Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH MATAKULIAH PANCASILA

Modul 9
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

Disusun oleh:
Firda Fitriyana Zahro / 204105030039
Ikma Palupi Harjo / 204105030040

Dosen Pengampu:
Dr.Hj. Ni Nyoman Putu Martini G,SE,MM

PROGRAM AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
2020
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
1. 1 Latar Belakang Masalah...................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................................4
1.3 Tujuan................................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................5
2. 1 Pengertian Etika................................................................................................................................5
2.2 Etika Pancasila...................................................................................................................................7
2.3 Pancasila Sebagai Problem Solving Bangsa....................................................................................10
BAB III PENUTUP...................................................................................................................................14
3. 1 Kesimpulan.....................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................15
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan Kehadirat Tuhan Yang maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah “ pancasila sebagai system etika” yang
diampu oleh ibu Dr.Hj. Ni Nyoman Putu Martini G,SE,MM. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam
pendidikan akuntansi syariah. Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, saya sampaikan terima kasih Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah


Pancasila adalah sebagai dasar negara Indonesia yang memegang peranan penting dalam
setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia salah satunya adalah “Pancasila sebagai suatu
sistem etika”. Di dunia internasional bangsa Indonesia terkenal sebagai salah satu negara yang
memiliki etika yang baik, rakyatnya yang ramah, sopan santun, dll. Pancasila adalah suatu
kesatuan yang majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila lainnya,
diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan. Inti dan isi Pancasila adalah manusia
monopluralis yang memiliki unsur-unsur susunan kodrat (jasmani –rohani), sifat kodrat
(individu-makhluk sosial), kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri, yaitu makhluk
Tuhan Yang Maha Esa. Pancasila merupakan penjelmaan hakekat manusia monopluralis sebagai
kesatuan. Pancasila memegang peranan besar dalam membentuk pola pikir bangsa Indonesia
sehingga bangsa Indonesia dapat dihargai sebagai salah satu bangsa yang beradab
didunia .Kecenderungan menganggap acuh dan sepele akan kehadiran pancasila diharapkan
dapat ditinggalkan dan di tinggalkan, karena pancasila wajib diamalkan oleh warga Negara
Indonesia. Alasan lain karena  bangsa yang besar adalah bangsa yang beradab. Pembentukan
etika bukan hal yang susah dan gampang untuk dilakukan, karena etika berasal dari tingkah laku,
perkataan, perbuatan, serta hati nurani kita masing-masing.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam makalah ini terdapat beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

a. Apa pengertian etika?


b. Apa etika pancasila itu sendiri ?
c. Apa yang dimaksud dengan pancasila sebagai problem solving bangsa ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
a. Dapat memahami pengertian etika
b. Dapat memahami etika pancasila
c. Dapat memahami pancasila sebagai problem solving bangsa
BAB II PEMBAHASAN

2. 1 Pengertian Etika
Istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani, “Ethos” yang artinya tempat tinggal
yang biasa, padang rumput,kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, dan cara
berpikir. Secara etimologis, etika berarti ilmu tentang segala sesuatu yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan
kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun
masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke
generasi yang lain. Dalam artian ini, etika sama maknanya dengan moral. Etika dalam arti
yang luas ialah ilmu yang membahas tentang kriteria baik dan buruk (Bertens, 1997: 4--
6). Etika pada umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala sesuatu
yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia. Keseluruhan perilaku manusia
dengan norma dan prinsip-prinsip yang mengaturnya itu kerapkali disebut moralitas atau
etika (Sastrapratedja, 2002: 81). Etika selalu terkait dengan masalah nilai sehingga
perbincangan tentang etika, pada umumnya membicarakan tentang masalah nilai (baik
atau buruk). Apakah yang kalian ketahui tentang nilai? Frondizi menerangkan bahwa
nilai merupakan kualitas yang tidak real karena nilai itu tidak ada untuk dirinya sendiri,
nilai membutuhkan pengemban untuk berada (2001:7). Misalnya, nilai kejujuran melekat
pada sikap dan kepribadian seseorang. Istilah nilai mengandung penggunaan yang
kompleks dan bervariasi. Lacey menjelaskan bahwa paling tidak ada enam pengertian
nilai dalam penggunaan secara umum, yaitu sebagai berikut.
1. Sesuatu yang fundamental yang dicari orang sepanjang hidupnya.
2. Suatu kualitas atau tindakan yang berharga, kebaikan, makna atau pemenuhan karakter
untuk kehidupan seseorang.
3. Suatu kualitas atau tindakan sebagian membentuk identitas seseorang sebagai
pengevaluasian diri, penginterpretasian diri, dan pembentukan diri.
4. Suatu kriteria fundamental bagi seseorang untuk memilih sesuatu yang baik di antara
berbagai kemungkinan tindakan.
5. Suatu standar yang fundamental yang dipegang oleh seseorang ketika bertingkah laku
bagi dirinya dan orang lain.
6. Suatu ”objek nilai”, suatu hubungan yang tepat dengan sesuatu yang sekaligus
membentuk hidup yang berharga dengan identitas kepribadian seseorang. Objek nilai
mencakup karya seni, teori ilmiah, teknologi, objek yang disucikan, budaya, tradisi,
lembaga, orang lain, dan alam itu sendiri (Lacey, 1999: 23).
Dengan demikian, nilai sebagaimana pengertian butir kelima (5), yaitu sebagai standar
fundamental yang menjadi pegangan bagi seseorang dalam bertindak, merupakan kriteria
yang penting untuk mengukur karakter seseorang. Nilai sebagai standar fundamental ini
pula yang diterapkan seseorang dalam pergaulannya dengan orang lain sehingga
perbuatannya dapat dikategorikan etis atau tidak.
2.2 Etika Pancasila
Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai
Pancasila, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Suatu
perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut,
namun juga sesuai dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilai Pancasila
meskipun merupakan kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat
kebudayaan bangsa Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga bersifat universal
yaitu dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun. Rumusan Pancasila yang otentik dimuat dalam
Pembukan UUD 1945 alinea keempat. Dalam penjelasan UUD 1945 yang disusun oleh PPKI
ditegaskan bahwa “pokok- pokok  pikiran  yang termuat dalam Pembukaan (ada empat, yaitu
persatuan, keadilan, kerakyatan dan ketuhanan menurut kemanusiaan yang adildan beradab)
dijabarkan ke dalam pasal-pasal Batang Tubuh. Dan menurut TAP MPRS No.XX/MPRS/1966
dikatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum.
Hakikat Pancasila pada dasarnya merupakan satu sila yaitu gotong royong atau cinta kasih
dimana sila tersebut melekat pada setiap insan, maka nilai-nilai Pancasila identik dengan kodrat
manusia. oleh sebab itu penyelenggaraan Negara yang dilakukan oleh pemerintah tidak boleh
bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, terutama manusia yang tinggal di wilayah
nusantara. Pancasila merupakan  hasil kompromi  nasional  dan  pernyataan  resmi  bahwa
bangsa Indonesia menempatkan  kedudukan setiap warga negara secara sama, tanpa
membedakan antara penganut agama mayoritas maupun minoritas. Selain itu juga tidak
membedakan unsur lain seperti gender, budaya, dan daerah. Nilai-nilai Pancasila bersifat
universal yang memperlihatkan napas humanisme, karenanya Pancasila dapat dengan mudah
diterima oleh siapa saja.
Di dalam Pancasila terdapat nilai-nilai dan makna-makna yang dapat di implementasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
1.    Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara garis besar mengandung makna bahwa Negara
melindungi setiap pemeluk agama (yang tentu saja agama diakui di Indonesia) untuk
menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran agamanya. Tanpa ada paksaan dari siapa pun untuk
memeluk agama, bukan mendirikan suatu agama. Tidak memaksakan suatu agama atau
kepercayaannya kepada orang lain. Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan
beragama. Dan bertoleransi dalam beragama, yakni saling menghormati kebebasan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
2.    Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Mengandung makna bahwa setiap warga
Negara mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum, karena Indonesia berdasarkan atas
Negara hukum. mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara
sesama manusia. Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan.
Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Bertingkah laku sesuai dengan adab dan norma yang
berlaku di masyarakat.
3.    Sila Ketiga: Persatuan Indonesia. Mengandung makna bahwa seluruh penduduk yang mendiami
seluruh pulau yang ada di Indonesia ini merupakan saudara, tanpa pernah membedakan suku,
agama ras bahkan adat istiadat atau kebudayaan. Penduduk Indonesia adalah satu yakni satu
bangsa Indonesia. cinta terhadap bangsa dan tanah air. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia. Rela berkorban demi bangsa dan negara. Menumbuhkan rasa senasib dan
sepenanggungan.
4.    Sila Keempat: Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan. Mengandung maksud bahwa setiap pengambilan keputusan
hendaknya dilakukan dengan jalan musyawarah untuk mufakat, bukan hanya mementingkan
segelintir golongan saja yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan anarkisme. tidak
memaksakan kehendak kepada orang lain. Melakukan musyawarah, artinya mengusahakan
putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama. Mengutamakan
kepentingan negara dan masyarakat.
5.    Sila Kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat Indonesia. Mengandung maksud bahwa  setiap
penduduk Indonesia berhak mendapatkan penghidupan yang layak sesuai dengan amanat UUD
1945 dalam setiap lini kehidupan. mengandung arti bersikap adil terhadap sesama, menghormati
dan menghargai hak-hak orang lain. Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat. Seluruh
kekayaan alam dan isinya dipergunakan bagi kepentingan bersama menurut potensi masing-
masing. Segala usaha diarahkan kepada potensi rakyat, memupuk perwatakan dan peningkatan
kualitas rakyat, sehingga kesejahteraan tercapai secara merata. Penghidupan disini tidak hanya
hak untuk hidup, akan tetapi juga kesetaraan dalam hal mengenyam pendidikan. Apabila nilai-
nilai yang terkandung dalam butir-butir Pancasila di terapkan di dalam kehidupan sehari-hari
maka tidak akan ada lagi kita temukan di Negara kita yang namanya ketidak adilan, terorisme,
koruptor, serta kemiskinan. Karena di dalam Pancasila sudah tercemin semua norma-norma yang
menjadi dasar dan ideologi bangsa dan Negara. Sehingga tercapailah cita-cita sang perumus
Pancasila yaitu menjadikan Pancasila menjadi jalan keluar dalam menuntaskan permasalahan
bangsa dan Negara.
2.3 Pancasila Sebagai Problem Solving Bangsa
Begitu banyak masalah menimpa bangsa ini seperti Korupsi, kerusakan lingkunan
sebenarnya berhulu pada dekadensi moral. Dekadensi moral sendiri berarti krisi moral.
Tragisnya, sumber masalah justru berasal dari badan-badan yang ada di negara ini, baik
eksekutif, legislatif maupun yudikatif, badan-badan inilah yang seharusnya mengemban amanat
rakyat. Setiap hari kita disuguhi berita-berita miring yang dilakukan oleh orang-orang yang
dipercaya rakyat untuk menjalankan mesin pembangunan ini. Sebagaimana telah dikatakan
bahwa moralitas memegang kunci sangat penting dalam mengatasi krisis. Jika krisis moral
sebagai hulu dari semua masalah, maka melalui moralitas pula krisis dapat diatasi.

Indikator kemajuan bangsa tidak cukup diukur hanya dari kepandaian warganegaranya,
tidak juga dari kekayaan alam yang dimiliki, namun hal yang lebih mendasar  adalah sejauh
mana bangsa tersebut memegang teguh moralitas. Moralitas memberi dasar, warna sekaligus
penentu arah tindakan suatu bangsa. Moralitas dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu moralitas
individu, moralitas sosial dan moralitas mondial. Moralitas individu lebih merupakan kesadaran
tentang prinsip baik yang bersifat ke dalam, tertanam dalam diri manusia yang akan
mempengaruhi cara berpikir dan bertindak. Seorang yang memiliki moralitas individu yang baik
akan muncul dalam sikap dan perilaku seperti sopan, rendah hati, tidak suka menyakiti orang
lain, toleran, suka menolong, bekerja keras, rajin belajar, rajin ibadah dan lain-lain. Moralitas ini
muncul dari dalam, bukan karena dipaksa dari luar. Bahkan, dalam situasi moral yang terjadi di
luar dirinya, seseorang yang memiliki moralitas individu kuat akan tidak terpengaruh. Moralitas
individu ini terakumulasi menjadi  moralitas sosial, sehingga akan tampak perbedaan antara
masyarakat yang bermoral tinggi dan rendah. Adapun moralitas mondial adalah moralitas yang
bersifat universal yang berlaku di manapun dan kapanpun, moralitas yang terkait dengan
keadilan, kemanusiaan, kemerdekaan, dan sebagainya. Moralitas sosial juga tercermin dari
moralitas individu dalam melihat kenyataan sosial. Bisa jadi seorang yang moral individunya
baik tapi moral sosialnya kurang, hal ini terutama terlihat pada bagaimana mereka berinteraksi
dengan masyarakat yang majemuk. Sikap toleran, suka membantu seringkali hanya ditujukan
kepada orang lain yang menjadi bagian kelompoknya, namun tidak toleran kepada orang di luar
kelompoknya. Sehingga bisa dikatakan bahwa moral sosial tidak cukup sebagai  kumpulan dari
moralitas individu, namun sesungguhnya lebih pada bagaimana individu melihat orang lain
sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat kemanusiaan yang sama.  Moralitas individu
dan sosial memiliki hubungan sangat erat bahkan saling tarik-menarik dan mempengaruhi.
Moralitas individu dapat dipengaruhi moralitas social, demikian pula sebaliknya. Seseorang yang
moralitas individunya baik ketika hidup di lingkungan masyarakat yang bermoral buruk dapat
terpengaruh menjadi amoral. Kenyataan seperti ini seringkali terjadi pada lingkungan pekerjaan.
Ketika lingkungan pekerjaan berisi orang orang yang bermoral buruk, maka orang yang bermoral
baik akan dikucilkan atau diperlakukan tidak adil. Seorang yang moralitas individunya lemah
akan terpengaruh untuk menyesuaikan diri dan mengikuti. Namun sebaliknya, seseorang yang
memiliki moralitas individu baik akan tidak terpengaruh bahkan dapat mempengaruhi
lingkungan yang bermoral buruk tersebut.  Moralitas dapat dianalogikan dengan seorang kusir
kereta kuda yang mampu mengarahkan ke mana kereta akan berjalan. Arah perjalanan kereta
tentu tidak lepas dari ke mana tujuan hendak dituju. Orang yang bermoral tentu mengerti mana
arah yang akan dituju, sehingga pikiran dan langkahnya akan diarahkan kepada tujuan tersebut,
apakah tujuannya hanya untuk kesenangan duniawi diri sendiri saja atau untuk kesenangan orang
lain atau lebih jauh untuk kebahagiaan ruhaniah yang lebih abadi, yaitu pengabdian pada Tuhan.
Pelajaran yang sangat berharga dapat diteladani dari para pendahulu kita yang berjuang demi
meraih kemerdekaan. Moralitas individu dan sosial yang begitu kuat dengan dipayungi moralitas
mondial telah membuahkan hasil dari cita-cita mereka, meskipun mereka banyak yang tidak
sempat merasakan buah perjuangannya sendiri.

Dasar moral yang melandasi perjuangan mereka terabadikan dalam Pembukaan Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang termuat dalam alinea-
alineanya.  Alinea pertama, “bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, oleh karena itu
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan”. Alinea ini menjadi payung moral para pejuang kita bahwa telah terjadi
pelanggaran hak atas kemerdekaan pada bangsa kita. Pelanggaran atas hak kemerdekaan itu
sendiri merupakan pelanggaran atas moral mondial, yaitu perikemanusiaan dan perikeadilan.
Apapun bentuknya penjajahan telah meruntuhkan nilai-nilai hakiki manusia. Apabila ditilik dari
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 tampak jelas bahwa moralitas sangat
mendasari perjuangan merebut kemerdekaan dan bagaimana mengisinya. Alasan dasar mengapa
bangsa ini harus merebut kemerdekaan karena penjajahan bertentangan dengan nilai
kemanusiaan dan keadilan (alinea I). Secara eksplisit founding fathers menyatakan bahwa
kemerdekaan dapat diraih karena rahmat Allah dan adanya keinginan luhur bangsa (alinea III).
Ada perpaduan antara nilai ilahiah dan nilai humanitas yang saling berkelindan. Selanjutnya, di
dalam membangun negara ke depan diperlukan dasar-dasar nilai yang bersifat universal, yaitu
nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Moralitas, saat ini menjadi
barang yang sangat mahal karena semakin langka orang yang masih betul-betul memegang
moralitas tersebut. Namun dapat juga dikatakan sebagai barang murah karena banyak orang
menggadaikan moralitas hanya dengan beberapa lembar uang. Ada keterputusan antara alinea I,
II, III dengan alinea IV. Nilai-nilai yang seharusnya menjadi dasar sekaligus tujuan negara ini
telah digadaikan dengan nafsu berkuasa dan kemewahan harta. Egoisme telah mengalahkan
solidaritas dan kepedulian pada sesama.

Lalu bagaimana membangun kesadaran moral anti korupsi berdasarkan Pancasila?


Korupsi secara harafiah diartikan sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran,
dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian (Tim Penulis Buku Pendidikan anti
korupsi, 2011: 23). Kasus korupsi yang terjadi di Indonesia semakin menunjukkan ekskalasi
yang begitu tinggi. Oleh karenanya, penyelesaian korupsi harus diselesaikan melalui beragam
cara/pendekatan, yang dalam hal ini saya menggunakan istilah pendekatan eksternal maupun
internal. Pendekatan eksternal yang dimaksud adalah adanya unsur dari luar diri manusia yang
memiliki kekuatan ‘memaksa’ orang untuk tidak korupsi. Kekuatan eksternal tersebut misalnya
hukum, budaya dan watak masyarakat. Dengan penegakan hukum yang kuat, baik dari aspek
peraturan maupun aparat penegak hukum, akan meminimalisir terjadinya korupsi. Demikian pula
terciptanya budaya dan watak masyarakat yang anti korupsi juga menjadikan seseorang enggan
untuk melakukan korupsi. Adapun kekuatan internal adalah kekuatan yang muncul dari dalam
diri individu dan mendapat penguatan melalui pendidikan dan pembiasaan. Pendidikan yang kuat
terutama dari keluarga sangat penting untuk menanamkan jiwa anti korupsi, diperkuat dengan
pendidikan formal di sekolah maupun non-formal di luar sekolah.

Membangun kesadaran moral anti korupsi berdasar Pancasila adalah membangun


mentalitas melalui penguatan eksternal dan internal tersebut dalam diri masyarakat. Di perguruan
tinggi penguatan tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan kepribadian termasuk di dalamnya
pendidikan Pancasila.

Nilai-nilai Pancasila apabila betul-betul dipahami, dihayati dan diamalkan tentu mampu
menurunkan angka korupsi. Penanaman satu sila saja, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, apabila
bangsa Indonesia menyadari jati dirinya sebagai makhluk Tuhan, tentu tidak akan mudah
menjatuhkan martabat dirinya ke dalam kehinaan dengan melakukan korupsi. Perbuatan korupsi
terjadi karena hilangnya kontrol diri dan ketidakmampuan untuk menahan diri melakukan
kejahatan. Kebahagiaan material dianggap segala-galanya dibanding kebahagiaan spiritual yang
lebih agung, mendalam dan jangka panjang. Keinginan mendapatkan kekayaan dan kedudukan
secara cepat menjadikannya nilai-nilai agama dikesampingkan. 

Kesadaran manusia akan nilai ketuhanan ini, secara eksistensial akan menempatkan
manusia pada posisi yang sangat tinggi. Hal ini dapat dijelaskan melalui hirarki eksistensial
manusia, yaitu dari tingkatan yang paling rendah, penghambaan terhadap harta (hal yang bersifat
material), lebih tinggi lagi adalah penghambaan terhadap manusia, dan yang paling tinggi adalah
penghambaan pada Tuhan. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna tentu
tidak akan merendahkan dirinya diperhamba oleh harta, namun akan menyerahkan diri sebagai
hamba Tuhan. Buah dari pemahaman dan penghayatan nilai ketuhanan ini adalah kerelaan untuk
diatur Tuhan, melakukan yang diperintahkan dan meninggalkan yang dilarang-Nya. Penanaman
satu nilai tentunya tidak cukup dan memang tidak bisa dalam konteks Pancasila, karena nilai-
nilai Pancasila merupakan kesatuan organis yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
Dengan demikian, akan menjadi kekuatan moral besar manakala keseluruhan nilai Pancasila
yang meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan dijadikan
landasan moril dan diejawantahkan dalam seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama
dalam pemberantasan korupsi.

Penanaman nilai sebagaimana tersebut di atas paling efektif adalah melalui pendidikan
dan media. Pendidikan informal di keluarga harus menjadi landasan utama dan kemudian
didukung oleh pendidikan formal di sekolah dan non- formal di masyarakat. Peran media juga
sangat penting karena memiliki daya jangkau dan daya pengaruh yang sangat kuat bagi
masyarakat. Media harus memiliki visi dan misi mendidik bangsa dan membangun karakter
masyarakat yang maju namun tetap berkepribadian Indonesia.
BAB III PENUTUP

3. 1 Kesimpulan
  Berdasarkan isi dari pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa etika berkaitan
dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun
masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi
yang lain. Etika dalam arti yang luas ialah ilmu yang membahas tentang kriteria baik dan buruk.
Suatu standar yang fundamental yang dipegang oleh seseorang ketika bertingkah laku bagi
dirinya dan orang lain. Suatu "objek nilai", suatu hubungan yang tepat dengan sesuatu yang
sekaligus membentuk hidup yang berharga dengan identitas kepribadian seseorang. Nilai sebagai
standar fundamental ini pula yang diterapkan seseorang dalam pergaulannya dengan orang lain
sehingga perbuatannya dapat dikategorikan etis atau tidak. Etika Pancasila adalah etika yang
mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Nilai-nilai Pancasila meskipun merupakan
kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa
Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga bersifat universal yaitu dapat diterima
oleh siapapun dan kapanpun. Di dalam Pancasila terdapat nilai-nilai dan makna-makna yang
dapat di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Karena di dalam Pancasila sudah
tercemin semua norma-norma yang menjadi dasar dan ideologi bangsa dan Negara.
DAFTAR PUSTAKA

https://123789adt.blogspot.com/2016/09/makalah-pancasila-sebagai-sistem-etika.html
https://cahyanirahmatika.blogspot.com/2017/07/makalah-etika-pancasila.html
https://zakiyuddinaslamsyah.blogspot.com/2018/03/makalah-pancasila-pancasila-sebagai.html

Anda mungkin juga menyukai