Anda di halaman 1dari 3

“Koperasi dan System ekonomi Indonesia”

(Dosen Pengampu : Sulaiman Lubis, SE.,MM.)


Mata Kuliah:Ekonomi Koperasi dan umkm

Nama: Rita Ramadhani


Nim :7203510038

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


2020
Berbicara tentang ekonomi, agaknya pada bagian awal kita mempertanyakan apa yang
sebenarnya menjadi tujuan ekonomi. Para ekonom kontemporer biasanya mengatakan bahwa
tujuan ekonomi saat ini meliputi lima hal. Pertama, penciptaan lapangan kerja/menghilangkan
pengangguran. Kedua, distribusi pendapatan yang merata (adil). Ketiga, penciptaan efisiensi.
Keempat, memantapkan stabilitas harga. Kelima, memacu pertumbuhan (economic goals
menurut versi Wonnacot).

Koperasi dan Tujuan Ekonomi

Tujuan yang dikemukakan para ekonomi kontemporer itu senada/selaras dengan apa yang
diungkapkan oleh Moh. Hatta tentang kemakmuran masyarakat pada tahun 1951, yang
memaparkan tentang peningkatan kemakmuran dengan memperbanyak produksi,
memperbaiki kualitas barang, memperbaiki distribusi, memperbaiki harga yang
menguntungkan rakyat banyak, menyingkirkan penghisapan lintah darat dan memelihara
lambung simpanan. Ketujuh hal yang dipaparkan oleh Moh. Hatta itu juga ditekankan supaya
dijadikan sebagai peranan yang harus dijalankan oleh koperasi-koperasi di Indonesia.
Uraian Moh. Hatta paralel dengan ungkapan-ungkapan yang dikemukakan oleh Kagawa
dalam buku tentang “Brotherhood Economics” (ekonomi yang memacu kesejahteraan sosial
bersama dan penghindaran dari penghisapan oleh kekuatan-kekuatan yang meraih kedudukan
istimewa dalam hubungan ekonomi).
Berdasarkan pengalaman praktek selama ini pelaksanaan saling membantu (gotong-royong,
solidaritas, dan perhitungan ekonomis) dalam koperasi-koperasi bermekar dengan baik pada
koperasi-koperasi yang mandiri dan berhasil, Karena penggerak-penggerak koperasi
memegang prinsip-prinsip koperasi yaitu:

 Menolong diri sendiri (self help/autoaktivitas) yang tidak terlepas dari solidaritas
bersama;
 Memelihara anggota koperasi menjadi pemilik koperasi sekaligus menjadi klien
(customer) dari pelayanan-pelayanan atau bisnis yang muncul dalam koperasi;
 Mempromosikan anggota-anggota secara ekonomis dan sosial;
 Meningkatkan efisiensi ekonomis dan sosial;
 Meningkatkan citra otonomi dan koperasi;
 Kegotongroyongan yang terbuka;
 Menata keterbukaan manajemen dan kontrol yang demokratis serta egalitarian;
 Menjaga citra koperasi sebagai organisasi sukarela bukan organisasi komando yang
digerakkan oleh pihak-pihak dari luar koperasi;
 Meningkatkan distribusi yang adil dan merata dari hasil-hasil usaha koperasi
(patronage refund scheme);
 Meningkatkan pemupukan dana cadangan;
 Meningkatkan pendidikan yang bersinambungan bagi para anggota koperasi
(membership education);
 Menjaga usaha-usaha koperasi yang muncul dari reltneed anggota-anggota, bukan
kebutuhan dari pihak-pihak luar;
 Menata Rapat Anggota Tahunan yang teratur; dan
 Memelihara ikatan pemersatu (common bond) atas dasar persamaan.
Dalam pembicaraan tentang sistem ekonomi yang didasarkan pada pasal 33 UUD 1945,
kemakmuran dalam masyarakat itu dapat dikatakan sebagai kesejahteraan sosial (pasal 33
berada di bawah bab XIV tentang kesejahteraan sosial). Hal ini telah dituliskan berapa kali,
sebab ada kesan yang muncul saat ini, bila dibicarakan kesejahteraan sosial lebih banyak
hanya dilihat dalam konteks charitable, sehingga lingkupnya tidak luas seperti yang
dipaparkan oleh bab XIV UUD 1945 yang di dalamnya pasal 33 tercakup.
Penafsiran tentang sistem ekonomi mau tidak mau merangsang kita untuk berbicara tentang
focal system, supra system, related, dan sub system. Ada kesan selama ini kalau kita
berbicara tentang sistem kita sering kurang menekankan ragam dan sistem distingsi, sehingga
setelah selesai berbicara atau membuat undang-undang ataupun peraturan masalahnya
bukannya menjadi lebih jelas malah bisa menjadi kabur, dan bahkan yang satu dengan yang
lain bisa bertentangan.
Misalnya, kalau kita menafsirkan pasal 33 UUD 1945, tidak mungkin kita mengatakan bahwa
koperasi adalah subsistem dari BUMN atau Swasta. Koperasi adalah related system terhadap
pemerintah (BUMN) maupun swasta perusahaan. Sebaliknya, dalam peraturan-peraturan
yang dikeluarkan koperasi seringkali ditempatkan sebagai subsistem dari BUMN dan swasta.
Berbagai hal yang dikemukakan itu, antara lain, dapat dilihat dalam beberapa undang-undang
dan peraturan. Misalnya, Undang-Undang No.1 Tahun 1987. Dalam pasal 3 koperasi
ditempatkan sebagai subsistem dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Nasional.
Tergambar kesan Kadin menjadi suprastruktur dari koperasi. Bisa saja muncul kesan apakah
pasal 3 itu sesuai dengan napas pasal 33 UUD 1945.
Sementara itu, sering ada kesan banyak peraturan yang dikeluarkan oleh berbagai instansi
yang masih merugikan citra ekonomi dari koperasi. Berkaitan dengan itu sudah tiba saatnya
kita berbicara tentang sistem ekonomi di Indonesia. Kita harus berpegangan pada yang telah
dituangkan dalam UUD 1945 berikut penjelasannya. Juga kalau kita ungkapkan tentang
sistem, agaknya kita perlu mempertanyakan lingkup sistem yang mana?

Kesimpulan:

Dari penjelasan tentang pasal 33 UUD 1945 itu koperasi bukan hanya dilihat sebagai pelaku
ekonomi serta sebagai related system dari pemerintah dan swasta perusahaan, tetapi koperasi
juga dilihat sebagai cooperativism (visionary image) dari semua pelaku ekonomi yang ada,
baik itu koperasi sebagai lembaga ekonomi, BUMN, maupun swasta. Cooperativisme itu
rasanya harus juga ditampilkan oleh BUMN maupun swasta perusahaan ataukah koperasi
sebagai cooperativism yang harus digerakkan oleh semua pelaku ekonomi.
Hal yang kita sebutkan terakhir ini sering kita campur adukkan. Semakin banyak kita bicara
secara campur aduk tanpa nuansa bisa saja lantas menjadi semakin tidak jelas! Yang sering
menjadi persoalan kita saat ini, antara lain, pandangan tentang cooperativism yang perlu
dijalankan oleh para pelaku ekonomi yang belum terungkapkan secara nyata dan mengena.
Hal ini yang perlu direfleksi secara lebih tajam lagi di masa kini dan mendatang.

Anda mungkin juga menyukai