Anda di halaman 1dari 11

TUGAS TUGAS GEREJA

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas kemurahan-Nya tugas
makalah ini dapat penulis selesaikan dengan tepat waktu. Tugas ini penulis serahkan kepada guru
mata pelajaran Agama

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada guru Agama yang telah mencurahkan ilmu
kepada seluruh siswa siswi.

Penulis memohon kepada ibu guru khususnya, umumnya para pembaca apabila menemukan
kesalahan atau kekurangan dalam tugas makalah ini, baik dari segi bahasanya maupun isinya, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi lebih baiknya karya tulis yang akan
datang.

Ende , 15 Januari 2022

Hormat Saya

Nathia Agnesta Bili


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................ ........................................................

DAFTAR ISI........................................................ ........................................................ ...........

BAB I........................................................ .............................................................................

LATAR BELAKANG........................................................ .........................................................

RUMUSAN MASALAH........................................................ ...................................................

TUJUAN........................................................ ........................................................ ...............

BAB II ISI........................................................ ........................................................ .............

PENGERTIAN SAKRAMEN........................................................ ............................................

JENIS-JENIS SAKRAMEN........................................................ ...............................................

BAB III PENUTUP........................................................ ..........................................................

KESIMPULAN........................................................ ...............................................................

SARAN........................................................ ........................................................ ................

DAFTAR PUSTAKA........................................................ .......................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembahasan tentang tugas panggilan gereja, bukanlah pembicaraan yang baru lagi, secara khusus
dalam dunia pelayanan gereja. Ketika mendengar tugas panggilan gereja, hal pertama yang kita
pikirkan pastilah Persekutuan (Koinonia), Kesaksian (Marturia) dan Pelayanan (Diakonia) atau yang
biasa disebut dengan “ Tri Tugas Panggilan Gereja” . Meskipun tiga tugas panggilan gereja ini sudah
bukan kata atau istilah yang asing lagi dalam kehidupan pelayanan, akan tetapi tugas panggilan
gereja tersebut masih merupakan proses yang diharapkan selalu dinamis sehingga dalam
melaksanakan dan mewujudkan tugas pelayanan tersebut para pelayan Tuhan selalu menuju pada
kesempurnaan melayani Tuhan. Ketika tugas panggilan gereja ini ditetapkan oleh Allah untuk
dikerjakan oleh gereja, tentu sekali Allah pun membuat ketetapan serta ketentuan bagi gereja dalam
melaksanakan tugas panggilan tersebut. Bagaimana tiga tugas panggilan gereja ini seharusnya
dilakukan, dan seperti apa pandangan Alkitab tentang tugas panggilan gereja ini akan dibahas dalam
makalah yang penulis sajikan dibawah ini.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan gereja?

2. Apa saja yang menjadi tiga tugas panggilan gereja?

3. Apa saja yang menjadi tantangan bagi gereja dalam tugas panggilannya ditengah-tengah dunia?

4. Seperti apa ciri gereja yang melakukan tugasnya ditengah dunia?

C. TUJUAN

1. Memahami dengan baik pengertian gereja.

2. Memahami dengan baik tiga tugas panggilan gereja bagi dunia.

3. Memahami dengan baik tantangan gereja dalam pelayanannya.

4. Memahami dengan baik ciri-ciri gereja yang melakukan tugasnya.


BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN GEREJA

Gereja sebagai rumah Tuhan memiliki beberapa defenisi, baik defenisi secara umum, defenisi
menurut perjanjian lama, maupun defenisi menurut perjanjian baru.

1. DEFENISI GEREJA

Gereja berasal dari bahasa Protugis “ igreja”, yang berasal dari bahasa Yunani “ εκκλησία (ekklêsia)”
yang berarti dipanggil keluar (“ ek=keluar” ; “ klesia dari kata kaleo=memanggil”); kumpulan orang
yang dipanggil ke luar dari dunia). Kata Inggris “ church” merupakan terjemahan yang tepat untuk
ekklêsia[1].

2. GEREJA MENURUT PERJANJIAN LAMA

Dalam Perjanjian Lama terdapat dua istilah yang menggambarkan tentang umat Tuhan yang
menunjuk kepada Gereja, yaitu qahal (kahal) yang diturunkan dari akar kata yang sudah tidak dipakai
lagi yaitu qal (kal), yang artinya “ memanggil” ; dan edhah yang berasal dari kata ya’adh yang artinya
“ memilih” atau “ menunjuk” atau “ bertemu bersama-sama di satu tempat yang ditunjuk” . Kedua
kata ini kadang-kadang dipakai tanpa dibedakan artinya. Edhah adalah kata yang lebih sering dipakai
dalam Keluaran, Imamat, Bilangan dan Yosua, tetapi tidak dijumpai dalam kitab Ulangan, dan jarang
dijumpai dalam kitab-kitab selanjutnya dalam Perjanjian Lama. Kata qahal banyak sekali dijumpai
dalam Tawarikh, Ezra dan Nehemia. Istilah qahal biasanya diterjemahkan menjadi jemaat, sedangkan
‘edhah diterjemahkan menjadi umat (dalam hal ini umat Allah). Septuaginta, menterjemahkan qahal
ini dengan ekklesia. Qahal ini juga digambarkan dengan kemampuan berperang sebagaimana dapat
ditemukan dalam kitab Ester 8:11, 9:2, 15, 16, 18 dan yang tak asing lagi di dalam kitab Hakim-
Hakim. Masih banyak refleksi lainnya dalam ragam penggunaan istilah ini, termasuk dalam
pengertian beribadat. Hal ini menunjukkan variabilitas keadaan jemaat-Nya.([2])([3])

3. GEREJA MENURUT PERJANJIAN BARU

Nama Gereja berasal dari kata Yunani kuriakos yang artinya “ kepunyaan Tuhan”, yang berasal dari
kata igreia (Latin), church (Inggris), kirche (Jerman), kyrke (Swedia), cerkov (Slavia), kirk (Scot), kerk
(Belanda). Di dalam Perjanjian Baru kata yang dipakai untuk menyatakan pengertian jemaat Tuhan
adalah kata yang diambil dari Septuaginta yaitu ekklesia (1 Ptr. 2:9) diawali dengan preposisi ek yang
berarti “ keluar dari”, dan kata kaleo menjelaskan mengenai “ dipanggil keluar dari komunitas
tertentu”, dan kata sunagoge, dari kata sun dan ago yang berarti “ datang atau berkumpul
bersama” . Istilah ekklesia dalam Perjanjian Baru secara umum juga menunjuk kepada Gereja,
walaupun dalam beberapa bagian menunjukkan pertemuan secara umum, Kis.19:32, 39, 41.
Biasanya kata ini dipakai dalam konteks pemanggilan penduduk Yunani, keluar dari rumah mereka
berkumpul dalam suatu tempat yang sudah ditentukan. (4)
Gereja pada jaman perjanjian baru ini pada dasarnya sama dengan Gereja dari jaman sebelumnya.
Keduanya terdiri dari orang-orang percaya yang benar. Pada zaman Perjanjian Baru, Gereja
dipisahkan dari kehidupan nasional bangsa Israel dan menjadi organisasi yang tidak terikat kepada
bangsa itu. Dalam Septuaginta “ jemaat” diterjemahkan sebagai ekklesia. Suatu istilah yang sudah
umum dalam konteks Yunani yaitu sidang parlemen atau sidang rakyat, yang biasanya diadakan di
Athena pada hari-hari besar, dan dihadiri oleh para wakil rakyat dan penduduk segenap negeri.([5])
([6])

Deismann menganggap eklesia sebagai satu perkumpulan orang-orang yang dipanggil, dan Tuhan
sendirilah yang memanggil mereka. Oleh karena pengertian tentang Gereja merupakan sebuah
konsep dengan banyak sisi, maka wajarlah jika kata Ekklesia yang dipakai untuk menunjuk tentang
Gereja dan tidak selalu memiliki konotasi yang sama. Tuhan Yesus yang pertama kali menggunakan
kata ekklesia itu dalam Perjanjian Baru. Dan kata ini ditujukan kepada para murid-murid-Nya yang
bersama-sama dengan Dia (Matius 16:18) dan para murid-murid ini mengenal Dia sebagai Tuhan
serta menerima prinsip-prinsip Kerajaan Allah. Mereka adallah “ ekklesia” dari Mesias, Israel yang
sejati. Dalam perluasaan Gereja, kata “ ekklesia” mendapat pemakaian yang lebih luas. Gereja-gereja
lokal didirikan di mana-mana dan semua itu disebut sebagai “ ekklesia” sebab mereka itu
memanifestasikan Gereja Kristus yang universal. Berikut ini kita melihat pemakaian yang yang paling
penting dari kata ekklesia:[7]

1) Kata ekllesia paling sering menunjuk kepada arti sekumpulan orang percaya di dalam satu
tempat yang sama, yaitu gereja lokal, tanpa harus memperhatikan apakah orang percaya di situ
datang dengan maksud beribadah atau tidak.

2) Dalam beberapa hal kata ini juga bisa menunjukkan apa yang disebut sebagai “ ekklesia
domestic” yaitu gereja dalam rumah pribadi seseorang. Misalnya Rom. 16:23; 1 Kor. 16:19; Kol. 4:15;
dan Fil. 2

3) Kata Ekklesia menunjukan bentuk tunggal dari sekelompok gereja, yaitu gereja Yudea, Galilea
dan Samaria (Kis. 9:31). Hal ini tidak menunjukkan bahwa gereja-gereja ini membentuk satu
oraganisasi yang disebut sekarang sebagai denominasi.

4) Kata “ ekklesia” juga berbicara tentang keseluruhan tubuh Kristus di seluruh dunia, yaitu
kesatuan dari orang-orang yang beribadah kepada Kristus dan berkumpul di bawah pimpinan
pejabat-pejabat yang dipilih. Arti kata ini menjadi latar belakang dari 1 Kor. 10:32; 11:22; 12:28,
serta dalam surat Paulus kepada jemaat di Efesus, yang sepertinya memiliki penekanan tentang
Gereja sebagai satu organis spiritual “ Efesus 4:11-16).

5) Kata “ ekklesia” memberikan sebuah pengertian yang menyeluruh, yang menunjukan


keseluruhan tubuh orang-orang beriman, baik dibumi maupun di Surga, yang telah atau yang akan
dipersatukan secara spiritual dengan Kristus sebagai Juru Selamat mereka. Pemakaian kata “
ekklesia” dapat kita jumpai dalam surat-surat Paulus kepada jemaat Efesus dan Kolose, seperti: Ef.
1:22; 3:10, 21; 5:23-25, 27, 32; Kol. 1:18,24.

B. TRI TUGAS PANGGILAN GEREJA

Dalam pembahasan makalah ini, adapun tiga tugas panggilan gereja yang dimaksud adalah:
Koinonia, Marturia dan Diakonia.
1. KOINONIA

Kata Yunani κοινωνια-KOINÔNIA (feminine noun) berasal dari: κοινη-KOINÊ, dari kata dasar κοινος-
KOINOS yang artinya “common/umum” (kesamaan), adjektiva. “KOINÔNIA” dalam Septuaginta
(terjemahan Perjanjian Lama dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani) tidak pernah dipakai untuk
hubungan antara Allah dengan manusia. Terdapat perbedaan di dalam Perjanjian Baru, dimana telah
ada perubahan, karena melalui Yesus Kristus, manusia dapat dipersatukan kembali dengan Allah.
Dalam Kristus Allah datang dan menemui manusia, Dia menebus manusia dari dosa melalui jalan
Salib, dan “KOINÔNIA” antar manusia dengan Allah telah dipulihkan. Rasul Yohanes, murid yang
dikasihi Tuhan Yesus, dia bersaksi bahwa dia telah memiliki persekutuan dengan Sang Bapa dan
Anak-Nya, Yesus Kristus. Dan dia bersama-sama para rasul lainnya melaksanakan “amanat agung
Tuhan Yesus Kristus” (Matius 28:19) dan dengan setia memperkenalkan “Injil Kristus” (kabar baik
tentang Kristus) dan ciri khas “KOINÔNIA” di dalamnya (1 Yoh. 1:3). Dari makna di atas, kata Yunani
KOINÔNIA memiliki makna “kebersamaan memiliki atau berbagi suatu hal bersama” atau
“persekutuan dengan partisipasi intim.” Pada perkembangannya, kata ini sering digunakan dalam
Perjanjian Baru untuk menggambarkan hubungan dalam gereja Kristen mula-mula serta tindakan
memecahkan roti sebagai tanda persekutuan dengan Kristus sekaligus peringatan untuk korban
Kristus selama perjamuan Paskah (Yoh. 6:48-69, Mat. 26:26-28, 1 Kor. 10:16, 1 Kor. 11:24). Maka,
istilah KOINÔNIA digunakan di dalam Gereja Kristen dalam mewujudkan eksistensi jemaat yang
saling mengasihi. KOINÔNIA selain makna yang sudah dijelaskan di atas, KOINÔNIA dalam
Kristianitas biasa diterjemahkan dengan “persekutuan” saja, namun seringkali juga diterjemahkan
dengan “kebersatuan”, “mengambil bagian” dan “menyumbangkan sesuatu.” KOINÔNIA di dalam
jemaat Kristus mencakup hubungan yang erat (persekutuan) sebagai berikut:[8]

1) Persekutuan dengan Kristus (1 Kor. 1:9).

2) Persekutuan dengan Roh Kudus (2 Kor. 13:13).

3) Persekutuan antara para anggota jemaat sendiri (Kis. 2:42-47).

Dengan demikian KOINÔNIA dalam Kristianitas berarti juga persekutuan jemaat Kristus dalam
persekutuan Roh Kudus. Kuasa yang nyata dari Roh Kudus yang memimpin, menolong, menasehati,
menghibur, membaharui dan mempersatukan warga jemaat.

2. MARTURIA

Marturia (dari bahasa Yunani: martyria) adalah salah satu istilah yang dipakai gereja dalam
melakukan aktivitas imannya, sebagai tugas panggilan gereja, yaitu dalam hal kesaksian iman.
Kesaksian iman yang dimaksud adalah pemberitaan Injil sebagai berita keselamatan bagi manusia.
Marturia biasanya disandingkan dengan tugas gereja yang lain, yaitu koinonia yang berarti
persekutuan dan diakonia atau pelayanan. Kata “marturia” sendiri sangat dekat dengan kata
“martir” (dalam bahasa Arab: “syahid”), yaitu orang-orang yang mati karena memberitakan Injil pada
zaman sesudah Yesus Kristus. Memang banyak orang Kristen perdana yang harus mengalami
penganiayaan karena kepercayaannya, dan pengorbanan ini terus berlanjut sampai sekarang.
Karenanya, istilah “marturia” dan “martir” itu banyak kali dirancukan, dan diasosiasikan dengan para
“syuhada”, yaitu orang-orang Kristen yang disiksa sampai mati karena imannya, atau para misionaris
yang dibunuh dalam menjalankan tugasnya, menyampaikan berita Injil ke tempat-tempat yang
belum pernah mendengar berita itu. Istilah “marturia” ini sekarang lebih sering digantikan dengan
kata “Evangelisme” yang berarti pengabaran Injil Kristen atau praktek penyampaian informasi
mengenai doktrin suatu kepercayaan Kristen kepada orang lain. Istilah “evangelisme” ini tidak terkait
dengan tradisi Kristen manapun, dan tidak sama dengan istilah Evangelikalisme, suatu kata yang
dipakai untuk menyebut kelompok atau gereja “Protestan Evangelikal” atau “ Injili”.[9]

3. DIAKONIA

Secara harafiah, kata diakonia berarti memberi pertolongan atau pelayanan. Diakonia dalam bahasa
Ibrani disebut syeret yang artinya melayani. Dalam terjemahan bahasa Yunani, kata diakonia
disebutkan diakonia (pelayanan), diakonein (melayani), dan diakonos/diaken (pelayan).[10] Istilah
diakonia sebenarnya sudah terlihat sejak Perjanjian lama. Dalam Kitab Kejadian jelas dikatakan
bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada (Ex Nihilo) dan semua yang
diciptakan Allah sungguh amat baik (Kej. 1:10-31).[11]

Dalam Perjanjian Baru, di samping kata-kata ini terdapat 5 kata lain untuk melayani, masing-masing
dengan nuansa dan arti tersendiri, yang dalam terjemahan-terjemahan Alkitab kita pada umumnya
diterjemahkan dengan kata melayani yaitu:[12]

1) Douleuein, yaitu melayani sebagai budak. Kata ini terutama menunjukkan arti ketergantungan
dari orang yang melayani. Orang Yunani sangat tidak menyukai kata ini. Perjanjian Baru, mula-mula
memakai kata ini dalam arti biasa sesuai dengan keadaan masyarakat pada masa itu. Di samping itu,
kata ini juga mendapat arti religius. Orang Kristen adalah budak Tuhan Allah atau hamba Kristus
Yesus (Rom. 1:1). Itu sesungguhnya merupakan suatu gelar kehormatan. Seorang Kristen tidak
melakukan keinginan dan rencananya sendiri, tetapi keinginan dan rencana Tuhan Yesus yang telah
melepaskannya dari belenggu dosa dan dengan demikian sudah membebaskannya.

2) Leitreuein, yaitu melayani untuk uang. Kata bendanya latreia (pelayanan yang diupah) juga
dipakai dalam pemujaan dewa-dewa. Dalam terjemahan Yunani dalam PL, yaitu Septuaginta (LXX),
kata ini terdapat kurang lebih 90 kali, pada umumnya untuk melayani Tuhan Allah dan pada
khususnya untuk pelayanan persembahan . Juga dalam Perjanjian Baru, kata ini menunjukkan
pelayanan untuk Tuhan Allah atau dewa-dewa, tidak pernah untuk saling melayani manusia. Roma
12:1 menyebutkan logike latreia (ibadah yang sejati). Melayani Tuhan dengan tubuh, yaitu dengan
diri sendiri dalam keberadaan yang sebenarnya adalah ibadah yang sesungguhnya dalam hubungan
baru antar Kristus dan manusia.

3) Leitourgein yaitu dalam bahasa Yunani digunakan untuk pelayanan umum bagi kesejahteraan
rakyat dan negara. Dalam LXX arti sosial politik ini terutama dipakai di lingkungan pelayanan di kuil-
kuil. Dalam Perjanjian Baru (khususnya surat Ibrani), kata ini menunjukkan kepada pekerjaan Imam
besar Yesus Kristus. Kemudian dalam Roma 15:27 dan 2 Kor. 9:12, kata ini dipakai untuk kolekte dari
orang Kristen asal kafir (suatu perbuatan diakonal) untuk orang miskin di Yerusalem. Dari kata inilah
berasal kata liturgi, yaitu suatu kata ibadah dalam pertemuan jemaat.

4) Therapeuein yaitu menggarisbawahi kesiapan untuk melakukan pelayanan ini sebaik mungkin.
Kata ini juga di tempat lain, dipakai sebagai sinonim dari menyembuhkan.

5) Huperetein yaitu menunjukkan suatu hubungan kerja terutama relasi dengan orang untuk siapa
pekerjaan itu dilakukan. Kata ini berarti si pelaksana memperhatikan instruksi si pemberi kerja.

Dari semua kata di atas yang artinya saling berkaitan, kelompok kata diakonein mempunyai nuansa
khusus, mengenai pelayanan antarsesama yang sangat pribadi sifatnya. Kata-kata tersebut di atas
menunjukkan arti diakonal. Ada hubungan antara liturgi dan diakonia, sementara therapeuo dalam
arti perawatan orang sakit erat kaitannya dengan apa yang dimaksudkan dengan diakonia.[13]

Secara umum, adapun model-model/bentuk-bentuk diakonia dalam gereja terbagi atas tiga jenis,
antara lain:[14]

1) Diakonia Karitatif, Diakonia karitatif mengandung pengertian perbuatan dorongan belas


kasihan yang bersifat kedermawanan atau pemberian secara sukarela. Motivasi perbuatan karitatif
pada dasarnya adalah dorongan perikemanusiaan yang bersifat naluriah semata-mata. Pelayanan
gereja terutama pada tindakan-tindakan karitatif atau amal berdasar pada Mat. 25:31-36. Model ini
merupakan model yang dilakukan secara langsung, misalnya orang lapar diberikan makanan (roti).
Diakonia ini didukung dan dipraktikkan oleh instansi gereja karena dianggap dapat memberikan
manfaat langsung yang segera dapat dilihat dan tidak ada resiko sebab didukung oleh penguasa.
Diakonia jenis ini merupakan produk dan perkembangan dari industrialisasi di Eropa dan Amerika
Utara pada abad ke-19.

2) Diakonia Reformatif atau Pembangunan, Model diakonia ini lebih menekankan pembangunan.
Pendekatan yang dilakukan adalah Community Development seperti pembangunan pusat
kesehatan, penyuluhan, bimas, usaha bersama simpan pinjam, dan lain-lain. Analogi model ini
adalah bila ada orang lapar berikan makanan (roti, ikan) dan pacul atau kail supaya ia tidak sekedar
meminta tetapi juga mengusahakan sendiri. Pada jenis ini, diakonia tidak lagi sekedar memberikan
bantuan pangan dan pakaian, tetapi mulai memberikan perhatian pada penyelenggaraan kursus
keterampilan, pemberian atau pinjaman modal pada kelompok masyarakat.

3) Diakonia Transformatif. Dalam perspektif ini, diakonia dimengerti sebagai tindakan Gereja
melayani umat manusia secara multi-dimensional (roh, jiwa dan tubuh) dan juga multi-sektoral
(ekonomi, politik, cultural, hukum dan agama). Diakonia bukan lagi sekedar tindakan-tindakan amal
(walaupun perlu dan tetap dilakukan) yang dilakukan oleh Gereja melainkan tindakan-tindakan
transformatif yang membawa manusia dengan sistem dan struktur kehidupannya yang menandakan
datangnya Kerajaan Allah. Diakonia ini bukan hanya berarti memberi makan, minum, pakaian dan
lain-lain, tetapi bagaimana bersama masyarakat memperjuangkan hak-hak hidup. Diakonia
transformatif atau pembebasan boleh digambarkan dengan gambar mata terbuka. Artinya, diakonia
ini adalah pelayanan mencelikkan mata yang buta dan memampukan kaki seseorang untuk kuat
berjalan sendiri.

C. TANTANGAN DALAM TUGAS PANGGILAN GEREJA

Gereja dalam perjalanan pelayanannya tidaklah berjalan mulus saja. Namun, tidak dapat dipungkiri
bahwa gereja tidak terlepas dari berbagai tantangan yang diakibatkan perubahan-perubahan yang
terjadi ditengah-tengah masyarakat. Ada beberapa hal yang menjadi tantangan dalam pelayanan
gereja, antara lain:[15]

1. Tantangan materialism, suatu paham yang mengagung-agungkan materi/benda. Segala sesuatu


diukur atas dasar materi. Tak terkecuali dalam kehidupan gereja sendiri. Gereja mulai memandang
bahwa yang paling penting adalah urusan fisik gereja.

2. Tantangan pola hidup serba cepat, perkembangan dunia teknologi mengalami kemajuan yang
amat pesat. Manusia tak henti-hentinya berusaha menciptakan cara agar hidup dapat menjadi lebih
mudah. Manusia tidak lagi berpikir mengenai bagaimana caranya, tetapi bagaimana mendapatkan
sesuatu dengan cepat tanpa mengikuti prosedur yang seharusnya. Mentalitas semacam ini, baik
disadari maupun tidak, telah merasuk kedalam kehidupan gereja. Segala proses kehidupan menjadi
proses yang serba cepat dan mudah, misalnya: mengenai (kesembuhan, rezeki, pemahaman iman).

3. Tantangan munculnya berbagai aliran dalam kekristenan, tidak dapat dipungkiri kalau di jaman
akhir ini bermunculan berbagai aliran gereja dengan masing-masing muncul dengan gaya dan ajaran
yang berbeda. Fenomena semacam ini menuntut kita untuk bersikap kritis, kita tidak boleh
menerima begitu saja atau malah menutup diri.

D. CIRI GEREJA YANG MELAKUKAN TUGAS PANGGILANNYA

Dalam tugas panggilannya sebagai duta Allah bagi dunia, gereja yang melakukan tugas panggilannya
dengan benar, akan terlihat dari karakteristik gereja yang sehat & dinamis berdasarkan Efesus 2:11-
22 dibawah ini, yakni:[16]

1. Meyakini bahwa Kristus yang bertahta dalam gereja (Ayat 13).

2. Menjunjung tinggi Alkitab (Ayat 20), sebagai harta gereja satu-satunya serta sumber doktrin
dan etika.

3. Menerapkan prinsip hidup sebagai satu keluarga Allah (Ayat 19).

4. Berperan sebagai pembawa damai (Ayat 16-17).

5. Bertumbuh di dalam Tuhan (Ayat 21-22).

6. Menerapkan disiplin/siasat gereja atau edukatif-pastoral (Ayat 21).

7. Sebagai “Bait Allah”, tempat kediaman-Nya (Ayat 22).

8. Sebagai “Bait Allah”, instrumen misi Allah dalam dunia (2:22, 3:8).

Selain hal tersebut diatas, ada delapan karateristik kualitas pertumbuhan gereja sebagai gereja yang
bermisi bagi dunia, yakni:[17]

1. Kepemimpinan yang melakukan pemberdayaan.

2. Pelayanan yang berorientasi pada karunia.

3. Kerohanian yang haus dan penuh antusiasme.

4. Struktur pelayanan yang tepat guna.

5. Ibadah yang membangkitkan isnpirasi.

6. Kelompok kecil yang menjawab kebutuhan secara menyeluruh.

7. Penginjilan yang berorientasi pada kebutuhan

8. Hubungan yang penuh kasih

Pertumbuhan Gereja juga akan terlihat ketika:[18]

1. Gereja terbuka terhadap gereja lain.

2. Gereja melihat gereja lain sebagai sesama tubuh Kristus.

3. Gereja mau belajar apa yang menjadi kelebihan dari gereja lain
4. Gereja/Gembala tidak pernah takut kehilangan jemaatnya karena ia telah memberikan yang
terbaik kepada jemaatnya.

BAB III

KESIMPULAN

Demikianlah secara umum uraian tentang Tiga Tugas Panggilan Gereja di tengah-tengah dunia.
Adapun tiga tugas panggilan tersebut, yakni: Koinonia, Marturia dan Diakonia. Tiga tugas Panggilan
Gereja yang dibahas dalam makalah ini, tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya,
karena ketiga tugas panggilan gereja tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh. Dengan kata lain,
di mana orang percaya bersaksi dan melayani, di sana pula ia harus bersekutu, juga sebaliknya.
Demikianlah secara umum mengenai Tugas Panggilan Gereja. Semoga makalah singkat ini
bermanfaat untuk memotivasi kita untuk lebih mengerti tugas Panggilan Gereja, secara khusus tugas
panggilan kita dalam melayani Tuhan Kita Yesus Kristus

Tuhan Yesus Memberkati.


DAFTAR PUSTAKA

Berkhof, Louis, Teologi Sistematika: Doktrin Gereja (Surabaya: Momentum, 1997).

Browning, W.R.F, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010).

Choeldahono, Novembri, Gereja, Lembaga Pelayanan Kristen dan Diakonia Transformatif (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2003).

Guthrie, Donald, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2006).

Lassor, W. S, Pengantar Perjanjian Lama 1 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001).

Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004).

Sally, Agripa, Bahan Ajar Dogmatika 5 (Batam: STT. BASOM, 2015).

Sihombing, Lotnatigor, Kultus dan Kultur (Batu, Malang: Sekolah Tinggi Theologia I-3, 1997).

http://www.sarapanpagi.org/koinonia-persekutuan-fellowship-vt6304.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Marturia

http://paksis-paksis.blogspot.com/2011/11/tantangan-gereja-dari-luar-mtr-kls-12.html

[1] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), hal. 118.

[2] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2006).

[3] Agripa Sally, Bahan Ajar Dogmatika 5 (Batam: STT. BASOM, 2015).

[4] Lotnatigor Sihombing, Kultus dan Kultur (Batu, Malang: Sekolah Tinggi Theologia I-3, 1997).

[5] Louis Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Gereja (Surabaya: Momentum, 1997).

[6] Agripa Sally, Bahan Ajar Dogmatika

Anda mungkin juga menyukai