Anda di halaman 1dari 4

LATAR BELAKANG MASALAH

DOSEN PENGAMPU:
Chandra Sulistyorini S.ST, M.keb

Disusun Oleh :

ANISA

1904005

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS

WIYATA HUSADA SAMARINDA

TAHUN 2022
LATAR BELAKANG

Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan pada usia di bawah 18 tahun,
Pernikahan yang tidak memiliki kesiapan fisik, mental dan materi akan menimbulkan
banyak masalah terhadap rumah tangga yang menikah dini tesebut. Pernikahan usia
dini di Indonesia masih marak terjadi, dikutip dari jurnal Syarifah Salmah, Dari hasil
Riskesdas 2013 menyebutkan bahwa 2,6 % pernikahan pertama kali terjadi pada usia
kurang dari 15 tahun dan 23,9% menikah pada usia 15-19 tahun. Berdasarkan data BPS
(2015) prelevansi pernikahan anak di Indonesia sebesar 23 %.

Kasus perkawinan usia anak di Kaltim dalam beberapa tahun terakhir pun cenderung
meningkat. Data per 30 Juni 2018 sebanyak 953 kasus. Untuk kasus ini serbanyak di
Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) sekitar 176 kasus, Paser 151 kasus dan Kota
Samarinda 109 kasus. Maraknya kasus perkawinan usia anak yang terjadi di Indonesia,
menjadi perhatian bersama jajaran pemerintah daerah. Desa Benua Puhun Kecamatan
Muara Kaman merupakan salah satu daerah dengan angka pernikahan dini terbanyak
dan terus meningkat setiap tahunnya.

Akibatnya, setiap tahun banyak siswa siswi yang putus sekolah karena pernikahan
Dini. Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan terhadap
pernikahan dini menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan pernikahan dini
adalah faktor pengetahuan, tingkat pendidikan, dan ekonomi keluarga.

Perkawinan usia anak menyebabkan kehamilan dan persalinan dini, yang berhubungan
dengan angka kematian yang tinggi dan keadaan tidak normal bagi ibu karena tubuh
anak perempuan belum sepenuhnya matang untuk melahirkan. Anak perempuan usia
10-14 tahun memiliki risiko lima kali lebih besar untuk meninggal dalam kasus
kehamilan dan persalinan daripada perempuan usia 20-24 tahun, dan secara global
kematian yang disebabkan oleh kehamilan merupakan penyebab utama kematian anak
perempuan usia 15-19 tahun.Pernikahan usia dini berdampak buruk pada kesehatan,
baik pada ibu dari sejak hamil sampai melahirkan maupun bayi karena organ

1
reproduksi yang belum sempurna. Belum matangnya organ reproduksi menyebabkan
perempuan yang menikah usia dini berisiko terhadap berbagai penyakit seperti kanker
serviks, perdarahan, keguguran, mudah terjadi infeksi saat hamil, resiko terkena pre-
eklampsia, dan persalinan yang lama dan sulit. Sedangkan dampak pernikahan dini
pada bayi berupa premature, berat bayi lahir rendah (BBLR), cacat bawaan hingga
kematian bayi.

Penelitian Arimurti tahun 2017 tentang pengetahuan perempuan terhadap perilaku


melakukan pernikahan usia dini. Pengetahuan yang dimiliki pada diri seseorang
berpengaruh terhadap rendahnya pendidikan yang dimiliki oleh perempuan dan orang
tua yang melakukan pernikahan usia dini. Perempuan yang melakukan pernikahan
pada usia dini cenderung lebih memiliki status pendidikan yang rendah, baik dalam
keluarga maupun lingkungan tempat tinggalnya(Arimurti & Ira, 2017).

Penelitian Kumaidi tahun 2014 tentang sikap dan status ekonomi dengan pernikahan
dini pada remaja putri, remaja putri yang memiliki sikap negatif tentang pernikahan
dini tidak mengetahui tentang dampak yang ditimbulkan jika melakukan pernikahan
pada usia dini seperti kurangnya persiapan masing-masing pasangan dalam
menghadapi masalah ekonomi dalam keluarga, tanggung jawab, kematangan fisik,
psikis dan social (Kumaidi, 2014).

Oleh sebab itu, untuk mengurangi dan mencegah fenomena pernikahan dini. Maka
advokasi, edukasi dan sosialisasi kepada orang tua dan anak-anak remaja perlu terus
dilakukan.Terutama melibatkan seluruh stakeholder selain pemerintah Baik akademis,
dunia usaha, media dan masyarakat.

Hasil studi awal yang dilakukan di SMA N 2 Muara kaman, diperoleh jumlah siswa
putra dan putri pada kelas 2 dan 3 sebesar 130 orang pada tahun ajaran 2020/2021.
Data awal pada tahun ajaran 2020/2021 dari 10 siswa di sekolah di kelas 2 terdapat 7
siswa yang masih kurang mengetahui tentang resiko kehamilan pada pernikahan dini.
Hal tersebut dilakukan dengan cara membagikan kuesioner dan meminta 10 siswa
untuk mengisi kuesioner tersebut.Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk

2
meneliti tentang gambaran pengetahuan dan sikap remaja putri tentang resiko
kehamilan pada pernikahan dini.

Anda mungkin juga menyukai