Anda di halaman 1dari 73

LAPORAN PRAKTIK KLINIK PROFESI NERS

STASE KEPERAWATAN JIWA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners

Stase Keperawatan Jiwa

OLEH:

JUWITA N. LAHER

211030230223

PEMBIMBING:

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG

TAHUN AJARAN 2021/2022

Jl. Padjajaran Pamulang Barat, Tangerang Selatan-Banten

Telp (021)74716128
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI
I. Kasus (diagnose utama)
Halusinasi
II. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghirupan. Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (damiyanti, 2008)
Halusinasi adalah persepsi yang tampa dijumpai adanya rangsangan
dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang “khayal”, halusinasi
sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang
“teresepsi” (yosep,2010).
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang
dating disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi
terhadap stimulus tersebut (Nanda-I, 2012)

2. Paktor Predisposisi
a. Paktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya control dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap
stress
b. Faktor sosiokultural
Seseorang tang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya
c. Faktor biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang maka dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat
stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter
otak.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
massa depannya
e. Faktor genetic dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
schizofrenia cenderung mengalami schizophrenia.

3. Faktor Presipitasi
a. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku menarik diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak
dapat membedakan keadaan yang nyata dan tidak nyata.
Halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu:
1) Dimensi fisik
Seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga delirium, intoksikasi alcohol dan kesulitan untuk tidur
dalam waktu yang lama.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi, isi
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
3) Dimensi intelektual
Individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego.
4) Dimensi social
Klien mengalami gangguan interaksi social dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam
nyata sangat membahayakan.
5) Dimensi spiritual
Klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas, tidak
bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupa secara
spiritual untuk menyucikan diri, irama sirkandiannya terganggu,
karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat siang.

Jenis halusinasi berdasarkan data objektif dan subjektif

Jenis Data objektif Data subjektif


halusinasi
Dengar/suara Bicara atau tertawa sendiri Mendengar suara-suara atau
Marah-marah tanpa sebab kegaduhan
Mencodongkan telingan Mendengar suara yang mengajak
kearah tetentu bercakap-cakap
Menutup telingan Mendengar suara memerintah
melaukakn sesuatu yang berbahaya
penglihatan Menunujuk-nunjuk kearah Melihat bayangan, sinar, bentuk
tertentu geometris, bentuk kartun, melihat
Ketakutan pada sesuatu hantu atau monster
yang tidak jelas
penghidu Tampak seperti sedang Mencium seperti bau feses, urine,
mencium bau-bauan darah,
Menutup hidung
Pengecapan Sering meludah Merasakan rasa seperti darah, urine
Muntah dan feses
Perabaan Menggaruk-garuk Mengatakan ada serangga
permukaan kulit dipermukaan kulit
Merasa seperti tersengat listrik

4. Tanda dan gejala


a. Bicara sendiri
b. Senyum sendiri
c. Ketawa sendiri
d. Menggerakan bibir tanpa suara
e. Pergerakan mata yng cepat
f. Respon verbal yang lambat
g. Menarik diri dari orang lain
h. Berusaha untuk menghindari orang lain
i. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata
j. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah
k. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
l. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori
m. Sulit berhubungan dengan orang lain
n. Ekspresi muka tegang
o. Mudah tersinggung, jengkel dan marah

III. 1. Pohon masalah

Risiko Perilaku kekerasan (diri sendiri,


orang lain, lingkungan, dan verbal)
Effect

Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

Core Problem

Isolasi sosial

Casua
2. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji

No Masalah Data
Keperawatan
1 Risiko Perilaku Subjekif:
Kekerasan Klien mengatakan benci atau kesal kepada
seseorang, klien suka membentak dan
menyerang orang yang mengusikny,
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan
jiwa lainnya

Objektif:
Mata merah, wajah agak merah. Nada suara
tinggi dan keras, bicara menguasai:
berteriak, menjerit, memukul diri
sendiri/orang lain, ekspresi masah saat
membicarakan orang, pandangan tajam
2 Gangguan persepsi Subjektif :
sensori ; Halusinasi - Klien mengatakan mendengar bunyi
yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata
- Klien mengatakan melihat gambaran
tanpa ada stimulus yang nyata
- Klien merasa makan sesuatu
- Klien merasa ada sesuatu pada
kulitnya
- Klien takut pada suara/bunyi/gambar
yang dilihat dan didengar

Objektif:
- Klien berbicara dan tertawa sendiri
- Klien bersikap seperti
mendengar/melihat sesuatu
- Klien berhenti bicara ditengah
kalimat untuk mendengarkan sesuatu
- disorientasi
3 Isolasi sosial Subjektif:
Sukar didapat jika klien menolak
komunikasi, kadang hanya dijawab dengan
singkat “tiidak”, “ya”

Objektif:
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul,
menyendiri/menghindari orang lain,
berdiam diri dikamar, komunikasi kurang
atau tidak ada (banyak diam), kontak mata
kurang, menolak berhubungan dengan orang
lain, perawatan diri kurang, posisi tidur
seperti janin (menekur)

IV. Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi
2. Isolasi social
3. Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan dan
verbal)
V. Rencana Tindakan keperawatan
Tg No. Diagnosa Perencanaan Intervensi Rasional
l diagnos keperawata Tujuan Kriteria evaluasi
a n pasien

1 Gangguan 1. Klien dapat 1.1 Ekspresi wajah 1.1.1 bina hubungan saling percaya dengan Hubungan
persepsi membina bersahabat, mengungkapkan prinsip komunikasi saling percaya
sensori : hubungan menunjukkan rasa terapeutik: merupakan
halusinasi saling senang, ada kontak dasar untuk
percaya mata, mau berjabat a. sapa klien dengan ramah baik kelancaran
tangan, mau verbal maupun non verbal hubungan
menyebutkan nama, b. perkenalkan diri dengan sopan interaksi
mau menjawab salam, c. tanyakan nama lengkap klien dan selanjutnya
klien mau duduk nama panggilam yang disukao
berdampingan dengan d. jelaskan tujuan pertemuan
perawat, mau e. jujur dan menempati janji
mengutarakan f. tunjukkan sikap empati dan
masalah yang menerima klien apa adanya
dihadapi g. beri perhatian pada klien dan
2. Klien dapat perhatikan kebutuhan dasar klien
mengenali
halusinasiny 2.1 klien dapat 2.1.1 adakah kontak sering dan singkat Kontak sering
a menyebutkan waktu, secara bertahap tapi singkat
isi, frekuensi selain
timbulnya halusinasi membina
2.2 klien dapat hubungan
mengungkapkan 2.1.2 observasi tingkah laku klien terkait saling percaya,
perasaan terhadap dengan halusinasinya; bicara dan tertawa juga dapat
halusinasi tanpa stimulus, memandang ke kiri atau ke memutuskan
kanan atau ke depan seolah-lah ada teman halusinasi
bicara

2.1.3 bantu klien mengenali halusinasinya.


a. Jika menemukan yang sedang
halusinasi, tanyakan apakah ada Mengenal
suara yang didengar halusinasi
b. Jika klien menjawab ada, lanjutkan memungkinkan
apa yang dilakukan klien untuk
c. Katakana bahwa perawat percaya menghindarkan
klien mendengar suara itu, namun faktor pencetus
perawat sendiri tidak timbulnya
mendengarnya (dengan nada halusinasi
bersahabat tanpa menuduh atau
menghakimi)
d. Katakana bahwa klien ada juga yg
seperti klien

2.1.4 diskusikan dengan klien


a. Situasi yang menimbulkan atau
tidak menimbulkan halusinasi Dengan
b. Waktu dan frekuensi terjadinya mengetahui
halusinasi (pagi,siang,sore dan waktu, isi, dan
3. Klien dapat 3.1 klien dapat malam atau jika sendiri, jengkel frekuensi
mengontrol
halusinasiny menyebutka atau sedih) munculnya
a n Tindakan halusinasi
yang biasa 2.1.5 diskusikan dengan klien apa yang mempermudah
dilakukan dirasakan jika terjadi halusinasi (marah Tindakan
untuk atau takut, sedih, senang) beri kesempatan keperawatan
mengendalik mengungkapkan perasaannya yang akan
an dilakukan
halusinasiny 3.3.1 identifikasi Bersama klien
a cara tindakan yang Untuk
dilakukan jika terjadi mengidentifika
3.2 klien dapat halusinasi (tidur,marah, si pengaruh
menyebutka menyibukan diri dll) halusinasi klien
n cara baru
3.3.2 diskusikan manfaat cara Reinforcement
3.3 klien dapat yang dilakukan klien, jika positif akan
memilih cara bermanfaat beri pujian meningkatkan
mengatasi harga diri klien
halusinasi
seperti yang 3.3.3 diskusikan cara baru untuk Memberikan
telah memutus atau mengontrol alternatif
didiskusikan halusinasi pilihan bagi
dengan klien a. katakan “saya tidak mau klien untuk
dengar kamu” (pada mengontrol
saat halusinasi terjadi) halusinasi
b. menemui orang
lain(perawat/teman/ang
gota keluarga ) untuk
bercakap-cakap atau
mengatakan halusinasi
yang terdengar)
c. membuat jadwal
kegiatan sehari-hari agar
halusinasi tidak muncull
d. minta
keluarga/teman/perawat
jika Nampak bicara
sendiri

3.1.4 bantu klien memilih dan melatih cara Memotivasi


memutus halusinasi secara bertahap dapat
meningkatkan
4. Klien dapat kegiatan klien
dukungan untuk mencoba
dari keluarga memilih salah
dalam satu cara
mengontrol 4.1 klien dapat
membina mengendalikan
halusinasi halusinasi dan
hubungan saling
percaya dengan 4.1.1 anjurkan klien untuk memberi tahu dapat
perawat keluarga jika mengalami halusinasi meningkatkan
harga diri klien
4.2 keluarga dapat
menyebutkan Untuk
pengertian, tanda mendapatkan
dan kegiatan 4.1.2 diskusikan dengan keluarga (pada bantuan
untuk keluarga
saat berkunjung/kunjungan rumah) mengontrol
mengendalikan a. gejala halusinasi yang dialami klien
halusinasi halusinasi
b. cara yang dapat dilakukan klien
dan keluarga untuk memutus Dengan
halusinasi menyebutkan
c. cara merawat anggota keluarga dosis,
untuk memutus halusinasi di frekuensi dan
rumah, beri kegiatan, jangan manfaat obat
biarkan sendiri, makan bersama,
5. Klien dapat bepergian Bersama
memanfaatk d. beri informasi waktu follow up atau
an obat kapan perlu mendapat banuan:
dengan baik halusinasi terkontrol dan resiko
5.1 klien dan keluarga mencederai orang lain
dapat menyebutkan
manfaat, dosis dan efek
samping obat 5.1.1 diskusikan dengan klien dan keluarga
tentang dosis, manfaat, ftekuensi obat
5.2 klien dapat Dengan
mendemonstrasikan menyebutkan
penggunaan obat secara dosis,
benar V.1.2 anjurkan klien minta sendiri obat frekuensi dan
pada perawat dan merasakan manfaat obat.
manfaatnya Diharapkan
klien
5.3 klien dapat informasi menjelaskan
tentang efek samping obta program
V.1.3 anjurkan klien bicara dengan dokter pengobtan.
tentang manfaat dan efek samping Menilai
obat yang dirasakan kemampuan
klien dalam
pengobatannya
sendiri.
5.4 klien dapat Dengan
memahami akibat mengetahui
berhenti minum obat efek samping
V.1.4 diskusikan akibat berhenti minum
obat klien akan
obat tanpa konsultasi
tahu apa yang
5.5 klien dapat harus
menyebutkan prinsip 5 dilakukan
benar minum obat
5.1.5 bantu klien menggunakan obat setelah minum
dengan prinsip benar obat

Program
pengobatan
dapat berjalan
sesuai rencana

Dengan
mengetahui
prinsif
penggunaan
obat, maka
kemandirian
klien dapat
ditingkatkan
secara bertahap
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti M, Iskandar. 2012. Asuhan Keperawtan Jiwa. Refika Aditama


http://eprints.poltekkesjigja.ac.id diakses pada tanggal 10 juni 2021
LAPORAN PENDAHULUAN PERUBAHAN PROSES PIKIR: WAHAM
I. Kasus ( Diagnosa Utama)
Perubahan Proses Pikir: Waham
II. Proses Terjadinya Masalah
a. Definisi
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-
menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya klien (Aziz R, 2003).
b. Faktor Predisposisi
1. Biologis
Pola keterlibatan keluarga relative kuat yang muncul di kaitkan dengan
delusi atau waham. Dimana individu dari anggota keluarga yang di
manifestasikan dengan gangguan ini berada pada resiko lebih tinggi untuk
mengalaminya di bandingkan dengan populasi umum.Studi pada manusia
kembar juga menunjukan bahwa ada keterlibatan factor.
2. Teori Psikososial
a) System Keluarga
Perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi
keluarga.Konflik diantara suami istri mempengaruhi anak. Bayaknya
masalah dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan anak dimana
anak tidak mampu memenuhi tugas perkembangan dimasa dewasanya.
Beberapa ahli teori menyakini bahwa individu paranoid memiliki orang
tua yang dingin, perfeksionis, sering menimbulkan kemarahan,perasaan
mementingkan diri sendiri yang berlebihan dan tidak percaya pada
individu. Klien menjadi orang dewasa yang rentan karena pengalaman
awal ini.
3. Teori Interpersonal
Dikemukakan oleh Priasmoro (2018) di mana orang yang mengalami
psikosis akan menghasilkan suatu hubungan orang tua-anak yang penuh
dengan ansietas tinggi.Hal ini jika di pertahankan maka konsep diri anak akan
mengalami ambivalen.
4. Psikodinamika
Perkembangan emosi terhambat karena kurangnya rangsangan atau
perhatian ibu,dengan ini seorang bayi mengalami penyimpangan rasa aman
dan gagal untuk membangun rasa percayanya sehingga menyebabkan
munculnya ego yang rapuh karena kerusakan harga diri yang parah,perasaan
kehilangan kendali,takut dan ansietas berat.Sikap curiga kepada seseorang di
manifestasikan dan dapat berlanjut di sepanjang kehidupan. Proyeksi
merupakan mekanisme koping paling umum yang di gunakan sebagai
pertahanan melawan perasaan
c. Faktor Presipitasi
1. Biologi
Stress biologi yang berhubungan dengan respon neurologik yang maladaptif
termasuk:
a) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses
informasi
b) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
rangsangan.
2. Stres lingkungan
Stres biologi menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi
dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang yang sering menunjukkan
episode baru suatu penyakit. Pemicu yang biasa terdapat pada respon
neurobiologik yang maladaptif berhubungan dengan kesehatan. Lingkungan,
sikap dan perilaku individu (Direja, 2011)
d. Tanda Dan Gejala
Menurut Herman (2011 dalam Prakasa, 2020) bahwa tanda dan gejala gangguan
proses pikir waham terbagi menjadi 8 gejala yaitu, menolak makan, perawatan
diri, emosi, gerakan tidak terkontrol, pembicaraan tidak sesuai, menghindar,
mendominasi pembicaraan, berbicara kasar.
1. Waham Kebesaran
a. DS :
Klien mengatakan bahwa ia adalah presiden, Nabi, Wali, artis dan
lainnya yang tidak sesuai dengan kenyataan dirinya.
b. DO :
1) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya
2) Inkoheren ( gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti
3) Klien mudah marah
4) Klien mudah tersinggung
2. Waham Curiga
a. DS :
1) Klien curiga dan waspada berlebih pada orang tertentu
2) Klien mengatakan merasa diintai dan akan membahayakan dirinya.
b. DO :
1) Klien tampak waspada
2) Klien tampak menarik diri
3) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya
4) Inkoheren ( gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti )
3. Waham Agama
a. DS :
Klien yakin terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang-
ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
b. DO :
1) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya
2) Klien tampak bingung karena harus melakukan isi wahamnya
3) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti)
4. Waham Somatik
a. DS :
1) Klien mengatakan merasa yakin menderita penyakit fisik
2) Klien mengatakan merasa khawatir sampai panik
b. DO :
1) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya
2) Inkoheren ( gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti )
3) Klien tampak bingung
4) Klien mengalami perubahan pola tidur
5) Klien kehilangan selera makan
5. Waham Nihilistik
a. DS :
Klien mengatakan bahwa dirinya sudah meninggal dunia, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
b. DO :
1) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya
2) Inkoheren ( gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti )
3) Klien tampak bingung
4) Klien mengalami perubahan pola tidur
5) Klien kehilangan selera makan
6. Waham Bizzare
a. Sisip Pikir :
1) DS :
a) Klien mengatakan ada ide pikir orang lain yang disisipkan dalam
pikirannya yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai
dengan kenyataan.
b) Klien mengatakan tidak dapat mengambil keputusan
2) DO :
a) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya
b) Klien tampak bingung
c) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti)
d) Klien mengalami perubahan pola tidur
b. Siar Pikir
1) DS :
a) Klien mengatakan bahwa orang lain mengetahui apa yang dia
pikirkan yang dinyatakan secara berulang dan tidak sesuai dengan
kenyataan.
b) Klien mengatakan merasa khawatir sampai panic
c) Klien tidak mampu mengambil keputusan
2) DO :
a) Klien tampak bingung
b) Perilaku klien tampak seperti isi wahamnya
c) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti)
d) Klien tampak waspada
e) Klien kehilangan selera makan
c. Kontrol Pikir
1) DS :
a) Klien mengatakan pikirannya dikontrol dari luar
b) Klien tidak mampu mengambil keputusan
2) DO :
a) Klien tampak bingung
b) Klien tampak menarik diri
c) Klien mudah tersinggung
d) Klien mudah marah
e) Klien tampak tidak bisa mengontrol diri sendiri
f) Klien mengalami perubahan pola tidur
g) Inkoheren (gagasan satu dengan yang lain tidak logis, tidak
berhubungan, secara keseluruhan tidak dapat dimengerti)
III.
a. Pohon Masalah
Pohon Masalah Waham

Kerusakan Komunikasi Resiko Tinggi Mencederai Diri


Sendiri Orang Lain Dan Lingkungan

Perubahan Isi Pikir : Waham

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah


Gambar Pohon Masalah Perubahan Proses Pikir : Waham (Nita Fitria, 2010: 80)

b. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji


Masalah Keperawatan Data Yang Perlu Dikaji
Perubahan Isi Pikir : Waham DS :
Klien mengungkapkan sesuatu yang
diyakininya ( tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan
dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan.

DO :
Klien tampak tidak mempunyai orang
lain, curiga, bermusuhan, merusak
(diri, orang lain, lingkungan), takut,
kadang panik, sangat waspada, tidak
tepat menilai lingkungan / realitas,
ekspresi wajah klien tegang, mudah
tersinggung.

IV. Diagnosis Keperawatan


Diagnosa Deskripsi Data Mayor Data Minor
Keperawatan
Perubahan Gangguan DS : DS :
Proses Pikir: proses pikir  Merasa  Merasa
Waham yang ditandai curiga orang lain
dengan  Merasa menjauh
keyakinan Cemburu  Merasa
tentang diri  Merasa tidak ada
dan diancam/digu yang mau
lingkungan na-guna Mengerti
yang  Merasa DO :
menyimpang sebagai  Marah-
dipertahankan orang hebat marah
secara kuat  Merasa karena
memiliki alasan
kekuatan luar spele
biasa  Menyendir
 Merasa i
sakit/rusak
organ
tubuh
 Merasa sudah
mati
DO :
 Marah-marah
tanpa sebab
 Banyak kata
(longorrhoe)
 Menyendiri
 Sirkumstansi
a
 Inkoheren

Diagnose keperawatan klien dengan waham berdasarkan pohon masalah :


a. Kerusakan komunikasi verbal
b. Gangguan proses pikir : waham
c. Harga diri rendah kronik

V. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa Rencana Keperawatan
No Keperawata Tujuan
Tindakan Keperawatan
n (Umum dan Khusu)
Perubahan 1. Klien dapat membina 1) Bina hubungan saling percaya
Proses Pikir: hubungan saling dengan klien ; beri salam terapeutik
Waham percaya (panggil nama klien), sebutkan
nama perawat,jelaskan tujuan
interaksi,ciptakan lingkungan yang
tenang,buat kontrak yang jelas
(topic yang dibicarakan,waktu,dan
tempat)
2) Jangan membantah dan mendukung
waham klien
- Katakana perawat menerima
keyakinan klien : “saya
menerima keyakinan anda”
diserati ekpresi menerima
- Katakana perawat tidak
mendukung “sukar bagi saya
untuk mempercayainya” disertai
ekspresi ragu dan empati
- Tidak membicarakan waham
klien
3) Yakinkan klien berada dalam
keadaan aman dan terlindungi
- Anda berada ditempat aman,
kami akan menerima anda
- Gunkan keterbukaan dan
kejujuran
- Jangan tinggalkan klien
sendirian
4) Observasi apakah waham klien
menggangu aktivitas sehari-haridan
perawatan diri
2. Klien dapat 1) Beri pujian pada penampilan dan
mengindentifikasikan kemmapuan klien yang realisis
kemampuan yang 2) Diskusikan dengan klien
dimiliki kekmampuan yang dimiliki pada
waktu lalu dan saat ini yang
realistis (hati-hatiterlibat diskusi
dengan waham)
3) Tanyakan apa yang biasa klien
lakukan (kaitkan denmgan aktivitas
sehari-hari dan perawatan diri)
kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini
4) Jika klien selalu berbicara tentang
wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada.
Perawat perlu memperlihatkan
bahwa klien penting
3. Klien dapat 1) Observasi kebutuhan klien sehari-
mengidentifikasi hari
kebutuhan yang tidak 2) Diskusiakn kebutuhan klien yang
terpenuhi tidak terpenuhi baik selama
dirumah maupun dirumah sakit
(rasa takut,ansietas,marah)
3) Hubungan kebutuhan yang tidak
terpenuhi dan timbulnya waham
4) Tingkatkan aktivitas yang dapat
memenuhi kebutuhan kliendan
memerlukan waktu dan tenaga
(aktivitas dapat dipilihbersama
klien, jika mumhkin buat jadwal)
5) Atur situasi agar klien mempunyai
waktu untuk menggunakan
wahamnya
4. Klien dapat 1) Berbicara dengan klien dalam
berhubungan dengan konteks realitas (realita diri, realitas
realistis orang lain,realitas tempat, dan
realitas waktu)
2) Sertakan klien dalam terapi
aktivitas kelompok ; orientasi
realitas
3) Berikan pujian pada tiap kegiatan
positif yang dilkaukan klien
5. Klien dapat 1) Diskusikan dengan keluarga
mendapat dukungan tentang :
keluarga - Gejala waham
- Cara meraeatnya
- Lingkungan keluarga
- Follow-up obat
2) Anjukan keluarga melaksanakan
point 5 dengan bantuan perawat
6. Klien dapat 1) Diskusikan dengan klien dan
menggunakan obat keluarga tentang
dengan benar obat,dosis,frekuensi, dan efek
samping akibat penghentian
2) Diskusikan perasaan klien setelah
makan obat
3) Berikan obat dengan prinsip 5
(lima) benar
DAFTAR PUSTAKA
[1] D. Mukhripah and I. , Asuhan Keperawatan Jiwa, Bandung: PT Refika Aditama, 2012.

[2] [Online]. Available:


https://www.academia.edu/9554704/LAPORAN_PENDAHULUAN_WAHAM.
[Accessed 10 Juni 2021].

LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL


I. Kasus (Diagnosa Utama):
Isolasi Sosial
II. Proses terjadinya masalah :
a. Definisi :
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya
(Damayanti, 2008). Isolasi sosial juga merupakan kespian yang dialami oleh
individu dan dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai
pernyataan negatif atau ancaman (Nanda-I, 2012). Sedangkan menurut Yosep, I &
Sutini, T., (2014), isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi
dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan, klien
mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang
dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup
berbagi pengalaman.

b. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah
1) Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat
dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga
adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang,
perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi akan memberikan
rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri
Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga
pada orang lain maupun ling kungan di kemudian hari. Komunikasi yang
hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak merasa
diperlakukan sebagai objek.
2) Faktor Biologis
jiwa Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota
keluarganya ada yang menderita skizofrenia.
3) Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
"karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga seperti
anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial. Kelainan pada
struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penuri nam berat dan
volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan
skizofrenia.

c. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:
1) Stresor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan.
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah
dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kese pian
karena ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau dipenjara Semua ini
dapat menimbulkan isolasi sosial.
2) Stresor Biokimia
a) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan meso
limbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
b) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan
MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka
menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizo
frenia.
c) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada
klienskizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan
karena dihambat

d. Tanda Gejala
Menurut Mustika Sari (2002) dalam asuhan keperawatan jiwa (2014: 80), tanda
dan gejala klien dengan isolasi sosial, yaitu:
1) Kurang spontan
2) Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
3) Ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih)
4) Afek tumpul
5) tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri
6) Komunikasi verbal menurun atau tidak ada.Klien tidak bercakap-cakap
7) dengan klien lain atau perawat
8) Mengisolasi (menyendiri)
9) Klien tampak memisahkan diri dari orang lain
10) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar
11) Pemasukan makanan dan minuman terganggu
12) Retensi urine dan feses
13) Aktivitas menurun atau kurang energi
14) Harga diri rendah
15) Menolak hubungan dengan orang lain
III. Pohon Masalah

Resiko Gangguan Persepsi Sensori


Halusinasi

Effect

Isolasi Sosial
Core Problem

Harga diri Rendah


Kronik
Causa

IV. Masalah keperawatan

Masalah Data
Resiko Gangguan Persepsi Sensori DS : mengatakan mendengar suara
Halusinasi bisikan, mengatakan melihat bayangan,
mengatakan mencium bau-bauan,
mengatakan mengecap suatu rasa pada
mulut, bibir dan lidah, mengatakan ada
sesuatu yang menyentuh/ meraba
DO ; bicara sendiri, tertawa sendiri,
marah tanpa sebab (pada halunasi yang
isinya mengganggu), mondar
mandir/tidak bisa tenang, tampak
menyendiri
Isolasi sosial DS : mengatakan malas berinteraksi,
mengatakan orang lain tidak mau
menerima dirinya
DO : menyendiri dalam ruangan
Tidak bisa memulai pembicaraan
Tidak mau berkomunikasi dengan orang
lain, tidak melakukan kontak mata
Harga Diri Rendah Kronik DS : mengeluh hidup tidak bermakna,
tidak memiliki kelebihan apapun,
mengeluh tidak berguna, mengeluh tidak
bisa apa apa, merasa jelek, merasa orang
lain tidak selevel
DO : kontak mata kurang, dan tidak
berinisiatif berinteraksi dengan orang
lain.
V. Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi Sosial
b. Harga diri Rendah Kronik
c. Resiko gangguan persepsi sensori halusinasi
VI. Rencana Keperawatan Isolasi Sosial

No Diagnosa Perencanaan
Tgl Intervensi
Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
1 Isolasi Sosial 1. Klien dapat 1. Ekspresi wajah 1.1. Bina hubungan saling percaya
membina bersahabat dengan mengungkapkan prinsip
hubungan saling 2. menunjukan rasa komunikasi terapeutik
percaya senang, a. Sapa klien dengan ramah
3. ada kontak mata, b. Perkenalkan diri dengan
4. mau berjabat tangan, sopan
5. mau menjawab salam, c. Tanyakan nama klien dan
6. klien duduk nama panggilan yang disukai
berdampingan dengan d. Jelaskan tujuan pertemuan
perawat, e. Jujur dan menepati janji
7. mau mengutarakan f. Tunjukan sifat empati dari
masalah yang dihadapi menerima klien apa adanya
g. Beri perhatian kepada klien
dan perhatikan kebutuhan
dasar klien
2. Klien dapat 1. Klien dapat 2.1. kaji pengetahuan klien tentnag
menyebutkan menyebutkan perilaku menarik diri dan tanda-
penyebab menarik penyebab menarik diri tandanya.
diri yang berasal dari : 2.2. Beri kesempatan kepada klien
- Diri sendiri untuk mengungkapkan perasaan
- Orang lain penyebab menarik diri.
- lingkungan 2.3. Diskusikan bersama klien
tentang perilaku menarik diri tanda-
tanda serta penyebab yang muncul
2.4. Berikan pujian terhadap
kemampuan klien dalam
menggunakan perasaannya.
3. Klien dapat 1. Klien dapat 3.1. Kaji pengetahuan klien tentang
menyebutkan menyebutkan manfaat dan keuntungan dan
keuntungan keuntungan kerugian berhubungan dengan orang
berhubungan berhubungan dengan lain
dengan orang lain orang lain 3.2. Beri kesempatan dengan klien
dan kerugian tidak 2. Klien dapat untuk mengungkapkan perasaan
berhubungan menyebutkan kerugian tentang keuntungan dan kerugian
dengna orang lain tidak berhubungan berhubungan dengan orang lain
dengan orang lain 3.3. Diskusikan bersama klien
tentang keuntungan dan kerugian
berhubungan dengan orang lain
3.4. Beri reinforcement positif
terhadap kemampuan pengungkapan
perasaan tentang keuntungan dan
kerugian berhubungan dengan orang
lain.
4. Klien dapat 1. Klien dapat 4.1. Kaji kemapuan klien membina
melaksanakan mendemontrasikan hubungan dengan orang lain
hubungan sosial hubungan sosial secara 4.2. Dorong dan bantu klien utnuk
secara bertahap bertahap, antara berhubungan dengan orang lain
K-P melalui tahap
K-P-K K-P
K-P-Kel K-P-P lain
K-P-Klp K-P-P lain- K lain
K-P-Kel/Klp/Masy.
4.3. Beri reinforcement terhadap
keberhasilan yang telah dicapai
4.4. Bantu klien untuk mengevaluasi
manfaat yang berhubungan
4.5. Diskusikan jadwal harian yang
dapat dilakukan bersama klien untuk
mengisi waktu luang
4.6. Motivasi klien untuk mengikuti
kegiatan ruangan
4.7. Beri reinforcement atas kegiatan
kliendalam ruangan

5. klien dpaat 1. klien dapat 6.1. dorong klien untuk


mengungkapkan mengungkan mengungkapkan perasaannnya bila
perasaan setelah perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
berhubungan berbhubungan dengan 6.2. Diskusikan dengan klien tentnag
dengan orang lain orang lain perasaan manfaat berhubungan
- diri sendiri dengan orang lain
- orang lain 6.3. Beri reinforcement positif atas
kemampuan klien mengungkapkan
klien manfaat berhubungan dengan
orang lain
1. klien dapat 1. Keluarga dapat 6.1. Bisa berhubungan saling percaya
memberdayakan menjelaskan dengan keluarga :
sistem pendukung perasaannya - Salam memperkenalkan diri
atau keluarga mampu 2. Menjelaskan cara - Sampaikan tujuan
mengembangkan merawat klien menarik - Buat kontrak
kemampuan klien diri - Eksplorasi perasaan keluarga
untuk berhubungan 3. Mendemonstrasikan 6.2. Diskusikan dengan anggota
dengan orang lain cara perawatan klien keluarga tentang :
menarik diri - Perilaku meanrik diri
4. Berpartisipasi dalam - Penyebab perilaku menarik diri
perawatan klien - Akibat yang akan terjadi jika
menarik diri perilaku menarik diri tidak
ditanggapi
- Cara keluarga menghadapi klien
menarik diri
6.3. Dorong anggota keluarga untuk
memberikan dukungan kepada klien
untuk berkomunikasi dengan orang
lain
6.4. Anjurkan anggota keluarga
secara rutin dan bergantian
menjenguk klien satu minggu sekali
6.5. Beri reinforcement atas hal-hal
yang telah dicapai oleh keluarga
DAFTAR PUSTAKA
[1] Damayanti, Mukhripah & Iskandar, Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
ADITAMA, 2014.

[2] Yosep, Iyus & Sutini, Titin, Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika ADITAMA,
2014.
LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH

I. Kasus (diagnosa utama)

Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah


II. Proses terjadinya masalah :
a. Definisi :
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri
sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri,
merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri. (
Yosep,2009)
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri sendiri
atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak
langsung diekspresikan. ( Towsend,2008)
Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. ( Keliat
BA,2006)

b. Faktor Predisposisi :

1. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,


harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.
2. Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotipe peran
gender, tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya
3. Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan
orangtua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial.
(Stuart & Sundeen, 2006)

c. Faktor Presipitasi :
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah
kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh,kegagalan atau
produktivitas yang menurun. Secara umum, gangguan konsep diri harga diri
rendah ini dapat terjadi secara emosional atau kronik. Secara situasional
karena trauma yang muncul secara tiba tiba, misalnya harus
dioperasi,kecelakaan,perkosaan atau dipenjara, termasuk dirawat dirumah
sakit bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena penyakit fisik
atau pemasangan alat bantu yang membuat klien sebelum sakit atau sebelum
dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan meningkat saat dirawat.(
Yosep,2009)
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping individu
yang tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya
system pendukung kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik
yang negatif, disfungsi system keluarga serta terfiksasi pada tahap
perkembangan awal.(Townsend,2008)

d. Tanda dan Gejala :


1. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus dioperasi,
kecelakaan,dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja. Pada
pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena prifasi yang
kurang diperhatikan. Pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan
alat yang tidak sopan, harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh
yang tidak tercapai karena dirawat/penyakit, perlakuan petugas yang tidak
menghargai. (Makhripah D & Iskandar, 2012)
2. Kronik
Yaitu perasaan negativ terhadap diri telah berlangsung lama,yaitu
sebelum sakit/dirawat. Pasien mempunyai cara berfikir yang negativ.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negativ terhadap
dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptive, kondisi ini
dapat ditemukan pada pasien gangguan fisik yang kronis atau pada pasien
gangguan jiwa. (Makhripah D & Iskandar, 2012)

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi diri Konsep diri Harga diri Keracunan Depersona


rendah identitas lisasi
3. Rentang Respon
a. Respon adaptif
kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.
1. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri
yang positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang
sukses dan dapat diterima
2. Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai
pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri dan
menyadari hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya.

b. Respon Maladaptif
Respon yang diberikan individu ketika dia tidak mampu lagi
menyelesaikan masalah yang dihadapi.
1. Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk
menilai dirinya yang negatif dan merasa lebih rendah dari
orang lain
2. Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas
sehingga tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan
3. Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri
yaitu mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu
berhubungan dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa
percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan
orang lain
III.
a. Pohon Masalah

Isolasi Sosial
effect

Harga Diri Rendah Kronik


Core Problem

Koping Individu Tidak Efektif


Causa

Gambar : Mukhripah D& Iskandar (2012)

b. Masalah Keperawatan dan Data Yang Harus Dikaji

Masalah Keperawatan Data Yang Harus Dikaji

Harga Diri Rendah (HDR) DS :


Klien mengatakan: saya tidak mampu,
tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.

DO :
Klien tampak lebih suka sendiri,
bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin
mengakhiri hidup
Format pengkajian pasien harga diri
rendah:
a. Keluhan utama:
b. Pengalaman masa lalu yang
tidak menyenangkan:
c. Konsep diri:
1. Gambaran diri
2. Ideal diri
3. Harga diri
4. Identitas
5. Peran

IV. Diagnosa Keperawatan


a. Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah
b. Gangguan konsep diri: Harga diri rendah berhubungan dengan koping
individu inefektif
V. Rencana Tindakan Keperawatan

Tgl No Dx Perencanaan
Dx keperawat
an Tujuan Kreteria Evaluasi Intervensi

Gangguan 1. Klien dapat 1.      Klien 1.   Membina hubungan


konsep membina menunjukan saling percaya
diri: harga hubungan ekspresi wajah dengan
diri rendah saling percaya bersahabat, menggunakan
dengan menunjukan prinsip komunikasi
perawat rasa senang, terapeutik :
ada kontak
mata, mau  Sapa klien
berjabat dengan ramah
tangan, mau baik verbal
menyebutkan maupun non
nama, mau verbal.
menjawab  Perkenalkan diri
salam, klien dengan sopan.
mau duduk  Tanyakan nama
berdampingan lengkap dan
dengan nama panggilan
perawat, mau yang disukai
mengutarakan klien.
masalah yang  Jelaskan tujuan
dihadapi pertemuan
 Jujur dan
menepati janji
 Tunjukan sikap
empati dan
menerima klien
apa adanya.
 Beri perhatian
dan perhatikan
kebutuhan dasar
klien.

2. Klien dapat 2.      Klien 1. Diskusikan dengan


mengdentifika menyebutkan: klien tentang:
si aspek positif  Aspek positif
dan -          Aspek
yang dimiliki
kemampuan positif dan
klien, keluarga,
yang dimiliki kemampuan
lingkungan.
yang dimiliki
 Kemampuan
klien
yang dimiliki
-          Aspek klien.
positif 2. Bersama klien buat
keluarga daftar tentang:
1. Aspek positif
-          Aspek klien, keluarga,
positif lingkungan
lingkungan 2. Kemampuan
klien yang dimiliki
klien
3. Beri pujian yang
realistis, hindarkan
memberi penilaian
negatif.

3. Klien dapat 3.0  Klien mampu 4. Diskusikan dengan


menilai menyebutkan klien kemampuan
kemampuan kemampuan yang dapat
yang dimiliki yang dapat dilaksanakan
untuk dilaksanakan. 5. Diskusikan
dilaksanakan kemampuan yang
dapat dilanjutkan
pelaksanaanya.

4. Klien dapat 4.0  Klien mampu 1. Rencanakan


merencanakan membuat bersama klien
kegiatan rencana aktivitas yang dapat
sesuai dengan kegiatan dilakukan klien
kemampuan harian sesuai dengan
yang dimiliki kemampuan klien:
3. Kegiatan
mandiri
4. Kegiatan
dengan bantuan
2. Tingkatkan kegiatan
sesuai kondisi klien.
3. Beri contoh cara
pelaksanaan
kegiatan yang dapat
klien lakukan.

5. Klien dapat 5.0  Klien dapat 1. Anjurkan klien


melakukan melakukan untuk melaksanakan
kegiatan kegiatan kegiatan yang telah
sesuai rencana sesuai jadwal direncanakan.
yang dibuat. yang dibuat. 2. Pantau kegiatan
yang dilaksanakan
klien.
3. Beri pujian atas
usaha yang
dilakukan klien.
4. Diskusikan
kemungkinan
pelaksanaan
kegiatan setelah
pulang

6. Klien dapat 6.0  Klien mampu 1. Beri pendidikan


memanfaatkan memanfaatkan kesehatan
sistem sistem kepada keluarga
pendukung pendukung tentang cara
yang ada yang ada merawar klien
dikeluarga dengan harga
diri rendah.
2. Bantu keluarga
memberikan
dukungan
selama klien
dirawat.
3. Bantu klien
menyiapkan
lingkungan
dirumah.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika. Iskandar,


M. D. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Keliat. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa : edisi 2. Jakarta: EGC.

Keliat, C. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Yogyakarta: EGC.


Prabowo, E.(2014). Konsep&Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA.
Yogyakarta : Nuhamedika.

Sundeen, S. &. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Sari, Kartika. (2015).Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta:


CV.Trans Info Media
LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO BUNUH DIRI

VII. Kasus (Diagnosa Utama):


Resiko Bunuh Diri

VIII. Proses terjadinya masalah :


e. Definisi :
Menurut Clinton dalam Buku Ajar Keperawatan Jiwa (2014 : 133) menyebutkan :
Suicide : is the act of voluntarily and intentionally taking one’s life.
Committing suicide involves the individual’s conscious wish to be dead and the
action required to carry out that wish. Suicidal behaviour are those gestures,
attempt, or verbal threats that result in death, injury or pain inflicted upon the
self. Yang di terjemahkan secara bebas oleh Yosep, Iyus & Sutini, Titin 2014
berarti : Suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan
individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati.
Perilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang
akan mengakibatkan kematian, luka atau menyakiti diri sendiri.
Bunuh driri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Perilaku bunuh diri yang tampak pada seseorang
disebabkan karena stres tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang idgunakan
dalam mengatasi masalah ( Keliat dan Akemat, 2009). Sedangkan menurut
Nanda-I, 2012 mengartikan bahwa bunuh diri adalah suatu tindakan beresiko
menyakiti diri sendiri dan cedera yang mengancam jiwa. Bunuh diri juga
merupakan kedaruratan psikiatrik karena pasien dalam keadaan stress yang tinggi
dan menggunakan koping mal adaptif. Situasi gawat pada bunuh diri adalah saat
ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa rencana yang spesifik untuk bunuh
diri atau rencana secara spesifik untuk bunuh diri ( Fitriyasari, & Endang, 2015).

f. Faktor Predisposisi
Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif diri
sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
1) Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara
bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang
dapat membuat individu beresiko untuk meakukan tindakan bunuh diri
adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2) Sifat kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
3) Lingkungan spikososial
faktor presdiposisi terjadinya bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman
kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam
hidup, penyakit kronis, perpisahan, atau bahkan perceraian.
4) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh
diri.
5) Faktor biokimia
Data menunjukan bahwa klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat diotak seperti seretonin, adrenalin,
dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui rekaman
gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
g. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami
oleh individu. Pencetus sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.
Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui
media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri.
Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
h. Tanda Gejala
Menurut Fitria, dalam Asuhan Keperawatan Jiwa (2014 : 120) tanda gejala dari
resiko bunuh diri adalah :
1) Mempunyai ide bunuh diri
2) Mengungkapkan keinginan untuk mati
3) Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
4) Impulsif
5) Menunjukan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi patuh)
6) Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
7) Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat
dosis mematikan)
8) Status emosional (harapan penolakan, cemas meningkat, panik, marah, dan
mengasingkan diri)
9) Kesehatan mental ( secara klinis klien terlihat seperti orang depresi,
spikosis dan menyalahgunakan alkohol)
10) Kesehatan fisik (biasanya pada klien penyakit kronik dan terminal)
11) Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karir)
12) Usia (15-19 tahun atau diatas usia 45 tahun)
13) Status perkawinan ( mengalami kegagalan pernikahan)
14) Konflik interpersonal
15) Latar belakang keluarga
16) Orientasi seksual
17) Menjadi korban kekerasaan saat kecil

Faktor yang resiko bunuh diri menurut

FAKTOR RESIKO TINGGI RESIKO RENDAH


Umur >45 tahun/ akil balik 24-45th/< 12th.
Jenis kelamin Pria Wanita
Status kawin Cerai, Pisah Janda, duda Kawin
Hidup sosial Terisolasi Aktif bermasyarakat
Profesional, Dr, ahli
Keahlian Buruh
hukum
Pekerjaan Pengangguran Bekerja
Kesehatan fisik Kronik/ terminal Tak ada masalah medis
Kesehatan mental Depresi, dilusi, halusinasi Gangguan kepribadian
Obat dan alkohol Kecanduan Tidak pernah
Usaha bunuh diri
Minimal 1x Tidak pernah
sebelumnya
Rencana Pasti / spesifik Kabur (samar)
Tembak, loncat, gantung
Cara Minum obat, racun
diri
Tersedia alat Selalu tersedia Tidak sedia

IX. Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan (pada diri


sendiri, orang lain, lingkungan dan
verbal)
Effect

Resiko Bunuh Diri


Core Problem

Harga diri Kronik


Causa
X. Masalah keperawatan

Masalah Data
Resiko perilaku kekerasan pada diri DS : Mengungkapkan keinginan untuk
sendiri, orang lain, lingkungan dan mati, Klien mengatakan benci atau kesal
verbal kepada seseorang, klien suka membentak
dan menyerang orang yang
mengusiknya.
DO : mata merah, wajah agak merah,
nada suara tinggi dan keras, bicara
menguasai, berteriak, menejrit, memukul
diri sendiri/ orang lain, pandangan tajam
Resiko Bunuh Diri DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin
mati saja, tak ada gunanya hidup.
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide
bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri.

Harga Diri Rendah DS : mengeluh hidup tidak bermakna,


tidak memiliki kelebihan apapun,
mengeluh tidak berguna, mengeluh tidak
bisa apa apa, merasa jelek, merasa orang
lain tidak selevel
DO : kontak mata kurang, dan tidak
berinisiatif berinteraksi dengan orang
lain.

XI. Diagnosa Keperawatan


d. Resiko bunuh diri
e. Harga diri rendah kronik
f. Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal
XII. Rencana Keperawatan Resiko Bunuh Diri

No Diagnosa Perencanaan
Tgl Intervensi
Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
1 Resiko Bunuh Diri 2. Klien dapat 8. Menjawab salam 1.2. Kenalkan diri pada klien
membina 9. Kontak mata 1.3. Tanggapi pembicaraan klien
hubungan saling 10. Menerima perawat dengan sabar dan tidak menyangkal
percaya 11. Berjabat tangan 1.4. Bicara tegas, jelas, dan jujur
1.5. Bersifat hargai dan bersahabat
1.6. Temani klien saat ingin
menciderai diri meningkat
1.7. Jauhkan klien dari benda benda
yang membahayakan (seperti : pisau,
silet, gunting, kaca, dll)
3. Klien dapat 2. Menceritakan 2.5. Dengarkan keluhan yang klien
mengekpresikan penderitaan secara rasakan
perasaannya terbuka dan kontruktif 2.6. Bersikap empati untuk
dengan orang lain meningkatkan ungkapan
2.7. Beri dorongan pada klien untuk
mengungkapkan mengapa dan
bagaimana harapan karena harapan
adalah hal yang penting dalam
kehidupan
2.8. Beri klien waktu dan kesempatan
untuk menceritakan arti penderitaan
kematian dan sekarat
2.9. Beri dorongan pada klien untuk
mengekpresikan tentang mengapa
harapan tidak pasti dan dalam hal-
hal dimana harapan mempunya
kegagalan
5. Klien dapat 3. Mengenang dan 3.5. Bantu klien untuk memahami
meningkatkan meninjau kembali bahwa ia dapat mengatasi aspek-
harga diri kehidupan secara aspek keputuasaan dan memisahkan
positif dari aspek harapan
3.6. Kaji dan kerahkan sumber-
sumber internal individu (autonomi,
mandiri, rasional pemikiran kognitif,
fleksibilitas, dan spiritual)
3.7. Bantu klien mengidentifikasi
sumber-sumber harapan (misal:
hubungan antar sesama, keyakinan,
hak-hak untuk diselesaikan)
3.8. Bantu klien mengungkapkan
tujuan tujuan realistis jangka
panjang dan jangka pendek ( beralih
dari yang sederhana ke yang lebih
kompleks dapat menggubnakan
suatu poster tujuan untuk
menandakan jenis dan waktu untuk
pencapaian tujuan tujuan yang
spesifik)
6. Klien 2. Mengekspresikan 4.8. Ajarkan klien untuk
menggunakan perasaan tentang mengantisipasi pengalaman yang dia
dukungan sosial hubungan yang positif senangi melakukan setiap hari
dengan orang terdekat ( misal : berjalan, membaca buku
3. Mengekspresikan favorite, dan menulis surat )
percaya diri dengan 4.9. Bantu klien untuk mengenali
hasil yang diingikan hal-hal yang dicintai dan disayangi
4. Mengekpresikan dan pentingnya terhadap kehidupan
percaya diri dengan oranglain, disamping tentang
diri dan orang lain. kegagalan dan kesehatan
5. Menetapkan tujuan- 4.10. Beri dorongan pada klien untuk
tujuan yang realistis berbagi keprihatinan pada orang lain
yang mempunyai masalah dan/ atau
penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman posistif
dalam mengatasi hal tersebut dengan
koping yang efektif.
6. Klien 2. Sumber tersedia 6.4. Kaji dan kerahkan sumber-
menggunakan (keluarga, lingkungan sumber eksternal individu (orang
dukungan sosial dan masyarakat) terdekat, tim pelayanan kesehatan,
3. Keyakinan makin kelompok pendukung, agama yang
meningkat dianutnya)
6.5. Kaji sistem pendukung
keyakinan (nilai, pengalaman masa
lalu, aktivitas keagamaan,
kepercayaan agama). Lakukan
rujukan selesai indikasi (misal :
konseling dan pemuka agama)
DAFTAR PUSTAKA
[1] Damayanti, Mukhripah & Iskandar, Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
ADITAMA, 2014.

[2] Yosep, Iyus & Sutini, Titin, Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
ADITAMA, 2014.

[3] Gung Nugroho. (2011) Asuhan Keperawatan Pada Pasien Resiko Bunuh Diri.
[Online]. https://studylibid.com/doc/478962/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
risiko-bunuh-diri,

[4] Purba, Suriani. (2020) LP Resiko Bunuh Diri. [Online].


https://www.academia.edu/37615001/LP_RESIKO-BUNUH-DIRI-fix-pdf

1234

x
LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

I. Masalah Utama
Perilaku Kekerasan
II. Proses Terjadinya Masalah
a. Definisi :
Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan akan kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai
ancaman ( AH Yusuf, dkk,2015).

Rentang Respon
Rentang Respon Marah
Respon adaptif Respon
Maladaptif
Asertif frustasi pasif agresi Perilaku kekerasan

1. Agresi adalah merupakan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang


lain, tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2. Frustasi adalah respon yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan
3. Pasif adalah respon dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang dialami, sifat tidak berani mengemukakan keinginan dan pendapat
sendiri, tidak ingin terjadi konflik karena takut akan tidak disukai atau
menyakiti perasaan orang lain.
4. Agresif adalah sikap membela diri sendiri dengan cara melanggar hak orang
lain
5. Perilaku kekerasan adalah perilaku destruktif dan tidak terkontrol disebut
sebagai gaduh gelisah atau amuk.

b. Faktor Predisposisi :
1. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif
mempunyai dasar biologis. Penelitian neurobiologi mendapatkan
bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus
(yang berada ditengah sistem limbik). Binatang ternyata menimbulkan
perilaku agresif. Perangsangan yang diberikan terutama pada nukleus
periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing
mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekor, mendesis, bulunya berdiri,
menggeram, matanya membuka lebar, pupil berdilatasi hendak
menerkam tikus atau objek yang ada disekitarnya. Jadi kerusakan
fungsi sistem limbuk (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk
memikirkan rasional) dan lobus temporal (untuk interpretasi indera
penciuman dan memori).
Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif.
Serotonin, dopamin, neropenephrine, acetilkolin dan asam amino
GABA.
Faktor yang mendukung yaitu masa kanak – kanak yang tidak
menyenangkan, sering mengalami kegagalan, kehidupan yang penuh
tindakan agresif, dan lingkungan yang tidak kodusif (bising, padat).
2. Faktor psikologis
Psychoahalytical teory : teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat
bahwa perilaku manusia di pengaruhi oleh dua insting. Kesatu insting
hidup yang diekspresikan seksualitas dan kedua insting kematian yang
diekspresikan dengan agresivitas.
Frustation Aggresion Theory : Freud mengungkit bila usaha
seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka
akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi
perilku yang dirancang untuk melukai orang/ objek yang menyebabkan
frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan tindakan agresif
mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologis lainnya mengenai perilaku agresif
mendukung pentingnya peran dari perkembangan predisposisi atau
pengalaman hidup.
3. Faktor sosial budaya
Kultur dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya
norma dapat membantu mengidentifikasi ekspresi agresif mana yang
dapat diterima/ tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu
individu untuk mengekspresikan marah dengan cara – cara yang
agresif

C. Faktor Presipitasi
Secara umum, seseorang akan mengeluarkan respon marah apabila dirinya
merasa terancam. Ancaman tersebut dapat berupa luka secara psikis atau lebih
dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang. Ketika
seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang
terjadi sember kemarahanya. Oleh karena itu, baik perawat maupun klien harus
bersama-sama mengidentifikasinya.
Contoh stressor eksternal : serangan secara psikis, kehilangan hubungan
yang dianggap bermakna, dan adanya kritikan dari orang lain
Contoh stressor internal : merasa gagal dalam merasa kehilangan orang yang
dicintai, dan ketakutan terhadap penyakit yang di derita (Keliat, 1996 dalam
Abdul Muhith, 2015).

D. Tanda dan gejala Perilaku kekerasan


Menurut (Damaiyanti 2014) tanda dan gejala yang ditemui pada klien
melalui observasi atau wawancara tentang perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut :
1. Muka merah dan tegang
2. Pandangan tajam
3. Mengungkapkan rahang dengan kuat
4. Mengepalkan tangan
5. Jalan mondar mandir
6. Bicara kasar
7. Suara tinggi, menjerit atau teriak
8. Mengancam secara verbal atau fisik
9. Melempar atau memukul benda
10. Merusak benda atau barang
11. Tidak memilik kemampuan mencegah/mengendalikan perilaku
kekerasan

III. a. Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan


dan verbal

Perilaku kekerasan

Harga diri rendah

b. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


1. Resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
2. Perilaku kekerasan
3. Harga diri rendah
4. Isolasi sosial
5. Gangguan persepsi sensori : halusinasi

IV. Diagnosa Keperawatan


1. Perilaku kekerasan
2. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
3. Harga diri rendah

V. Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa Perencanaan
T
Diagn Keperaw Intervensi
gl Tujuan Kriteria Evaluasi
osa atan
1 Perilaku 3. Klien 12. Klien dapat 1.8. Beri
kekerasan dapat mengungkapka kesempatan untuk
mengident n perasaannya mengungkapkan
ifikasi 13. Klien dapat perasaannya
penyebab mgngungkapka 1.9. Bantu klien
perilaku n penyabab untuk
kekerasan perasaan mengungkapkan
jengkel/ kesal penyebab
(dari diri jengkel/kesal
sendiri, dari
lingkungan/
orang lain)
4. Klien 1. Klien dapat
2.10. Anjurkan klien
dapat mengungkapka mengungkapkan
mengident n perasaan saat apa yang dialami
ifikasi marah/ jengkel saat marah/ jengkel
tanda- 2. Klien dapat
2.11. Observasi tanda
tanda menyimpulkan perilaku kekerasan
perilaku tanda-tanda pada klien
kekerasan jengkel/ kesal
2.12. Simpulkan
yang dialami bersama klien
tanda-tanda
jengkel/kesal yang
dialami klien
7. Klien 4. Klien dapat 3.9. Anjurkan klien
dapat mengungkapka untuk
mengident n perilaku mengungkapkan
ifikasi kekerasan yang perilaku kekerasan
perilaku biasa dilakukan yang biasa
kekerasan 5. Klien dapat dilakukan klien
yang biasa bermain peran 3.10. Bantu klien
dilakukan dengan bermain peran
perilaku sesuai dengan
kekerasan yang perilaku kekerasan
biasa dilakukan yang biasa
6. Klien dapat dilakukan
mengetahui 3.11. Bicarakan
cara yang biasa dengan klien
dapat apakah cara yang
menyesuaikan klien lakukan
masalah atau masalah selesai ?
tidak
8. Klien 6. Klien dapat 4.11. Bicarakan
dapat menjelaskan akibat/ kerugian
mengident akibat dari cara dari cara yang
ifikasi yang dilakukan klien
akibat digunakan 4.12. Bersaama klien
perilaku klien menyimpulkan
kekerasan akibat cara yang
digunakan klien

7. klien 4. klien dapat 6.6. tanyakan pada


dpaat mengungkan klien “ apakah ia
mengident melakukan cara ingin mempelajari
ifikasi berespon cara baru yang
cara terhadap sehat?”
kontruktif kemarahan 6.7. Berikan pujian
dalam secara jika klien
merespon kontruktif mengetahui cara
terhadap lain yang sehat
marah 6.8. Diskuskan
dengan klien cara
lain yang sehat
 Secara
fisik : tarik
napas dalam
jika sedang
kesal/memu
kul bantal/
kasur atau
olahraga
atau
pekerjaan
yang
emmerlukan
tenaga
 Secara
verbal :
katakan
bahwa anda
sedang
kesal/
tersinggung/
jengkel
(saya kesal
anda
berkata
seperti itu;
saya marah
karena
mama tidak
memenuhi
keinginan
saya)
 Secara
sosial :
lakukan
dalam
kelompok
cara-cara
marah yang
sehat;
latihan
asertif.
Latihan
manajemen
perilaku
kekerasan
 Secara
spiritual:
anjurkan
klien
sembahyang
, berdoa/
ibadah lain;
meminta
pada tuhan
diberi
kesabaran,
mengadu
pada tuhan
kekerasan/k
ejengkelan
1. klien 5. Klien dapat 6.6. Bantu klien
daapat mendemontrasi memilih cara yang
mendemontra kan cara paling tepat untuk
sikan cara mengontrol klien
mengontrol perilaku 6.7. Bantu klien
perilaku kekerasan mengidentifikasi
kekerasan  Fisik : manfaat cara dipilih
tarik 6.8. Bantu keluarga
nafas klien untuk
dalam menstimulasi cara
olahrag tersebut (role play)
a, 6.9. Bereinforcemen
menyira t positif atau
m keberhasilan klien
tanama menstimulasi cara
n tersebut
 Verbal : 6.10. Anjurkan klien
mengat untuk
akannya menggunakan cara
secara yang telah
langsun dipelajari saat
g jengkel/ marah
dengan
tidak
menyak
iti
 Spiritua
l :
sembah
yang,
berdoa,
atau
ibadah
lainnya.
1. Klien 1. Keluarga klien 6.11. Identifikasi
mendapat dapat : kemampuan
kan  Menyeb keluarga merawat
dukungan utkan klien dari sikap apa
keluarga cara yang telah
dalam merawa dilakukan keluarga
mengontr t klien terhadap klien
ol yang selama ini
perilaku berprila 6.12. Jelaskan peran
kekerasan ku serta keluarga
kekeras dalam merawat
an klien
 Mengun 6.13. Menjelaskan
gkapka cara-cara merawat
n rasa klien
puas  Terkait dengan cara
dalam mengontrol
merawa perilaku marah
t klien secara kontruktif
 Sikap tenang,
bicara tenang dan
jelas
 Membantu klien
mengenal penyebab
ia marah

6.14. Bantu keluarga


mendemontrasikan
cara merawat klien
6.15. Bantu keluarga
mengungkapkan
perasaannya setelah
melakukan
demontrasi
Klien dapat 1. Klien dapat 7.1. Jelaskan
menggunakan menyebutkan jenis-jenis obat
obat-obatan obat-obatan yang diminum
yang yang diminum klien pada klien
diminum dan dan keluarga
kegunananan kegunannya 7.2. Diskusi
ya (jenis, (jenis, waktu, kan manfaat
waktu, dosis dan efek) minum obat
dan efek) 2. Klien dapat dankerugian
minum obat berhenti minum
sesuai program obat tanpa
pengobatan seizin dokter
7.3. Jelaskan
prinsip benar
minum obat
(baca nama
yang tertera
pada botol obat,
dosis obat,
waktu dan cara
minum)
7.4. Ajarkan
klien minta obat
dan minum
tepat waktu
7.5. Anjurka
n klien
melaporkan
pada perawat/
dokter jika
merasakan efek
yang tidak
menyenagkan
7.6. Beri
pujian, jika
klien minum
obat dengan
benar
DAFTAR PUSTAKA
Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Edisi revisi, cetakan II. Bandung : Pt.
Refika Aditama
https://www.scribd.com/doc/94410002/LP-Perilaku-Kekerasan di akses pada
tanggal 10 Juni 2021 Pukul 20.00 WIB
LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

I. Kasus (Diagnosa Utama)


Defisit Perawatan Diri
II. Proses Terjadinya Masalah
a. Definisi
Devicite perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang
yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau
melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi
(hygine) berpakaian atau berhias, makan, BAB/BAK (toileting) (Fitria
Nita 2012).
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia
dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan
kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi
kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika
tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
b. Factor predisposisi
1) Perkembangan: Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan
klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis: Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun: Klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian
dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
4) Sosial: Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
c. Faktor presipitasi
Kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau
perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang
mempengaruhi personal hygiene adalah:
1. Body Image: Gambaran individu terhadap dirinya sangat
mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan
fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial: Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan
diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal
hygiene.
3. Status Sosial Ekonomi: Personal hygiene memerlukan alat dan
bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang
semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan: Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya
pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga
kebersihan kakinya.
5. Budaya: Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak
boleh dimandikan.
6. Kondisi fisik atau psikis: Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan
untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk
melakukannya.
d. Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit
perawatan diri adalah:
a) Fisik: Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku
panjang dan kotor, Gigi kotor disertai mulut bau, Penampilan
tidak rapi.
b) Psikologis: Malas, tidak ada inisiatif, Menarik diri, isolasi diri,
Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c) Social: Interaksi kurang, Kegiatan kurang, Tidak mampu
berperilaku sesuai norma, Cara makan tidak teratur, BAK dan
BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu
mandiri.
III.
a. Pohon Masalah

Isolasi Sosial: menarik diri

Defisit Perawatan Diri: mandi, berdandan

Harga Diri Rendah Kronis

b. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji


Masalah Keperawatan Data Yang Perlu Dikaji
Defisit perawatan diri DS :
Klien mengatakan malas mandi,
tak mau menyisir rambut, tak
mau menggosok gigi, tak mau
memotong kuku, tak mau berhias,
tak bisa menggunakan alat
mandi / kebersihan diri.

DO :
Badan bau, pakaian kotor, rambut
dan kulit kotor, kuku panjang dan
kotor, gigi kotor, mulut bau,
penampilan tidak rapih, tak bisa
menggunakan alat mandi.

IV. Diagnosis Keperawatan

Diagnosa Deskripsi Data Mayor Data Minor


Keperawatan
Defisit Gangguan DS : DS :
Perawatan Diri kemampuan  Menyatakan  Merasa tak
untuk malas berguna
melakukan mandi  Merasa tak
aktifitas  Tidak tahu perlu
perawatan diri cara makan mengubah
(mandi, yang baik penampilan
berhias,  Tidak tahu  Merasa
makan, cara dandan tidak ada
toileting) yang baik yang
 Tidak tahu peduli
cara
eliminasi
yang baik DO :
 Tidak
DO : tersedia
 Badan kotor alat
 Dandanan kebersihan
tidak rapi  Tidak
 Makan tersedia
berantakan alat makan
 BAB/BAK  Tidak
sembarang tersedia
tempat alat
toileting
V. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Perencanaan
Intervensi
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
1) Klien dapat 1) Klien dapat mneyebutkan 1. Diskusikan bersama klien pentingnya
mengenal pentingnya kebersihan kebersiahn diri denagn cara menjelaskan
tentang diri dalam waktu 2 kali pengertian tentang arti bersih dan tanda-
penting nya pertemuan tanda bersih
kebersihan  Tanda-tanda 2. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari
diri bersih 5 tanda kebersihan diri
 Badan tidak bau
 Rambut rapi,
bersih dan tidak
bau
 Gigi bersih dan  Diskusiakan fungsi kebersihan diri untuk
tidak bau mulut kesehatan dengan menggali
 Baju rapi dan pengetahuyan klien terhadap hal yang
tidak bau berhubungan dengan kebersihan diri
2) Klien mampu  Bantu klien mengungkapkan arti
menyebutkan kembali kebersiahn diri dan tujuan memelihara
kebersihan untuk kebersiahn diri
kesehatan
 Beri reinforcement setelah klien mampu
mengungkapkan arti kebersihan diri

 Ingatkan klien untuk memelihara


kebersihan diri seperti
o Mandi 2 kali, pagi dan sore
o Sikat gigi minimal 2 kali sehari
(sesudah makan dan sebelum
tidur)
o Keramas dan menyisir rambut
o Gunting kuku bila panjjang

3) Klien dapat menjelaskan


cara merawat diri antara
lain,
 Mandi 2 kali
sehari dengan
sabun
 Menggososk gigi
minimal 2 kali
sehari setealh
maakn dan akan
tidur
 Memcuci rambut
2-3 kali seminggu
dan memotong
kuku bila panjang
 Mencuci tangan
senelum dan
sesuada makan

2) Klien dapat 1 . klien berusaha untuk 1. motifasi klien untuk mandi;


mengidentifi meme;lihara kebersihan diri  Ingatkan caranya, evaluasi hasilnya dan
kasi yaitu : berikan umpan bali
penyebab e. Mandi pakai  Bombing klien dengan bantuan minimal
perilaku sabun dan disiram  Jika hasilnya kurang, kaji hambatan yang
kekerasan dengan air sampai ada
bersih 2. Bimbing klien untuk mandi
f. Mengganti  Ingatkan dan anjurkan untuk
pakaian bersih mandi 2x1 hari dengan
sehari skali dan menggunakan sabun
menrapikan  Anjurkan klien u ntuk
penampilan meningkatkan cara mandi yang
benar
3. Anjurkan klien untuk mengganti baju
setiap hari:
 Anjurkan untuk mempertahankan
dan meningkatkan penmpilan diri
setiap hari
 Dorong klien untuk menccu
pakaiannya sendiri
 Demonstransikan cara mencci
pakaian dengan sabun dan dibilas
4. Kaji keinginan klien untuk memotong
kuku dan merapikan rambut
 Beri kesempatan pada klien untuk
melakukan sendiri
 Ingatkan potong kuku dan
keramas
5. Kolaborasi dengan perawat ruangan
untuk pengelolaan pasilitas perawatan
kebersihan diri, seperti mand dan
kebersihan nkamar mandi
6. Bekerja sama dengan keluarga untuk
mengadakan fasilitas kebersihan diri
sendiri seperti odol, sikat gigi,
sampo,pakaian ganti, handuk dan sandal
3) Klien dapat 1. Setelah 1 minggu klien 1. mnitor klien dalam melaksanakan
melakukan dapat melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan
kebersihan perawatan kebersihan diri untuk mencuci ramut, menyisir, gosok
perawatan secara rutin dan teratur gigi, ganti baj dan pakai sandal
diri secara tanpa anjuran
mandiri  Mandi pagi dan
sore
 Ganti baju setiap
hari
 penampilan bersih
dan rapih
DAFTAR PUSTAKA
[1] Damayanti, Mukhripah & Iskandar, Asuhan Keperawatan Jiwa, Bandung: Refika
ADITAMA, 2014.

[2] [Online]. Available: htpps://osf.io/kqn3b/download. [Accessed 10 Juni 2021].

Anda mungkin juga menyukai