Anda di halaman 1dari 13

AKTUALITA, Vol.1 No.1 (Juni) 2018 hal.

112-124

KEBIJAKAN HUKUM PENATAAN RUANG KAWASAN HUTAN YANG


BERKEPASTIAN HUKUM DI PROVINSI RIAU

Dede Mirza
Sekretarial Daerah Kota Dumai
e-mail: dedemirza1203@gmail.com

Abstrak-Dengan telah diterbitkannya UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,


maka semua peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi harus
disesuaikan paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak undang-undang
diberlakukan. Penataan ruang kawasan hutan dilakukan dalam rangka revisi Perda
RTRWP untuk mengoptimalkan pemanfaatan ruang agar terwujud ruang yang aman,
nyaman, produktif dan berkelanjutan. Di Provinsi Riau, proses revisi RTRWP belum
selesai sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Perlu adanya kebijakan hukum
penataan ruang kawasan hutan dalam rangka revisi RTRWP di Indonesia dan
rekonstruksi regulasi kebijakan hukum penataan ruang kawasan hutan dalam rangka
revisi RTRWP menuju kawasan hutan yang berkepastian hukum di Provinsi Riau.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan menggunakan 2 (dua)
pendekatan, yaitu pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual.
Sebagian besar data diperoleh melalui studi pustaka dan dilengkapi dengan studi
lapangan, lalu dianalisa secara deskriptif.

Kata Kunci: Kebijakan Hukum, Penataan Ruang Kawasan Hutan, dan Kepastian
Hukum.

Abstract-With the law number 26 Year 2007 on Spatial Planning, all provincial
regulations on provincial spatial plans should be adjusted no later than 2 (two) years
after the law is enacted. Spatial arrangement of forest area is done in Provincial Spatial
Planning Law to optimize the utilization of space in order to realize a safe, comfortable,
productive and sustainable space. In Riau Province, the revision of the provincial spatial
plan has not been completed in accordance with the stipulated time. The formulation of
the problem in this Dissertation is how the legal policy of spatial planning of forest area
in the framework of revision of RTRWP in Indonesia, and how to reconstruct regulation
of law policy of spatial arrangement of forest area in the framework of revision of
provincial spatial plan to legal forest area in Riau Province. This research is normative
research and use two approach, that is approach of legislation and conceptual approach.
Most of the data was obtained through literature study and completed with field study,
then analyzed descriptively.

Keywords: The Legal Policy, Spatial, Forest Areas, and Legal Certainly.

A. PENDAHULUAN yang berguna bagi manusia dan apa


Sesungguhnya dalam yang Allah turunkan dari langit
penciptaan langit dan bumi, silih berupa air, lalu dengan air itu dia
bergantinya malam dan siang, bahtera hidupkan bumi sesudah mati (kering)-
yang berlayar di laut membawa apa nya dan Dia sebarkan di bumi itu

ISSN: 2620-9098 112


Dede Mirza, Kebijakan Hukum Penataan Ruang Kawasan Hutan…

segala jenis hewan dan pengisaran semangat kerakyatan, berkeadilan dan


angin dan awan yang dikendalikan berkelanjutan. Oleh karena itu
antara langit dan bumi: sungguh penyelenggaraan kehutanan harus
(terdapatlah) tanda-tanda (keesaan dilakukan dengan asas manfaat dan
dan kebesaran Allah) bagi kaum yang lestari, kerakyatan, keadilan,
memikirkannya (Q.S. Al-Baqarah: kebersamaan, keterbukaan dan
164). Salah satu ciptaan-Nya yang keterpaduan dengan dilandasi akhlak
wajib disyukuri adalah Hutan. mulia dan bertanggung-gugat.
Luas kawasan hutan di Keberadaan kawasan hutan
Indonesia tercatat jumlahnya kurang dalam suatu wilayah merupakan
lebih 136,88 juta hektar, termasuk bagian dari ruang wilayah provinsi
kawasan konservasi perairan. Sebagai maupun kabupaten/kota yang
negara yang terletak pada kawasan bersangkutan sehingga kebijakan
tropis dunia, hutan Indonesia terdiri penataan ruang wilayah provinsi dan
dari 15 formasi hutan dan sebagian kabupaten/kota akan memberikan
besar didominasi oleh tipe hutan implikasi luas terhadap keberadaan
hujan tropis. Hutan tropis Indonesia kawasan hutan tersebut. Pencapaian
dikenal sebagai tempat megadiversity keselarasan pemanfaatan ruang yang
sehingga menjadi pusat konsentrasi berkelanjutan memerlukan suatu
keragaman hayati, baik di daratan arahan berupa kebijakan penataan
maupun perairan (Kementerian ruang yang bersifat nasional dan
Kehutanan, 2010-2014:4). wajib untuk diterapkan dalam bentuk
Sejalan dengan Pasal 33 UUD peraturan perundang-undangan
1945 sebagai landasan konstitusional nasional maupun perjanjian atau
yang mewajibkan agar bumi, air dan konvesi internasional yang bersifat
kekayaan alam yang terkandung di mengikat (Epi Syahadat dan
dalamnya dikuasai oleh Negara dan Subarudi, 2012:131).
dipergunakan untuk sebesar-besar Padahal efektifitas hukum akan
kemakmuran rakyat, maka terwujud apabila sistem hukum yang
penyelenggaraan kehutanan terdiri dari unsur struktur hukum,
senantiasa mengandung jiwa dan substansi hukum dan kultur hukum

DOI: https://doi.org/10.29313/aktualita.v1i1.3712 113


Dede Mirza, Kebijakan Hukum Penataan Ruang Kawasan Hutan…

bekerja saling mendukung di dalam 4. Penetapan kawasan hutan.


pelaksanaannya, sehingga dapat
Berdasarkan issue strategis
memenuhi tujuan hukum yang
bidang kehutanan dalam penataan
diharapkan semua pihak (Muchtar
ruang dan pertanahan, terdapat (1)
Wahid, 2008:81).
belum terselesaikannya penetapan
Walaupun demikian, berbagai
kawasan hutan di beberapa daerah;
langkah startegis untuk mengatasi
(2) skala peta yang tidak terinci
permasalahan tersebut di atas telah
kebanyakan menggunakan skala
dilakukan oleh Pemerintah. Berkaitan
1:100.000 atau 1: 250.000 dan
dengan kawasan hutan Pemerintah
tersedia paling rinci beberapa
mengeluarkan 2 (dua) regulasi
menggunakan skala 1 : 50.000
penting berkaitan dengan masa depan
(tr@bappenas.go.ig/www.trp.or.id).
kawasan hutan di Indonesia. Kedua
Konflik kepentingan antar-
regulasi tersebut adalah Pertama PP
sektor seperti kehutanan menjadi
No. 104 Tahun 2015 tentang Tata
kendala dalam revisi RTRWP.
Cara Perubahan Peruntukan dan
Sampai saat ini, terdapat 8 (delapan)
Fungsi Kawasan Hutan . Kedua,
provinsi yang belum menetapkan
Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun
Peraturan Daerah RTRW.
2012 tentang Perubahan Atas
Untuk permasalahan yang dikaji
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
dalam tahun kedua lebih difokuskan
2010 tentang Penggunaan Kawasan
pada permasalahan Bagaimana
Hutan.
kebijakan hukum penataan ruang
Soal kepastian hukum di dalam
kawasan hutan dalam rangka revisi
Pasal 14 dan 15 dijelaskan bahwa
rencana RTRWP di Indonesia dan
yang memberikan kepastian hukum
Bagaimana rekonstruksi regulasi
atas kawasan hutan adalah kegiatan
penataan ruang kawasan hutan dalam
pengukuhan kawasan hutan. Kegiatan
rangka revisi RTRWP menuju
pengukuhan kawasan hutan itu
kawasan hutan yang berkepastian
meliputi empat tahap, yaitu:
hukum di Provinsi Riau.
1. Penunjukan kawasan hutan;
2. Penataan batas kawasan hutan;
3. Pemetaan kawasan hutan; dan B. HASIL DAN PEMBAHASAN

DOI: https://doi.org/10.29313/aktualita.v1i1.3712 114


Dede Mirza, Kebijakan Hukum Penataan Ruang Kawasan Hutan…

1. Kebijakan Hukum Penataan 2004 tentang Perubahan Atas UU No.


Ruang Kawasan Hukum 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Dalam Revisi RTRWP Di Selain itu, pengaturan tentang hutan
Indonesia juga diatur dalam beberapa Undang-
Pengelolaan hutan di Indonesia undang lain, yaitu: UU No. 5 Tahun
sejak masa kemerdekaan secara 1990 tentang Konservasi Sumberdaya
umum diatur dalam UUD 1945 yang Hayati dan Ekosistemnya, UU No. 26
dalam pasal 33 ayat (2) menyatakan: Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
“cabang-cabang produksi yang UU No. 32 Tahun 2009 tentang
penting bagi negara dan menyangkut Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
hajat hidup orang banyak dikuasai UU No. 18 Tahun 2013 tentang
oleh negara”. Kemudian dalam ayat Pencegahan dan Pemberantasan
(3) dinyatakan bahwa: bumi, air, dan Perusakan Hutan.
kekayaan yang terkandung di Pembangunan kehutanan
dalamnya dikuasai oleh negara dan Indonesia didasarkan pada mandat
dipergunakan untuk sebesar-besar UU No. 41 Tahun 1999, yang
kemakmuran rakyat. Salah satu merupakan pengganti UU No. 5
kekayaan alam yang sudah Tahun 1967, dan UU No. 5 Tahun
dimanfaatkan sejak masa 1990 yang mendefinisikan kehutanan
pemerintahan kolonial Hindia sebagai sistem pengurusan yang
Belanda adalah hutan dan hasil hutan. bersangkut paut dengan hutan,
Pengaturan lebih lanjut terhadap kawasan hutan, dan hasil hutan yang
hutan ini sebagaimana dinyatakan diselenggarakan secara terpadu.
dalam ayat (5) yaitu dengan Undang- Undang-undang tersebut juga
undang, yakni melalui UU No. 5 memberikan mandat penguasaan
Tahun 1967 yang diganti dengan UU hutan oleh Negara yang memberi
No. 41 Tahun 1999 tentang wewenang kepada pemerintah untuk:
Kehutanan, sebagaimana telah diubah a. Mengatur dan mengurus segala
sesuatu yang berkaitan dengan
dengan UU No. 19 Tahun 2004
hutan, kawasan hutan, dan hasil
tentang Penetapan Peraturan hutan. Dalam konteks ini,
pembangunan kehutanan
Pemerintah Pengganti No. 1 Tahun
diselenggarakan melalui empat

DOI: https://doi.org/10.29313/aktualita.v1i1.3712 115


Dede Mirza, Kebijakan Hukum Penataan Ruang Kawasan Hutan…

dimensi pengurusan hutan, yaitu: (Kementerian Kehutanan, 2011-


(1) perencanaan kehutanan; (2)
2030).
pengelolaan hutan; (3) penelitian
dan pengembangan, pendidikan Sedangkan penutupan lahan
dan pelatihan, serta penyuluhan;
kawasan hutan Indonesia terdiri dari
dan (4) pengawasan dan
pengendalian. 41,26 juta ha hutan primer, 45,55
b. Menetapkan status wilayah
juta ha hutan sekunder, 2,82 juta ha
tertentu sebagai kawasan hutan
atau kawasan hutan sebagai bukan hutan tanaman serta 41,05 juta ha
kawasan hutan.
merupakan areal yang tidak
c. Mengatur dan menetapkan
hubungan-hubungan hukum antara berhutan. Penutupan lahan berhutan
orang dengan hutan, serta
terdapat juga di luar kawasan
mengatur perbuatan-perbuatan
hukum mengenai kehutanan. hutan/areal penggunaan lainnya
yaitu seluas sekitar 8,07 juta hektar
Berdasarkan perkembangan
yang potensial dijadikan penunjang
pengukuhan kawasan sampai dengan
industri kehutanan baik yang
April 2011, luas kawasan hutan dan
berbasis kayu maupun non kayu
perairan seluruh Indonesia adalah
(Kementerian Kehutanan, 2011-
130,68 juta ha. Menurut fungsinya
2030).
kawasan tersebut terdiri dari Hutan
Konservasi (HK) seluas 26,82 juta ha,
2. Rekonstruksi Terhadap UU
Hutan Lindung (HL) seluas 28,86 juta
No. 41 Tahun 1999 Tentang
ha, Hutan Produksi (HP) seluas 32,60
Kehutanan Melalui Aspek
juta ha, Hutan Produksi Terbatas
Substansi Hukum, Struktur
(HPT) seluas 24,46 juta ha, dan Hutan
Hukum dan Budaya Hukum
Produksi yang Dapat Dikonversi
Pengertian rekonstruksi
(HPK) seluas 17,94 juta ha. Total
(reconstruction) menurut Black’s Law
panjang batas kawasan hutan baik
Dictionary diartikan sebagai the act
batas luar maupun batas antar fungsi
or process of re-building, re-creating,
mencapai 281.873 km. Sampai
or re-organizing something (Bryan
dengan tahun 2010, realisasi tata
A. Garner, 1999:1278). Dari
batas mencapai 74,67% atau sekitar
pengertian tersebut rekonstruksi
222.452 km dan kawasan hutan yang
diartikan sebagai kegiatan atau proses
telah ditetapkan seluas 14,24 juta ha

DOI: https://doi.org/10.29313/aktualita.v1i1.3712 116


Dede Mirza, Kebijakan Hukum Penataan Ruang Kawasan Hutan…

untuk membangun kembali/ budaya, dan ekonomi, yang


seimbang dan lestari;
menciptaan kembali/ melakukan
c. meningkatkan daya dukung daerah
pengorganisasian kembali atas aliran sungai;
d. meningkatkan kemampuan untuk
sesuatu. Dalam konteks hukum, maka
mengembangkan kapasitas dan
rekonstruksi hukum berarti sebagai keberdayaan masyarakat secara
partisipatif, berkeadilan, dan
proses untuk membangun kembali
berwawasan lingkungan sehingga
hukum. Apabila rekonstruksi mampu menciptakan ketahanan
sosial dan ekonomi serta ketahanan
dikaitkan dengan konsep atau gagasan
terhadap akibat perubahan
atau ide tentang hukum berarti eksternal; dan
e. menjamin distribusi manfaat yang
rekonstruksi hukum dimaknai sebagai
berkeadilan dan berkelanjutan.
suatu proses untuk membangun
Proses penyusunan RTRW
kembali atau menata ulang gagasan,
Provinsi Riau telah dimulai sejak
ide atau konsep tentang hukum dalam
tahun 1991, dengan kegiatan
kaitannya dengan regulasi
Penyusunan Awal RTRWP Riau.
penyelenggaraan penataan ruang
Selanjutnya pada tahun 1994 telah
kawasan hutan.
disahkan sebagai Perda No. 10 Tahun
Secara normatif-positivistik,
1994 tanpa melalui proses paduserasi
penyelenggaraan kehutanan telah
dengan TGHK. Kemudian pada tahun
dituangkan dalam UU No. 41 Tahun
2000 sampai dengan terjadi Revisi I
1999 tentang Kehutanan. Dalam
terkait substansi UU No. 24 Tahun
ketentuan Pasal 3 disebutkan bahwa
1992 dan Pemekaran Wilayah
penyelenggaraan kehutanan bertujuan
Kabupaten/Kota di Provinsi Riau dan
untuk sebesar-besar kemakmuran
tahun 2004 terjadi Revisi II terkait
rakyat yang berkeadilan dan
Pemekaran Wilayah Provinsi
berkelanjutan dengan:
Kepulauan Riau. Pada tahun 2008
a. menjamin keberadaan hutan
dengan luasan yang cukup dan dilakukan Penyesuaian substansi UU
sebaran yang proporsional;
No. 26 Tahun 2007, PP No. 26 Tahun
b. mengoptimalkan aneka fungsi
hutan yang meliputi fungsi 2008.
konservasi, fungsi lindung, dan
Proses Awal Paduserasi di
fungsi produksi untuk mencapai
manfaat lingkungan, sosial, Kementerian Kehutanan dan pada

DOI: https://doi.org/10.29313/aktualita.v1i1.3712 117


Dede Mirza, Kebijakan Hukum Penataan Ruang Kawasan Hutan…

tahun 2011 telah memasuki Tahap Produksi (HP) menjadi Hutan


Produksi yang dapat dikonversi
finalisasi di Kementerian Kehutanan
(HPK), dan seterusnya dengan
RI dan Evaluasi substansi di usulan lebih kurang 513.000 Ha).
Kementerian PU RI. Selanjutnya
Pada tanggal 20 Oktober 2008
memasuki tahun 2012 merupakan
Gubernur Riau melakukan ekspose
tahapan penyelesaian RTRW Provinsi
usulan perubahan kawasan hutan
Riau, dimana saat ini draft RTRW
yang ditindaklanjuti dengan surat
Provinsi Riau, menunggu persetujuan
usulan Nomor: 050/Bappeda/56.10
substansi di Kementerian Pekerjaan
tanggal 27 April 2009, dan terjadi dua
Umum RI (BKPRN) dan persetujuan
kali revisi usulan revisi pertama
substansi di Kementerian Kehutanan
melalui Surat Gubernur Riau Nomor:
RI (paduserasi kawasan hutan), untuk
050/Bappeda/65.27.a tanggal 30
selanjutnya dilakukan evaluasi
November 2009 dan revisi kedua
terhadap Ranperda RTRW Provinsi
melalui Surat Gubernur Riau No.
Riau di Kementerian Dalam Negeri
050/Bappeda/76.03 tanggal 09
RI. Hasil akhir evaluasi tersebut
Februari 2010.
sebagai bahan dalam penetapan
Sebagai Tindaklanjut Menteri
Peraturan Daerah tentang RTRW
Kehutanan membentuk Tim Terpadu
Provinsi Riau, setelah melalui
melalui Keputusan Menhut No. 410/
pembahasan Ranperda RTRW
Menhut-VII/2009 tanggal 7 Juli 2009
Provinsi Riau di DPRD Provinsi
dan Direktur Jenderal Planologi
Riau.
Kehutanan membentuk Tim Teknis
Substansi yang menjadi
melalui Keputusan No. SK.12/VII-
pembahasan dalam paduserasi pola
REN/2009 tanggal 14 Mei 2009.
ruang TGHK dan RTRWP Riau,
Dalam Rangka Revisi RTRWP
adalah sebagai berikut:
Riau, Tim Terpadu merekomendasi
a. Usulan Perubahan Peruntukan
perubahan kawasan hutan (Keputusan
Kawasan Hutan (dari Kawasan
Hutan menjadi Non Hutan (APL) Menhut No.410/Menhut-VII/2009),
dengan usulan/GAP lebih kurang sebagai berikut:
3,5 juta Ha);
b. Usulan Perubahan Fungsi
Kawasan Hutan (misal dari Hutan

DOI: https://doi.org/10.29313/aktualita.v1i1.3712 118


Dede Mirza, Kebijakan Hukum Penataan Ruang Kawasan Hutan…

a. Perubahan peruntukan Kawasan d. Kawasan Hutan Produksi Tetap


Hutan seluas ± 2.740.586 ha, yang (HP), seluas ± 2.331.891 (dua juta
terdiri dari: tiga ratus tiga puluh satu ribu
1) ± 154.065 Ha merupakan delapan ratus sembilan puluh satu)
perubahan peruntukan yang hektar;
DPCLS yang memerlukan e. Kawasan Hutan Produksi yang
persetujuan DPR-RI. dapat dikonversi (HPK), seluas ±
2) ± 2.586.521 Ha merupakan 1.268.767 (satu juta dua ratus
perubahan peruntukan yang enam puluh delapan ribu tujuh
tidak DPCLS. ratus enam puluh tujuh) hektar.
b. Perubahan fungsi seluas ± 709.184
Ha. Berdasarkan Peraturan Daerah
c. Penambahan kawasan hutan seluas
Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 1994
± 13.685 Ha.
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Pada tanggal 29 September
(RTRW) Provinsi Riau yang saat ini
2014 Kementerian Kehutanan
dalam proses penyempurnaan,
mengeluarkan Keputusan Menteri
perwujudan tata ruang wilayah
Kehutanan RI No. SK. 878/Menhut-
mengindikasikan adanya disparitas
II/2014 Tentang Kawasan Hutan
perkembangan dan pembangunan
Provinsi Riau, berdasarkan SK
antara wilayah Riau bagian Utara,
tersebut, Kawasan Hutan Propinsi
Tengah dengan Selatan; antara
Riau seluas ± 5.499.693 (lima juta
kawasan perkotaan dengan pedesaan;
empat ratus sembilan puluh sembilan
antara kawasan pantai timur dengan
ribu enam ratus sembilan puluh tiga)
kawasan barat. Wujud kesenjangan
hektar, yang dirinci menurut fungsi
tata ruang wilayah tersebut antara lain
dengan luas sebagai berikut:
karena belum berfungsinya pusat-
a. Kawasan Suaka Alam (KSA)/
pusat pertumbuhan yang belum
Kawasan Pelestarian Alam (KPA)/
Taman Buru, seluas ± 633.420 berkembang secara hirarkis serta
(enam ratus tiga puluh tiga ribu
kesenjangan penyediaan sarana dan
empat ratus dua puluh) hektar;
b. Kawasan Hutan Lindung, seluas ± prasarana wilayah.
234.015 (dua ratus tiga puluh
Permasalahan konflik
empat ribu lima belas) hektar;
c. Kawasan Hutan Produksi Terbatas pemanfaatan ruang tercatat di
(HPT), seluas ± 1.031.600 (satu
sebagian besar wilayah Provinsi Riau
juta tiga puluh satu ribu enam
ratus) hektar; terutama berkaitan dengan tumpang
tindih fungsi ruang, perbedaan

DOI: https://doi.org/10.29313/aktualita.v1i1.3712 119


Dede Mirza, Kebijakan Hukum Penataan Ruang Kawasan Hutan…

kepentingan atas bidang lahan, dan berhubungan dengan kepentingan


pemanfaatan lahan secara liar. daerah yang berada dalam ruang
Pemanfaatan ruang darat dan laut sosial tersebut, aspek-aspek yang
yang berfungsi lindung untuk berhubungan dengan masalah
kegiatan budidaya memberikan lingkungan ekologis (pelestarian,
dampak berupa kerusakan dan pengelolaan, pemanfaatan, dan
penurunan kualitas lingkungan. Pada sebagainya), dan aspek-aspek yang
masa mendatang pemanfaatan ruang berhubungan dengan masalah
perlu diselaraskan dengan ketetapan kepastian hukum kawasan hutan
yang diatur dalam Rencana Tata sebuah ruang sosial.
Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Pertama, mengenai aspek
Riau, terutama dalam upaya substansi dalam rekonstruksi
mempertahankan, menjaga dan kebijakan hukum penataan ruang
melestarikan kawasan yang berfungsi kawasan hutan. Dalam
lindung, baik suaka alam, merekonstruksi sebuah kebijakan
perlindungan daerah bawahan, hukum penataan ruang kawasan hutan
perlindungan setempat, kawasan yang berkepastian hukum diharapkan
rawan bencana alam, kawasan berlangsung dalam sebuah proses
bergambut dan berhutan mangrove yang bersifat akomodatif-responsif,
dan kawasan terumbu karang dan hukum yang sifatnya dapat
padang lamun. menyelesaikan pertentangan yang
Bertolak dari prinsip-prinsip ada, tidak kaku, keterbukaan dan
dasar tersebut, kalangan pembuat fleksibilitas.
kebijakan penataan ruang kawasan Kedua aspek struktur hukum
hutan akan secara sungguh-sungguh dalam sistem hukum menunjuk pada
memperhatikan dan unsur-unsur yang terlibat dalam
mempertimbangkan berbagai penataan ruang kawasan hutan. Hutan
kepentingan yang tercakup dalam sebagai karunia dan amanah Tuhan
sebuah ruang sosial. Kepentingan- Yang Maha Esa yang dianugerahkan
kepentingan yang dimaksudkan di kepada Bangsa Indonesia, merupakan
sini adalah aspek-aspek yang kekayaan yang dikuasai oleh Negara,

DOI: https://doi.org/10.29313/aktualita.v1i1.3712 120


Dede Mirza, Kebijakan Hukum Penataan Ruang Kawasan Hutan…

memberikan manfaat serbaguna bagi diatur dalam UUD Negara


umat manusia, karenanya wajib Kesatuan Republik Indonesia
disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan Tahun 1945, maupun dalam
secara optimal, serta dijaga hukum instrumental, seperti
kelestariannya untuk sebesar-besar diatur dalam berbagai UU dan
kemakmuran rakyat, bagi generasi ataupun dalam hukum praktis
sekarang maupun generasi seperti Peraturan Pemerintah,
mendatang. Peraturan Presiden, Peraturan
Ketiga, mengenai aspek budaya Daerah dan peraturan yang
hukum dalam melakukan rekonstruksi lebih rendah lainnya.
kebijakan penataan ruang kawasan 2. Rekonstruksi kebijakan hukum
hutan. Aspek budaya hukum ini juga penataan ruang kawasan hutan
menjadi sangat penting untuk Provinsi Riau dilakukan dengan
dipertimbangkan dalam melakukan memperhatikan 3 (tiga) aspek
rekonstruksi kebijakan penataan yaitu:
ruang kawasan hutan, karena kalau a. Substansi hukum, dalam
tidak demikian halnya maka segala melakukan rekonstruksi
aktivitas penataan ruang kawasan kebijakan penataan ruang
hutan akan cenderung merusak kawasan hutan diharapkan
tatanan nilai budaya yang dimiliki berlangsung perlu adanya
oleh masyarakat. peraturan perundang-
undangan yang bersifat
C. SIMPULAN
akomodatif-responsif.
1. Kebijakan hukum penataan
b. Struktur hukum; dalam
ruang kawasan hutan dalam
pembuatan melakukan
rangka revisi RTRWP di
rekonstruksi kebijakan
Indonesia baik pada landasan
penataan ruang kawasan
filosofis, landasan yuridis, dan
hutan diharapkan
landasan sosiologis, telah diatur
berlangsung dalam sebuah
dengan jelas, baik dalam hukum
proses yang bersifat
dasar (konstitusi), seperti telah
relasional-kolektif antara

DOI: https://doi.org/10.29313/aktualita.v1i1.3712 121


Dede Mirza, Kebijakan Hukum Penataan Ruang Kawasan Hutan…

semua unsur yang terlibat D. SARAN


dalam proses pembuatan atau 1. Kementerian Kehutanan dan
perumusan kebijakan Lingkungan Hidup sebagai
penataan ruang kawasan otoritas tertinggi dalam
hutan. Unsur-unsur yang pemanfaatan kawasan hutan untuk
terlibat dalam proses mengeluarkan Peraturan Menteri
pembuatan dan perumusan Kehutanan tentang Percepatan
kebijakan penataan ruang Pengukuhan Kawasan Hutan serta
kawasan hutan itu adalah melakukan kajian harmonisasi
pemerintah (eksekutif) dan peraturan perundang-perundangan
lembaga legislatif, baik di tentang penataan ruang kawasan
tingkat nasional maupun hutan. Harmonisasi peraturan
daerah. perundang-undangan baik vertikal
c. Budaya hukum, dalam maupun horisontal dengan
melakukan rekonstruksi peraturan yang terkait. Demikian
kebijakan penataan ruang juga harmonisasi aturan hukum
kawasan hutan. Komponen tidak tertulis dengan aturan hukum
nilai budaya yang dianut lainnya. Harmonisasi ini
oleh masyarakat ini juga diharapkan mempercepat
menjadi sangat penting untuk pengukuhan kawasan hutan dan
dipertimbangkan dalam berguna bagi penataan ruang
melakukan rekonstruksi kawasan hutan yang lebih berhasil
kebijakan penataan ruang guna bagi kemakmuran
kawasan hutan, karena kalau masyarakat.
tidak demikian halnya maka 2. Untuk mewujudkan penataan
segala aktivitas penataan ruang kawasan hutan yang
ruang kawasan hutan akan berkepastian hukum di Provinsi
cenderung merusak tatanan Riau, perlu adanya:
nilai budaya yang dimiliki a. Substansi hukum, apabila prinsip
oleh masyarakat. akomodatif-responsif dilaksanakan
dalam aturan hukum, maka yang

DOI: https://doi.org/10.29313/aktualita.v1i1.3712 122


Dede Mirza, Kebijakan Hukum Penataan Ruang Kawasan Hutan…

pantas untuk dibangun di masa (meniadakan) satu dengan yang


depan adalah hukum yang lain.
berpihak kepada martabat c. Budaya hukum, pola pembuatan
manusia, biofisik (ekosistem) dan kebijakan penataan ruang kawasan
demokratis, karena itu substasi hutan harus mengutamakan hak-
hukum tidak boleh memiliki hak rakyat setempat. Dalam
potensi menguntungkan satu konteks penataan ruang kawasan
kelompok tertentu, siapapun hutan hendaknya diarahkan pada
orangnya. Harus pula dicegah pengutamaan masyarakat atau
terbentuknya substansi hukum rakyat desa atau dikenal dengan
yang bersifat koruptif. keariban lokal.
b. Struktur hukum, apabila prinsip
DAFTAR PUSTAKA
relasional-kolektivitas
dikembangkan dalam pola Al-Quran Surah Al-Baqarah.
pembuatan kebijakan penataan
Bryan A. Garner, Black’s Law
ruang kawasan hutan, maka perlu Dictionary, Edisi ke-7, West
Group,S.T. Paul. Minn, 1999.
ditumbuhkan budaya kerjasama di
antara sesama pengambil Epi Syahadat dan Subarudi,
Permasalahan Penataan Ruang
kebijakan agar perlu mengurangi
Kawasan Hutan Dalam Rangka
atau meniadakan sama sekali Revisi Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi, Jurnal
dikotomi antara kelompok adanya
Analisis Kebijakan Kehutanan
kekuatan politik, melainkan secara Vol. 9 No. 2, Agustus 2012.
Kementerian Kehutanan, Rencana
bersama-sama memikirkan nasib
Kehutanan Tingkat Nasional
masyarakat yang terakomodir (RKTN) Tahun 2011-2030.
Kementerian Kehutanan, Rencana
dalam kebijakan penataan ruang
Strategis 2010-2014, (Peraturan
tersebut. Oleh karena itu, perlu ada Menteri Kehutanan Republik
Indonesia No: P.08/Menhut-
arahan yuridis yang jelas mengatur
II/2010 Tentang Rencana
tentang pola kerjasama di antara Strategis (RENSTRA)
Kementerian Kehutanan Tahun
para pengambil kebijakan agar
2010-2014).
tidak ada peluang untuk saling
Keputusan Menhut No. 410/ Menhut-
mendominasi dan saling menegasi
VII/2009.

DOI: https://doi.org/10.29313/aktualita.v1i1.3712 123


Dede Mirza, Kebijakan Hukum Penataan Ruang Kawasan Hutan…

Perencanaan Pembangunan
Muchtar Wahid, Memaknai Nasional/Badan Perencanaan
Kepastian Hukum Hak Milik Pembangunan Nasional
Atas Tanah, Suatu Analisis Permasalahan Penetapan
Dengan Pendekatan Terpadu Kawasan Hutan Dalam
Secara Normatif dan Sosiologis, Penataan Ruang dan
Republika, Jakarta, 2008. Pertanahan Nasional”, Jakarta
20 Agustus 2014.
Presentasi “Direktur TataRuang dan
Pertanahan Kementerian

DOI: https://doi.org/10.29313/aktualita.v1i1.3712 124

Anda mungkin juga menyukai