Anda di halaman 1dari 4

Nama : Adhitya Ferdiansyah

No. Mhs : 21/484243/PTK/13990

MAGISTER PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

DEPARTEMEN TEKNIK ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN – FAKULTAS TEKNIK


UGM UJIAN AKHIR SEMESTER
SEMESTER I 2021/2022

Topik 1 : Banjir dan Defortasi


Hutan di Indonesia memiliki julukan sebagai salah satu paru-paru dunia dengan
menyumbang oksigen terbesar ke dua dengan tujuan demi keberlangsungan makhluk hidup
(Shafitri, Prasetyo & Haniah, 2018). Area hutan yang semakin berkurang menyebabkan cadangan
oksigen dunia yang semakin menipis. Deforetasi hutan merupakan penurunan luas hutan yang di
sebabkan oleh konversi lahan menjadi pertanian, perkebunan, pertambangan maupun permukiman
(Addinul yakin, 2017). Menurut data walhi di perkirakan pada tahun 1950-1985 angka kerusakan
hutan di Indonesia mencapai 32,9 juta ha atau setara dengan 942 ribu ha/tahun. Pada tahun 1991-
2001 laju deforestasi hutan di perkiran mencapai 2-2,4 juta hektar per tahun ( Hamimah, 2001).
Hingga tahun 2017-2018 laju deforestasi menurun menjadi 0,44 juta hektar per tahun dengan
provinsi Kalimantan memiliki laju deforestasi terbesar sejumlah 20,69% atau sejulah 143,094 ha
(Renstra KLKH 2020-2024). Menurut dokumen renstra KLHK beberapa kegiatan yang
mengindikasikan nya penyebab deforestasi hutan adalah a.) pengelolaan hutan belum lestari , b.)
Perizinan dan pengelolaan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peruntukan nya,
c.)Perambahan dan okupasi lahan perusahaan, d.) Pencurian kayu dan penebangan secara illegal,
e.) Di perkirakan 57% defortasi hutan di Indonesia Sebagian besar di sebabkan oleh perubahan
menjadi perkebunan sawit dan perkebunan kertas (Ariana, 2017). Adanya kesalahan dalam
melaksanaan perijinan tataruang menyebakan dampak yang cukup serius dalam pengelolaan
fungsi hutan.

Sebagai contoh pada penghujung tahun 2021 di beberapa wilayah Kalimantan Barat di
terjang bencana banjir. Bencana ini menyebabkan dampak yang cukup parah di Kalimantan Barat
diantaranya Kabupaten Sintang, Kabupaten Malawi, Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Sekadau.
Hipotesis yang beredar banjir di Kalimantan Barat di sebabkan karena massif nya deforestasi hutan
yang terjadi di wilayah tersebut. Hal ini juga di perkuat dengan mencuatnya statmen dari gubernur
Kalimantan Barat yakni banjir di sebabkan oleh kerusakan DAS Kapuas yang mencapai 70% di
tambah dengan pertambangan liar dan perkebunan sawit. Di lansir dari data global forest watch
dalam kurun waktu tahun 2000-2020 penurunan tutupan lahan hutan sejumlah 26%, sementara itu
menurut data greenpeace 1,2 juta ha hutan hilang sejak tahun 2001-2020. Tidak hanya defortasi
hutan kesalahan dalam iijn rencana tataruang menjadi pemicu terjadinya bencana banjir. Luas
kawasan hutan produksi di Kalimantan Barat mencapai 12 juta ha dan yang di ijinkan dalam
rencana tataruang wilayah seluas 6,4 juta. Dampak dari bencana ini hingga menyebabkan 140.468
jiwa dan 35.117 rumah warga yang terdampak. Selain faktor alam di tambah lagi dengan adanya
kelalaian dari kementrian lingkungan hidup dan kehuatanan, kurang optimalnya distribusi bantuan
dari Kementrian Sosial dan belum adanya basis data banjir. Dari studi kasus diatas bahwa adanya
perubahan lahan hutan yang massif di Provinsi Kalimantan Barat karenanya adanya peran
perusahaan yang dapat merubah kebijakan dari pemerintah. Hal ini sesuai dengan konsep planning
and facult yang di tulis oleh Bent Flyvbjerg and Tim Richardson. Dalam konsep tersebut terdapat
2 sudut pandangan dari jurgen Habermas dan Michael facult.
Pandangan teori jurgen Habermas di sebutkan bahwa semua orang memiliki kedudukan
yang sama dan kelamahan dasar dari teori Habermas adalah tidak sesuai dengan kondisi realitanya.
Padangan teori Michael focoult lebih relevan di karenakan adanya sebuah power atau kekuasaan
yang dapat mempengaruhi suatu kelompok. Pandangan Habermas susah di terapkan di Indonesia
di karenakan banyak nya dominasi kekuasan membuat mudah mempengaruhi sebuah kebijakan
yang telah di terapkan. Hal terpenting dalam sebuah teori facult yakni menghubungkan sebuah
kekuasaan dengan ruang hal tersebut menghasilkan sebuah kekuasaan ruang. Jika ruang tersebut
berhasil di kendalikan maka kekuasan tersebut dapat dibuat ulang oleh individu yang memiliki
kekuasan . Karya dari michael facult tersebut di ibarakan desain Panopticon sebagai ruang fisik
yang mampu memberikan control kepada para tahanan. Oleh karena itu desain tersebut
menggambarkan sebuah kondisi sosial politik kontemporer yang di gambarkan sebagai
pengawasan dan control kehidupan sehari hari di kota dimana semuanya mirip seperti penjara.
Konsep dari Michael focult bukan menerima atas penindasan akan tetapi menerima rezim yang
dominasi dan mengkondisikan sehingga dapat menggunakan alat analisis untuk memahami
hubungannya dengan rasionalitas dan pengetahuan, dan menggunakan wawasan yang dihasilkan
secara tepat untuk membawa perubahan. Dalam mewujudkan teori focult di Indonesia pemerintah
membuat sebuah regulasi kontroversial yakni Undang-undang cipta kerja.
Dampak dari terbitnya Undang Undang Cipta Kerja yakni memberikan kemudahan
berusaha baik dari sektor kehutanan, perkebunan dan pertambangan. Kewajiban terhadap
tanggung jawab pelaku usaha di longgarkan dan partisipasi publik terhadap amdal dibatasi,
ketentuan mempertahankan hutan minimal 30% di hapuskan sehingga pemerintah berhak
menuntukan menentukan luas kawasan hutan yang di pertahankan. Terdapat pasal yang mengatur
perolehan perijinan perusahaan tidak memuat kewajiban membuat AMDAL/UKL/UPL sehingga
mempermudah investor masuk. Secara umum larangan penabangan pohon di kawasan hutan tidak
menjadi tindakan pindana sehingga memudahakan peran investor menguras sumberdaya alam
hutan yang tersedia , Permasalahan terkait ketidaksesuaian rencana tataruang dengan peruntukan
nya tidak ada panduan umum. Ketidaksesuaian rencana akan di atur dalam peraturan pemerintah,
jika terdapat ketidaksesuaian antara kawasan hutan dengan rencana maka kawasan tersebut akan
menjadi kawasan holding zone. Jika ketidaksesuaian antara perijinan dan dengan tataruang akan
diberikan grace period agar izin tersebut dapat menyesuaikan dengan kondisi rencana tataruang (
Indonesia center for environmental law , 2020).
Jika di tarik sebuah kesimpulan dari pembahasan ini adanya hubungan antara investor dan
pemerintah ketika sebuah negara membutuhkan pemasukan untuk pembiyaan pembangunan maka
regulasi bisa dirubah mengikuti kondisi realitanya. Hal ini menjadi isu permasalahan apakah
Indonesia akan menjadi sebuah negara yang makmur ketika sudah mencapai 100 tahun
kemerdekaan nya pada tahun 2045? Jika tataruang kalah dengan tatauang yang memungkingkan
meningkatnya resiko bencana alam di Indonesia. Relevansi teori tersebut dengan studi kasus diatas
adalah peran investor yang dapat mengkontrol pemerintah dalam perencanaan maupun
pembangunan. Dari studi kasus diatas adanya ketidaksesuaian rencana tataruang hutan produksi
menyebabkan munculnya sebuah bencana banjir di Kalimantan Barat . Di tambah lemahnya
singkronisasi dokumen rencana tataruang dengan implementasi nya membuat pihak swasta dapat
mengkontrol pembangunan daerah. Lemahnya kordinasi dari peran lembaga kementrian
diakibatkan ego sektoral yang terdapat dalam intitusuional menyebabkan mudah nya kaum
kapitalisme memonopoli sumberdaya alam Indonesia. Sehingga perlunya konsep dari manajemen
perkotaan. Konsep ini bertujuan kepada pemerintah daerah dalam mengkordinasikan serta
mengintegrasikan tindakan publik dan swasta untuk menghadapi permasalahan kota kedepan.
Manajemen perkotaan sebagai pelaku yang berperan penting dalam mengalokasikan sumberdaya
dalam mencapainya pembangunan yang berwasawasan lingkungan. Konsep manajemen perkotaan
di Indonesia merupakan solusi alternatif dan inovatif menghadapi permasalahan yang di hadapi.
Manajemen perkotaan harus lah netral tidak bisa berpihak kepada apapun. Sehingga kebijakan
yang dipilih tidak lah menguntungkan pihak tertentu akan tetapi menguntungkan pihak swasta,
pihak pemerintah dan pihak masyarakat. Sehingga dapat terwujudnya pembangunan berwawasan
lingkungan demi mewujudkan Indonesia emas di tahun 2041 tepat pada 100 tahun Kemerdekaan
nya.

DAFTAR PUSTAKA

• Paris, Chris. 1982. Critical Readings In Planning Theory


• Flyvbjerg, B. 1996. The dark side of planning: rationality and “real rationalitat”. In
Explorations in planning theory, eds. S. J. Mandelbaum, L. Mazza and R. W. Burchell.
Rutgers: Centre for Urban Policy Research.
• Pasya, Gamal. 2017. Penanganan Konflik Lingkungan Kasus Pengelolaan Hutan Lindung
Bukit Rigis Lampung. Jakarta
• Direktoral Jendral Planologi Kehutanan Dan Tata Lingkungan Kementrian Lingkungan
Hidup Dan Kehutanan. 2019. Deforestasi Indonesia tahun 2017-2018.
• Indonesian Central For Environmental Law. 2020. Berbagai Probelmatika Dalam UU
Cipta Kerja Sektor Lingkungan Dan Sumber Daya Alam : Seri #3 seri analisis
• Peraturan Mentri Lingkungan Hidup Dan Kehutahan Republik Indonesia Tentang Rencana
Strategis Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan tahun 2020-2024
• Wahyunu, Herpita & Suranto. 2021. Dampak Deforestasi Hutan Skala Besar terhadap
Pemanasan Global di Indonesia. Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan. Vol. 6 No 1. h. 148-162
• https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-59209128
• https://nasional.kompas.com/read/2021/11/22/15475461/greenpeace-sebut-banjir-sintang-
karena-deforestasi-kalbar-sudah-kehilangan?page=all

Anda mungkin juga menyukai