Anda di halaman 1dari 45

“TELUSUR JURNAL PERSEPSI SENSORI”

OLEH :
B14-B
I PUTU DIAN PRATAMA 213221277

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN WIRA MEDIKA
TAHUN 2022
ANALISIS JURNAL PICOT
A. Analisis Jurnal 1 Dan 2
N JUDUL P I C O T
O
1 Efektivitas Populasi penelitian Rancangan penelitian yang Penelitian ini Hasil terapi dari teknik Pemberian
Teknik ini adalah 34 pasien digunakan adalah Quasy dilakukan di relaksasi dan terapi dzikir terapi
Relaksasi post op katarak yang experiment. Dalam RSUD Arifin responden mendapatkan rasa relaksi
Napas telah memenuhi rancangan ini kelompok Achmad Provinsi nyaman dan tenang sehingga napas
Dalam dan kriteria inklusi yang eksperimen diberi intervensi Riau terhadap 34 responden merasakan nyeri dalam dan
Dzikir diambil dari ruangan sedangkan kelompok control subyek yang dibagi yang diterimanya berkurang. terapi dzikir
Terapi COT 2 RSUD tidak. Setelah dilakukan menjadi dua Hasil dari Uji Mann-Whitney selama 10
Terhadap Arifin Achmad operasi katarak diberikan kelompok, yaitu dan Uji Wilcoxon yang menit
Nyeri Post Provinsi Riau perlakuan relaksasi nafas kelompok dilakukan kepada kedua
Op Katarak dalam dan terapi dzikir, eksperimenb17 kelompok dapat dilihat bahwa
tindakan ini dilakukan selama subyek dan kelompok eksperimen memiliki
10 menit, responden dapat kelompok kontrol tingkat penurunan skala nyeri
melakukan tindakan sesuai 17 subyek. Alat yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kebiasaan dalam ukur yang dengan kelompok control.
mengatasi nyeri. Hasil terapi digunakan pada Penurunan ini dapat dilihat dari
dari teknik relaksasi dan kedua kelompok rata-rata penurunan antara
terapi dzikir responden adalah lembar sebelum diberikan perlakuan
mendapatkan rasa nyaman observasi nyeri kepada kedua kelompok. Hal
dan tenang sehingga dengan skala ini dapat membuktikan bahwa
responden merasakan nyeri peringkat numene. tindakan non farmakologis
yang diterimanya berkurang. Analisis yang seperti relaksasi nafas dalam
digunakan adalah dan terapi dzikir dapat
univariat dan menurunkan skala nyeri.
analisis bivariat
mengggunakan
wilcoxon dan
mannwhitney, uji
wilcoxon diperoleh
kelompok
eksperimen p alue
0,000(0,05) dan
kelompok kontrol
p value 0,034a
(0,05)menunjukkan
bahwa penurunan
skala nyeri
kelompok
eksperimen
kelompok lebih
besar dari
kelompok kontrol.
Hasil uji t
independen
menunjukkan nilai
p 0,000 a (0,05),
yang berarti bahwa
teknik relaksasi
napas dalam dan
terapi dikir efektif
untuk mengurangi
rasa sakit pasca
katarak pasien.
Berdasarkan
penelitian ini,
pemberian
relaksasi napas
dalam dan terapi
dzikir dapat
digunakan sebagai
salah satu teknik
non-farmakologis
dalam mengurangi
rasa sakit pasca
operasi pasien
katarak.

Implikasi Penelitian Terhadap Keperawatan


Pembuktian efektivitas teknik relaksasi napas dalam dan dzikir terapi terhadap nyeri post op katarak dalam penelitian ini menjadi salah
satu evidence based practice yang akan semakin memperkuat dukungan teoritis bagi perkembangan terapi komplementer dalam ilmu
keperawatan medikal bedah, sehingga dapat dijadikan sebagai materi dalam pembelajaran keperawatan medikal bedah. Hasil penelitian ini
juga dapat memberikan pengetahuan baru bagi penelitian keperawatan dan dapat menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya.
Penelitian ini telah memberikan bukti bahwa teknik relaksasi napas dalam dan terapi dzikir terhadap nyeri dapat menurunkan intensitas
nyeri pada pasien post op katarak. Oleh karena itu diperlukan sumber daya perawat yang memiliki kompetensi dalam memberikan terapi
akupresur sehingga terapi komplementer ini dapat diaplikasikan kepada pasien post op katarak yang mengeluh nyeri.
Hasil penelitian ini seharusnya dilengkapi dengan SOP yang nantinya akan dijadikan pedoman dalam pemberian asuhan
keperawatan mandiri oleh perawat saat melakukan terapi teknik relaksasi napas dalam dan terapi dzikir.
NO JUDUL P I C O T

2 Terapi Jumlah sampel Jenis penelitian ini adalah Penelitian Menurut penelitian Swasti Terapi
Suportif pada penelitian penelitian pre- preeksperimental dengan terjadi penurunan ansietas suportif
Meningkatkan ini sebanyak 15 ekspremental dengan menggunakan pendekatan sebelum dan sesudah dilakukan 3
Motivasi pasien katarak menggunakan pendekatan one-group pretest posttest diberikan terapi suportif kali
untuk yang belum one-grup pretest posttest design. Teknik dengan hasil pengujian pertemuan, .
Melakukan melakukan design. Teknik pengambilan sampel paired t test pada kelompok Terapi
Operasi operasi katarak pengambilan sampel menggunakan purposive intervensi membuktikan suportif
Katarak pada di Wilayah Kerja menggunakan purposive sampling. Jumlah sampel terjadi penurunan secara diberikan
Pasien Puskesmas sampling. Pemberian pada penelitian ini bermakna (p-value sebayak 4
Katarak di Tempurejo terapi suportif dilakukan sebanyak 15 pasien 0,000<0,05) sesi masing-
Wilayah Kabupaten dalam 3 kali pertemuan. katarak yang belum sebesar 0,821 dengan masing sesi
Kerja Jember Terapi suportif diberikan melakukan operasi standar deviasi -0,22 yang diberikan
Puskesmas sebayak 4 sesi masing- katarak. Penelitian ini tingkat ansietas sedang sebanyak 35
Tempurejo masing sesi diberikan dilakukan di Wilayah menjadi tingkat ansietas menit
Kabupaten sebanyak 35 menit persesi. Kerja Puskesmas ringan [14]. Sejalan dengan persesi.
Jember Tempurejo Kabupaten penelitian Budiningtyas [15]
Jember. Waktu penelitian terhadap intensi hasil uji
dilakukan pada bulan Mei dependent t-test di dapatkan
2017 sampai dengan Juli nilai (p-value 0,000<0,05)
2017. Pemberian terapi sehingga dapat disimpulkan
suportif dilakukan dalam 3 terdapat intensi setelah
kali pertemuan. diberikan terapi suportif.
Dengan begitu setelah
diberikan intervensi terapi
suportif terjadi perbedaan
sebelum dan sesudah
sebesar 12,47 meningkat
menjadi 13,87 pada nilai
post tesnya. Berdasarkan
penelitian berpendapat
bahwa terapi suportif ini
dapat membantu mengatasi
masalah psikologis pasien
yang mempunyai motivasi
rendah, tidak dapat
menyelesaikan
permasalahan yang dimiliki
oleh pasien dengan adanya
terapi suporti ini menjadi
terapi pendukung untuk
membantu mengatasi
permasalahan pasien, dapat
menguatkan daya mental
yang ada, dengan
membangun hubungan yang
bersifat suportif antara
pasien dan terapis. Sehingga
pasien memiliki motivasi
untuk melakukan operasi
katarak.
Implikasi Penelitian Terhadap Keperawatan
Pembuktian Terapi Suportif Meningkatkan Motivasi untuk Melakukan Operasi Katarak pada Pasien Katarak dalam penelitian ini
menjadi salah satu evidence based practice yang akan semakin memperkuat dukungan teoritis bagi perkembangan terapi komplementer
dalam ilmu keperawatan medikal bedah, sehingga dapat dijadikan sebagai materi dalam pembelajaran keperawatan medikal bedah. Hasil
penelitian ini juga dapat memberikan pengetahuan baru bagi penelitian keperawatan dan dapat menjadi rujukan untuk penelitian
selanjutnya. Penelitian ini telah memberikan bukti terapi suportif meningkatkan motivasi untuk melakukan operasi pada pasien katarak.
Oleh karena itu diperlukan sumber daya perawat yang memiliki kompetensi dalam memberikan terapi suportif ini dapat diaplikasikan
kepada pasien yang akan melakukan operasi katarak.
Hasil penelitian ini seharusnya dilengkapi dengan SOP yang nantinya akan dijadikan pedoman dalam pemberian asuhan keperawatan
mandiri oleh perawat saat melakukan terapi suportif guna meningkatkan motivasi untuk melakukan operasi pada pasien katarak.
KAJIAN JURNAL

1. Efektivitas Teknik Relaksasi Napas Dalam dan Dzikir Terapi Terhadap Nyeri Post
Op Katarak

ABSTRACT

The purpose of this study was to investigate the effectiveness of breath relaxation
techniques and dzikir therapy to post op cataract pain. The research method used was
quasy experiment with pre test design and post test design with non equivalent control
group. This research was conducted in RSUD Arifin Achmad Riau Province to 34
subjects that were divided into two groups, namely experimental group 17 subjects and
control group 17 subjects. The measuring instrument used in both groups is a pain
observation sheet with a numeric rating scale. The analysis used was univariate and
bivariate analysis using Wilcoxon and Mann-Whitney. Wilcoxon test obtained
experimental group p value 0.000 < α (0,05) and control group p value 0,034 < α (0,05)
showed that decrease of group experiment group pain scale bigger than control group.

Key Words : Pain, Breath Relaxation, Dzikir Therapy

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, rancangan yang digunakan adalah quasy
experiment, dengan pendekatan non equivalent kontrol group. Rancangan ini bertujuan
untuk membandingkan hasil yang didapat sebelum dan setelah diberi perlakuan dengan
cara melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok eksperimen. Dalam rancangan
ini kelompok eksperimen diberi intervensi sedangkan kelompok kontrol tidak. Namun
pada kelompok kontrol meskipun tidak mendapatkan intervensi, responden dapat
melakukan tindakan sesuai dengan kebiasaan dalam mengatasi nyeri. 405 Pada kedua
kelompok diawali dengan pengukuran (Pre-test) kemudian pemberian intervensi pada
kelompok eksperimen, dan setelah pemberian intervensi pada kelompok eksperimen
diadakan pengukuran kembali (Post-test) pada kedua kelompok (Notoatmodjo, 2012).
Sampel penelitian ini adalah 34 pasien post op katarak yang telah memenuhi kriteria
inklusi.
HASIL

1. Analisa Univariat
Tabel 1
Karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
pasien post op katarak di ruangan COT 2 RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.

Jumlah
Karakteristik (n=34)

N %
1 Umur
.
a Remaja Akhir (17-24 0 0
. tahun

b a. Dewasa
PNS awal (25-44 11 2,9
2,9
. tahun)
b. Swasta 2 5,9
c Dewasa Akhir (45-59 8 23,5
. c. tahun)
Wiraswasta 6 17,6

d d. Lansia
Petani (> 60 tahun) 8
25 23,5
73,5
.
e. Tidak bekerja 17 50
4 Pendidikan
2. Jenis . Kelamin
aa SD
Laki-laki 12
23 35,3
67,6
..

bb SMP
Perempuan 51 14,7
32,4
.. 1
c SMU 8 23,5
.

3. Pekerjaan d Perguruan Tinggi 2 5,9


.

e Tidak Sekolah 7 20,6


.
5 Suku
.

Berdasarkan a. Melayu 11 32,4 Tabel 1diatas :


b. Minang 5 14,7

c. Batak 4 11,8

d. Jawa 14 41,2
Mayoritas umur pada kelompok eksperimen dan kontrol berada pada umur
diatas 60 tahun 25 orang (73,5%). Pada karakteristik . jenis kelamin, mayoritas
responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 23 orang (67,6%). Pada
karakteistik pendidikan, mayoritas pendidikan kelompok eksperimen dan control
adalah SD yaitu sebanyak 12 orang (35,3%). Pada karakteristik pekerjaan sebagian
besar responden tidak bekerja sebanyak 17 orang (50%).

Tabel 2

Distribusi Rata-rata Skala Nyeri Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok


Kontrol Sebelum Diberi Intervensi

Variabel N Mean Max


Median Min

 1 5 6 4 8
Eksperim 7 ,
en 9
4
Kontro 1 5 6 5 7
l 7 ,
9
4

Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa rata-rata (mean) skala nyeri pada kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol sama 5,94. Rata-rata median kedua kelompok juga
sama yaitu 6. Kelompok Eksperimen memiliki nilai minimal 4 dan maksimal 8, pada
kelompok kontrol memiliki nilai minimum 5 dan maksimal 7.

Tabel 3
Distribusi Rata-rata Skala Nyeri Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Sesudah Diberi Intervensi

Variabel N Mean Median Ma


Min x

 17 3,24 3 1 6
Eksperimen

Kontrol 17 5,59 6 4 8

Berdasarkan tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa rata-rata (mean) skala nyeri pada
kelompok eksperimen setelah diberi perlakuan adalah 3,20, median 3 dengan nilai
nyeri minimum 1 serta nilai nyeri maksimum 6. Kelompok kontrol memiliki nilai
rata-rata (mean) 5,59, median 6 dan nilai nyeri minimal 4 dan nilai nyeri maksimal 8.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan pada dua variabel yang diduga berhubungan atau
berkolerasi (Notoatmodjo, 2012). Analisa bivariat bisa digunakan untuk mengetahui
apakah ada hubungan yang signifikan antara dua variable yakni variable independen
dan variable dependen, atau bisa juga digunakan untuk mengetahui apakah ada
perbedaan yang signifikan antara dua atau lebih kelompok sampel Dahlan, 2011).
Variable yang berhubungan dengan penelitian ini adalah nyeri sebagai variable
independen dan relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir sebagai variable dependen.
Perbedaan skala nyeri sebelum dan sesudah diberikan intervensi relaksasi nafas
dalam dan terapi dzikir pada kelompok eksperimen dan kontrol diuji dengan
menggunakan uji Wilcoxon. Hasil penelitian disajikan pada tabel berikut :

Tabel 4
Perbedaan Tingkat Nyeri Kelompok Eksperimen Sebelum dan Sesudah Diberikan
Intervensi pasien post op katarak di ruangan COT 2 RSUD Arifin Achmad Provinsi
Riau
Kelompok N M Media P Value
ea n
n

Eksperimen
Pre test 17 5,94 6

0,000
Post test 17 3,24 3

Tabel 5
Perbedaan Tingkat Nyeri Kelompok Kontrol Sebelum dan Sesudah Diberikan
Intervensi pasien post op katarak di ruangan COT 2 RSUD Arifin Achmad Provinsi
Riau

Kelompok n M Media p value


ea n
n

Kontrol
Pre test 1 5,94 6
7
0,034
Post test 1 5,59 6
7

Berdasarkan tabel 4 dan 5 diatas, dari

Hasil uji Wilcoxxon diperoleh kelompok eksperiment p value 0,000 < α (0,05)
dan kelompok kontrol p value 0,034 < α (0,05), memiliki penurunan skala nyeri yang
lebih signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan p value 0,034.
Perbedaan tingkat nyeri sesudah diberikan terapi relaksasi nafas dalam dan terapi
dzikir pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pasien post operasi katarak
diuji dengan menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil penelitian disajikan pada tabel
berikut :

Tabel 6

Perbedaan Tingkat Nyeri Sesudah Diberikan Terapi Relaksasi Nafas Dalam dan
Terapi Dzikir Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Pasien Post Operasi
Katarak di COT 2 RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.

Variabel N Me St. p value


an Devia
si
Eksperimen 1 3,2 1,30 0,000
7 4 0
 Kontrol 1 5,5 0,93
7 9 9

Berdasarkan Tabel 6 diatas, dari hasil uji statistik Mann-Whitney, nilai mean
pemberian terapi relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir terhadap penurunan skala
nyeri pada kelompok eksperimen 3,24 sedangkan nilai mean pada kelompok kontrol
5,59. Hasil ini berarti bahwa ada perbedaan yang signifikan terhadap perubahan skala
nyeri pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dimana penurunan skala
nyeri pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Hasil
analisa statistik diperoleh p-value 0,000 < α (0,05), hal ini menunjukkan bahwa
relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir efektif terhadap penurunan skala nyeri pada
pasien post operasi katarak di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan sebelumnya, maka akan
disajikan pembahasan dari hasil analisa univariat dan bivariat pada penelitian
“efektifitas teknik relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir terhadap nyeri post op
katarak” yang melibatkan 34 subjek penelitian yang diambil dari ruangan COT 2
RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Pada penelitian ini, peneliti mengelompokkan
responden dalam 2 kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Pada kelompok eksperimen setelah dilakukan operasi katarak diberi perlakuan
relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir, tindakan ini dilakukan selama 10 menit,
pada 407 kelompok kontrol meskipun tidak mendapatkan intervensi, responden
dapat melakukan tindakan sesuai dengan kebiasaan dalam mengatasi nyeri. dibawah
ini akan dibahas hasil penelitian yang telah didapat. Dari hasil penelitian yang
dilakukan pada pasian post operasi katarak diruangan COT 2 RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau didapatkan karakteristik responden dengan mayoritas responden di
ruangan COT 2 RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 23 orang (67,6%) dan umur responden terbanyak berada pada kelompok
Lansia yaitu sebanyak 25 orang (73,5%). Hal ini mendukung pernyataan Ilyas, dkk
(2014) yang mengatakan bahwa kejadian katarak pada umur diatas 60 tahun
merupakan kelompok dimana usia gangguan penglihatan banyak terjadi. Menurut
Vaugahan & Asbury (2009) mengatakan kejadian katarak pada usia 65-74 tahun
sekitar 50 % dan kejadian ini akan meningkat hingga 70 % pada individu diatas 75
tahun. Proses normal ketuaan mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh.
Semakin tua seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih
padat, lensa akan semakin keras ditengahnya sehingga kemampuan memfokuskan
benda dekat berkurang, hal ini mulai terlihat pada usia 45 tahun dan dengan
bertambahnya usia lensa mata mulai berkurang kebeningannya yang membuat
bertambah berat kataraknya (Ilyas & Yulianti, 2012) Secara umum, mayoritas
pendidikan responden diruangan COT 2 RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau adalah
SD yaitu sebanyak 12 orang (35,3%). Pekerjaan responden didapatkan sebagian
besar responden sudah tidak bekerja lagi yaitu 17 responden (50%) ini disebabkan
bahwa sebagian responden sudah berusia sangat lanjut > 65 tahun, pensiunan dan
ada yang masih kuliah. Gangguan penglihatan yang terjadi diakibatkan katarak
mengakibatkan penurunan kualitas hidup pasien dimana pergerakan untuk
melakukan aktifitasnya menjadi terhambat sehingga akhirnya tidak dapat bekerja
(Riskesdas, 2013). Suku Jawa merupakan suku terbanyak yang mengalami kejadian
katarak yaitu sekitar 14 (41,2%) responden. Menurut Riskesdas (2013) populasi
kependudukan terbesar terdapat di pulau jawa dan angka kejadian katarak terbanyak
terdapat pada daerah Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat. Peneliti
belum bisa menyimpulkan bahwa suku ini merupakan suku yang beresiko terkena
penyakit ini, dikarenakan belum ada penelitian terkait tentang hubungan antara suku
dengan kejadian katarak. Rata-rata skala nyeri pasien pre operasi katarak kedua
kelompok sama 5,94. Menurut Zakiyah (2015) nyeri tersebut merupakan nyeri
sedang. Nyeri tersebut dikarenakan kornea mempunyai banyak ujung saraf tepi yang
memiliki sensitifitas nyeri lebih tinggi (Vaughan & Asbury, 2009). Hasil dari uji
Mann-Whitney dan uji Wilcoxxon yang dilakukan pada kedua kelompok dapat
dilihat bahwa kelompok Eksperimen memiliki tingkat penurunan skala nyeri yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penurunan skala nyeri ini dapat
dilihat dari rata-rata penurunan antara sebelum diberi perlakuan dan sesudah diberi
perlakuan kepada kedua kelompok. Hal ini dapat membuktikan dan mendukung
bahwa tindakan non farmakologis seperti relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir
dapat menurunkan skala nyeri (Rokawie, dkk., 2017 & Budiyanto, dkk., 2015) Hasil
dari uji tersebut dengan tingkat kepercayaan 95% diketahui bahwa rata-rata
perubahan skala nyeri kelompok eksperiment didapat mean 3,24, sedangkan pada
kelompok kontrol didapat perubahan skala nyeri dengan mean 5,59. Nilai
perbandingan perubahan ratarata skala nyeri pada kedua kelompok yaitu 1:1,7.
Dapat dilihat bahwa perubahan rata-rata skala nyeri pada kelompok eksperimen
yang diberikan teknik relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir lebih besar
dibandingkan kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi. Nilai p value yang
didapat 0,000 < α (0,05), hal ini menunjukkan bahwa relaksasi nafas dalam dan
terapi dzikir efektif terhadap penurunan skala nyeri pada pasien post operasi katarak
di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Responden yang mendapatkan teknik
relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir 408 mendapatkan rasa nyaman dan tenang
sewaktu diberikan terapi sehingga responden merasakan rasa nyeri yang diterimanya
berkurang. Rasa nyaman dan tenang yang dirasakan responden sejalan dengan teori
yang mengatakan bahwa teknik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan ketegangan
fisiologis, kebebasan fisik dan mental dari ketegangan dan stress, teknik ini
memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress
fisik dan emosi pada nyeri (Asmadi, 2008). Teknik relaksasi nafas dalam bertujuan
untuk menahan terbentuknya respon stress, terutama dalam sistim saraf dan
hormone, teknik relaksasi nafas dalam tidak saja menyebabkan efek yang
menyenangkan fisik tetapi juga menyenangkan fikiran (Potter & Perry, 2010).
Terapi dzikir untuk kesehatan memiliki manfaat yang sangat besar, karena dzikir
kepada Allah akan menumbuhkan energy yang sangat luar biasa. Dzikir selain
berdampak terhadap kesehatan jasmani dan rohani, dzikir juga dapat
menyembuhkan berbagai penyakit fisik, seperti tekanan darah tinggi, rasa nyeri, dan
yang lainnya (Harahap & Dalimunte, 2008). Kombinasi kedua teknik relaksasi
diatas menyebabkan terjadinya impuls listrik sehingga merangsang sistim limbic
yang merangsang sistim saraf pusat dan kelenjar hipofise yang menyebabkan
terjadinya peningkatan hormone endoprine dan penurunan hormone adrenaline
sehingga meningkatkan konsentrasi dan mempermudah mengatur nafas, oksigen
didalam darah meningkat dan menimbulkan perasaan nyaman, tenang dan bahagia.
Perasaan nyaman, tenang dan bahagia menyebabkan vasodilator pembuluh darah
sehingga oksida nitrit meningkat dan elastisitas pembuluh darah meningkat yang
menyebabkan volume darah menurun sehingga terjadi penurunan tekanan darah
yang menyebabkan punurunan rasa nyeri (Budiyanto, dkk (2015)., Asmadi (2008)).
SIMPULAN Pemberian intervensi yaitu tindakan relaksasi nafas dalan dan terapi
dzikir dapat mempengaruhi skala nyeri. Berdasarkan hasil uji Wilcoxxon diperoleh
kelompok eksperiment p value 0,000 < α (0,05) dan kelompok kontrol p value 0,034
< α (0,05), menunjukkan bahwa penurunan skala nyeri kelompok eksperimen yang
diberikan intervensi (relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir) lebih besar daripada
kelompok kontrol yang tidak diberikan intervensi (relaksasi nafas dalam dan terapi
dzikir). Kelompok eksperimen memiliki penurunan skala nyeri yang lebih signifikan
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney
didapat nilai p value 0,000 < α (0,05%). Dapat disimpulkan bahwa terapi relaksasi
nafas dalam dan terapi dzikir efektif terhadap penurunan skala nyeri pada pasien
post operasi katarak. Perbandingan yang didapat antara perubahan skala nyeri pada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah 1:1,7.
2. Terapi Suportif Meningkatkan Motivasi untuk Melakukan Operasi Katarak pada
Pasien Katarak di Wilayah Kerja Puskesmas Tempurejo Kabupaten Jember

ABSTRAC

Cataract was an eye disease that could induce cloudy eye lens. The lack of motivation
within inner self caused patients to be reluctant to undergo cataract removal surgery
which could make blindness rate keep increasing. Supportive therapy was a form of
therapy used on individuals on patients with difficulties in solving their problems. The
purpose of this study was to analyze the effects of supportive therapy on motivation to
undergo cataract removal surgery on patients with cataract. This study used pre-
experimental, one-group pre-test design. Sample-obtaining technique was purposive
sampling with 15 patients. Supportive therapy was given in three meetings. The first
and second session were grouped together as one meeting with the duration of 30-35
minutes for each session. The third and fourth session were grouped together as one
meeting with the duration of 30-35 minutes for each session. Data were analyzed by
using dependent t test and showed a difference between pre-test and post-test with p
value = 0,001 (p value < 0,05). The result showed that there was an effect of supportive
therapy on motivation to undergo cataract removal surgery in patients with cataract.
This study suggests nurses to give supportive therapy to patients with physical or
psychological problem.

Keywords: cataract, supportive therapy, motivation

METODELOGI PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian preeksperimental dengan menggunakan


pendekatan one-group pretest posttest design. Teknik pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 15
pasien katarak yang belum melakukan operasi katarak. Penelitian ini dilakukan di
Wilayah Kerja Puskesmas Tempurejo Kabupaten Jember. Waktu penelitian dilakukan
pada bulan Mei 2017 sampai dengan Juli 2017. Pemberian terapi suportif dilakukan
dalam 3 kali pertemuan. Terapi suportif diberikan sebanyak 4 sesi masing-masing sesi
diberikan sebanyak 35 menit per sesi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan nilai motivasi untuk melakukan operasi yang diukur dengan kuisioner.
Data dianalisis dengan menggunakan uji t dependent.

HASIL

Karakteristik Responden

Tabel 1. Responden Menurut Usia pada pasien Katarak di Kecamatan Tempurejo


Kabupaten Jember pada bulan Mei 2017 (n=15)

Variabel Mean SD Min-Mak

Usia (Tahun) 59.73 5.824 52-72


Variabel Frekuensi Persentase %
Tabel 2. Distribusi Responden
Jenis Kelamin
Menurut Jenis Kelamin,
Pendidikan, Laki-laki 6 40,0 dan Pekerjaan pada
pasien Perempuan 9 60,0 katarak di Kecamatan
Tempurejo Kabupaten Jember (Mei
Total 15 100
2017; n : 15)

Pendidikan

Tidak Sekolah 5 33,3

SD 4 26,7

SMP 2 13,3

SMA/SMK 4 26,7

Total 15 100

Peekerjaan

Tidak Bekerja 5 33,3

Petani/Buruh 2 13,3

Wiraswasta 3 20,0

Lain-lain 5 33,3

Total 15 15
Variabel Mean SD Min-Maks

Motivasi 62,80 2757 58-67

sebelum

Tabel 3. Motivasi Sebelum diberikan Terapi Suportif pada pasien katarak di Wilayah
Kerja Puskesmas Tempurejo Kabupaten Jember

Tabel 4 Motivasi Setelah diberikan Terapi Suportif pada pasien katarak di Wilayah
Kerja Puskesmas Tempurejo Kabupaten Jember

Min-
Variabel Mean SD Maks

63-
Motivasi 68,53 2,295 71

setelah
Tabel 5 Hasil Uji t dependen Motivasi untuk Melakukan Operasi Katarak pada pasien
katarak di Wilayah Kerja Puskesmas Tempurejo Kabupaten Jember

Variabel Mean t P

Motivasi: Pretest -5,733 -7.433 0,001 Postets

Hasil analisis pada tabel 5 terdapat pengaruh pemberian terapi suportif terhadap
motivasi untuk melakukan operasi katarak dapat dilihat setelah dilakukan uji t
dependent menunjukkan bahwa t hitung -7,433 dengan nilai probalitias 0,001 (p< 0,05),
maka Ho ditolak yang artinya terdapat perbedaan motivasi untuk melakukan operasi
katarak sebelum dan setelah diberikan intervensi terapi suportif. Nilai negative pada
mean different (-5,733) menunjukkan adanya peningkatan motivasi untuk melakukan
operasi katarak.
PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan usia responden rata-rata 59,73 tahun dengan usia
terendah 52 tahun dan usia tertinggi 72 tahun. Berdasarkan data tersebut dapat
disimpulkan bahwa yang mengalami penyakit katarak di wilayah Kerja Puskesmas
Tempurejo berusia 55 tahun keatas. Menurut penelitian Erman. Penyebab terjadinya
penyakit katarak karena bertambahnya usia sekitar 90% penderita katarak terjadi pada
usia di atas 50 tahun [8]. Pada penelitian ini responden berjenis kelamin perempuan
yang sebanyak 9 orang(60,0%) dibandingkan dengan laki-laki sebanyak 6 orang
(40,0%). Namun pada penelitian ini tidak sejalan dengan Hanok, dkk yang
menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian katarak mengatakan
bahwa paling banyak adalah responden berjenis kelamin laki-laki berjumlah 72
responden (51,4%) dibandingkan dengan perempuan sebanyak 68 responden (48,6%)
[9]. Namun ada yang berpendapat bahwa pada laki-laki juga banyak yang menderita
katarak dikarenakan mereka banyak yang bekerja di luar ruangan yang setiap harinya
sering terpapar dengan sinar ultraviolet (UV) tanpa menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) yang dapat mengakibatkan tingkat kematangan kataraknya mengalami
peningkatan. Pada penelitian ini tidak dapat dijadikan acuan karena jumlah responden
pada penelitian ini sedikit dimana peneliti hanya menggunakan 15 responden pasien
katarak yang belum melakukan operasi.

Responden berdasarkan pendidikan rata-rata pendidikan tertinggi responden


katarak di wilayah Kerja Puskesmas Tempurejo yaitu tidak sekolah sebesar 5 orang
(33,3%). Menurut penelitian Ulandari [10], pendidikan rendah dapat meningkatkan
terjadinya katarak sebesar 25 kali dibandingkan dengan pendidikan tinggi. Tingkat
pendidikannya seseorang akan mempengaruhi pola pikir dan juga pemahaman
mengenai penyakit katarak dan juga pengobatannya. Tingkat pendidikan yang baik
dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat dalam memahami suatu informasi
tentang katarak. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin mudah seseorang untuk menerima informasi. Menurut data
yang diambil rata-rata pasien katarak pada penelitian menunjukkan tidak bekerja dan
lain-lain mempunyai hasil yang sama yaitu sekitar 5 orang (33,3%). Pada pasien yang
tidak bekerja rata-rata mereka dulu bekerja sebagai petani. Berdasarkan data yang
diambil oleh peneliti di wilayah Kerja Puskesmas Tempurejo mereka bekerja sebagai
kuli bangunan, bengkel dan juga sebagian mereka yang tidak bekerja dulunya sebagai
petani dan buruh. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tana [11], pekerjaan yang
memiliki resiko terjadinya katarak seperti kelompok petani, nelayan, dan juga buruh
resiko terkena katarak 2,5 kali (16%) dibandingkan dengan masyarakat yang
pekerjaannya sebagai pegawai. Tingginya katarak yang terjadi pada kelompok pekerja
yang berada di luar ruangan yang menyebabkan adanya pajanan kronis sinar matahari
karena merupakan salah satu faktor risiko katarak. Prevalensi katarak pada pekerja di
luar ruangan lebih tinggi (1,3 kali) dibandingkan dengan didalam ruang. Nilai Motivasi
Melakukan Operasi Katarak Sebelum Terapi Suportif Berdasarkan tabel.3 sebelum
diberikan terapi suportif yaitu 62,80 dari nilai terendah 58 dan tertinggi 67. Dari hasil
penelitian di atas bahwa salah satu penyebab pasien tidak melakukan operasi katarak
karena rasa takut, kurangnya biaya dan kurangnya motivasi internal maupun eksternal
yang dapat mengubah pola pikir negatif mengenai operasi katarak tersebut. Adanya
motivasi dapat memicu timbulnya perubahan di dalam individu mengenai penyakit
katarak yang memungkinkan pasien tersebut untuk bertindak atau berbuat lebih baik
dengan cara pasien dapat operasi katarak. Berdasarkan penjelasan di atas peneliti
berpendapat menurut informasi yang didapatkan di lapangan bahwa sebagian
masyarakat yang di wilayah Kerja Puskesmas Tempurejo memiliki motivasi yang
rendah untuk operasi katarak karena kurangnya dari motivasi di dalam dirinya untuk
bisa beraktivitas lagi tanpa adanya gangguan penglihatan, kurangnya dukungan dari
keluarga yang membuat pasien katarak memiliki motivasi rendah dan juga ekonomi
rendah mempengaruhi motivasi pasien katarak, hal tersebut juga akan mempengaruhi
psikologis pasien dalam menyelesaikan masalah tersebut. Motivasi adalah sesuatu yang
menunjukkan proses perilaku, serta tingkah laku yang di timbulkan oleh situasi tersebut
agar dapat menimbulkan perilaku atau perbuatan sesuai dengan tujuan akhir [12].
Motivasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu motivasi yang berasal dari dalam
individu dan motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang bersal dari luar individu
(Suarli, 2009). Nilai Motivasi Melakukan Operasi Katarak Setelah Terapi Suportif
Berdasarkan tabel 4 nilai rata-rata setelah diberikan intervensi terapi suportif yaitu 68,53
dengan nilai maksimum 71 hal ini menunjukkan bahwa nilai rata rata setelah diberikan
terapi suportif hampir mendekati nilai maksimum. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh
tiga indikator motivasi yaitu daya tarik, usaha dan prestasi , prestasi dan imbalan. Hasil
dari uji dependent t-test tet diperoleh nilai p value 0, 001 (p< 0,05) yang artinya ada
pengaruh terapi suportif terhadap motivasi untuk melakukan operasi katarak pada pasien
katarak di wilayah kerja Puskesmas Tempurejo Kabupaten Jember. Peningkatan terapi
suportif yang diberikan pada pasien katarak dimana sebelum diberikan terapi suportif
beberapa pasien sudah memiliki motivasi untuk operasi akan tetapi sebagian dari pasien
tersebut terkendala pada faktor internal dan eksternal. Hal itu dikarenakan karena pada
saat pemberian terapi terkendala waktu, harus diulang karena ada beberapa pasien
katarak yang tidak mengerti. Pada saat diberikan terapi suportif hampir semua terjadi
peningkaatan terhadap skor nilai motivasi sebelum dan sesudah diberikan terapi
suportif. Pemberian terapi suportif ini dapat meningkatkan kognitif pasien karena
memberikan informasi mengenai katarak dan membantu seseorang untuk memberikan
arahan kepada pasiem yang tidak dapat mengatasi permasalahannya. Hal tersebut dapat
meningkatkan daya tarik pasien katarak. Daya tarik merupakan nilai yang diberikan
seseorang terhadap hasil yang diharapkan seseorang tersebut. Usaha untuk berprestasi
merupakan hasil yang diharapkan oleh seseorang yang berkaitan sejauh mana usaha
seseorang tersebut untuk dapat melakukan hasil yang diinginkannya [13].

Terapi Suportif adalah suatu terapi yang dipilih dan langsung digunakan pada
individu maupun kelompok yang mempunyai gejala psikologis yang rendah untuk
menolong individu bisa mempertahankan psikologis pasien dalam mengatasi suatu
masalah yang sedang dihadapi [7]. Menurut penelitian Swasti terjadi penurunan ansietas
sebelum dan sesudah diberikan terapi suportif dengan hasil pengujian paired t test pada
kelompok intervensi membuktikan terjadi penurunan secara bermakna (p-value 0,000
<0,05) sebesar 0,821 dengan standar deviasi -0,22 yang tingkat ansietas sedang menjadi
tingkat ansietas ringan [14]. Sejalan dengan penelitian Budiningtyas [15] terhadap
intensi hasil uji dependent t-test di dapatkan nilai (p-value 0,000 <0,05) sehingga dapat
disimpulkan terdapat intensi setelah diberikan terapi suportif. Dengan begitu setelah
diberikan intervensi terapi suportif terjadi perbedaan sebelum dan sesudah sebesar 12,47
meningkat menjadi 13,87 pada nilai post tesnya. Berdasarkan penelitian berpendapat
bahwa terapi suportif ini dapat membantu mengatasi masalah psikologis pasien yang
mempunyai motivasi rendah, tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang dimiliki
oleh pasien dengan adanya terapi suporti ini menjadi terapi pendukung untuk membantu
mengatasi permasalahan pasien, dapat menguatkan daya mental yang ada, dengan
membangun hubungan yang bersifat suportif antara pasien dan terapis. Sehingga pasien
memiliki motivasi untuk melakukan operasi katarak.

Pengaruh Terapi Suportif Terhadap Motivasi Untuk Melakukan Operasi Katarak


Berdasarkan Tabel 5 didapatkan rata-rata motivasi untuk melakukan operasi katarak
sebesar -5,733. Hasil uji t dependent diketahui nilai p-value 0,001 (p<0,05) hal tersebut
menunjukkan adanya pengaruh pemberian terapi suportif terhadap motivasi untuk
melakukan operasi katarak pada pasien katarak di Wilayah Kerja Puskesmas Tempurejo
Kabupaten Jember. Terapi suportif ini terdiri dari tiga prinsip dasar yaitu ekspresi
perasaan, dukungan sosial, dan keterampilan manajemen kognitif. Dukungan sosial dan
juga perasaan dapat memberikan dorongan untuk dapat melakukan sesuatu yang ada
pada pasien sehingga dapat mengembangkan sumber pendukung yang baru pada pasien
[13]. Ekspresi dan perasaan pasien katarak dapat menceritakan apa yang selama ini
menjadi kendala belum melakukan operasi baik dari pengalamanya maupun masalah-
masalah yang tidak dapat diselesaikan dan juga terapi suportif dapat meningkatkan
kemampuan adaptasi pasien terhadap situasi kehidupan, membangun kekuatan ego, dan
kemampuan dalam penyelesaian masalah [13]. Hal tersebut sesuai dengan teori
behavioristik bahwa perilaku terbentuk melalui perkaitan antara stimulus dan respon
yang menyebabkan seseorang untuk berubah lebih banyak dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Sehingga dengan begitu ketika pasien diberikan penjelasan mengenai
pentingnya operasi katarak, dan dapat membantu untuk menyelesaikan permasalahan
pasien yang belum melakukan operasi katarak pasien dapat mempunyai motivasi untuk
melakukan operasi. Motivasi adalah Adanya pendorong yang mengakibatkan seseorang
mau dan rela untuk mengerahkan kemampuannya, tenaga, dan waktunya untuk berbagai
kegiatan yang menjadi tujuannya dan menunaikan kewajibanya, dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya [13]. Motivasi tersebut
memberikan energi positif dalam diri seseorang yang mendorong keinginan individu
untuk melakukan tindakan atau tugas guna memenuhi tujuan yang sudah ditentukan.
Jika sesorang memiliki tingkat motivasi yang rendah, maka individu tersebut
membutuhkan intervensi yang dapat meningkatkan motivasi untuk menjalani berbagai
proses dalam hidupnya. Individu yang memiliki motivasi intrinsik yang kuat akan
melakukan proses perubahan apabila terjadi gangguan pada dirinya untuk melakukan
pembenahan sehingga sesuai dengan apa yang diinginkan untuk mendapatkan keadaan
yang lebih baik [16]. Tujuan dari terapi suportif ini membantu mengatasi masalah
dengan begitu akan berfokus pada pasien, dan menolong pasien untuk menentukan arah
[7]. Dalam pemberian terapi suportif ini berespon langsung terhadap masalah yang
sedang dihadapi pasien saat ini yaitu takut , tidak mempunyai biaya, tidak mengetahui
mengenai katarak untuk melakukan operasi katarak sehingga pasien dapat
menyelesaikan masalah, meningkatkan mekanisme koping dalam melakukan suatu
tindakan, mencegah adanya komplikasi, dan membantu pasien mengubah pola pikir
negatif sehingga pasien mempunyai pemikiran sehat mengenai pentingnya operasi
katarak.
EFEKTIFITAS TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM DAN DZIKIR TERAPI
TERHADAP NYERI POST OP KATARAK
1 2 3
Yuniarti , Darwin , Nurul Huda
Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Riau

Email :yuniartiwibisono1981@gmail.com
Abstract
The purpose of this study was to investigate the effectiveness of breath relaxation techniques and dzikir
therapy to post op cataract pain. The research method used was quasy experiment with pre test design and
post test design with non equivalent control group. This research was conducted in RSUD Arifin Achmad
Riau Province to 34 subjects that were divided into two groups, namely experimental group 17 subjects and
control group 17 subjects. The measuring instrument used in both groups is a pain observation sheet with a
numeric rating scale. The analysis used was
univariate and bivariate analysis using Wilcoxon and Mann -Whitney. Wilcoxon test obtained experimental
group p value 0.000 < α (0,05) and control group p value 0,034 < α (0,05) showed that decrease of group
experiment group pain scale bigger than control group. The independent t test result showed p value 0.000
<α (0,05), which means that
giving deep breath relaxation technique and dzikir therapy effective to reduce patient's post cataract pain.
Based on this research, the provision of deep breath relaxation and dzikir therapy can be used as one of the
non-pharmacological techniques in reducing post-operative pain of cataract patients.
Key Words : Pain, Breath Relaxation, Dzikir Therapy
diantaranya kurangnya akses informasi
PENDAHULUAN mengenai penyebab dan pengobatan katarak.
Mata adalah salah satu indera yang Kejadian tersebut dapat menyebabkan
penting bagi manusia, melalui mata manusia terlambatnya penderita katarak dalam
menyerap informasi visual yang digunakan pengobatannya, pada akhirnya dapat membuat
untuk melaksanakan berbagai kegiatan. gangguan penglihatan seharusnya dapat segera
Gangguan terhadap penglihatan ditemukan ditangani menjadi terlambat (Vaughan &
mulai dari gangguan ringan hingga gangguan Absury, 2009). Pada penderita katarak masih
berat yang dapat mengakibatkan kebutaan banyak ditemukannya terjadinya kasus
(Riset Kesehatan Dasar, 2013). kebutaan, ini disebabkan karena masih banyak
Gangguan penglihatan biasanya penderita katarak yang belum dioperasi
dikaitkan dengan penyakit seperti katarak, (Wahyuningtyas, 2016).
glukoma, retinopati diabetes dan degenerasi Menurut World Health Organization
macula terkait usia atau age-related macular (WHO), secara global terdapat 135 juta orang
degeneration (AMD). Diantara penyakit ini dengan gangguan penglihatan, 45 juta buta.
katarak adalah penyebab utama gangguan Jumlah ini diperkiraan menjadi 76 juta pada
penglihatan di seluruh dunia diikuti oleh 2020 (WHO, 2014). Penyebab kebutaan
terbanyak diseluruh dunia adalah katarak dan
orang yang berusia diatas 50 tahun merupakan
glukoma, AMD, diabetes retinopati kelompok usia dimana gangguan penglihatan
dan trakoma (Vaughan & Asbury, 2009). dan kebutaan banyak terjadi (WHO 2014).
Pengetahuan dan sikap masyarakat di Badan penelitian dan pengembangan
Indonesia terhadap kesehatan mata masih kesehatan Depkes RI (2013), menunjukkan
memprihatinkan dan kurangnya pemahaman bahwa prevelensi kebutaan nasional sebanyak
masyarakat disebabkan oleh berbagai hal 3.099.346 dan 0,4% jauh lebih kecil
dibandingkan prevelensi kebutaan ditahun Nyeri dialami oleh semua orang pada
2007 (0.9%). saat tertentu didalam hidupnya dan dapat
Provinsi Riau pada tahun 2013 mempengaruhi kualitas hidupnya, nyeri oleh
merupakan urutan ke-11 dengan penyandang orang yang mengalaminya merupakan
kebutaan dan severe low vision yang pengalaman ketidak nyamanan yang subjektif
diperkirakan sekitar 21.709 orang dan jumlah yang hanya dapat dijelaskan oleh orang yang
data low vision diperkirakan sekitar 37.990 mengalaminya (Sheldon, 2010).
orang (Riskesda, 2013). Rumah Sakit Umum Orang yang tidak mampu mengontrol
RSUD Arifin Achmad merupakan pusat nyeri akan terjadi perubahan dalam tubuh. Hal
rujukan mata di Provinsi Riau. Berdasarkan ini bila tidak segera diatasi akan berakibat
data pada tahun 2016, dari 424 pasien yang buruk dengan meningkatnya tanda vital,
melakukan operasi mata, 310 orang seperti tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu
merupakan kasus katarak (73%), dan operasi dan juga pendarahan sehingga memperlambat
katarak merupakan salah satu jenis operasi proses penyembuhan. Pada kondisi ini, pasien
khusus yang dilakukan di RSUD Arifin sangat membutuhkan manajemen nyeri yang
Achmad. tepat dan mencakup semua aspek nyeri, seperti
Penatalaksanaan pengobatan untuk fisik dan psiko-kognitif (Rilla, 2014).
katarak adalah dengan ekstraksi lensa. Operasi Penatalaksanaan nyeri paska bedah dapat
katarak merupakan operasi yang sering dilakukan secara farmakologis dan non
dilakukan diseluruh dunia, karena operasi farmakologis. Secara farmakologis mencakup
merupakan pengobatan utama terapi katarak. pemberian obat-obatan seperti analgetik dan
Tujuan operasi katarak adalah perbaikan tajam analgesik (Rilla, 2014). Kelebihan dari
penglihatan sehingga meningkatkan kualitas penanganan farmakologis ini adalah rasa nyeri
hidup pasien. Indikasi utama operasi katarak dapat diatasi dengan cepat namun pemberian
paling umum adalah keinginan pasien sendiri obat-obatan kimia jangka waktu lama dapat
untuk memperbaiki fungsi penglihatannya. menimbulkan efek samping yang dapat
Pembedahan pada operasi katarak dilakukan membahayakan pemakainya, seperti gangguan
dengan mengeluarkan lensa dengan memecah pada ginjal (Yosep, 2007). Cara non
atau merobek kapsul lensa anterior sehingga farmakologis untuk mengatasi nyeri dapat
masa lensa dan kortek lensa dapat dikeluarkan dilakukan menggunakan tekhnik distraksi,
baik melalui luka maupun dengan cara diantaranya distraksi visual, taktil, relaksasi
penyedotan (Ilyas dan Yulianti, 2012). pernafasan, audioterapi, dan intelektual (Rilla,
Nyeri merupakan salah satu keluhan 2014). Teknik relaksasi didasarkan kepada
tersering pada pasien setelah mengalami keyakinan bahwa tubuh berespon pada cemas
pembedahan seperti pada operasi katarak. yang merangsang pikiran karena nyeri atau
Pasien umumnya mengalami nyeri 1-2 jam kondisi penyakitnya.
pertama pasca bedah, yaitu ketika pengaruh Relaksasi merupakan kebebasan fisik
anastesi sudah hilang (Rilla, 2014). dan mental dari ketegangan dan stress. Teknik
The International Associaton for Sudy ini memberikan individu kontrol diri ketika
of Pain mendefinisikan nyeri sebagai terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress
pengalaman sensori dan emosional yang tidak fisik dan emosi pada nyeri (Asmadi, 2008).
menyenangkan yang berhubungan dengan Strategi kompensasi yang dapat dilakukan
kerusakan jaringan baik aktual maupun untuk mengurangi beban dari masalah
potensial (Zakiyah, 2015). Nyeri adalah perasaan dihadapi adalah dengan mendekatkan
sensasi yang tidak menyenangkan dan sangat memfokuskan konsentrasi guna menenangkan
individual yang tidak dapat dibagi kepada pikiran, melalui ritual keagamaan. Aktifitas
orang lain (Kozier & Berman, 2009). keagamaan yang dapat dilakukan adalah
dengan mengingat Allah melalui dzikir yang ketidak nyamanan pasien setelah operasi
dijadikan sebagai terapi relaksasi bagi pasien. katarak. Rasa nyeri ini disebabkan karena di
Pasien diajak untuk menyerahkan semua kornea terdapat ujung serabut saraf bebas yang
kondisi yang dialaminya kepada Allah memiliki tingkat sensitiv nyeri yang tinggi
sehingga pasien dapat merasakan keikhlasan (Vaughan & Asbury, 2009). Pasien
dalam menerima kondisi sehingga dapat mengeluhkan pemberian obat analgetiknya
mengurangi perasaan yang tidak nyaman diberikan sekitar 1-2 jam setelah operasi, ini
terhadap nyeri (Budiyanto, et.al, 2015). disebabkan keluarga pasien harus mengantri
Penelitian dari Nurbaeti (2015) dulu di dalam pengambilan resep obat di
mengatakan dzikirullah efektif menurunkan apotik.
tingkat kecemasan dan nyeri persalinan pada Berdasarkan hasil wawancara yang
ibu primigravida selama proses persalinan dilakukan peneliti pada perawat yang bekerja
pada kala I. Penelitian dari Sumaryani dan diruangan kamar operasi RSUD Arifin
Nurasa (2010) terdapat pengaruh yang Achmad Pekanbaru, pasien operasi katarak
signifikan antara sebelum dan sesudah merupakan pasien dari Poli Rawat Jalan Mata,
dilakukan pembacaan dzikir terhadap tingkat dijadwalkan operasi dari poli rawat jalan dan
nyeri kala I fase aktif pada ibu melahirkan di setelah operasi diobservasi 1- 2 jam post op,
Yogyakarta. Penelitian dari Rilla (2014) setelah diobservasi pasien boleh pulang,
didapat bahwa penurunan nyeri pada sesuai standar prosedur operasional perawatan
kelompok terapi murottal lebih besar rawat jalan. Pasien post op katarak tidak
dibandingkan dengan penurunan nyeri membutuhkan rawat inap atau one day care.
kelompok terapi musik. Pasien post op katarak hanya diobservasi
Berdasarkan hasil wawancara yang diruangan pre op sebelum pemberian obat
dilakukan peneliti pada pasien post op katarak analgetiknya. Perawat melakukan penanganan
yang dioperasi di RSUD Arifin Achmad nyeri pada pasien post op katarak selama ini
Pekanbaru, rata-rata skala nyeri yang hanya berfokus pada teknik farmakologis saja
dirasakan pasien adalah antara skala 3-6 (nyeri seperti pemberian analgetik (Paracetamol,
ringan - nyeri sedang). Wawancara peneliti Asam Mefanemat, dll) yang telah diresepkan
dengan 10 pasien post op katarak, 2 orang oleh dokter, sedangkan penanganan nyeri non
pasien (20%) mengatakan skala nyerinya 3 farmakologis belum diterapkan sama sekali.
(nyeri ringan), 2 orang lagi (20%) mengatakan Perawat hanya menganjurkan pasien untuk
skala nyerinya 5 (nyeri sedang), dan 6 orang nafas dalam atau berdzikir saja untuk
pasien (60%) mengatakan skala nyeri yang mengurangi nyerinya tanpa ada pemantauan
dialaminya adalah 6 (nyeri sedang). atau evaluasi terhadap keberhasilan tindakan
Pasien mengeluhkan nyeri yang tersebut.
dirasakan matanya seperti berdenyut, tertusuk
atau terasa mengganjal yang menyebabkan Beberapa penelitian membuktikan
bahwa tekhnik non farmakologis seperti teknik
relaksasi dapat menurunkan skala nyeri. di simpulkan bahwa teknik relaksasi nafas
Penelitian dari Rilla (2014) mengatakan dalam dan masase dapat menurunkan skala
bahwa rata-rata penanganan nyeri pada nyeri pada klien pasca apendiktomi.
kelompok terapi murotal lebih besar Berdasarkan penjelasan diatas peneliti
dibandingkan penurunan nyeri pada kelompok tertarik untuk meneliti efektifitas teknik
terapi musik, sehingga terapi murotal dapat relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir
menjadi pertimbangan sebagai terapi non terhadap penurunan skala nyeri pada pasien
farmakologis untuk menurunkan tingkat nyeri Post Op Katarak di Ruangan COT Lt. II RSUD
pada pasien muslim setelah tindakan Arifin Achmad Provinsi Riau.
pembedahan. Penelitian dari Yusrizal (2012)
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui tingkat skala nyeri sebelum METODELOGI PENELITIAN
dilakukan teknik relaksasi nafas dalam dan
terapi dzikir terhadap pasien post op katarak Penelitian ini merupakan penelitian
pada kelompok eksperimen dan kelompok kuantitatif, rancangan yang digunakan adalah
kontrol. quasy experiment, dengan pendekatan non
Untuk mengetahui skala nyeri sesudah equivalent kontrol group. Rancangan ini
dilakukan teknik relaksasi nafas dalam dan bertujuan untuk membandingkan hasil yang
terapi dzikir terhadap pasien post op katarak didapat sebelum dan setelah diberi perlakuan
pada kelompok eksperimen dan kelompok dengan cara melibatkan kelompok kontrol
kontrol. Untuk membandingkan skala nyeri disamping kelompok eksperimen. Dalam
terhadap pasien post op katarak pada rancangan ini kelompok eksperimen diberi
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. intervensi sedangkan kelompok kontrol tidak.
Untuk mengetahui efektifitas penurunan Namun pada kelompok kontrol meskipun tidak
skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan mendapatkan intervensi, responden dapat
teknik relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir melakukan tindakan sesuai dengan kebiasaan
terhadap pasien post op katarak. dalam mengatasi nyeri.
d. Lansia (> 60 tahun) 25 73,5
Pada kedua kelompok diawali dengan
pengukuran (Pre-test) kemudian pemberian 3. Jenis Kelamin
intervensi pada kelompok eksperimen, dan
setelah pemberian intervensi pada kelompok a. Laki-laki 23 67,6
eksperimen diadakan pengukuran kembali b. Perempuan 11 32,4

(Post-test) pada kedua kelompok 4. Pekerjaan


(Notoatmodjo, 2012). Sampel penelitian ini a. PNS 1 2,9
b. Swasta 2 5,9
adalah 34 pasien post op katarak yang telah
c. Wiraswasta 6 17,6
memenuhi kriteria inklusi.
d. Petani 8 23,5
e. Tidak bekerja 17 50
Hasil
4. Pendidikan
3. Analisa
a. SD 12 35,3
Univariat Tabel 1 b. SMP 5 14,7
c. SMU 8 23,5
Karakteristikrespondenberdasarkan d. Perguruan Tinggi 2 5,9
e. Tidak Sekolah 7 20,6
umur, jenis kelamin, pendidikan, 5. Suku
pekerjaan, pasien post op katarak di a. Melayu 11 32,4
ruangan COT 2 RSUD Arifin Achmad b. Minang 5 14,7
Provinsi Riau c. Batak 4 11,8
d. Jawa 14 41,2

Jumlah
Karakteristik (n=34) Berdasarkan Tabel 1 diatas
N %
1. Umur mayoritas umur pada kelompok
a. Remaja Akhir (17-24 tahun 0 0 eksperimen dan kontrol berada pada umur
b. Dewasa awal (25-44 tahun) 1 2,9 diatas 60 tahun 25 orang (73,5%). Pada
Dewasa Akhir (45-59 karakteristik . jenis kelamin, mayoritas
c. tahun) 8 23,5
responden berjenis kelamin laki-laki yaitu perlakuan adalah 3,20, median 3 dengan
sebanyak 23 orang (67,6%). Pada nilai nyeri minimum 1 serta nilai nyeri
maksimum 6.
karakteistik pendidikan, mayoritas Kelompok kontrol memiliki nilai rata-
pendidikan kelompok eksperimen dan rata (mean) 5,59, median 6 dan nilai nyeri
kontrol adalah SD yaitu sebanyak 12 minimal 4 dan nilai nyeri maksimal 8.

orang (35,3%). Pada karakteristik B. Analisa Bivariat


pekerjaan sebagian besar responden tidak
bekerja sebanyak 17 orang (50%). Analisa bivariat dilakukan pada dua
variabel yang diduga berhubungan atau
Tabel 2 berkolerasi (Notoatmodjo, 2012). Analisa
bivariat bisa digunakan untuk mengetahui
Distribusi Rata-rata Skala Nyeri Pada apakah ada hubungan yang signifikan
Kelompok Eksperimen dan Kelompok antara dua variable yakni variable
Kontrol Sebelum Diberi Intervensi independen dan variable dependen, atau
bisa juga digunakan untuk mengetahui
Mean Median Ma
Variabel N Min x
apakah ada perbedaan yang signifikan
antara dua atau lebih kelompok sampel

Dahlan, 2011).
Eksperimen 17 5,94 6 4 8
Variable yang berhubungan dengan
Kontrol 17 5,94 6 5 7
penelitian ini adalah nyeri sebagai variable
independen dan relaksasi nafas dalam dan
terapi dzikir sebagai variable dependen.
Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa
rata-rata (mean) skala nyeri pada
Perbedaan skala nyeri sebelum dan
kelompok eksperimen dan kelompok
sesudah diberikan intervensi relaksasi
kontrol sama 5,94. Rata-rata median
nafas dalam dan terapi dzikir pada
kedua kelompok juga sama yaitu 6.
kelompok eksperimen dan kontrol diuji
Kelompok Eksperimen memiliki nilai
dengan menggunakan uji Wilcoxon. Hasil
minimal 4 dan maksimal 8, pada
penelitian disajikan pada tabel berikut :
kelompok kontrol memiliki nilai
minimum 5 dan maksimal 7. Tabel 4
Perbedaan Tingkat Nyeri
Tabel 3
Kelompok
Distribusi Rata-rata Skala Nyeri Pada
Eksperimen Sebelum dan Sesudah
Kelompok Eksperimen dan Kelompok
Diberikan Intervensi pasien post op
Kontrol Sesudah Diberi Intervensi
katarak di ruangan COT 2 RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau
Mea Median Ma
Variabel N n Min x
 Eksperimen 17 3,24 3 1 6 M
Kontrol 17 5,59 6 4 8 e Me p
Kelomp a dia valu
ok n n n e
Berdasarkan tabel 3 diatas dapat Eksperi
dilihat bahwa rata-rata (mean) skala nyeri men
pada kelompok eksperimen setelah diberi Pre test 1 5, 6
9 Perbedaan Tingkat Nyeri Sesudah
7 4 Diberikan Terapi Relaksasi Nafas Dalam
3, dan Terapi Dzikir Pada Kelompok
1 2 0,00 Eksperimen dan Kelompok Kontrol Pasien
Post test 7 4 3 0 Post Operasi Katarak di COT 2 RSUD
Arifin Achmad Provinsi Riau.

Tabel 5 Variabel N Mean St. Deviasi p value


Eksperimen 17 3,24 1,300 0,000
Perbedaan Tingkat Nyeri Kelompok Kontrol  Kontrol 17 5,59 0,939
Sebelum dan Sesudah Diberikan Intervensi
pasien post op katarak di ruangan COT 2
RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Berdasarkan Tabel 6 diatas, dari hasil
uji statistik Mann-Whitney, nilai mean
pemberian terapi relaksasi nafas dalam dan
Mea
Kelompok n n Median p value terapi dzikir terhadap penurunan skala
Kontrol nyeri pada kelompok eksperimen 3,24
Pre test 17 5,94 6 sedangkan nilai mean pada kelompok
kontrol 5,59.
Post test 17 5,59 6 0,034

Hasil ini berarti bahwa ada perbedaan


yang signifikan terhadap perubahan skala
Berdasarkan tabel 4 dan 5 diatas, dari
nyeri pada kelompok eksperimen dan
hasil uji Wilcoxxon diperoleh kelompok kelompok kontrol, dimana penurunan skala
eksperiment p value 0,000 < α (0,05) dan nyeri pada kelompok eksperimen lebih
kelompok kontrol p value 0,034 < α (0,05), tinggi dibandingkan kelompok kontrol.
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
Hasil analisa statistik diperoleh p-value
skor penurunan skala nyeri antara
0,000 < α (0,05), hal ini menunjukkan
kelompok eksperimen dan kelopok
kontrol.
bahwa relaksasi nafas dalam dan terapi
Dari hasil uji statistik kelompok
dzikir efektif terhadap penurunan skala
eksperimen memiliki p value 0,000
nyeri pada pasien post operasi katarak di
RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.
memiliki penurunan skala nyeri yang lebih
signifikan dibandingkan dengan kelompok
PEMBAHASAN
kontrol dengan p value 0,034.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
Perbedaan tingkat nyeri sesudah diberikan
disajikan sebelumnya, maka akan disajikan
terapi relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir
pembahasan dari hasil analisa univariat dan
pada kelompok eksperimen dan kelompok
bivariat pada penelitian “efektifitas teknik
kontrol pasien post operasi
katarak diuji dengan menggunakan uji relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir
Mann-Whitney. Hasil penelitian disajikan terhadap nyeri post op katarak” yang
pada tabel berikut : melibatkan 34 subjek penelitian yang
diambil dari ruangan COT 2 RSUD Arifin
Tabel 6
Achmad Provinsi Riau. Pada penelitian ini,
peneliti mengelompokkan responden dalam 2
kelompok yaitu kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen Dapat dilihat bahwa perubahan rata-rata
setelah dilakukan operasi katarak diberi skala nyeri pada kelompok eksperimen yang
perlakuan relaksasi nafas dalam dan terapi diberikan teknik relaksasi nafas dalam dan
dzikir, tindakan ini dilakukan selama 10 menit, terapi dzikir lebih besar dibandingkan
pada 14 (41,2%) responden. kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi.
Menurut Riskesdas (2013) Nilai p value yang didapat 0,000 < α (0,05),
populasi kependudukan terbesar terdapat di
pulau jawa dan angka kejadian katarak hal ini menunjukkan bahwa relaksasi nafas
terbanyak terdapat pada daerah Provinsi Jawa dalam dan terapi dzikir efektif terhadap
Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat. Peneliti penurunan skala nyeri pada pasien post operasi
belum bisa menyimpulkan bahwa suku ini katarak di RSUD Arifin Achmad Provinsi
merupakan suku yang beresiko terkena Riau.
penyakit ini, dikarenakan belum ada penelitian
Responden yang mendapatkan teknik
terkait tentang hubungan antara suku dengan
relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir
kejadian katarak.
mendapatkan rasa nyaman dan tenang sewaktu
Rata-rata skala nyeri pasien pre operasi
diberikan terapi sehingga responden
katarak kedua kelompok sama 5,94. Menurut
merasakan rasa nyeri yang diterimanya
Zakiyah (2015) nyeri tersebut merupakan nyeri
berkurang.
sedang. Nyeri tersebut dikarenakan kornea
mempunyai banyak ujung saraf tepi yang Rasa nyaman dan tenang yang dirasakan
memiliki sensitifitas nyeri lebih tinggi responden sejalan dengan teori yang
(Vaughan & Asbury, 2009). mengatakan bahwa teknik relaksasi nafas
Hasil dari uji Mann-Whitney dan uji dalam dapat menurunkan ketegangan
Wilcoxxon yang dilakukan pada kedua fisiologis, kebebasan fisik dan mental dari
kelompok dapat dilihat bahwa kelompok ketegangan dan stress, teknik ini memberikan
Eksperimen memiliki tingkat penurunan skala individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak
nyeri yang lebih tinggi dibandingkan dengan nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada
kelompok kontrol. Penurunan skala nyeri ini nyeri (Asmadi, 2008).
dapat dilihat dari rata-rata penurunan antara
sebelum diberi perlakuan dan sesudah diberi Teknik relaksasi nafas dalam bertujuan
perlakuan kepada kedua kelompok. Hal ini untuk menahan terbentuknya respon stress,
dapat membuktikan dan mendukung bahwa terutama dalam sistim saraf dan hormone,
tindakan non farmakologis seperti relaksasi teknik relaksasi nafas dalam tidak saja
nafas dalam dan terapi dzikir dapat menyebabkan efek yang menyenangkan fisik
menurunkan skala nyeri (Rokawie, dkk., 2017 tetapi juga menyenangkan fikiran (Potter &
& Budiyanto, dkk., 2015) Perry, 2010).

Hasil dari uji tersebut dengan tingkat Terapi dzikir untuk kesehatan memiliki
kepercayaan 95% diketahui bahwa rata-rata manfaat yang sangat besar, karena dzikir
perubahan skala nyeri kelompok eksperiment kepada Allah akan menumbuhkan energy yang
didapat mean 3,24, sedangkan pada kelompok sangat luar biasa. Dzikir selain berdampak
kontrol didapat perubahan skala nyeri dengan terhadap kesehatan jasmani dan rohani, dzikir
mean 5,59. Nilai perbandingan perubahan rata- juga dapat menyembuhkan berbagai penyakit
rata skala nyeri pada kedua kelompok yaitu fisik, seperti tekanan darah tinggi, rasa nyeri,
1:1,7.
dan yang lainnya (Harahap & Dalimunte, disimpulkan bahwa terapi relaksasi nafas
2008). dalam dan terapi dzikir efektif terhadap
penurunan skala nyeri pada pasien post operasi
Kombinasi kedua teknik relaksasi diatas katarak. Perbandingan yang didapat antara
menyebabkan terjadinya impuls listrik perubahan skala nyeri pada kelompok
sehingga merangsang sistim limbic yang eksperimen dan kelompok kontrol adalah
merangsang sistim saraf pusat dan kelenjar 1:1,7.
hipofise yang menyebabkan terjadinya
SARAN
peningkatan hormone endoprine dan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat
penurunan hormone adrenaline sehingga memberikan masukan bagi rumah sakit untuk
meningkatkan konsentrasi dan mempermudah menyusun suatu kebijakan atau standar
mengatur nafas, oksigen didalam darah operasional prosedur penanganan nyeri dengan
meningkat dan menimbulkan perasaan menggunakan terapi non farmakologis selain
menggunakan terapi farmakologis dalam
nyaman, tenang dan bahagia. Perasaan mengurangi nyeri pada pasien katarak.
nyaman, tenang dan bahagia menyebabkan
vasodilator pembuluh darah sehingga oksida Diharapkan hasil penelitian ini menjadi
nitrit meningkat dan elastisitas pembuluh sumber informasi dalam pengembangan ilmu
darah meningkat yang menyebabkan volume keperawatan terutama mengenai teknik
darah menurun sehingga terjadi penurunan relaksasi nafas dalam dan terapi dzikir didalam
tekanan darah yang menyebabkan punurunan mengatasi nyeri pada pasien post op katarak.
rasa nyeri (Budiyanto, dkk (2015)., Asmadi
(2008)). Diharapkan penelitian ini bagi mahasiswa
keperawatan khususnya yang akan menjalani
SIMPULAN tahap profesi dapat menerapkan tehnik-tehnik
non farmakologis untuk mengatasi nyeri pada
Pemberian intervensi yaitu tindakan relaksasi pasien.
nafas dalan dan terapi dzikir dapat
mempengaruhi skala nyeri. Berdasarkan hasil Diharapkan hasil penelitian ini agar dapat
dijadikan data penunjang untuk penelitian
uji Wilcoxxon diperoleh kelompok
eksperiment p value 0,000 < α (0,05) dan selanjutnya terkait teknik-teknik non
kelompok kontrol p value 0,034 < α (0,05), farmakologis untuk mengatasi nyeri.
menunjukkan bahwa penurunan skala nyeri
1 Yuniarti: Mahasiswa Program
kelompok eksperimen yang diberikan
Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau,
intervensi (relaksasi nafas dalam dan terapi
Indonesia
dzikir) lebih besar daripada kelompok kontrol
yang tidak diberikan intervensi (relaksasi nafas 2Darwin Karim: Dosen Bidang Keilmuan
dalam dan terapi dzikir). Kelompok Keperawatan Medikal Bedah Program
eksperimen memiliki penurunan skala nyeri Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau,
yang lebih signifikan dibandingkan dengan Indonesia
kelompok kontrol.
3
Nurul Huda: Dosen Bidang Keilmuan
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney
didapat nilai p value 0,000 < α (0,05%). Dapat Keperawatan Medikal Bedah Program
Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau, Nurbaeti, I. (2015). Efektifitas dzikrullah
Indonesia terhadap penurunan kecemasan dan
nyeri persalinan kala I fase aktif ibu
primigravida. Jurnal Ners. Vol 10, No
DAFTAR PUSTAKA 1, 30-37.

Asmadi. (2008). Tekhnik prosedural Potter, P.A & Perry, A. G. (2010). Buku ajar
keperawatan konsep dan aplikasi fundamental keperawatan: konsep,
kebutuhan dasar klien. Jakarta: proses, dan praktik. Vol 2. Jakarta:
Salemba Medika. EGC
Budiyanto, T., Ma’rifah, A.R., Susanti P.I.
(2015). Pengaruh terapi dzikir terhadap Rilla, E.V., Ropi, H., Sriati, A. (2014). Terapi
intensitas nyeri pada pasien post murottal efektif menurunkan tingkat
operasi CA Mammae di Rsud Prof. Dr. nyeri dibanding terapi musik pada
Margono Soekarjo Purwokerto. Jurnal
Keperawatan Maternitas. Vol 3, No 2, pasien pasca bedah. Jurnal
90-96. Diperoleh tanggal 1 Oktober Keperawatan Indonesia. Vol 17, No 2,
2017 dari http://www.Scribd.com/ 74-80. Diperoleh tanggal 2 Oktober
2017 dari http://www.jki.ui.ac.id/
Dahlan, S, M. (2011). Statistik untuk
kedokteran dan kesehatan. Edisi 5. Riset Kesehatan Dasar .(2013). Situasi
Jakarta: Salemba Medika gangguan penglihatan dan kebutaan.
Pusat Data dan Informasi Kementrian
Harahap, K.A & Dalimunthe, R.P. (2008).
Dasyatnya doa & zikir. Jakarta: Qultum Kesehatan RI (INFODATIN).
Media. Diperoleh tanggal 7 Oktober 2017 dari
http://www.depkes.go.id/
Hidayat, A. (2007). Metode penelitian data.
Jakarta: Salemba Medika Rokawie, A.O.N., Sulastri, & Anita. (2017).
Relaksasi nafas dalam menurunkan
Ilyas, S., Prof. dr., dkk. (2014). Ilmu penyakit kecemasan pasien pre operasi bedah
mata; untuk umum dan mahasiswa abdomen. Jurnal Kesehatan, Vol VIII,
kedokteran. Ed 2. Jakarta: CV. Agung No 2, 257-262. Diperoleh tanggal 10
Seto.
Oktober 2017 melalui
Ilyas, S., & Yulianti, S. (2012). Ilmu penyakit http://www.poltekkes-tjk.ac.id/
mata. Ed 5. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI. Sheldon, L.K. (2010). Komunikasi untuk
keperawatan: berbicara dengan pasien,
Kozier, B., ERB, G., Berman, A., & Snyder Jakarta : Erlangga.
S.J. (2010). Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses & Praktik, Edisi 7 Vol Sugiono. (2011). Statistik non parametris
2, Alih bahasa Ns Esty Wahyuningsih, untuk penelitian. Bandung: Cv
Devi Yulianti, Ns Yuyun Yuningsih, Ns Alfabeta.
Ana Lusyana. Jakarta: EGC.
Sumaryani, S., & Nurasa, I. (2010). Pengaruh
Notoatmodjo. (2012). Metodologi penelitian pembacaan dzikir pada ibu melahirkan
kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta terhadap tingkat nyeri intra natal di
Rumah Bersalin Fajar Yogyakarta. Diperoleh tanggal 8 Oktober 2017
Jurnal Keperawatan. Vol 1, No 1, 39- melalui http://www.eprints.ums.ac.id/

44. Diperoleh tanggal 1 Oktober 2017 Word Health Organization (WHO). (2014).
dari http://www.ejournal.umm.ac.id/ Priority Eye Disease. Diperoleh
Tanggal 7 Oktober 2017 melalui
Vaughan & Asbury. (2009). Oftamologi http://www.who.int/
umum. Ed 17. Jakarta: EGC.
Yosep, I. (2007). Keperawatan jiwa. Bandung:
Wahyuningtyas, S.P. (2016). Hubungan Rafika Aditama.

tingkat pengetahuan tindakan Yusrizala., Zarni., dan Anas. (2012). Pengaruh


Phacoemulsifikasi dengan kecemasan teknik relaksasi nafas dalam dan masase
pada pasien katarak dirumah sakit mata terhadap penurunan skala nyeri pasien
solo. Publikasi ilmiah. 4 mei 2016. pasca apendiktomi di Ruang Bedah
Universitas Muhammadiyah Surakarta. RSUD Dr. M. Zein Painan. Ners Jurnal
Keperawatan. Vol 8. No 2, hal : 138-146 Zakiyah, A. (2015). Nyeri: konsep dan
diperoleh tanggal 15 November 2017 penatalaksanaan dalam praktik
melalui keperawatan berbasis bukti. Jakarta:
http://www.ners.fkep.unand.ac.id/ Salemba Medika.

Siswoyo, et al. Terapi Suportif Meningkatkan Motivasi untuk Melakukan Operasi Katarak...

Terapi Suportif Meningkatkan Motivasi untuk Melakukan Operasi Katarak pada


Pasien Katarak di Wilayah Kerja Puskesmas Tempurejo Kabupaten Jember
(Supportive Therapy to Increase Motivation to Undergo Cataract Surgery on
Patients with Cataract in the Area of Public Health Center of Tempurejo Jember)
Siswoyo, Murtaqib, Tri Buana Ratna Sari
Fakultas Keperawatan Universitas Jember
Jl. Kalimantan No. 37 Kampus Tegal Boto Jember Telp./Fax. (0331) 323450
email: siswoyo.psik@unej.ac.id

Abstract
Cataract was an eye disease that could induce cloudy eye lens. The lack of motivation within inner self caused
patients to be reluctant to undergo cataract removal surgery which could make blindness rate keep increasing.
Supportive therapy was a form of therapy used on individuals on patients with difficulties in solving their
problems. The purpose of this study was to analyze the effects of supportive therapy on motivation to undergo
cataract removal surgery on patients with cataract. This study used pre -experimental, one-group pre-test design.
Sample-obtaining technique was purposive sampling with 15 patients. Supportive therapy was given in three
meetings. The first and second session were grouped together as one meeting with the duration of 30-35 minutes
for each session. The third and fourth session were grouped together as one meeting with the duration of 30-35
minutes for each session. Data were analyzed by using dependent t test and showed a difference between pre-test
and post- test with p value = 0,001 (p value < 0,05). The result showed that there was an effect of supportive
therapy on motivation to undergo cataract removal surgery in patients with cataract. This study suggests nurses
to give supportive therapy to patients with physical or psychological problem.

Keywords: cataract, supportive therapy, motivation

Abstrak
Katarak adalah penyakit mata yang dapat mengakibatkan kekeruhan pada lensa mata. Kurangnya motivasi di
dalam diri sendiri mengakibatkan pasien enggan melakukan operasi katarak yang dapat menimbulkan angka
kebutaan terus meningkat. Terapi suportif adalah bentuk terapi yang digunakan pada individu yang memiliki
kesulitan dalam menyelesaikan masalahnya. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis pengaruh terapi
suportif terhadap motivasi untuk melakukan operasi katarak. Penelitian ini menggunakan pre-experimental, one-
group pre -test design. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling dengan menggunakan 15
responden pasien katarak. Terapi suportif diberikan dalam 3 kali pertemuan. Sesi satu dan dua dijadikan satu
pertemuan dengan durasi 30-35 menit pada masing- masing sesi. Sesi tiga dan empat dibuat satu kali pertemuan
dengan durasi 30-35 menit pada masing-masing sesi. Hasil data dianalisis menggunakan uji t dependent
menunjukan adanya perbedaan antara pretest dan posttest dengan hasil dari p-value 0,001 (p-value<0,05). Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian terapi suportif terhadap motivasi untuk
melakukan operasi katarak. Saran dari penelitian kepada perawat adalah agar dapat menerapkan terapi suportif
untuk mengatasi masalah fisik dan psikologis pada pasien katarak.

Kata kunci : katarak, terapi suportif, motivasi

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.6 (no.1), Januari, 2018 118


Siswoyo, et al. Terapi Suportif Meningkatkan Motivasi untuk Melakukan Operasi Katarak...

Pendahuluan dan langsung digunakan pada individu maupun


kelompok yang mempunyai gejala psikologis yang
Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan rendah. Terapi suportif mampu menolong individu
masalah yang harus segera ditangani karena untuk bisa mempertahankan kondisi psikologis pasien
mempengaruhi rendahnya kualitas sumber daya dalam mengatasi suatu masalah yang sedang dihadapi
manusia sehingga meningkatkan biaya kesehatan [1]. [7].
Katarak adalah suatu penyakit mata dimana terjadi Melihat fenomena yang terdapat di
kekeruhan pada lensa mata. Lensa mata normalnya Puskesmas Tempurejo setelah dilakukannya studi
transparan, jernih dan dilalui cahaya menuju retina. pendahuluan tersebut membuat peneliti ingin
Kekeruhan pada lensa mata dapat mengakibatkan lensa melakukan penelitian mengenai terapi suportif agar
tidak transparan, sehingga pupil berwarna putih dan pasien katarak yang berada di Wilayah Kerja
abu-abu [2]. Puskesmas Tempurejo memiliki motivasi didalam
Sekitar 45 juta dari 180 juta orang penduduk di dirinya untuk mengubah pola pikir negatif
dunia mengalami kebutaan. Indonesia sendiri menjadi mengenai pentingnya operasi katarak. Terapi
peringkat kedua dengan kejadian kebutaan tertinggi di suportif menekankan pada individu daripada
dunia setelah Ethiopia [3]. Jenis kebutaan yang banyak kelompok karena ketika melakukan komunikasi
dialami penduduk di dunia adalah katarak 51%, akan lebih mudah dan berfokus terhadap masalah
glaucoma 8%, Age related Macular Degeneration yang dimiliki oleh pasien terutama yang
(AMD) 5%, kekeruhan kornea 4%, gangguan refraksi motivasinya rendah atau kesulitan dalam
3%,trachoma 3%, Retinopati diabetic 1%. Sebesar menyelesaikan masalahnya
21% tidak dapat ditentukan penyebabnya dan 4%
adalah gangguan penglihatan sejak masa kanak-kanak
Metode Penelitian
[4]. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Jember
Jenis penelitian ini adalah penelitian pre-
didapatkan data prevalensi katarak tertingi di
eksperimental dengan menggunakan pendekatan
Kabupaten Jember yang menduduki peringkat pertama
one-group pretest posttest design. Teknik
yaitu puskesmas Tempurejo dengan jumlah 2010
pengambilan sampel menggunakan purposive
pasien katarak, urutan kedua yaitu Sukorejo dengan
sampling. Jumlah sampel pada penelitian ini
jumlah 1905 pasien katarak, dan urutan ketiga di
sebanyak 15 pasien katarak yang belum melakukan
Gumukmas dengan jumlah 400 pasien katarak [5].
operasi katarak. Penelitian ini dilakukan di Wilayah
Masih banyak penderita katarak yang belum operasi di
Kerja Puskesmas Tempurejo Kabupaten Jember.
karenakan tidak mengetahui menderita katarak 51,6%,
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei 2017
karena tidak mampu membiayai 11,6%, karena takut
sampai dengan Juli 2017.
operasi 8,1% [3].
Pemberian terapi suportif dilakukan dalam 3
Berdasarkan data dari penelitian, penyebab
kali pertemuan. Terapi suportif diberikan sebanyak
pasien tidak mau operasi antara lain biaya operasi
4 sesi masing-masing sesi diberikan sebanyak 35
mahal, takut untuk operasi, dan karena usianya sudah
menit per sesi. Teknik pengumpulan data dalam
tua pasien tidak perlu untuk operasi katarak.
penelitian ini menggunakan nilai motivasi untuk
Berdasarkan data Puskesmas Tempurejo pada Bulan
melakukan operasi yang diukur dengan kuisioner.
April 2017 terdapat 45 pasien katarak yang belum
Data dianalisis dengan menggunakan uji t
operasi.
dependent.
Faktor pendukung untuk melakukan operasi
katarak antara lain motivasi 18 %, biaya operasi gratis
18 %, dukungan keluarga 15%, dan dukungan
Hasil Penelitian
masyarakat 14% [6]. Penelitian yang dilakukan oleh Karakteristik Responden
Rahmadani dengan adanya motivasi dapat Tabel 1. Responden Menurut Usia pada pasien
mempengaruhi pasien untuk operasi katarak Katarak di Kecamatan Tempurejo
menunjukkan 68,27%. Semakin baik dorongan yang Kabupaten Jember pada bulan Mei 2017
diberikan akan memberikan motivasi pasien untuk (n=15)
operasi katarak.
Terdapat beberapa intervensi yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan motivasi di dalam
dirinya salah satunya intervensi terapi suportif. Terapi
suportif adalah suatu terapi yang dipilih
Variabel Mean SD Min-Mak
Usia (Tahun) 59.73 5.824 52-72

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.6 (no.1), Januari, 2018 119


Siswoyo, et al. Terapi Suportif Meningkatkan Motivasi untuk Melakukan Operasi Katarak...

Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Jenis terapi suportif. Nilai negative pada mean different (-
Kelamin, Pendidikan, dan Pekerjaan pada 5,733) menunjukkan adanya peningkatan motivasi
pasien katarak di Kecamatan Tempurejo untuk melakukan operasi katarak.
Kabupaten Jember (Mei 2017; n : 15)
Variabel Frekuensi Persentase % Pembahasan
Jenis Kelamin Karakteristik Responden
Laki-laki 6 40,0 Hasil penelitian menunjukkan usia
Perempuan 9 60,0 responden rata-rata 59,73 tahun dengan usia
Total 15 100 terendah 52 tahun dan usia tertinggi 72 tahun.
Pendidikan
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa
Tidak Sekolah 5 33,3 yang mengalami penyakit katarak di wilayah Kerja
SD 4 26,7 Puskesmas Tempurejo berusia 55 tahun keatas.
SMP 2 13,3 Menurut penelitian Erman. Penyebab terjadinya
SMA/SMK 4 26,7 penyakit katarak karena bertambahnya usia sekitar
Total 15 100 90% penderita katarak terjadi pada usia di atas 50
Peekerjaan tahun [8].
Tidak Bekerja 5 33,3 Pada penelitian ini responden berjenis
Petani/Buruh 2 13,3 kelamin perempuan yang sebanyak 9 orang(60,0%)
Wiraswasta 3 20,0 dibandingkan dengan laki-laki sebanyak 6 orang
Lain-lain 5 33,3 (40,0%). Namun pada penelitian ini tidak sejalan
Total 15 15 dengan Hanok, dkk yang menyebutkan faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian katarak
Tabel 3. Motivasi Sebelum diberikan Terapi Suportif mengatakan bahwa paling banyak adalah responden
pada pasien katarak di Wilayah Kerja berjenis kelamin laki-laki berjumlah 72 responden
Puskesmas Tempurejo Kabupaten Jember (51,4%) dibandingkan dengan perempuan sebanyak
68 responden (48,6%)
Variabel Mean SD Min-Maks
4. Namun ada yang berpendapat bahwa pada
Motivasi 62,80 2757 58-67
laki-laki juga banyak yang menderita katarak
sebelum
dikarenakan mereka banyak yang bekerja di luar
ruangan yang setiap harinya sering terpapar dengan
Tabel 4 Motivasi Setelah diberikan Terapi Suportif
sinar ultraviolet (UV) tanpa menggunakan Alat
pada pasien katarak di Wilayah Kerja
Pelindung Diri (APD)
Puskesmas Tempurejo Kabupaten Jember
yangdapatmengakibatkantingkat
Variabel Mean SD Min-Maks kematangan kataraknya mengalami peningkatan.
Motivasi 68,53 2,295 63-71 Pada penelitian ini tidak dapat dijadikan acuan
setelah karena jumlah responden pada penelitian ini sedikit
dimana peneliti hanya menggunakan 15 responden
Tabel 5 Hasil Uji t dependen Motivasi untuk pasien katarak yang belum melakukan operasi.
Melakukan Operasi Katarak pada pasien Responden berdasarkan pendidikan rata-rata
katarak di Wilayah Kerja Puskesmas pendidikan tertinggi responden katarak di wilayah
Tempurejo Kabupaten Jember Kerja Puskesmas Tempurejo yaitu tidak sekolah
Variabel Mean t P sebesar 5 orang (33,3%). Menurut penelitian
Motivasi: Pretest -5,733 -7.433 0,001 Postets Ulandari [10], pendidikan rendah dapat
meningkatkan terjadinya katarak sebesar 25 kali
Hasil analisis pada tabel 5 terdapat pengaruh dibandingkan dengan pendidikan tinggi. Tingkat
pemberian terapi suportif terhadap motivasi untuk pendidikannya seseorang akan mempengaruhi pola
melakukan operasi katarak dapat dilihat setelah pikir dan juga pemahaman mengenai penyakit
dilakukan uji t dependent menunjukkan bahwa t hitung katarak dan juga pengobatannya. Tingkat
-7,433 dengan nilai probalitias 0,001 (p< 0,05), maka pendidikan yang baik dapat mempengaruhi tingkat
Ho ditolak yang artinya terdapat perbedaan motivasi pengetahuan masyarakat dalam memahami suatu
untuk melakukan operasi katarak sebelum dan setelah informasi tentang katarak. Pendidikan
diberikan intervensi mempengaruhi

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.6 (no.1), Januari, 2018 120


Siswoyo, et al. Terapi Suportif Meningkatkan Motivasi untuk Melakukan Operasi Katarak...

proses belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang yang di timbulkan oleh situasi tersebut agar dapat
maka semakin mudah seseorang untuk menerima menimbulkan perilaku atau perbuatan sesuai
informasi. dengan tujuan akhir [12]. Motivasi dibedakan
Menurut data yang diambil rata-rata pasien menjadi dua macam, yaitu motivasi yang berasal
katarak pada penelitian menunjukkan tidak bekerja dan dari dalam individu dan motivasi ekstrinsik
lain-lain mempunyai hasil yang sama yaitu sekitar 5 merupakan motivasi yang bersal dari luar individu
orang (33,3%). Pada pasien yang tidak bekerja rata- (Suarli, 2009).
rata mereka dulu bekerja sebagai petani. Berdasarkan
data yang diambil oleh peneliti di wilayah Kerja Nilai Motivasi Melakukan Operasi Katarak
Puskesmas Tempurejo mereka bekerja sebagai kuli Setelah Terapi Suportif
bangunan, bengkel dan juga sebagian mereka yang Berdasarkan tabel 4 nilai rata-rata setelah
tidak bekerja dulunya sebagai petani dan buruh. diberikan intervensi terapi suportif yaitu 68,53
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tana [11], dengan nilai maksimum 71 hal ini menunjukkan
pekerjaan yang memiliki resiko terjadinya katarak bahwa nilai rata rata setelah diberikan terapi
seperti kelompok petani, nelayan, dan juga buruh suportif hampir mendekati nilai maksimum. Hal
resiko terkena katarak 2,5 kali (16%) dibandingkan tersebut juga dipengaruhi oleh tiga indikator
dengan masyarakat yang pekerjaannya sebagai motivasi yaitu daya tarik, usaha dan prestasi ,
pegawai. Tingginya katarak yang terjadi pada prestasi dan imbalan. Hasil dari uji dependent t-test
kelompok pekerja yang berada di luar ruangan yang tet diperoleh nilai p value 0, 001 (p< 0,05) yang
menyebabkan adanya pajanan kronis sinar matahari artinya ada pengaruh terapi suportif terhadap
karena merupakan salah satu faktor risiko katarak. motivasi untuk melakukan operasi katarak pada
Prevalensi katarak pada pekerja di luar ruangan lebih pasien katarak di wilayah kerja Puskesmas
tinggi (1,3 kali) dibandingkan dengan didalam ruang. Tempurejo Kabupaten Jember.
Nilai Motivasi Melakukan Operasi Katarak Peningkatan terapi suportif yang diberikan
Sebelum Terapi Suportif pada pasien katarak dimana sebelum diberikan
Berdasarkan tabel.3 sebelum diberikan terapi terapi suportif beberapa pasien sudah memiliki
suportif yaitu 62,80 dari nilai terendah 58 dan tertinggi motivasi untuk operasi akan tetapi sebagian dari
67. Dari hasil penelitian di atas bahwa salah satu pasien tersebut terkendala pada faktor internal dan
penyebab pasien tidak melakukan operasi katarak eksternal. Hal itu dikarenakan karena pada saat
karena rasa takut, kurangnya biaya dan kurangnya pemberian terapi terkendala waktu, harus diulang
motivasi internal maupun eksternal yang dapat karena ada beberapa pasien katarak yang tidak
mengubah pola pikir negatif mengenai operasi katarak mengerti. Pada saat diberikan terapi suportif hampir
tersebut. Adanya motivasi dapat memicu timbulnya semua terjadi peningkaatan terhadap skor nilai
perubahan di dalam individu mengenai penyakit motivasi sebelum dan sesudah diberikan terapi
katarak yang memungkinkan pasien tersebut untuk suportif.
bertindak atau berbuat lebih baik dengan cara pasien Pemberian terapi suportif ini dapat
dapat operasi katarak. Berdasarkan penjelasan di atas meningkatkan kognitif pasien karena memberikan
peneliti berpendapat menurut informasi yang informasi mengenai katarak dan membantu
didapatkan di lapangan bahwa sebagian masyarakat seseorang untuk memberikan arahan kepada pasiem
yang di wilayah Kerja Puskesmas Tempurejo memiliki yang tidak dapat mengatasi permasalahannya. Hal
motivasi yang rendah untuk operasi katarak karena tersebut dapat meningkatkan daya tarik pasien
kurangnya dari motivasi di dalam dirinya untuk bisa katarak. Daya tarik merupakan nilai yang diberikan
beraktivitas lagi tanpa adanya gangguan penglihatan, seseorang terhadap hasil yang diharapkan seseorang
kurangnya dukungan dari keluarga yang membuat tersebut. Usaha untuk berprestasi merupakan hasil
pasien katarak memiliki motivasi rendah dan juga yang diharapkan oleh seseorang yang berkaitan
ekonomi rendah mempengaruhi motivasi pasien sejauh mana usaha seseorang tersebut untuk dapat
katarak, hal tersebut juga akan mempengaruhi melakukan hasil yang diinginkannya [13].
psikologis pasien dalam menyelesaikan masalah Terapi Suportif adalah suatu terapi yang
tersebut. dipilih dan langsung digunakan pada individu
Motivasi adalah sesuatu yang menunjukkan maupun kelompok yang mempunyai gejala
proses perilaku, serta tingkah laku psikologis yang rendah untuk menolong individu
bisa mempertahankan psikologis

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.6 (no.1), Januari, 2018 121


Siswoyo, et al. Terapi Suportif Meningkatkan Motivasi untuk Melakukan Operasi Katarak...

pasien dalam mengatasi suatu masalah yang sedang penyelesaian masalah [13]. Hal tersebut sesuai dengan
dihadapi [7]. Menurut penelitian Swasti terjadi teori behavioristik bahwa perilaku terbentuk melalui
penurunan ansietas sebelum dan sesudah diberikan perkaitan antara stimulus dan respon yang
terapi suportif dengan hasil pengujian paired t test menyebabkan seseorang untuk berubah lebih banyak
pada kelompok intervensi membuktikan terjadi dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sehingga dengan
penurunan secara bermakna (p-value 0,000<0,05) begitu ketika pasien diberikan penjelasan mengenai
sebesar 0,821 dengan standar deviasi -0,22 yang pentingnya operasi katarak, dan dapat membantu
tingkat ansietas sedang menjadi tingkat ansietas ringan untuk menyelesaikan permasalahan pasien yang belum
[14]. Sejalan dengan penelitian Budiningtyas [15] melakukan operasi katarak pasien dapat mempunyai
terhadap intensi hasil uji dependent t-test di dapatkan motivasi untuk melakukan operasi.
nilai (p-value 0,000<0,05) sehingga dapat disimpulkan Motivasi adalah Adanya pendorong yang
terdapat intensi setelah diberikan terapi suportif. mengakibatkan seseorang mau dan rela untuk
Dengan begitu setelah diberikan intervensi terapi mengerahkan kemampuannya, tenaga, dan
suportif terjadi perbedaan sebelum dan sesudah sebesar waktunya untuk berbagai kegiatan yang menjadi
12,47 meningkat menjadi 13,87 pada nilai post tesnya. tujuannya dan menunaikan kewajibanya, dalam
Berdasarkan penelitian berpendapat bahwa terapi rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan
suportif ini dapat membantu mengatasi masalah sebelumnya [13]. Motivasi tersebut memberikan
psikologis pasien yang mempunyai motivasi rendah, energi positif dalam diri seseorang yang mendorong
tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang dimiliki keinginan individu untuk melakukan tindakan atau
oleh pasien dengan adanya terapi suporti ini menjadi tugas guna memenuhi tujuan yang sudah
terapi pendukung untuk membantu mengatasi ditentukan. Jika sesorang memiliki tingkat motivasi
permasalahan pasien, dapat menguatkan daya mental yang rendah, maka individu tersebut membutuhkan
yang ada, dengan membangun hubungan yang bersifat intervensi yang dapat meningkatkan motivasi untuk
suportif antara pasien dan terapis. Sehingga pasien menjalani berbagai proses dalam hidupnya.
memiliki motivasi untuk melakukan operasi katarak. Individu yang memiliki motivasi intrinsik yang kuat
akan melakukan proses perubahan apabila terjadi
Pengaruh Terapi Suportif Terhadap Motivasi gangguan pada dirinya untuk melakukan
Untuk Melakukan Operasi Katarak pembenahan sehingga sesuai dengan apa yang
Berdasarkan Tabel 5 didapatkan rata-rata diinginkan untuk mendapatkan keadaan yang lebih
motivasi untuk melakukan operasi katarak sebesar - baik [16].
5,733. Hasil uji t dependent diketahui nilai p-value Tujuan dari terapi suportif ini membantu
0,001 (p<0,05) hal tersebut menunjukkan adanya mengatasi masalah dengan begitu akan berfokus
pengaruh pemberian terapi suportif terhadap motivasi pada pasien, dan menolong pasien untuk
untuk melakukan operasi katarak pada pasien katarak menentukan arah [7]. Dalam pemberian terapi
di Wilayah Kerja Puskesmas Tempurejo Kabupaten suportif ini berespon langsung terhadap masalah
Jember. yang sedang dihadapi pasien saat ini yaitu takut ,
Terapi suportif ini terdiri dari tiga prinsip dasar tidak mempunyai biaya, tidak mengetahui
yaitu ekspresi perasaan, dukungan sosial, dan mengenai katarak untuk melakukan operasi katarak
keterampilan manajemen kognitif. Dukungan sosial sehingga pasien dapat menyelesaikan masalah,
dan juga perasaan dapat memberikan dorongan untuk meningkatkan mekanisme koping dalam melakukan
dapat melakukan sesuatu yang suatu tindakan, mencegah adanya komplikasi, dan
ada pada pasien sehingga dapat mengembangkan membantu pasien mengubah pola pikir negatif
sumber pendukung yang baru pada pasien [13]. sehingga pasien mempunyai pemikiran sehat
Ekspresi dan perasaan pasien katarak dapat mengenai pentingnya operasi katarak.
menceritakan apa yang selama ini menjadi kendala
belum melakukan operasi baik dari pengalamanya Simpulan dan Saran
maupun masalah-masalah yang tidak dapat Terdapat pengaruh terapi suportif terhadap
diselesaikan dan juga terapi suportif dapat motivasi melakukan operasi katarak pada pasien
meningkatkan kemampuan adaptasi pasien terhadap katarak. Terapi suportif ini dapat meningkatakan
situasi kehidupan, membangun kekuatan ego, dan motivasi. Perawat dapat melaksanakan intervensi
kemampuan dalam terapi suportif untuk

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.6 (no.1), Januari, 2018 122


Siswoyo, et al. Terapi Suportif Meningkatkan Motivasi untuk Melakukan Operasi Katarak...

melakukan deteksi kendala dan masalah yang dialami Provinsi Sulawesi Utara. Sulawesi Utara.
oleh penderita katarak dan keluarganya sehingga dapat [Internet]. 2014 [cited 2017 July 22].
meningkatkan motivasi pasien untuk menyelesaikan Available from
masalahnya. Pada penelitian selanjutnya diharapkan https://www.scribd.com/document/33709
untuk menerapkan penelitian quasi-eksperimen karena 1451/JURNAL-MEISYE-pdf
dapat mengetahui hasil yang maksimal mengenai 5. Ulandari N. Pengaruh pekerjaan terhadap
motivasi seseorang sebelum dan sesudah diberikan terjadinya katarak pada pasien yang berobat
terapi suportif jika ada kelompok kontrol. di Balai Kesehatan Mata Masyarakat Nusa
Tenggara Barat. [Internet]. 2014 [cited 2017
Daftar Pustaka June 22].
4. Arimbi AT. Faktor-faktor yang berhubungan Available from
dengan katarak degeneratif di RSUD Budhi http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_the
Asih. 2011. Jakarta: Universitas Indonesia; sis/unud-1070-697482586-tesis.pdf
2014 [disitasi 25 Februari 2017]. Available 6. Tana L., Rifa’i L, dan Ghani L. Peranan
from pekerjaan terhadap kejadian katarak pada
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/a masyarakat indonesia. Riset Kesehatan
rticle Dasar 2007; Jakarta. [Internet]. 2009 [cited
Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Jakarta: Balai Penerbit 2017 June 9].
FKUI; 2007 Available from http://ejournal.
WHO. Cataract. 2013. [internet] USA. [cited litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/artic
2017 April 27]. Available from: le/download/2196/1094.Serial online
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/f 7. Stauri S. Pengaruh pendidikan
s213/en kesehatan metode demonstrasi terhadap
Indonesia. KEMENKES RI. Situasi gangguan tingkat pengetahuan dan motivasi
penglihatan dan kebutaan. Pusat Data dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada
Informasi (Infodatin) Kementerian Kesehatan petani desa wringin telu Kecamatan Puger
RI. 2014. [cited 2017 Februari 27]. Available Kabupaten Jember. Jember: Universitas
from https://www.google.co.id/? Jember. [Internet]. 2015 [cited 2017 March
gws_rd=cr,ssl&ei=ToETV9a0NuHEmwX7to 2]. Available from
zgBg#q=infodatin+2014 http://repository.unej.ac.id/handle/
Kabupaten Jember. Dinas Kesehatan Kabupaten 8. Siagian SP. Teori motivasi dan aplikasinya.
Jember. Angka kesakitan katarak Wilayah Jakarta: Rineka Cipta; 2004.
Kerja Puskesmas Se-Kabupaten Jember tahun 9. Swasti KG. Pengaruh terapi suportif
2016. Jember: Dinas Kesehatan Kabupaten terhadap ansietas siswa kelas XII SMAN 1
Jember; 2016. Kutasari dalam menghadapi ujian nasional.
Dewi RM. Contraints and supporting factor to access Tesis: Depok. [Internet]. 2011[cited 2017
free cataract surgery: Universitas Airlangga. March 18]. Available
[Internet]. 2010 [cited 2017 March 2]. from onlinehttp://lib.ui.ac.id/file?
Available from journal.unair.ac.id file=digital/20281671T%20keksi
Tomb DA. Buku saku psikiatri. Jakarta: EGC; 2004 %20Girindra% %20Swasti.pdf .
Erman I. Hubungan umur dan jenis kelamin dengan 10. Budiningtyas DK. Pengaruh terapi suportif
kejadian katarak di Instalasi Rawat Jalan (Poli terhadap intensi melakukan operasi katarak
Mata) Rumah Sakit DR. Sobirin Kabupaten pada pasien katarak di wilayah kerja
Musi Rawas; Politeknik Palembang. [Internet]. Puskesmas Tempurejo Kabupaten Jember.
2014 [cited 2017 Jember: Universitas Jember. [Internet]. 2016
June 9]. Available from [cited 2017
https://www.scribd.com/doc/306966548/jur March 20]. Available from
nal-katarak-pdf http://repository.unej.ac.id/handle/12345
Hanok MS, dkk. Faktor-faktor yang berhubungan 6789/79433 .
dengan kejadian katarak di Balai Kesehatan 11. Rahmadani M. Pengaruh terapi psikoedukasi
Mata Masyarakat (BKMM) terhadap motivasi untuk
operasi katarak pada klien katarak di
wilayah kerja Puskesmas Semboro
Kabupaten Jember. Jember; Universitas
Jember. [Internet] 2016 [cited 25 March
2017]. Available from

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.6 (no.1), Januari, 2018 123


Siswoyo, et al. Terapi Suportif Meningkatkan Motivasi untuk Melakukan Operasi Katarak...

http://repository.unej.ac.id/handle/1234567 EGC; 2005.


89/75746 45. Sunarti N. Tipe kepribadian, tingkat
3 Smeltzer SC & Bare BG. Buku ajar pendidikan, status sosial ekonomi dan ide
keperawatan medikal bedah brunner & bunuh diri [internet]. 2012 [diambil tanggal
suddarth. Jakarta: EGC; 2002. 1 Juni 2016]. dari:
4 Suarli SB. Manajemen keperawatan dengan http://eprints.ums.ac.id/18965/29/Naska
pendekatan praktik. Jakarta: Erlangga; 2009. hPublikasi.pdf
5 Potter PA, Perry AG. Buku ajar fundamental
keperawatan: konsep, proses, dan praktik.
Volume 1 edisi 4. Jakarta:

Anda mungkin juga menyukai