Anda di halaman 1dari 22

TUGAS SISTEM SENSORI PERSEPSI

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

OTITIS MEDIA AKUT (OMA)

Oleh :

A5.A KELOMPOK VII

1) Ni Made Krisna Jayanti (10)


2) I Gede Made Perwiranata (1076)
3) Ni Komang Putri Swantari (1077)
4) I Gede Agus Rama Saputra (1078)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIRA MEDIKA PPNI BALI

2013
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmatNya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Laporan Pendahuluan
dan Asuhan Keperawatan pada Otitis Media Akut (OMA)” ini tepat pada waktunya.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan dan sumber data yang kami peroleh
terbatas maka makalah ini jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini, kami berharap semoga makalah ini ada
manfaatnya bagi kita semua.

Om Santhi Santhi Santhi Om

Denpasar, Maret 2013

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................1

C. Tujuan........................................................................................................................................1

BAB II LAPORAN PENDAHULUAN................................................................................................1

A. Definisi.......................................................................................................................................1

B. Epidemiologi..............................................................................................................................1

C. Etiologi.......................................................................................................................................1

D. Patofisiologi................................................................................................................................1

E. Stadium......................................................................................................................................1

F. Pathway......................................................................................................................................1

G. Gejala Klinis...............................................................................................................................1

H. Diagnosis....................................................................................................................................1

I. Pemeriksaan Fisik......................................................................................................................1

J. Pemeriksaan Diagnostik/penunjang..........................................................................................1

K. Komplikasi.................................................................................................................................1

L. Therapy......................................................................................................................................1

BAB III LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN..............................................................................1

1. Pengkajian..................................................................................................................................1

ii
2. Diagnosa Keperawatan..............................................................................................................1

3. Intervensi...................................................................................................................................1

4. Implementasi..............................................................................................................................1

5. Evaluasi......................................................................................................................................1

BAB IV PENUTUP...............................................................................................................................1

A. Simpulan....................................................................................................................................1

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................1

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Otitis media atau  infeksi telinga tengah banyak dijumpai dimasyarakat, penyakit ini sangat
berkaitan erat dengan infeksi saluran pernapasan atas. Oleh karena itu otitis media banyak
ditemukan pada bayi dan anak. Hal ini disebabkan karena pada kelompok usia tersebut sangat
rentan terhadap infeksi saluran pernapasan atas, sehingga pertahanan tubuh terganggu dan
merupakaan masalah kesehatan yang utama. Karena lebih sering ditemukan pada bayi dan anak-
anak (Soepardi Efiaty Arsyad dan Nurbaiti Iskandar, 2001).
Otitis media akut (OMA) merupakan suatu infeksi akut pada mukosa telinga tengah yang
diikuti dengan pembentukan nanah (mukopus). Otitis media akut paling banyak terjadi karena
penyebaran infeksi lewat tuba  Eustachius (rinogen), karena infeksi saluran pernafasan atas mukosa
tuba Eustachius odem sehingga fungsinya terganggu. Keadaan inilah yang mempermudah
masuknya kuman ke telinga tengah (Rukmini Sri, 2000).
Menurut Lawrence Green (1980) dikutip dalam Bet Smart (1997), faktor yang dapat
menyebabkan timbulnya OMA dibagi menjadi tiga yaitu Faktor predisposisi (predisposing factors)
yakni dalam perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan), persepsi, faktor pendukung (enabling
factors) dalam sosial ekonomi, ketersedian waktu dan faktor pendorong (reinforcing factors) terdiri
dari sikap petugas, peran keluarga, emosi.
Pada pasien OMA apabila tidak mendapat penanganan yang baik akan mengakibatkan
komplikasi. Salah satu komplikasi yang paling berbahaya adalah penjalaran penyakit kearah
intrakranial seperti meningitis, karena dapat menyebabkan kematian. Sedangkan gangguan
pendengaran akibat OMA dapat memberikan kesulitan, misalnya sulit dalam mencari pekerjaan,
kesulitan dalam berkomunikasi dan kesulitan dalam belajar. Oleh karena itu penanganan penyakit
yang dilakukan sedini mengkin akan dapat mencegah terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan
(Rukmini Sri, 2000). Untuk mencegah terjadinya komplikasi di atas perlu mengenal tanda, gejala
kekambuhan dan juga perilaku tentang kebersihan telinga supaya terhindar dari terjadinya
komplikasi.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah laporan pendahuluan pada pasien dengan Otitis Media Akut (OMA)?
2. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan Otitis Media Akut (OMA)?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui laporan pendahuluan pada dengan Otitis Media Akut (OMA).
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan Otitis Media Akut (OMA).

2
BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah
(Kapita selekta kedokteran, 1999).
OMA (Otitis Media Akut) adalah peradangan akut atau seluruh pericilium telinga tengah (Mansjoer,
2001).
OMA adalah infeksi atau inflamasi (peradangan) di telinga tengah.

B. Epidemiologi
Otitis Media Akut (OMA) pada anak-anak sering kali disertai infeksi pada saluran pernapasan atas.
Pada penelitian Zackronik dkk di Arab Saudi tahun 2001 terhadap 112 pasien infeksi saluran
pernapasanatas (ISPA) (6-35 bulan), didapatkan 30% mengalami otitis media akut dan 8% sinusitis.
Epidemiologi seluruh dunia terjadinya Otitis Media berusia 1 tahun sekitar 62% sedangkan anak-anak
berusia 3 tahun sekitar 83% (Zackzouk,2001). Di Amerika Serikat diperkirakan 75% anak mengalami
minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka
mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode
sebelum usia 10 tahun. Insiden OMA tertinggi terjadi pada usia 2 tahun pertama kehidupan dan yang
kedua pada waktu berusia 5 tahun bersamaan dengan anak masuk sekolah (Abidin,2008).
Puncak usia anak mengalami OMA didapatkan pada pertengahan tahun pertama sekolah, di Swedia
mendapatkan 16.611 anak penderita OMA dan didapatkan anak usia 7 tahun dengan prevalensi
terbanyak. Resiko kekambuhan otitis media terjadi pada beberapa factor, antara lain usia <5 tahun,
otitis prone (pasien yang mengalami otitis pertama kali pada usia <6 bulan terakhir), infeksi pernafasan,
perokok, dan laki-laki (Abidin, 2008; Cassellbrent, 2005).

C. Etiologi
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah
yang normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti
obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (eg :

3
sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik (eg: rhinitis alergika). Bakteri yang umum
ditemukan sebagai organisme penyebab adalah Streptococcus peneumoniae, Hemophylus
influenzae, Streptococcus pyogenes, dan Moraxella catarrhalis.

D. Patofisiologi
OMA sering diawali dengan infeksi saluran napas seperti radang tenggorokan / pilek yang
menyebar ke telinga tengah lewat saluran eustachius.
Saat bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran tersebut.
Sehingga terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel
darah putih untuk melawan bakteri.
Sel darah putih akan melawan sel-sel bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri,
sedikitnya terbentuk nanah dalam telinga tengah. Pembengkakan jaringan sekitar sel eustachius
menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran
dapat terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga
dengan organ pendengaran di telinga dalam bergerak bebas. Cairan yang terlalu banyak tersebut,
akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.

E. Stadium
1.Stadium oklusi tuba eustachius
a.Terdapat gambaran retraksi membran timpani
b. Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat
c.Sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus
2.Stadium hiperemis
a.Pembuluh darah tampak lebar dan edema pada membran timpani.
b. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar
terlihat
3. Stadium supurasi
a.Membran timpani menonjol ke arah luar
b. Sel epitel superfisila hancur
c.Terbentuk eksudat purulen di kavum timpani

4
d. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga tambah
hebat
4. Stadium perforasi
a.Membran timpani ruptur
b. Keluar nanah dari telinga tengah
c.Pasien lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak
5. Stadium resolusi
a.Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal kembali
b. Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering
c.Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi rendah dan daya tahan tubuh baik.

F. Pathway
infeksi saluran napas Kurang
Pengetahuan

menyebar ke telinga tengah

bakteri masuk

Nyeri Akut peradangan / infeksi Hipertermi

Pembengkakan

Sel darah putih menyerang

Penumpukan nanah dan lendir Kecemasan

Gangguan pendengaran sementara

Perubahan Sensori Persepsi

5
G. Gejala Klinis
Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien. Biasanya gejala awal
berupa sakit telinga tengah yang berat dan menetap. Biasa tergantung gangguan pendengaran yang
bersifat sementara. Pada anak kecil dan bayi dapat mual, muntah, diare, dan demam sampai
39,50oC, gelisah, susah tidur diare, kejang, memegang telinga yang sakit. Gendang telinga
mengalami peradangan yang menonjol. Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu
berubah menjadi cairan jernih dan akhirnya berupa nanah (jika gendang telinga robek).

H. Diagnosis
1. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan telinga tengah dengan otoskop.
2. Diagnosis OMA harus memenuhi 3 hal berikut :
a. Penyakitnya muncul mendadak (akut).
b. Ditemukannya tanda efusi (pengumpulan cairan) di telinga tengah.
Berikut tanda-tanda terjadi efusi :
1) Menggembungnya gendang telinga.
2) Terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga.
3) Adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga.
c. Adanya tanda-tada gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan adanya
salah satu tanda berikut :
1) Kemerahan pada gendang telinga
2) Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.

I. Pemeriksaan Fisik

Lakukan Inspeksi,palpasi,perkusi dan  di daerah telinga,dengan menggunakan senter ataupun


alat-alat lain nya apakah ada cairan yang keluar dari telinga,bagaimana warna, bau, dan
jumlah.apakah ada tanda-tanda radang.

1. Kaji adanya nyeri pada telinga


2. Leher, Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di daerah leher
3. Dada / thorak

6
4. Jantung
5. Perut / abdomen
6. Genitourinaria
7. Ekstremitas
8. Sistem integumen
9. Sistem neurologi
10. Data pola kebiasaan sehari-hari

J. Pemeriksaan Diagnostik/penunjang
1. Pemeriksaan dengan atoskop (alat untuk memeriksa liang-liang gendang telinga dengan jelas).
2. Melihat ada tidaknya gendang telinga yang menggembung, perubahan   warna gendang telinga
menjadi kemerahan / agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.
3. Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga yang
dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan
udara. Untuk melihat berkurangnya atau tidak ada sama sekali gerakan gendang telinga.
4. Timpanogram : untuk mengukur kesesuaian dan kekuatan membran timpani.
5. Kultur dan uji sensitifitas : dilakukan timpano sintesis (aspirasi jarum dari telinga tengah
melalui membran timpani).

K. Komplikasi
1. Komplikasi yang serius adalah :
a. Infeksi pada tulang sekitar telinga tengah (mastoiditis atau   petrositis).
b. Labirinitis (infeksi pada kanalis semisirkuler).
c. Kumpulan pada wajah.
d. Tuli
Tanda-tanda terjadi komplikasi :
1. Sakit kepala
2. Tuli yang terjadi secara mendadak
3. Vertigo (perasaan berputar)
4. Demam dan menggigil

7
L. Therapy
OMA umurnya adalah penyakit yang sembuh dengan sendirinya dalam 3 hari tanpa antibiotic
(80% OMA). Jika gejala tidak membaik dalam 48-72 jam atau terjadi perburukan gejala, antibiotic
diberikan. American Academic of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi
harus segera di terapi dengan antibiotic sebagai berikut :
Usia Diagnosis Pasti Diagnosis
Meragukan

< 6 Bulan Antibiotik Antibiotik

6 bulan – 2 tahun Antibiotik Antibiotik jika gejala


berat, observasi jika
gejala ringan.

2 tahun Antibiotik jika gejala berat, Observasi


observasi jika gejala ringan.

Gejala ringan            : nyeri telinga ringan dan demam < 39oC dalam 24  jam terakhir.
Gejala berat  : nyeri telinga sedang – berat / demam 39oC.
Diobati dengan antibiotik per-oral, yaitu dengan :
1. Amoxilin, atau penisilin dosis tinggi untuk penderita dewasa.
2. Phenilephrine (dalam obat flu) dapat membuka tuba eustachius.
3. Jika nyeri menetap atau hebat, demam, muntah, atau diare, dan tau jika genang telinga
menonjol. Dilakukan miringotomi.
4. Terapi bergantung stadium penyakit.
a. Stadium Oklusi
1) Untuk membuka kembai tuba eustachius, agar tekanan di telinga tengah hilang.
2) Obat tetes telinga HCl efedrin 0,5% (anak < 12 tahun) atau HCl efedrin 1% dalam
fisiologis (anak > 12 tahun dan dewasa).

8
3) Antibiotik jika penyebabnya kuman.
b. Stadium Presupurasi
1) Diberikan antibiotik, (golongan penisilin / eritromisin) tetes hidung, analgesik.
2) Miringotomi jika, membran timpani sudah terlihat hiperemis difus.
3) Pada anak diberikan ampisilin 4 x 40 mg/ kg BB/ hari, amoxilin 4x40mg/kgBB/hari,
atau eritromisin 4 x 40 mg/kg BB/hari.
c. Stadium peforasi
1) Obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari dan antibiotik adekuat sampai 3 minggu.
d. Stadium Supurasi
Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran
timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan terjadi ruptus.
e. Stadium Resolusi
Bila tidak terjadi perbaikan/ pemulihan/ kesembuhan berikan antibiotik dilanjutkan
sampai 3 minggu.

9
BAB III
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

Data yang muncul saat pengkajian:

a. Sakit telinga/nyeri
b. Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
c. Tinitus
d. Perasaan penuh pada telinga
e. Suara bergema dari suara sendiri
f. Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan
g. Vertigo, pusing, gatal pada telinga
h. Penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
i. Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40o C), demam
j. Kemampuan membaca bibir atau memakai bahasa isyarat
k. Reflek kejut
l. Toleransi terhadap bunyi-bunyian keras
m. Tipe warna 2 jumlah cairan
n. Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning
o. Dengan otoskop tuba eustacius bengkak, merah, suram
p. Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga sebelumnya, alergi.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut yang berhubungan dengan proses inflamasi.


b. Hipertermi yang berhubungan penyakit ditandai dengan peningkatan suhu tubuh.
c. Gangguan sensori persepsi berhubungan dengan perubahan sensori persepsi ditandai dengan
distorsi pendengaran.
d. Cemas berhubungan dengan ketidakseimbangan sensori ditandai dengan keluarnya cairan dari
telinga.

10
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan ditandai dengan mengikuti
intruksi tidak akurat.

3. Intervensi

No Dx. Tujuan dan KH Intervensi Rasional


.
1 Dx. 1 Setelah diberikan - Teliti keluhan nyeri, - Nyeri merupakan
asuhan keperawatan catat intensitasnya pengalaman
diharapkan nyeri (skala), karakteristiknya subyektif dan
yang dirasakan klien harus dijelaskan
berkurang, dengan oleh pasien.
KH: Klien Identifikasi
mengungkapkan karakteristik nyeri
bahwa rasa nyeri dan factor yang
berkurang. Klien berhubungan
mampu melakukan merupakan suatu
metode pengalihan hal yang mat
suasana. penting untuk
memilih intervensi
yang cocok dan
untuk
mengevaluasi
keefektifan dari
terapi yang
diberikan

- Kompres dingin di -Mengurangi nyeri


sekitar area telinga karena rasa nyeri

11
teralihkan oleh rasa
dingin disekitar area
telinga.
-Atur posisi klien

-Posisi yang sesuai


akan membuat klien
merasa lebih nyaman.
-Beri aspirin/analgesik
sesuai instruki, beri
-Analgesik merupakan
sedatif sesuai indikasi
pereda nyeri yang
efektif pada pasien
untuk mengurangi
sensasi nyeri dari
-Ajarkan Klien untuk
dalam.
mengalihkan suasana
-Metode pengalihan
dengan melakukan
suasana dengan
metode relaksasi seperti
melakukan relaksasi
menarik nafas panjang.
bisa mengurangi nyeri
yang diderita klien

2 Dx. 2 Setelah diberikan -Pantau suhu tubuh ; -Suhu 38,9oC –


asuhan keperawatan perhatikan menggigil. 41,1oC menunjukan
diharapkan suhu proses penyakit
tubuh klien dalam infeksius
batas normal, akut.Menggigil sering
dengan KH: Suhu mendahului puncak
tubuh klien 36oC – suhu.
37,5oC
-Pantau suhu lingkungan,
-Suhu ruangan

12
batasi/tambahkan linen
/jumlah selimut harus
tempat tidur sesuai
diubah untuk
indikasi.
mempertahankan suhu
mendekati normal

-Berikan kompres mandi


-Dapat membantu
hangat,hindari
mengurangi
penggunaan alkohol.
demam,catatan :
penggunaan alkohol
mungkin
menyebabkan
kedinginan,peningkata
n suhu secara aktual.

- Berikan antipiretik
- Digunakan untuk
(mis: paracetamol)
mengurangi demam
dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus.
3 Dx.3 Setelah diberikan -Observasi tanda-tanda -Diagnosa dini
asuhan keperawatan awal kehilangan terhadap keadaan
diharapkan persepsi / pendengaran yang lanjut. telinga atau terhadap
sensoris klien masalah-masalah
membaik, dengan pendengaran rusak
KH: secara permanen.
Klien akan
mengalami
peningkatan -Instruksikan klien untuk -Apabila penyebab
persepsi/sensoris menggunakan teknik- pokok ketulian tidak
pendengaran sampai teknik yang aman progresif, maka

13
pada tingkat sehingga dapat mencegah pendengaran yang
fungsional. terjadinya ketulian lebih tersisa sensitif
jauh. terhadap trauma dan
infeksi sehingga harus
dilindungi.

-Instruksikan klien untuk -Penghentian terapi


menghabiskan seluruh antibiotika sebelum
dosis antibiotik yang waktunya dapat
diresepkan (baik itu menyebabkan
antibiotik sistemik organisme sisa
maupun lokal). berkembang biak
sehingga infeksi akan
berlanjut.

-Ajarkan klien untuk -Keefektifan alat


menggunakan dan pendengaran
merawat alat tergantung pada tipe
pendengaran secara tepat. gangguan/ketulian,
pemakaianserta
perawatannya yang
tepat.

4 Dx.4 Setelah diberikan -Pahami rasa takut atau -Perasaan adalah


asuhan keperawatan ansietas klien nyata dan membatu
diharapkan klien pasien untuk terbuka
memahami dan sehingga dapat
mendiskusikan rasa mendiskusikan dan

14
takut, dengan KH: menghadapinya.
klien menunjukkan
relaksasi dan - Kaji tingkat bahaya -Respon individu
melaporkan bagi pasien dan tingkat dapat bervariasi
berkurangnya ansietas dengan tergantung pada pola
ansietas ketingkat mengamati tingkah laku kurtural yang
yang dapat diatasi. seperti tangan yang dipelajari. Persepsi
mencengkram, alis yang yang menyimpang
berkerut dari situasi mungkin
dapat memperbesar
perasaan.

- Observasi isi dan pola -Menyediakan


pembicaraan : cepat atau petunjuk mengenai
lambat, tekanan, kata- faktor-faktor seperti
kata yang digunakan. tingkat ansietas,
kemampuan untuk
memahami kerusakan
otak
5 Dx.5 Setelah diberikan -Tinjau proses penyakit -Memberikan
asuhan keperawatan dan harapan masa depan pengetahuan dasar
diharapkan klien dimana pasien dapat
menunjukan membuat pilihan.
pemahaman akan
-Meningkatkan
proses penyakit dan -Berikan informasi
pemahaman dan
prognosis, dengan mengenai terapi obat –
meningkatkan kerja
KH: Klien mulai obat, interaksi,efek
sama dalam proses
melakukan samping dan pentingnya
penyembuhan dan
perubahan gaya ketaatan pada program.
mengurangi resiko
hidup yang

15
diperlukan. kambuhnya
komplikasi.

-Tinjau perlunya -Membantu


kesehatan pribadi dan mengontrol
kebersihan lingkungan. pemajanan lingkungan
dengan mengurangi
jumlah bakteri
patogen yang ada.

4. Implementasi

Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi.

5. Evaluasi
a. Dx.1 : Rasa nyeri klien berkurang.
b. Dx.2 : Suhu tubuh klien dalam rentang normal (36-37,50C).
c. Dx.3 : Klien mengalami peningkatan persepsi sensori pendengaran.
d. Dx.4 : Rasa cemas klien berkurang.
e. Dx.5 : Klien mempunyai pemahaman akan proses penyakit dan prognosis.

16
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan

Otitis Media Akut (OMA) merupakan suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah. Penyebab utama dari OMA adalah
tersumbatnyasaluran/tuba eustachius yang bisa disebabkan oleh proses peradangan akibatinfeksi
bakteri yang masuk ke dalam tuba eustachius tersebut, kejadian ISPA yang berulang pada anak juga
dapat menjadi faktor penyebab terjadinya OMA pada anak.

Stadium OMA dapat terbagi menjadi lima stadium, antara lain: StadiumHiperemi, Oklusi,
Supurasi, Koalesen, dan Stadium Resolusi. Dimana manifestasi dari OMA juga tergantung pada
letak stadium yang dialami oleh klien. Terapi dari OMA juga berdasar pada stadium yang dialami
klien. Dari perjalanan penyakit OMA, dapat muncul beberapa masalah keperawatan yang dialami
oleh klien, antara lain: gangguan rasa nyaman (nyeri), hipertermi, perubahan sensori persepsi
pendengaran, kecemasan dan kurang pengetahuan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Efiaty Arsyad, S, Nurbaiti Iskandar. 1997. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan,
Edisi III, Jakarta: FKUI.

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta:
EGC.

Doenges E. Marylin dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC.

NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta :
EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

George L, Adams. 1997. BOEIS : Buku ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : EGC.

Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorokan RSUD Dr Soetomo Surabaya

Rukmin, Sri dan Sri Herawati. 1999. Teknik Pemeriksaan THT. Jakarta : EGC.

18

Anda mungkin juga menyukai