pembakaran
sampah basah pada suhu kurang dari 600 derajat Celcius pun akan dihasilkan isosianat. Senyawa ini
terkenal karena menyebabkan kecelakaan mengenaskan di Bhopal beberapa tahun silam. Membakar
potongan kayu dapat membahayakan, karena akan menghasilkan senyawa yang mengakibatkan
kanker, formaldehida. Sementara, melamin dapat menghasilkan formaldehida bila dibakar dengan
suplai oksigen banyak, atau menghasilkan HCN (bila suplai oksigen kurang). Untuk mengurangi polusi
udara, mungkin kita perlu memilah-milah sampah yang akan dibakar, atau seminimal mungkin
membakarnya. (Sumber: Dr. Ismunandar, Chemistry Departement ITB, Bandung /Intisari).
49

Sumber: http://polusiudara.wordpress.com/tag/pembakaran-sampah/

Ada beberapa alasan, mengapa kita tidak boleh membakar sampah :


1. Biasanya orang membakar sampah asal-asalan, sehingga suplai oksigen untuk menghasilkan
CO2 hanya ada pada permukaan tumpukan sampah saja. Sementara itu bagian dalam,
karena kekurangan suplai O2 maka akan menghasilkan karbonmonoksida. Asap karbon
monoksida mampu membunuh orang karena bila terhirup karena menggangu fungsi kerja
hemoglobin yang semestinya mengangkut dan mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh.
Tubuh akan kekurangan O2 dan menimbulkan kematian(CO). Untuk perbandingan ; Satu ton
sampah, yang dibakar akan berpotensi menghasilkan sekitar 30 kg CO.
2. Sampah yang bercampur plastik jika terbakar asapnya menghasilkan senyawa kimia Dioksin,
senyawa zat yang bisa digunakan sebagai racun tumbuhan (herbisida). Selain itu, mungkin
pula dihasilkan fosgen yang pernah dipakai sebagai racun pembunuh pada Perang Dunia I.
Tercatat 75 racun lain yang diketahui ada dalam hasil pembakaran sampah yang mengandung
klor.
3. Asap dari pembakaran sampah mengandung benzopirena 350 kali, ditengarai sebagai biang
keladi penyebab kanker dan hidrokarbon berbahaya senyawa penyebab iritasi seperti asam
cuka
4. Bahkan membakar kayu juga berbahaya karena akan menghasilkan senyawa yang
mengakibatkan kanker. Sementara melamin dapat menghasilkan formaldehida bila dibakar
dengan suplai oksigen banyak, atau menghasilkan HCN (bila suplai oksigen kurang) (Sumber:
http://ariatypoenya.blogspot.com/2011/07/dampak-membakar-sampah-bagi-bumi-
kita.html).
50

Membakar sampah di halaman belakang rumah


(Sumber: http://ariatypoenya.blogspot.com/2011/07/dampak-membakar-sampah-bagi-bumi-kita.html)

Laporan dari U.S. Environmental Protection Agency (US-EPA) dan Departemen


Kesehatan Negara Bagian New York mengatakan bahwa pembakaran sampah
rumah tangga di dalam pekarangan adalah salah satu sumber polusi yang paling
parah di Amerika. Dari hasil penelititan yang intensif dalam beberapa tahun terakhir
ini dikatakan bahwa pembakaran sampah rumah tangga pada kondisi pembakaran
dan suhu yang rendah dapat menimbulkan gas racun dioksin dan furan.

Dioksin adalah istilah yang umum dipakai untuk salah satu keluarga bahan kimia
beracun yang mempunyai struktur kimia yang mirip serta mekanisma peracunan yang sama.
Keluarga bahan kimia beracun ini termasuk (a) Tujuh Polychlorinated Dibenzo Dioxins
(PCDD); (b) Duabelas Polychlorinated Dibenzo Furans (PCDF); dan (c) Dua belas
Polychlorinated Biphenyls (PCB). PCDD dan PCDF bukanlah produk kimia yang dikomersilkan,
tetapi produk sampingan yang secara tidak sengaja terjadi di dalam banyak proses
pembakaran dan beberapa proses industri kimia.
Dioksin bersifat ada terus-menerus (persistent) dan terakumulasi secara biologi
(bioaccumulated), dan tersebar di dalam lingkungan dalam konsentrasi yang rendah. Tingkat
konsentrasinya rendah, sampai parts per trillion (satu per 10 pangkat 12), terakumulasi
sepanjang kehidupan dan ada terus-menerus, walaupun tidak ada penambahan lagi ke
dalam lingkungan. Hal ini dapat meningkatkan risiko terkena kanker dan efek lainnya
terhadap binatang dan manusia.

Dioxins: What are they?


Dioxins are a group of more than 200 chemicals with a similar structure
but varying levels of toxicity, including polychlorinated biphenyls (PCBs),
polychlorinated dibenzo dioxins (PCDDs), and polychlorinated dibenzo
furans (PCDFs). Dioxins are found just about everywhere - they are
present in the atmosphere, soil, rivers and the food chain. They occur
naturally as a result of incomplete burning of organic materials during
natural events such as volcanoes and forest fires. But they are also
produced during many man-made events which involve combustion such
as waste incineration and in chemical and fertiliser manufacturing plants.
51

They may, for example, be produced during chlorine-based bleaching


processes in paper mills, or during the manufacture of herbicides. They
are also found in low levels in cigarette smoke and vehicle exhaust fumes.
The introduction of a new chlorine production technique in 1900 meant
that they became more widespread. However, in recent years
manufacturing and environmental controls have reduced the production
of dioxins, and the main source now is the burning of fossil fuels and
incineration processes. But because of their potential toxicity, exposure
even at low levels, remains a concern.
In living organisms, toxic chemicals are often taken up and stored by fat.
This means they can persist in the food chain through a process called
bioaccumulation. They are mainly found in meat and dairy produce, but
are also found in poultry, fish and on unwashed fruit and vegetables:
Fish accumulate dioxins through exposure to water - dioxins are
repelled by the water and attach themselves to the fatty fish.
Unless - as was the case in Belgium - feed becomes contaminated,
animals are usually exposed to dioxins in the air settling on their food.
They accumulate in the fatty tissue of animals, and the longer that
animal lives, the greater the build up.
Dioxins in the air also land on fruit and vegetables, but washing can
get rid of these - they are not absorbed into the plant itself.
(Sumber: http://www.bbc.co.uk/health/physical_health/conditions/dioxins.shtml

PCB dengan sengaja diproduksi secara komersil dalam jumlah besar sampai produksi
tersebut dilarang di tahun 1977. Di Amerika Serikat, tingkat dioksin sudah menurun terus
sejak awal tahun 1970-an sebagai akibat dari aksi aksi pembersihan serta peraturan dari
negara bagian dan pusat. Meskipun begitu, tingkat dioksin yang ada sekarang masih harus
tetap menjadi perhatian.
Dioksin bersifat ada terus-menerus (persistent) dan terakumulasi secara biologi
(bioaccumulated), dan tersebar di dalam lingkungan dalam konsentrasi yang rendah. Tingkat
konsentrasinya rendah, sampai parts per trilyun (satu per 10 pangkat 12), terakumulasi
sepanjang kehidupan dan ada terus bertahun tahun, walaupun tidak ada penambahan lagi
ke dalam lingkungan.

Hal ini bisa meningkatkan risiko terkena kanker dan efek lainnya terhadap binatang
dan manusia. Dioksin termasuk ke dalam kelas bahan yang bersifat carcinogen (yang
menyebabkan kanker). Efek samping dioksin terhadap binatang adalah perubahan sistem
hormon, perubahan pertumbuhan janin, menurunkan kapasitas reproduksi, dan penekanan
terhadap sistim kekebalan tubuh. Efek samping dioksin terhadap manusia adalah perubahan
kode keturunan (marker) dari tingkat pertumbuhan awal dari hormon. Pada dosis yang lebih
besar bisa mengakibatkan sakit kulit yang serius yang disebut chloracne.

What are the Dioxin risks?


Environmental campaign groups describe dioxins as among the most
dangerous toxins known. Scientists are working to establish their exact
toxicity, but a draft report from the US Environmental Protection Agency
indicates dioxins are considered a serious threat to public health.
52

The health risks depend on several factors, including the level of exposure
and the particular form of dioxin. For most people, levels in the general
environment are not high enough to cause an immediate reaction but over
a longer period, potential risks to health include:
Damage to the immune and reproductive system (with lowering of the
sperm count).
An increased incidence of diabetes.
A significant increase in the risk of cancer.

Exposure to high concentrations of especially toxic dioxins can cause an


acne-like condition known as chloracne which mainly affects the face and
upper body, which may last several years after exposure. Chloracne is
difficult to cure and can be disfiguring. Other problems include:
Discolouration of the skin.
Rashes and redness.
Vomiting.
Diarrhoea.
Lung infections.
Damage to the nervous systems.
Most concerns now lie with the potential of dioxins to cause cancer. A peer-
reviewed study of the population of Seveso (where an explosion in a
chemical manufacturing plant in 1976 liberated large quantities of dioxins
into the environment) found that, in the ten years following the accident
both men and women more likely to have cancer, especially of the blood
and lymph tissue, as well as breast cancer.
In 1997, a World Health Organisation group declared the most toxic dioxin
(2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-p-dioxin, or TCDD) a class 1 carcinogen,
meaning it causes cancer in humans.
Also of concern is the effect dioxins can have on unborn children and
infants, as they can be passed through the placenta or carried in breast
milk although the World Health Organisation emphasise that the benefits
of breast feeding far outweigh any risks to the baby and child.
(Sumber: http://www.bbc.co.uk/health/physical_health/conditions/dioxins.shtml

Dioksin dapat terdeteksi di udara, tanah, lapisan sedimen dan makanan. Dioksin
ditranspor terutama melalui udara dan terkumpul di permukaan tanah, bangunan, jalanan,
kaki lima, air dan daun daunan. Kebanyakan dioksin berasal dari produksi sampingan dari
suatu pembakaran. Dioksin banyak dikeluarkan oleh sumber-sumber sebagai berikut:

* Tempat pembakaran sampah perumahan (MWC, incinerator)


* Pembakaran sampah rumah tangga dipekarangan/udara terbuka
* Pemakaian kayu bakar untuk masak
* Kebakaran hutan
* Tempat pembakaran bekas alat alat kedokteran
* Peleburan tembaga tahap kedua
* Tempat pengeringan semen di pabrik semen (cement kiln)
* Pembangkit listrik tenaga batubara
* Pemutihan (dengan khlor) bubur kayu dipabrik pembuatan kertas
53

Manusia dapat terkena dioksin dari makanan yang dimakan khususnya dari lemak
binatang yang berhubungan dengan daging sapi, babi, unggas, ikan, susu, dan produk produk
susu. Di samping dioksin dan furan, pembakaran sampah didalam udara terbuka juga
menimbulkan kabut asap yang tebal yang mengandung bahan bahan lainnya seperti partikel
debu yang kecil kecil yang biasa disebut particulate matter (PM) serta bahan bahan racun
lainnya. Particulate Matter ini bisa berukuran 10 mikron (kira kira sama dengan rambut kita
yang dibelah tujuh), biasa disebut PM10. Alat saring pernapasan kita tidak sanggup
menyaring PM10 ini, sehingga PM10 ini bisa masuk ke dalam paru-paru kita dan bisa
mengakibatkan sakit gangguan pernapasan (astma dan paru paru).
Pembakaran sampah di pekarangan rumah masih banyak dilakukan setiap hari, dan
ini kelihatannya merupakan hal yang biasa. Apabila kita terbang dengan pesawat udara dari
Jakarta ke daerah lain, ketika pesawat mau naik atau mau mendarat, kita melihat banyak
sekali halaman-halaman rumah penduduk membakar sampah mereka. Bisa kita bayangkan
berapa banyak polusi udara yang ditimbulkan setiap harinya dari hasil pembakaran sampah
ini.
Dalam jangka waktu yang pendek, kelihatannya cara-cara ini lebih praktis dan lebih
mengirit ketimbang harus menjalankan proses daur ulang yang panjang. Di dalam jangka
waktu yang panjang, cara-cara seperti ini sebenarnya lebih merugikan individu yang
bersangkutan, komunitas, dan negara secara keseluruhan. Polusi yang kelihatannya sedikit
ini, lama lama menjadi bukit. Polusi ini perlahan lahan akan membuat sebagian orang yang
seharusnya hidup sehat menjadi sakit, antara lain sakit gangguan pernapasan (astma dan
paru paru). Orang-orang tersebut yang seharusnya bisa bekerja 8 jam per hari tanpa sakit
sepanjang tahun, bisa bekerja kurang dari 8 jam per hari dan sakit beberapa hari per
tahunnya.
Kehilangan sejenis ini, kalau kita mau, masih bisa digambarkan dalam bentuk uang.
Secara keseluruhan negara juga dirugikan karena mempunyai rakyat yang sebagian tidak bisa
kerja efisien karena sakit. Ditambah lagi negara harus mengeluarkan biaya tambahan untuk
mengurus dan mengobati rakyat yang sakit gangguan pernapasan. Belum lagi dihitung biaya
pengobatan untuk rakyat yang menderita kanker paru paru.
Secara sederhana (tanpa perhitungan ekonomi yang detail), lebih banyak ruginya
ketimbang untungnya. Sekadar sebagai informasi tambahan, penyakit paru-paru adalah
penyakit penyebab kematian nomor tiga di Amerika Serikat dengan total penduduk sekitar
280 juta jiwa, dan setiap tahun ada sekitar 335.000 orang meninggal karena sakit paru paru
dan ada sekitar 30 juta orang yang menderita sakit paru-paru kronis.

STOP PEMBAKARAN SAMPAH !!!!


Sampah basah mengakibatkan partikel-partikel yang terbakar beterbangan juga
berakibat terjadi reaksi yang menghasilkan hidrokarbon berbahaya. Partikel-partikel
yang tak terbakar akan terlihat sebagai awan dalam asap. Dari 1 ton sampah kira-kira
dihasilkan 9 kg artikel padat yang tak terbakar berupa asap cokelat. Sebagian partikel
akan terhisap masuk paru-paru, karena mekanisme penyaringan dalam hidung kita tak
mampu menyaringnya.
Hidrokarbon berbahaya, senyawa penyebab iritasi seperti asam cuka, serta senyawa
penyebab kanker seperti benzopirena, juga mungkin dihasilkan. Suatu studi
54

menyimpulkan, asap dari pembakaran sampah mengandung benzopirena 350 kali lebih
besar dari asap rokok. Telah kita kenal dengan baik, perokok pasif pun dapat berisiko
kanker gara-gara asap rokok orang-orang di sekitarnya. Lebih berbahaya kalau Anda
menderita asma, infeksi paru-paru, atau bronkitis kronis. Anak-anak akan lebih
menderita lagi, karena mereka menghirup jumlah udara per satuan berat badannya
lebih besar dari pada orang dewasa dan juga karena perbedaan struktur paru-parunya.

Hal yang lebih parah, bila sampah organik bercampur dengan bahan-bahan sintetis. PVC
dalam pembungkus kabel, kulit sintetis dan lantai vinil misalnya, mengandung senyawa
berbahaya yang mengandung klor. Pembakaran bahan tersebut akan menghasilkan gas
HCL yang korosif. Celakanya, pembakaran dengan suhu kurang dari 1.100 derajat
Celcius, pun akan menghasilkan dioksin zat sebagai racun tumbuhan (herbisida). Selain
itu, mungkin pula dihasilkan fosgen, yang dikenal sebagai racun yang digunakan pada
Perang Dunia I. Tercatat 75 racun lain yang telah dikenal dalam hasil pembakaran
sampah yang mengandung klor.

Bahan sintetis yang mengandung nitrogen akan menghasilkan senyawa berbahaya lain.
Nitrogen terdapat dalam bahan sintetis seperti nilon, dan busa poliuretan seperti yang
terdapat dalam matras, sofa, dan karpet berbusa. Pada pembakaran di atas 600oC,
bahan sintetis yang mengandung nitrogen ini akan menghasilkan HCN, suatu gas sangat
beracun. Sebaliknya, pembakaran sampah basah pada suhu kurang dari 600oC akan
dihasilkan isosianat.

A hydrogen cyanide concentration of 300 mg/m3 in air will kill a human


within about 10 minutes. A hydrogen cyanide concentration of 3500 ppm
(about 3200 mg/m3) will kill a human in about 1 minute. The toxicity is
caused by the cyanide ion, which halts cellular respiration by inhibiting
an enzyme in mitochondria called cytochrome c oxidase. Hydrogen
cyanide absorbed into a carrier for use as a pesticide (under IG Farben's
brand name Cyclone B, or in German Zyklon B, with the B standing for
Blausure) was employed by Nazi Germany in the mid-20th century in
extermination camps. The same product is currently made in the Czech
Republic under the trademark "Uragan D2." Hydrogen cyanide is also the
agent used in gas chambers employed in judicial execution in some U.S.
states, where it is produced during the execution by the action of sulfuric
acid on an egg-sized mass of potassium cyanide. Hydrogen cyanide is
commonly listed amongst chemical warfare agents known as blood
agents. As a substance listed under Schedule 3 of the Chemical Weapons
Convention as a potential weapon which has large-scale industrial uses,
manufacturing plants in signatory countries which produce more than 30
tonnes per year must be declared to, and can be inspected by, the
Organisation for the Prohibition of Chemical Weapons. Under the name
prussic acid, HCN has been used as a killing agent in whaling harpoons.
Hydrogen cyanide gas in air is explosive at concentrations over 5.6%,
equivalent to 56000 ppm (http://en.wikipedia.org/wiki/Hydrogen_cyanide).

Hasil penelitian dari Badan Perlindungan Lingkungan Amerika menyatakan bahwa, asap
api terbuka, terutama dari pembakaran sampah, mengandung substansi penyebab
kangker 350 kali lebih besar daripada asap rokok. Pada kondisi itu, partikel partikel
racun telah diproduksi dan disebarkan ke atmosphere yang lalu kemudian dihirup
55

secara terus menerus oleh manusia dan binatang dan juga diendapkan kedalam tanah
dan tanaman-tanaman, termasuk sumber air minum , tanah persawahan dan ladang-
lalu kemudian partikel beracun ini memasuki rantai makanan.

Apa artinya hal ini bagi kehidupan nyata? Apakah hal ini mempengaruhi kesehatan
tubuh kita? Apakah partikel beracun yang dilepaskan melalui pembakaran sampah
dapat menyebabkan kerusakan paru-paru, system saraf, ginjal dan liver yang
mengancam kehidupan? Racun dari pembakaran sampah dapat menyebabkan penyakit
kronis seperti bronchitis, emphysema dan kanker. Pada orang dewasa, akan
memerlukan waktu yang lebih lama untuk menunjukan efek bahaya racun ini, anak anak
beresiko lebih besar karena ukurang tubuh mereka lebih kecil, yang artinya mereka
dapat menyerap racun dengan dosis yang lebih tinggi pada setiap nafas yang mereka
hirup.

Semua pembakaran plastik, kayu, berbagai macam kertas, busa furniture dan lain
sebagainya. Pembakaran sampah plastik, terlebih lagi, sangat membahayakan. Dimulai
dari bentuk plastik yang paling dasar seperti pembungkus makanan, pembungkus
kosmetik dan obat, pada mainan anak anak dan banyak lagi yang bahkan kita tidak
sadari. Plastik-plastik ini, ketika dibakar dapat membebaskan artikel karbon monoksida,
dioksin dan klorin. Semua ini merupakan partikel beracun yang mempunyai potensi
tinggi menyebabkan kanker. Polutan yang disebabkan dari pembakaran sampah dapat
juga dihubungkan dengan penyakit jantung dan gangguan saluran pernafasan,
kerusakan ginjal dan hati, bronchitis, asma, serangan jantung dan juga kerusakan otak.

Kita mengetahui bahaya dari pembakaran sampah, harus mencari jalan terbaik untuk
menginformasikan kepada publik, jangan dibiarkan informasi tentang bahaya yang
mengancam kesehatan ini mengendap di kegelapan. Jika anda melihat seseorang yang
membakar sampah, sampaikan informasi ini. Jangan hanya menggerutu dan berlalu.
Sampah yang akan dibakar harus dipilah-pilah untuk mengurangi dampak polusi udara,
atau seminimal mungkin membakarnya.

BAHAN BACAAN

Andrussow, L. 1935. "The catalytic oxydation of ammonia-methane-mixtures to hydrogen


cyanide". Angewandte Chemie 48: 593595. doi:10.1002/ange.19350483702.
Aregheore E. M. dan O.O. Agunbiade. 1991. "The toxic effects of cassava (manihot esculenta
grantz) diets on humans: a review.". Vet. Hum. Toxicol. 33 (3): 274275.
PMID 1650055.
Basriyanta, 2007. Memanen Sampah , Kanisius, Yogyakata.
Blum, M.S., dan J. P. Woodring. 1962. "Secretion of Benzaldehyde and Hydrogen Cyanide by
the Millipede Pachydesmus crassicutis (Wood)". Science 138 (3539): 512513.
doi:10.1126/science.138.3539.512. PMID 17753947.
56

Boger, G. I. and A.Sternberg. 2005. "CN and HCN in Dense Interstellar Clouds". Astrophysical
Journal 632: 302. Bibcode 2005ApJ...632..302B. doi:10.1086/432864.
Borman, Gary L., Ragland, Kenneth W., 1998. Combustion Engineering, McGraw-Hill Book
Co., Singapore
Brian T. Newbold. 1999. "Claude Louis Berthollet: A Great Chemist in +he french Tradition.".
Canadian Chemical News. http://www.allbusiness.com/north-
america/canada/370855-1.html. Retrieved 2010-03-31.
Departemen Pekerjaan Umum, 2005. Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Bidang
Persampahan, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Departemen Pekerjaan Umum, 2006. Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan
Persampahan Di Indonesia. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Departemen Pekerjaan Umum, 2008. Perencanaan Teknis Pengelolaan Sampah Terpadu 3R,
Departemen Pekerjaan Umun Kota Semarang.
Ernst Gail, Stephen Gos, Rupprecht Kulzer, Jrgen Lorsch, Andreas Rubo, Manfred Sauer.
2004. "Cyano Compounds, Inorganic". Ullmann's Encyclopedia of Industrial
Chemistry. Verlag, Weinheim: Wiley-VCH. doi:10.1002/14356007.a08+159.pub2.
Gao, Y. and P.M. Solomon. 2004. "HCN Survey of Normal Spiral, Infrared-luminous, and
Ultraluminous Galaxies". Astrophysical Journal Supplements 152: 63. Bibcode
2004ApJS..152...63G. doi:10.1086/383003.
Gary R. Maxwell. 2004. Synthetic Nitrogen Products: A Practical Guide to the Products and
Processes, Kluwer Academic Plenum Publishers, p. 348
Gelbert M, Prihanto D, dan Suprihatin A, 1996. Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup dan
Wall Chart . Buku Panduan Pendidikan Lingkungan Hidup, PPPGT/VEDC, Malang.
Ginting, perdana,2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah. Yrama Widya, Bandung.
Jones, D.A. 1998. "Why are so many food plants cyanogenic?". Phytochemistry 47 (2): 155
162. doi:10.1016/S0031-9422(97)00425-1. PMID 9431670.
Li Xiaodong Yan Jianhua Chi Yong Ni Mingjiang Cen Kefa. 2002. Development of Municipal
Solid Waste Incineration Technologies. Better Air Quality in Asian and Pacific Rim
Cities (BAQ 2002). 16 Dec 2002 18 Dec 2002, Hong Kong SAR
Matthews, C. N. 2004. "The HCN World: Establishing Protein-Nucleic Augucid Life via
Hydrogen Cyanide Polymers" Cellular Origin and Life in Extreme Habitats and
Astrobiology (2004), 6 (Origins : Genesis, Evoluation and Diversity of Life), 121-135.
Ni Made Sunarti, 2003. Upaya Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Untuk Mewujudkan
Kebersihan Lingkungan di Kota Denpasar. Jurnal Ilmu Lingkungan, Program Studi Ilmu
Lingkungan, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang.
Rahadyan dan Widagdo A.S, 2002. Peningkatan Pengelolaaan Persampahan Perkotaan
Melalui Pengembangan Daur Ulang. Materi Lokakarya 2 Pengelolaan Persampahan
Di Propinsi DKI Jakarta.
Rochim Armando, 2008. Penanganan dan Pengelolaan Sampah. Penebar Swadaya, Jakarta.
Schilke, P. and K.M.Menten. 2003. "Detection of a Second, Strong Sub-millimeter HCN Laser
Line toward Carbon Stars". Astrophysical Journal 583: 446. Bibcode
2003ApJ...583..446S. doi:10.1086/345099.
Slamet J,S, 2002. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada Universty Press, Yogyakarta.
Standart Nasional Indonesia Nomor SNI-03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi
Tempat Pembuangan Akhir Sampah, Badan Standar Nasional.
57

Standart Nasional Indonesia Nomor SNI-03-3242-1994 tentang Tata Cara Pengelolaan


Sampah di Permukiman, Badan Standar Nasional ( BSN ).
Standart Nasional Indonesia Nomor SNI-19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional
Pengelolaan Sampah Perkotaan, Badan Standar Nasional ( BSN ).
Syafrudin,2004. Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Prosiding Diskusi Interaktif
Pengelolaan Sampah Terpadu, Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas
Diponegoro, Semarang.
Tchobanoglous, G., Teisen H., Eliasen, R, 1977, Integrated Solid Waste Manajemen, Mc.Graw
Hill : Kogakusha, Ltd
Toto Hardianto, Aryadi Suwono, Ari Darmawan Pasek dan Amrul. 2010. Karakterisasi sifat-
sifat pembakaran bahan bakar padat ramah lingkungan yang berasal dari sampah
kota. Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke-9 Palembang, 13-15
Oktober 2010
Vetter, J. 2000. "Plant cyanogenic glycosides". Toxicon 38 (1): 1136. doi:10.1016/S0041-
0101(99)00128-2. PMID 10669009.
Webster, T. and Connett, P. (1997), Dioxin Emission Inventories and Trends: The Importance
of Large Point Sources. Presented in part at Dioxin '96, Amsterdam, August 1996 and
submitted for publication to Chemosphere.
White W. L. B., Arias-Garzon D. I., McMahon J. M., Sayre R. T. (1998). "Cyanogenesis in
Cassava, The Role of Hydroxynitrile Lyase in Root Cyanide Production". Plant
Physiology 116 (4): 12191225. doi:10.1104/pp.116.4.1219. PMC 35028.
PMID 9536038. http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
tool=pmcentrez&artid=35028.
Wibowo A dan Djajawinata D.T, 2004. Penanganan Sampah Perkotaan Terpadu. Diakses
tanggal 4 Desember 2006 pada halaman www.kkpi.go.id.
Winarno F.G, Budiman AFS, Silitingo T dan Soewardi B, 1985. Limbah Hasil Pertanian. Kantor
Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Pangan, Jakarta.
Wu, J. and N.J.Evans. 2003. "Indications of Inflow Motions in Regions Forming Massive Stars".
Astrophysical Journal 592 (2): L79. Bibcode 2003ApJ...592L..79W.

Anda mungkin juga menyukai