Anda di halaman 1dari 19

A.

Pengertian
ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada
anak-anak dengan gejala, batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut
muncul secara bersamaan (Meadow, Sir Roy. 2002:153).
ISPA atau infeksi saluran pernafasan akut adalah infeksi yang terutama
mengenai struktur saluran pernafasan di atas laring,tetapi kebanyakan,penyakit ini
mengenai bagian saluran atas dan bawah secara simultan atau berurutan
(Nelson,edisi 15)
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah
ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infection (ARI).
Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran napas mulai dari hidung (saluran pernapasan atas) sampai alveoli (saluran
pernapasan bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus rongga telinga
tengah dan pleura (Depkes, 2001). 
Infeksi akut adalah infeksi yang berlagsung sampai 14 hari. Batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang
digolongkan ISPA. Proses ini dapat berlangsung dari 14 hari (Suryana, 2005:57)
Menurut pendapat kami, ISPA adalah infeksi saluran pernafasan akut yang
biasanya berlangsung selama 14 hari dan disebabkan oleh infeksi bakteri, virus
maupun richetsia.
Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomia terbagi menjadi 2 :
a. ISPaA (hidung sampai bagian faring) pilek, otitismedia, dan faringitis.
b. ISPbA (epiglotis atau laring sampai bagian alveoli) epiglotis, laringitis,
laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis, pneumonia.
B. Etiologi
Menurut Yuliani Suradi R (2001), etiologi ISPA terdiri dari 300 jenis bakteri, virus
dan richetsia atau jamur.
1. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah genus Streptococcus,
Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan
Corinebacterium.
2. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,
Cornavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
3. Jamur

C. Tanda dan gejala


a. Tanda dan gejala ISPA adalah sebagai berikut :
1. Pilek biasa
2. Keluar sekret cair dan jernih dari hidung
3. Kadang bersin-bersin
4. Batuk
5. Sakit kepala
6. Sekret menjadi kental
7. Demam
8. Nausea
9. Muntah
10. Anoreksi

b. Tanda-tanda bahaya klinis ISPA :


1. Pada sistem Respiratorik adalah tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorax, napas cuping hidung, sianosis, suara napas lemah
atau hilang, grunting expiratoir, dan wheezing.
2. Pada sistem Cardial adalah tachycardia, bradycardium, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
3. Pada sistem Cerebral adalah gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papil bendung, kejang dan coma.
4. Pada hal umum adalah letih dan berkeringat banyak.
D. Patofisiologi  
Patofisiologi ISPA Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan
berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran
pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas
bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan
refleks spasmus oleh laring.Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak
lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick,
1983). Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk
kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan
menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada
dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi
noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk
(Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling
menonjol adalah batuk. Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya
infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme
mukosiliaris yang merupakan mekanisme  perlindungan pada saluran pernafasan
terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri- bakteri patogen yang
terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia,
haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak
tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan
sekresi mukus bertambah  banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga
timbul sesak nafas dan juga menyebabkan  batuk yang produktif. Invasi bakteri ini
dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu
laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi
virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan
anak (Tyrell, 1980). Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke
tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang,
demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas  bawah (Tyrell, 1980). Dampak
infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga
bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas,
sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga
menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985). Penanganan penyakit saluran
pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas
terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar
terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya.
Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang
tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah
bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada
saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat  berperan
dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994). Dari
uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat
tahap, yaitu:  
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan
reaksi apa-apa.  
b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah
rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.Timbul gejala demam
dan batuk.
d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat
pneumonia
E. Pathway

F. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
i. EKG : hipertrofi atrial atau ventrikuer, penyimpangan aksis, iskemia dan
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia misalnya : takikardia, fibrilasi
atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark
miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular. EKG dapat
mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemik (jika
disebabkan oleh AMI)
ii. Sonogram : dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan
dalam fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventrikuler.
iii. Scan jantung : tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
pergerakan dinding.
iv. Kateterisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan
stenosi katup atau infufisiensi, juga mengkaji potensi arteri coroner. Zat
kontras disuntikkan ke dalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan
ejeksi fraksi/ perubahan kontraktilitas.
v. Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yan rendah sehingg
hasil hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air.
vi. Kultur/biakan kuman : Kultur tenggorok dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi organisme yang menyebabkan faringitis.
vii. Biopsi : Prosedur biopsi mencakup tindakan mengeksisi sejumlah kecil
jaringan tubuh, dilakukan untuk memungkinkan pemeriksaan sel-sel dari
faring, laring, dan rongga hidung.
(Nursalam M, 2002)
b. Pemeriksaan radioogi
i. Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema
atau efusi pleura yang menegaskan diagnose CHF.
ii. Sinar-X
iii. CT Scan
iv. MRI
(Nursalam M, 2002)

G. KOMPLIKASI

Jika infeksi terjadi di paru-paru dan tidak ditangani dengan baik, penderita dapat
mengalami komplikasi serius yang dapat berakibat fatal, seperti:

a. Gagal napas, akibat paru-paru berhenti berfungsi


b. Peningkatan kadar karbondioksida dalam darah
c. Gagal jantung
d. Penumpukan nanah di rongga selaput paru (empiema)
e. Kumpulan nanah (abses) pada paru-paru
f. Kerusakan kantong udara paru-paru (emfisema)
g. Bronkitis kronis
h. Infeksi lain, seperti mastoiditis, osteomielitis, dan selulitis
i. Sepsis

H. Pencegahan

Pencegahan utama ISPA adalah dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan
sehat. Beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu:

 Cuci tangan secara teratur, terutama setelah beraktivitas di tempat umum.


 Hindari menyentuh wajah, terutama bagian mulut, hidung, dan mata.
 Gunakan sapu tangan atau tisu untuk menutup mulut ketika bersin atau
batuk, agar penyakit tidak menyebar ke orang lain.
 Perbanyak konsumsi makanan kaya vitamin, terutama vitamin C, untuk
meningkatkan daya tahan tubuh.
 Bersihkan rumah dan lingkungan sekitar secara rutin.
 Lakukan olahraga secara rutin.
 Hentikan kebiasaan merokok.
 Dapatkan vaksinasi, baik vaksin MMR, influenza, maupun pneumonia, dan
diskusikan dengan dokter mengenai keperluan, manfaat, dan risiko dari
vaksinasi ini.

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dapat berupa kompres
hangat, perbanyak minum air putih, irigasi nasal, dan terapi medikamentosa.
a. Terapi Non-farmakologis
Penyebab ISPA umumnya adalah virus, sehingga terapi biasanya hanya
bersifat suportif saja.

b. Memperbanyak Minum
Memperbanyak minum sebanyak 8 gelas atau lebih dapat menurunkan
sekresi mukosa dan menggantikan kehilangan cairan. Selain itu, minum
air putih serta jus dilaporkan dapat meningkatkan sistem imun.
c. Kompres Hangat
Lakukan kompres hangat pada daerah wajah untuk membuat pernapasan
lebih nyaman, mengurangi kongesti, dan membuat drainase lebih baik
pada rhinosinusitis. Gunakan lap hangat atau botol berisi air hangat yang
diletakkan di atas wajah dan pipi selama 5-10 menit sebanyak 3-4 kali
dalam sehari jika diperlukan.
d. Irigasi Nasal
Irigasi nasal dengan salin dapat meningkatkan kemampuan mukosa nasal
untuk melawan agen infeksius, dan berbagai iritan. Irigasi nasal dapat
meningkatkan fungsi mukosiliar dengan meningkatkan frekuensi gerakan
siliar. Irigasi nasal dapat dilakukan dengan menggunakan larutan salin
isotonik (NaCl 0,9%) via spuit ataupun spray dengan frekuensi  2 kali
dalam sehari.
e. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis umumnya bersifat suportif untuk meringankan gejala.
Antibiotik dan antiviral tidak selalu diperlukan pada pasien ISPA.
f. Terapi Simptomatik
Dekongestan oral atau topikal dapat membantu mengurangi keluhan pada
pasien dengan rhinorrhea. Sebaiknya dekongestan diberikan pada anak di
atas 2 tahun karena efek sampingnya seperti gelisah, palpitasi, dan
takikardia. Dekongestan topikal seperti fenilepinefrin atau oxymetazoline
lebih banyak dipakai, sebaiknya digunakan 3-4 hari saja untuk
menghindari efek rebound.
Antihistamin oral generasi satu dinilai memiliki efek antikolinergik sehingga
dapat digunakan untuk mengurangi rhinorrhea dan bersin. Antihistamin
yang biasanya digunakan adalah chlorpheniramine maleate
atau diphenhydramine.
Guaifenesin adalah mukolitik yang berfungsi untuk mengurangi sekresi
nasofaring. Guaifenesin dinilai dapat menurunkan sekresi dan
meningkatkan drainase pada pasien nasofaringitis atau rinosinusitis,
namun bukti klinisnya masih terbatas. Selain itu, codeine merupakan obat
yang sering digunakan pada pasien dengan keluhan
batuk. Codeine berperan sebagai antitusif yang bekerja secara sentral.
Untuk batuk berdahak pada orang dewasa, ada beberapa opsi terapi yang
dapat dipilih.
g. Antiviral
Pada pasien ISPA, antiviral biasanya tidak diperlukan. Antiviral bisa
dipakai pada pasien influenza yang terkonfirmasi atau jika
terjadi outbreak  influenzae dimana manfaat lebih banyak dibandingkan
risiko. Antiviral diberikan pada pasien yang berisiko tinggi mengalami
perburukan gejala. Misalnya pada pasien yang sedang hamil, bayi usia <
6 bulan, pasien usia > 65 tahun, pasien immunocompromised, dan pasien
dengan morbid obesitas. Regimen yang bisa digunakan adalah oseltamivir
2 x 75 mg hingga maksimal 10 hari.
h. Terapi Antibiotik
Kebanyakan kasus ISPA disebabkan oleh virus, sehingga penggunaan
antibiotik tidak efektif dan hanya boleh digunakan jika terdapat kecurigaan
atau konfirmasi adanya infeksi bakteri.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
3. Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
4. Risiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder
(adanya infeksi penekanan imun)
II. INTERVENSI

N Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


o Keperawatan Kriteria Hasil
1 Peningkatan - Tujuan : Pasien akan Observasi : Pemantauan tanda
suhu tubuh b.d menunjukkan Tanda-tanda vital yang teratur
proses infeksi termoregulasi(keseimb vital dapat menentukan
angan antara produksi perkembang
panas, peningkatan an perawatan
panas, dan kehilangna selanjutnya
panas).
- KH : Suhu tubuh
Mandiri : 1. Dengan
kembali normal, nadi :
1. Kompres memberikan
60-100 denyut per
pada kepala / kompres, maka
menit, TD : 120/80
aksila. akan terjadi
mmHg, RR : 16-20 kali
per menit. proses
konduksi/perpin
dahan panas
dengan bahan
perantara.
2. Penyediaan

2. Atur sirkulasi udara bersih

udara kamar
pasien.
Health
Education:
1. Proses
1. Anjurkan
hilangnya panas
klien untuk
akan terhalangi
menggunak
untuk pakaian
an pakaian
yang tebal dan
tipis dan
dapat tidak menyerap
menyerap keringat.
keringat. 2. Kebutuhan
2. Anjurkan cairan
klien untuk meningkat
minum karena
banyak penguapan
2000-2500 tubuh
ml/hari. meningkat.
3. Anjurkan
klien
istirahat di 3. Berbaring
tempat tidur mengurangi
selama metabolisme.
masa febris
penyakit.

Kolaborasi :
Kolaborasi
dengan dokter
dalam
Untuk mengontrol
pemberian obat.
infeksi dan
menurunkan panas.
2 Ketidakseimba - Tujuan : Nutrisi Mandiri :
ngan nutrisi kembali seimbang.
1. Berguna untuk
kurang dari - KH : 1. Kaji
menentukan
kebutuhan A : Antropometri: berat kebiasaan
kebutuhan
tubuh b.d badan, tinggi badan, diet, input-
kalori,
anoreksia lingkar lengan, berat output dan
menyusun
badan tidak turun timbang BB
tujuan BB dan
(stabil)
B : Biokimia : setiap hari.
evaluasi
- Hb normal (laki-laki
keadekuatan
13,5-18 g/dl dan
rencana nutrisi
perempuan 12-16 g/dl)
- Albumin normal 2. Berikan
(dewasa 3,5-5,0 g/dl) porsi makan 2. Nafsu makan
kecil tapi dapat
C : Clinis :
sering dirangsang
- Tidak tampak kurus
dalam pada situasi
- Rambut tebal dan
keadaan rileks, bersih,
hitam
hangat dan
- Terdapat lipatan
3. Tingkatkan menyenangkan.
lemak subkutan
D: Diet : tirah baring 3. Untuk
mengurangi
-  Makan habis satu
4. Kolaborasi kebutuhan
porsi
dengan ahli metabolik.
-  Pola makan 3X/hari
gizi untuk 4. Metode makan
memberikan dan kebutuhan
diet sesuai kalori di
kebutuhan dasarkan pada
klien. situasi atau
kebutuhan
individu untuk
5. Berikan memberikan
heath nutrisi maksimal
education 5. Ibu dapat
pada ibu memberikan
tentang perawatan
Nutrisi : maksimal
makanan kepada
yang bergizi anaknya.
yaitu 4
Makanan bergizi
sehat 5
dan air putih
sempurna,
yang banyak
hindarkan
dapat
anak dari
membantu
snack dan
mengencerkan
es, beri
lendir dan
minum air
dahak.
putih yang
banyak.
6. Menjauh-
kan dari
bayi lain
6. Tidak terjadi
7. Menjauh-
penularan
kan bayi
penyakit
dari
7. Tidak terjadi
keluarga
pemaparan
yang sakit.
ulang yang
menyebabkan
bayi tidak
segera sembuh.

3 Nyeri akut b.d KH : Nyeri berkurang Observasi : Identifikasi


inflamasi pada skala 1-2. Teliti keluhan karakteristik nyeri
membran nyeri, catat dan faktor yang
mukosa faring intensitasnya berhubungan
dan tonsil (dengan skala 0- merupakan suatu
10), faktor yang hal yang amat
memperburuk penting untuk
atau meredakan memilih intervensi
nyeri, lokasi, yang cocok dan
lama, dan untuk mengevaluasi
karakteristik-nya keefektifan dari
  terapi yang
diberikan
 
Mandiri :
1. Anjurkan
klien untuk
menghindari 1. Mengurangi
alergen atau bertambah
iritan beratnya
terhadap penyakit
debu, bahan  
kimia, asap  
rokok, dan  
mengistirah  
atkan atau
meminimalk
an bicara
bila suara
serak.
2. Anjurkan
untuk
melakukan
kumur air
hangat.
 

2. Peningkatan
sirkulasi pada
Kolaborasi : daerah
Berikan obat tenggorokan
sesuai indikasi. serta
mengurangi
nyeri
tenggorokan.

Kortikosteroid
digunakan untuk
mencegah reaksi
alergi atau
menghambat
pengeluaran
histamin dalam
inflamasi
pernafasan.
Analgesik untuk
mengurangi nyeri.
4 Risiko tinggi Tujuan : Meminimalisir Mandiri :
penularan penularan infeksi lewat 1. Batasi
1. Menurunkan
infeksi b.d tidak udara pengun-jung
potensi terpajan
kuatnya KH : Anggota keluarga sesuai
pada penyakit
pertahanan tidak ada yang tertular indikasi.
infeksius
sekunder ISPA
2. Menurunkan
(adanya infeksi 2. Jaga
konsumsi atau
penekanan keseimba-
kebutuhan
imun) ngan antara
istirahat dan keseimbangan
aktifitas oksigen dan
memperbaiki
pertahanan
klien terhadap
infeksi,
meningkatkan
penyembuhan
3. Tutup mulut 3. Mencegah
dan hidung penyebaran
jika hendak patogen melalui
bersin. cairan.
4. Tingkatkan 4. Malnutrisi dapat
daya tahan mempengaruhi
tubuh, kesehatan
terutama umum dan
anak menurunkan
dibawah tahanan terhada
usis 2 infeksi
tahun,
lansia, dan  
penderita  

penyakit  

kronis.
Konsumsi
vitamin C, A
dan mineral
seng atau
antioksidan
jika kondisi
tubuh
menurun
atau asupan
makanan
berkurang

Kolaborasi :
Pemberian obat
sesuai hasil
kultur. Dapat diberikan
untuk organisme
usus yang
teridentifikasi
dengan kultur dan
sensitifitas atau
diberikan secara
profilaktik

III. IMPLEMENTASI

Dx 1 : Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi :

- Mengukur tanda tanda vital


- Mengompres kepala atau aksila dengan mengunakan air dingin
- Memberikan penjelasan kepada klien tentang manfaat menggunakan pakaian
berbahan tipis
- Memberikan obat penurun panas sesuai dengan dosis dan tepat waktu.

Dx 2 :Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d

anoreksia :

- Membantu jenis dan makanan yang dimakan klien


- Membuat catatan makanan harian
- Monitor lingkungan selama klien makan.
- Monitor intake nutrisi

Dx 3 : Nyeri akut b.d inflamasi pada membrane mukosa faring dan tonsil :

- Tingkatkan istirahat
- Berikan informasi tentang nyeri kepada keluarga anak, seperti penyebab
nyeri  berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali.

Dx 4 : Resiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan


sekunder :

- Membatasi pengunjung
- Mempertahankan teknik isolasi
- Memperbanyak istirahat

IV. EVALUASI

Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan


dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan
atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001). Evaluasi yang diharapkan pada
pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah :

1. Suhu tubuh pasien dalam rentang normal antara 36 -37,5 C.


2. Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal.
3. Nyeri hilang atau terkontrol.
4. Tidak terjadi komplikasi pada klien.
DAFTAR PUSTAKA

Nina Widya Ningrum. (2017). Laporan Pendahuluan Ispa. Retrieved from


https://www.scribd.com/doc/211184227/Laporan-Pendahuluan-Ispa.

Fajriah, Nurul._____. Patofisiologi ISPA. Alamat :


http://www.academia.edu/8453207/Patofisiologi_ISPA.

Wong, Donna L, dkk. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Jakarta : EGC.

Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler
dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

Haq, Nuzulul Zulqarnain. Asuhan Keperawatan ISPA. Alamat : http://nuzulul-


fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35511-Kep%20Respirasi-Askep%20ISPA.html#popup

Williasari. Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Penyakit Ispa . Alamat :


http://www.google.com/amp/s/williafadhmad.wordpress.com/2012/10/22/asuhan-
keperawatan-pada-anak-dengan-penyakit-ispa/amp/

DEPKES. 2007. Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. EGC : Jakarta
Doenges, E. Marilynn. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan Ed. 3.EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2010. Kamus Saku Keperawatan Ed.31.EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai