A. Definisi
ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak -anak
dengan gejala, batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara bersamaan
(Meadow, Sir Roy. adow, Sir Roy. 2002:153). ISPA atau infeksi saluran pernafasan akut
adalah infeksi yang terutama mengenai struktur saluran pernafasan di atas laring,tetapi
kebanyakan, penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara simultan atau
berurutan (Nelson,edisi 15). ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan
Akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infection
(ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran napas mulai dari hidung (saluran pernapasan atas) sampai alveoli (saluran
pernapasan bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus rongga telinga tengah dan
pleura (Depkes, 2001). Infeksi akut adalah infeksi yang berlagsung sampai 14 hari. Batas
14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit
penyakit yang digolongkan ISPA. Proses ini dapat berlangsung berlangsung dari 14 hari
(Suryana, 2005:57). Menurut pendapat kami, ISPA adalah infeksi saluran pernafasan akut
yang biasanya biasanya berlangsung sel berlangsung selama 14 hari dan disebabkan
oleh infeksi, bakteri, virus maupun richetsia. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomia
terbagi menjadi 2 :
1. ISPA (hidung sampai bagian faring) pilek, otitismedia, dan faringitis.
2. ISPA (epiglotis atau laring sampai bagian alveoli) epiglotis, laringitis,
laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis, pneumonia.
B. Etiologi
Menurut Yuliani Suradi R (2001), etiologi ISPA terdiri dari 300 jenis bakteri,
virus dan richetsia atau jamur.
1. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah genus Streptococcus,
Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan
Corinebacterium.
2. Virus penyebab ISPA antara lain adalah Golongan Miksovirus, Adenovirus,
Adenovirus, Cornavirus, Cornavirus, Picornavirus, Picornavirus, Micoplasma,
Micoplasma, Herpesvirus Herpesvirus dan lain-lain.
3. Jamur
C. Klasifikasi
Menurut Program Pemberantasan Penyakit ISPA terdapat 2 golongan klasifikasi
penyakit ISPA yaitu pneumonia dan bukan pneumonia. Berdasarkan derajat beratnya
penyakit, pneumonia itu sendiri dibagi lagi menjadi pneumonia berat dan pneumonia
tidak berat (Saputri,I.W. 2016). Secara lebih jelasnya ISPA diklasifikasikan kedalam
beberapa kelompok sebagai berikut (Kunoli,F.J. 2013):
1. Untuk kelompok usia 2 bulan sampai < 5 tahun, dibedakan dalam 3
klasifikasi, antara lain:
- Pneumonia berat, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar bernafas,
serta adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (chest
indrawing)
- Pneumonia, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar bernafas, nafas
cepat sebanyak 50 kali atau lebih/menit untuk usia 2 bulan sampai < 1
tahun, 40 kali atau lebih/menit untuk usia 1 sampai < 5 tahun.
- Bukan pneumonia, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar bernafas,
tidak ada nafas cepat serta tidak adanya `tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam.
2. Untuk usia < 2 bulan, klasifikasi terdiri dari:
- Pneumonia berat, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar bernafas,
nafas cepat 60 kali atau lebih/menit atau tarikan kuat dinding dada bagian
bawah kedalam.
- Bukan pneumonia, ditandai dengan adanya batuk dan atau sukar bernafas,
tidak adanya nafas cepat dan tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah
kedalam.
D. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala ISPA adalah sebagai berikut :
1. Pilek biasa
2. Keluar sekret cair dan jernih dari hidung
3. Kadang bersin-bersin
4. Batuk
5. Sakit kepala
6. Sekret menjadi kental
7. Demam
8. Nausea
9. Muntah
10. Anoreksi
E. Patofisiologi
Patofisiologi ISPA Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dimulai dengan
berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran
pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke
atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh
laring.Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa
saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983). . Iritasi virus pada kedua lapisan
tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan
dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak
terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang
melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala
batuk (Kending and Chernick, 1983).
Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat
infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan
mekanisme perlindungan pada saluran ada saluran pernafasan terhadap infek pernafasan
terhadap infeksi bakteri si bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang
terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus
influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan
Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah
banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan sesak nafas
dan juga menyebabkan batuk yang batuk yang produktif. Invasi bakteri vasi bakteri ini
dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi.
Dampak infeksi infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah,
sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas,
sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan
pneumonia bakteri (Shann, 1985). Penanganan penyakit penyakit saluran saluran
pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam
hal bahwa sistem di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama
dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari
folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri
khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran saluran nafas atas
sedangkan sedangkan IgG pada saluran saluran nafas bawah. Diketahui pula Diketahui
pula bahwa sekretori I bahwa sekretori IgA (sIgA) gA (sIgA) sangat berperan dalam
berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994). Dari
uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap,
yaitu:
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang
sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.Timbul gejala
demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat
pneumonia.
G.Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
- EKG : hipertrofi atrial atau ventrikuer, penyimpangan aksis, iskemia
dan kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia misalnya : takikardia,
fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih
setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.
EKG dapat mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik jantung
dan iskemik (jika disebabkan oleh disebabkan oleh AMI).
- Sonogram : dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan
perubahan dalam fungsi/struktur fungsi/struktur katub atau area
penurunan penurunan kontraktilitas ventrikuler.
- Scan jantung : tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
pergerakan dinding. I
- Kateterisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan
stenosi katup atau infufisiensi, juga mengkaji potensi arteri coroner.
Zat kontras disuntikkan ke dalam ventrikel menunjukkan ukuran
abnormal dan ejeksi fraksi/ perubahan kontraktilitas.
- Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yan rendah
sehingg hasil hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air.
- Kultur/biakan kuman : Kultur tenggorok dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi organisme yang menyebabkan faringitis.
- Biopsi : Prosedur biopsi mencakup tindakan mengeksisi sejumlah
kecil jaringan tubuh, dilakukan untuk memungkinkan pemeriksaan sel-
sel dari faring, laring, dan rongga hidung. (Nursalam M, 2002).
b. Pemeriksaan radioogi
- Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema
atau efusi pleura edema atau efusi pleura yang menegaskan diagnose
CH yang menegaskan diagnose CHF.
- Sinar-X
- CT Scan
- MRI (Nursalam M, 2002).
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada penyakit ISPA diantara lain adalah :
I. Penatalaksanaan
a. Perawatan ISPA di rumah
Beberapa perawatan yang perlu dilakukan ibu untuk mengatasi anaknya yang
menderita ISPA di rumah menurut (Depkes RI, 2010) antara lain :
1. Pemberian Kompres
Pemberian kompres dilakukan bila anak panas atau demam yaitu dimana suhu
tubuh lebih tinggi dan suhu normal (36,5 – 37,50 C), yaitu 37,50 C atau lebih,
pada tubuh anak teraba panas. Upaya penurunan suhu dapat dilakukan baik
secara farmakologi atau non farmakologi. Secara farmakologi dapat diberikan
antipiretik sedangkan secara non farmakologi dapat dilakukan berbagai
metode untuk menurunkan demam seperti dengan metode tepid sponge
(kompres hangat). Tepid sponge merupakan tindakan penurunan suhu tubuh
yang efektif bagi anak yang mengalami demam tinggi.
2. Memberikan minum yang lebih banyak pada anak
Anak dengan infeksi pernafasan dapat kehilangan cairan lebih banyak dari
biasanya terutama jika anak demam atau muntah dan lain-lain. Anjurkan
orang tua untuk memberikan cairan tambahan menambah pemberian susu, air
putih, buah, dan lain-lain. Kehilangan cairan akan meningkat selama sakit
ISPA terutama jika anak demam. Pemberian hidrasi yang adekuat merupakan
hal yang sangat penting untuk dilakukan karena demam berkaitan dengan
kehilangan cairan dan elektrolit.
3. Istirahat tidur Penderita ISPA biasanya mudah letih, lemah dalam melakukan
aktivitas sebaiknya jangan memberikan aktivitas yang berlebih karena dapat
mengurangi kebutuhan energi yang dibutuhkan oleh tubuh, yang pada saat
menderita ISPA anak membutuhkan energi untuk mempertahankan kondisi
tubuh dalam keadaan yang stabil.
4. Membersihkan jalan napas Apabila anak terserang ISPA biasanya disertai
dengan adanya batuk pilek, sekret yang mengering dan bertumpuk dihidung
dapat menghalangi jalan nafas saat anak bernafas. Orang tua sebaiknya
membersihkan hidung dan sekret sampai bersih dengan menggunakan kassa
bersih atau kain yang lembut dan dibasahi dengan air bersih, untuk mencegah
terjadinya iritasi pada kulit.
5. Pemenuhan kebutuhan gizi pada penderita
a. Pemberian makan saat anak sakit
Penderita ISPA memerlukan gizi atau makanan dengan menu seimbang
antara sumber tenaga (karbohidrat), sumber pembangun (protein), dan
pengatur (vitamin dan mineral) dengan cukup jumlah dan mutunya atau
tinggi kalori tinggi protein (TKTP) yang diberikan secara teratur
b. Pemberian makan setelah sembuh
Pada umumnya anak yang sedang sakit hanya bisa makan sedikit, oleh
karena itu setelah sembuh usahakan pemberian makanan ekstra setiap satu
hari selama satu minggu, atau sampai berat badan anak mencapai normal.
Hal ini akan mempercepat anak mencapai tingkat kesehatan semula serta
mencegah malnutrisi, malnutrisi akan memperberat infeksi saluran
pernafasan dikemudian hari.
c. Pemberian makan ketika anak muntah
Anak yang muntah terus dapat mengalami malnutrisi, ibu harus
memberikan makanan pada saat muntahnya reda setiap selesai jangkitan
muntah. Usahakan pemberian makanan sedikit demi sedikit tapi sesering
mungkin selama anak sakit dan sesudah sembuh. Dengan meneruskan
pemberian makanan anak mencegah kekurangan gizi. Hal ini penting
untuk anak dengan ISPA yang akan mengalami penurunan berat badan
cukup besar. Hilangnya nafsu makan umumnya terjadi selama infeksi
saluran pernafasan.
d. Pengobatan pada ISPA menurut (Depkes RI, 2010) adalah sebagai berikut:
- Pneumonia berat, dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotika melalui
jalur infus diberi oksigen dan sebagainya.
- Pneumonia, diberi obat antibiotik melalui mulut. Pilihan obatnya
kotrimoksazol jika terjadi alergi atau tidak cocok dapat diberikan
amoxilin, penisilin dan ampisilin.
- Bukan pneumonia, tanpa pemberian obat antibiotik, diberikan
perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang
merugikan. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu
parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada
pemeriksaan tenggorokan di dapat adanya bercak nanah disertai
pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang
tenggorokan oleh kuman streptococcus dan harus diberi antibiotik
selama 10 hari.
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang tua, umur orang tua, pekerjaan, agama,
alamat, dan lain-lain.
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, bada lemah, bada lemah,
nyeri otot nyeri otot dan sendi, dan sendi, nafsu makan nafsu makan
menurun, batik, menurun, batik, pilek dan sakit tenggorokan.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini.
3. Inspeksi
a. Membran mukosa-faring tampak kemerahan.
b. Tonsil tampak kemerahan dan edema.
c. Tampak batuk tidak produktif.
d. Tidak ada jaringan parut dan leher.
e. Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping
hidung.
4. Palpasi
a. Adanya demam
b. Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada
nodus limfe servikalis
c. Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
5. Perkusi
Suara paru normal (resonance)
6. Auskultasi
Suara nafas terdengar ronchi pada kedua sisi paru
7. Abdomen :
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulir kering/tidak, apakah terdapat nyeri tekan
pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan bising usus,
apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.
8. Genetalia :
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin, warna rambut kelamin.
Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakh ada kelainan/tidak. Pada wanita lihat
keadaam labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.
9. Integumen :
Kaji warna kulit, integrasi kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/tidak, apakah ada nyeri
tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
10. Ekstermitas atas :
Apakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan bentuk.
5. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan penunjang ditulis tanggal pemeriksaan, jenis pemeriksaan, hasil dan
satunya. Pemeriksaan penunjang diantarnya : pemeriksaan laboratorium, foto rotgen,
rekam kardiografi dan lain lain.
IV. INTERVENSI
Adalah tindakan yang dirancang untuk membantu klien dalam beralih dari tingkat
yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan (Bordon, 1994).
V. IMPLEMENTASI
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari
masalah status kesehatan yang dihadapi kestatuskesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (intervensi). Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, factor-faktor lain
yang mempunyai kebutuhan keperawatan, stategi implementasi keperawatan dan
kegiatan komunikasi.
VI. EVALUASI
Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada
status kesehatan klien. Evaluasi adalah proses penilaian, pencapaian, tujuan serta
pengkajian ulang rencana keperawatan ( Griffith & christense, 1986).
DAFTAR PUSTAKA
Wong, Donna L, dkk. 2008. Buku Ajar Buku Ajar Keperawatan Keperawatan
Pediatrik Pediatrik Edisi 6. Jakarta : EGC.
Doenges, E. Marilynn. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3.EGC : tan Ed.
3.EGC : Jakarta. Jakarta. Brooker, Christine. 2010. Kamus Saku Keperawatan
Ed.31.EGC : Jakarta.