Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini, perkembangan penyakit amat pesat. Penyakit tersebut dapat menyebabkan kematian
sel. Banyak agen yang dapat menyebabkan kematian sel, salah satunya adalah mikroba.Mikroba
patogen dapat menyebabkan suatu penyakit dalam tubuh manusia.Salah satu caranya yaitu dengan
merusak sel dan organelnya.Kemudian respon sel yang utama adalah atrofi, hipertrofi, hiperplasia,
dan metaplasia. Jika respon berlebihan akan terjadi jejas (cedera sel) dan berlanjut pada kematian sel
(Kumar; Cotran & Robbins, 2008).
Sel normal memerlukan keseimbangan antara kebutuhan fisiologik dan keterbatasan-
keterbatasan strukur sel dan kemampuan metabolik, hasilnya adalah hasil yang terus seimbang atau
homeostatis. Keadaan fungsional sel dapat berubah ketika bereaksi terhadap stress yang ringan untuk
mempertahankan keadaan yang seimbang.
Penyesuaian sel mencapai perubahan yang menetap, mempertahankan kesehatan sel meskipun
tekanan berlanjut. Tetapi bila batas kemampuan adaptasi tersebut melampaui batas maka akan terjadi
jejas sel atau cedera sel bahkan kematian sel. Dalam bereaksi terhadap tekanan yang berat maka sel
akan menyesuaikan diri, kemudian terjadi jejas sel atau cedera sel yang akan dapat pulih kembali dan
jika tidak dapat pulih kembali sel tersebut akan mengalami kematian sel.
Kematian sekelompok sel atau jaringan pada lokasi tertentu dalam tubuh disebut Nekrosis.
Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat patologis. Selain karena stimulus
patologis, kematian sel juga dapat terjadi melalui mekanisme kaetian sel yang sudah terprogram
dimana setelah mencapai masa hidup tertentu maka sel akan mati.
Melihat dari latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk membuat sebuah Karya Tulis Ilmiah
dengan judul “Kematian Sel dan Jaringan/Nekrosis Sel”
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan kematian jaringan/nekrosis?
2. Apa saja jenis-jenis dari kematian jaringan pada tubuh atau nekrosis?
3. Apa sajakah penyebab dan akibat kematian jaringan/nekrosis?
4. Bagaimana mekanisme kematian sel/nekrosis?
5. Bagaimana cara pengobatan nekrosis pada tubuh?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian kematian jaringan pada tubuh.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis dari kematian jaringan atau nekrosis.
3. Untuk mengetahui penyebab dan akibat kematian jaringan/nekrosis.
4. Untuk memgetahui mekanisme kematian sel/nekrosis.
5. Untuk mengetahui pengobatan nekrosis pada tubuh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Nekrosis merupakan salah satu pola dasar kematian sel. Nekrosis terjadi setelah suplai darah hilang
atau setelah terpajan toksin dan ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan kerusakan
organel.Hal ini dapat menyebabkan disfungsi berat jaringan (Kumar; Cotran & Robbins, 2008).
Nekrosis adalah kematian sel dan kematian jaringan pada tubuh yang hidup.Nekrosis dapat dikenali
karena sel atau jaringan menunjukkan perubahan-perubahan tertentu baik secara makroskopis maupun
mikroskopis.Secara makroskopis jaringan nekrotik akan tampak keruh (opaque), tidak cerah lagi,
berwarna putih abu-abu. Sedangkan secara mikroskopis, jaringan nekrotik seluruhnya berwarna
kemerahan, tidak mengambil zat warna hematoksilin, sering pucat (Pringgoutomo, 2012).
Kematian sel bermula dari jejas (cedera) yang terjadi pada sel. Jejas tersebut dapat kembali
normalapabila keadaan lingkungan mendukung. Namun, ketika lingkungan tetap buruk, cedera akan
semakin parah yang mana sel tidak akan kembali normal (irreversible) dan selanjutnya akan
mati.Kematian sel memiliki dua macam pola, yaitu nekrosis dan apoptosis. Berikut perbedaannya
(Kumar; Cotran & Robbins, 2008):
Gambaran morfologik nekrosis merupakan hasil dari digesti enzimatik dan denaturasi protein yang
terjadi secara bersamaan.Digesti enzimatik oleh enzim hidrolitik dapat berasal dari sel itu sendiri
(autolisis) dapat juga berasal dari lisosom sel radang penginvasi (heterolisis) (Kumar; Cotran &
Robbins, 2008).
Pada nekrosis, perubahan terutama terletak pada inti. Memiliki tiga pola, yaitu (Lestari, 2011):
1. Piknosis
Yaitu pengerutan inti, merupakan homogenisasi sitoplasma dan peningkatan eosinofil, DNA
berkondensasi menjadi massa yang melisut padat.
2. Karioreksis
Inti terfragmentasi (terbagi atas fragmen-fragmen) yang piknotik.
3. Kariolisis
Pemudaran kromatin basofil akibat aktivitas DNAse.

B. Macam-macam Kematian Jaringan/Nekrosis


1. Nekrosis koagulatif
Terjadi akibat hilangnya secara mendadak fungsi sel yang disebabkan oleh hambatan kerja sebagian
besar enzim. Enzim sitoplasmik hidrolitik juga dihambat sehingga tidak terjadi penghancuran sel
(proses autolisis minimal). Akibatnya struktur jaringan yang mati masih dipertahankan, terutama pada
tahap awal (Sarjadi, 2009).
Terjadi pada nekrosis iskemik akibat putusnya perbekalan darah.Daerah yang terkena menjadi padat,
pucat dikelilingi oleh daerah yang hemoragik.Mikroskopik tampak inti-inti yang piknotik.Sesudah
beberapa hari sisa-sisa inti menghilang, sitoplasma tampak berbutir, berwarna merah tua. Sampai
beberapa minggu rangka sel masih dapat dilihat (Pringgoutomo, 2012).
Contoh utama pada nekrosis koagulatif adalah infark ginjal dengan keadaan sel yang tidak berinti,
terkoagulasi dan asidofilik menetap sampai beberapa minggu (Kumar; Cotran & Robbins, 2008).
2. Nekrosis likuefaktif (colliquativa)
Perlunakan jaringan nekrotik disertai pencairan.Pencairan jaringan terjadi akibat kerja enzim
hidrolitik yang dilepas oleh sel mati, seperti pada infark otak, atau akibat kerja lisosom dari sel radang
seperti pada abses (Sarjadi, 2009).
3. Nekrosis kaseosa (sentral)
Bentuk campuran dari nekrosis koagulatif dan likuefaktif, yang makroskopik teraba lunak kenyal
seperti keju, maka dari itu disebut nekrosis perkejuan.Infeksi bakteri tuberkulosis dapat menimbulkan
nekrosis jenis ini (Sarjadi, 2009).Gambaran makroskopis putih, seperti keju didaerah nekrotik
sentral.Gambaran mikroskopis, jaringan nekrotik tersusun atas debris granular amorf, tanpa struktur
terlingkupi dalam cincin inflamasi granulomatosa, arsitektur jaringan seluruhnya terobliterasi
(tertutup) (Kumar; Cotran & Robbins, 2008).
Gambar 4: Makroskopis nekrosis kaseosa
4. Nekrosis lemak
Terjadi dalam dua bentuk:
a. Nekrosis lemak traumatik
Terjadi akibat trauma hebat pada daerah atau jaringan yang banyak mengandung lemak (Sarjadi,
2009).
b. Nekrosis lemak enzimatik
Merupakan komplikasi dari pankreatitis akut hemorhagika, yang mengenai sel lemak di sekitar
pankreas, omentum, sekitar dinding rongga abdomen.Lipolisis disebabkan oleh kerja lypolytic dan
proteolytic pancreatic enzymes yang dilepas oleh sel pankreas yang rusak(Sarjadi, 2003).Aktivasi
enzim pankreatik mencairkan membran sel lemak dan menghidrolisis ester trigliserida yang
terkandung didalamnya.Asam lemak yang dilepaskan bercampur dengan kalsium yang menghasilkan
area putih seperti kapur (makroskopik) (Kumar; Cotran & Robbins, 2008).

5. Nekrosis fibrinoid
Nekrosis ini terbatas pada pembuluh darah yang kecil, arteriol, dan glomeruli akibat penyakit
autoimun atau hipertensi maligna. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan nekrosis dinding
pembuluh darah sehingga plasma masuk ke dalam lapisan media. Fibrin terdeposit disana. Pada
pewarnaan hematoksilin eosin terlihat masa homogen kemerahan(Sarjadi, 2009).
C. Penyebab Kematian Jaringan/Nekrosis
Nekrosis dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Iskemia
Terjadi akibat anoksia (hambatan total pasokan oksigen) atau hipoksia seluler (kekurangan oksigen
pada sel). Dapat disebakan oleh berbagai
hal seperti berikut ini (Sarjadi, 2009):
a. Obstruksi aliran darah
b. Anemia (eritrosit pembawa oksigen berkurang jumlahnya)
c. Keracunan karbon monoksida
d. Penurunan perfusi jaringan dari darah yang kaya oksigen
e. Oksigenasi darah yang buruk, sebagai akibat penyakit paru, obstruksi saluran nafas,
konsentrasi oksigen udara yang rendah.
2. Agen biologik
Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dan trombosis.Toksin
biasanya berasal dari bakteri yang virulensinya tinggi baik endogen maupun eksogen.Virus dan
parasit juga dapat mengeluarkan berbagai enzim dan toksin yang secara langsung maupun tidak
langsung mempengaruhi jaringan dan menyebabkan nekrosis (Pringgoutomo, 2012).
3. Agen kimia
Natrium dan glukosa merupakan zat kimia yang berada dalam tubuh.Namun ketika konsentrasinya
tinggi dapat menimbulkan nekrosis akibat gangguan keseimbangan osmotik sel. Beberapa zat tertentu
dapat pula menimbulkan nekrosis ketika konsentrasinya rendah (Pringgoutomo, 2012).
Respon jaringan terhadap zat kimia berbeda.Misalnya, sel epitel pada tubulus ginjal dan sel beta pada
pulau Langerhans mudah rusak oleh alloxan.Gas yang digunakan pada perang seperti mustard dapat
merusak jaringan paru, gas kloroform dapat merusak parenkim hati serta masih banyak lagi
(Pringgoutomo, 2012).
4. Agen fisik
Trauma, suhu yang ekstrim (panas maupun dingin), tenaga listrik, cahaya matahari, dan radiasi dapat
menimbulkan kerusakan inti sehingga menyebabkan nekrosis (Pringgoutomo, 2012).
5. Hipersensitivitas
Hipersensitivitas (kerentanan) pada seorang individu berbeda-beda. Kerentanan ini dapat timbul
secara genetik maupun didapat (acquired) dan menimbulkan reaksi imunologik kemudian berakhir
pada nekrosis. Sebagai contoh, seseorang yang hipersensitif terhadap obat sulfat ketika mengonsumsi
obat sulfat dapat timbul nekrosis pada epitel tubulus ginjal (Pringgoutomo, 2012).

D. Dampak/Akibat Nekrosis

 Secara umum nekrosis akan menyebabkan :


o Hilangnya fungsi daerah yang mati
o Menjadi focus infeksi dan merupakan media pertumbuhan yang baik untuk bakteri
tertentu misalnya bakteri saprofit pada gangreng.
o Menimbulkan perubahan sistemik seperti demam dan peningkatan leokosit.
o Peningkatan kadar enzim-enzim tertentu dalam darah akibat kebocoran sel-sel yang
mati

2. Pada bayi baru lahir, nekrosis kortikalis terjadi karena:

 Persalinan yang disertai dengan abruptio placentae - sepsis bakterialis. Pada anak-anak,
nekrosis kortikalis terjadi karena:
 Infeksi
 Dehidrasi
 Syok
 Sindroma hemolitik-uremik.
 Sekitar 50% kasus terjadi pada wanita yang mengalami komplikasi kehamilan:
 Abruptio placenta
 Placenta previa
 Perdarahan rahim
 Infeksi yang terjadi segera setelah melahirkan (sepsis puerpurium)
 Penyumbatan arteri oleh cairan ketuban (emboli)
 Kematian janin di dalam rahim
 Pre-eklamsi (Beulel, 2013)
E. Mekanisme Nekrosis
Seperti yang dijelaskan sejak awal, nekrosis merupakan kematian sel akibat cedera (jejas) yang
bersifat irreversible.Ketika sel mengalami gangguan, maka sel akan berusaha beradaptasi dengan jalan
hipertrofi, hiperplasia, atrofi, dan metaplasia supaya dapat mengembalikan keseimbangan tubuh.
Namun, ketika sel tidak mampu untuk beradaptasi, sel tersebut akan mengalami jejas atau cedera.
Jejas tersebut dapat kembali dalam keadaan normal, apabila penyebab jejas hilang (reversible). Tetapi
ketika jejas tersebut berlangsung secara kontinu, maka akan terjadi jejas yang bersifat irreversible
(tidak bisa kembali normal) dan selanjutnya akan terjadi kematian sel (Kumar; Cotran & Robbins,
2008).
1.Deplesi ATP
ATP penting bagi setiap proses yang terjadi dalam sel, seperti mempertahankan osmolaritas seluler,
proses transport, sintesis protein, dan jalur metabolik dasar. Hilangnya sintesis ATP menyebabkan
penutupan segera jalur homeostasis.
2.Deprivasi oksigen
Kekurangan oksigen mendasari patogenesis jejas sel pada iskemia.
3. Hilangnya homeostasis kalsium
Kalsium bebas sitosol normalnya dipertahankan oleh transpor kalsium yang bergantung pada ATP.
Iskemia atau toksin menyebabkan masuknya kalsium ekstrasel diikuti pelepasan kalsium dari deposit
intrasel. Peningkatan kalsium sitosol akan mengaktivasi fosfolipase (pencetus kerusakan membran),
protease (katabolisator protein membran dan struktural), ATPase (mempercepat deplesi ATP), dan
endonuklease (pemecah materi genetik).
4. Defek permeabilitas membran plasma
Membran plasma dapat langsung dirusak oleh toksin bakteri, virus, komponen komplemen, limfosit
sitolitik, agen fisik maupun kimiawi.Perubahan permeabilitas membran dapat juga disebabkan oleh
hilangnya sintesis ATP atau aktivasi fosfolipase yang dimediasi kalsium.
5. Kerusakan mitokondria
Peningkatan kalsium sitosol, stress oksidatif intrasel dan produk pemecahan lipid menyebabkan
pembentukan saluran membran mitokondria interna dengan kemampuan konduksi yang tinggi.Pori
nonselektif ini memungkinkan gradien proton melintasi membran mitokondria sehingga mencegah
pembentukan ATP.

F. Pengobatan Nekrosis
Pengobatan nekrosis biasanya melibatkan dua proses yang berbeda. Biasanya, penyebab nekrosis
harus diobati sebelum jaringan mati sendiri dapat ditangani.. Sebagai contoh, seorang korban gigitan
ular atau laba-laba akan menerima anti racun untuk menghentikan penyebaran racun, sedangkan
pasien yang terinfeksi akan menerima antibiotik. Bahkan setelah penyebab awal nekrosis telah
dihentikan, jaringan nekrotik akan tetap dalam tubuh. Respon kekebalan tubuh terhadap apoptosis,
pemecahan otomatis turun dan daur ulang bahan sel, tidak dipicu oleh kematian sel nekrotik.
Terapi standar nekrosis (luka, luka baring, luka bakar, dll) adalah bedah pengangkatan jaringan
nekrotik. Tergantung pada beratnya nekrosis, ini bisa berkisar dari penghapusan patch kecil dari kulit,
untuk menyelesaikan amputasi anggota badan yang terkena atau organ. Kimia penghapusan, melalui
enzimatik agen debriding, adalah pilihan lain. Dalam kasus pilih, khusus belatung terapi telah
digunakan dengan hasil yang baik. (Beulel, 2013)

G. Contoh Penyakit Nekrosis


Gangren merupakan kematian dari jaringan sebagai suatu massa, seringkali dengan pembusukan,
terjadi karena bagian tubuh seperti kulit, otot atau organ kekurangan sirkulasi darah. Ada beberapa
tipe gangren :
1. Gangren kering
Disebabkan iskemia tanpa adanya edema atau infeksi makroskopik. Biasanya pada anggota gerak,
mengalami mumifikasi, terdapat garis demarkasi. Biasanya setelah sumbatan arterial secara
berangsur-angsur.
2. Gangren basah
Membusuk dan membengkak, organ atau anggota gerak. Setelah sumbatan arterial atau kadang vena,
sering dipersulit oleh infeksi, seringkali infeksi saprofitik. Sering pada strangulasi usus. Juga infeksi
anggota gerak dari gangren yang sebelumnya kering.
Penyebab gangren:

 Vaskular: ateroma, aneurisma, trombosis, keracunan ergot, tumor, pembalutan, torniket,


ligasi, strangulasi, hematoma, embolisme.
 Traumatik: cedera crushing dengan kekurangan pasikan darah, ulkus dekubitus, dll.
 Fisiko-kimiawi: panas, dingin, asam, alkali, sinar X dll.
 Infektif: piogenik akut (karbunkel), infeksi berat dengan trombosis vaskuler (apendiks
gangrenosa), infeksi klostridia (gas gangren)
 Penyakit saraf: siringomielia, dan tabesdorsalis ulkus tropik (kaitan dengan kehilangan saraf
sensorik
Patofisiologi gangreng :
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu teori
sorbitol dan teori glikosilasi.
1. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan
dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi
habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase
akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan
kerusakan dan perubahan fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang
mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat
menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor disebutkan dalam etiologi.
Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati
merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan
terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang
mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya
atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien.
Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi
pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia
berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung
kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan.
Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam)
serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (Levin,1993). Infeksi sering merupakan
komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor
angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD. (Beulel, 2013)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Nekrosis merupakan kematian sel yang disebabkan karena jejas irreversible.Faktor pemicu nekrosis
dapat berupa iskemia, agen biologik, agen fisik, agen kimia dan juga hipersensitivitas
(kerentanan).Perubahan yang mencolok terutama terlihat pada inti sel yang mengalami piknosis,
karioreksis, serta kariolisis.Apabila dalam sediaan histologic tampak gambaran inti piknotik,
karioreksis dan kariolisis, maka sel tersebut dikatakan mengalami nekrosis (kematian sel).

B. Saran

Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan sel akut atau trauma, di
mana kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol. Oleh karena itu kita perlu
memperhatikan makanan yang akan kita konsumsi, menjaga aktivitas fisik serta selalu
mengutamakan prilaku sehat agar tidak menyebabkan timbulnya gejala-gejala nekrosis yang dapat
merusak sel dan berpotensi menimbulkan masalah kesehatan yang serius.

18

DAFTAR PUSTAKA
Beulel, 2013. Makalah Nekrosis. http://beulel029.blogspot.com Diakses 29 April 2015

Cheapslionn, 2014. Nekrosis: Dasar Kematian Sel https://www.academia.edu/ 5466932/Nekrosis


(Online) Diakses 29 April 2015.

Kumar, Vinay; Ramzi S. Cotran; Stanley L. Robbins. 2008. Buku Ajar Patologi Robbins, Ed.7, Vol.1.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lestari, Ajeng S.P. dan Agus Mulyono.2011. Analisis Citra Ginjal untuk Identifikasi Sel Piknosis dan Sel
Nekrosis. Jurnal Neutrino Vol.4, No.1, p:48-66. Diakses dari http://ejournal.uin_malang.ac.id
/index.php/NEUTRINO/article/download/1658/pdf. Diakses 29 April 2015.

Pringgoutomo, S.; S. Himawan; A. Tjarta. 2012. Buku Ajar Patologi I. Jakarta: Sagung Seto.

Sarjadi. 2009. Patologi Umum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai