NIM : 1805040
Subjek utama penelitian ini adalah petugas kesehatan dinas kesehatan dan
Puskesmas. Pengumpulan data dengan indepth interview dan data sekunder.
Untuk validitas data peneliti ini sangat detail terlihat dari cara peneliti memilih
metode yang lebih tepat yaitu metode penelitian kualitatif yang prosedur
penelitiannya menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati dan memberikan gambaran distribusi
angka kejadian demam berdarah dengue serta gambaran dari faktor lingkungan.
Tujuan penelitian kualitatif adalah mengembangkan konsep yang membantu
memahami fenomena social dalam lingkungan yang alami. Metode penelitian
kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan yakni menyesuaikan metode
kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak, metode ini
menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden,
metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak
penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Analisis
data kualitatif yaitu dengan mengumpulkan dan menganalisis data dari informan
dikaitkan dengan teori serta penelitian terdahulu sehingga menghasilkan data yang
valid.
hasil yang didapatkan bias dikaji dan memberikan solusi penanganan dan agar
hasil penelitian tersebut menghasilkan data yang valid. Analisis dalam penelitian
kualitatif ini dilakukan dengan cara melakukan perbandingan antara hasil
observasi objek dengan studi literatur.
5) Artikel kelima berjudul “Penerapan Hazard Analysis And Critical Control Point
(Haccp) Di Warung Makan Indomie (Warmindo) Sekitar Universitas Islam
Indonesia”. Informan di penelitian ini meliputi penerimaan bahan baku,
penyimpanan bahan baku, pengolahan bahan baku, penyimpanan makanan jadi,
dan penyajian makanan pada makanan yang dipanaskan kembali dan makanan
yang langsung dimakan dengan 33 responden Warmindo. Penelitian ini berjenis
kualitatif dengan observasi langsung. Jenis penelitian yang dilakukan adalah
penelitian analisis kualitatif dengan 3 mendeskripsikan atau menggambarkan
tentang penerapan HACCP dalam penyelenggaraan makanan khususnya pada nasi
goreng dan nasi rames yang ada di Warmindo sekitar kampus Universitas Islam
Indonesia. Objek penelitian ini yaitu sanitasi dan higiene makanan Warmindo,
penerimaan bahan baku, penyimpanan bahan baku, pengolahan bahan baku dan
penyajian makanan. Sedangkan subjek pada penelitian ini yaitu kondisi Warmindo
dan penjamah makanan dari 4 Warmindo di sekitar Universitas Islam Indonesia
karena penerimaan bahan baku hingga penyajian makanan di warmindo tergolong
sama. Penelitian dilakukan dengan observasi langsung di lapangan yang terdapat
pada lembar observasi. Data-data terkait yang terdapat pada lembar observasi
mengacu pada Kepmenkes No.1098 Tahun 2003. Setiap data yang terkait akan
diamati dan diberi nilai berdasarkan Kepmenkes No.1098 Tahun 2003. Selain itu
juga dilakukan wawancara menggunakan in depht interview. Wawancara
479 PROSIDING
Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (SENPLING) 2017
ISBN 978-602-51349-0-6
2. Buat ulasan saudara terhadap kekurangan metode yang saudara temui dalam artikel
tersebut (bahas sesuai dengan ketentuan metodologi penelitian kualitatif)
Jawab :
a. Metode pengumpulan data di artikel pertama yaitu dengan wawancara dan uji
laboratorium. Kekurangan dari metode wawancara yaitu dapat menghasilkan data
ataupun informasi yang bias dikarenakan faktor informan tidak berkata jujur, malu
atau privasi, sehingga peneliti harus pandai dalam mengolah pertanyaaan dan
pendekatan. Sedangkan kekurangan metode uji lab yaitu peneliti memerlukan
dana pribadi yang banyak kecuali ada dana bantuan.
b. Metode pengumpulan data di artikel kedua yaitu dengan indepth interview.
Kekurangan dari metode tersebut adalah data atau informasi sangat terbatas,
memakan waktu yang lama, biaya besar, dan adanya keterikatan emosi (informan
dan peneliti). Yang diperlukan yaitu harus adanya kerjasama yang baik dengan
pendekatan yang baik.
c. Metode pengumpulan data di artikel ketiga ini peneliti mengunakan data primer
dan sekunder. Data primer merupakan data yang diambil langsung di lapangan
meliputi foto pemukiman dan kegiatan masyarakat serta Observasi dilakukan
secara observasi partisipatif. Kekurangan dari data primer ini yaitu belum tentu
ketika melakukan observasi tersebut peneliti mendapatkan hasil yang valid dan
kemungkinan bias sering terjadi dan memerlukan waktu yang lama agar hasil
observasi maksimal dan harus berulang biar data valid. Data sekundernya didapat
dari metode kepustakaan, peraturan perundang-undangan,penelitian terdahulu,
ataupun berupa artikel-artikel. Kekurangannya yaitu data yang didapatkan bias
dikaji karena belum tentu masalah ditempat A sama dengan ditempat B apalagi
dipengaruhi oleh keadaan lingkungan masing-masing.
d. Metode pengumpulan data di artikel keempat ialah dilakukan dengan melakukan
observasi, wawancara tak terstrukur, dan dokumentasi. Kekurangan dari metode
tersebut yaitu menghasilkan data yang bias apalagi dalam kurun waktu yang
sebentar karna observasi itu butuh waktu yang lama dan berulang.
480 PROSIDING
Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (SENPLING) 2017
ISBN 978-602-51349-0-6
481 PROSIDING
Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (SENPLING) 2017
ISBN 978-602-51349-0-6
LAMPIRAN
482 PROSIDING
Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (SENPLING) 2017
ISBN 978-602-51349-0-6
E-mail: yessiharnani@gmail.com
ABSTRACT
Es cendol is a product of non-packaged beverages that are in great demand by the public.
Es cendol has the potential as a source of disease transmission if in the process of
processing, storage, presentation is not true The purpose of this research is to know the
presence or absence of E. Coli bacteria and description of knowledge of handlers, water
sources, personal hygiene, sanitary conditions and cendol beverage equipment. This
research is qualitative analytic. The subject of the research is the seller of ice cendol with
sample of 8 samples from 4 traders. The instrument of this study is self-study which is
assisted by in-depth interview guides, observation sheets, documents related to voice
recorder, camera and laboratory analysis. The results showed there are related variables.
Researchers analyzed the content of E. coli bacteria on cendol ice drink at UPT (Technical
Implementation Unit) Pekanbaru Health and Environmental Laboratory in May 2017. The
result of this research showed that E. Coli bacteria in sample 6 and sample 8 were 16/100
ml, and 1, 2, 3, 4, 5 and 7 samples were 240/100 ml. This is not in accordance with
Kepmenkes RI No.492/Menkes/PER/IV/2010 that the Microbiological Requirements for
drinking water is 0/100 ml of sample. It is expected that BPOM Riau Province and City
Health Office Pekanbaru more monitor and act again to improve efforts in health
especially on making ice cendol drinks at Pekanbaru Municipal Market Military City
against Escherichia coli bacteria.
PENDAHULUAN
Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan individu. Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik
beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman
dari segala bahaya yang dapat mengganggu kesehatan, mulai dari sebelum makanan
diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan sampai pada
saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat
atau konsumen. Higiene dan sanitasi merupakan hal yang penting dalam menentukan
kualitas makanan dimana E. coli sebagai salah satu indikator terjadinya pencemaran
makanan yang dapat menyebabkan penyakit akibat makanan (Depkes, 2003).
483 PROSIDING
Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (SENPLING) 2017
ISBN 978-602-51349-0-6
E. coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang secara normal
ada dalam saluran pencernaan manusia dan hewan berdarah panas. E. coli termasuk ke
dalam bakteri heterotrof yang memperoleh makanan berupa zat oganik dari lingkungannya
karena tidak dapat menyusun sendiri zat organik yang dibutuhkannya. Zat organik
diperoleh dari sisa organisme lain. Bakteri ini menguraikan zat organik dalam makanan
menjadi zat anorganik, yaitu CO2, H2O, energi, dan mineral. Didalam lingkungan, bakteri
pembusuk ini berfungsi sebagai pengurai dan penyedia nutrisi bagi tumbuhan (Sarudji,
2010).
484 PROSIDING
Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (SENPLING) 2017
ISBN 978-602-51349-0-6
METODE
Penelitian ini bersifat analitik kualitatif yaitu untuk menganalisis kandungan bakteri
E. coli pada minuman Es Cendol di Pasar Kodim Kota Pekanbaru dan menganalisis tingkat
pengetahuan pedagang, sumber air, personal hygiene pedagang, keadaan tempat/fasilitas
sanitasi, peralatan yang digunakan dalam penyajian minuman.Lokasi pengambilan sampel
pedagang es Cendol adalah di Pasar Kodim Kota Pekanbaru. Pemeriksaan E. coli
dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah yang akan di lakukan pada bulan April tahun
2017.Informan dalam penelitian adalah orang atau pelaku yang benar-benar tahu dan
mengetahui masalah, serta terlibat lansung dengan masalah penelitian. Yang akan menjadi
informan informasi dalam penelitian ini yaitu informan utama adalah empat orang
pedagang es cendol. Sampel yang akan diteliti yaitu minuman Es Cendol yang di ambil
dua bungkus dari setiap satu pedagang, jumlah semua pedagang es cendol yaitu empat
orang pedagang dan sampel yang akan di ambil yaitu delapan sampel. Pengambilan sampel
dilakukan pada pagi hari sekitar jam 09.00 WIB dan 13.00 WIB, alasan di ambil dua kali
sampel yaitu apakah jumlah bakteri E. coli akan tetap sama atau tidak, cara pengambilan
sampel dibeli langsung dari pedagang es cendol dan dibawa ke Laboratorium untuk
dilakukan pemeriksaan.
485 PROSIDING
Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (SENPLING) 2017
ISBN 978-602-51349-0-6
HASIL
Usia informan berada pada rentang 30 hingga 50 tahun. Berdasarkan hasil
wawancara terhadap 4 orang informan utama, diketahui seluruh informan tidak mengetahui
dan baru mendengar bakteri E.coli. Air yang digunakan dalam mengolah cendol adalah air
galon dan tanpa dimasak terlebih dahulu meskipun mereka tahu dampak dari penggunaan
air yang tidak dimasak.
Tabel 1. Data Hasil Uji Penegasan MPN (Most Probable Number) pada Minuman Es
Cendol di Pasar kodim Kota Pekanbaru Tahun 2017
Jam Hasil Uji Praduga MPN
No Kode Pengambilan /100 Keterang
10 ml 1 ml 0,1
Sampel Sampel ml an
ml
1 PEC1 2 10.00 WIB 5 1 1 240 Positif
2 6 13.00 WIB 5 1 1 16 Positif
3 PEC 2 1 10.00 WIB 5 1 1 240 Positif
4 5 13.00 WIB 5 1 1 240 Positif
5 PEC 3 4 10.00 WIB 5 1 1 240 Positif
6 7 13.00 WIB 3 1 1 240 Positif
7 PEC 4 3 10.00 WIB 5 1 1 240 Positif
8 8 13.00 WIB 3 1 1 16 Positif
PEMBAHASAN
Dari hasil pemeriksaan laboratorium yang di lakukan pada 8 sampel dari 4
pedagang minuman es cendol di Pasar Kodim Kota Pekanbaru menunjukan hasil yang
tidak memenuhi syarat kesehatan untuk kualitas air minum. Kemungkinan penyabab
adanya kandungan bakteri E. coli pada minumam es cendol yang di jual di Pasar Kodim
Kota Pekanbaru adalah faktor pengetahuan pedagang, sumber air, es batu, personal
hygiene, keadaan tempat/fasilitas sanitasi, saat mencuci peralatan dan peralatan yang di
gunakan kurang bersih
Hygiene sanitasi dan keberadaan bakteri E. coli pada minuman dapat dipengaruhi
oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1. Pengetahuan Pedagang
Berdasarkan hasil pedoman wawancara pada tingkat pengetahuan yang
dilakukan kepada 4 orang pedagang minuman es cendol dapatkan hasil
pengetahuannya termasuk dalam kategori rendah. Penjual tidak mengetahui tentang
bakteri E. coli, dan hygiene dan sanitasi dalam pengolahan makanan. Rendahnya
kesadaran dan keinginan pedagang untuk memperbaiki dan mencari tahu bagaimana
cara pengolahan es cendol yang baik. Air bersih adalah air sehat yang dipergunakan
untuk kegiatan manusia dan harus bebas dari kuman-kuman penyebab penyakit, bebas
dari bahan-bahan kimia yang dapat mencemari air bersih tersebut. Air merupakan zat
yang mutlak bagi setiap mahluk hidup dan kebersihan air adalah syarat utama bagi
terjaminnya kesehatan. Menurut Peraturan Menteri Kesehata RI Nomor : 41
6/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat-syarat pengawasan kualitas air, air bersih adalah
air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat-
syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Rendahnya pengetahuan
dalam pengolahan dan penyajian makanan dapat mengakibatkan adanya bakteri pada
makanan (Notoadmodjo, 2011).
486 PROSIDING
Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (SENPLING) 2017
ISBN 978-602-51349-0-6
2. Sumber Air
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di dapatkan hasil bahwa ke empat
penjual minuman es cendol di Pasar Kodim Kota Pekanbaru sumber airnya termasuk
dalam kategori kurang baik. Hal ini dilihat dari sumber air yang digunakan dari 4
pedagang 3 diantaranya mengunakan air galon hanya 1 pedagang mengunakan air yang
dimasak dan es batu yang digunakan didapat dari warung-warung yang menjual es batu
yang kebersihannya belum bisa dijamin karena sumber air yang digunakan untuk
membuat es batu tersebut apakah sudah dimasak atau belum. Menurut Peraturan
Menteri Kesehata RI Nomor : 41 6/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat-syarat
pengawasan kualitas air, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-
hari yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dapat diminum apabila
telah dimasak.
Penggunaan air isi ulang ini juga dikhawatirkan mengandung bakteri E. coli
karena dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dinas Pelayanan Kesehatan Jakarta
Barat (Subdin YanKes Jakbar) menyebutkan dari 640 depo air minum isi ulang yang
tersebar di 8 kecamatan, 384 depo diantaranya tidak layak konsumsi karena tercemar
bakteri E. coli yang berbahaya terhadap kesehatan. Air adalah salah satu diantara
pembawa penyakit yang berasal dari tinja untuk sampai kepada manusia. Supaya air
yang masuk ketubuh manusia baik berupa makanan dan minuman tidak menyebabkan
penyakit, maka pengolahan air baik berasal dari sumber, jaringan transmisi atau
distribusi adalah mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya kontak antara kotoran
sebagai sumber penyakit dengan air yang diperlukan (Isnawati 2012).
3. Personal Hygiene
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada 4 orang pedagang minuman es
cendol di pasar Kodim Kota Pekanbaru, tidak ada pedagang minuman es cendol yang
memiliki kategori personal Hygiene yang baik. Seluruh pedagang tidak berperilaku
bersih, tidak mencuci tangan setiap hendak mengambil minuman, selalu berbicara
sewaktu bekerja, tidak memakai celelmek, tidak menjaga kebersihan peralatan,
pedagang melakukan gerakan seperti menggaruk bagian tubuh.
Personal Hygiene (manusia) merupakan salah satu dari faktor yang
mempengaruhi sanitasi makanan dimana penjamah harus memenuhi persyaratan
hygiene sanitasi seperti kesehatan kebersihan individu, tidak menderita penyakit
menular bukan carrier dari suatu penyakit. Faktor manusia merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi sanitasi makanan, untuk personil yang menyajikan makanan
harus memenuhi syarat-syarat seperti kebersihan dan kerapian, memiliki etika dan
sopan santun, memiliki penampilan yang baik dan keterampilan membawa makanan
dengan teknik khusus, serta ikut dalam program pemeriksaan kesehatan berkala setiap 6
bulan atau 1 tahun (Chandra, 2012).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Atmiati W. D. 2012) yang mengatakan
bahwa pedagang dengan personal higiene yang kurang baik akan memudahkan
penyebaran berbagai bakteri. Kondisi higiene penjamah ada hubungan yang bermakna
dengan keberadaan bakteri E. coli pada es cendol, masih banyak pedagang yang tidak
melakukan higiene penjamah yang benar. Untuk meminimalisir berkembangnya bakteri
pada minuman es cendol yang dijual, para pedagang harusnya memperhatikan personal
hygiene mereka dengan baik dan benar.
4. Keadaan Tempat/Fasilitas Sanitasi
Berdasarkan hasil observasi keadaan tempat jualan pedagang es cendol kurang
baik karena lokasi jualan yang berada di pinggir jalan dekat sumber debu, asap dan
pencemaran lainnya. Sarana tempat pencucian peralatan hanya memiliki 1 ember dan air
487 PROSIDING
Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (SENPLING) 2017
ISBN 978-602-51349-0-6
yang digunakan untuk pencucian digunakan secara berulang-ulang atau jarang diganti
sumber air kurang mencukupi dan tempat sampah yang digunakan tidak ditutup.
Berdasarkan penelitian (Rori, 2012), tempat jualan yang tidak bersih
mengakibatkan lalat atau serangga lainnya bertebangan dan dapat menkontaminasikan
makanan. Menurut Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 BAB V Pasal 12
menjelaskan makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya
harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat melindungi makanan dari pencemaran.
Konstruksi sarana penjaja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan yaitu antara lain mudah dibersihkan, tersedia tempat untuk air bersih,
penyimpanan bahan makanan, penyimpanan makanan jadi/siap disajikan, penyimpanan
peralatan, tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan), tempat sampah. Pada waktu
menjajakan makanan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dipenuhi,
dan harus terlindungi dari debu, dan pencemaran.
Tempat sampah yang digunakan sebaiknya tertutup dan dilapisi dengan plastik,
karena apabila tempat sampahnya terbuka maka sampah tersebut akan menimbulkan
bau yang tidak sedap dan juga akan mendatangkan lalat ketempat sampah tersebut. Kita
ketahui bahwa lalat membawa bakteri pada tubuh dan kaki-kakinya dan membuang
kotorannya di atas makanan, sehinga minuman tercemar oleh lalat. Lalat juga
menimbulkan ganguan kenyamanan, merusak pemandangan, mengganggu dan
mengakibatkan nafsu makan berkurang dan dari estetika terkesan jorok, serta
menyediakan sumber air bersih yang cukup untuk mencuci peralatan, sehingga tidak
terjadi pemakaian air yang berulang-ulang dalam mencuci peralatan
5. Peralatan
Berdasarkan hasil observasi peralatan yang digunakan pedagang es cendol
mendapatkan nilai yang kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari tidak memiliki rak
tempat peralatan, mengunakan kain lap secara berulang-ulang, cara pencucian,
pengeringan dan penyimpanan tidak memenuhi persyaratan dan tidak dalam keadaan
bersih. Peralatan yang digunakan untuk mengambil es cendol dan gelas yang digunakan
ada yang sudah berkarat atau kehitaman.
Menurut Penelitian (Yulia, 2012), tidak bersihnya peralatan berpotensi untuk
terjadinya kontaminasi pada makanan. Berdasarkan Kepmenkes RI No.
942/Menkes/SK/VII/2003 BAB III Pasal 3 dijelaskan bahwa peralatan yang digunakan
untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan harus sesuai dengan peruntukannya
dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi. Untuk menjaga peralatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan
dengan sabun, lalu dikeringkan dengan alat pengering/lap yang bersih, kemudian
peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang bebas pencemaran,
dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai.
Perlindungan terhadap peralatan makan dimulai dari keadaan bahan. Bahan yang baik
adalah bila tidak larut dalam makanan, mudah di cuci dan aman digunakan. Peralatan
utuh, aman dan kuat, peralatan yang sudah retak atau pecah selain dapat menimbulkan
kecelakaan (melukai tangan) juga menjadi sumber pengumpulan kotoran karena tidak
dapat tercuci dengan sempurna (Depkes RI, 2009). Untuk mencegah masuknya bakteri
pada peralatan hendaknya peralatan dicuci dengan deterjen/sabun, menggunakan air
dingin terlebih dahulu, dan selanjutnya menggunakan air panas sampai bersih. Gunakan
kain lap yang bersih untuk menglap peralatan.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian terhadap 4 pedagang yang menjual es cendol di pasar Kodim
Kota Pekanbaru dapat disimpulkan sebagai berikut :
488 PROSIDING
Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (SENPLING) 2017
ISBN 978-602-51349-0-6
DAFTAR PUSTAKA
Atmiati W. D. (2012). FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA JAJANAN ES BUAH YANG
DIJUAL DI SEKITAR PUSAT KOTA TEMANGGUNG, 1, 1047–1053.
Chandra, B (2012). Pengantar Kesehatan Lingkungan. jakarta: EGC.
Depkes RI, (2010) Kepmenkes RI No. 492/Menkes/PER/IV/2010. Persyaratan Kualitas air
Minum. Jakata: Depkes RI
Depkes RI, (2011) Kepmenkes RI No. 1096/Menkes/PER/VI/2011. Tentang Higiene
Sanitasi JasaBoga. Jakarta: Depkes RI
Dyah Puji Lestari. (2015). HUBUNGAN HIGIENE PENJAMAH SANITASI MINUMAN
DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA MINUMAN JUS
BUAH, 3(April), 202–211.
Elfidasari, D., Saraswati, A. M., Nufadianti, G., Samiah, R., & Setiowati, V. (2011).
Perbandingan Kualitas Es di Lingkungan Universitas Al Azhar Indonesia dengan
Restoran Fast Food di Daerah Senayan dengan Indikator Jumlah Escherichia coli
Terlarut. Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, 1(1),
18–23.
Isnawati. (2012). HUBUNGAN HIGIENE SANITASI KEBERADAAN BAKTERI
COLIFORM DALAM ES JERUK DI WARUNG MAKAN KELURAHAN
TEMBALANG SEMARANG, 1, 1005–1017.
Kemenkes. (2003). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
942/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Pedoman Pesyaratan Hygiene Sanitasi
Makanan Jajanan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1–21.
Mentari, H., Stikes, K., Husada, W., Abstrak, Y., Katalisator, S., Pelumas, S., …
489 PROSIDING
Seminar Nasional Pelestarian Lingkungan (SENPLING) 2017
ISBN 978-602-51349-0-6
Borobudur, H. (2008). Peran penting air bagi tubuh manusia. Jurnal Peranan Air,
5(1), 1–7.
Yulia. (2012). Higiene sanitasi makanan, minuman dan sarana sanitasi terhadap angka
kuman peralatan makan dan minum pada kantin.
J
p-ISSN: 2598-6090 dan e-ISSN: 2599-2902
82
ISBN 978-602-51349-0-6
Musdalifah Syamsul
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia dan sering menimbulkan kejadian luar biasa dengan jumlah
kematian yang besar. Di Kabupaten Maros merupakan daerah endemis demam
berdarah dan meningkatnya kejadian demam berdarah dengue dipengaruhi oleh banyak
faktor, salah satunya adalah faktor lingkungan seperti sarana air bersih dan saluran air
hujan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran faktor lingkungan
dengan kejadian demam berdarah di Kabupaten Maros tahun 2013-2017. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Subjek utama penelitian ini adalah
petugas kesehatan dinas kesehatan dan Puskesmas. Pengumpulan data dengan indepth
interview dan data sekunder. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor
lingkungan berupa sarana air bersih, dan saluran air hujan yang menjadi tempat
perindukan nyamuk Aedes dan sebagian besar informan menyatakan bahwa sarana air
bersih dan saluran air hujan merupakan faktor yang sangat berperan terhadap
penularan ataupun terjadinya kejadian luar biasa DBD. Saran penelitian ini hendaknya
pemerintah kabupaten Maros mempertimbangkan program pencegahan dan
penanggulangan demam berdarah dengue bekerjasama dengan dinas kesehatan, dan
masyarakat ikut serta dalam pencegahan dan penanggulangan demam berdarah
dengue dengan melaksanakan 3M khususnya pada musim hujan.
PENDAHULUA
N
Tujuan pembangunan Nasional di bidang kesehatan adalah meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 1948 menyebutkan bahwa
Sehat adalah sebagai “suatu keadaan fisik, mental,sosial kesejahteraan dan bukan hanya
ketiadaan penyakit atau kelemahan”. Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk
memenuhi salah satu hak dasar masyarakat yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan
sesuai dengan Undang undang Dasar1945 khususnya Pasal 28 H ayat 1dan Undang Undang
No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 71 ayat 2 dan 3 yang membahas mengenai
kesehatan reproduksi termasuk dilaksanakan melalui kegiatan promotive preventif, kuratif,
dan rehabilitatif
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat penting di Indonesia dan sering menimbulkan suatu letusan Kejadian Luar Biasa
(KLB) dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular (vektor) penyakit DBD
yang penting adalah Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan Aedes Scutellaris, tetapi sampai
83
ISBN 978-602-51349-0-6
saat ini yang menjadi vektor utama dari penyakit DBD adalah Aedes aegypti. Penyakit DBD
pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dengan kasus 58 orang anak, 24
diantaranya meninggal dengan Case Fatality Rate (CFR) = 41,3%. Sejak itu penyakit DBD
menunjukkan kecenderungan peningkatan jumlah kasus dan luas daerah terjangkit. Seluruh
wilayah Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit DBD, kecuali daerah yang
memiliki ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut (Kemenkes, 2013).
Penyakit DBD dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, mobilitas penduduk, kepadatan
penduduk, adanya kontainer buatan ataupun alami di tempat pembuangan akhir sampah
(TPA) ataupun di tempat sampah lainnya, penyuluhan dan perilaku masyarakat, antara lain:
pengetahuan, sikap, kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), fogging, abatisasi, dan
pelaksanaan 3M (menguras, menutup, dan
84
ISBN 978-602-51349-0-6
mengubur). Tempat potensial untuk perindukan nyamuk Aedes aegypti adalah tempat
Penampungan Air (TPA) yang digunakan sehari-hari, yaitu drum, bak mandi, bak WC,
gentong, ember dan lain-lain. Tempat perindukan lainnya yang non TPA adalah vas bunga,
ban bekas, botol bekas, tempat minum burung, tempat sampah dan lain-lain, serta TPA
alamiah, yaitu lubang pohon, daun pisang, pelepah daun keladi, lubang batu, dan lain-lain.
Adanya kontainer di tempat ibadah, pasar dan saluran air hujan yang tidak lancar di sekitar
rumah juga merupakan tempat perkembangbiakan yang baik (Soegijanto, 2004). Beberapa
faktor yang beresiko terjadinya penularan dan semakin berkembangnya penyakit
DBD adalah pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak memiliki pola tertentu, faktor
urbanisasi yang tidak berencana dan terkontrol dengan baik, semakin majunya sistem
transportasi sehingga mobilisasi penduduk sangat mudah, system pengelolaan limbah dan
penyediaan air bersih yang tidak memadai, berkembangnya penyebaran dan kepadatan
nyamuk, kurangnya system pengendalian nyamuk yang efektif, serta melemahnya struktur
kesehatan masyarakat. Selain faktor lingkungan tersebut diatas, status imunologi seseorang
juga sangat berpengaruh, virus yang menginfeksi, usia, dan riwayat genetic juga berpengaruh
terhadap penularan penyakit (Kemenkes, 2013).
Berdasarkan data yang didapat, kabupaten Maros merupakan salah satu daerah yang
rawan terjangkit penyakit demam berdarah dengue, hal ini dapat dilihat dari angka kejadian
kasus demam berdarah dengue yang terjadi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013 jumlah
kasus kejadian 245 kasus dengan 3 angka kematian (IR=73.84 dan CFR=1.22), tahun 2014
jumlah kasus kejadian 449 kasus dengan 2 angka kematian (IR=133.79 dan CFR=0.45), 2015
jumlah kasus kejadian 397 kasus dengan 1 angka kematian (IR=117.01 dan CFR=0.25), 2016
jumlah kasus kejadian 628 kasus dengan 1 angka kematian (IR=183.15 dan CFR=0.16),
Januari – September 2017 jumlah kasus kejadian 180 kasus dengan 2 angka kematian
(IR=52.49 dan CFR=1.11) (Dinas Kesehatan Kab. Maros, 2017).
Tingginya angka kesakitan demam berdarah dengue di Kabupaten Maros ini
disebabkan karena adanya kondisi lingkungan yang buruk, seperti saluran pembuangan air
limbah yang tersumbat, sarana pembuangan sampah yang belum memadai, banyaknya
genangan air di jalan yang merupakan sarana perkembangbiakan nyamuk aedes agypti yang
cukup potensial. Selain itu juga didukung dengan tidak maksimalnya kegiatan Pemberantasan
Sarang Nyamuk di masyarakat sehingga menimbulkan kasus penyakit demam berdarah di
beberapa wilayah di Kabupaten Maros (Profil Kesehatan Maros, 2016). Melihat data tersebut
dapat diartikan bahwa pada tahun berikutnya dimungkinkan terjadi lonjakan kasus demam
berdarah dengue. Untuk menanggulangi lonjakan kasus DBD perlu ada intervensi pada
daerah- daerah endemis DBD sehingga tidak terjadi KLB DBD, yakni perlu memperhatikan
aspek lingkungan dan kesadaran masyarakat sebagai upaya untuk menurunkan angka kejadian
kasus DBD.
METODE
Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang prosedur penelitiannya
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang diamati dan memberikan gambaran distribusi angka kejadian demam berdarah dengue
serta gambaran dari faktor lingkungan. Tujuan penelitian kualitatif adalah mengembangkan
konsep yang membantu memahami fenomena social dalam lingkungan yang alami. Metode
penelitian kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan yakni (1) menyesuaikan metode
kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak, (2) metode ini
menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden, (3) metode ini
lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama
terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Notoatmojo, 2012).
85
ISBN 978-602-51349-0-6
86
Musdalifah, HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN
dorman. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa.
Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga 8 hari, namun
dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung (Kemenkes, 2013).
Air bersih dan sanitasi yang baik merupakan elemen penting yang menunjang
kesehatan manusia. Sanitasi berhubungan dengan kesehatan lingkungan yang mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat. Sarana air bersih yang dimiliki oleh masyarakat di kabupaten
Maros menunjukkan pada tahun 2013 sebesar 40,77%, tahun 2014 sebesar 43,45%, tahun
2015 sebesar 56,45 %, dan 49,24% pada tahun 2016. Dengan keadaan lingkungan yang sangat
memungkinkan berkembang biaknya nyamuk maka hal ini sangat berpengaruh, apalagi
dengan kondisi sumber air bersih yang masih sangat kurang aman atau memiliki tutup yang
membuat nyamuk dapat berkembang biak di dalam tempat tersebut. Nyamuk Aedes aegypti
memilih lokasi perkembangbiakan di air yang bersih dan tidak terkontaminasi oleh tanah
sehingga sumber-sumber air bersih yang terdapat di sekitar lingkungan rumah dijadikan
saasaran yang baik untuk Nyamuk Aides aegypti berkembang biak. Sarana air bersih yang
tidak memenuhi persyaratan beresiko menjadi tempat berkembang biaknya vector pembawa
penyakit di dalam penelitian ini khususnya nyamuk Aedes Aegypt yang pada dasarnya hanya
bisa berkembang biak di air yang bersih sehingga sarana air bersih yang kurang diperhatikan
oleh pemilik menjadi sasaran untuk berkembang biak yang sangat baik oleh nyamuk (Profil
Kesehatan Kab Maros, 2016).
Hal ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuniati dengan judul
Pengaruh sanitasi lingkungan pemukiman terhadap kejadian demam berdarah Dengue (DBD)
di daerah aliran sungai deli kota pada tahun 2012. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Anastasia Pramudyawardhani (2012) Hubungan faktor lingkungan dan perilaku masyarakat
dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klaten Utara Kab Klaten, didapatkan hasil
bahwa faktor lingkungan berhubungan dengan kejadian DBD, sedangkan perilaku masyarakat
yang berhubungan dengan kejadian DBD yaitu kebiasaan menggantung pakaian, menguras
tempat penampungan air, membuang sampah dan menggunakan anti nyamuk.
Perubahan musim dari kemarau ke penghujan menjadi titik rawan ledakan kasus
demam berdarah, apalagi didukung oleh keberadaan saluran air hujan yang dapat menampung
genangan air. Kegiatan gotong royong untuk membersihkan lingkungan terutama saluran got
menjadi mutlak dilakukan. Upaya ini dapat menekan populasi nyamuk DBD pada saat musim
puncak, sehingga wabah atau kejadian luar biasa penyakit DBD dapat dihindari. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa keberadaan saluran air hujan di kabupaten Maros,
menunjukkan tahun 2013 sebesar 60,12%, tahun 2014 sebesar 45,17%, tahun 2015 sebesar
53,40%, tahun 2016 sebesar 56,03%. Keberadaan saluran air hujan dengan keberadaan vektor
DBD sangat mempengaruhi. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Arman (2005)
yang menunjukkan adanya hubungan antara keberadaan saluran air hujan dengan endemisitas
demam berdarah dengue.
Hasil penelitian sesuai dengan pernyataan Soegijanto (2004) yang menyebutkan
bahwa telur, larva, dan pupa nyamuk Aedes aegypti tumbuh dan berkembang di dalam air.
Genangan yang disukai sebagai tempat perindukkan nyamuk ini berupa genangan air yang
tertampung di suatu wadah yang biasa disebut tempat penampungan air bukan genangan air di
tanah. Kegiatan gotong royong untuk membersihkan lingkungan terutama saluran got menjadi
mutlak dilakukan. Upaya ini dapat menekan populasi nyamuk DBD pada saat musim puncak,
sehingga wabah atau kejadian luar biasa penyakit DBD dapat dihindari.
KESIMPULAN
Dari hasil pengumpulan data penelitian disimpulkan bahwa faktor lingkungan berupa
87
sarana air bersih, dan saluran air hujan yang berada di luar rumah menjadi tempat perindukan
nyamuk Aedes sebagai vektor penyakit Demam Berdarah Dengue, dan merupakan faktor
yang sangat berperan terhadap penularan ataupun terjadinya kejadian luar biasa penyakit
Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Maros. Diharapkan bagi masyarakat yang
mempunyai tempat perindukan nyamuk seperti sarana air bersih dan saluran air hujan untuk
selalu melakukan kegiatan 3M Plus dan pemberantasan sarang nyamuk secara rutin. Bagi
instansi kesehatan diharapkan lebih meningkatkan tindakan promotif dan preventif kepada
masyarakat untuk mengatasi masalah DBD. Pemerintah kabupaten Maros, hendaknya
mempertimbangkan program pencegahan dan penanggulangan demam berdarah dengue
bekerjasama dengan dinas kesehatan
88
JGEL Vol. 2, No. 2, Januari 2019: 100-109
ISSN P: 2579 – 8499; E: 2579 - 8510 100
REFERENSI
Arman, E.P. 2005. Faktor Lingkungan dan Perilaku Kesehatan yang Berhubungan dengan
Endemisitas Demam Berdarah Dengue. Surabaya
Dinas Kesehatan Kabupaten Maros. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten Maros 2013. Sub. Bagian
Perencanaan dan Pelaporan Dinas Kesehatan Kabupaten Maros Tahun
Dinas Kesehatan Kabupaten Maros. 2015. Profil Kesehatan Kabupaten Maros 2014. Sub. Bagian
Perencanaan dan Pelaporan Dinas Kesehatan Kabupaten Maros
Dinas Kesehatan Kabupaten Maros. 2016. Profil Kesehatan Kabupaten Maros 2015. Sub. Bagian
Perencanaan dan Pelaporan Dinas Kesehatan Kabupaten Maros Tahun
Dinas Kesehatan Kabupaten Maros. 2017. Profil Kesehatan Kabupaten Maros 2016. Sub. Bagian
Perencanaan dan Pelaporan Dinas Kesehatan Kabupaten Maros Tahun
Yuniati, 2012. Pengaruh Sanitasi Lingkungan Pemukiman terhadap Kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Daerah Aliran Sungai Deli Kota pada Tahun 2012.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Petunjuk Teknis Pemberantasan Sarang Nyamuk
Demam Berdarah Dengue oleh Juru Pemantik (Jumantik). Kemenkes
10
0
JGEL Vol. 2, No. 2, Januari 2019: 100-109
ISSN P: 2579 – 8499; E: 2579 - 8510 101
Ecovillage
*e-mail: wardanaunibba@gmail.com
ABSTRAK
Permukiman kumuh merupakan salah satu masalah yang dapat timbul dalam suatu kota
atau kabupaten. Desa Bojongsoang Kabupaten Bandung menjadi salah satu wilayah
yang menghadapi masalah pertumbuhan permukiman kumuh. Faktor penyebab
kumuhnya permukiman di Desa Bojongsoang yakni akibat aktifitas yang terlalu
berlebihan, sehingga menyebabkan lingkungan hunian menjadi tidak sehat dan tidak
nyaman untuk ditinggali. Adanya permasalah ini masyarakat berinisiatif melakukan
program ecovillage sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan. Tujuan penelitian
adalah menerapkan konsep ecovillage di Desa Bojongsoang Kabupaten Bandung.
Konsep ecovillage adalah konsep penataan permukiman yang menggunakan prinsip
berkelanjutan dengan mengedepankan aspek lingkungan dan berintegrasi dengan
dimensi sosial, ekonomi, dan budaya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan studi literatur, studi banding, dan observasi
objek. Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan perbandingan
antara hasil observasi objek dengan studi literatur. Hasil yang dicapai dalam penelitian
ini membuktikan bahwa untuk mengatur kawasan permukiman kumuh dapat dilakukan
dengan cara peremajaan permukiman, melalui penerapan lima konsep karakteristik
ecovillage, sehingga diharapkan dapat menghasilkan permukiman yang bersifat
berkelanjutan dan ekologis.
ABSTRACT
Slum settlement is one of the problems that can occur in cities or districts. Bojongsoang
Village, Bandung Regency is one of the areas that intersects with slums. The population
growth rate in cities or regencies, the number of poor and low-income people, and the
rate of urbanization can trigger the proliferation of slums. The factors that caused the
slum of settlements in Bojongsoang Village were due to over-activity, which caused the
housing to become unhealthy and uncomfortable to live in. With this problem the
community took the initiative to conduct the ecovillage program as a solution to
overcome the problem. The formulation of the problem used is "How is the application
of the concept of ecovillage in Bandung Regency?".
10 The ecovillage concept is a
1
JGEL Vol. 2, No. 2, Januari 2019: 100-109
ISSN P: 2579 – 8499; E: 2579 - 8510 102
10
2
JGEL Vol. 2, No. 2, Januari 2019: 100-109
ISSN P: 2579 – 8499; E: 2579 - 8510 103
these locations there are settlement patterns that are not yet clear, so that it needs to
be done rejuvenation or redevelopment of slums to improve the quality of slums into
developing settlements. The research method, which is a qualitative research method
with a literature study approach, milkfish studies, and objects. The analysis in this study
was conducted by comparing the measurements with the study of literature. The
results in this study prove that to regulate settlements can be done by means of
settlements, through the implementation of ecovillage concepts, making it possible to
produce sustainable and ecological settlements.
10
4
JGEL Vol. 2, No. 2, Januari 2019: 100-109
ISSN P: 2579 – 8499; E: 2579 - 8510 105
10
5
JGEL Vol. 2, No. 2, Januari 2019: 100-109
ISSN P: 2579 – 8499; E: 2579 - 8510 106
10
6
JGEL Vol. 2, No. 2, Januari 2019: 100-109
ISSN P: 2579 – 8499; E: 2579 - 8510 107
10
7
JGEL Vol. 2, No. 2, Januari 2019: 100-109
ISSN P: 2579 – 8499; E: 2579 - 8510 108
meter dan jalan lokal sekunder III menjadi Respon desain diperlukan ruang
2 meter (Gambar 3). komunal untuk bersosialisasi, dan
diperlukan juga teras yang cukup luas
yang dapat digunakan sebagai ruang
Keterangan: bersama (communal space) untuk
menerima tamu. Untuk sanitasi, akan
Jalan Lokal Sekunder I:dianalisa keadaan fisik MCK umum.
Lebar Jalan 2 m
Berdasarkan pengamatan langsung,
ditemukan fenomena rendahnya
pengetahuan dan pemahaman masyarakat
Jalan Lokal Sekunder II: Lebar Jalantentang
1,25m pentingnya sanitasi lingkungan
permukiman yang sehat. Foto-foto
keadaan MCK umum di Kabupaten
Bandung (Gambar 5).
Jalan Lokal Sekunder III: Lebar Jalan 1 m
10
8
JGEL Vol. 2, No. 2, Januari 2019: 100-109
ISSN P: 2579 – 8499; E: 2579 - 8510 109
10
9
JGEL Vol. 2, No. 2, Januari 2019: 100-109
ISSN P: 2579 – 8499; E: 2579 - 8510 110
Balai 1 √
pengobatan
Warga
3 Musholla 3 ×
Mesjid warga √
tanah yang berada di Jalan Tambora
adalah hak milik. Umumnya, hunian 4 Toko/warung >5 √
untuk rumah penduduk terdiri dari 1-2 Pasar 1 √
lantai. Berikut foto – foto keadaan rumah lingkungan
di Jalan ciapus Banjaran RT 03 dan RT 05 Taman/tempat 0 ×
(Gabar 8).
main
Taman dan 0 ×
lapangan olah
RT 05
11
0
Gambar 8. Keadaan Lokasi di RT 03 dan
JGEL Vol. 2, No. 2, Januari 2019: 100-109
ISSN P: 2579 – 8499; E: 2579 - 8510 111
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian fakta yang
telah dianalisis diatas, dapat diketahui
bahwa agar permukiman tidak menjadi
bertambah padat dan kumuh solusi yang
dapat ditwarkan adalah dengan cara
peremajaan permukiman. Peremajaan
11
1
permukiman kumuh merupakan kegiatan untuk memperbaiki dan untuk memperbaharui suatu
kawasan kota yang memiliki mutu lingkungannya rendah. Tambora terletak di lokasi strategis
sehingga warga tidak ingin pindah dari Tambora. Proyek peremajaan permukiman melalui
penerapan konsep ecovillage dengan membangun permukiman yang berkelanjutan dan ekologis,
yang menggunakan prinsip berkelanjutan dengan mengedepankan aspek lingkungan dan
berintegrasi dengan dimensi sosial, ekonomi, dan budaya.
22
DAFTAR PUSTAKA
Aulia, D. N. (2005). Permukiman Yang Berwawasan Lingkungan Tinjauan. Jurnal Sistem Teknik
Industri, 6, 35-39.
Jackson, H. (2005). Integrated Ecovillage Design: A New Planning Tool for Sustainable
Settlements. Journal of Resources and Ecology, 1-8.
Musthofa, Z. (2011). Evaluasi Pelaksanaan Program Relokasi Permukiman Kumuh. 2(1), 137-
141.
Puspita, A. A. (2013). Analisis Upaya Masyarakat Dalam Mewujudkan Kampung Hijau (Studi
Kasus: Kelurahan Gayamsari, Kota Semarang). Jurnal Lingkungan, 36-40.
Edi Harapan
Universitas PGRI Palembang
22
e-mail: ehara205@gmail.com
—————————— ——————————
PENDAHULUAN
Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masyarakat Indonesia sudah
yang hidup di desa-desa, masih hidup memasuki era revolusi industry 4.0 yang
dalam pola-pola tradisional, tidak menjaga seharusnya sudah hidup modern dan
kesehatan lingkungan, terutama meninggalkan kebiasaan seperti ini.
penggunaan air sungai untuk keperluan Kegunaan aliran sungai bagi
mandi, cuci, dan kakus. menggunakan masyarakat di Suamtera Selatan secara
jamban umum yang sangat tradisional di umum digunakan sebagai untuk mandi, cuci
saat membuang hajat. Masyarakat di dan sekaligus buang hajat (berak dan
Sumatera Selatan pada umumnya tinggal di kencing), serta buang sampah. Terkhusus
pinggir aliran sungai. Pola kebiasaan hidup untuk buang hajat, masyarakat di daeah ini
seperti ini telah berlangsung lama, pada masih menggunakan sarana jamban-
23
jamban tradisional yang dibangun di atas sungai, tetapi juga udara sekitar.
sungai atau pun di bantaran sungai atau di
atas empang. Bahkan masih ada masyarakat
yang pola hidupnya sangat tradisional, yaitu
buang hajat tidak menggunakan jamban
atau dilakukan di tempat-tempat terbuka.
Hasil penelitian Pane (2009) menemukan
hanya 46,4% keluarga di desa yang
menggunakan jamban, sedangkan 53,6%
yang tidak menggunakan jamban. Mereka
umumnya menggunakan sungai dan
empang sebagai tempat buang air besar. Hal
ini menunjukkan bahwa sebagian besar
masyarakat desa masih hidup dengan pola
trandisional dan belum memiliki jamban
keluarga dirumah-rumah mereka (Akili,
2016).
Bagi masyarakat Sumatera Selatan
yang bertempat tinggal di pinggir sungai,
penggunaan air sungai untuk keperluan
mandi, cuci, dan kakus merupakan bagian
dari kebutuhan pokok. Meskipun demikian,
air sungai tidak terjaga kebersihannya,
sehingga air menjadi kotor dan tercemar
kelestariannya oleh limbah sampah dan
kotoran manusia. Keadaan ini menimbulkan
aroma atau bau tak sedap (busuk) serta
tempat bersarangnya berbagai bibit
penyakit. Bahkan pada musim kemarau,
aliran sungai mengering mengakibatkan bau
busuk tersebut “sangat menyengat”.
Pembuangan tinja tidak mengalir (tidak
terbawa arus), berakibat kotoran dan tinja
menjadi kering tertimpa sinar matahari dan
baunya terbang terbawa angin. Akhirnya
lingkungan yang tercemar bukan hanya air
23
Masyarakat yang hidup dan tinggal Untuk itu perlu adanya penanganan yang
di pinggir sungai belum semuanya komprehensif dan menyeluruh dari petugas
memiliki jamban pribadi atau jamban kesehatan dalam hal ini petugas sanitarian
keluarga di rumah mereka. Paramita dan Puskesmas dalam memberikan penyuluhan
Sulistyorini (2015) menemukan bahwa yang berkaitan dengan kesadaran
penggunaan jamban tidak dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan, tingkat
pendapatan,
pengetahuan, jarak rumah dengan sungai,
dukungan keluarga, dukungan
masyarakat. Kebiasaan buruk membuang
hajat di sungai ini disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu: budaya
masyarakat yang hidup dan bertempat
tinggal di pinggir sungai, pola hidup
instan, akibat dari rendahnya pendidikan
sebagian besar anggota masyarakat, dan
minimnya informasi kesehatan
lingkungan yang diterima oleh
masyarakat. Hal ini kontradiktip dengan
hasil penelitian Otaya. Menurut Otaya
(2012), semakin tinggi tingkat pendidikan
dan pengetahuan tentang jamban bersih
dan sehat semakin baik sikap dan
tindakan masyarakat terhadap
penggunaan jamban untuk buang air
besar.
Rendahnya kesadaran masyarakat
akan arti pentingnya kesehatan, baik
kesehatan pribadi maupun kesehatan
keluarga dan lingkungan, salah satunya
dilihat dari tidak tersedianya jamban yang
sesuai standar kesehatan. Jamban yang
tidak higenis menyebabkan berjangkitnya
berbagai penyakit, terutama penyakit
kulit, disentri, tipus, dan sebagainya.
23
masyarakat dalam berperilaku sehat Berdasarkan latar belakang dan
(Prasetyo, 2013). Tinja dan urine yang tidak identifikasi masalah tersebut, maka
tertangani dengan baik akan menjadi bahan
buangan yang banyak mendatangkan
masalah dalam bidang kesehatan dan
sebagai media bibit penyakit dan
mencemari lingkungan (Daryanto,
2013:31). Sebaliknya, tinja dan kotoran
lainnya yang dikelola dengan baik akan
mendatangkan manfaat bagi masyarakat,
seperti pembuatan pupuk kompos, biogas,
dan sebagainya. Adanya upaya konkrit yang
dilakukan pemerintah dan masyarakat
dengan menyediakan sarana sanitasi yang
baik sehingga masyarakat hidup sehat
dengan lingkungan yang sehat pula (Akili,
2016). Hal ini telah dilakukan pemerintah
dengan membina Petugas Puskesmas dan
dukungan Aparat Desa, Kader Posyandu
dan Lembaga Swadaya Masyarakat (Pane,
2009).
Kebersihan air sungai dan
ketersediaan jamban sehat merupakan dua
hal yang tidak terpisahkan. Pembangunan
Jamban Keluarga sebagai sarana tempat
membuang hajat, diperkirakan efektif
memutuskan mata rantai penularan penyakit
dan pencemaran lingkungan. Penggunaan
jamban yang baik tidak hanya nyaman pada
saat buang hajat, melainkan juga turut
melindungi kesehatan keluarga dan
masyarakat dari ancaman berbagai macam
penyakit. Hal ini dirasakan penting untuk
diteliti dan dicarikan solusinya agar
masyarakat hidup sehat dalam lingkungan
yang sehat pula.
23
rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “bagaimana mengubah kebiasaan
masyarakat transisi di Sumatera Selatan
dalam penggunaan jamban?”
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberi manfaat kepada semua
pihak, khususnya pada masyarakaat dan
pemerintah di Provinsi Sumatera Selatan
melalui program kebersihan sungai dan
pembangunan jamban keluarga. Program
ini akan memberikan manfaat yang sangat
besar bagi masyarakat, keluarga, dan
individu. Melalui program ini sungai dan
udara menjadi bersih atau tidak tercemar
oleh kotoran manusia dan hewan,
berkurangnya penyebaran bibit penyakit,
dan secara umum akan mempercepat pola
hidup modern bagi sebagian masyarakat
di Sumatera Selatan yang masih hidup
dengan pola-pola tradisional.
METODE PENELTIAN
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Sedangkan
yang dijadikan sebagai informan
penelitian adalah anggota masyarakat,
tokoh masyarakat, tokoh pemuda,
kelompok PKK, anggota posyandu, dan
aparat pemerintah kecamatan. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan
melakukan observasi, wawancara tak
terstrukur, dan dokumentasi.
23
HASIL PENELITIAN DAN tinggal di sepanjang tepian sungai
PEMBAHASAN
membangun tempat mandi, cuci, dan buang
Kebiasaan masyarakat Sumatera
Selatan dalam hal membuang hajat (tinja
dan air seni), mandi, cuci, di sungai
merupakan tradisi turun temurun, yang
keberlangsunganya telah berabad-abad
lamanya, yaitu dari sejak jaman nenek
moyang mereka. Sungai beserta airnya
merupakan sumber kehidupan bagi
masyarakat, karena di sungailah masyarakat
bisa mencari kehidupan sebagai nelayan
dan petani; tempat mandi dan mencuci;
tempat tinggal bagi masyarakat yang
bermukim di rumah rakit, sebagai sarana
transportasi; dan termasuk tempat buang
hajat, buang sampah, dan lain sebagainya.
Secara umum, sungai merupakan
bagian dari kehidupan, oleh sebab itu
sungai harus selalu terjaga kebersihannya.
Sungai yang kotor akan berdampak
kepada kesehatan masyarakat dan
keberlangsungan hidup manusia. Agar
kelestariaan sungai-sungai yang bersih tetap
terjaga, maka pola kebiasaan buruk
masyarakat terhadap sungai harus segera
diubah atau bila mungkin dihentikan sama
sekali. Meskipun hal ini agak sulit, karena
pola hidup instan seperti ini sudah menjadi
tradisi atau budaya masyarakat yang hidup
dan tinggal di pinggir sungai.
Dari hasil penelitian ini ada beberapa
hal yang dapat ditemukan sebagai sumber
pembahasan.
1. “Batang dan Rakit” sebagai Tempat
Mandi, Cuci, dan Kakus
Masyarakat Sumatera Selatan yang
23
hajat di suatu media yang disebut
“batang” atau “rakit”. Disebut “batang”
atau “rakit” karena tepian mandi ini
terbuat dari susunan batang kayu atau
balok-balok kayu dan bambu atau buluh
yang dirangkai seperti rakit. Di atas
susunan batang kayu atau rakit tersebut
disusun papan sebagai lantainya.
23
rakit ini disebut “tangguk”. Di bagian tradisonal ini sepanjang desa tersebut, bisa
belakang batang atau pun rakit ini ada satu mencapai lima kilometer. Selain dari jamban
tempat yang berukuran sekitar 1 x 1 meter yang ada
tempat sarana buang hajat (berak dan
kencing) yang sering disebut kakus atau
“bong”.
23
di atas sungai, dutemukan pula jamban
yang didirikan di atas empang-empang
atau daerah rawa-rawa. Bentuk jambannya
sama atau hamper sama, tetapi yang
membedakannya hanya pada fungsi
jamban. Jamban yang dibangun di atas
empang hanya menjadi tempat buang hajat
saja. Sedangkan tempat mandi dan cuci
dilakukan di tempat lain, walaupun
jaraknya tidak terlalu jauh. Cara-cara
seperti ini sudah menjadi tradisi bagi
masyarakat di Sumatera Selatan,
khususnya masyarakat yang tinggal di
desa-desa. Membuang hajat (kencing dan
berak) di sungai dirasakan sangat praktis
dan ekonomis, sehingga cara-cara seperti
ini tetap menjadi pilihan pavorite bagi
masyarakat desa.
23
langsung hanyut terbawa arus; dan lain keluarga adalah keluarga yang rumahnya
sebagainya. Dikatakan ekonomis karena memang jauh dari pinggiran sungai. Hal ini
penggunaannya tidak perlu bayar, karena
disediakan untuk umum dan siapa saja
boleh menggunakannya; tidak perlu
perawatan, karena bila rusak akan di
bangun kembali baik secara individu
maupun bergotong royong atas swasdaya
masyarakat.
23
persyaratan, sarana tempat pembuangan masyarakat yang bersangkutan.
kotoran manusia (tinja), ketersediaan air
bersih, pembuangan sampah, dan
pembuangan air kotor (air limbah rumah
tangga). Untuk itu pemerintah daerah, perlu
melakukan penyuluhan secara kontinu agar
masyarakat menyadari akan pentinya
kesehatan, baik untuk pribadi setiap orang
maupun kesehatan keluarga dan lingkungan
sekitar.
23
Untuk itu masyarakat desa
menunjukkan kesamaan dengan
masyarakat lainnya bahwa masyarakat
tersebut khususnya masyarakat suatu
daerah yang utuh dari satu kesatuan yang
terikat memiliki daerah dan komunitas
yang sudah cukup lama mereka saling
membutuhkan satu sama lain dalam
masyarakat tersebut yaitu sekumpulan
masyarakat dan memiliki adat kebudayaan
serta aturan-aturan yang jelas serta
memiliki pemerintah yang jelas yaitu
dibawah pemerintahan Kabupaten/kota di
Provinsi Sumatra Selatan.
23
Kebiasaan masyarakat desa yang cemplung sudah merupakan suatu kebiasaan
membuang hajat, mandi dan mencusi di yang turun temurun. Masyarakat
sungai sangat sulit sekali dihilangkan. Poto
di atas menunjukan bahwa meskipun secara
ekonomi mereka sudah mapan, yaitu
mampu membangun rumah gedung yang
tergolong mewah, tetapi kebiasaan buang
hajat, mandi, dan mencuci di sungai, tetap
belum dapat ditinggalkan.
5. Bangunan Jamban Umum Tradisional
Hasil penelitian menemukan banyak
jenis jamban yang dipakai oleh masyarakat
untuk buang hajat. Ada jamban yang
dibangun di atas rakit, ada jamban yang
dibangun di atas sungai, dan ada jamban
yang dibangun di daratan dan posisinya
agak jauh dari sungai. Jamban yang
dibangun di atas ataupun dipinggir sungai
hanya berfungsi sebagai tempat untuk
membuang hajat. pada umumnya memakai
tiang penyangga sebanyak 4 (empat) batang
kayu. Sedangkan jamban yang dibangun di
daratan biasanya merangkap sebagai kamar
mandi.
24
di daerah menyebut jamban cemplung bisa sama dan bisa pula berbeda-beda. Ada
dengan istilah “bong;” Bong dibangun bong yang beratapkan seng dan adapula
dipinggir sungai dengan fungsi utama
hanya untuk buang hajat, yaitu berak dan
kencing. Sehingga mereka menganggap
membuang hajat di sungai bukan perilaku
yang buruk. Bukan sesuatu yang dianggap
aneh bila ada masyarakat yang membuang
hajat di sungai, meskipun sungai tersebut
akan tercemar oleh kotoran mereka
sendiri.
Sudah menjadi adat kebiasan
masyarakat Sumatera Selatan yang hidup
dipinggir sungai, menjadikan aliran sungai
tersebut menjadi tempat membuang hajat.
Hampir semua masyarakat di Sumatera
Selatan yang bertempat tinggal di pinggir
sungai, membuang hajatnya dengan
menggunakan media “jamban”, baik
jamban umum maupun jamban keluarga.
24
yang beratapkan daun nipah. Namun membuat dampak terhadap kesehatan
kebanyakan bong yang dibuat oleh
masyarakat desa adalah bong tanpa atap dan
pintu. Untuk menutupi pengguna bong dari
rasa panas terik matahari pada saat
membuang hajat, cukup dengan
menggunakan topi atau payung. Salah satu
jenis bong yang ada di pinggir sungai dan
sekaligus di pinggir jalan desa, seperti
gambar berikut.
Pada umumnya bong tidak memiliki
pintu, biasanya digunakan kain sebagai
tanda (code) bahwa di dalam bong tersebut
sedang ada orang membuang hajat. Bila
bong selesai digunakan, maka kain penutup
bong harus terbuka yang menandakan
bahwa bong tersebut sedang dalam keadaan
kosong.
24
dukungan oleh masyarakat sekitar itu yang (pengamatan) dan wawancara mendalam (In
utama. Dept Interview), serta dokumentasi
Dampak lingkungan sehat adalah
yang pertama kita terhindar dari segala
penyakit seperti kolera, gatal-gatal dan lain
sebagainya karena pepatah mengatakan
bersih adalah cerminan dari iman serta jiwa
yang sehat terhadap tubuh yang kuat.
Tanggapan masyarakat sangat positif
mereka sangat mendukung program-
program terutama program sehat, dan
mereka mulai sadar apa dampak dan
manfaat kesehatan lingkungan.
Setelah mewawancarai beberapa
informan peneliti mewawancarai pihak
masyarakat sebagai berikut: a) Adapun
penerapan kesehatan lingkungan
masyarakat sangat sederhana yaitu
penerapan kesehatan lingkungan seperti
mengurangi penggunaan jamban umum,
pembuangan sampah, juga mengurangi
pemanfaatan sumber daya alam secara
berlebihan. b) Masyarakat desa mulai
bergerak mengorganisasikan warga desa,
dan menggerakkan kelompok-kelompok
kecil setempat. Mereka juga mengajak
sebuah organisasi yang memiliki mitra di
Kabupaten bahkan dari Kota Palembang
dan kecamatan lain untuk menyumbangkan
dana guna melalui program darurat
penyediaan air bersih dan toilet, dengan
menamakan desa sehat dan di bantu
program pemerintah Kabupaten dan
Pemprov Sumsel yaitu Sumsel sehat
(Kesehatan bagi Warga).
Berdasar hasil observasi
24
dimana setelah dilakukan pengolahan, keberadaan jamban umum. Alasan warga
analisis dengan masyarakat yang tinggal di yang tidak setuju dengan keberadaan
Desa bahwa masyarakat desa ikut untuk
meningkatkan kesehatan lingkungan yang
bersih, bisa dilihat dari kerja bakti
masyarakat dengan membersihkan
lingkungan tempat tinggal serta
masyarakat Desa ikut menyediakan sarana
dan prasarana penunjang kebersihan
lingkungan. Sarana dan prasarana tersebut
seperti alat kebersihan toilet/jamban dan
air bersih, agar tetap terjaga kebersihan
jamban masyarakat membayar iuran
kebersihan. Namun itu masih perlu
ditingkatkan kembali seperti yang di
ungkapkan salah seorang tokoh
masyarakat bahwa ikut meningkatkan
24
jamban umum karena bisa mengganggu kesehatan lingkungan.
masyarakat karena dampaknya sangat Sebagian masyarakat di daeah sudah
mengganggu bagi mereka apalagi jika
dimusim kemarau bisa menimbulkan bau
busuk dan jika dika dimusim hujan
dampaknya dapat menimbulkan penyakit
kolera, gatal-gatal, dan pencemaran
lingkungan di daerah aliran sungai, karena
air sungai biasa digunakan masyarakat
sekitar untuk mandi, cuci piring dll, ada
juga alasan masyarakat yang setuju dengan
keberadaan jamban umum karena bagi
masyarakat jamban umum sangat
membantu mereka dan jika mereka
membuat jamban pribadi/ jamban keluarga
biayanya cukup mahal.
A.KESIMPULAN DAN
SARAN KESIMPULAN
Dari hasil penelitian, peneliti
menyimpulkan bahwa Pemerintah daerah
telah membuat program pembangunan
jamban keluarga dengan tujuan untuk
menggugah masyarakat di daerah untuk
membudayakan hidup bersih, dengan
menggunakan jamban keluarga sebagai
tempat sarana membuang hajat. Pemerintah
daerah melalui Bidang Kesling yang di
Puskesmas menciptakan kesehatan
lingkungan, dengan cara memotivasi
masyarakat bagaimana dampak kesehatan
lingkungan dan manfaatnya. Masyarakat
dan aparat pemerintah saling bantu
membantu dalam menciptakan kesehatan
lingkungan, melalui pemberian penyuluhan
dan pembinaan untuk kesehatan terutama
24
mulai meninggalkan kebiasaan Bulda., dan Patra, I Made. Faktor- faktor
membuang hajat di jamban umum yang yang Berhubungan dengan Kepemilikan
ada di pinggir sungai, meskipun Jamban Keluarga Di Desa Jehem
SARAN
Adanya penelitian ini diharapkan
masyarakat di daerah dapat mengetahui
dampak dari penggunaan jamban untuk
kesehatan lingkungan. Dari penelitian ini
diharapkan kepada masyarakat lebih
dapat mengetahui tentang persepsi
masyarakat semakin hari semakin sadar
pentingnya kesehatan lingkungan.
Hasil penelitian ini diharapkan bisa
jadi referensi bagi penelitian mendatang
agar penelitian serupa menjadi lebih baik
relevan. Selaku peneliti berharap adanya
kritikan-kritikan yang sifatnya
membangun.
DAFTAR PUSTAKA
24
Kabupaten Bangli. Jurnal Kesehatan 13. Notoadmojo, Soekidjo. 2007.
Lingkungan Vol. 4 no 2, November Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT Rineka
4. Fauzia. 2000. Hubungan Kepemilikan 14. Otaya, Lian G. Pengatahuan, Sikap dan
Jamban dengan Kejadian Diare Pada Balita Tindakan Masyarakat terhadap
Di. Desa Jatisobo Kabupaten Sukoharjo. Pengunggunaan Jamban Keluarga. Jurnal
Skripsi FKM UMS. Surakarta. Health and Sport 5 (2), 2012.
5. Ibrahim. 2015. Metodologi penelitian 15. Pane, Erlinanawati. Pengaruh Perilaku
Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Keluarga terhadap Penggunaan Jamban.
6. Koentjaranigrat, 2009. Pengantar Ilmu Kesmas National Public Health Journal Vol.
Antropologi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. 3 No. 5 April 2009.
7. Makhsus. 2013. Persepsi masyarakat 16. Paramita, Renita Diah., dan Sulistyorini,
Tentang Pentingnya Pendidikan Formal Lilis. The Household’s Attitude Impacts The
12 Tahun, Desa Pasilian, Kecamatan Low Use of Latrines in RW 02
Kronjo, Kabupaten Tangerang. Skripsi UIN Gempolklutuk, Tarik, Sidoarjo. Jurnal
Jakarta. Kesehatan Lingkungan Vol. 8, No. 2 Juli
2015: 184–194.
8. Mara, D. Duncan. 2009 Teknik Sanitasi
17. Pebriani, Rahma Ayu., Dharma, Surya., dan
Tepat Guna. Bandung: P.T Alumni.
Naria. Evi. Faktor-faktor yang Berhubungan
9. Meiridhawati. 2013. Faktor yang
dengan Penggunaan Jamban Keluarga dan
Berhubungan dengan Pemanfaatan
Kejadian Diare di Desa Tualang Sembilar
Community Led TotalSanitation
Kecamatan Bambel Kabupaten Aceh
(CLTS) di Kenagarian Kurnia Selatan
Tenggara. Lingkungan dan Kesehatan
Kecamatan Sungai Rumbai Kabupaten
Kerja. Vol. 2 No. 3 (2013).
Dharmasraya.
18. Prasetyo, Ervan. 2013. Faktor-Faktor yang
http://repository.unand.ac.id/ 19837/
Mempengaruhi Pemilihan Jamban
10. Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi
Cemplung Masyarakat Dusun Dolog Desa
Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja
Cermo Kemacatan Kare Kabupaten
Karya; Edisi Revisi.
Madiun. Skripsi thesis, Universitas
11. Mulia, Ricki M. 2005. Kesehatan
Muhammadiyah Ponorogo.
Lingkungan. Jakarta Barat: Graha ilmu.
19. Rompas, Marlyise Flora., Sumampouw,
12. Saleh, Maylan. Partispasi Perempuan
Oksfriani Jufri., dan Akili, Rahayu. 2016.
dalam Mengelola Lingkungan Hidup.
Kepemilikan Jamban pada Masyarakat
Musawa Journal for Gender Studies. Vol. 4,
Pesisir Desa Tumbak Mandani Kecamatan
No.2 Desember 2012. ISSN 2085-0255.
Pusomaen Kabupaten Minahasa Tenggar.
Media Informasi dan Kesehatan. Fakultas
24
Kesehatan Masyarakat Universitas Sam
Ratulangi.
20. Simatupang, Saut Hasudungan., dkk. 2013.
Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan
Partisipasi Penggunaan Jamban Keluarga Di Desa
Marjandi Tongah Kecamatan Gunung Meriah
Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Kesehatan
Lingkungan dan Kesehatan Kerja Vol.3 No.3
2014.
21. Sugiyono. 2016. Metode Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
1
PENERAPAN HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) DI
WARUNG MAKAN INDOMIE (WARMINDO) SEKITAR UNIVERSITAS ISLAM
INDONESIA
Sonia Rizka Permata Putri, Azham Umar Abidin, Lutfia Isna Ardhayanti
Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia
e-mail: soniarizkap@gmail.com
Keywords: Abstract: According to Yogyakarta Health Office (2014) DIY was ranked third in food
poisoning cases with a percentage of 8.3%. Of the total 3,688 restaurants, only 2,482
Warmindo,HACCP, locations or 67.3% were categorized as healthy. Some eating places that do not meet the
Food health requirements are in the cities of Yogyakarta and Sleman. Warung Makan Indomie
is one of the restaurants with cheap prices, can be found anywhere and has a varied menu,
especially in Yogyakarta. The aims of the research to analyzing the implementation of
HACCP and determining the critical control point on the processing of food which is
direct cooked and the reheated food in Warmindo around Universitas Islam Indonesia.
These include Ingredients acceptance, ingredients storage, ingredients process, and food
presentation on direct cooked and the reheated food. The location of the research will be
carried out at Warung Makan Indomie around the campus of Universitas Islam Indonesia,
Sleman Yogyakarta with 33 respondents Warmindo. The results showed that critical
control point lie in the Ingredients acceptance, ingredients storage, ingredients leaching,
cooking, storage of finished food and reheating with unhygienic equipment, less hygiene
food handlers, and poor sanitation. The application of HACCP in Warmindo has not been
effective due to the lack of HACCP principles and the lack of knowledge about HACCP.
Kata Kunci: Abstrak: Menurut Dinas Kesehatan Yogyakarta (2014) DIY menduduki peringkat ketiga
kasus keracunan makanan dengan persentase 8,3%. Dari total 3.688 restoran, rumah
Warmindo, HACCP, makan, dan tempat makan lain yang disurvei, hanya 2.482 lokasi atau 67,3% saja yang
Makanan dikategorikan sehat. Sebagian tempat makan yang tidak memenuhi syarat kesehatan itu
berada di Kota Yogyakarta dan Sleman. Warung Makan Indomie merupakan salah satu
rumah makan dengan harga yang murah, dapat ditemukan dimana saja dan memiliki menu
yang bervariasi khususnya di Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
penerapan HACCP dan menentukan titik kendali kritis pada makanan yang dimasak
langsung dan makanan yang dipanaskan kembali di Warmindo sekitar kampus Universitas
Islam Indonesia. Yang meliputi penerimaan bahan baku, penyimpanan bahan baku,
pengolahan bahan baku, penyimpanan makanan jadi, dan penyajian makanan pada
makanan yang dipanaskan kembali dan makanan yang langsung dimakan. Penelitian ini
berjenis kualitatif dengan observasi langsung. Lokasi penelitian ini disekitar Universitas
Islam Indonesia, Sleman Yogyakarta dengan 33 responden Warmindo. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa titik kendali kritis terletak pada penerimaan bahan baku,
penyimpanan bahan baku, pencucian bahan baku, pemasakan, penyimpanan makanan jadi
dan pemanasan kembali dengan peralatan yang tidak saniter, penjamah makanan kurang
higiene, dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Penerapan HACCP di warung makan
indomie belum efektif dikarenakan masih belum diterapkannya prinsip-prinsip HACCP
2
dan minimnya pengetahuan tentang HACCP.
4
langsung dimasak. Makanan yang dipanaskan
5
kembali yaitu makanan yang sudah dimasak laboratorium mengenai keberadaan bakteri
sebelumnya dan dapat dipanaskan apabila tidak E.Coli.
habis pada waktu tertentu yang tidak
Adapun deskripsi makanan yang
ditentukan, sedangkan makanan yang langsung
dipanaskan kembali dan makanan langsung
dimasak yaitu makanan yang setelah matang
dimasak yang terdapat di Warmindo sekitar
langsung dihidangkan kepada konsumen. Hasil
Universitas Islam Indonesia dapat dilihat pada
sampel makanan yaitu makanan yang
tabel 1 dan 2.
dipanaskan kembali dan makanan yang
langsung dimasak ini sudah diuji di
Tabel 1 Deskripsi Produk Makanan yang Dipanaskan Kembali
No Spesifikasi Keterangan
1. Nama Makanan Makanan yang dipanaskan kembali (nasi rames)
2. Komposisi Makanan Nasi, telur, sayur (sawi, kacang, tauge, wortel,
kentang, kol), tempe, tahu, mie kering/bungkus,
garam, gula, kecap, bawang, cabe, air
3. Metode Pengolahan Penerimaan bahan baku, penyimpanan bahan baku,
pengolahan bahan baku, penyajian makanan
4. Metode Pengawetan Pemanasan kembali
5. Pengemasan Piring
6. Umur Simpan 1 hari
7. Kondisi Kondisi makanan jadi ( < 65,5⁰C )
Penyimpanan
8. Pengawasan dalam Adanya kontaminasi faktor biologi, kimia, fisika,
Penyimpanan serta bau pada makanan
9. Penggunaan Produk Konsumsi langsung
No Spesifikasi Keterangan
1. Nama Produk Makanan langsung dimasak ( nasi goreng)
2. Komposisi Produk Nasi, telur, garam, kecap, bawang
3. Metode Pengolahan Penerimaan bahan baku, penyimpanan bahan baku,
pengolahan bahan baku, penyajian makanan
4. Metode Pengawetan -
5. Pengemasan Piring
6. Umur Simpan -
7. Kondisi Kondisi makanan jadi ( < 65,5⁰C )
Penyimpanan
8. Pengawasan dalam Adanya kontaminasi faktor biologi, kimia, fisika,
6
Penyimpanan serta bau pada makanan
9. Penggunaan Produk Konsumsi langsung
Setelah itu dilakukan penyusunan diagram alir. Diagram alir proses merupakan suatu tahapan
kerja untuk membantu mengenali semua proses yang terdapat pada proses produksi pengolahan
makanan yang dipanaskan kembali dan makanan langsung dimasak.
7
Identifikasi bahaya digunakan untuk memberi gambaran tentang potensi yang terdapat pada
proses produksi. Terdapat potensi bahaya biologi, kimia dan fisik pada makanan langsung dimasak dan
makanan yang dipanaskan kembali.
8
Justifikasi CCP Tindakan Koreksi
No Tahapan Jenis Bahaya Tindakan
Bahaya/
Proses Bahaya Penyebab Pengendalian
Salmonella,
E.Coli, Pencucian dengan air yang
Biologi Staphylococci, CCP bersih menggunakan sabun
Bacillus anti bakteri
Cereus, Dilakukan proses
1. Penerimaan Clostridium sp Lingkungan dan seleksi dalam
bahan baku sanitasi memilih bahan baku
Pestisida, zat Melakukan sortir bahan baku,
Kimia pengawet atau CCP memisahkan bahan baku yang
pemutih kondisi baik dengan busuk
Kerikil, gabah,
Fisika rambut, - -
kotoran
Sanitasi Memperhatikan waktu, suhu
E.Coli,
Biologi penyimpanan CCP dan kelembapan serta
S.Aureus, total
Penyimpanan bahan baku yang Memisahkan bahan memisahkan bahan baku
2. coliform
bahan baku disimpan pada baku yang tidak yang
keadaan terbuka, sejenis tidak sejenis
tidak bersih dan
Fisika Serangga tidak terpelihara - -
Staphylococc
Biologi u s aureus Personal higiene Melakukan dengan - -
3. Pemotongan E.Coli, total dari penjamah alat yang bersih, serta
bahan baku coliform makanan dan dari mencuci tangan
Debu, rambut, tahap sebelum bekerja
Fisika sebelumnya - -
serangga
Mencuci dengan Pencucian secara bersih dan
E.Coli, total Pencucian yang
Pencucian Biologi bersih secara CCP menggunakan sabun anti
coliform tidak bersih dan
4. bahan baku berulang dan bakteri
menggunakan air
Logam berat, menggunakan air
Kimia yang kotor - -
tanah, pestisida yang bersih dan
mengalir
7
Justifikasi Tindakan Koreksi
Tahapan Jenis Tindakan CCP
No Bahaya Bahaya/
Proses Bahaya Pengendalian
Penyebab
Penggunaan alat bantu masak
Staphylococc
(kompor, wajan, panci,
u s aureus,
Biologi CCP spatula, baskom, sendok,
E.Coli, total
garpu dll) yang bersih dan
coliform
memasak hingga matang
Penjamah Menggunakan alat Pendisiplinan penjamah
5. Pemasakan makanan dan bantu memasak dan makanan dalam menggunakan
Zat penyedap lingkungan yang penjamah makanan pakaian yang bersih dan
Kimia (penyedap tidak bersih yang bersih CCP menggunakan pelindung
rasa) higiene penjamah makanan
(celemek, penutup kepala, alas
kaki)
Debu,
Fisika serangga, - -
rambut
E.Coli, total Sanitasi Menggunakan alat Penggunaan wadah
Biologi CCP
Penyimpanan coliform penyimpanan bantu masak dan penyimpanan yang bersih
6. makanan jadi makanan dan menyediakan Selalu menutup makanan
Fisika Rambut, debu, lingkungan yang menutup rapat - jadi dan penggunaan kasa &
serangga tidak bersih makanan tirai pelindung
Menutup makanan
7. Penyajian Fisika Rambut, debu Sanitasi tempat - -
saat membawa
penyajian
menyajikan
Tidak memanaskan makanan
Sanitasi penjamah
Pemanasan Biologi Staphylococcu CCP kembali dan masak
s aureus makanan dan
8. Kembali Memasak secukupnya secukupnya
bakteri yang tahan
Serangga, suhu panas
Fisika - -
rambut
8
Identifikasi bahaya antara makanan menimbulkan terjadinya risiko. Risiko yang
yang dipanaskan kembali dan makanan dapat terjadi seperti tercemarnya olahan
langsung dimasak terletak hanya pada tahapan makanan karena penjamah makanan yang tidak
penyimpanan makanan jadi dan tahap higienis, peralatan yang digunakan tidak bersih
pemanasan kembali, karena makanan tersebut dan kondisi Warmindo yang kurang baik.
langsung disajikan kepada konsumen. Prosedur verifikasi dilakukan untuk
Identifikasi penentuan titik kendali peninjauan kembali rencana sistem HACCP di
kritis atau critical control point pada proses Warmindo sekitar Universitas Islam Indonesia.
produksi pengolahan makanan yang dipanaskan Dari hasil wawancara indepth interview dan
kembali dan makanan langsung dimasak hasil observasi di dapatkan hasil tidak adanya
dilakukan mulai tahap penerimaan bahan baku keluhan konsumen yang dapat merugikan
hingga pemanasan kembali. Penentuan CCP Warmindo di sekitar Universitas Islam
ditentukan dengan menggunakan pohon Indonesia, keluhan yang ada hanya tentang rasa
keputusan. Berdasarkan identifikasi CCP pada makanan karena tingkat keasinan atau
makanan yang dipanaskan kembali terdapat 6 kemanisan seseorang terhadap makanan
(enam) CCP, sedangkan pada makanan yang berbeda-beda. Tetapi dari hasil laboratorium
langsung dimasak terdapat 4 (empat) CCP. yang telah dilakukan diperkirakan terdapat
Hasil ini diperkirakan karena kondisi, fasilitas bakteri E.Coli dan total coliform yang
Warmindo yang kurang memperhatikan sanitasi terkandung dalam makanan yang dipanaskan
dan higiene lingkungan, tindakan dalam kembali dan makanan yang dimasak langsung
pengolahan makanan yang kurang diperhatikan pada salah satu Warmindo sekitar Universitas
higienisnya dan penjamah makanan atau tenaga Islam Indonesia yang telah di uji. Diperkirakan
kerja yang kurang memperhatikan kebersihan ada 3 makanan yang terkontaminasi bakteri
atau higiene diri sendiri, kurangnya pemakaian E.Coli dan 18 makanan yang terkontaminasi
atribut seragam produksi (celemek, penutup total coliform dari 68 makanan yang diuji.
kepala, alas kaki) dan kurangnya pengetahuan Dari hasil yang didapatkan, Warmindo
tentang sanitasi dan higienis lingkungan serta disekitar Universitas Islam Indonesia banyak
HACCP. termasuk kategori cukup/ sedang, dan kategori
Produksi makanan yang dimasak baik, meskipun ada beberapa Warmindo
langsung dan dipanaskan kembali masih termasuk kategori buruk. Hal ini yang dapat
terdapat beberapa proses yang dapat menyebabkan kontaminasi makanan yang
9
terjadi di Warmindo. Beberapa dilakukan, penerapan HACCP di
penjamah makanan di Warmindo masih belum Warmindo sekitar Universitas Islam
mengetahui tentang sanitasi dan higiene Indonesia belum efektif dikarenakan
makanan serta keamanana pangan, karena masih minimnya pengetahuan tentang
kurangnya informasi yang didapatkan tetang HACCP dan belum diterapkannya
keamanan pangan atau tidak mengetahui cara prinsip-prinsip HACCP.
untuk mengatasi serta adanya anggapan bahwa 2. Titik kendali kritis pada makanan yang
makanan yang diproduksi sudah aman.
dipanaskan kembali ada 6 (enam) tahap
Hasil indepth interview disimpulkan
yaitu penerimaan bahan baku,
bahwa proses produksi di Warmindo masih
pemotongan bahan baku, pencucian
belum memperhatikan higiene sanitasi.
bahan baku, pemasakan, penyimpanan
Berdasarkan data yang sudah didapat, penjamah
makanan jadi dan pemanasan kembali.
makanan kurang kesadaran tentang higiene dan
Apabila titik kendali kritis pada
sanitasi lingkungan Warmindo. Misalkan tidak
makanan yang langsung dimasak ada 4
mencuci tangan sebelum masak sedangkan
sebelumnya memegang uang, kurangnya atribut (empat) tahapn yaitu penerimaan
yang dipakai penjamah makanan seperti tidak bahan baku, pemotongan bahan baku,
menggunakan celemek, penutup kepala. Dalam pencucian bahan baku dan pemasakan.
proses produksi cara yang biasa dilakukan Tahapn-tahapan ini diperkirakan
untuk menjaga keamanan makanan yaitu terdapat bahaya biologi, kimia dan
memasak hingga matang, memanaskan kembali fisika yang dapat menyebabkan
apabila makanan tersebut tidak habis, suhu makanan tidak aman atau makanan
untuk menyimpan bahan baku makanan tidak dapat terkontaminasi.
sesuai. 3. Perbedaan antara makanan yang
Penerapan HACCP di Warmindo perlu dipanaskan kembali dan dimasak
dilakukan supaya konsumen lebih aman dan
langsung terdapat pada tahap
Warmindo dapat meningkatkan daya tarik
penyimpanan makanan jadi dan tahap
konsumen.
pemanasan kembali.
4. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara in depth interview yang
10
5. Daftar Pustaka 1098/Menkes/SK/ VII/2003 Tentang
Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Makan dan Restoran. Jakarta.
Indonesia (2009). Peraturan Kepala
BPOM RI No. HK 00.06.1.52.4011
tentang Penetapan Batas Maksimum
Cemaran Mikroba dan Kimia dalam
Makanan. Jakarta.
12
Hung Ting-Yu, Liu Chi-Te, Peng I-Chen., Hsu
Chin., Yu Roch-Chui., Cheng Kuan-Chen
Notoatmodjo, Soekidjo (2003). Pendidikan dan
(2015). The implementation of a Hazard
Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Analysis and Critical Control Point
management system in a peanut butter
ice cream plant. Journal of Food and
Oguntoyinbo (2012). Development of Hazard
Analysis. Vol.1. No.1. 509-515. Analysis and Critical Control Point and
Enhancement of Microbial Savety
13
Quality during Production of Fermented
Legume Based Condiments In Nigeria.
Sugiono (2013). Petujuk Praktis Penerapan
Nigeria Food Journal. Vol.30. No.1. 59-
Sistem Jaminan Keamanan Pangan
66.
Berasis HACCP di Rumah Makan dan
Restoran. LIPI Press. Jakarta.
15
16