Anda di halaman 1dari 15

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan disajikan tentang hasil penelitian Analisis Regiment

Terapi Farmakologis Terhadap Perilaku Adaptif Dan Tekanan Darah Pada Pasien

Odgj di Yayasan Panti Kesehatan As Shifa Tebbenah Langkap Burneh

Bangkalan. Dengan jumlah responden sebanyak 20 pasien, yang dilakukan pada

bulan Juni 2021. Hasil penelitian dimulai dari data umum dan data khusus yang

meliputi Analisis Regiment Terapi Farmakologis Terhadap Perilaku Adaptif Dan

Tekanan Darah Pada Pasien ODGJ.

4.1 Data Umum

Data umum ini membahas masalah penelitian, data ini disajikan dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi.

4.1.1 Karakteristik Berdasarkan Usia Responden di Yayasan Panti Kesehatan As


Shifa Tebbenah Langkap Burneh Bangkalan.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Responden Di Yayasan Panti


Kesehatan As Shifa Tebbenah Langkap Burneh Bangkalan Pada
Bulan Juni 2021.

No. Kategori Frekuensi Persentase (%)


1. 17 – 25 tahun 1 5.0
2. 26 – 35 tahun 11 55.0
3. 36 – 45 tahun 3 15.0
4. 46 – 55 tahun 5 25.0
Jumlah 20 100

Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2021


Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden pada penelitian

ini berusia 25-36 tahun sebanyak 11 orang dengan persentase 55.0%.

4.1.2 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin Responden Di Yayasan Panti

Kesehatan As Shifa Tebbenah Langkap Burneh Bangkalan.

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin responden di Yayasan

Panti Kesehatan As Shifa Tebbenah Langkap Burneh Bangkalan pada

bulan Juni 2021.

No. Kategori Frekuensi Persentase (%)


1. Laki-laki 17 85.0
2. Perempuan 3 15.0
Jumlah 20 100

Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2021

Tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa sebagian responden di Yayasan

Panti Kesehatan As Shifa Tebbenah Langkap Burneh Bangkalan berjenis kelamin

laki-laki yaitu hampir seluruh sebanyak 17 orang dengan persentase 85.0%.

4.2 Data Khusus

Pada data khusus merupakan data dari variabel penelitian yang didapatkan

dari hasil kusioner bulan Juni 2021 pada 20 responden di Yayasan Panti

Kesehatan As Shifa Tebbenah Langkap Burneh Bangkalan. Pada data khusus

akan disajikan hasil pengumpulan data yang meliputi distribusi frekuensi

responden berdasarkan variabel yang diteliti.

4.2.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Regimen Terapi Farmakologis


Tabel 4.3 Distribusi Berdasarkan Regimen Terapi Farmakologis Pada Pasien

ODGJ Di Yayasan Panti Kesehatan As Shifa Tebbenah Langkap

Burneh Bangkalan pada bulan Juni 2021.

No. Kategori Frekuensi Persentase (%)


1. Teratur 20 100.0
Jumlah 20 100

Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2021

Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa hasil penelitian pada

pasien ODGJ Di Yayasan Panti Kesehatan As Shifa Tebbenah Langkap Burneh

Bangkalan dari 20 responden seluruh regimen terapi farmakologis pada tingkat

teratur sebanyak 20 responden dengan frekuensi (100.0%).

4.2.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan perilaku adaptif

Tabel 4.3 Distribusi Berdasarkan perilaku adaptif Pada Pasien ODGJ Di

Yayasan Panti Kesehatan As Shifa Tebbenah Langkap Burneh

Bangkalan pada bulan Juni 2021.

No. Kategori Frekuensi Persentase (%)


1. Kurang 1 5.0
2. Cukup 10 50.0
3. Baik 9 45.0
Jumlah 20 100

Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2021

Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa hasil penelitian pada

pasien ODGJ Di Yayasan Panti Kesehatan As Shifa Tebbenah Langkap Burneh


Bangkalan dari 20 responden setengahnya perlaku adaptif pada tingkat kurang

sebanyak 10 responden dengan frekuensi (50.0%).

4.2.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tekanan Darah

Tabel 4.4 Distribusi Berdasarkan Tekanan Darah Pada Pasien ODGJ Di

Yayasan Panti Kesehatan As Shifa Tebbenah Langkap Burneh

Bangkalan pada bulan Juni 2021.

No. Kategori Frekuensi Persentase (%)


1. Normal 8 40.0
2. Normal tinggi 7 35.0
3. Stadium 1 5 25.0
Jumlah 20 100

Sumber: Data Primer Penelitian Tahun 2021

Berdasarkan tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa hasil penelitian pada

pasien ODGJ Di Yayasan Panti Kesehatan As Shifa Tebbenah Langkap Burneh

Bangkalan dari 20 responden hampir setengahnya Normal sebanyak 8 responden

dengan frekuensi (40.0%).

4.2.3 Tabulasi Silang Hubungan Regiment Terapi Farmakologi dengan perilaku

adaptif Pada Pasien ODGJ.

Tabel 4.4 Tabulasi Silang Hubungan Regiment Terapi Farmakologi dengan

perilaku adaptif Pada Pasien ODGJ.

Perilaku sosial adaptif Total


Baik Cukup Kurang
Regiment terapi Teratur Count 9 10 1 20
farmakologi % of total 45.0 % 50.0% 5.0 % 100.0
%
Total Count 9 10 1 20
% of total 45.0% 50.0% 5.0 % 100.0
%
Berdasarkan tabel. Tabulasi silang diatas pada pasien ODGJ Regimen

Terapi Farmakologi nya sangat kurang dengan perilaku adaptif kurang sebanyak

1 pasien ODGJ atau (5.0%). Sedangkan berdasarkan uji statistik Regresi

didapatkan hasil P Value: 0.010 < α: 0,05 dengan nilai korelasi sebesar 0.655

sehingga H0 ditolak. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan Regimen Terapi

Farmakologi dengan perilaku adaptif pada pasien ODGJ.

4.2.3 Tabulasi Silang Hubungan Regimen Terapi Farmakologis Dengan tekanan

darah Pada Pasien ODGJ.

Tabel 4.4 Tabulasi Silang Hubungan Regimen Terapi Farmakologis Dengan

tekanan darah

MAP (Mean Arterial Pressure) Total


Normal Normal tinggi Stadium 1
Regiment terapi Teratur count 8 7 5 20
farmakologi % of total 40.0 % 35.0% 25.0 % 100.0
%
Total count 8 7 5 20
% of total 40.0% 35.0% 25.0 % 100.0
%

Berdasarkan tabel. Tabulasi silang diatas pada pasien ODGJ Regiment

Terapi Farmakologis nya sangat kurang dengan tekanan darah diri kurang

sebanyak 9 pasien ODGJ atau (5.0%). Sedangkan berdasarkan uji statistik

Regresi didapatkan hasil P Value: 0.000 < α: 0,05 dengan nilai korelasi sebesar

0.374 sehingga H0 ditolak. Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan antara

Regimen Terapi Farmakologis dengan tekanan darah.


BAB 5

PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengumpulan data dan dilakukan tabulasi silang terhadap

variabel independen dan dependen, dapat dilakukan suatu analisa hubungan yaitu

Regiment Terapi Farmakologis terhadap Perilaku Adaptif dan Tekanan Darah pada

ODGJ di Yayasan Panti Kesehatan As Shifa Tebbenah Langkap Burneh Bangkalan.

5.1 Gambaran Regiment Terapi Farmakologis pada Pasien ODGJ

Berdasarkan Regimen Terapi Farmakologis menunjukkan hasil penelitian

pada pasien ODGJ Di Yayasan Panti Kesehatan As Shifa Tebbenah Langkap Burneh

Bangkalan, pada tingkat teratur sejumlah 20 responden dengan frekuensi (100.0%).

Menurut pengelola panti terapi farmakologis ketersediannya sangat terbatas, namun di

samping kekurangan itu pasien ODGJ harus tetap teratur dalam pemebrian terapi

farmakologis.

Pasien ODGJ diharuskan menerima pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan

klinis, hal ini dibutuhkan agar dapat mengurangi dampak buruk yang terjadi.

Penggunaan obat yang kurang dan tidak teratur kemungkinan besar akan berdampak
negatif pada perubahan prilaku yang diterima pasien. Serta ketepatan dosis dapat

membuat tingkat keberhasilan atau kemanjuran terapi farmakologis (Kurniawan,

2020). Peneliti berasumsi bahwa kekambuhan pasien ODGJ dipengaruhi oleh

ketapatan dan jenis pemberian obat, hal ini seseuai dengan data di lapangan

bahwasanya pasien ODGJ merasa lebih tenang, lebih kondusif, serta nyambung saat

diajak berbicara. Selain itu keterkaitannya dengan terapi farmakolagi yang teratur

membuat pasien kembali mudah menjalankan aktivitasnya sehari-hari, seperti bertani,

berkebun, berternak, dan bersih-bersih lingkungan, namun dalam lingkup dan

pengawasan pihak panti. Kurangnya kepedulian keluarga terhadap pasien ODGJ

karena faktanya pasien jarang untuk dikunjungi atau hanya sekedar memberikan

support bahkan ada yang dikunjungi 1 tahun 1 kali hal ini juga dapat mempengaruhi

terhadap kesembuhan pasien ODGJ itu sendiri, kurangnya interaksi dengan teman dan

wilayah sekitarnya, belum bisa berinteraksi dengan tetangga sekitar, dan masih

banyak pasien yang belom bisa melakukan pekerjaan secara mandiri seperti menyapu

halaman kamarnya.

Berdasarkan karakteristik usia menunjukkan bahwa sebagian besar responden

pada penelitian ini berusia 25-36 tahun sebanyak 11 orang dengan persentase 55.0%.

Dalam penelitian Syamsudin (2011), menyebutkan saat usia kita bertambah tubuh kita

akan memberikan reaksi yang berbeda terhadap obat-obatan. Usia juga mempengaruhi

metabolisme dan klirens obat akibat perubahan yang terjadi pada hati dan ginjal, saat

tubuh semakin tua maka aliran darah melalui hati berkurang dan klirens beberapa obat

dapat terhambat sekitar 30-40%.

Menurut peneliti perubahan fisiologis pada lansia menyababkan metabolisme

berkurang, semakin tinggi usia maka akan semakin menurun klirens obat pada tubuh,

hal ini akan mengurangi aliran darah yang dapat menghambat interksi obat. Hampir
sebagian besar responden berada di usia 25-36 tahun, yang menyebabkan terapi

farmakologi menjadi lebih mudah dibandingkan dengan usia lansia. Sehingga proses

pemulihan jauh lebih cepat meskipun tidak kembali pada kondisi yang semula.

Berdasarkan hasil karakteristik jenis kelamin menunjukkan bahwa sebagian

responden di Yayasan Panti Kesehatan As Shifa Tebbenah Langkap Burneh

Bangkalan berjenis kelamin laki-laki yaitu hampir seluruh sebanyak 17 orang dengan

persentase 85.0%. Menurut penelitian Kurniawan (2020) prognosis pada laki-laki

lebih buruk dibandingkan wanita sehingga lebih cepat terlihat. Penyebabnya dapat

karena faktor genetik, limgkungan atau pengaruh dari dalam diri sendiri. Pria lebih

banyak memiliki gejala negatif, sedangkan wanita memiliki gejala afektif, baik dalam

jenis tingkat keparahan.

Menurut peneliti laki-laki harus lebih terpantau dalam pemberian terapi

farmakologis, karena cendereng melakukan hal yang negatif dibandingkan dengan

perempuan sehingga dapat dikatakan pemulihan lebih lama dan susah. Diperlukan

terapi obat yang teratur dan sesuai indikasi, agar mencapai pemulihan yang bersifat

positif untuk kehidupannya.

5.2 Gambaran Perilaku Adaptif Pada Pasien ODGJ

Berdasarkan distribusi frekuensi menunjukkan bahwa hasil penelitian

pada pasien ODGJ Di Yayasan Panti Kesehatan As Shifa Tebbenah Langkap

Burneh Bangkalan hampir setengahnya Perlaku Adaptif pada tingkat kurang

sebanyak 10 responden dengan frekuensi (50.0%). Perilaku adaptif merupakan

kematangan diri dan sosial seseorang individu dalam melakukan kegiatan umum

sehari – hari sesuai dengan keadaan umumnya dan berkaitan dengan budaya

kelompoknya singkatnya perilaku adaptif merupakan suatu kemampuan


seseorang untuk dapat mengatasi keadaan – keadaan yang terjadi dalam

masyarakat dan lingkungannya ( Sloan dan Buch; Delphie, 2005 ; 37 ).

Menurut peneliti Perilaku Adaptif sangat bergantug pada kondisi ODGJ itu

sendiri, perasan putus asa, cemas, dan emosi tidak terkontrol menyabakan ODGJ sulit

dalam menyelesaikan masalah serta mengarah kepada perilaku maladptif. Hal ini akan

memeperburuk keadaan ODGJ dimana pasien tidak lagi kooperatif dan pastinya

membutuhkan lebih banyak obat bahkan dukungan, agar pasien lebih mudah tenang.

Selain itu akan berdampak pada lama proses pemulihan pasien ODGJ.

Berdasarkan karakteristik responden menunjukkan bahwa sebagian responden

di Yayasan Panti Kesehatan As Shifa Tebbenah Langkap Burneh Bangkalan berjenis

kelamin laki-laki yaitu hampir seluruh sebanyak 17 orang dengan persentase 85.0%.

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki.

Menurut penelitian Masykouri (2005) laki-laki lebih menunjukkan perilaku agresif,

perbandingannya 5:1 artinya jumlah laki-laki yang melakukan perilaku agresif 5 kali

lebih banyak dibandingkan perempuan. Sehingga menurut peneliti laki-laki cenderung

brutal untuk melakukan semua yang mereka inginkan, entah itu nantinya dapat

melukainya maupun tidak. Selain itu laki-laki memiliki kekuatan yang lebih besar dari

prempuan, hal ini berimbas pada perilakunya yang cenderung tidak Adaptif, karena

sulit mengkontrol dirinya sendiri.

Analisis kuisioner didapatkan domain tertinggi berada pada domain sosialisasi

dengan nilai 41. Keterampilan sosial merupakan kemampuan individu untuk

berinteraksi secara efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun non verbal

sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, sehingga ini merupakan

perilaku yang dipelajari. Area yang dikembangkan pada aspek sosial yaitu hubungan

antar personal, bermain dan waktu luang, mengikuti aturan, serta kemampuan
mengatasi masalah. Keterampilan sosial sangat dibutuhkan terlebih untuk ODGJ

dalam kaitannya dengan perilaku adaptif, materi yang dipelajari untuk

mengembangkan keterampilan sosial dapat disajikan dalam bentuk aktivitas individu

dalam berinteraksi (Retno,2018).

Peneliti berambisi kehidupan sosial ODGJ sangat beragam dan cukup,

darimulai bercocok tanam, berternak, serta membersihkan lingkugan. Kegitan ini

membuatkegiatan social pasien terpenuhi dan cukup tinggi. Kebebasan bersosialisasi

mampu menciptakan perilaku yang adaptif. Namun kegiatan ini tetap dalam panatuan

pihak panti.

Analisis kuisioner untuk domain terendah yaitu komunikasi dengan nilai 37.

Merupakan penyampaian informasi dan pemahaman informasi dari orang lain. Krik

and Gallagher menyampaikan bahwa komunikasi adalah pergantian informasi,

perasaan da ide dengan syarat tiga hal yakni penerima, pesa, da pengirim. Komunikasi

dapat terjadi jika ada orang yang mengirim dan menerima pesan, yang dapat dilakuka

secara verbal maupun tulisan, ranah komunikasi dalam perilaku adaptif dibagi

menjadi tiga apek yaitu reseptif, ekspresif, dan tertulis. Strategi pembelajaran

komunikasi untuk anak berkebutuhan khusus sering menggunakan komunikasi verbal.

Menurut peneliti berkomunikasi dengan pasien ODGJ pasti terdapat batasnnya.

Ketidakmampuan psien dalam memahami percakapan membuat peneliti kesulitan,

namun ada beberapa interaksi yang lansung diterima pasien dan dijawab dengan

informasi Kembali.

Butir kuisioner dengan nilai tertinggi terdapat pada nomer 19 domain sosial

dengan nilai 47. Keterampilan sosial merupakan kemampuan individu untuk

berinteraksi secara efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun non verbal
sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, area yang dikembangkan

pada aspek sosial yaitu hubungan antar personal, bermain dan waktu luang, mengikuti

aturan, serta kemampuan mengatasi masalah, dan keterampilan sosial sangat

dibutuhkan terlebih untuk ODGJ (Retno,2018). Peneliti berpendapat bahwasannya

ODGJ mempunyai berbgai kegiatan sosial yang cukup, mampu mengatasi waktu

luang mereka. Mereka mampu melakukan berbagai aktivitas sehari-hari orang normal

sesusi dengan prosedur panti dan tetap dalam lingkup pengelola panti.

Butir kuisioner terendah pada nomer 13 domain keterampilan dengan nilai 32.

Menurut Mumpuniarti keterampilan adalah kebiasaan-kebiasaan rutin yang biasa

dilakukan seseorang seperti berpakaian, makan, beristirahat, memlihara kesehatan,

kemampuan untuk buang air kecil dan air besar di tempat tertentu (kamar mandi),

keselamatan diri dan tindakan pencegahan terhadap penyakit secara sederhana.

Menurut peneliti ODGJ masih perlu bantuan dari pihan panti dalam membereskan

perlatannya sendiri, hal ini membuat pasien kesulitan, sehingga menjadi skor paling

rendah dari pada yang lain.

5.3 Gambaran Trekanan Darah Pada Pasien ODGJ

Berdasarkan tabel distribusi diatas menunjukkan bahwa hasil penelitian pada

pasien ODGJ Di Yayasan Panti Kesehatan As Shifa Tebbenah Langkap Burneh

Bangkalan dari 20 responden hampir setengahnya Normal sebanyak 8 responden

dengan frekuensi (40.0%). Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah

terhadap pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastis

pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatkan volume darah

atau penurunan elastisitas pembuluh darah. (Ronny, dkk., 2008; Maldani, 2015).

Peneliti berpendapat bahsanya ODGJ pastinya akan mengalami ketidakstabilan


tekanan darah, hal ini diakibatkan karena konsumsi obat-obatan yang harus teratur

tiap waktunya. Karena ini berkaitan dengan perilaku dan pemulihan pasien.

5.4 Analisis Hubungan Regiment Terapi Farmakologis dengan Perilaku Adaptif

Berdasarkan Tabulasi silang diatas pada pasien ODGJ Regimen Terapi

Farmakologi nya sangat kurang dengan perilaku adaptif kurang sebanyak 1 pasien

ODGJ atau (5.0%). Sedangkan berdasarkan uji statistik Regresi didapatkan hasil P

Value: 0.010 < α: 0,05 dengan nilai korelasi sebesar 0.655 sehingga H0 ditolak. Hal ini

menunjukan bahwa ada hubungan Regimen Terapi Farmakologi dengan perilaku

adaptif pada pasien ODGJ. Jenis psikofarmakologi utama yang diberikan pada

penderita gangguan jiwa adalah antipsikotik karena penderita gangguan jiwa memiliki

gejala psikotik. Antipsikotik terbagi dalam dua group yaitu tipikal dan atipikal

(Videbeck, 2011). Tipikal antipsikotik berperan dalam menurunkan gejala positif dari

gangguan jiwa, namun sedikit berperan dalam menangani gejala negatifnya (Lieberman

& Tasman, 2006). Beda halnya dengan tipikal antipsikotik, atipikal antipsikotik

memiliki peran yang kuat dalam menurunkan gejala gangguan jiwa baik positif maupun

negatif (Shives, 2012). Selain itu, atipikal antipsikotik tidak memiliki banyak efek

samping dibandingkan dengan tipikal antipsikotik. Dapat disimpulkan bahwa atipikal

antipsikotik lebih efektif dari pada tipikal antispikotik dalam menangani gejala positif

dan negatif dari gangguan jiwa.

5.5 Analisis Hubungan Regiment Terapi Farmakologis dengan Tekanan Darah


Berdasarkan tabel. Tabulasi silang diatas pada pasien ODGJ Regiment Terapi

Farmakologis nya sangat kurang dengan tekanan darah diri kurang sebanyak 9 pasien

ODGJ atau (5.0%). Sedangkan berdasarkan uji statistik Regresi didapatkan hasil P

Value: 0.000 < α: 0,05 dengan nilai korelasi sebesar 0.374 sehingga H0 ditolak. Hal ini

menunjukan bahwa ada hubungan antara Regimen Terapi Farmakologis dengan

tekanan darah. Psikofarmakologi terdiri dari beberapa kategori diantaranya antiansietas,

antidepresan, penstabil mood, antipsikotik, antiparkinson, dan stimulan (Townsend,

2009) Pemberian jenis obat disesuaikan dengan gejala yang muncul dan berdasarkan

ketidakseimbangan dari setiap neurotransmiter. Pemberian antipsikotik pada pasien

gangguan jiwa sangat dianjurkan untuk mencegah efek samping yang dapat

membahayakan pasien gangguan jiwa. obat – obat anti-psikosis yang merupakan

antagonis dopamine yang bekerja menghambat reseptor dopamine dalam berbagai jaras

otak. Sedian obat anti-psikosis yang ada di Indonesia adalah chlorpromazine,

haloperidol, perphenazine, fluphenazine, fluphenazine decanoate, levomepromazine,

trifluoperazine, thioridazine, sulpiride, pinozide, risperidone (Ns.Nurhalimah,2016).

Efek samping dari pengunaan obat – obatan anti psikotik yaitu Efek

neurotoksis seperti tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia. Dan Reakasi autonomik

(jantung) biasanya terjadi pening/pusing, takikardia, penurunan tekanan darah

diastolic. biasanya berkurang setelah 2-3 minggu bila tetap diberikan dengan dosis

yang sama, Pada keadaan overdosis/ intoksikasi trisiklik dapat timbul atropine toxic

syndrome dengan gejala eksitasi susunan saraf pusat, hipertensi, hiperpireksia,

konvulsi, “toxic convulsional state” (confusion, delirium dan disorientasi).


BAB 6
PENUTUP

6.1 Keseimpulan

a. Regimen Terapi Farmakologis menunjukkan pada tingkat teratur

b. Perlaku Adaptif hampir setengahnya pada tingkat kurang

c. Tekanan Darah hampir setengahnya normal

d. Ada hubungan Regiment Terapi Farmakologis dengan Perilaku Adaptif

e. Ada hubungan Regiment Terapi Farmakologis dengan Tekanan Darah.

6.2 Saran

6.2.1. Saran Teoritis

Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa ada hubungan antara pengetahuan,

sikap, sarana prasarana dengan kepatuhan perawat melakukan 6 sasaran keselamatan

pasien di puskesmas Omben, Puskesmas Karangpenang, dan Puskesmas Robatal

sehingga dapat memberikan sumbangsih dalam pengembangan ilmu Manajemen

Keperawatan.
6.2.2. Saran Praktis

a. Bagi Puskesmas (Layanan Kesehatan) Sebagai sumber informasi dan evaluasi yang

diperlukan dalam pelaksanaan praktik pelayanan keperawatan khususnya perilaku

terhadap kepatuhan perawat melakukan 6 sasaran keselamatan pasien.

b. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai sumber informasi dan sebagai bahan masukan

dalam kegiatan belajar mengajar mahasiswa tentang Manajemen Keselamatan pasien.

c. Bagi Profesi keperawatan Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan

informasi tentang pengetahuan, sikap dan sarana prasarana terhadap penerapan

sasaran keselamatan pasien.

d. Bagi Responden Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan bahan evaluasi

sehingga perawat dapat terus meningkatkan penerapan sasaran keselamatan pasien.

Anda mungkin juga menyukai