Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

PIODERMA EMPETIGO

A. DEFINISI
Infeksi bakterial kulit primer lebih dikenal dengan pioderma. Salah satu bentuk
dari pioderma ini adalah impetigo. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang
dapat menyerang semua umur. Penyebabnya adalah kuman pyococcus, terutama
staphylococcus, streptococcus atau kombinasi keduanya (Craft et al., 2008). Secara klinis
impetigo didefinisikan sebagai penyakit infeksi kulit yang menular pada daerah
superfisial yaitu hanya pada bagian epidermis kulit, yang menyebabkan terbentuknya
lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula) seperti tersundut rokok/api. Di bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin, penyakit ini merupakan salah satu contoh pioderma yang
sering dijumpai. Terdapat dua jenis impetigo yaitu impetigo bulosa atau impetigo
vesikobulosa yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan nonbulosa atau impetigo
krustosa yang disebabkan oleh Streptococcus pyogenes. Dasar infeksinya adalah
kurangnya hygiene dan terganggunya fungsi kulit (Craft et al., 2008).
Penyakit ini dapat berasal dari proses primer karena memang terjadi kerusakan
pada kulit yang intak (utuh) atau terjadi karena proses infeksi sekunder yang disebabkan
karena infeksi sebelumnya atau karena penyakit sistemik (Ratz, 2010). Impetigo sering
menyerang anak-anak terutama di tempat beriklim panas dan lembap. Ditandai dengan
lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, terkadang tampak
hypopyon (Djuanda, 2011). Karena impetigo terbatas hanya pada epidermis dan tidak
mencapai bagian yang lebih dalam, umumnya pasien hanya mengeluh gatal tanpa disertai
nyeri. Pada awal munculnya lesi pasien merasakan gatal yang merupakan tanda bahwa
telah terjadi infeksi oleh bakteri yang menimbulkan reaksi radang (Djuanda,
2007).Beberapa cara bisa dilakukan untuk mencegah penularan adalah dengan
menghindari kontak terhadap cairan yang berasal dari lepuhan di kulit, menghindari
pemakaian bersama handuk, pakaian, dan barangbarang lainnya dengan penderita, dan
selalu mencuci tangan setelah mengobati lesi di kulit (Maharani, 2015).
B. ETIOLOGI
Penyebab peyakit impetigo ini adalah Streptococcus pyogenes dan
Staphylococcus aureus, atau kombinasi keduanya (Craft et al.,2008). Kedua bakteri
tersebut diketahui dapat menyebabkan pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan
melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah
enzim dan yang lainnya berupa toksin. Toksin tersebut menyerang protein yang
membantu mengikat sel-sel kulit. Ketika protein rusak, bakteri dengan cepat menyebar.
Sementara enzim yang dikeluarkan oleh bakteri tersebut akan merusak struktur kulit dan
menimbulkan rasa gatal yang menyebabkan terbentuknya lesi pada kulit (Hamzah &
Mahmudah, 2014).

C. KLASIFIKASI

Ada banyak jenis pioderma dengan berbagai cara pembagiannya. Ada yang membagi
pioderma berdasarkan lapisan kulit yang terinfeksi (pioderma superfisialis dan pioderma
profunda). Ada juga yang membagi menjadi pioderma supuratif dan nonsupuratif.

 Pioderma Superfisialis
Pioderma superfisialis terdiri dari:
- Impetigo. Impetigo merupakan infeksi kulit pada epidermis. Impetigo dibagi
menjadi dua, yaitu impetigo bulosa dan impetigo krustosa.
- Folikulitis. Folikulitis merupakan inflamasi pada folikel rambut yang dapat
bersifat superfisial maupun profundal.
- Furunkel. Furunkel merupakan peradangan pada area sekitar folikel yang
meluas hingga jaringan subkutan
- Karbunkel. Karbunkel adalah kumpulan furunkel dalam satu area.
- Furunkulosis. Adanya lebih dari satu furunkel pada pasien.
- Ektima. Ektima adalah infeksi hingga dermis sehingga menimbulkan ulkus
tepi meninggi superfisial disertai krusta.

 Pioderma Profundal
Pioderma profundal terdiri atas :
- Erisipelas. Erisipelas merupakan infeksi pada lapisan dermis yang umumnya
disertai keterlibatan aliran getah bening. Definisi erisipelas ini tidak
universal dan berbeda di berbagai tempat. Ada sentra pendidikan yang
mendefinisikan erisipelas sebagai selulitis pada wajah. Di beberapa negara
Eropa, erisipelas dan selulitis bahkan dianggap sebagai dua entitas yang
sama.
- Selulitis. Selulitis adalah infeksi kulit yang mirip dengan erisipelas, namun
sudah melibatkan jaringan subkutan.
- Flegmon. Flegmon adalah terminologi untuk selulitis yang telah mengalami
supurasi.
- Hidraadenitis. Hidraadenitis adalah infeksi yang melibatkan kelenjar
apokrin.
- Ulkus piogenik
- Abses kelenjar keringat 

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dari impetigo krustosa adalah awalnya berupa warna kemerahan pada kulit
(makula) atau papul yaitu penonjolan padat dengan diameter < 0,5 cm berukuran 2-1 mm.
Lesi papul segera menjadi vesikel atau pustul yaitu papula yang berwarna keruh atau
mengandung nanah yang mudah pecah dan menjadi papul dengan keropeng atau koreng
berwarna kulit madu dan lengket. Kira-kira berukuran < 2 cm dengan kemerahan minimal
atau tidak ada kemerahan sama sekali disekitarnya. Lesi bisa muncul di kulit akibat trauma
sebelumnya atau bahkan di kulit yang normal sekaligus dan penyebarannya pun cepat. Lesi
berada disekitar mulut, hidung, dan daerah tubuh yang serong terbuka yaitu tangan dan kaki.
Jika tidak segera diobati, maka lesi akan menyebar terus karena tindakan sendiri karena
impetigo menyebar melalui kontak langsung dengan daerah kulit yang terinfeksi (lesi).
Kelenjar getah bening juga dapat mengalami pembesaran dan terasa nyeri. Selain itu juga
akan terjadi pembengkakan dan tekanan darah yang tinggi dapat ditemukkan pada orang
dengan impetigo krustosa sebagai tanda glomerulonefritis akibat reaksi tubuh terhadap
infeksi oleh kuman penyebab impetigo (Maharani, 2015).
Tanda dan gejala pada fase ringan/biasa:
a. Ada benjolan merah di kulit, membesar dan menjadi bernanah setelah beberapa
hari dan akan pecah dengan sendirinya.  
b. Nyeri yang berdenyut-denyut Pada keadaan yang berat dapat disertai gejala
seperti :
- Demam  
- Malaise
-  Nyeri
- Gatal – gatal
- Radang

E. PATOFISIOLOGI
Impetigo krustosa atau non bulosa merupakan jenis impetigo yang paling sering
dijumpaipada anak-anak dibawah usia 15 tahun dengan infeksi Staphylococcus aureus dan
Streptococcus β Hemolyticus Grup A (GABHS) atau yang biasa dikenal dengan nama
Streptococcus pyogenes. Pada kulit yang terkolonisasi oleh bakteri ini, maka pada luka kecil
seperti lecet atau tergigit serangga akan timbul lesi antara 1-2 minggu (Andryani dkk, 2013).
Streptococcus pyogenes dapat ditemukan pada tenggorokan dan hidung pada
beberapa individu sekitar 2-3 minggu setelah timbulnya lesi, meskipun tidak ada gejala
faringitis streptococcal. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan rantai pada bakterinya.
Biasanya impetigo disebabkan oleh rantai D, sedangkan faringitis disebabkan rantai A, B,
dan C (Andryani dkk, 2013).
G.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan laboratorik (darah tepi) terdapat leukositosis. Pada kasus yang kronis
dan sukar sembuh dilakukan kultur dan tes resintensi. Ada kemungkinan penyebabnya bukan
stafilokokus melainkan kuman negative gram.

H. KOMPLIKASI
GNAPS atau Glomerulonefritis Akut Pasca Streptococcus adalah suatu peradangan
glomerulus yang secara histopatologi menunjukkan proliferasi dam Inflamasi glomeruli yang
didahului oleh infeksi group A β-hemolytic Streptococcus (GABHS) yang biasa dikenal dengan
Streptococcus pyogenes dan ditandai dengan gejala nefritik seperti hematuria, edema, hipertensi,
oliguria yang terjadi secara akut (Albar dkk, 2012). GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6
sampai 15 tahun dan jarang pada usia di bawah 2 tahun. GNAPS didahului oleh infeksi GABHS
melalui Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) atau infeksi kulit (pioderma) dengan periode
laten 1-2 minggu pada ISPA atau 3 minggu pada pioderma. Bentuk asimtomatik lebih banyak
dibandingkan dengan bentuk simtomatik baik sporadik maupun epidemik.
Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat kelainan sedimen urin terutama hematuria
mikroskopik yang disertai riwayat kontak dengan penderita GNAPS simtomatik (Albar dkk,
2012). Seperti pada penyakit ginjal lainnya, GNAPS termasuk penyakit kompleks imunologik.
Beberapa bukti yang menunjukkan bahwa GNAPS termasuk penyakit imunologik adalah:
a. Adanya periode laten antara infeksi streptokokus dan gejala klinik.
b. Kadar imunoglobulin G (IgG) menurun dalam darah.
c. Kadar komplemen C3 menurun dalam darah.
d. Adanya endapan IgG dan C3 pada glomerulus.
e. Titer antistreptolisin O (ASO) meninggi dalam darah.

Pada pemeriksaan hapusan tenggorok (throat swab) atau kulit (skin swab) tidak selalu
ditemukan GABHS. Hal ini mungkin terjadi karena penderita telah mendapat antibiotik sebelum
masuk rumah sakit. Juga lamanya periode laten menyebabkan sukarnya ditemukan kuman
streptococcus. Seperti telah disebutkan sebelumnya, organisme tersering yang berhubungan
dengan GNAPS ialah Group A β-hemolytic Streptococci. Penyebaran penyakit ini dapat melalui
infeksi saluran napas atas (tonsillitis/faringitis) atau kulit (pioderma), baik secara sporadik atau
epidemiologik. Meskipun demikian tidak semua GABHS menyebabkan penyakit ini, hanya 15%
mengakibatkan GNAPS (Albar dkk, 2012).

I. PENATALAKSANAAN
Staphylococcus Scalded Skin Syndrome sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus
aureus strain methicillin-sensitive, penicillinase-resistant, betalactam agent. Antibiotik lini
pertama pada kasus SSSS adalah kloksasilin, dikloksasilin, oksasilin, flukloksasilin, dan nafsilin.
Jika pasien tidak memberikan respons pada obat-obatan diatas maka perlu dicurigai infeksi oleh
S. aureus strain methicillin- resistant. Pada kasus SSSS oleh MRSA obat pilihan adalah
Vankomisin (Meshram et al., 2018). Terapi tambahan berupa antibiotik topikal yang
mengandung natrium fusidat atau mupirosin diberikan pada area dengan bula dengan tujuan
eradikasi kolonisasi. Area kulit dengan erosi dapat diberikan kompres yang bertujuan untuk
mendinginkan dan melembabkan (Meshram et al., 2018). Pada pasien SSSS perlu diperhatikan
juga regulasi suhu, pemenuhan kebutuhan cairan, pemberian anti nyeri, kompres steril pada lesi,
dan pencegahan infeksi sekunder. Analgetik yang dapat diberikan pada kasus SSSS antara lain
adalah parasetamol (Meshram et al., 2018).

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


I. PENGKAJIAN

A. IDENTITAS PASIEN
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang tua, umur orang tua, pekerjaan, agama,
alamat, dan lain-lain.
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala,  bada lemah,  bada lemah,
nyeri otot nyeri otot dan sendi, dan sendi, nafsu makan nafsu makan
menurun, batik, menurun, batik,  pilek dan sakit tenggorokan.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini.

3. Riwayat Penyakit Keluarga


Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit
klien tersebut.
4. Riwayat Sosial
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang  berdebu dan padat pend
berdebu dan padat penduduknya.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
2. Tanda Vital :
a. Kepala :
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada
kelainan atau lesi pada kepala.  
b. Wajah :
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
c. Mata :
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sklera ikterik/tidak,
keadaan pupil,  palpebra dan apakah ada gangg  palpebra dan apakah ada
gangguan dalam penglihatan uan dalam penglihatan.
d. Hidung :
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret  pada hidung serta cairan
yang keluar, keluar, ada sinus/tidak sinus/tidak dan apakah ada gangguan dalam
penciuman.
e. Mulut :
Bentuk mulut, membran-membran mukosa kering/lembab, lidah kotor/tidak,
apakah ada kemerahan/tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam menelan,
apakah ada kesulitan berbicara.
f. Leher :
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi vena
jugularis.
g. Thorax :
Bagaimana bentuk dada simetris/tidak, kaji pola  pernafasan, apakah ada
wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan. Pemeriksaan fisik difokuskan
pada  pengkajian sistem pernafasan.

3. Inspeksi
a. Membran mukosa-faring tampak kemerahan.  
b. Tonsil tampak kemerahan dan edema.
c. Tampak batuk tidak produktif.
d. Tidak ada jaringan parut dan leher.
e. Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,  pernafasan cuping
hidung.
4. Palpasi
a. Adanya demam  
b. Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada
nodus limfe servikalis
c. Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
5. Perkusi
Suara paru normal (resonance)
6. Auskultasi
Suara nafas terdengar ronchi pada kedua sisi paru
7. Abdomen :
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulir kering/tidak, apakah terdapat nyeri tekan
pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan bising usus,
apakah terjadi  peningkatan bising usus/tidak.
8. Genetalia :
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin, warna rambut kelamin.
Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakh ada kelainan/tidak. Pada wanita lihat
keadaam labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.
9. Integumen :
Kaji warna kulit, integrasi kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/tidak, apakah ada nyeri
tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
10. Ekstermitas atas :
Apakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan bentuk.
5. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan penunjang ditulis tanggal pemeriksaan, jenis pemeriksaan, hasil dan
satunya. Pemeriksaan penunjang diantarnya : pemeriksaan laboratorium, foto rotgen,
rekam kardiografi dan lain lain.

I. ANALISA DATA
Merupakan proses berfikir secara ilmiah berdasarkan teori-teori yang dihubungkan
dengan data. Data yang ditemukan saat pengkajian, menginterprestasikan data atau
membandingkan dengan standar fisiologis setelah dianalisis maka akan didapatkan
penyebab terjadinya masalah pada klien ( wong donna.L.2009).

II. INTERVENSI
Adalah tindakan yang dirancang untuk membantu klien dalam beralih dari tingkat
yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan (Bordon, 1994).

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN


- Hipertermi b/d proses penyakit
- Nyeri b/d agen ijuri fisik (lesi kulit)
- Kerusakan integritas kulit b/d pioderma
- Gangguan pola tidur b/d pruritus
- Gangguan citra tubuh b/d penampakan kulit yang tidak bagus
- Potensial terjadinya infeksi b/d keadaan penyakitnya

IV. IMPLEMENTASI
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari
masalah status kesehatan yang dihadapi kestatuskesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (intervensi). Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, factor-faktor lain
yang mempunyai kebutuhan keperawatan, stategi implementasi keperawatan dan
kegiatan komunikasi.

V. EVALUASI
Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada
status kesehatan klien. Evaluasi adalah proses penilaian, pencapaian, tujuan serta
pengkajian ulang rencana keperawatan ( Griffith & christense, 1986).
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002.  Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol. 3. Jakarta :
EGC Djuanda A. 2008. Pioderma Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 5. Jakarta:
FKUI Doenges, Marilynn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai