“SPEKTROFOTOMETER IR”
OLEH :
KELOMPOK 3
KELAS B-S1 FARMASI 2017
ANGGOTA:
AGNESIA SOTOMANI
AMELIA REGINA ARSYAD
HASNIAN ARIFIN
HASTATUN KASIM
SILVANY ANGREANY PTURI ZAIN
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2019
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Segala puji syukur bagi Allah SWT dengan nikmat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah Analisis Farmasi yang berjudul “Spektrofotometer
IR” dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya penulis tidak dapat menyusun
makalah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata
kuliah Analisis Farmasi yang telah banyak membantu dalam proses pembelajaran
teori, maupun saat pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman
penulis dalam membuat laporan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar pembuatan laporan berikutnya menjadi
lebih baik.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Kelompok 3
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2 Tujuan........................................................................................................ 2
1.3 Rumusan Masalah...................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 3
2.1 Spektrofotometer FTIR.............................................................................. 3
2.2 Spektrofotometer IR.................................................................................. 4
2.3 Spektrum IR............................................................................................... 6
2.4 Analisis Menggunakan Spektro IR............................................................ 7
BAB III PENDEKATAN FORMULA............................................................ 15
3.1 Kesimpulan................................................................................................ 15
3.2 Saran.......................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari materi dan atributnya
berdasarkan cahaya, suara atau partikel yang dipancarkan, diserap atau
dipantulkan oleh materi tersebut. Spektroskopi juga dapat didefinisikan sebagai
ilmu yang mempelajari interaksi antara cahaya dan materi. Dalam catatan sejarah,
spektroskopi mengacu kepada cabang ilmu dimana "cahaya tampak" digunakan
dalam teori-teori struktur materi serta analisa kualitatif dan kuantitatif.
Spektroskopi umumnya digunakan dalam kimia fisik dan kimia analisis
untuk mengidentifikasi suatu substansi melalui spektrum yang dipancarkan atau
yang diserap. Alat untuk merekam spektrum disebut spektrometer. Spektroskopi
juga digunakan secara intensif dalam astronomi dan penginderaan jarak jauh.
Salah satu jenis spektroskopi adalah spektroskopi infra merah (IR). spektroskopi
ini didasarkan pada vibrasi suatu molekul.
Spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang mengamati
interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah
panjang gelombang 0.75 - 1.000 µm atau pada bilangan gelombang 13.000 - 10
cm-1.
Inframerah adalah radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang lebih
panjang dari cahaya tampak, tetapi lebih pendek dari radiasi gelombang radio.
Namanya berarti "bawah merah" (dari bahasa Latin infra, "bawah"), merah
merupakan warna dari cahaya tampak dengan gelombang terpanjang. Radiasi
inframerah memiliki jangkauan tiga "order" dan memiliki panjang gelombang
antara 700 nm dan 1 mm. Inframerah ditemukan secara tidak sengaja oleh Sir
William Herschell, astronom kerajaan Inggris ketika ia sedang mengadakan
penelitian mencari bahan penyaring optik yang akan digunakan untuk mengurangi
kecerahan gambar matahari dalam tata surya teleskop
Spektrofotometri Infra Red atau Infra Merah merupakan suatu metode yang
mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada
daerah panjang gelombang 0,75 – 1.000 µm atau pada Bilangan Gelombang
4
13.000 – 10 cm-1. Radiasi elektromagnetik dikemukakan pertama kali oleh James
Clark Maxwell, yang menyatakan bahwa cahaya secara fisis merupakan
gelombang elektromagnetik, artinya mempunyai vektor listrik dan vektor
magnetik yang keduanya saling tegak lurus dengan arah rambatan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian
dari spektrofotometer infra merah, penggunaannya manfaat, prinsip kerja, serta
kelebihan dan kekurangan dari spektrofotometer infra merah.
1.3 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Pengertian FTIR dan spektranya
2. Alat yang digunakan
3. Cara penggunaan alat serta analisis menggunakan spektrofotometer IR
4. Manfaat dari spektroskopi inframerah
5. Kelebihan serta kekurangan dari spektroskopi inframerah tersebut.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Spektrofotometer FTIR
Spektrofotometer FTIR 8300/8700 merupakan salah satu alat yang dapat
digunakan untuk identifikasi senyawa, khususnya senyawa organik, baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Analisis dilakukan dengan melihat bentuk
spektrumnya yaitu dengan melihat puncak-puncak spesifik yang menunjukan jenis
gugus fungsional yang dimiliki oleh senyawa tersebut. Sedangkan analisis
kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa standar yang dibuat
spektrumnya pada berbagai variasi konsentrasi.
Ikatan yang lebih kuat dan atom yang lebih ringan menghasilkan frekuensi
yang lebih tinggi. Semakin kuat suatu ikatan, makin besar energi yang
dibutuhkan untuk meregangkan ikatan tersebut. Frekuensi vibrasi berbanding
terbalik dengan massa atom sehingga vibrasi atom yang lebih berat terjadi pada
frekuensi yang lebih rendah (Bruice, 2001).
Pancaran infra merah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum
elektromagnetik yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang
mikro. Sebagian besar kegunaannya terbatas di daerah antara 4000 cm-1 dan 666
cm-1 (2,5-15,0 µm). Akhir-akhir ini muncul perhatian pada daerah infra merah
dekat, 14.290-4000 cm-1 (0,7-2,5 µm) dan daerah infra merah jauh, 700-200
Gambar 1. Skema IR
6
Salah satu hasil kemajuan instrumentasi IR adalah pemrosesan data
seperti Fourier Transform Infra Red (FTIR). Teknik ini memberikan
informasi dalam hal kimia, seperti struktur dan konformasional pada polimer
dan polipaduan, perubahan induksi tekanan dan reaksi kimia. Dalam teknik
ini padatan diuji dengan cara merefleksikan sinar infra merah yang melalui
tempat kristal sehingga terjadi kontak dengan permukaan cuplikan. Degradasi
atau induksi oleh oksidasi, panas, maupun cahaya, dapat diikuti dengan cepat
melalui infra merah. Sensitivitas FTIR adalah 80-200 kali lebih tinggi dari
instrumentasi dispersi standar karena resolusinya lebih tinggi (Kroschwitz,
1990).
Teknik pengoperasian FTIR berbeda dengan spektrofotometer infra merah.
Pada FTIR digunakan suatu interferometer Michelson sebagai pengganti
monokromator yang terletak di depan monokromator. Interferometer ini akan
memberikan sinyal ke detektor sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi
molekul yang berupa interferogram (Bassler, 1986).
Interferogram juga memberikan informasi yang berdasarkan pada
intensitas spektrum dari setiap frekuensi. Informasi yang keluar dari detektor
diubah secara digital dalam komputer dan ditransformasikan sebagai domain,
tiap-tiap satuan frekuensi dipilih dari interferogram yang lengkap (fourier
transform). Kemudian sinyal itu diubah menjadi spektrum IR sederhana.
Spektroskopi FTIR digunakan untuk (Silverstain, 1967) :
1. Mendeteksi sinyal lemah
2. Menganalisis sampel dengan konsentrasi rendah
3. Analisis getaran
2.2 Spektrofotometer IR
Spektrofotometri inframerah (IR) merupakan salah satu alat yang dapat
digunakan untuk menganalisa senyawa kimia. Spektra inframerah suatu
senyawa dapat memberikan gambaran dan struktur molekul senyawa tersebut.
Spektra IR dapat dihasilkan dengan mengukur absorbsi radiasi, refleksi atau
emisi di daerah IR. Daerah inframerah pada spektrum gelombang elektromagnetik
mencakup bilangan gelombang 14.000 cm-1 hingga 10 cm-1. Daerah inframerah
7
sedang ( 4000-400 cm-1) berkaitan dengan transisi energi vibrasi dari molekul
yang memberikan informasi mengenai gugus-gugus fungsi dalam molekul
8
Terdapat dua macam vibrasi, yaitu vibrasi ulur dan tekuk. Vibrasi ulur
merupakan suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak
antar atom akan bertambah atau berkurang. Vibrasi tekuk dapat terjadi karena
perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah atom (Silverstein
et al, 1986).
Berdasarkan pembagian daerah panjang geloma=bang, sinar inframerah
dibagi atas tiga daerah, yaitu:
1. Inframerah jarak dekat dengan panjang gelombang 0.75 – 1.5 µm
2. Inframerah jarak menengah dengan panjang gelombang 1.50 – 10 µm
3. Inframerah jarak jauh dengan panjang gelombang 10 – 100 µm
2.3 Spektrum IR
Hampir setiap senyawa yang memiliki ikatan kovalen, apakah senyawa
organik atau anorganik, akan menyerap berbagai frekensi radiasi
elektromagnetik dengan panjang gelombang (λ) 0,5 – 1000 μm). Dalam kimia
organik, fungsi utama dari spektrometri inframerah adalah mengenal
(elusidasi) struktur moelkul, khususnya gugus fungsional seperti OH, C = O,
C = C. daerah yang paling berguna untuk mengenal struktur suatusenyawa
adalah pada daerah 1-25 μm atau 10.000 – 400 cm-1. Dalam praktek satuan yang
lebih umum dipakai adalah satuan frekuensi (cm-1) dan bukan saatuan panjang
gelombang. Serapan setiap tipe ikatan (N - H, C - H , O - H, C - X, C = O, C - O,
C – C, C = C, C = N, dan sebagainya) hanya diperoleh dalam bagian-bagian
kecil tertentu dari daerah vibrasi infra merah. Kisaran serapan yang kecil dapat
digunakan untuk menentukan setiap tipe ikatan.
9
dimana berbagai gugus fungsional yang menyerap. Dalam tabel berikut
tersusun secara sistematik daerah serapan yang sesuai dengan ikatan yang
terdapat dalam suatu senyawa.
2.4 Analisis Menggunakan Spektrofotometer IR
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan meliputi sampel jaringan lemak hewani yang
terdiri dari lemak ayam dan lemak sapi yang diperoleh dari pasar lokal, dan lemak
babi yang diambil dari RPH Cakung Jakarta Timur. Larutan BF3
(Borontrifluorida) dalam metanol digunakan untuk esterifikasi asam lemak.
larutan, n-heksan (p.a) sebagai pelarut untuk ekstraksi lemak/minyak (Merck).
Na2SO4 anhidrus untuk memurnikan lemak.
Peralatan yang digunakan terdiri dari Gas Chromatoghrapy Mass
Spectrofotometry (GCMS) QP-2010 Shimadzu Japan dengan
Kolom RTx1-MS, Restech 30 m x 0.25 mm ID,0.25 μm, Polymethyl xiloxane.
Sepektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) Spectrum One Perkin
Elmer, USA, Refractometer Abbe untuk penentuan indeks bias.
Ekstraksi Lemak Padat (Metode Oven)
2 gram sampel jaringan lemak dicuci, Diiris kecil-kecil dan dimasukkan ke
dalam becker glass. Selanjutnya sampel dimasukkanke dalam dry oven yang
sudah diatur suhunya (75oC), dibiarkan selama 6 jam hingga jaringan lemaknya
mencair. Lemak padat yang sudah mencair dipisahkan dan dimasukkan ke dalam
corong pisah untuk selanjutnya dimurnikan dengan penambahan pereaksi
nheksan. Lemak yang sudah dimurnikan disaring dalam kertas saring yang sudah
ditambahkan natrium sulfat (Na2SO4) untuk mengikat air yang masih ada pada
lapisan lemak. Hasil ekstraksi ditimbang dan ditentukan persen randemennya.
Pengujian Sifat Fisikokimia
Pengujian sifat fisikokimia dilakukan terhadap masing-masing sampel
lemak hewani yang meliputi :bobot jenis, indeks bias, titik leleh, bilangan iodin
dan bilangan penyabunan (AOAC, 2000). Hasil analisa dibandingkan satu sama
lain dan diuji lebih lanjut tingkat perbedaaannya dengan uji keragaman (T test).
10
Analisa pola spektrum lemak hewani dengan FTIR
Sampel lemak yang telah disaring dan dimurnikan diteteskan pada salah
satu permukaan sel KBr. Diantara kedua sel KBr diberi pembatas berupa
politetrafluoroetilen (PTFE) untuk menghasilkan ketebalan lapisan lemak 0.1 mm.
Sel bagian lainnyaditangkupkan hingga terbentuk lapisan tipis lemak. Scaning
dilakukan dengan kisaran panjang gelombang 4000 cm-1 sampai 650 cm– dengan
resolusi 4 cm-1. Hasil scaning direkam dan dianalisa lebih lanjut.
Esterifikasi asam lemak
2 gram sampel lemak yang telah diekstrak dimasukkan ke dalam tabung
reaksi dan direaksikan dengan BF3 dalam metanol. Dikocok dan dipanaskan
selama + 15 menit. Didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas
dipisahkan dengan sentrifugasi dan dipurifikasi lebih lanjut dengan menambahkan
Na2SO4 untuk menghilangkan kadar airnya. Hasil esterifikasi selanjutnya
dimasukkan ke dalam vial untuk dianalisa dengan alat GCMS.
Analisa komposisi asam lemak dengan GCMS
Sampel lemak yang telah diesterifikasi diinjeksikan ke dalam kolom GC
dengan menggunakan metode autosampler. Pemisahan dilakukan dalam kolom
RTx 1-MS Restech, 30 m x 0.25 mm ID, 0.25 μm, dengan fase diam Poly dimethyl
xiloxan, suhu injector 280oC, suhu kolom 70oC dinaikan sampai 300oC dengan
kenaikan 10oC/menit, laju alir 1,15 mL/menit (David F, Sandra P., 2005).
Detektor MS yang digunakan adalah Electron Multifier Detector (EMD) 70 MeV.
Hasil analisa berupa spektrum massa dibandingkan dengan library WILLEY147
& NIST47 yang terdapat pada software GCMS postrun analysis.
Hasil ekstraksi lemak
Dari ketiga sampel jaringan lemak yang diekstraksi (ayam, sapi dan babi)
dengan bobot cuplikan yang relatif sama diperoleh kadarlemak yang berbeda
seperti terlihat pada table 1.
11
Kandungan lemak pada ketiga sampel yang diekstraksi menunjukkan
sampel daging ayam relatif lebih tinggi dibandingkan dengan lemak sapi dan
lemak babi. Perbedaan kadar lemak ini kemungkinan disebabkan karena secara
alamiah kandungan lemak pada setiap spesies relatif berbeda. Disamping itu,
perbedaan jenis cuplikan (bagian/jaringan otot daging) yang digunakan juga tidak
sama.
Perbedaan sifat fisikokimia
Hasil pengujian sifat fisikokimia pada masing-masing sampel tidak
menunjukan perbedaan yang cukup signifikan kecuali untuk parameter titik leleh,
bilangan iodin dan bilangan penyabunannya, sebagaimana terlihat pada tabel 2.
13
muncul pada daerah 3010 cm-1 menunjukkan puncak yang relatif tinggi jika
dibandingkan dengan kedua sampel lemak lainnya (ayam dan sapi).
gelombang 1118 dan 1098 cm-1. Berbeda dengan pola spektrum yang dihasilkan
untuk sampel lemak sapi dan lemak ayam, dimanauntuk kedua sampel tidak
menunjukan adanya overlaping kecuali untuk lemak ayam dengan pola yang
hampir mirip dengan lemak babi. Hal ini mengindikasikan kemungkinan adanya
perbedaan profil asam lemak pada ketiga sampel tersebut. Hal ini diperkuat oleh
penelitian Irwandi, 2003 yang menyatakan bahwa operlaping pada dua daerah
bilangan gelombang tersebut menunjukkan adanya perbedaan kandungan asam
lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh dari masing-masing sampel.
Titik perbedaan ketiga dari pola spektrum masing-masing sampel muncul
pada daerah bilangan gelombang 966-967 cm-1 yang menunjukan keberadaan
asam lemak tidak jenuh trans (gambar 2). Pada sampel lemak babi, terlihat tidak
ada puncak yang muncul pada daerah tersebut atau dengan kata lain serapan pada
daerah tersebut sangat lemah. Begitu pula untuk pola spektrum lemak ayam.
14
Chemistry Standard) dimana rentang frekuensi IR pada daerah 975-965 cm-1
merupakan dasar dari metode kuantisasi asam lemak trans dalam sampel
lemak/minyak (Richard Crowley, 2006).
diesterifikasi sebelumnya dan dikaraktersiasi lebih lanjut dengan
menggunakan instrument GCMS QP2010 dengan kolom RTx 1MS Restech 30 m
x 0.25 mm ID, 0.25 μm, dengan fase diam Poly dimethyl xiloxane dan suhu
injektor 210, suhu detektor 230 serta laju alir 1 mL/menit (David F., 2005).
15
Berdasarkan kromatogram ketigasampel lemak hewani (gambar 3, 4 dan
5), diperoleh kandungan asam lemak jenuh dan tidak jenuh dengan komposisi
yang relative berbeda untuk ketiga sampel sebagaimana tercantum dalam tabel 3.
Dari ketiga sampel yang dianalisa terlihat bahwa kandungan asam lemak
rantai pendek C8 – C12 untuk semua sampel hamper tidak terdeteksi kecuali pada
sampel lemak babi dengan presentasi yang relatif rendah. Berbeda dengan asam
lemak jenuh rantai panjang (C16:0, C18:0 dan C20:0), pada lemak sapi
kandungannya jauh lebih besar dibandingkan dengan lemak babi dan lemak ayam,
sedangkan untuk asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) dan asam lemak tidak
jenuh ganda (PUFA) pada masing-masing sampel cukup bervariasi. Yang paling
menonjol adalah kandungan asam linoleat (C18:2) untuk sampel lemak sapi jauh
lebih rendah dibandingkan lemak ayam dan lemak babi, bahkan untuk asam
arakidonat (C20:4) pada sampel lemak sapi tidak terdeteksi. Untuk asam lemak
jenuh C17:0 dan C20:0 pada lemak ayam tidak terdeteksi sedangkan pada sampel
lemak sapi dan babi keduanya mengandung asam lemak tersebut walaupun
dengan presentasi yang relatif rendah.
16
Perbedaan komposisi asam lemak jenuh (SFA), asam lemak jenuh tunggal
(MUFA) dan asam lemak jenuh ganda (PUFA) dari ketiga sampel menunjukkan
bahwa kandungan asam lemak jenuh untuk lemak sapi jauh lebih besar (68%)
dibandingkan lemak ayam (33%) dan lemak babi (21%), sedangkan komposisi
asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) untuk lemak ayam dan lemak babi
relatif lebih besar dibandingkan dengan lemak sapi.Perbedaan yang cukup
signifikan teletak pada kandungan asam lemak jenuh ganda (PUFA) dimana untuk
lemak babi (25%) jauh lebih besar daripada lemak ayam (18%) dan lemak sapi
(1.2%).
Walaupun demikian, untuk mengidentifikasi perbedaan dan spesifitas
lemak hewani secara lebih kuantitatif perlu dilakukan pengujian sampel melalui
beberapaperlakuan khusus, misalnya dengan variasi waktu dan suhu pemanasan
serta proses pencampuran lemak babi dengan lemak hewani lainnya. Hal ini perlu
dilakukan terutama dalam upaya pengembangan metode analisa kehalalan pangan,
dimana sebagian besar produk pangan yang diragukan kehalalannya umumnya
merupakan produk pangan olahan yang telah mengalami proses
pemanasan (heating procces) atau pencampuran (adulteration).
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Spektrum infra merah berguna untuk mendeteksi adanya gugus fungsi
dalam senyawa organik. Daerah di bawah frekuensi 650 cm-1 dinamakan infra
merah jauh. Sedangkan daerah di atas frekuensi 4000 cm-1 dinamakan infra
merah dekat. Monokromator terdiri dari celah masuk dan celah keluar yang
berupa kisi difraksi atau prisma.4. Detektor panas digunakan untuk mendeteksi
sinar infra merah. Spektrum infra merah mengandung banyak serapan yang
berhubungan dengan sistem vibrasi yang berinteraksi dalam suatu molekul
memberikan pita-pita serapan yang berkarakteristik dalam spektrumnya. Corak
pita ini disebut sebagai daerah sidik jari.
3.2 Saran
Instrumen dengan Spektrofotometer IR merupakan instrumen yang paling
banyak digunakan dalam metode analisis kuantitatif karena metodenya yang
cukup sederhana Untuk pengembangan lebih lanjut pada makalah ini, terdapat
beberapa saran yang sesuai dengan informasi mengenai Spektrofotometer IR,
yaitu seperti pembuatan standar untuk kalibrasi dan penentuan panjang frekuensi
haruslah tepat, kalibrasi alat harus diupayakan rutin agar mengurangi kesalahan
yang terjadi ketika analisa.
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan
sampaikan kepada kami. Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat memaafkan
dan memakluminya.
18