Alimah 2114401047
Andrian 2114401050
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidyah-Nya kepada kelompok kami untuk dapat menyelesaikan sebuah makalah yang
berjudul “ASPEK LEGAL DAN SYSTEM KREDENTIAL PERAWAT INDONESIA “.
Yang mana ini disusun bertujuan untuk memenuhi tugas Etika Keperawatan dalam
menempuh pendidikan di Akademi DIII Keperawatan Tanjung Karang.
Saya sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu Ibu Ns. Titi
Astuti, S.Kep.,M.Kep.,Sp.Mat atas ilmu baru yang kami dapatkan dari makalah ini yang
merupakan salah satu ilmu yang belum pernah kami dapatkan sebelumnya. Semoga saja
dalam penyusunan makalah ini, dapat memberi manfaat bagi peserta diskusi, dan kami dari
tim penulis memohon maaf, apabila terdapat kesalahan kata ataupun kalimat yang tidak
pantas untuk ditampilkan dalam sebuah diskusi, sehingga kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Penyusun
Tim kelompok 14
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar………………………………………………………………………………….
Daftar Isi………………………………………………………………………………………...
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
B. REGISTRASI
C. LISENSI
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………………..
B. Saran…………………………………………………………………………………………
Latihan Soal
Contoh Kasus
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 REGISTRASI
Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Perawat yang telah memiliki Sertifikat
Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta
telah diakui secara hukum untuk menjalankan Praktik Keperawatan
Registrasi merupakan pencantuman nama seseorang dan informasi lain pada badan resmi
baik milik pemerintah maupun non pemerintah. Perawat yang telah terdaftar diizinkan
memakai sebutan registered nurse. Untuk dapat terdaftar, perawat harus telah menyelesaikan
pendidikan keperawatan dan lulus ujian dari badan pendaftaran dengan nilai yang diterima.
Izin praktik maupun registrasi harus diperbaharui setiap satu atau dua tahun.
Undang – undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi para perawat. PPNI
pada kongres Nasional keduanya di Surabaya tahun 1980 mulai merekomendasikan perlunya
bahan-bahan perundang-undangan untuk perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan.
Tidak adanya undang-undang perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh
belum dapat bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih
antara tugas dokter dan perawat masih sering terjadi dan beberapa perawat lulusan
pendidikan tinggi merasa frustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan
kewenangannya. Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan
ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2019 Tentang Registrasi
Tenaga Kesehatan
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
2. Sertifikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi Tenaga Kesehatan
untuk dapat menjalankan praktik di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi. 3.
3. Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik profesi yang
diperoleh lulusan pendidikan profesi.
4. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Tenaga Kesehatan yang telah memiliki Sertifikat
Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lain serta
mempunyai pengakuan secara hukum untuk menjalankan praktik.
5. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan kepada Tenaga Kesehatan yang telah
diregistrasi.
6. Surat Tanda Registrasi Sementara yang selanjutnya disebut STR Sementara adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan kepada Tenaga
Kesehatan warga negara asing yang telah diregistrasi.
7. Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau
sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem
elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto
atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki
makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kesehatan
BAB II
PELAKSANAAN REGISTRASI
Pasal 2
Pasal 3
1)STR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas: a. STR; b. STR Sementara; dan c.
STR Bersyarat.
2)STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku selama 5 (lima) tahun sejak
tanggal dikeluarkan dan berakhir pada tanggal lahir Tenaga Kesehatan yang bersangkutan.
3)STR Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berlaku selama 1 (satu) tahun
dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
4)STR Bersyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan oleh konsil masing-
masing Tenaga Kesehatan kepada Tenaga Kesehatan warga negara asing sebagai peserta
program pendidikan spesialis untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan formal di
Indonesia.
Pasal 4
Pasal 8
Pasal 9
1) Registrasi ulang untuk perpanjangan masa berlaku STR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (2) huruf a harus dilakukan dengan memenuhi persyaratan paling sedikit:
a) memiliki STR lama;
b) memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
c) memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d) membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi
e) telah mengabdikan diri sebagai tenaga profesi atau vokasi di bidangnya; dan
f) memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan/atau kegiatan
ilmiah lainnya.
b) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tenaga Kesehatan harus melengkapi:
a) pas foto terbaru ukuran 4x6 cm (empat kali enam sentimeter) dengan latar belakang
berwarna merah;
b) Kartu Tanda Penduduk atau paspor bagi warga negara asing; dan
c) persyaratan lainnya sesuai kebutuhan.
c) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dibuktikan dengan pemenuhan syarat
satuan kredit profesi.
Pasal 10
Registrasi ulang untuk peralihan jenis profesi Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b harus dilakukan dengan memenuhi persyaratan paling sedikit:
a. pas foto terbaru ukuran 4x6 cm (empat kali enam sentimeter) dengan latar belakang
berwarna merah;
b. Kartu Tanda Penduduk atau paspor bagi warga negara asing;
c. memiliki ijazah pendidikan yang sesuai dengan peralihan jenis profesi Tenaga
Kesehatan; d. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
e. memiliki surat sumpah/janji atau surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji
profesi; dan
f. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi
Pasal 11
Registrasi ulang untuk peningkatan level kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (2) huruf c harus dilakukan dengan memenuhi persyaratan paling sedikit:
a) pas foto terbaru ukuran 4x6 cm (empat kali enam sentimeter) dengan latar belakang berwarna
merah;
b)memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
c) memiliki STR lama;
d)memiliki ijazah yang sesuai dengan peningkatan level kompetensi Tenaga Kesehatan; dan
e) memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi.
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Registrasi dan Registrasi ulang diatur dengan
Peraturan Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
Pasal 13
Setiap Tenaga Kesehatan hanya dapat memiliki STR pada 1 (satu) jenis Tenaga Kesehatan.
Pasal 14
Pasal 15
(1) Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan harus membuat pencatatan Registrasi terhadap setiap
STR yang diterbitkan dan STR yang dicabut.
(2) Pencatatan Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Menteri melalui
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia
BAB III
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 16
1) Menteri, gubernur, bupati/walikota dan konsil masing-masing Tenaga Kesehatan melakukan
pembinaan dan pengawasan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama terhadap
kepemilikan STR oleh Tenaga Kesehatan sesuai tugas dan kewenangan masing-masing.
2) Dalam rangka melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Menteri, gubernur, bupati/walikota dan konsil masing-masing Tenaga Kesehatan dapat
melibatkan organisasi profesi terkait.
3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk:
a) meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan;
b) melindungi penerima pelayanan kesehatan dan masyarakat atas tindakan yang dilakukan
Tenaga Kesehatan; dan
c) memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan Tenaga Kesehatan.
BAB IV
PENDANAAN
Pasal 17
Pendanaan penyelenggaraan Registrasi Tenaga Kesehatan dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 18
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Penyelenggaraan Registrasi Tenaga Kesehatan tetap dilaksanakan oleh Komite Farmasi
Nasional dan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia sampai dengan diangkatnya anggota
konsil masing-masing Tenaga Kesehatan dan dapat melaksanakan tugas.
b. Penyelenggaraan Registrasi Tenaga Kefarmasian mengikuti prosedur sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi,
Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 322) sampai dengan diangkatnya anggota konsil masing-masing
Tenaga Kesehatan dan dapat melaksanakan tugas.
c. Tenaga kesehatan yang belum memiliki STR sebelum diberlakukannya uji kompetensi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepadanya diberikan STR
berdasarkan Peraturan Menteri ini.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun
2013 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 977), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 20
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
2.2 LISENSI (IZIN PRAKTEK) KEPERAWATAN
Lisensi keperawatan adalah suatu dokumen legal yang mengijinkan seorang perawat
untuk memberikan keterampilan dan pengetahuan keperawatan secara spesifik kepada
masyarakat dalam suatu juridiksi. Semua perawat seyogyanya mengamankannya dengan
mengetahui standar pelayanan yang yang dapat diterapkan dalam suatu tatanan praktik
keperawatan. Lisensi/ijin praktik keperawatan berupa penerbitan Surat Tanda Registrasi
(STR) bagi perawat. STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga
kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Untuk mendapatkan STR setiap perawat wajib mengikuti ujian kompetensi yang
diselenggarakan oleh Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI). Jika mereka lulus uji
kompetensi maka sambil menunggu STR akan diterbitkan Sertifikat Kompetensi (Serkom).
Perawat yang belum mempunyai STR tidak dapat bekerja di area keperawatan. Perawat yang
sudah memiliki STR yang akan melakukan praktik mandiri di luar institusi tempat bekerja
yang utama dapat mengajukan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) di Dinas Kesehatan
setempat.
Untuk mendapatkan ijin praktik keperawatan tentunya sudah diatur dalam Sistem
Regulasi Keperawatan. Sistem regulasi merupakan suatu mekanisme pengaturan yang harus
ditempuh oleh setiap tenaga keperawatan yang berkeinginan untuk memberikan pelayanan
keperawatan kepada pasien.
Setelah keperawatan ditetapkan sebagai profesi, maka tanggung jawab maupun tanggung
gugatnya mengalami perubahan di mana perawat memiliki otoritas, otonomi, dan
akontabilitas, maka selayaknya anggota profesi yang berbuat salah bertanggungjawab untuk
kesalahannya. Ada beberapa keadaan yang sering menuntut perlunya penerapan sistem
regulasi yang ketat, yaitu :
Semua keadaan tersebut di atas, dapat disebabkan karena jenjang kewenangan lebih
rendah dari pada tugas yang harus diemban, kurang trampil melakukan tugas, tidak memiliki
pengetahuan dalam melaksanakan tugas tertentu, kelalaian disengaja ataupun tidak disengaja,
serta meninggalkan tugas tanpa mendelegasikan pada orang lain. Selain itu mendapatkan
lisensi dengan cara-cara tidak syah atau menyalahgunakan lisensi atau terlibat dalam upaya
"menolong orang lain" yang tidak dibenarkan oleh hukum. Sistem regulasi keperawatan tidak
dapat diterapkan secara baik apabila tidak didukung oleh sistem legislasi keperawatan yang
baik pula. Untuk menetapkan mekanisme pelaksanaan sistem regulasi diperlukan tenaga
keperawatan professional yang handal, jujur, berdedikasi dan komitmen terhadap profesi.
Selain sistem legislasi keperawatan, diperlukan juga sistem legislasi yang terkait dengan
manajemen keperawatan yang mengakomodasi hubungan timbal balik antara tenaga
keperawatan, tenaga kedokteran dan para atasan dalam suatu tatanan pelayanan kesehatan.
sehingga tidak akan terjadi suatu pengkambinghitaman (scape-goating) antar profesi terkait.
Izin praktek keperawatan pada dasarnya bukan merupakan topik baru bagi para perawat
Indonesia. PPNI dalam berbagai kesempatan telah mendiskusikan topik ini. Para ahli yang
antusias dalam mengembangkan kualitas dan praktek keperawatan telah pula memberikan
sumbangan pikiran. Namun, izin praktek keperawatan sampai saat ini masih tetap merupakan
perjuangan keperawatan. Bagi setiap profesi atau pekerjaan untuk mendapatkan hak izin
praktek bagi anggotanya, biasanya harus memenuhi tiga kriteria :
Izin praktek keperawatan diperlukan oleh profesi dalam upaya meningkatkan dan
menjamin professional anggotanya. Bagi masyarakat izin praktek keperawatan merupakan
perangkat perlindungan bagi mereka untuk mendapat pelayanan dari perawat professional
yang benar-benar mampu dan mendapat pelayanan keperawatan dengan mutu tinggi.
Tidak adanya izin keperawatan menempatkan profesi keperawatan pada posisi yang sulit
untuk menentukan mutu keperawatan. Kita ketahui bahwa di Indonesia terdapat berbagai
jenjang pendidikan keperawatan dengan standar atau mutu antar institusi pendidikan yang
tidak sama. Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa seseorang yang telah lulus dari
pendidikan keperawatan belum tentu cukup menguasai kompetensinya sebagai perawat.
Situasi inilah yang membuat para pemimpin keperawatan cukup prihatin. Pihak pasien tidak
tahu apakah pendidikan perawat atau justru diperburuk oleh kualitas keperawatan yang
diberikan oleh para perawat yang dipersiapkan dengan tidak mantap.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang perubahan
atas peraturan Menteri Kesehatan nomor HK.02.02/MENKES/148/1/2012 tentang Izin
Penyelenggaraan Praktik Perawat, diubah sebagai berikut :
Pasal 1
1. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun
di luar negeri sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif,
maupun rehabilitatif, yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau
masyarakat.
3. Surat Izin Praktik Perawat yang selanjutnya disingkat SIPP adalah bukti tertulis
pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik keperawatan di fasilitas pelayanan
kesehatan berupa praktik mandiri.
3a. Surat Izin Kerja Perawat yang selanjutnya disingkat SIKP adalah bukti tertulis
pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik keperawatan di fasilitas pelayanan
Kesehatan di luar praktik mandiri.
2. Ketentuan Pasal 2 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
Pasal 3
1) Setiap Perawat yang menjalankan praktik keperawatan di fasilitas pelayanan
kesehatan di luar praktik mandiri wajib memiliki SIKP.
2) Setiap Perawat yang menjalankan praktik keperawatan di praktik mandiri wajib
memiliki SIPP.
3) SIKP dan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikeluarkan oleh
pemerintah daerah kabupaten/ kota dan berlaku untuk 1 (satu) tempat.
4. Pasal 4 dihapus.
5. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
1) Untuk memperoleh SIKP atau SIPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Perawat
harus mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah kabupaten/ kota dengan
melampirkan:
a. fotocopy STR yang masih berlaku dan dilegalisasi;
b. surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
c. surat pernyataan memiliki tempat di praktik mandiri atau di fasilitas pelayanan
kesehatan di luar praktik mandiri;
d. pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
e. rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/ kota atau pejabat yang
ditunjuk; dan
f. rekomendasi dari organisasi profesi.
2) Apabila SIKP atau SIPP dikeluarkan oleh dinas Kesehatan kabupaten/kota.
persyaratan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e tidak
diperlukan.
3) Contoh surat permohonan memperoleh SIKP atau SIPP sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Formulir I terlampir yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
4) Contoh SIKP dan SIPP sebagaimana tercantum dalam Formulir II dan Formulir III
terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
5) Permohonan SIKP atau SIPP yang disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh
pemerintah daerah kabupaten/ kota atau dinas kesehatan kabupaten/ kota kepada
pemohon dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan
diterima.
6. Di antara Pasal 5 dan Pasal 6 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 5A dan Pasal 5B,
yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5A
Perawat hanya dapat menjalankan praktik keperawatan paling banyak di 1 (satu)
tempat praktik mandiri dan di 1 (satu) tempat fasilitas pelayanan kesehatan di luar
praktik mandiri.
Pasal 5B
1) SIKP atau SIPP berlaku selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui kembali
jika habis masa berlakunya.
2) Ketentuan memperbarui SIKP atau SIPP mengikuti ketentuan memperoleh SIKP
atau SIPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
Pasal 7
a. tempat kerja/ praktik tidak sesuai lagi dengan SIKP atau SIPP;
b. masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang;
c. dicabut atas perintah pengadilan;
d. dicabut atas rekomendasi organisasi profesi; atau
e. dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin.
8. Ketentuan Pasal 14 ayat (2) diubah sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14
9. Di antara Pasal 15 dan Pasal 16 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 15A, yang
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15A
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2019 Tentang Registrasi
Tenaga Kesehatan. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Perawat yang telah memiliki
Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya
serta telah diakui secara hukum untuk menjalankan Praktik Keperawatan. Pada pasal 27
Undang-undang No 23 Tahun 1992, dicantumkan “ Setiap perawat yang akan melakukan
praktik keperawatan di Indonesia harus memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat (STRP).”
Registrasi perawat dilakukan dalam 2 kategori yaitu:
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang perubahan
atas peraturan Menteri Kesehatan nomor HK.02.02/MENKES/148/1/2012 tentang Izin
Penyelenggaraan Praktik Perawat
LATIHAN SOAL:
Jawab : (b). Bukti tertulis yang diberikan perawat untuk melakukan praktek
keperawatan di sarana pelayanan kesehatan
a. 1 tahun
b. 2 tahun
c. 3 tahun
d. 4 tahun
e. 5 tahun
a. Lisensi
b. Akuisisi
c. Registrasi
d. Sertifikasi
e. Akreditasi
Kini para perawat diperkenankan melakukan tugas tugas dokter. Karena itu, mereka pun
dapat terkena gugatan hukum bila terjadi akibat negatif dari pelayanan kepada pasien. Selama
ini dalam tindakan sehari hari di rumah sakit, seorang perawat bisa saja melakukan berbagai
kesalahan, misalnya keliru memberikan obat atau salah dosis, salah membaca lebel, salah
menangani pasien, dan yang lebih berat lagi adalah salah memberikan transfusi darah
sehingga mengakibatkan hal yang fatal.
Sejalan dengan adanya tanggung jawab, kesalahan itu harus ditanggung oleh perawat. Hal ini
telah dijalani perawat di beberapa negara. Sebagai contoh, di Memphis County Hospital pada
tahun 1986 seorang perawat digugat karena memberikan suntikan Lidocaine over dosis
kepada pasiennya sehingga mengakibatkan pasien bersangkutan meninggal. Sementara itu,
perawat di Ohashi Hospital pada agustus tahun 2000 lalu menemui nasib yang sama. Ia
disalahkan karena menyebabkan kematian bayi baru lahir karena kesalahan melakukan
tindakan medis.
DAFTAR PUSTAKA