Anda di halaman 1dari 45

Laporan Kasus

SEORANG PASIEN DENGAN KANKER PAYUDARA


SINISTRA

Oleh :
Yeremias Edwin Setyawan
17014101180

Residen Pembimbing :
dr. Andreas Suwito

Supervisor Pembimbing :
dr. Christian Manginstar, Sp.B (K) Onk

BAGIAN BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus yang berjudul

“Seorang Pasien dengan Kanker Payudara Sinistra”

Telah dibacakan, dikoreksi dan disetujui pada Januari 2019

Oleh:

Yeremias Edwin Setyawan


17014101180

Residen Pembimbing :

dr. Andreas Suwito

Supervisor Pembimbing :

dr. Christian Manginstar, Sp.B (K) Onk


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 3

A. Definisi Kanker Payudara................................................................... 3

B. Faktor Resiko...................................................................................... 3

C. Klasifikasi Kanker Payudara.............................................................. 5

D. Staging................................................................................................ 8

E. Diagnosis............................................................................................ 11

F. Penatalaksanaan.................................................................................. 16

G. Prognosis............................................................................................ 20

BAB III LAPORAN KASUS............................................................................. 21

A. Identitas Pasien................................................................................... 21

B. Anamnesis Pasien............................................................................... 21

C. Pemeriksaan Fisik............................................................................... 22

D. Pemeriksaan Penunjang...................................................................... 24

E. Diagnosa............................................................................................. 28

F. Tatalaksana/Tindakan......................................................................... 28

G. Follow Up........................................................................................... 28

BAB IV PEMBAHASAN................................................................................... 38

BAB V KESIMPULAN...................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 42

i
BAB I

PENDAHULUAN

Kanker payudara adalah kanker yang paling sering ditemukan pada wanita.
The Cancer Statistic Worldwide mendokumentasikan lebih dari satu juta kasus
kanker payudara didiagnosis setiap tahunnya, yang mencakup sepertiga dari 4,7
juta diagnosis kanker pada perempuan.1 Menurut data Global Burden of Cancer
Study (GLOBOCAN) 2018 terdapat 58.256 kasus baru kanker payudara di
Indonesia. Data dari GLOBOCAN 2018 menyebutkan angka kejadian kanker
payudara pada perempuan di Indonesia yang didiagnosis kanker adalah yang
paling tinggi (sekitar 42,1 persen) dan menjadi penyebab kematian kedua
secara global setelah kanker paru. 1
Insidens kanker payudara dan tingkat kematiannya meningkat seiring usia;
dimana sekitar 95% kasus baru terjadi pada wanita berusia 40 tahun ke atas. Lebih
dari dua per tiga kasus kanker payudara didiagnosis pada wanita berusia 50 tahun
ke atas, dan kebanyakan terjadi di negara-negara maju. Sementara negara
berkembang kasus kanker payudara justru lebih sering didiagnosis pada usia 15-
49 tahun. Dalam satu dekade terakhir, insidens kanker payudara meningkat di
banyak negara benua Asia dan Afrika. Di negara-negara dengan fasilitas
mamografi yang memadai, kepatuhan terhadap rekomendasi untuk melakukan
skrining berhubungan dengan menurunnya mortalitas kanker payudara.1,2
Di Indonesia, prevalensi kanker payudara menempati tempat tertinggi kedua
setelah kanker serviks. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2013, prevalensi kanker payudara di Indonesia mencapai 0,5% per 1000
perempuan. Prevalensi kanker payudara tertinggi terdapat pada provinsi D.I.
Yogyakarta, yaitu sebesar 2,4%. Di Sulawesi Utara sendiri prevalensinya sekitar
0,3% per 1000 perempuan.1
Sementara berdasarkan hasil penelitian di RSUP Prof Kandou Manado
tahun 2013-2014 diperoleh 151 kasus kanker payudara. Angka kejadian terendah
terjadi pada tahun 2013 sebanyak 63 kasus (41,7%) dan angka kejadian tertinggi
pada tahun 2014 sebanyak 88 kasus (58,3%). Frekuensi kanker payudara tertinggi
didapatkan pada golongan umur 40-49 tahun dengan jenis histopatologik
terbanyak berupa karsinoma duktal invasif sebanyak 147 kasus (97,6%).1,2

1
Kanker payudara stadium dini bersifat asimptomatik, nyeri atau rasa tidak
nyaman bukan gejala utama dari kanker payudara. Kanker payudara biasanya
terdeteksi ketika terdapat abnormalitas pada pemeriksaan mammogram sebelum
diketahui oleh pasien atau petugas kesehatan. Pendekatan umum untuk
mengetahui kanker payudara di buat dalam tiga pengkajian awal yaitu
pemeriksaan klinis, imaging (biasanya mammografi, ultrasonografi, atau
keduanya) dan biopsi jarum.3
Gejala awal kanker payudara sulit dideteksi, kecuali munculnya benjolan
kecil atau keluarnya cairan dari puting susu yang mungkin dianggap biasa. Kanker
bukanlah penyakit yang tidak dapat disembuhkan, asalkan dapat dideteksi sejak
dini dan diobati dengan baik.4
Adapun upaya deteksi dini atau pencegahan kanker yaitu dengan
melakukan SADARI (periksa payudara sendiri). SADARI adalah tindakan deteksi
dini terhadap adanya gejala-gejala kanker payudara dengan menggunakan metode
yang sederhana. Untuk diagnostik definitif dengan pemeriksaan histopatologi.
Untuk mendukung pemeriksaan klinis, mamografi dan ultrasonografi dapat
membantu deteksi kanker payudara.4 Operasi dan terapi radiasi, bersamaan dengan
terapi hormonal atau kemoterapi sesuai indikasi dipertimbangkan sebagai
penanganan awal dari kanker payudara. Terapi adjuvant didesain untuk mengatasi
mikrometastatik atau sel kanker yang telah keluar dari payudara dan kelenjar
getah bening tapi belum diidentifikasi sebagai metastasis. Terapi adjuvan berperan
sebanyak 35-72% dalam berkurangnya angka kematian.5

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kanker Payudara
Kanker adalah pertumbuhan sel abnormal tak terkendali dan terus menerus dan
dapat merusak jaringan sekitar dan dapat juga menjalar ketempat jauh dari
asalnya. Payudara merupakan elavasi dari jaringan glandular dan adipose yang
tertutup kulit pada dinding anterior. Kelenjar payudara menjadi fungsional saat
pubertas dan akan memberikan respon terhadap estrogen pada perempuan.
kelenjar payudara mencapai puncak perkembangan saat kehamilan dan berfungsi
memproduksi air susu setelah melahirkan, selanjutnya kelenjar payudara
mengalami involusi pada saat menopause.5

B. Faktor Resiko
Etiologi pasti dari kanker payudara masih belum jelas. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa wanita dengan faktor risiko tertentu lebih sering untuk
berkembang menjadi kanker payudara dibandingkan yang tidak memiliki
beberapa faktor risiko tersebut.2 Beberapa faktor risiko tersebut:5,6,7
 Umur :
Kemungkinan untuk menjadi kanker payudara semakin meningkat seiring
bertambahnya umur seorang wanita. Angka kejadian kanker payudara rata-rata
pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang timbul sebelum menopause.
Kanker dapat didiagnosis pada wanita premenopause atau sebelum usia 35 tahun,
tetapi kankernya cenderung lebih agresif, derajat tumor yang lebih tinggi, dan
stadiumnya lebih lanjut, sehingga survival rates-nya lebih rendah.
 Riwayat kanker payudara :
Wanita dengan riwayat pernah mempunyai kanker pada satu payudara mempunyai
risiko untuk berkembang menjadi kanker pada payudara yang lainnya.
 Riwayat Keluarga :
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi pada wanita yang ibunya atau saudara
perempuan kandungnya memiliki kanker payudara. Risiko lebih tinggi jika
anggota keluarganya menderita kanker payudara sebelum usia 40 tahun. Risiko

3
juga meningkat bila terdapat kerabat/saudara (baik dari keluarga ayah atau ibu)
yang menderita kanker payudara.
 Perubahan payudara tertentu :
Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang terlihat
abnormal pada pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan meningkat bila
memiliki tipe-tipe sel abnormal tertentu, seperti atypical hyperplasia dan lobular
carcinoma in situ [LCIS].
 Perubahan Genetik :
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya kanker
payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya. BRCA1 and
BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum, gen BRCA-1 beruhubungan
dengan invasive ductal carcinoma, poorly differentiated, dan tidak mempunyai
reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan invasive ductal
carcinoma yang lebih well differentiated dan mengekspresikan reseptor hormon.
Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan mempunyai risiko kanker
payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang abnormal cenderung untuk
berkembang menjadi kanker payudara pada usia yang lebih dini.
 Riwayat reproduksi dan menstruasi :
Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko untuk
berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan justru
memberikan efek protektif. Beberapa faktor yang meningkatkan jumlah siklus
menstruasi seperti menarche dini (sebelum usia 12 tahun), nuliparitas, dan
menopause yang terlambat (di atas 55 tahun) berhubungan juga dengan
peningkatan risiko kanker. Diferensiasi akhir dari epitel payudara yang terjadi
pada akhir kehamilan akan memberi efek protektif, sehingga semakin tua umur
seorang wanita melahirkan anak pertamanya, risiko kanker meningkat. Wanita
yang mendapatkan menopausal hormone therapy memakai estrogen, atau
mengkonsumsi estrogen ditambah progestin setelah menopause juga
meningkatkan risiko kanker.
 Ras : Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih,
dibandingkan wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi
pada wanita yang tinggal di daerah industrialisasi.

4
 Wanita yang mendapat terapi radiasi pada daerah dada :
Wanita yang mendapat terapi radiasi di daerah dada (termasuk payudara) sebelum
usia 30 tahun, risiko untuk berkembangnya kanker payudara akan meningkat di
kemudian hari.
 Kepadatan jaringan payudara :
Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak. Wanita yang pemeriksaan
mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang lebih padat, risiko untuk
menjadi kanker payudaranya meningkat.
 Overweight atau Obese setelah menopause:
Kemungkinan untuk mendapatkan kanker payudara setelah menopause meningkat
pada wanita yang overweight atau obese, karena sumber estrogen utama pada
wanita postmenopause berasal dari konversi androstenedione menjadi estrone
yang berasal dari jaringan lemak, dengan kata lain obesitas berhubungan dengan
peningkatan paparan estrogen jangka panjang.
 Kurangnya aktivitas fisik :
Wanita yang aktivitas fisik sepanjang hidupnya kurang, risiko untuk menjadi
kanker payudara meningkat. Dengan aktivitas fisik akan membantu mengurangi
peningkatan berat badan dan obesitas.
 Diet :
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang sering minum alkohol
mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar. Karena alkohol akan
meningkatkan kadar estriol serum. Sering mengkonsumsi banyak makan berlemak
dalam jangka panjang akan meningkatkan kadar estrogen serum, sehingga akan
meningkatkan risiko kanker.

C. Klasifikasi Kanker Payudara


1. Non invasive carcinoma
a) Ductal carcinoma in situ
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk pada sel
kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar. Saluran menjadi
tersumbat dan membesar seiring bertambahnya sel kanker di dalamnya. Kalsium
cenderung terkumpul dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam mamografi

5
sebagai kalsifikasi terkluster atau tak beraturan (clustered or irregular
calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro (microcalcifications) pada hasil
mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker.8,9
DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya massa
yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada mammografi. DCIS
kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter melakukan biopsy tumor
jinak. Sekitar 20%-30% kejadian kanker payudara ditemukan saat dilakukan
mamografi. Jika diabaikan dan tidak ditangani, DCIS dapat menjadi kanker
invasif dengan potensi penyebaran ke seluruh tubuh. 8,9
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel
cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan perkembangan
lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal. Sel ini disebut solid,
papillary atau cribiform. Tipe kedua, disebut comedeonecrosis, sering bersifat
progresif di awal perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan
bentuk tak beraturan.8

b) Lobular carcinoma in situ


Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang digolongkan sebagai
tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari kelenjar yang memproduksi air
susu, tetapi tidak berkembang melewati dinding lobulus. Mengacu pada National
Cancer Institute, Amerika Serikat, seorang wanita dengan LCIS memiliki peluang
25% munculnya kanker invasive (lobular atau lebih umum sebagai infiltrating
ductal carcinoma) sepanjang hidupnya.8

2. Invasive carcinoma
I. Paget’s disease dari papilla mammae
Paget’s disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada tahun 1974.
Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla mammae, dapat
berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease biasanya berhubungan
dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan mungkin berhubungan
dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan menunjukkan suatu populasi
sel yang identik (gambaran atau perubahan pagetoid). Patognomonis dari kanker

6
ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan bervakuola (Paget's cells) dalam
deretan epitel. Terapi pembedahan untuk Paget's disease meliputi lumpectomy,
mastectomy, atau modified radical mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan
adanya kanker invasif.
II. Invasive ductal carcinoma
a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)
Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60% kasus
kanker ini mengadakan metastasis (baik mikro maupun makroskopik) ke KGB
aksila. Kanker ini biasanya terdapat pada wanita perimenopause or
postmenopause dekade kelima sampai keenam, sebagai massa soliter dan keras.
Batasnya kurang tegas dan pada potongan meilntang, tampak permukaannya
membentuk konfigurasi bintang di bagian tengah dengan garis berwarna putih
kapur atau kuning menyebar ke sekeliling jaringan payudara. Sel-sel kanker sering
berkumpul dalam kelompok kecil, dengan gambaran histologi yang bervariasi.
b. Medullary carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara, berkisar 4% dari
seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan kanker payudara herediter
yang berhubungan dengan BRCA-1. Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi
sekunder terhadap nekrosis dan perdarahan. 20% kasus ditemukan bilateral.
Karakterisitik mikroskopik dari medullary carcinoma berupa (1) infiltrat
limforetikular yang padat terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma; (2) inti
pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk dan mitosis aktif; (3) pola
pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal atau tidak ada diferensiasi duktus
atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini berhubungan dengan DCIS dengan
karakteristik terdapatnya kanker perifer, dan kurang dari 10% menunjukkan
reseptor hormon. Wanita dengan kanker ini mempunyai 5-year survival rate yang
lebih baik dibandingkan NST atau invasive lobular carcinoma.
c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)
Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe khusus lain dari kanker
payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif, biasanya muncul
sebagai massa tumor yang besar dan ditemukan pada wanita yang lebih tua.

7
Karena komponen musinnya, sel-sel kanker ini dapat tidak terlihat pada
pemeriksaan mikroskopik.
d. Papillary carcinoma (2%)
Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara sekitar 2% dari
semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan pada wanita dekade
ketujuh dan sering menyerang wanita non kulit putih. Ukurannya kecil dan jarang
mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan kawan-kawan menunjukkan frekuensi
metastasis ke KGB aksila yang rendah dan 5- and 10-year survival rate mirip
mucinous dan tubular carcinoma.
e. Tubular carcinoma (2%)
Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara sekitar 2%
dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan pada wanita
perimenopause dan pada periode awal menopause. Long-term survival mendekati
100%.

III. Invasive lobular carcinoma (10%)


Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara. Gambaran
histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli tidak jelas, dan
sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi adanya musin dalam
sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring cell carcinoma). Seringnya
multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena pertumbuhannya yang tersembunyi
sehingga sulit untuk dideteksi.

D. Staging 11

Berikut klasifikasi staging tumor payudara menurut American Joint


Committee on Cancer (AJCC) tahun 2016.

Tabel 1. Klasifikasi berdasarkan Tumor (T)


Tumor Primer (T)
Tx Tumor tidak dapat dinilai
To Tidak dapat ditunjukkan adanya tumor primer
Tis (DCIS) Karsinoma in situ

8
Tis (Paget) Penyakit Paget dari nipple tidak berhubungan dengan
karsinoma invasif dan/atau karsinoma in situ (DCIS) di
parenkim payudara yang mendasarinya.
T1 Tumor ≤ 20 mm dalam dimensi terbesar
T1mi Tumor ≤ 1 mm dalam dimensi terbesar
T1a Tumor > 1 mm tapi ≤ 5 mm dalam dimensi terbesar
(sepanjang pengukuran apapun >1.0-1.9 mm hingga 2 mm)
T1b Tumor > 5mm tapi ≤ 10 mm pada dimensi terbesar
T1c Tumor >10 mm tapi ≤ 20 mm pada dimensi terbesar
T2 Tumor >20 mm tapi ≤ 50 mm pada dimensi terbesar
T3 Tumor >50 mm pada dimensi terbesar
T4 Tumor tanpa memandang ukurannya telah menunjukkan
perluasan secara langsung ke dalam dinding thoraks
dan/atau kulit (ulserasi atau nodul kulit), tidak termasuk
invasi kulit saja.
T4a Ekstensi ke dinding dada, tidak termasuk hanya invasi otot
pectoralis.
T4b Ulserasi dan/atau nodul satelit ipsilateral dan/atau edema
(termasuk peau d’orange) dari kulit, yang tidak memenuhi
kriteria dari inflamasi karsinoma.
T4c Kedua T4a dan T4b
T4d Inflamasi karsinoma

Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Nodul Limfe Regional


Nodul Limfe Regional (N)
cNX Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai

cN0 Tidak ada metastase kelenjar getah bening regional (pada


imaging atau pemeriksaan fisik)
cN1 Metastase ke kelenjar getah bening axilla ipsilateral level I,II
tapi masih bisa digerakkan
cN1mi Mikrometastase (sekitar 200 sel, lebih besar dari 0.2 mm tapi

9
tidak lebih besar dari 2 mm)
cN2 Metastase KGB di ipsilateral level I,II yang secara klinis
melekat dan terfiksasi; atau di ipsilateral kelenjar mammae
internal tanpa adanya metastasis KGB aksila yang terbukti
secara klinis.
cN2a Metastase di KGB ipsilateral level I,II yang melekat satu
sama lain atau di sekitarnya.
cN2b Metastase hanya di nodul kelenjar mamme interna ipsilateral
dan tanpa adanya metastasis KGB aksila
cN3 Metastase pada KGB infraclavicular ipsilateral dengan atau
tanpa keterlibatan KGB aksila, atau pada KGB mamaria
interna yang terdeteksi secara klinis dan jika terdapat
metastasis KGB aksila secara klinis; atau metastasis pada
KGB supraclavicula ipsilateral dengan atau tanpa
keterlibatan KGB aksila atau mamaria interna
cN3a Metastasis di KGB infraclavicular ipsilateral
cN3b Metastasis di KGB mammr internal ipsilateral dan KGB
axilla
cN3c Metastasis di KGB supraclavicula ipsilateral

Tabel 3. Klasifikasi Berdasarkan Metastase


Metastase Jauh (M)
M0 Tidak ada bukti klinis atau imaging adanya metastase jauh

cM0(i+) Tidak ada bukti klinis atau imaging adanya metastase jauh
dengan adanya sel tumor atau deposit yang tidak lebih besar
dari 0.2 mm yang dideteksi secara mikroskopis atau teknik
molekular pada sirkulasi darah, sum-sum tulang, atau nodul
tissue non regional lainnya pada pasien tanpa tanda dan
gejala dari metastase.
cM1 Metastase jauh terdeteksi dengan gejala klinis dan
pemeriksaan radiografi.
pM1 Terdapat bukti metastasis secara histologi pada organ lain;

10
atau jika di nodul non regional, metastasis >0.2 mm.

Tabel 4. Stadium Klinis Kanker Payudara


STADIUM T M N
0 T1s N0 M0
IA T1 N0 M0
IB T0 N1mic M0
T1 N1mic M0
IIA T0 N1 M0
T1 N1 M0
T2 N0 M0
IIB T2 N1 M0
T3 N2 M0
IIIA T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1-N2 M0
IIIB T4 N0-N2 M0
IIIC Semua T N3 M0

IV Semua T Semua N M1

E. Diagnosis
a. Gejala
Gejala yang yang paling sering meliputi:5
1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting
susunya
a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah
ketiak
b. Puting susu terasa mengeras
2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya
a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara
b. Puting susu tertarik ke dalam payudara

11
c. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak.
Kulit mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.
3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu
Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika sel
kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar limfe
yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke berbagai
bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.6
Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada
payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang ditemukan
meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan pada puting susu
dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit payudara,
massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita dengan kanker
payudara tidak memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara biasanya
berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.8

b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah terdapat edema
(peau d’orange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema.8

2. Palpasi

12
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi
kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang teraba
atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya, konsistensinya,
bentuk, mobilitas atau fiksasinya.8

c. Pemeriksaan penunjang
1. Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk
mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat dipalpasi.
Karsinoma yang tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan mammografi
setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui
palpasi.8
Mammografi telah digunakan di Amerika Utara sejak tahun 1960 dan teknik
ini terus dimodifikasi dan diimprovisasi untuk meningkatkan kualitas gambarnya.
Mammografi konvensional menyalurkan dosis radiasi sebesar 0,1 sentigray (cGy)
setiap penggunaannya. Sebagai perbandingan, Foto X-ray thoraks menyalurkan
25% dari dosis radiasi mammografi. Mammografi dapat digunakan baik sebagai
skrining maupun diagnostik. Mammografi mempunyai 2 jenis gambaran, yaitu
kraniokaudal (CC) dan oblik mediolateral (MLO). MLO memberikan gambaran
jaringan mammae yang lebih luas, termasuk kuadran lateral atas dan axillary tail
of Spence. Dibandingkan dengan MLO, CC memberikan visualisasi yang lebih
baik pada aspek medial dan memungkinkan kompresi payudara yang lebih besar.
Radiologis yang berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma payudara
dengan tingkat false-positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%.
Gambaran mammografi yang spesifik untuk karsinoma mammae antara lain

13
massa padat dengan atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate), penebalan
asimetris jaringan mammae dan kumpulan mikrokalsifikasi. Gambaran
mikrokalsifikasi ini merupakan tanda penting karsinoma pada wanita muda, yang
mungkin merupakan satu-satunya kelainan mammografi yang ada. Mammografi
lebih akurat daripada pemeriksaan klinis untuk deteksi karsinoma mammae
stadium awal, dengan tingkat akurasi sebesar 90%. Protokol saat ini berdasarkan
National Cancer Center Network (NCCN) menyarankan bahwa setiap wanita
diatas 20 tahun harus dilakukan pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada usia di
atas 40 tahun, pemeriksaan payudara dilakukan setiap tahun disertai dengan
pemeriksaan mammografi. Pada suatu penelitian atas screening mammography,
menunjukkan reduksi sebesar 40% terhadap karsinoma mammae stadium II, III
dan IV pada populasi yang dilakukan skrining dengan mammografi.9

2. Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk
membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan
untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat. Pada pemeriksaan
dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran dengan batas yang tegas
dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di bagian tengahnya. Massa
payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang halus, berbentuk oval atau
bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan batas yang tegas. Karsinoma
mammae disertai dengan dinding yang tidak beraturan, tetapi dapat juga berbatas
tegas dengan peningkatan akustik. USG juga digunakan untuk mengarahkan fine-
needle aspiration biopsy (FNAB), core-needle biopsy dan lokalisasi jarum pada
lesi payudara. USG merupakan pemeriksaan yang praktis dan sangat dapat
diterima oleh pasien tetapi tidak dapat mendeteksi lesi dengan diameter ≤ 1 cm.8

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada
mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada

14
pemeriksaan klinis dan mammografi tidak didapat kelainan, maka kemungkinan
untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat kecil.8
MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan
untuk skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma
mammae yang rekuren atau jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam
memeriksa mammae kontralateral pada wanita dengan karsinoma payudara,
menentukan penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma lobuler atau
menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan.9

4. Biopsi
Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan
sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional
dengan resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam
diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah pengambilan
sampel, karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi false-positive
dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat false-negative
sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak akan menghiraukan
massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi FNA adalah negatif, kecuali
secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan sitologi semuanya menunjukkan hasil
negatif.
Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti
jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core
needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di klinik
dan cost-effective dengan anestesi lokal.9
Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum
memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat
dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif, memberikan
hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi ketika hasilnya
negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. Open biopsy dapat berupa
biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi insisional mengambil
sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila tidak tersedianya core-
needle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan gambaran DCIS saja atau

15
klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi tidak tersedia core-needle
biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh massa payudara diambil.9

5. Biomarker
Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis. Biomarker
sebagai salah satu faktor yang meningkatkan resiko karsinoma mammae.
Biomarker ini mewakili gangguan biologik pada jaringan yang terjadi antara
inisiasi dan perkembangan karsinoma. Biomarker ini digunakan sebagai hasil
akhir dalam penelitian kemopreventif jangka pendek dan termasuk perubahan
histologis, indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang mengarah pada
karsinoma.
Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae
antara lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen
(PNCA), BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio bax:bcl-
2; (3) petanda angiogenesis seperti vascular endothelial growth factor (VEGF)
dan indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth factor receptors seperti
human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan epidermal growth factor
receptor (EGFr) dan (5) p53.8

F. Penatalaksanaan
Terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif dianjurkan untuk
stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan
inflammatory carcinoma mungkin dapat disembuhkan dengan terapi
multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif diberikan
pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh atau
untuk karsinoma lokal yang tidak dapat direseksi.9

a. Terapi secara pembedahan


1. Mastektomi partial (breast conservation)

16
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor
primer hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status
KGB (kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut juga
sebagai reseksi segmental, lumpectomy, mastektomi partial dan tylectomy.
Tindakan konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk wanita dengan
karsinoma mammae invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya
memerlukan reseksi tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy
dilakukan, insisi dengan garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex
dibuat pada kulit diatas karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan
diliputi oleh jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang
bebas dari jaringan tumor. Dilakukan juga permintaan atas status reseptor
hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada patologis.
Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla ipsilateral
untuk penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional. Saat ini, sentinel
node biopsy merupakan prosedur staging yang dipilih pada aksilla yang tidak
ditemukan adanya pembesaran KGB. Ketika sentinel node biopsy menunjukkan
hasil negatif, diseksi KGB akilla tidak dilakukan.9

2. Modified Radical Mastectomy


Modified radical mastectomy mempertahankan baik M. pectoralis mayor and
M. pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla level I dan II tetapi tidak
level III. Modifikasi Patey mengangkat M. pectoralis minor dan diseksi KGB
axilla level III. Batasan anatomis pada Modified radical mastectomy adalah batas
anterior M. latissimus dorsi pada bagian lateral, garis tengah sternum pada bagian
medial, bagian inferiornya 2-3 cm dari lipatan infra-mammae dan bagian
superiornya m. subcalvia.
Seroma dibawah kulit dan di aksilla merupakan komplikasi tersering dari
mastektomi dan diseksi KGB aksilla, sekitar 30% dari semua kasus. Pemasangan
closed-system suction drainage mengurangi insidensi dari komplikasi ini. Kateter
dipertahankan hingga cairan drainage kurang dari 30 ml/hari. Infeksi luka jarang
terjadi setelah mastektomi dan kebanyakan terjadi sekunder terhadap nekrosis
skin-flap. Pendarahan sedang dan hebat jarang terjadi setelah mastektomi dan

17
sebaiknya dilakukan eksplorasi dini luka untuk mengontrol pendarahan dan
memasang ulang closed-system suction drainage. Insidensi lymphedema
fungsional setelah modified radical mastectomy sekitar 10%. Diseksi KGB aksilla
ekstensif, terapi radiasi, adanya KGB patologis dan obesitas merupakan faktor-
faktor predisposisi. 8

b. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)


1. Radioterapi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae.
Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan
diberikan untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium
I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada kasus
resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.
Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko
rekurensi dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan
dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan.8

2. Kemoterapi
a. Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada karsinoma mammae
tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5 cm dan tidak
dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan
dengan resiko rekurensi tinggi maka kemoterapi dapat diberikan. Faktor
prognostik yang tidak menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau
limfe, tingkat kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status
reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk diberikan
kemoterapi adjuvan.
Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain siklofosfamid,
doxorubisin, 5-fluorourasil dan methotrexate.
Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor hormonalnya negatif
dan lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk diberikan.
Rekomendasi pengobatan saat ini, berdasarkan NSABP B-15, untuk stadium IIIa

18
yang operabel adalah modified radical mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan
dengan doxorubisin diikuti terapi radiasi. 8

b. Neoadjuvant chemotherapy
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan sebelum
dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor terlalu besar
untuk dilakukan lumpectomy.
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut adalah
kemoterapi neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau
lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila diperlukan, diikuti kemoterapi
adjuvan, dilanjutkan dengan terapi radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan
IIIb, kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran
tumor tersebut, sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical
mastectomy, diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi. 8

3. Terapi anti-estrogen
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa
reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini
ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih
berdiferensiasi baik.
Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen
menghambat pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis
terhadap anti-estrogen sekitar 60% pada wanita dengan karsinoma mammae
dengan reseptor hormon yang positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10% pada
reseptor hormonal yang negatif. Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi adalah
tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot flushes, mual, muntah dan
retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan tamoxifen. Resiko jangka panjang
pengunaan tamoxifen adalah karsinoma endometrium. Terapi dengan tamoxifen
dihentikan setelah 5 tahun. Beberapa ahli onkologi merekomendasikan tamoxifen
untuk ditambahkan pada terapi neoadjuvan pada karsinoma mammae stadium
lanjut terutama pada reseptor hormonal yang positif. Untuk semua wanita dengan

19
karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen (tamoxifen), dipilih sebagai terapi
awal.8

4. Terapi antibodi anti-HER2/neu


Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang baru
didiagnosis, saat ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk tujuan prognostik
pada pasien tanpa pembesaran KGB, untuk membantu pemilihan kemoterapi
adjuvan karena dengan regimen adriamycin menberikan respon yang lebih baik
pada karsinoma mammae dengan overekspresi HER-2/neu. Pasien dengan
overekspresi Her-2/neu mungkin dapat diobati dengan trastuzumab yang
ditambahkan pada kemoterapi adjuvan.

G. Prognosis
Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara tahun
1983-1987 telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan hasil
akhir program data, didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk stadium I
adalah 94%, stadium IIa 85%, IIb 70%, dimana pada stadium IIIa sekitar 52%,
IIIb 48% dan untuk stasium IV adalah 18%.8

20
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : LA
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 58 tahun
Tanggal lahir : 08 Mei 1960
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Lai Siau Tengah
Suku/Bangsa : Sangihe/Indonesia
Pekerjaan : IRT
MRS : 13 November 2018
RM : 53.32.49

B. Anamnesis Pasien
Keluhan Utama: Benjolan di payudara kiri disertai kelemahan umum
Riwayat Penyakit Sekarang:
Keluhan benjolan di payudara kiri dialami penderita sejak 2 tahun yang lalu.
Awalnya benjolan sebesar kelereng kemudian bertambah besar hingga
berukuran 15x15 cm dalam waktu 2 tahun. Kemudian sejak 7 bulan sebelum
masuk rumah sakit, timbul luka pada benjolan. Kelemahan umum dialami
sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam (+), mual (+), muntah (+)
isi makanan. Riwayat haid tidak teratur. Riwayat penurunan berat badan (+).
Pasien sudah menjalani kemoterapi sebanyak 6 kali.

Riwayat obstetric dan ginekologi:


P2A0. Pasien menikah umur 18 tahun. Memiliki anak pertama saat usia 19
tahun, anak kedua saat usia 20 tahun. Haid pertama kali umur 13 tahun,
riwayat haid tidak teratur.

Riwayat penggunaan KB: spiral


Lifestyle:

21
Alkohol (-), merokok (-).

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat penyakit jantung, kolesterol, diabetes disangkal penderita.

Riwayat Pengobatan:
Pasien sudah kemoterapi sebanyak 6 kali, telah dimulai sejak Juni 2018.
Sejak Januari 2016, pasien juga menggunakan obat herbal selama ±8 bulan

Riwayat paparan radiasi:


Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:


Hanya pasien yang mengalami penyakit seperti ini.

C. Pemeriksaan Fisik
a) Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5)
Tanda vital
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Respirasi : 22x/menit
Nadi : 90x/menit, regular, isi cukup
Suhu : 37,1°C
Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil
bulat isokor, diameter 3 mm x 3 mm, refleks
cahaya +/+, bibir tidak ada sianosis.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening,
trakea letak normal.
Paru-paru
Inspeksi : pernapasan dada kanan=kiri
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri

22
Perkusi : sonor kanan = kiri
Auskultasi : bunyi pernapasan vesikuler, rhonki (-/-), wheezing
(-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung kanan dan kiri dalam batas normal
Auskultasi : BJ I/II regular, murmur (-), gallop

Abdomen
Inspeksi : tampak datar
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : teraba lemas, NT (-).
Perkusi : timpani

Status Gizi
TB : 155 cm
BB : 55 kg
BMI : 22.06

b) Status Lokalis
Regio mammae sinistra
Tampak benjolan ukuran 15x15 cm, ulkus (+), keras, mobile, nyeri (+)

KGB Axilla Sinistra


Inspeksi : tidak tampak benjolan
Palpasi : tidak teraba massa
KGB Axilla Dextra
Inspeksi : tidak tampak benjolan
Palpasi : tidak teraba massa
KGB Infraklavikula Sinistra
Inspeksi : tidak tampak benjolan

23
Palpasi : tidak teraba massa
KGB Infraklavikula Dextra
Inspeksi : tidak tampak benjolan
Palpasi : tidak teraba massa
KGB Supraklavikula Sinistra
Inspeksi : tidak tampak benjolan
Palpasi : tidak teraba massa
KGB Supraklavikula Dextra
Inspeksi : tidak tampak benjolan
Palpasi : tidak teraba massa

D. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium 13 November 2018
Leukosit : 1400 /uL
Eritrosit : 3.02 10^6/uL
Hemoglobin : 9.9 g/dL
Hematokrit : 28.2 %
Trombosit : 122 10^3/uL
MCH : 32.8 pg
MCHC : 35.1 g/dL
MCV : 93.4 fL
SGOT : 19 U/L
SGPT : 15 U/L
Ur : 24 mg/dL
Cr : 0.6 mg/dL
GDS : 90 mg/dL
Klorida : 93.7 mEq/L
Kalium : 3.37 mEq/L
Natrium : 134 mEq/L
Hemostasis :
PT : 12.8”
APTT : 33.2”

24
INR : 0.93”
b. Pemeriksaan Laboratorium 15 November 2018
Leukosit : 800 /uL
Eritrosit : 2.47 10^6/uL
Hemoglobin : 7.9 g/dL
Hematokrit : 22.6 %
Trombosit : 70 10^3/uL
MCH : 32.0 pg
MCHC : 35.0 g/dL
MCV : 91.5 fL
Klorida : 101.0 mEq/L
Kalium : 3.4 mEq/L
Natrium : 129 mEq/L
c. Pemeriksaan Laboratorium 19 November 2018
Leukosit : 3700 /uL
Eritrosit : 3.23 10^6/uL
Hemoglobin : 9.8 g/dL
Hematokrit : 30.2 %
Trombosit : 161 10^3/uL
MCH : 30.4 pg
MCHC : 32.5 g/dL
MCV : 93.5 fL
SGOT : 12 U/L
SGPT : 9 U/L
Ur : 14 mg/dL
Cr : 0.6 mg/dL
GDS : 90 mg/dL
Albumin : 2.49 g/dL
Klorida : 100.7 mEq/L
Kalium : 2.84 mEq/L
Natrium : 137 mEq/L
Hemostasis :

25
PT : 14.4”
APTT : 34.3”
INR : 1.09”
d. Pemeriksaan Laboratorium 21 November 2018 (pre-operatif)
Leukosit : 4000 /uL
Eritrosit : 3.55 10^6/uL
Hemoglobin : 10.8 g/dL
Hematokrit : 32.7 %
Trombosit : 189 10^3/uL
MCH : 30.4 pg
MCHC : 33.0 g/dL
MCV : 92.1 fL
Klorida : 103.6 mEq/L
Kalium : 3.18 mEq/L
Natrium : 139 mEq/L
e. Pemeriksaan EKG 19/11/18:

26
Kesan: sinus rhythm 76x/menit dengan T inverted dan flat di V1-V6
suspek anemia dd/ elektrolit imbalance dd/ iskemik
f. Pemeriksaan Patologi Anatomi 24-5-2018: invasive ductal carcinoma
mamae
g. Pemeriksaan Radiologi 14-11-2018 (X-foto thoraks)

- Kesan : dalam batas normal


h. Pemeriksaan laboratorium 26 November 2018 (post-operatif)
Leukosit : 17.600/uL
Eritrosit : 3.4 10^6/uL
Hemoglobin : 10.5 g/dL
Hematokrit : 31.5 %
Trombosit : 285 10^3/uL
MCH : 30.8 pg
MCHC : 33.2 g/dL

27
MCV : 92.7 fL
SGOT : 17 U/L
SGPT : 11 U/L
Bilirubin total : 0.29
Bilirubin direk : 0.09
Ur : 20 mg/dL
Cr : 0.5 mg/dL
GDS : 127 mg/dL
Fosfor : 4.6 mg/dL
Magnesium : 1.43 mg/dL
Albumin : 2.96 mg/dL
Klorida : 104.3 mEq/L
Kalium : 3.25 mEq/L
Natrium : 139 mEq/L
Kalsium : 7.16 mg/dL
Eos 0%; Baso 0%; Netrofil batang 17%; Neutrofil segmen 75%; Limfo
6%; Mono 2%
PT : 15,1”
INR : 1,15”
APTT : 35,0”

E. Diagnosa
Ca Mammae sinistra post Neoadjuvant kemoterapi (T4N0M0)

F. Tatalaksana/Tindakan
Rencana LD Flap + MRM mammae sinistra

G. Follow Up
15/11/2018
S: luka di payudara kiri
O: regio mammae sinistra: massa ukuran 15x15 cm, lunak, mobile, luka (+)
15x15 cm, KGB (-)

28
A: Ca ductal invasive mammae sinistra T4N0M0 + post kemoterapi
neoadjuvant + leukopenia
P: Cek Lab
Leukogen
Analgetik

16/11/2018
S: lemah badan, pucat
O: regio mammae sinistra: massa ukuran 15x15 cm, lunak, mobile, luka (+)
15x15 cm, KGB (-)
A: Ca ductal invasive mammae sinistra T4N0M0 + post kemoterapi
neoadjuvant + leukopenia + anemia + trombositopenia
P: Transfusi WB sampai Hb≥10
Leukogen inj. per 24 jam
Foto Thorax
EKG

17/11/2018
S: lemah badan, pucat
O: regio mammae sinistra: massa ukuran 15x15 cm, lunak, mobile, luka (+)
15x15 cm, KGB (-)
A: Ca mammae sinistra T4N0M0 + post kemoterapi neoadjuvant +
leukopenia + anemia + trombositopenia
P: Transfusi WB
Perbaiki KU
Leukogen cek /24 jam pemberian
Pro MRM

18/11/2018
S: kelemahan umum
O: Kepala: CA +/+

29
regio mammae sinistra: massa ukuran 15x15 cm, lunak, mobile, luka (+)
15x15 cm, KGB (-)
A: Ca mammae sinistra T4N0M0 + post kemoterapi neoadjuvant +
leukopenia + anemia + trombositopenia
P: Transfusi WB
Perbaiki KU
Leukogen
Pro MRM

19/11/2018
S: lemah badan, pucat, benjolan di payudara kiri (+)
O: KU : cukup, Kep: Conj. Anemis +/+
Thor: regio mammae sinistra: benjolan ukuran 15x15 cm, lunak, mobile,
luka (+) 15x15 cm, KGB (-)
USG abd : tidak tampak nodul metastase hepar
A: Ca mammae sinistra T4N0M0 + post kemoterapi neoadjuvant +
leukopenia + anemia + trombositopenia
P: Transfusi WB
Perbaiki KU
Lapor dr. Christian Manginstar,Sp.B(K)Onk: siapkan operasi
LD Flap + MRM

20/11/2018
S: benjolan di payudara kiri
O: regio mammae sinistra: massa ukuran 15x15 cm, lunak, mobile, luka (+)
15x15 cm, KGB (-)
A: Ca mammae sinistra T4N0M0 + post kemoterapi neoadjuvant +
leukopenia + anemia + trombositopenia
P: Transfusi WB
Koreksi Elektrolit (KSR 3x1 tab)
Koreksi Albumin (Human Albumin 40,4 mL)
Persiapan LD Flap + MRM

30
21/11/2018
S: lemah badan, pucat, benjolan di payudara kiri, post transfusi WB
O: KU: baik, Kepala: Conj. Anemis +/+, regio mammae sinistra: massa
ukuran 15x15 cm, lunak, mobile, luka (+) 15x15 cm, KGB (-)
A: Ca mammae sinistra T4N0M0 + post kemoterapi neoadjuvant + anemia
dengan perbaikan + hipokalemia
P: Cek DL post transfuse + elektrolit
Kejar Foto Thorax + EKG
Pro LD Flap Sinistra + MRM

22/11/2018
S: lemah seluruh badan
O: KU: baik, Kepala: Conj. Anemis -/-, regio mammae sinistra: massa
ukuran 15x15 cm, lunak, mobile, luka (+) 15x15 cm, KGB (-)
A: Ca mammae sinistra T4N0M0 + post kemoterapi neoadjuvant +
hipoalbumin + hipokalemia
P: Koreksi albumin
Koreksi elektrolit
Rawat luka
Pro LD Flap Sinistra + MRM

23/11/2018
S: lemah (-), pucat (-)
O: KU: baik, Kepala: Conj. Anemis -/-, regio mammae sinistra: massa
ukuran 15x15 cm, lunak, mobile, luka (+) 15x15 cm, KGB (-)
A: Ca mammae sinistra T4N0M0 + post kemoterapi neoadjuvant +
hipoalbumin + hipokalemia
P: Edukasi
Pro LD Flap Sinistra + MRM : masih menunggu persetujuan anak
kandung
Cek hasil ekspertisi Thorax

31
24/11/2018
S: lemah (-)
O: KU: baik, regio mammae sinistra: massa ukuran 15x15 cm, lunak,
mobile, luka (+) 15x15 cm, KGB (-)
X-foto Thorax: Normal
A: Ca mammae sinistra T4N0M0 + post kemoterapi neoadjuvant +
hipoalbumin + hipokalemia
P: Pro LD Flap Sinistra + MRM

25/11/2018
S: Benjolan dan luka di payudara kiri
O: KU: baik, regio mammae sinistra: massa ukuran 15x15 cm, lunak,
mobile, luka (+) 15x15 cm, KGB (-)
A: Ca mammae sinistra T4N0M0 + post kemoterapi neoadjuvant +
hipokalemia
P: KSR 3x600 mg oral
Rawat luka
TKTP
Pro LD Flap Sinistra + MRM (26/11/2018)

26/11/2018
S: Benjolan dan luka di payudara kiri
O: KU: baik, regio mammae sinistra: massa ukuran 15x15 cm, lunak,
mobile, luka (+) 15x15 cm, KGB (-)
A: Ca mammae sinistra T4N0M0 + post kemoterapi neoadjuvant +
hipokalemia
P: Pro LD Flap Sinistra + MRM (26/11/2018)

27/11/2018
Laporan Operasi:
Nama : Ny. LA
Umur : 58 tahun

32
Jenis Kelamin : Perempuan
Diagnosis pra bedah : Ca mammae sinistra post kemoterapi
Diagnosis pascabedah : Post MRM ec Ca mammae sinistra, Latissimus
dorsi flap
Tanggal : 26-11-2018
Jam mulai : 09.10 – 14.15 (5 jam 5 menit)
Tindakan pembedahan : Modified Radical Mastectomy, Latissimus dorsi
flap
Uraian Pembedahan :
a. Pasien tidur terlentang diatas meja operasi dengan general anestesi
b. Asepsis dan antiseptik lapangan operasi
c. Dilakukan insisi dengan free margin dan batas tumor
d. Dilakukan pengangkatan regio mammae sampai pada facia pectoralis
mayor secara end block
e. Diseksi KGB axilla level I,II
f. Dilakukan kontrol perdarahan.
g. Dibuat incent dips pada daerah punggung sampai pada muscullus
latisimus dorsi dengan preservasi arteri, vena dan nervus thorako
dorsalis.
h. Dilakukan flap anterior dan latisimus dorsi
i. Pasang drain , luka operasi dijahit
j. Operasi selesai.

33
Gambar.Foto klinis pre-operatif
Gambar. Foto klinis pre-operatif

Gambar. Spesimen jaringan payudara


Gambar. Foto Intra-operatif
post-mastektomi

34
Gambar. Foto Post-operatif

Follow up post-operative
27/11/2018
S: Nyeri luka operasi berkurang
O: Regio Mammae sinistra : luka operasi terawat
Regio Thorax Posterior : luka operasi terawatt
Produksi drain I dan II : normal
Produksi drain III: ±100 cc
A: Post MRM + LD Flap ec Ca Mammae Sinistra
P: Terapi lanjut, diet biasa

28/11/2018
S: Nyeri luka operasi
O: Regio Mammae sinistra :
Drain I : ±15 cc serohemoragik
Drain II : ±8 cc serohemoragik
A: Post MRM + LD Flap ec Ca Mammae Sinistra post Neoadjuvant
P: Rawat Luka
Buang drain
Aff Kateter
Antibiotik
Analgetik

29/11/2018
S: Nyeri luka operasi
O: Regio Mammae sinistra : Drain (+), Luka (+)
A: Post MRM H.2 + LD Flap ec Ca Mammae Sinistra post Neoadjuvant
P: Rawat Luka
Buang drain
Aff Kateter

35
Antibiotik
Analgetik

30/11/2018
S: Nyeri luka operasi
O: Regio Mammae sinistra : Luka terawatt, pus (-)
Drain I : 100 cc
Drain II : 100 cc
A: Post MRM + LD Flap ec Ca Mammae Sinistra post Neoadjuvant
P: Rawat Luka
Antibiotik
Analgetik

01/12/2018
S: Nyeri luka operasi
O: Regio Mammae sinistra : Luka terawatt, pus (-)
Drain I : -
Drain II : -
A: Post MRM + LD Flap ec Ca Mammae Sinistra post Neoadjuvant +
Hipoalbumin + Hipokalemia
P: Rawat Luka
Antibiotik
Analgetik

02/12/2018
S: Nyeri luka operasi
O: Regio Mammae sinistra : Luka operasi terawat
Drain : perdarahan (-)
A: Post MRM + LD Flap ec Ca Mammae Sinistra post Neoadjuvant +
Hipoalbumin + Hipokalemia
P: Rawat Luka
Aff Drain

36
Koreksi Albumin
Koreksi Kalium

03/12/2018
S: Nyeri luka operasi
O: Regio Mammae sinistra : Luka operasi terawat
Drain : (-)
A: Post MRM + LD Flap ec Ca Mammae Sinistra post Neoadjuvant +
Hipoalbumin + Hipokalemia
P: Aff Drain
Koreksi Albumin  Human Albumin, Diet tinggi protein
Konsul Gizi  sudah bikin pengantar
Koreksi elektrolit  KSR + KCL

04/12/2018
S: Nyeri luka operasi
O: Regio Mammae sinistra : Luka operasi terawat
Drain : (-)
A: Post MRM + LD Flap ec Ca Mammae Sinistra post Neoadjuvant +
Hipoalbumin + Hipokalemia
P: Koreksi Albumin  Human Albumin, Diet tinggi protein
Koreksi elektrolit  KSR + KCL
Rawat jalan kontrol ke Poli Bedah Onkologi tgl 07/12/2018

37
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus pasien adalah seorang perempuan berusia 58 tahun. Hal ini sesuai
degan pustaka yang mengatakan bahwa insiden kanker payudara dan tingkat
kematiannya meningkat seiring dengan usia. Lebih dari dua per tiga kasus kanker
payudara didiagnosis pada wanita berusia 50 tahun ke atas, dan kebanyakan
terjadi di negara-negara maju. Sementara negara berkembang kasus kanker
payudara justru lebih sering didiagnosis pada usia 15-49 tahun.3
Pasien tidak memiliki riwayat kanker payudara dalam keluarga. Sekitar 20-
25% pasien kanker payudara memiliki riwayat keluarga yang positif, dan 5-10%
di antaranya diwariskan secara autosomal dominan. Sejumlah alel gen telah
ditemukan dan secara klinis sangat signifikan. Sindrom predisposisi kanker
payudara berhubungan dengan mutasi gen BRCA1 dan BRCA2. Perempuan
memiliki risiko mengalami kanker payudara sebanyak 65-81% pada mutasi gen
BRCA1 dan 45-85% pada mutasi gen BRCA2.12 Adanya tumor payudara bilateral
pada pasien juga disebabkan oleh predisposisi genetis. Carrier mutasi gen
BRCA1 dan BRCA2 yang didiagnosis kanker payudara memiliki risiko yang
tinggi untuk mengalami kanker pada payudara kontralateral. Risiko tersebut dapat
mencapai 53% pada carrier dan 2% pada non-carrier.1,2
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien sakit sedang, kesadaran
compos mentis, tekanan darah 100/70 mmHg, respirasi 22x/m, nadi 90x/m, suhu
37.100C. Konjungtiva ditemukan anemis, sklera tidak ikterik. Tidak ditemukan
pembesaran kelenjar getah bening. Pada payudara kiri terlihat adanya massa
dengan ukuran 15x15cm, luka (+) 15x15 cm, KGB (-), pada perabaan mobile dan
lunak.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien kanker payudara
yaitu mammografi, ultrasonografi, dan biopsy. Mammografi merupakan
pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk mendeteksi kanker payudara
sebelum benjolan atau massa dapat dipalpasi. Karsinoma yang tumbuh lambat
dapat diidentifikasi dengan mammografi setidaknya 2 tahun sebelum mencapai
ukuran yang dapat dideteksi melalui palpasi.8 Pada suatu penelitian atas screening
mammography, menunjukkan reduksi sebesar 40% terhadap karsinoma mammae

38
stadium II, III dan IV pada populasi yang dilakukan skrining dengan
mammografi.9 USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk
membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan
untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat. USG juga digunakan
untuk mengarahkan fine-needle aspiration biopsy (FNAB), core-needle biopsy
dan lokalisasi jarum pada lesi payudara. USG merupakan pemeriksaan yang
praktis dan sangat dapat diterima oleh pasien tetapi tidak dapat mendeteksi lesi
dengan diameter ≤ 1 cm.8 Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan
dengan pemeriksaan sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada
biopsi eksisional dengan resiko yang rendah. FNAB atau core-needle biopsy,
ketika hasilnya positif, memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko
yang rendah, tetapi ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan open
biopsy.
Pada pasien dilakukan FNAB, hasil pemeriksaan FNAB payudara kiri
menunjukkan adanya invasive ductal carcinoma (IDC). IDC mencakup 65%
hingga 85% dari keseluruhan kasus kanker payudara. Hal ini juga sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rondonuwu (2015) di RSUP Prof RD Kandou
Manado, dimana dari 151 kasus 147 di antaranya adalah IDC.4 IDC adalah salah
satu subtype histologis kanker payudara dimana didapatkan adanya proliferasi sel
ductal malignan disertai dengan adanya invasi stroma.4,8
Penatalaksanaan ca mammae dapat secara pembedahan dan non pembedahan.
Secara pembedahan dapat dilakukan mastektomi partial, modified radical
mastectomy. Secara non pembedahan, dapat dilakukan radioterapi, dan
kemoterapi. Pada pasien ini, telah dilakukan penanganan ca mammae dengan non
pembedahan, yaitu dengan menggunakan kemoterapi. Kemoterapi yang
digunakan pada pasien ini yaitu kemoterapi neoadjuvan yang diberikan sebelum
dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila ukuran tumor terlalu
besar.9
Penatalaksanaan utama pasien yang sudah stadium IV adalah kemoterapi
sistemik yang telah dilakukan sebanyak enam siklus sejak bulan Juni 2018. Pada
stadium lanjut dengan metastasis, sel kanker telah menyebar ke seluruh sirkulasi
tubuh, sehingga terapi utamanya adalah terapi sistemik. Terapi sistemik mencakup

39
terapi hormonal (bergantung status hormone), kemoterapi sistemik, terapi target
atau imunoterapi maupun kombinasi dari ketiganya.8,9
Setelah dilakukan kemoterapi sebanyak enam siklus, pasien menjalani
tindakan modified radical mastectomy (MRM) pada payudara kiri. Reseksi tumor
primer pada kanker payudara stadium IV hanya efektif untuk meredakan gejala
lokal di daerah toraks, seperti perdarahan dan ulserasi maupun nyeri akibat invasi
pada dinding dada. Selain itu, tindakan bedah juga diduga dapat mengurangi
volume tumor dan menghambat pembelahan sel metastatik dari tumor primer,
mereaktivasi autoimunitas serta meningkatkan efisiensi pengobatan.21 Ketika
keadaan umum pasien mulai membaik dan luka operasi telah menyembuh
sempurna, pasien dipulangkan untuk rawat jalan.8

40
BAB V

KESIMPULAN

1. Karsinoma payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah


karsinoma serviks uterus. Pencegahannya dapat dilakukan dengan
pemeriksaan rutin payudara.
2. Penegakan diagnosis Karsinoma payudara dapat dilakukan melalui prosedur
pemeriksaan klinis dan beberapa pemeriksaan penunjang, dengan Gold
standard diagnostik menggunakan pemeriksaan histopatologik

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Bray F, Ferlay J, Soerjomataram I, et al. Global Cancer Statistics 2018:


GLOBOCAN Estimates of Incidence and Mortality Worldwide for 36
Cancers in 185 Countries. Ca Cancer J Clin. 2018;68:394–424.
2. Humaera R. Diagnostik dan tatalaksana Karsinoma Mamae stadium 2.
Fakultas kedokteran universitas Lampung. 2017. 1-2.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Riset Kesehatan Dasar 2013.
4. Sjamsuhidajat R, de Jong W (Editor). Payudara. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi kedua. Jakarta : EGC, 2004. Hal. 478-487.
5. Israel, A. Rondonuwu, Harlinda Haroen, Frans Wantania. Profil kanker
payudara di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2013 – 2014.
Jurnal e-Clinic (eCl). 2016;4:1-4.
6. Brunicardi CF. Schwartz’s principles of surgery. Ninth edition. USA :
McGraw-Hills, 2010.
7. Moningkey, Shirley Ivonne, 2000. Epidemiologi Kanker Payudara. Medika;
Januari 2000. Jakarta.
8. Moore KL, Dalley AF. Clinically oriented anatomy. 5 th ed. Philadelphia,
PA:Lippincott Williams & Wilkins; 2013
9. Purwanto H, Handojo D, Haryono SJ, Harahap WA. Panduan
Penatalaksanaan Kanker Payudara PERABOI Edisi 2014. Hal 17-22, 65-72
10. Vaidya, M.P, and Shukla, H.S. A textbook of Breast Cancer. Vikas
Publishing House PVT LTD. 2010.
11. Giuliano AE, Connolly JL, Edge SB, Mittendorf EA, Rugo HS, Solin LJ, et
al. Breast Cancer-Major changes in the American Joint Committee on
Cancer eighth edition cancer staging manual. CA Cancer J Clin. 2017 Mar
14.

42

Anda mungkin juga menyukai